PENGARUH KONSEP DIRI, TRAITS KEPRIBADIAN BIG FIVE, TIPE LONELINESS DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA SMAN 6 TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh: Lisa Ulfah NIM: 1110070000111 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M i ii iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 24 April 2015 Lisa Ulfah NIM: 1110070000111 iv MOTTO “The biggest communication problem is we do not listen to understand” -No name- v ABSTRACT (A) Faculty of Psychology (B) April 2015 (C) Lisa Ulfah (D) Influence of Self Concept, Big Five Personality Traits, Loneliness, and Gender of Interpersonal Competence at Adolescence SMA N 6 South Tangerang (E) xv + 108 pages + appendix (F) This study was conducted to determine the effect of self concept, big five personality traits, loneliness and gender of interpersonal competence at adolescence. Researcher hypothesis that self concept, big five personality traits (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), loneliness (state loneliness dan trait loneliness) and gender has an influence on an interpersonal competence at adolescence. This study uses a quantitative approach with multiple regression analysis. The sample totaled 358 student at SMAN 6 South Tangerang. The sampel collection technique using non-probability sampling technique, that is cluster sampling. In this study, the researcher modify data collection instruments, namely Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool), and State versus Trait Loneliness Scale. The result of this study indicate that there is significant influence of self concept, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state lonelines, trait loneliness and gender of the interpersonal competence at adolescence. Meanwhile, if based on regression coefficients of each independent variable only self concept, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness and gender that influence interpersonal competence at adolescence. The researcher hopes that the implications of these results can be reviewed and may be developed in future studies. For example, by adding other variables associated with interpersonal competence that can be analyzed as an independent variabel that may have a major influence on the interpersonal competence. (G) Reading materials: 48; books: 27 + journals: 13 + thesis: 3 +article: 4 + dissertation: 1 vi ABSTRAK (H) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (I) April 2015 (J) Lisa Ulfah (K) Pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan (L) xv + 108 halaman + lampiran (M) Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Peneliti berhipotesis bahwa ada pengaruh antara konsep diri, trait kepribadian big five (agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness to experience), tipe loneliness (state loneliness dan trait loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 358 siswa SMAN 6 Tangerang Selatan yang diambil dengan teknik probability sampling, yakni cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpersonal Competence Quetionaire (ICQ), Tennessee Self Concept Scale (TSCS), MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool), dan State versus Trait Loneliness Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya konsep diri, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness serta jenis kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal pada remaja. Peneliti berharap implikasi penelitian ini dapat dikaji ulang dan dapat ditingkatkan untuk penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambahkan variabel lain yang relevan mempengaruhi kompetensi interpersonal. (N) Bahan bacaan: 48; buku: 27 + jurnal: 13 + skripsi: 3 sumber internet: 4 + disertasi: 1 vii KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah, rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “pengaruh konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wa Sallam, pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak mulia. 2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi atas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan serta koreksi kepada penulis agar mampu menghasilkan skripsi yang bermutu dan berkualitas. Juga atas dorongan dan dukungan yang tiada henti agar penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Miftahuddin, M.Si, Dosen pembimbing Akademik atas motivasinya selama penulis mengerjakan skripsi dan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. viii 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis demi kesuksesan penulis dimasa yang akan datang dan seluruh Staff bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran dikampus ini. 5. Untuk Ibu Sri, selaku bidang kesiswaan di SMAN 6 Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di sekolah ini. 6. Kedua orang tua penulis Bapak Sudeswi dan Ibu Nedra untuk doa, kasih sayang, semangat, dukungan dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini. Terima kasih karena berkat doa, dukungan dan nasihat yang kalian berikan penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan rahmat, nikmat serta selalu melindungi Ayah dan Ibu. Kakak penulis Muhammad Lukman serta adik penulis Nindia Wira Putri dan Muhammad Lutfiansyah yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Sahabat-sahabat penulis GG (Rahma, Mayang, Vina dan Nadiya) yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan semangat yang tak ada hentinya sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas suka dan duka yang telah kita lalui selama ini. Terimakasih pengalaman-pengalaman yang berharga yang telah kalian berikan. Semoga kita akan selalu bersama sampai kakek-nenek. Aamiin. 8. Sahabat terdekat penulis Gina, Rossy, Irma dan Hanani yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 9. Sahabat-sahabat angkatan 2010 Iki, Dila, Yuni, Nisaul dan Amira yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis ix sehingga penulis semakin termotivasi dan bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 10. Sahabat-sahabat kelas C angkatan 2010 Urfi, Dufia, Mifti, Isqi, Liya, Anti, Ama, Kaifa, Hana, Happy, Dian, Jeni, Icha, Turfa Echa, Aul, Fidia, Ais, Devi, Dwi, Leo, Ey, Izar, Badai, Furqon, Alfi dan Jamal terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan kebersamaan selama kita kuliah. Banyak pengalaman yang luar biasa yang telah kita lewati bersama. Semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul kembali. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu merrahmati kalian. 11. Sahabat dan sudah peneliti anggap sebagai kakak sendiri, terima kasih kepada Mba Endar atas doa, bantuan, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada peneliti sehingga peneliti semakin termotivasi dan mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih juga atas segala pembelajaran dan nasehat yang bermanfaat yang telah diberikan selama ini. 12. Kepada wanita-wanita Tradasyn, terimakasih atas segala pengalaman yang berharga ketika kita menari bersama. Semoga kalian semakin sukses, dan bisa membawa nama Psikologi UIN di tingkat internasional. 13. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan. Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Tangerang, 24 April 2015 Penulis x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.............................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... .... LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................. LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. MOTTO ............................................................................................................... ABSTRAK.............................................................................................................. KATA PENGANTAR............................................................................................ DAFTAR ISI......................................................................................................... DAFTARTABEL.................................................................................................. DAFTAR GAMBAR........................................................................................... DAFTARLAMPIRAN......................................................................................... i ii iii iv v vi viii xi xiii xiv xv BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................. 