Vol. 14 No. 2 Tahun 2006 Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok (Ummpb) Pada Sapi Perah Laktasi terhadap Produksi dan Kualitas Susu Evaluation of Urea Molasses Mineral Probiotic Block (Ummpb) into Quality and Milk Production of Dairy Cows Ahmad Wahyudi Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang. Telp. (0341) 464318, psw 224 email: [email protected] Absract Background: Urea Molasses Block (UMB) is feed supplement that usually given in poor rouhage condition. The high palatibility of UMB tend the feed practitioner to increase the effectiveness with mineral addition and also enzyme or probiotics so that formed Urea Mineral Molasses Probiotic Block (UMMPB). The research has been conducted to evaluate the influence of UMMPB as a dairy feed supplement into fat, protein and milk production respond. Methods: Ten dairy cows were used in this research. The evaluation comparing of two group of 4 th lactation dairy cows base on description analysis of before and after UMMPB added. For the first month, the parameters were meassured without UMMPB. In the second month, UMMPB was given 5 kg/tail/month. The forage intake and milk production was meassured daily, while fat and protein milk were taken every three days. The research was held at KUD Ngantang, and the parameter were analyzed at Animal Nutrition Laboratory, Muhammadiyah University of Malang. Result: The result showed that the UMMPB increased forage intake/day from 14,75 kg/head into 15,10 kg/head, milk production/day from 19,68 l menjadi 20,52 l, fat milk content from 3,29% into 3,67% and protein milk content from 3,63% to 4,09%. It means UMMPB increase forage intake 2,37% , 4,27% milk production, 11,55% milk fat, and 12,67% milk protein. UMMPB has proved could improve the quality and milk production, so it should be considered as a feed supplement for lactation dairy cows. Keywords: urea, molasses, mineral, probiotics, milk quality, production, lactation, dairy cows. Abstrak Latar Belakang: Urea Molases Blok (UMB) merupakan pakan tambahan yang biasa diberikan pada ternak pada saat hijauan yang diberikan memiliki kualitas dan palatabilitas rendah. Tingginya palatabilitas UMB bagi ternak ruminansia mendorong praktisi bidang nutrisi untuk meningkatkan efektivitas UMB dengan menambahkan mineral, sehingga dikenal Urea Mineral Molases Blok (UMMB) dan juga menambahkan enzim atau probiotik pada UMB sehingga menjadi UMBzim atau UMMPB. Penelitian mengenai evaluasi penggunaan urea molasses mineral probiotik blok (UMMPB) pada sapi perah laktasi terhadap produksi dan kualitas susu dilaksanakan di salah satu peternakan sapi perah di wilayah kerja KUD Ngantang dan analisis respon diukur di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan-Perikanan dan Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak ternak sapi perah meliputi produksi, kadar lemak dan protein susu sebelum dan sesudah pemberian UMMPB. Metode: Materi percobaan yang digunakan adalah 10 ekor sapi perah peranakan Frieshien Holland pada periode laktasi 4, dan respon diamati selama 2 bulan. Pada bulan pertama, pakan diberikan tanpa UMMPB dan 1 bulan berikutnya UMMPB diberikan sebanyak 5kg per ekor/bulan. Data dianalisis secara diskriptif dengan membandingkan antara keduanya. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa pemberian UMMPB meningkatkan konsumsi hijauan pakan dari rata-rata 14,75 kg/ekor/hr menjadi 15,10 kg/ekor/hr, produksi susu meningkat dari 19,68 l/hr menjadi 20,52 l/hr, kadar lemak susu meningkat dari 3,29% menjadi 3,67% dan kadar protein susu meningkat dari 3,63% menjadi 4,09%. Nilai-nilai tersebut setara dengan 2,37% peningkatan konsumsi hijauan pakan, 4,27% produksi susu, 11,55% kadar lemak dan 12,67% kadar protein susu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa UMMPB mampu meningkatkan produksi dan kualitas susu, sehingga direkomendasikan penggunannya untuk meningkatkan produksitifitas sapi perah periode laktasi. Kata kunci: urea, molasses, mineral, probiotik, kualitas susu, produksi, laktasi, sapi perah. 