BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting untuk dijaga karena nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian baik bagi perekonomian domestik maupun internasional. Dalam situasi perekonomian yang terbuka, kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara jelas dipengaruhi oleh mata uang negara lain, tidak terkecuali rupiah. Menurut Santosa (2003) karakteristik negara Indonesia sebagai “small and open economi”, yang menganut sistem devisa bebas dan menerapkan sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system), menyebabkan pergerakan nilai tukar rupiah di pasar uang menjadi rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate system) adalah sistem moneter dimana nilai tukar dibiarkan bergerak mengikuti kekuatan-kekuatan pasar tanpa intervensi dari pemerintah (Madura, 1997). Nilai tukar itu sendiri menurut FASB dalam Suciwati dan Machfoedz (2002) adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Kestabilan nilai tukar sangat penting karena akan memberikan kepastian bagi pelaku-pelaku ekonomi dalam melakukan usahanya. Fluktuasi perubahan nilai tukar akan menimbulkan risiko dimana semakin tinggi fluktuasinya maka risikonya akan semakin besar, dan sebaliknya semakin rendah fluktuasinya maka risikonya akan semakin kecil. Risiko nilai tukar uang akan menimbulkan laba dan rugi bagi perusahaan (Shapiro, 1996 dalam Suciwati dan Machfoedz, 2002). Terutama bagi perusahaan multinasional, fluktuasi perubahan nilai tukar menimbulkan risiko tinggi karena mereka mempunyai transaksi antarnegara dalam jumlah yang besar, adanya investasi ke luar negeri dan mempunyai cabang di luar negeri. Risiko ketidakstabilan nilai tukar mata uang ini paling sering muncul dalam transaksi perdagangan luar negeri. Pada umumnya risiko timbul karena nilai tukar mata uang asing pada saat terjadi transaksi akan berbeda dengan nilai tukar mata uang pada saat jatuh tempo pembayaran transaksi tersebut (Norpratiwi, 2000). Risiko fluktuasi nilai tukar mata uang akan menimbulkan risiko terjadinya laba atau rugi bagi perusahaan. Chandarin dan Tearney (2000) dalam Suciwati dan Machfoedz (2002) menemukan bahwa ada pengaruh laba atau rugi nilai tukar terhadap reaksi pasar modal. Ajayi dan Mougoue (1996) dalam Suciwati dan Machfoedz (2002) menyimpulkan bahwa depresiasi mata uang berpengaruh negatif terhadap pasar modal baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang. Bila fluktuasi nilai tukar tukar tinggi dan menimbulkan depresiasi nilai tukar rupiah maka return saham akan menurun. Depresiasi itu sendiri adalah lawan dari apresiasi dimana menurut Mamduh (2003) apresiasi berarti meningkatnya nilai mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang lainnya sedangkan depresiasi berarti sebaliknya yaitu menurunnya nilai mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang lainnya. Selain dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah return saham juga dipengaruhi oleh faktor fundamental ekonomi seperti inflasi, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi. Abdullah dan Hayworth (1993) dalam Habbe (2004) yang menguji tentang fluktuasi return saham bulanan pasar modal Amerika Serikat menemukan bahwa pertumbuhan uang dimasa yang lalu, defisit anggaran, inflasi dan tingkat bunga dalam jangka pendek dan panjang adalah penyebab awal terhadap return saham. Selain itu ditemukan juga hubungan positif antara return saham dan tingkat inflasi dan pertumbuhan uang tetapi berkorelasi negatif dengan defisit anggaran, defisit perdagangan, tingkat bunga baik jangka pendek maupun jangka panjang. Habbe (2004) yang meneliti tentang pengaruh indikator makro ekonomi terhadap harga saham menemukan bahwa variabel deposito dan nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap harga saham, sedangkan variabel inflasi berpengaruh positif terhadap harga saham. Berdasarkan pada penelitian Suciwati dan Machfoedz (2002), Santosa (2003) dan Habbe (2004) maka peneliti ingin meneliti dampak faktor fundamental terhadap harga saham dalam konteks perusahaan multinasional. Dengan demikian judul dari skripsi yang di buat peneliti adalah : “Analisis Dampak Kurs Mata Uang, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Return Saham”, Coorporations yang Terdaftar di BEJ. Studi Pada Multinational 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana dampak kurs mata uang, inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap return saham perusahaan multinasional. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang dampak kurs mata uang, inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam mempengaruhi return saham perusahaan multinasional. 1.4 Kontribusi a. Bagi perusahaan multinasional, fluktuasi perubahan nilai tukar menimbulkan risiko tinggi karena mereka mempunyai transaksi antarnegara dalam jumlah yang besar, adanya investasi ke luar negeri dan mempunyai cabang di luar negeri. Sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat menjadi bahan penunjang untuk membantu manajemen menentukan kebijakan yang diambil untuk mengatasi atau meminimalkan risiko fluktuasi nilai tukar rupiah. b. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mempertimbangkan keputusan investasinya. c. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan wawasan keilmuan di bidang manajemen keuangan internasional khususnya mengetahui tentang dampak kurs mata uang, inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap return saham perusahaan multinasional. 1.5 Batasan Penelitian a. Pada penelitian ini peneliti hanya akan melakukan penelitian pada perusahaan multinasional yang terdaftar di bursa efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2000-2004. Alasan mengambil tahun 2000-2004 adalah untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Suciwati dan Machfoedz (2002), Santosa (2003) dan Habbe (2004) juga untuk menghindarkan bias data karena faktor krisis ekonomi 1996-1999. b. Perusahaan yang diambil adalah perusahaan multinasional karena perusahaan ini lebih banyak melakukan transaksi antarnegara. Perusahaan multinasional yang diambil adalah perusahaan dengan status penanaman modal asing. Penanaman modal asing itu sendiri merupakan salah satu bentuk kegiatan bisnis dari perusahaan multinasional. Selain itu kegiatan dari perusahaan multinasional juga berupa joint venture dan lisensi. Struktur dari perusahaan ini menurut Soemitro (1998) dalam Anoraga (1994) adalah branch dan subsidiary. Branch merupakan bagian yang secara formal tidak terpisahkan dari kantor pusatnya (perusahaan multinasional induk) dan bukan merupakan badan hukum yang berdiri sendiri. Sedangkan subsidiary merupakan perseroan anak yang merupakan badan hukum yang berdiri sendiri, terlepas dari induknya dan didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di negara tempat pendiriannya. Jadi perusahaan dengan status penanaman modal asing yang memiliki unsurunsur berupa joint venture, lisensi dan berstruktur branch, subsidiary dapat dikatakan sebagai perusahaan multinasional. Selain itu dilihat dari iklim investasi yang ada di Indonesia dan menurut undang-undang penanaman modal asing, perusahaan multinasional lebih berpotensi untuk menanamkan modalnya di Indonesia . c. Faktor fundamental yang akan diteliti adalah inflasi, kurs dan pertumbuhan ekonomi. Peneliti memilih ke tiga faktor ini untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Suciwati dan Machfoedz (2002), Santosa (2003) dan Habbe (2004) dan juga karena ketiga faktor ini dianggap mempunyai pengaruh yang besar terhadap return saham.