1.2.1 Pembatasan masalah................................................................. 1.2.2 Perumusan masalah.................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 1.4.1 Manfaat teoritis........................................................................ 1.4.2 Manfaat praktis...................................................................... . 1.5 Sistematika Penulisan......................................................................... BAB 2 LANDASAN TEORI.............................................................................. 18 2.1 Kompetensi Interpersonal................................................................... 18 2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal........................................ 18 2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal.................................... 19 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal.. 21 2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal...................................... 23 2.1.5 Kompetensi interpersonal pada remaja .............................. 24 2.2 Konsep Diri........................................................................................ 26 2.2.1 Pengertian konsep diri............................................................... 26 2.2.2 Aspek-aspek konsep diri........................................................... 27 2.2.3 Pengukuran konsep diri........................................................... 31 2.2.4 Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal...... 31 2.3 Kepribadian........................................................................................ 32 2.3.1 Pengertian kepribadian.............................................................. 32 2.3.2 Trait kepribadian.................................................................... 33 2.3.3 Definisi trait kepribadian big five............................................. 34 2.3.4 Aspek-aspek trait kepribadian big five...................................... 35 2.3.5 Pengukuran trait kepribadian big five........................................ 38 2.3.6 Pengaruh trait kepribadian big five terhadap kompetensi xi 1 1 12 12 13 14 15 15 16 16 Interpersonal........................................................................... 39 2.4 Loneliness........................................................................................... 41 2.4.1 Pengertian loneliness................................................................. 41 2.4.2 Tipe-tipe loneliness................................................................... 42 2.4.3 Pengukuran loneliness............................................................... 43 2.4.4 Pengaruh state dan trait loneliness terhadap kompetensi Interpersonal............................................................................ 45 2.5 Kerangka Berfikir.............................................................................. 45 2.6 Hipotesis Penelitian............................................................................ 52 BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................ 3.1 Populasi, Sampel danTeknik Pengambilan Sampel............................ 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................... 3.3 Instrumen Pengumpulan Data............................................................ 3.4 Uji Validitas Item Skala ..................................................................... 3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal..................... 3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri........................................... 3.4.3 Uji validitas item skala trait kepribadian big five...................... 3.4.4 Uji validitas item skala state loneliness.................................... 3.4.5 Uji validitas item skala trait loneliness.................................... 3.5 Prosedur Pengumpulan Data……………………………….............. 3.6 Teknik Analisis Data................……................................................... 54 54 55 56 61 63 66 69 75 78 80 81 BAB 4 HASIL PENELITIAN……………….……………………........................ 4.1 Analisis Deskriptif……………….……………………………........ 4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….…………….…............ 4.2 Hasil Analisis Deskriptif……………….…………………………... 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……………….…………....... 4.4 Uji Hipotesis Penelitian……………….…………………………..... 4.5 Proporsi Varian……………….…………………………………...... 83 83 83 83 85 86 93 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN…………………………......... 5.1 Kesimpulan……………….……………………………………....... 5.2 Diskusi……………….…………………………………………...... 5.3 Saran……………….……………………………………………...... 5.3.1 Saran metodologis……………….………………………........ 5.3.2 Saran praktis……………….……………………………......... 97 97 97 107 107 107 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Blueprint Skala Kompetensi Interpersonal ..................... 57 Blueprint Skala Konsep Diri........................................... 58 Blueprint Skala Trait Kepribadian Big Five .................. 59 Blueprint Skala Loneliness .............................................. 60 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal.............. 64 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal.............. 65 Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 67 Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 68 Muatan Faktor Item Konsep Diri...................................... 69 Muatan Faktor Item Agreebleness..................................... 70 Muatan Faktor Item Conscientiousness............................ 71 Muatan Faktor Item Neuroticism...................................... 73 Muatan Faktor Item Extraversion..................................... 74 Muatan Faktor Item Openness to experience.................... 75 Muatan Faktor Item State loneliness................................. 76 Muatan Faktor Item State loneliness................................. 77 Muatan Faktor Item State loneliness................................. 77 Muatan Faktor Item Trait loneliness................................. 79 Muatan Faktor Item Trait loneliness................................. 79 Gambaran Umum Subjek Penelitian................................. 83 Analisis Deskriptif............................................................. 84 Pedoman Interpretasi Skor................................................ 85 Kategorisasi Skor Variabel................................................ 86 Model Summary Analisis Regresi..................................... 87 Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan Independent Variabel terhadap Dependent Variabel.............................................. 88 Koefisien Regresi................................................................ 89 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variabel 94 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berpikir..............................................................................51 xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Kuesioner Lampiran B Path Diagram Lampiran C Syntax & Output CFA Variabel Kompetensi Interpersonal xv BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang masalah mencakup paparan fenomena yang terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian kompetensi interpersonal, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Salah satu cara untuk bisa mempertahankan hidup manusia adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan pengertian antara masing-masing individu yang terlibat (Berko, Aitken & Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila remaja mampu berinteraksi secara efektif. Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri remaja untuk menjalin hubungan secara efektif. Kemampuan tersebut disebut 1 2 dengan kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan Reis (dalam Paulk, 2008), kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja. Secara umum, kompetensi interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif (Spitzberg & Cupach, 2012). Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Fisher dan Adams (1994) menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal akan mengembangkan perilaku empati yang memungkinkan individu untuk mengerti dan merespon perasaan orang lain. Kesadaran kognitif akan pentingnya kompetensi interpersonal dalam diri individu ternyata tidak selamanya dapat tumbuh dan berkembang secara baik pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Setidaknya secara empirik kerap ditemukan ada individu yang mengalami konflik dengan sesamanya tidak berusaha menyelesaikan konflik dengan baik, namun justru memilih menyelesaikannya dengan pertengkaran. Kemampuan untuk mengatasi konflik dengan baik merupakan indikasi adanya kompetensi interpersoanl, hal ini 3 sebagaimana diungkap oleh Buhrmester (dalam Paulk, 2008) bahwa ciri adanya kompetensi interpersonal pada individu adalah kekampuan memulai kontak, dukungan emosional, keterbukaan, bersikap asertif, dan mengatasi konflik. Problem kompetensi interpersonal juga terjadi pada diri siswa remaja SMA N 6 Tangerang Selatan, hal tersebut sebagaimana dilaporkan dari hasil wawancara dengan salah satu guru SMA N 6 Tangerang Selatan, bahwa banyak persoalan pribadi dan kompetensi interpersonal di kalangan siswa yang meliputi: kesulitan hubungan dengan sesama maupun lawan jenis, kurang mampu mengendalikan emosi, sering terlibat konflik dengan teman. Selain itu banyak siswa yang mengeluhkan persoalan pribadi yang pada gilirannya dapat menyulitkan mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah diri, sikap tertutup, kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan mudah dipengaruhi orang lain. Pentingnya kompetensi interpersonal ditujukan kepada para remaja dapat dilihat dari banyaknya penelitian yang dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Chow, Ruhl, dan Buhrmester (2013). Dalam penelitiannya Chow et al. (2013) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal penting bagi kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Remaja yang miliki kemampuan untuk berbagi perasaan dan mampu menempatkan diri sesuai dengan perspektif orang lain, dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hubungan pertemanannya. Penelitian lain yang mendukung pentingnya kompetensi interpersonal pada remaja adalah penelitian yang dilakukan oleh Mahoney, Cairns, dan Farmer 4 (2003), yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal mampu meningkatkan kesuksesan seorang remaja dalam bidang pendidikan. Mahoney et al. (2003) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi mampu mengatur dengan baik di bidang karir dan pendidikan ketika mereka beranjak dewasa. Dari beberapa penelitian di atas, dapat dilihat bahwa pada masa remaja penting untuk memiliki kompetensi interpersonal. Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990) yang menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal sangat penting di miliki oleh para remaja dibandingkan pra-remaja. Karena dibandingkan anak pra-remaja, pada masa remaja lebih di tuntut untuk memiliki hubungan pertemanan yang dekat dan terbuka. Para remaja harus bisa memulai percakapan dan memiliki hubungan pertemanan di luar kelas. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membuka diri mengenai informasi pribadi dan dengan bijakasana dapat memberikan dukungan emosional kepada teman-temannya. Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan interpersonalnya. Banyak remaja yang gagal dalam mengembangkan kompetensi interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik interpersonal juga menghambat remaja untuk mengembangkan dunia sosialnya secara matang. Akibat dari hal ini, remaja merasa tidak memiliki harga diri dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan remaja mudah menjadi depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Dengan demikian diperlukan 5 hubungan yang baik antar teman sebaya agar perkembangan sosial remaja bisa berjalan dengan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2002), yang menjelaskan bahwa hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan pada penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada tengah baya (Santrock, 2002). Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai buruknya hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi interpersonal pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang marak terjadi. Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini disebabkan aksi saling mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu pelajar dari SMA N 6 mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com, 2014) Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek. (megepolitan.kompas.com, 2012). Selain tawuran kasus bullying juga merupakan kasus remaja yang diakibatkan oleh hubungan yang buruk antar teman sebaya. 6 Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi. Kasus tersebut juga terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang orang tuanya di hina, maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014). Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan psikologis/mental. Contoh bullying verbal seperti membentak, meneriaki, memaki, menghina, mempermalukan, menolak, mencela, merendahkan, atau mengejek. Sedangkan bullying psikologis/mental seperti memandang sinis, memelototi, mencibir, hingga mendiamkan. Melihat kompleksnya kasus-kasus bullying yang ada, Susanto selaku Ketua Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter menilai bahwa Indonesia sudah masuk kategori “darurat bullying di sekolah”. Karena itu, negara perlu segera melakukan intervensi (beritasatu.com, 2014). Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang remaja yang memiliki kompetensi interpersonal yang rendah akan memicu perilaku-perilaku buruk dan akan berdampak pada hubungan interpersonalnya. Selain itu pada masa remaja juga rentan terhadap munculnya konflik, sehingga sangat penting bagi remaja untuk memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari beberapa ahli Psikologi (dalam Shantz dan Hartup, 1992) yang menjelaskan bahwa masa remaja memang rentan terhadap munculnya berbagai konflik. Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh gelombang hormon pada masa remaja, remaja mulai mengantisipasi tuntutan peran masa dewasa, perkembangan kemampuan kognitif remaja yang mulai 7 memahami ketidakkonsistenan dan ketidaksempurnaan orang lain dan mulai melihat persoalan-persoalan yang terjadi sebagai persoalan pribadi daripada memberikannya pada otoritas orang tua, remaja mengalami transisi tahapan perkembangan dan perubahan-perubahan menuju kematangan yang meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik. Dalam menjalin hubungan dengan lingkungan tentu kita harus mampu menyesuaikan diri agar terciptanya hubungan yang efektif. Maka dibutuhkan konsep diri pada diri individu. Konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan sesuatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya (Fitts & Warren, 1996). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2006) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Diponegoro (UKM Undip). Semakin positif konsep diri yang dimiliki pengurus UKM Undip, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri pengurus UKM Undip, maka semakin rendah kompetensi interpersonal yang dimiliki. Hartanti (2006) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya membuktikan bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan 8 keberhasilan seorang pengurus dalam menjalin hubungan dengan rekannya, seorang pengurus yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik tentang keterbatasannya akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya dengan orang lain. Penelitian lain juga dilakukan oleh Kresnawati (2009) mengenai hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Semakin positif konsep diri yang dimiliki maka semakin tinggi pula kompetensi interpersonal, demikian pula sebaliknya. Jika para remaja telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Remaja yang memiliki konsep diri positif menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik, dengan memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif tidak memiliki keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga sulit untuk mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005). Selain konsep diri, trait kepribadian juga merupakan salah satu faktor 9 yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh Nashori (2008) kepribadian juga mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini peneliti memilih pendekatan trait kepribadian dari aspek big five yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness to experience (O), agreebleness (A), dan conscientiousness (C). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Frisbie, Fitzpatrick, Feng, dan Crawford (2000) mengenai “Women’s Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection for Dating Parteners: A Test of the Contextual Model”. Frisbie et al. (2000) menjelaskan salah satu hipotesisnya yaitu sejauh mana Big Five Personality berkontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Big Five Personality tersebut adalah extraversion, neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan openness to experience. Sedangkan aspek dari kompetensi interpersonal adalah self-disclosure, emotional support, assertion, dan conflict resolution. Dari hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa agreeableness berhubungan dengan conflict resolution dan emotional support, conscientiousness juga berhubungan dengan assertion dan neuroticism secara negatif berhubungan dengan conflict resolution. Sedangkan ekstraversion dan openness secara signifikan tidak berhubungan dengan aspek kompetensi interpersonal. Berdasarkan penelitian tersebut, baru tiga dari lima trait kepribadian big five yang ditemukan memiliki pengaruh dengan kompetensi interpersonal, yiatu agreeableness, conscientiousness, dan neuroticism. Meskipun begitu, peneliti juga ingin melihat kedua trait kepribadian big five lainnya. Peneliti mengambil pendekatan big five personality sebagai variabel kepribadian yang mempengaruhi kompetensi interpersonal dikarenakan 10 pendekatan ini menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara. Selanjutnya Paulk (2008), menjelaskan bahwa seseorang yang kompetensi interpersonalnya baik, dilaporkan memiliki kesejahteraan dan kecemasan-depresi serta loneliness yang lebih rendah. Maka semakin tinggi kompetensi interpersonal pada diri seseorang maka semakin rendah kecenderungan seseorang mengalami depresi dan loneliness. Loneliness menurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998).) adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan loneliness menurut Salkind (2006) adalah seseorang yang memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan keluarganya. Lebih lanjut Salkind menjelaskan bahwa kesepian dan kesendirian (aloneliness) adalah berbeda; kesendirian dapat dinikmati ketika seseorang ingin sendirian, sedangkan kesepian dapat dirasakan ketika seseorang yang sedang bersama teman-temannya namun dia tetap merasa kesepian. Kemudian dalam bukunya, Salkind juga menjelaskan bahwa terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat loneliness yang tinggi cenderung kurang terampil dan lebih menolak untuk berinteraksi dengan orang asing dibandingkan individu yang memiliki tingkat loneliness yang rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988), terdapat hubungan negatif antara loneliness dengan kompetensi interpersonal. Dalam penelitiannya, Buhrmester meneliti mengenai pengaruh tipe loneliness 11 yaitu state loneliness dan trait loneliness. Dari hasil penelitiannya menemukan bahwa state loneliness dan trait loneliness berhubungan secara negatif terhadap kompetensi interpersonal. State loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang bersifat temporer (sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dan akan hilang bila telah menemukan jaringan sosial baru. Sedangkan trait loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memiliki self-esteem yang rendah (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998). Dengan berpengaruhnya tipe loneliness ini penelitipun tertarik untuk meneliti pengaruh tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi interpersoal. Perlu ditekankan bahwa konsep dari trait pada loneliness dalam penelitian ini, berbeda dengan konsep dari trait pada kepribadian big five. Trait pada loneliness merupakan perasaan kesepian yang dirasakan dalam waktu beberapa tahun, sedangkan trait dalam kepribadian merupakan sifat-sifat kepribadian dalam diri individu yang menetap dan konsisten. Trait loneliness disini adalah bagaimana seseorang merasa kesepian berdasarkan pengalaman dari ketidaksesuaian hubungan yang diharapkan dengan apa yang dialami dan perasaan kesepian ini telah dirasakan paling sedikitnya dalam setahun. Sedangkan traits pada kepribadian adalah kekonsistenan perilaku yang dimunculkan oleh individu pada stimulus yang berbeda sehingga menjadi 12 karakter bagi masing-masing individu. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMAN N 6 Tangerang Selatan”. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini pada kompetensi interpersonal dan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness dan jenis kelamin. Adapun definisi dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Kompetensi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain (Buhrmester et al., dalam Paulk, 2008) 2. Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki remaja dalam mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya serta memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya. Konsep diri mencakup aspek internal dan eksternal. Di mana aspek internal terdiri dari tiga bentuk yaitu identity self, behavioral self, judging self. Sedangakn pada aspek eksternal terdiri dari physical self, moral-ethic self, personal self, family self dan social self. (Fitts & Warren, 1996). 3. Trait kepribadian yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Big Five personality. Big five personality adalah pengumpulan trait kepribadian 13 ke dalam lima aspek dasar, yaitu neuroticism (N), extraversion (E), openness to experience (O), agreebleness (A), dan conscientiousness (C) (Goldberg, dalam Donellan, 2006). 4. Loneliness dalam penelitian ini adalah rasa kesepian (loneliness) yang di rasakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat dilihat dari tipe-tipe loneliness yaitu state loneliness dan trait lonelinenss. State loneliness adalah rasa kesepian yang dirasakan karena pengalaman-pengalaman dramatis, sedangkan trait loneliness adalah rasa kesepian yang bersifat lebih stabil dan memiliki sedikit interaksi sosial yang berarti. (Peplau dan Perlman, dalam Friedman, 1998). 5. Remaja dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMA N 6 Tangerang Selatan. Karena masa remaja sebagai periode yang penting pada diri seseorang (Hurlock, 1999). 1.2.2 Perumusan masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 2. Seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 3. Apakah konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi 14 interpersonal pada remaja? 4. Apakah kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 5. Apakah kepribadian openess to experience memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 6. Apakah kepribadian agreebleness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 7. Apakah kepribadian conscientiousess memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 8. Apakah kepribadian neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 9. Apakah state loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 10. Apakah trait loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 11. Apakah jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal pada remaja? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 2. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian neuroticsm terhadap komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 15 3. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian extraversion terhadap komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 4. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian openes to experience terhadap komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 5. Untuk mengetahi pengaruh trait kepribadian agreebleness terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 6. Untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian conscientiousess terhadap komptensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 7. Untuk mengetahui pengaruh state loneliness terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 8. Untuk mengetahui pengaruh trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 9. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 10. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan varian konsep diri, trait kepribadian, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Apabila penelitian ini membuktikan adanya pengaruh, maka diharapkan hal ini dapat memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi sosial dan psikologi perkembangan dengan menunjukkan bahwa 16 konsep diri, trait kepribadian big five dan tipe loneliness berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. 1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi dan masalah penelitian yang sama dalam konteks psikologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh remaja untuk meningkatkan pengetahuan tentang kompetensi interpersonal. Sehingga para remaja mampu berinteraksi dengan teman-temannya secara efektif. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penelitian dalam penelitian ini terdiri dari: BAB 1 Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB 2 Landasan Teori Pada bab ini diuraikan teori-teori terkait dengan variabel terikat (dependent variabel), dan variabel bebas (independet variable), dilanjutkan dengan kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini berisi mengenai populasi, sampel dan teknik sampling, variabel penelitian instrument pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian. BAB 4 Hasil Penelitian 17 Pada bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembatasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam peneltian ini. Terdiri dari lima subbab yaitu teori kompentensi interpersonal, teori konsep diri, teori kepribadian, teori loneliness, kerangka berfikir, dan hipotesis peneltian. 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian kompetensi interpersonal Secara umum, menurut Bochner dan Kelly kompetensi interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif kepada orang lain (dalam Spitzberg & Cupach, 2012). Sedangkan menurut Spitzberg dan Cupach (dalam DeVito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif, yang ditandai karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan. Hal ini didukung oleh pendapat Rickhet dan Strohner (2008) bahwa kemampuan dalam berkomunikasi adalah pokok dari kesuksesan kehidupan sosial dalam segala area kehidupan. Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai kompetensi interpersonal yang baik akan terbuka, mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. 18 19 Sedangkan menurut Howard Garner (2011) kemampuan interpersonal merupakan bagian dari Multiple Intelligence yang terdiri atas linguistic, logical mathematical, spatial, bodily kinesthetic, musical, interpersonal dan intrapersonal. Menurut Gardner, interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui dan menerima perbedaan dalam suasan hati (moods), kehendak (intention), motivasi (motivation), perasaan dan dorongan yang ada pada diri orang lain meskipun hal-hal tersebut tersembunyi, termasuk kepekaan pada ekspresi emosi, suara, gesture, dan kemampuan untuk memberikan respon secara efektif padasinyal-sinyal tersebut dengan cara pragmatis. Dari penjelasan diatas, peneliti menggunakan teori Buhrmester et al. (dalam, Paulk, 2008) yaitu yang menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yag dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. 2.1.2 Aspek-aspek kompetensi interpersonal Menurut Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) aspek-aspek kompetensi interpersonal meliputi: a. Initiation Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk 20 mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. b. Negative assertion Menurut Schwartz (2003) bersikap asertif adalah mempertahankan pendapat dan mengekspresikan keyakinan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita inginkan. Seseorang yang asertif akan bertanggung jawab pada pendapatnya dan berusaha berkomunikasi dengan sukses bahkan ketika pendapatnya berselisih dengan orang lain. c. Self-disclosure Kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain. Menurut Farber (2006), dengan membuka diri kita merasa dekat dengan seseorang, seperti anggota keluarga, karena kita selalu bersama mereka dan menjadi bagian dirinya. Kita menceritakan segala cerita kepada mereka. Serta membiarkan mereka memasuki dunia kita, menceritakan mengenai diri kita, termasuk perasaan, pikiran dan keinginan. d. Emotional support Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. e. Conflict management 21 Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian bersangkutan masalah merumuskan adalah cara bagaimana menyelesaikan individu konflik yang dengan sebaik-baiknya. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal Menurut Monks et al., (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruihi kompetensi interpersonal, yaitu: a. Umur Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama terjadi pada remaja usia 15 atau belasan tahun. b. Keadaan sekeliling Kepekaan pengaruh dari teman sebayanya sangat mempengaruhi kuat lemahnya interaksi teman sebaya. c. Jenis kelamin Kecenderungan perempuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya lebih besar daripada laki-laki d. Kepribadian ekstrovert Anak-anak ekstrovert lebih konformitas daripada introvert e. Besar kelompok Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok bertambah 22 f. Keinginan untuk mempunyai status Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat di dunia orang dewasa. g. Interaksi orang tua Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. h. Pendidikan Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya. Sedangkan menurut Santrock (1996) kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Faktor pribadi (personal) Hurlock (1999) berpendapat bahwa harga diri dan konsep diri merupakan sumber penting lain dalam mempengaruhi perkembangan sosial remaja, di mana harga diri dan konsep diri yang dimiliki seseorang dapat membantunya dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain. 2. Faktor lingkungan Sumber-sumber potensi yang berasal dari faktor lingkungan meliputi orang tua, kelompok sebaya, guru, konselor, pelatih olah raga, bahkan kepala sekolah. Lingkungan juga merupakan sumber yang dapat mendukung dan 23 mengembangkan kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan emosi, kognisi, tingkah laku baik dalam adaptasi jangka pendek maupun proses perkembangan jangka panjang. Sedangkan menurut Nashori (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal adalah 1. Berifat eksternal, yaitu kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial. 2. Bersifat internal, jenis kelamin, kepribadian, dan kematangan pada diri individu. Selain faktor-faktor diatas, peneliti juga mengambil faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal berdasarkan penelitian terdahulu. Yaitu mengenai tipe-tipe loneliness. Penelitian ini dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan tipe-tipe loneliness, yaitu state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dari penjelasan di atas, peneliti memilih konsep diri, kepribadian, dan tipe-tipe loneliness sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Faktor-faktor tersebut akan peneliti angkat menjadi independent variabel dalam penelitian ini. 2.1.4 Pengukuran kompetensi interpersonal Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, peneliti menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Buhrmester et al. (dalam Paulk, 2008) yaitu Interpersonal Competence Quetionnaire (ICQ). Pada skala ini 24 berjumlah 40 item yang terdiri dari lima aspek yaitu, initiation, negative assertion, disclosure, emotional support dan conflict management. 2.1.5. Kompetensi interpersonal pada remaja Masa remaja merupakan masa yang penting bagi individu untuk menentukan masa depannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (1999) bahwa masa remaja merupakan masa yang penting, karena pada usia antara 12 dan 16 tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian dan menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa di mana mereka ingin tahu tentang segala sesuatu yang mereka belum tahu, termasuk di dalamnya adalah tentang bagaimana mereka melakukan hubungan interpersonal yang baik agar mereka bisa diterima oleh lingkungan mereka. Pada saat memasuki masa remaja, seseorang cenderung menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman-temannya dibandingkan bersama orang tuanya (Santrock, 2002). Selanjutnya Santrock (2002) juga menjelaskan bahwa hubungan yang baik antarteman sebaya penting bagi perkembangan sosial yang normal. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “melebur” ke dalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak kenakalan dan masalah. Dalam suatu penelitian menjelaskan bahwa hubungan yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. Dan pada penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada tengah baya (Santrock, 2002). 25 Dari penjelasan tersebut sangat penting bagi para remaja untuk memiliki hubungan yang efektif dengan teman sebayanya. Agar hubungan pertemanan dengan teman sebaya dapat berjalan efektif maka para remaja di tuntut untuk memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan membuat individu tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian para remaja mampu menjalin hubungan yang baik dengan teman sebayanya sehingga perilaku buruk atau kasus-kasus kenakalan remaja dan konflik diantara hubungan teman sebaya dapat dihindarkan. Disimpulkan dari pendapat beberapa ahli Psikologi bahwa masa remaja memang rentan terhadap munculnya berbagai konflik (Shantz & Hartup, 1992). Terdapat berbagai alasan yaitu pengaruh gelombang hormon pada masa remaja, remaja mulai mengantisipasi tuntutan peran masa dewasa, perkembangan kemampuan kognitif remaja yang mulai memahami ketidakkonsistenan dan ketidaksempurnaan orang lain dan mulai melihat persoalan-persoalan yang terjadi sebagai persoalan pribadi daripada memberikannya pada otoritas orang tua, remaja mengalami transisi tahapan perkembangan dan perubahan-perubahan menuju kematangan yang meningkatkan kemungkinan timbulnya konflik. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa penting untuk remaja memiliki 26 kemampuan interpersonal dalam mencegah persoalan atau konflik yang terjadi di masa remajanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang membuktikan bahwa kompetensi interpersonal pada remaja berperan penting dalam keberhasilan seorang remaja dalam menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini mencapai popularitas kelompok teman sebaya dalam keberhasilan atau kesuksesan remaja dalam menjalin hubungan. Selain itu juga membuat interaksi dengan orang lain menyenangkan dan penuh pengalaman yang nyaman. Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kompetensi interpersonal sangat penting bagi remaja, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kompetensi interpersonal pada remaja. 2.2 Konsep Diri (Self Concept) 2.2.1 Pengertian konsep diri Fits dan Warren (1996) mengatakan bahwa konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunujukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan tentang diri, dan penilaian terhadap diri. Pengetahuan 27 tentang diri adalah informasi yang dimiliki individu tentang dirinya: umur, jenis kelamin, penampilan dan sebagainya. Pengharapan individu bagi dirinya adalah gagasan tentang ingin menjadi apa kelak. Sedangkan penilaian adalah pengukuran individu tentang keadaan dirinya yang dibandingkan dengan apa yang menurutnya individu tersebut seharusnya terjadi pada dirinya. Menurut Mercer (2011) konsep diri adalah konstruk psikologis yang terdiri dari gambaran diri yang termasuk kemampuan dalam mengevaluasi perasaan mengenai dirinya sendiri. Sedangkan menurut Rogers (dalam Cervon & Pervin, 2013) konsep diri adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, di mana “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Lebih lanjut Rogers menjelaskan bahwa konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku” dan “apa yang harus aku perbuat”. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memilih teori Fitts dan Warren (1996) yang menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri melalui bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya. 2.2.2 Aspek-aspek konsep diri Fitts dan Warren (1996) membagi konsep diri dalam dua aspek pokok, yaitu sebagai berikut: 1) Aspek internal 28 Aspek internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. aspek ini terdiri dari tiga bentuk: a. Diri identitas (identity self) Merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. b. Diri perilaku (behavioral self) Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan dengan diri identitas. c. Diri penerimaan/penilaian (judging self) Diri penilaian berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. 2) Aspek eksternal Pada aspek eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Namun aspek yang dikemukakan oleh Fitts dan Warren (1996) adalah aspek eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu: 29 a. Diri fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b. Diri etik-moral (moral-ethic self) Merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. c. Diri pribadi (personal self) Merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. d. Diri keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedukukannya sebagai anggota keluarga. e. Diri sosial (social self) Merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. 30 Sedangkan menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu: 1. Pengetahuan Aspek pertama dari konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya, di mana dalam diri individu ada satu daftar julukan yang menggambarkan usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain sebagainya. Individu juga mengidentifikasikannya dengan kelompok sosial lain yang menambah daftar julukan bagi dirinya. Julukan dapat diganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan dengan suatu kelompok, kelompok tersebut memberi individu sejumlah informasi lain yang masuk dalam potret diri mental individu. 2. Harapan Individu juga memiliki pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa dirinya di masa mendatang, dengan kata lain individu mempunyai pengharapan bagi diri mereka sendiri 3. Penilaian Aspek ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu tentang dirinya. Individu berkedudukan sebagai penilaian tentang diri mereka sendiri setiap hari, mengukur apakah individu bertentangan dengan “akan menjadi apa dan seharusnya menjadi apa” Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek konsep diri dari Fitts dan Warren (1996) dengan alasan aspek konsep diri dari Fitts dan Warren (1996) mencakup dua aspek pokok yaitu internal dan eksternal. Di mana aspek tersebut 31 mencakup penilaian diri individu berdasarkan dunia di dalam dirinya dan berdasarkan perbandingan dirinya dengan dunia di luar dirinya. Diasumsikan bahwa setiap individu akan melakukan penilaian terhadap diri sendiri baik berdasarkan dunia dalam dirinya maupun dunia di luar dirinya. 2.2.3 Pengukuran konsep diri Untuk mengukur konsep diri, bentuk skala yang digunakan peneliti adalah skala Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitss dan Warren (1996). Ada delapan subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti mengadaptasi dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24 item. 2.2.4. Pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal Konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu, konsep diri yang positif juga dapat menghasilkan hubungan interpersonal yang baik (Ryan, 2005). Seseorang yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik mengenai keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya dengan orang lain (Hartanti, 2006). Dengan demikian seorang remaja yang memiliki konsep diri yang positif mereka akan yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi hambatan dalam hubungan interpersonal, mereka akan berusaha memposisikan dirinya dengan orang lain 32 dengan menjaga sikap sehingga kompetensi interpersonal pada diri remaja akan meningkat. 2.3 Kepribadian 2.3.1 Pengertian kepribadian Menurut Allport (dalan Suryabrata, 2008) kepribadian adalah organisai dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Menurut Eysenck (dalam Suryabrata, 2008) kepribadian adalah jumlah dari keseluruhan pola perilaku atau potensial organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan; hal itu berasal dan berkembang melalui interaksi dari empat faktor utama yaitu pola perilaku, sektor konatif, sektor afektif dan sektor somatik. Menurut Mischel (2003) kepribadian adalah : 1. Menunjukkan kontinuitas, stabilitas, koherensi. 