29 Wahyudi, 30 Jurnal PROTEIN Wahyudi, PENDAHULUAN Pada bulan Januari 2004 PT. Nestle selaku penampung terbesar produk susu KUDKUD di seluruh Jawa Timur membatasi kuota pembelian susu dari 560 ton perhari menjadi 510 ton perhari, sedangkan total produksi susu Jawa Timur mencapai 608 ton sampai 610 ton perhari dari total populasi sapi perah sebanyak 130.000 ekor dan yang laktasi 63.000 ekor. Selain PT. Nestle susu segar Jawa Timur diserap oleh PT. IMDI, Industri Pengolah Susu (IPS) Jawa Barat dan KUD yang membuat susu pasteurisasi. Meskipun sudah diserap oleh berbagai perusahaan pengolah susu, sekitar 30– 60 ton per hari masih kehilangan pasar (Kompas, 2004). Standar baku kadar lemak dan bakteri kontaminan merupakan penyebab utama penolakan susu oleh perusahaan dan industri pengolah susu. Kepemilikan sapi perah pada umumnya 2–6 ekor di tingkat peternak dan hampir seluruh peternak sapi perah di lingkungan KUD di Jawa Timur tidak memiliki lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hijauan bagi ternaknya, sehingga pemenuhan kebutuhan hijauan juga tergantung pada limbah-limbah pertanian. Seperti umumnya tanaman hijauan pakan ternak, kandungan nutrisi pada limbah pertanian mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya umur. Limbah pertanian seperti tebon jagung dan jerami padi, diberikan pada ternak setelah tanaman mengalami pertumbuhan generatif. Hal ini menyebabkan kandungan protein turun sementara kandungan serat kasar meningkat. Serat kasar akan menstimulasi proses ruminasi dan kontraksi rumen yang pada akhirnya akan meningkatkan proses fermentasi serat pakan. Hasil utama dari fermentasi karbohidrat berserat adalah asam asetat yang selanjutnya berfungsi sebagai prekursor lemak susu. Pemberian pakan dengan kandungan serat yang rendah akan menyebabkan rendahnya kandungan lemak susu. Disisi lain kandungan serat kasar pakan yang tinggi dapat merupakan faktor pembatas bagi konsumsi. Serat kasar pakan yang bersifat bulky akan tinggal didalam rumen lebih lama dan dapat menekan konsumsi. Serat kasar juga merupakan salah satu indikator rendahnya kecernaan suatu bahan pakan. 130 Jurnal PROTEIN Probiotik bakteri selulolitik merupakan probiotik yang mengandung bakteri selulolitik yang diisolasi dari cairan rumen beberapa ternak ruminansia. Pada ternak domba, probiotik ini terbukti mampu meningkatkan kecernaan serat kasar, selulosa, dan hemiselulosa pakan (Hendraningsih, 2004), dan juga meningkatkan kecernaan energi atau Total Digestible Nutrient/TDN (Wahyudi, 2004). Sehingga peternak dapat meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan yang pada gilirannya akan menekan biaya pemeliharaan sapi perah. Penggunaan feed additives yang mengandung mikroba hidup dan hasil metabolisnya dalam upaya meningkatkan produksi ternak cenderung terus meningkat. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan masyarakat yang menghendaki produk peternakan yang lebih alami dan tidak mengandung residu yang berbahaya bagi kesehatan. Yeast, direct feed microbial (DFM), dan probiotik merupakan istilah yang umum untuk menggambarkan feed additives tersebut. Probiotik dapat didefinisikan sebagai tambahan pakan yang mengandung mikroba hidup yang berdampak positif kepada ternak inang dengan cara meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Probiotik dapat mengandung kultur ragi ataupun bakteri (Wallace dan Newbold, 1992). Pemberian probiotik yang berasal dari mikroba rumen tidak hanya mencegah diare pada ternak muda, tetapi juga merangsang perkembangan dan menjaga fermentasi yang stabil didalam rumen. Hasil penelitian Theodoron et.al. (1990) dalam