BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agitasi Agitasi adalah gejala

advertisement
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Agitasi
Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit
psikiatrik yang luas. Agitasi sangatlah sering dijumpai di dalam pelayanan
gawat darurat psikiatri sebagai keluhan pasien-pasien dengan gangguan
psikotik.3 Agitasi memiliki manifestasi yang bermacam-macam. Umumnya
komponen perilaku dari agitasi dapat dikenali sebagai agresif secara fisik atau
verbal (seperti berkelahi, melempar, merebut, menghancurkan barang-barang,
memaki dan berteriak) dan juga yang nonagresif (tidak dapat tenang, mondarmandir,
bertanya
berulang-ulang,
bercakap-cakap
dan
inappropriate
disrobing).2
Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika di dalam DSM-IV-TR, agitasi
didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang berlebih-lebihan terkait dengan
perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang
dikarakteristikkan dengan agitasi terdapat pada sejumlah gangguan psikiatri
seperti
skizofrenia,
gangguan
bipolar,
demensia
(termasuk
penyakit
Alzheimer) dan penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).1
Dari data-data pasien yang mengunjungi pelayanan gawat darurat
psikiatri, agitasi merupakan simtom yang sering sekali dikeluhkan pada
penderita dengan psikosis, gangguan bipolar dan demensia. Di Amerika
Serikat, penderita dengan agitasi yang datang ke pelayanan gawat darurat
Universitas Sumatera Utara
psikiatri meliputi 21% pasien-pasien skizofrenik, 13% pasien dengan
gangguan bipolar dan 5% pasien dengan demensia.2
2.2.
Skizofrenia
Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi
sedikitnya selama 6 bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan
mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau
katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal
sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi-studi
melakukan subkatagori terhadap gejala-gejala gangguan ini kedalam 5
dimensi, yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom
agresif/permusuhan dan simtom depresif/ansietas.13
Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan
fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi,
juga termasuk bahasa dan komunikasi yang terdistorsi atau berlebihan (bicara
yang kacau) dan juga dalam perilaku (perilaku yang kacau atau perilaku
agitasi). Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 tipe gejala, yaitu afek yang
datar, alogia, avolisi, anhedonia dan perhatian yang terganggu. Dalam
skizofrenia, simtom negatif sering dipertimbangkan sebagai suatu fungsi
normal yang berkurang seperti afek yang tumpul, emotional withdrawal,
rapport yang buruk, pasif dan penarikan sosial. Simtom kognitif skizofrenia
mungkin sebagai gambaran tambahan yang dapat tumpang-tindih dengan
simtom-simtom negatif. Gejala kognitif termasuk secara spesifik kedalam
gangguan pikiran skizofrenia dan kadang-kadang menggunakan bahasa yang
Universitas Sumatera Utara
aneh, termasuk inkoheren, asosiasi longgar dan neologisme. Perhatian dan
proses informasi yang terganggu merupakan gangguan kognitif spesifik lain
sehubungan dengan skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan bisa
tumpang-tindih dengan simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada
permasalahan dalam mengontrol impuls. Simtom ini meliputi permusuhan
yang jelas, seperti perlakuan kasar baik secara verbal atau fisik ataupun sampai
melakukan penyerangan. Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku
melukai diri sendiri, bunuh diri, membakar rumah dengan sengaja atau
merusakkan milik orang lain. Tipe yang lain dari ketidakmampuan mengontrol
impuls (impulsiveness), seperti sexual acting out, juga termasuk kedalam
katagori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan ansietas sering
sehubungan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan berarti
memenuhi kriteria diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas atau
gangguan afektif.13
Gambar 1. Lima Dimensi Skizofrenia.