2. Kepribadian diekspresikan dalam berbagai cara, dari perilaku terbuka melalui pikiran dan perasaan. 3. Kepribadian terorganisir, bahwa pada kenyataanya ketika tidak terorganisir itu menandakan adanya gangguan. 4. Kepribadian adalah determinan yang mempengaruhi bagaimana individu berhubungan dengan dunia sosial. 5. Kepribadian adalah konsep psikologis tetapi juga diasumsikan untuk menghubungkan karakteristik fisik dan biologis seseorang. 33 Selanjutnya Pervin (dalam Mischel, 2003) menjelaskan bahwa kepribadian adalah organisasi kompleks dari kognisi, pengaruh, dan perilaku yang memberikan arah dan pola (koherensi) untuk kehidupan seseorang. Seperti tubuh, kepribadian terdiri dari kedua struktur dan proses dan mencerminkan sifat (gen) dan nurture (pengalaman). Disamping itu kepribadian mencakup dampak masa lalu, termasuk kenangan masa lalu, serta konstruksi masa kini dan masa depan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu pola perilaku individu yang bersifat kontinuitas, stabilitas dan terorganisir yang dikendalikan secara internal yaitu ditentukan oleh karakteristik pribadi seseorang serta dikendalikan secara eksternal yaitu ditentukan oleh situasi tertentu di mana perilaku itu terjadi. 2.3.2. Trait kepribadian Dari teori-teori kepribadian, kepribadian dibagi menjadi beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan trait. Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai trait dari beberapa tokoh psikologi, dan tiga tokoh psikologi yang paling berpengaruh yaitu Gordon Allport, Raymond B. Cattell, dan Hans J. Eysenk (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait adalah perbedaan perilaku atau karakteristik pada individu dengan individu yang lain secara konsisten (Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Trait merupakan kualitas dan perbedaan individu yang memiliki tingkatan berbeda dalam setiap stimulus yang sama. Ada yang memiliki tingkatan yang tinggi dan 34 ada yang memiliki tingkatan yang rendah dalam merespon stimulus. (Guilford, dalam Mischel, Shoda & Ayduk, 2008). Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur peribadian berdasarkan trait kepribadian, salah satunya adalah big five personality. Dalam dua dekade terakhir, big five telah menjadi model yang utama untuk menggambarkan struktur trait kepribadian (Rammstedt, Goldberg, & Borg, 2010). Dengan demikian peneliti memilih trait kepribadian big five sebagai salah satu variabel yang mempengaruh kopetansi interpersonal dikarenakan pendekatan ini menggunakan trait kepribadian yang terdiri dari lima faktor besar yang telah diakui dan digunakan di berbagai negara. 2.3.3 Definisi trait kepribadian big five Kepribadian big five adalah salah satu trait kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experiences (Goldberg, 1999) Menurut McCrae dan Costa (1997) model lima faktor kepribadian merupakan struktur sifat (trait), yang dikembangkan dan dijabarkan dalam waktu lima dekade terakhir. Faktor-faktor yang didefinisikan oleh sekelompok sifat yang saling berkaitan. 35 2.3.4 Aspek-aspek trait kepribadian big five Kepribadian big five merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat dan mengukur struktur kepribadian manusia, yang dilihat melalui lima buah domain kepribadian. Berikut penjelasan aspek-aspek dalam pendekatan kepribadian big five. Menurut Goldberg (dalam Donellan, 2006) aspek-aspek trait kepribadian big five, yaitu: 1. Extraversion, yang terdiri dari sifa-sifat: friendliness, gregariousness, assertiveness, activity level, excitement seeking, cheerfulness 2. Agreebleness, yang terdiri dari sifat-sifat: trust, morality, altruism, cooperation, modesty, sympathy 3. Conscientiousness, yang terdiri dari sifat-sifat: self-efficacy, orderliness, dutifulness, achievemen striving, self-discipline, cautiousnesss 4. Neuroticism, yang terdiri dari sifat-sifat: anxiety, anger, depression, self-consciousness, immoderation, vulnerability 5. Openness, yang terdiri dari sifat-sifat: imagination, artistic interest, emotionality, adventurousness, intellect, liberalism Sedangkan menurut Costa dan McCrae (dalam Cloninger, 2004) aspek-aspek trait kepribadian big five adalah sebagai berikut: 1. Extraversion (E) Extraversion (E) sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor tinggi pada skor ekstraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang, periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain 36 itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang jika dibandingkan individu yang memiliki skor (E) rendah. Ekstraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah terhadap orang lain. Ekstraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama serta domain dalam lingkungannya. Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai untuk berdiam diri, tenang, penyendiri, pasif, dan kekurangan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan. 2. Agreebleness (A) Agreebleness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang tak mengenal balas kasih. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada aspek ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Aspek ini juga disebut dengan social adaptibility yaitu mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik interpersonal. Sedangkan pada individu dengan tingkat agreebleness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif. 3. Conscientiousness (C) 37 Conscientiousness (C) digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian dan disiplin diri. Aspek ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achieve. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu yang berskor rendah dalam aspek ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya. 4. Neuroticism (N) Individu dengan skor tinggi pada aspek Neuroticsm (N), memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres. Seseorang yang miliki neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap hidup jika dibandingkan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi, sedangkan individu dengan skor yang rendah, biasanya tenang, bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional. 5. Openness to Experience (O) Aspek ini membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang mereka kenal. Individu yang harus menerus mencari perbedaan dan pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada aspek openness. 38 Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu yang tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, dan tidak menyukai adanya perubahan. Dari aspek-aspek diatas, peniliti memilih menggunakan aspek trait kepribadian big five dari Goldberg (dalam Donellan, 2006). Peneliti memilih aspek tersebut karena pengelompokkan sifat-sifat yang digunakan lebih mudah untuk dipahami dan diadministrasikan untuk struktur trait kepribadian big five. 2.3.5 Pengukuran trait kepribadian big five Terdapat beberapa alat ukut yang dikembangakn untuk mengukur kepribadian big five, diantaranya: 1. NEO-PI-R (The Neuroticsm Extraversion Openess - Personality Inventory Revised). Alat ukur ini dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R. McCrae, terdiri dari 240 item. 2. BFI (Big Five Instrument). Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue, alat ukur ini terdiri dari 44 item. BFI menunjukkan validitas konvergen yang tinggi dengan skala self-report lain dan dengan tingkatan sejajar pada Big Five. 39 3. IPIP (International Personality Item Pool). Alat ukur ini merupakan alat ukur kepribadian yang dibuat oleh Lewis Goldberg (2006). Skala ini berjumlah 50 item, di mana setiap aspeknya terdiri dari 10 item yaitu Extrversion, Neuroticism, Agreebleness, Conscientiousness, dan Openess to New Experience. 4. MINI-IPIP (MINI - International Personality Item Pool). Alat ukur ini merupakan adaptasi dari IPIP-NEO di mana dari jumlah item yang semula 50 item, diperkecil menjadi 20 item. Alat ukur ini di adaptasi oleh Donellan et al. (2006). Dari beberapa alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti memilih MINI-IPIP (MINI - International Personality Item Pool) yang dibuat oleh Donellan et al. (2006) sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Alat ukur ini bentuk singkat dari alat ukur item International Personality Item Pool yang di buat oleh Goldberg (1999). Peneliti memilih alat ukur MINI-IPIP karena alat ukur ini merupakan adaptasi dari IPIP-NEO dan telah dikembangkan dan divalidasi di lima studi. Selain itu peneliti memilih skala ini karena mempertimbangkan efisiensi waktu dengan 20 item pernyataan dan telah teruji validitasnya oleh Donellan et al. (2006). 