Fuller membuktikan bahwa probiotik yang mengandung mikroba selulolitik anaerobik dalam rumen akan meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan anak sapi setelah penyapihan. Beberapa keuntungan dari penggunaan probiotik antara lain : 1) meningkatkan kecernaan, 2) meningkatkan penyerapan nutrisi, 3) memperbaiki keseimbangan mikroflora rumen, 4) meningkatkan daya tahan tubuh, dan 5) menghilangkan atau menurunkan mikroba patogen. (Chestnut, 2000). Vol. 14 No. 2 Tahun 2006 Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok Proses pencernaan serat dalam rumen terjadi dengan baik bila rumen telah berkembang dengan sempurna dan populasi mikroba mencapai optimal. Bagi ternak ruminansia muda, peralihan pakan cair (susu induk) menjadi pakan padat (hijauan) yang dilakukan lebih cepat akan menurunkan biaya pemeliharaan. Serat kasar merupakan pakan utama yang diberikan oleh peternak pada sapi perah. Serat kasar pakan merupakan prekursor lemak susu, namun apabila tidak dicerna secara optimal serat kasar dapat menekan konsumsi sehingga ternak tidak mendapatkan energi yang optimal. Peternak juga harus menambahkan energi dari bahan pakan lain yang lebih mudah dicerna seperti konsentrat yang harganya lebih tinggi. Peningkatan kecernaan pakan berserat akibat pemberian probiotik akan meningkatkan efisiensi biaya produksi untuk setiap liter susu yang dihasilkan. Selain itu peran probiotik akan meningkatkan kandungan protein kasar pakan basal jerami dari 6,0% menjadi 15,25%, sehingga akan menurunkan harga protein pakan dari Rp 11,5/kg pakan menjadi 3,8 Rp/kg (Wahyudi, 1999). Probiotik yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung bakteri selulolitik yang diisolasi dari cairan rumen (media pakan ternak), sehingga tidak bersifat patogen bahkan mampu menekan perkembangan bakteri patogen tersebut, sehingga aman bagi kesehatan ternak dan lingkungan (Wahyudi dan Bachrudin, 1992). Beberapa keunggulan probiotik bakteri selulolitik diantaranya adalah : 1. Dapat meningkatkan kadar protein kasar pakan formula sapi perah dari 6% menjadi 15,25%, hal ini berarti menghemat biaya pakan karena menurunkan harga satuan protein dari Rp. 11,5 menjadi Rp. 3,8 (Wahyudi, 1999) 2. Memiliki daya cerna lebih tinggi terhadap serat kasar pakan. Hasil penelitian pada domba ekor gemuk (DEG) dengan pakan basal tebon jagung dengan penambahan YS 20 ml/1kg bekatul selama 25 hari dapat dilihat pada Tabel 1. Implikasi dari peningkatan kecernaan serat kasar tersebut adalah (a) Palatabilitas (nafsu makan) ternak terhadap pakan meningkat, (b) mendorong perkembangan rumen lebih cepat pada ruminansia muda, (c) meningkatkan kadar lemak susu, (d) memudahkan manajemen pemberian pakan, dan (e) meningkatkan efisiensi biaya pakan (Wahyudi dan Hendraningsih, 2004). Tabel 1. Tingkat Kecernaan Serat Kasar (in-vivo) Komponen Kecernaan (%) Tanpa Dengan probiotik probiotik Serat kasar 36,99 57,63 Selulosa 57,64 68,26 Hemiselulosa 46,58 59,33 Sumber: Wahyudi dan Hendraningsih (2004) Komponen Serat Kasar Pemberian probiotik yang berasal dari rumen ternak dewasa dan mengandung kultur hidup bakteri pencerna serat, bakteri selulolitik, telah terbukti dapat meningkatkan tingkat konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (Wallace and Newbold, 1992). Pengemasan probiotik bakteri selulolitik dalam bentuk cair membuat efektivitas probiotik berlangsung lebih baik, tetapi memiliki kelemahan dalam masalah transportasi dan penyimpanan. Penggunaan Urea Molasses Mineral Blok (UMMB) sebagai bahan pembawa probiotik dalam bentuk padat menunjukkan efektivitas daya hidup probiotik lebih lama, mencapai 5 bulan, walaupun populasinya menurun (Wahyudi, 2005). Urea Molasses Blok (UMB) merupakan pakan tambahan yang biasa diberikan pada ternak pada saat hijauan yang diberikan memiliki kualitas dan palatabilitas