Dikutip dari: Essential psychopharmacology 2nd ed Stephen M Stahl Cambridge University
Press. 2000
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Agitasi Pada Skizofrenia
Agitasi merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien dengan
skizofrenia akut atau bipolar mania dan jika semakin parah dapat
menimbulkan perilaku yang agresif atau kasar.14 Pasien-pasien skizofrenik
yang kasar mempunyai lebih banyak simtom positif dan perilaku aneh yang
lebih menonjol dan mungkin bertindak sesuai dengan waham mereka, terutama
jika
waham
mereka
menimbulkan
distressing
(menyusahkan
/
membingungkan) bagi mereka. Pasien yang mengalami halusinasi perintah
untuk mencederai orang lain juga sering menjadi kasar.15
Gejala-gejala inti dari agitasi meliputi kegelisahan yang menonjol,
permusuhan, perilaku agresif, penyerangan, kekerasan atau perilaku perusakan
fisik, memaki, sikap atau bicara yang mengancam. Keadaan agitasi termasuk
kedalam kegawat daruratan psikiatri yang membutuhkan pendekatan
pengobatan yang cepat dan efektif untuk mengurangi risiko perilaku yang
tidak diinginkan atau mencederai dan untuk melindungi baik pasien dan
pengasuh dari kemungkinan cedera.16
Pada tahun 2004, American Psychiatric Association Steering
Committee on Practice Guidelines menegaskan bahwa meskipun hanya sedikit
dari
pasien
skizofrenik
yang
bertindak
kasar
(violent),
bukti-bukti
menunjukkan bahwa pasien skizofrenik berhubungan dengan meningkatnya
risiko berperilaku agresif. Dalam studi retrospektif yang dilakukan di Eropa
dengan mengevaluasi data seluruh pasien skizofrenik yang masuk ke rumah
sakit di Munich disimpulkan bahwa 14% menunjukkan perilaku agresif
Universitas Sumatera Utara
sewaktu masuk ke rumah sakit. Dalam studi ini, perilaku agresif paling banyak
dijumpai pada pasien skizofrenik pria, pasien dengan subtipe skizofrenia yang
disorganized dan pasien psikotik yang memperlihatkan gejala waham dan
berpikir yang kacau. Dalam studi yang lain, didapati bukti-bukti bahwa pasien
yang kasar lebih banyak dijumpai pada skizofrenia terutama bila komorbid
dengan penyalahgunaan zat.2
Didalam sampel komunitas, sejumlah studi-studi epidemiologi telah
menunjukkan kekonsistenannya bahwa pasien skizofrenik memiliki risiko
lebih tinggi terlibat dalam tindakan kekerasan dibandingkan gangguan mental
lain.17 Pasien skizofrenik berisiko tinggi berperilaku kasar bila memiliki
kecurigaan dan permusuhan, halusinasi yang parah, insight yang buruk
terhadap wahamnya, mengalami gangguan berpikir yang lebih menonjol dan
kemampuan mengontrol impuls agresifnya yang buruk dibandingkan pasien
yang tidak berperilaku kasar. Secara keseluruhan, keadaan tersebut merupakan
alasan bagi keluarga untuk merawat pasien dengan skizofrenia.2
Ada bukti yang menyarankan bahwa skizofrenia berhubungan dengan
meningkatnya risiko perilaku yang agresif. Faktor risiko menjadi agresif pada
skizofrenia adalah pria, miskin, tidak punya pekerjaan/keahlian (unskilled),
tidak berpendidikan (uneducated) atau tidak menikah dan mempunyai riwayat
pernah ditahan atau riwayat kekerasan sebelumnya.15
Dasar neuroanatomi dan neurokimia agitasi masih belum banyak
diketahui. Agitasi sering sebagai bagian dari suatu episode psikotik akut dan
kebanyakan terkait dengan domain simtom positif. Sistem neurotransmitter
Universitas Sumatera Utara
yang mendasari dalam patofisiologi simtom psikotik telah diimplikasikan pada
pathway dopaminergik, serotonergik, GABAergik dan glutamatergik.18 Obatobat yang menurunkan dopaminergik atau noradrenergik, atau meningkatkan
serotonergik dan GABAergik akan melemahkan agitasi.17,18 Neurotransmisi
glutamatergik di striatum mempunyai peran utama dalam regulasi fungsi
psikomotor.18
Psikosis akut mungkin dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu
sindrom diskoneksi mesokortikal disebabkan karena hiperaktif dopaminergik
di limbik dengan terputusnya modulasi glutamatergik dari neurotransmisi
dopaminergik
dengan
mereduksi
inhibisi
GABAergik
dimana
akan
menurunkan aktifitas prefrontal kortikal, simtom positif dan negatif, dan
simtom kognitif. Oleh sebab itu fokus dari antiagitasi adalah antagonis
dopaminergik oleh antipsikotik dengan bermacam variasi profil binding
reseptor dopamin-2 (D 2 ) dan 5-hydroxytryptamine type 2 (5-HT 2 ). Obat yang
secara spesifik mempunyai afinitas ikatan reseptor D 2 dan afinitas yang tinggi
pada reseptor 5HT 2 akan meminimalkan gejala ekstrapiramidal, dan tambahan
kualitas sedasi diperoleh dari afinitas yang tinggi histamin-1 (H 1 ) dibutuhkan
untuk tujuan meredakan agitasi.18
Agitasi pada psikotik akut sering dijumpai di unit gawat darurat.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan gambaran perilaku berupa perilaku
mengancam dan disforik yang dapat dihubungkan dengan penyebab dasar yang
bervariasi sehingga membutuhkan intervensi yang cepat untuk mengurangi
gejala-gejala dan mencegah pasien mencederai diri sendiri atau orang lain.4
Universitas Sumatera Utara
Simtom positif menjadi prioritas target utama untuk distabilkan pada pasienpasien psikosis akut yang dihospitalisasi. Agitasi dan permusuhan, sering
berkaitan dengan simtom positif, sering juga menjadi prioritas utama untuk
distabilkan pada pasien psikosis akut yang dihospitalisasi terutama pada hari
pertama penatalaksanaan. Untuk alasan inilah dalam memilih regimen
pengobatan dipertimbangkan yang memiliki efikasi terhadap simtom positif,
agresi pada psikotik dan agitasi pada psikotik.19
2.4.