rendah. Kandungan molases yang mengandung karbohidrat mudah dicerna dan urea yang terdapat pada UMB menjadikannya pakan yang memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi bagi ternak. Penggunaan UMB pada ternak sapi potong terbukti dapat meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (Preston dan Leng, 1990). Tingginya palatabilitas UMB bagi ternak ruminansia mendorong praktisi bidang nutrisi untuk meningkatkan efektivitas UMB 131 Wahyudi, dengan menambahkan mineral, sehingga dikenal Urea Mineral Molases Blok (UMMB) dan juga menambahkan enzim atau probiotik pada UMB sehingga menjadi UMBzim atau UMMPB. Urea molasses mineral probiotik blok (UMMPB), adalah UMMB yang telah ditambahkan probiotik selulolitik. Keberadaan probiotik selulolitik di dalamnya diharapkan dapat meningkatkan peran UMMB dalam memperbaiki sistem fermentasi rumen dimana pada muara akhirnya akan meningkatkan produksi dan kualitas hasil ternak. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana pengaruh pemberian UMMPB terhadap produksi susu, yang diukur berdasarkan catatan volume produksi rata-rata harian dan kualitas susu yang diukur berdasarkan kadar lemak dan protein. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon produksi susu akibat pemberian UMMPB dan respon kadar lemak dan protein akibat pemberian UMMPB. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan menggunakan 10 ekor sapi perah periode laktasi ke-4. Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Seleksi Materi Percobaan Sepuluh ekor sapi perah peranakan Frieshien Holland laktasi ke empat diseleksi untuk digunakan sebagai materi percobaan. Seleksi didasarkan atas periode laktasi, bobot badan dan produksi susu. 2. Pelaksanaan Penelitian Pemberikan UMMPB dilakukan dalam dua periode. Periode pertama adalah pemberian pakan tanpa UMMPB dan periode kedua adalah periode pemberian pakan dengan penambahan UMMPB. UMMPB diberikan sebanyak 2kg per ekor. Masing-masing periode dilakukan selama 2 minggu. 3. Pengukuran respon Respon utama yang diukur meliputi : a. Produksi susu pada pemerahan pagi dan sore b. Kandungan lemak susu dan protein harian Baik pada periode pertama maupun periode kedua, pengukuran respon diukur selama 15 132 Jurnal PROTEIN hari. Konsumsi pakan/ekor/hari diukur sebagai data pendukung. 4. Analisis data Untuk mengetahui pengaruh pemberian UMMPB, data dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan sebelum dan sesudah pemberian. Uji kadar lemak menggunakan metode Gerber dan kadar protein menggunakan analisis proksimat. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Hijauan Produktivitas ternak sapi perah sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, sehingga peningkatan konsumsi bahan kering pakan yang mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak menjadi perhatian utama. Peningkatan proses fermentasi atau aktivitas mikroba dalam rumen merupakan salah satu faktor yang dapat memaksimalkan jumlah konsumsi dan sekaligus nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Kondisi ekologis rumen yang stabil akan meningkatkan proses fermentasi rumen, bahan pakan akan lebih cepat dicerna, lebih cepat meninggalkan rumen dan mendorong ternak untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak. Lebih banyak ternak mengkonsumsi pakan, maka lebih banyak pula energi yang diterima, dan tingkat produktivitas akan lebih tinggi. Tabel 2 menunjukkan rataan konsumsi hijauan. Tabel 2. Ulangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. ∑ X Rataan konsumsi hijauan. Konsumsi hijauan (kg/ekor/hr) Sebelum Setelah pemberian pemberian UMMPB UMMPB 15,27 15,41 14,59 15,17 15,61 15,84 14,65 14,96 14,46 14,94 15,35 15,70 13,91 13,97 14,02 14,64 15,26 15,49 14,42 14,84 147,54 150,96 14,75 ± 0,59 15,10 ± 0,55 Sapi perah sebelum diberi probiotik selulolitik dalam bentuk urea molasses mineral probiotic block (UMMPB), mengkonsumsi hijauan rata- Vol. 14 No. 2 Tahun 2006 Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok rata 14,75 ± 0,59 kg/ekor/hr. Namun setelah diberikan UMMPB konsumsi hijauan meningkat menjadi 15,10 ± 0,55 kg/ekor/hr, atau meningkat sebesar 2,37%. Peningkatan jumlah konsumsi hijauan pakan tersebut dapat disebabkan oleh karena 2 faktor. Pertama, karena adanya introduksi bakteri selulolitik yang menyebabkan peningkatan kecernaan serat kasar. Kedua, disebabkan karena terjadi perbaikan media (enrichment media) untuk pertumbuhan mikroba rumen karena adanya urea, molasses, dan mineral. Kedua faktor tersebut menyebabkan kondisi ekologis rumen menjadi lebih stabil, sehingga meningkatkan kecernaan serat kasar pakan. Tidak semua hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik menyebabkan kenaikan jumlah konsumsi pakan ruminansia. Namun demikian secara umum pemberian probiotik berpengaruh terhadap peningkatan jumlah konsumsi pakan. Pengaruh utama penambahan probiotik fungi pada pakan adalah peningkatan konsumsi yang disebabkan karena faktor palatabilitas. Ekstrak yeast dan Aspergillus oryzae secara luas digunakan sebagai probiotik karena untuk memberikan flavor pada makanan. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan konsumsi adalah kecepatan pencernaan serat kasar, kecepatan aliran bolus dan kadar protein (Fuller, 1992). Wiedmeier et. al., (1987), menemukan bahwa laju kecepatan cairan dan bahan-bahan dalam rumen menurun dengan adanya probiotik Aspergillus oryzae, dan sebaliknya meningkat dengan pemberian ekstrak yeast. Aliran cairan makanan dipicu oleh adanya ekstrak yeast pada sapi muda dalam masa penggemukan (Adam et. al., 1981), namun kejadian tersebut tidak signifikan berpengaruh terhadap ternak biri-biri (Chademana and Offer, 1990). Biri-biri yang diberi jerami tidak menunjukkan adanya perubahan aliran makanan dengan adanya ekstrak yeast (Fondavila et. al., 1990). B. Produksi Susu Selama laktasi, kelenjar mamae membutuhkan glukosa terutama untuk pembentukan laktosa (gula susu). Jumlah laktosa yang disintesis akan menggambarkan jumlah produksi susu setiap hari. Konsentrasi laktosa dalam susu relatif konstan, sejumlah air akan diproduksi oleh sel sekretori dan ditambahkan sampai kandungan laktosa sekitar 4,5%. Produksi susu sangat dipengaruhi oleh jumlah glukosa yang ditentukan oleh produksi propionat dalam rumen. Produksi dan komposisi susu yang dihasilkan oleh seekor sapi tergantung dari konsumsi pakan, dan hal tersebut menggambarkan pengaruh dari konsumsi energi dan supply protein (Thomas dan Martin, 1988). Peningkatan suplai asetat, glukosa, dan protein menunjukkan efek positif terhadap produksi susu. Nutrisi yang tersedia dalam pakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Nutrisi tersebut dapat merupakan prekursor utama dari produk akhir (lemak, protein, laktosa) atau digunakan sebagai senyawa penghasil energi yang dibutuhkan untuk hidup pokok atau reaksi sintesis atau sebagai senyawa antara glukosa dibutuhkan untuk pembentukan glyserol fosfat yang sebagai bagian dari trigliserida dari prekursor lipogenik (Oldham dan Emmand, 1988). Pemberian probiotik yang berasal dari mikroba rumen tidak hanya mencegah diare pada ternak muda, tetapi juga merangsang perkembangan dan menjaga fermentasi yang stabil didalam rumen. Parameter yang diukur dari penggunaan probiotik pada ruminansia adalah produksinya, apakah berupa perbaikan terhadap produksi susu atau daging. William dan Newbold (1990) meneliti masalah tersebut, dan mencatat 8 dari hasil percobaan yang menggunakan Aspergillus oryzae (AO) dan terjadi peningkatan rata-rata produksi 4,3% per periode laktasi. Penelitian yang sama menggunakan yeast culture (YC) menghasilkan peningkatan rata-rata produksi susu sebesar 