Farmakoterapi Pada Agitasi
Sebelum dikenalnya antipsikotik, penanganan psikosis akut dilakukan dengan
restrain (pengekangan) fisik. Dengan dikenalnya antipsikotik (klorpromazin),
pengekangan fisik mengalami perubahan menjadi kimiawi. Penanganan
psikosis akut dengan agitasi dengan pengobatan antipsikotik sekarang
dihubungkan dengan efek yang merugikan yang membuat pasien menghindari
proses-proses penatalaksanaan jangka panjang. Berkembangnya formulasi obat
antipsikotik kerja cepat menjanjikan suatu penatalaksanaan psikosis akut yang
revolusioner melalui keefektifannya dan toleransi yang baiknya sebagai
alternatif dari obat-obat antipsikotik yang konvensional.4
Obat antipsikotik dapat dibagi kedalam dua kelompok utama, yaitu
antipsikotik
konvensional
yang
sering
disebut
juga
first-generation
antipsychotics (FGA) atau dopamine receptor antagonist dan antipsikotik
golongan kedua yang sering disebut juga second-generation antipsychotics
(SGA) atau serotonin-dopamine antagonist (SDA).20,21 Istilah FGA dan SGA
berdasarkan pada teori bahwa efek antipsikotik dari obat antagonis reseptor
Universitas Sumatera Utara
dopamin dihasilkan dari blokade reseptor dopamin tipe 2 (D 2 ) sedangkan pada
SGA berbeda, terkait rasio blokadenya sebagai antagonis D 2 dan 5hydroxytryptamine type 2A (5-HT 2A ). Antagonis reseptor dopamin selanjutnya
lagi dapat dibagi dengan yang berpotensi rendah, sedang dan tinggi terhadap
reseptor D 2 . Obat yang mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor
D 2 mempunyai tendensi menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang
lebih besar pula. Sedangkan obat yang potensi rendah akan menimbulkan efek
samping ekstrapiramidal yang lebih kecil tetapi lebih sering pula menyebabkan
hipotensi postural, sedasi dan efek antikolinergik.20
Meskipun semua antipsikotik tersedia dalam formulasi oral, hanya
beberapa saja yang tersedia dalam bentuk injeksi. Klinisi sebaiknya memilih
pemberian obat secara injeksi apabila pasien tersebut agitasi yang akan lebih
menguntungkan jika obat mencapai kadar plasma dengan lebih cepat. Sebagai
contoh, kebanyakan antipsikotik intramuskular mencapai kadar maksimum
plasma dalam 30 sampai 60 menit. Pasien biasanya tenang dalam waktu 15
menit.20,21
1. Haloperidol
Haloperidol merupakan butyrophenone pertama dari antipsikotik utama.5 Kerja
terapeutik obat-obat antipsikotik konvensional adalah memblok reseptor D 2
khususnya di pathway mesolimbik. Hal ini menimbulkan efek berkurangnya
hiperaktivitas dopamin pada pathway ini yang didalilkan sebagai penyebab
simtom positif pada psikosis.13
Universitas Sumatera Utara
Pemberian secara intramuskular dalam dosis 2-5 mg diperlukan untuk
mengontrol dengan cepat pasien skizofrenik akut yang agitasi dengan gejalagejala yang sedang-berat sampai sangat berat. Tergantung terhadap respons
pasien, dosis ulangan dapat juga diberikan dalam setiap jam walaupun dengan
interval 4-8 jam sudah memuaskan. Efek samping ekstrapiramidal sering
dilaporkan terjadi selama beberapa hari pertama pengobatan. Efek samping
ekstrapiramidal secara umum dapat dibagi atas gejala-gejala mirip Parkinson,
akatisia atau distonia (termasuk opistotonus dan okulogirik krisis).5
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alan Brairer menunjukkan tidak
ada perbedaan antara haloperidol 7,5 mg intramuskular dengan olanzapin 7,5
mg dan 10 mg intramuskular dalam menurunkan skor Positive and Negative
Syndrome Scale-Excitement Scale (PANSS-EC) dalam 2 jam setelah injeksi
pertama
8
dan haloperidol mempunyai efektivitas yang sama dibandingkan
risperidon, olanzapin dan quetiapin oral dalam meredakan agitasi pada
psikotik.11
2. Olanzapin
Olanzapin