5,1%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi susu sebesar 4,27% akibat pemberian UMMPB. Produksi susu rata-rata per hari sebelum pemberian UMMPB adalah 19,68 liter, dan menjadi 20,52 liter perhari setelah pemberian UMMPB (lihat tabel 6). Peningkatan tersebut relatif sama dengan hasil penelitian William and Newbold (1990) menggunakan probiotik 133 Wahyudi, Jurnal PROTEIN AO dan YC, massing masing sebesar 4,3% dan 5,1%. dan glukosa memberi efek negatif terhadap lemak susu (Thomas dan Martin, 1988). Tabel 3. Pemberian probiotik selulolitik sebagai suplemen pakan akan membantu memperbaiki media pertumbuhan dan komposisi mikroba rumen. Menurut Wahyudi dan Hendraningsih (2005), probiotik selulolitik berperan dalam hal : (1) meningkatkan palatabilitas pakan, (2) mempercepat perkembangan rumen , (3) meningkatkan kecernaan serat kasar, (4) meningkatkan kadar lemak susu dan (5) meningkatkan efisiensi pakan. Ulangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. ∑ X Produksi Susu (lt/hr) Produksi susu (lt/hr) Sebelum Setelah pemberian pemberian UMMPB UMMPB 19,17 19,67 20,30 20,80 19,50 19,43 19,43 20,43 19,13 20,60 19,17 19,60 17,80 18,93 22,70 24,17 20,53 21,63 19,10 19,97 196,83 205,23 19,68 ± 1,29 20,52 ± 1,50 C. Kadar Lemak Susu Mikroba rumen memungkinkan ternak memperoleh energi dari serat kasar (karbohidrat berserat). Serat kasar akan menstimulasi proses ruminasi dan kontraksi rumen yang pada akhirnya akan meningkatkan proses fermentasi serat pakan. Hasil utama dari fermentasi karbohidrat berserat adalah asam asetat yang selanjutnya berfungsi sebagai prekursor lemak susu. Sumber karbohidrat pakan mempengaruhi jumlah dan rasio VFA yang diproduksi rumen. Populasi mikroba merubah karbohidrat menjadi asetat, propionat, dan butirat dengan perbandingan 65%, 20%, dan 15% bila pakan utama yang diberikan adalah hijauan. Pada kondisi ini, jumlah asetat yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan ternak untuk membentuk lemak susu yang maksimal. Produksi dan komposisi susu yang dihasilkan oleh seekor sapi tergantung dari konsumsi pakan, menggambarkan pengaruh dari konsumsi energi dan supplai protein (Thomas dan Martin, 1988). Peningkatan suplai asetat, glukosa, dan protein menunjukkan efek positif terhadap produksi susu. Peningkatan asetat, butyrate, dan asam lemak rantai panjang berpengaruh positif terhadap kandungan lemak, peningkatan propionat dari protein berpengaruh terhadap protein susu, sedangkan propionat 134 Penggunaan UMMPB dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar lemak susu sebesar 11,55% akibat pemberian UMMPB. Kadar lemak susu ratarata sebelum diberi UMMPB adalah 3,29%, dan meningkat menjadi 3,67% setelah sapi diberi UMMPB. Kadar lemak susu merupakan faktor penting dalam penilaian kualitas susu. Kadar lemak susu terkait dengan nilai total solid (TS) susu, dimana semakin tinggi nalai TS akan semakin tinggi pula harga jual susu di tingkat industri. Peningkatan kadar lemak sebesar 11,5% secara teori akan meningkatkan penerimaan peternak sapi perah sebesar 11,5% pula. Tabel 4. Ulangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. ∑ X Kadar Lemak Susu (%) Kadar lemak susu (%) Sebelum Setelah pemberian pemberian UMMPB UMMPB 3,47 3,47 3,65 3,23 3,96 4,20 2,88 3,71 3,88 3,30 2,84 3,43 2,99 3,66 2,81 3,49 2,88 3,81 2,93 4,34 32,29 36,64 3,29 ± 0,46 3,67 ± 0,37 D. Protein Susu Salah satu keunggulan probiotik bakteri selulolitik adalah kemampuannya meningkatkan kadar protein pakan berkualitas rendah menjadi berkualitas lebih tinggi Vol. 14 No. 2 Tahun 2006 Evaluasi Penggunaan Urea Molasses Mineral Probiotik Blok (Wahyudi, 1999). Pakan formula dengan kandungan protein kasar 6% dapat ditingkatkan menjadi 15,25%. Peningkatan kadar protein kasar tersebut disebabkan karena pertumbuhan mikroba, sehingga disebut dengan protein mikroba. Apabila peningkatan jumlah protein tersebut menyebabkan peningkatan kadar propionat dalam pakan, maka akan mengakibatkan peningkatan kadar protein susu. ( Thomas dan Martin, 1988). Penambahan UMMPB dalam pakan memungkinkan perbaikan media tumbuh dan ekosistem rumen, sehingga mikroba rumen dapat tumbuh dan berkembang pesat. Mikroba yang tumbuh dan berkembang pesat akan menghasilkan protein mikroba yang merupakan sumber protein penting bagi ruminansia untuk pertumbuhan dan produksi susu. Tabel 5 menampilkan kadar protein susu sebelum dan sesudah pemberian UMMPB. Tabel 5. Ulangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. ∑ X Protein Susu (%) Kadar protein susu (%) Sebelum Setelah pemberian pemberian UMMPB UMMPB 3,06 3,83 2,75 3,83 3,96 4,34 3,57 4,09 3,57 4,53 3,57 3,83 3,83 3,77 3,64 4,09 4,40 4,47 3,89 4,08 36,24 40,86 3,63 ± 0,46 4,09 ± 0,28 Kadar protein kasar susu rata-rata sebelum pemberian UMMPB adalah 3,63% dan meningkat menjadi 4,09% setelah diberi UMMPB, atau meningkat sebesar 12,67%. Peningkatan kadar protein susu sebesar 12,67% adalah kenaikan jumlah solid non fat (SNF) dalam larutan susu. Susu akan memiliki berat jenis lebih tinggi, sehingga memiliki performance kualitas lebih baik. Peningkatan kadar protein selalu equal dengan peningkatan kadar lemak susu, dan hasil penelitian ini telah menunjukkan hubungan tersebut, dimana kadar lemak meningkat 11,5% dan protein meningkat 12, 67%. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. UMMPB dapat meningkatkan 4,27% produksi susu, yang diukur berdasarkan catatan volume produksi rata-rata harian. 2. UMMPB dapat meningkatkan kualitas susu, yang diukur berdasarkan kadar lemak dan protein, masing-masing meningkat sebesar 11,55% dan 12, 67%. DAFTAR PUSTAKA Fuller R., 1992. Probiotics, The Scientific Basis. Chapman and Hall, London. Hendraningsih, L. 2004. Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Selulolitik dan Metode Pemberian Pakan Terhadap Penampilan Domba Ekor Gemuk. Laporan Penelitian Program Dosen Muda. Dirjen Dikti. Jakarta. Oldham J.D., and G.C. Emmens. 1988. Prediction of Responses to Protein and Energy Fielding Nutrients. In Garnsworthy PC to P.C. Nutrition and Lactation in The Dairy Cow Butterworths. London, Boston, Singapore, Sydney, Toronto, Wellington. Preston, TR and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in The Tropics and Sub-Tropics. Pemenbul Books. Armidale. Thomas, P.C. and Pamela A. Martin, 1988. The Influence of Nutrient Balance on Milk Yield and Competition in Gransworthy. P.C. Nutrition and Lactation in The Dairy Cow Butterworths. London, Boston, Singapore, Sydney, Toronto, Wellington. Wahyudi, A.,dan Z. Bachrudin, 1992. Isolasi Mikroba Selulolitik Beberapa Ternak Ruminansia (Kerbau, Sapi, Kambing dan Domba). Laporan Penelitian Proyek Bank Dunia XVII dalam Magang Penanganan Limbah 135 Wahyudi, Industri, PAU Bioteknologi UGM. Yogyakarta. Wahyudi, A. 1999. Optimasi Media Kultur Fermentasi Mikroba Selulolitik Rumen Terhadap Nilai Protein Kasar. Lembaga Penelitian UMM. Malang. Wahyudi, A. 2004. Pengaruh pemberian Probiotik Bakteri Selulolitik pada Pemberian Pakan yang Berbeda Pada DEG. Laporan Penelitian UMM. Wahyudi, A. 2004. Evaluasi Daya Hidup Bakteri Selulolitik dalam Bekatul sebagai Bahan Pembawa. Laporan Penelitian PBI, UMM 136 Jurnal PROTEIN Wahyudi, A. dan L. Hendraningsih. 2004. Peningkatan Kemampuan Bakteri Selulolitik Rumen Sebagai Probiotik Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Program UBER-HAKI. Dirjen DIKTI. Jakarta. Wahyudi, A. 2005. Evaluasi Daya Hidup Bakteri Selulolitik dalam Urea Molasses Mineral Probiotik Blok (UMMPB) sebagai Bahan Pembawa. Laporan Penelitian PBI, UMM. Wallace, R.J., and C. James Newbold. 1992. Probiotics for Ruminant. In Fuller, R. Probiotics The Scientific Basic. Chapman Hall. London. New York. Tokyo. Melbourne. Caracas.