adalah
sebuah
antipsikotik
atipikal
kelompok
kelas
thienobenzodiazepine.12 Olanzapin obat yang aman dan efektif dalam
penatalaksanaan gejala-gejala skizofrenia, termasuk simtom positif dan
negatif, dengan profil efek samping yang lebih ringan. Olanzapin secara
spesifik memblok reseptor 5-HT 2A dan D 2 dan sebagai tambahannya lagi
memblok reseptor-reseptor muskarinik (M 1 ), histaminik (H 1 ), 5-HT 2C , 5-HT 3 ,
5-HT 6 ,  1 , D 1 dan D 4 .22
Universitas Sumatera Utara
Sediaan olanzapin intramuskular yang tersedia adalah dengan dosis 10
mg dan hanya digunakan secara intramuskular dengan pemberian yang lambat
dan otot yang dalam (deep into the muscle mass).12 Olanzapin intramuskular
absorbsinya cepat dengan konsentrasi plasma puncak terjadi dalam waktu 15
sampai 45 menit.12
Sediaan intramuskular diindikasikan untuk pengobatan agitasi akut
berhubungan dengan skizofrenia. Kemanjuran olanzapin intramuskular dalam
mengendalikan agitasi pada gangguan ini telah didemonstrasikan pada kisaran
dosis 2,5 mg sampai 10 mg. Dosis yang dianjurkan pada pasien adalah 10 mg.
Jika agitasi memerlukan dosis intramuskular tambahan tetap mengikuti dosis
awal, dosis berikutnya hingga 10 mg dapat diberikan. Namun, kemanjuran
dosis ulangan untuk injeksi intramuskular olanzapin pada pasien agitasi belum
secara sistematis dievaluasi dalam uji klinis. Dosis maksimal olanzapin
intramuskular (misalnya: 3 dosis 10 mg yang diberikan dalam 2-4 jam) dapat
berhubungan dengan terjadinya hipotensi ortostatik yang signifikan. Dengan
demikian, disarankan bahwa pasien yang memerlukan suntikan olanzapin
intramuskular selanjutnya akan dinilai untuk hipotensi ortostatik sebelum
administrasi suatu dosis berikutnya olanzapin untuk injeksi intramuskular.12
Olanzapin telah menunjukkan hasil yang dengan cepat mengurangi
simtom-simtom positif dan agitasi pada pasien-pasien dengan skizofrenia
akut,8-10,23 agitasi pada pasien dengan bipolar mania24,25dan demensia26
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS)
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) merupakan suatu alat ukur
yang valid untuk menilai beratnya simtom yang dialami pasien skizofrenik dan
penilaian terhadap keluaran terapeutik PANSS mempunyai 30 butir penilaian
dengan 3 skala (skala positif = 7 butir; skala negatif = 7 butir ; skala
psikopatologi umum = 16 butir). Masing-masing butir mempunyai rentang
nilai dari 1-7. (1=tidak ada ; 2=minimal ; 3=ringan ; 4=sedang ; 5=agak berat ;
6=berat ; 7=sangat berat). Total skor PANSS antara 30-210.29
Selain itu PANSS juga dapat dibagi kedalam 5 komponen, yaitu:29
1. Komponen positif
(isi pikiran yang tidak biasa, waham, kebesaran,
kurangnya daya nilai dan tilikan, perilaku halusinasi)
2. Komponen negatif (penarikan emosional, penarikan diri dari sosial secara
pasif, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, afek tumpul, kemiskinan
rapport, perhatian buruk, penghindaran sosial secara aktif, retardasi
motorik, gangguan dorongan kehendak, mannereisme dan sikap tubuh)
3. Komponen kognitif/disorganisasi (kesulitan dalam pemikiran abstrak,
disorientasi, kekacauan proses pikir, kecurigaan/kejaran, pemikiran
steriotipik).
4. Komponen gaduh gelisah
(gaduh gelisah, pengendalian impuls yang
buruk, ketegangan, permusuhan, ketidakkooperatifan,)
5. Komponen depresi (ansietas, rasa bersalah, depresi, kekhawatiran somatik,
preokupasi).
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Kerangka Konsep
penurunan agitasi
Pasien skizofrenik dg agitasi Olanzapin intramuskular Haloperidol intramuskular waktu berkurangnya
keparahan agitasi
penurunan agitasi
waktu berkurangnya
keparahan agitasi
Universitas Sumatera Utara
Download