2.3.6 Pengaruh trait kepribadian big five terhadap kompetensi interpersonal Menurut Nashori (2008) trait kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Karena seseorang cenderung akan bertindak sesuai dengan kepribadian dalam dirinya. Secara keseluruhan 40 kepribadian seseorang dapat dilihat dari lima trait, yaitu neuroticism, extraversion, openness to experienc, agreebleness, dan conscientiousness. Para remaja yang memiliki sifat extraversion yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Menurut Leary dan Hoyle (2009) individu dengan ciri extraversion tinggi ia senang dalam besosialisasi, aktif berbicara dan asertif, sehingga ia mempunyai pengalaman dan aktif dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya seseorang yang memiliki sifat agreeableness yang tinggi juga dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal karena menurut Cloninger (2004) individu dengan ciri agreeableness tinggi cenderung suka mengalah ketika menghadapi konflik dengan teman sebaya, serta baik dalam memperlakukan teman-temannya sehingga individu ini banyak disenangi oleh temannya dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik. Kemudian sifat conscientiouness, individu yang memiliki ciri conscientiousness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal tinggi pula, karena individu dengan ciri conscientiouness ini cenderung mampu merespon segala keadaan, individu tersebut kecenderung untuk berfikir, merasa dan berperilaku dalam satu waktu di setiap situasi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga individu yang memiliki sifat ini mampu secara efektif menjalin hubungan interpersonal dengan teman-temannya. Selanjutnya pada sifat neuroticism, individu dengan sifat neuroticism yang tinggi cenderung mempunyai kompetensi interpersonal yang rendah. Karena individu yang memiliki ciri ini cenderung merasa cemas, emosional, dan mudah depresi 41 (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga ia tidak mempu menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Dan sifat yang terakhir yaitu openness to experience. Individu yang memiliki sifat openness yang tinggi memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Karena individu dengan sifat openness cenderung terbuka, senang mencari pengalaman baru, serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan ide yang baru (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu dengan sifat openness yang tinggi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang efektif. 2.4 Loneliness 2.4.1 Pengertian loneliness Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah dalam hal kualitas maupun kuantitas (Peplau & Perlman, dalam Friedman, 1998). Lebih lanjut Perlman dan Peplau (dalam Peplau & Goldston, 1984) menjelaskan loneliness dari tiga poin: 1. Loneliness adalah hasil rendahnya hubungan sosial seseorang. Perasaan kesepian terjadi ketika ada ketidakcocokan antara hubungan sosial yang sebenarnya dengan hubungan sosial yang kita inginkan atau yang kita butuhkan. Terkadang, loneliness dihasilkan dari pergeseran kebutuhan sosial pada individu dan bukan dari perubahan tingkat kemampuan kontak sosial. 2. Loneliness adalah pengalaman subyektif; hal ini tidak sama dengan isolasi sosial. Seseorang bisa menikmati kesendirian ketika dia sedang sendirian, atau merasa kesepian ditengah keramaian. 42 3. Loneliness adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Meskipun loneliness mungkin dapat memacu pertumbuhan pribadi seseorang, namun pengalaman itu sendiri tidak menyenangkan dan sangat menyedihkan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa loneliness adalah suatu perasaan kesepian yang diakibatkan karena ketidaksesuaian antara jenis hubungan yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki. 2.4.2 Tipe-tipe loneliness Tipe-tipe loneliness menurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998) yaitu: 1. Tipe berdasarkan durasi: - state loneliness: yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi yang spesifik, kesepian yang lebih temporer (sementara) yang seringkali disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupan dan akan hilang bila telah ditemukan jaringan sosial baru - trait loneliness: yaitu perasaan kesepian yang dirasakan dalam situasi secara umum, memiliki kemampuan sosial yang rendah, pola perasaan yang stabil, sedikit berubah tergantung situasi, biasanya dialami oleh orang-orang yang memiliki self-esteem yang rendah. 2. Tipe berdasarkan tidak tersedianya hubungan sosial: - Emotional loneliness: suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim, yaitu seperti orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya. Gejala dari emotional loneliness yaitu cemas, merasakan kesendirian, waspada pada ancaman, 43 kecenderungan kesalahan penafsiran dalam hal bermusuhan ataupun niat kasih sayang dari orang lain. - Social loneliness adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya, yaitu seperti tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran yang berarti, suatu bentuk kesepian yang membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Gejala dari social loneliness yaitu merasa bosan, kegelisahan, dan terasingkan (Weiss, dalam Friedman, 1998) . Dari penjelasan diatas, peneliti memilih tipe-tipe loneliness berdasarkan durasi, yaitu state loneliness dan trait loneliness. Peneliti memilih tipe-tipe loneliness ini karena perasaan kesepian yang dirasakan dapat dibedakan, baik perasaan kesepian yang sudah dirasakan dalam beberapa hari maupun perasaan kesepian beberapa tahun. 2.4.3 Pengukuran loneliness 1. UCLA loneliness scale Skala ini dikembangkan oleh Rusell, D (1996) yang merupakan skala unidemensional yang mengukur perasaan kesepian pada subjek seperti halnya perasaan isolasi sosial. Skala ini terdapat 20 item dan dibuat dalam bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”. 2. State versus trait loneliness scale 44 Skala ini dikembangkan oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Skala ini merupakan pengembangan dari skala UCLA Loneliness yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama untuk mengukur state loneliness dan kedua untuk mengukur trait loneliness. Di mana skala state loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa hari, sedangkan pada skala trait loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa tahun. Pada skala ini terdapat 12 item pada masing masing skala dan di buat dalam bentuk skala likert yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. 3. Differential loneliness scale (nonstudent version) Skala ini dikembangkan oleh Schmidt dan Sermat (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Skala differential loneliness (nonstudent version) ini merupakan skala yang mengukur respon dari partisipan mengenai kualitas dan kuantitas interaksi dalam empat hal hubungan yaitu, romantic-sexual relationship, friendships, relationship with familly, dan relationship with larger groups or the community. Pada skala ini terdapat 66 item dan dibuat dalam bentuk pernyataan di mana pada setiap item partisipan diminta untuk memilih jawaban “benar” atau “salah”. Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur state versus trait loneliness yang di adaptasi dari skala yang dibuat oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Peneliti memilih alat ukur ini 45 karena alat ukur ini meneliti loneliness secara berbeda, yaitu perasaan loneliness yang diukur berdasarkan durasi. Selain itu, peneliti juga akan melakukan penelitian ulang di mana sebelumnya tipe-tipe loneliness ini telah di teliti sebelumnya oleh Buhrmester (1988) mengenai pengaruh state loneliness dan trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal. 2.4.4 Pengaruh state dan trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal Menurut Salkind (2006) loneliness adalah seseorang yang memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan keluarganya. Menurut Spitzberg dan Cupach (2012) seseorang yang memiliki loneliness tinggi maka ia juga memiliki self-disclosure yang rendah. Dengan demikian, seseorang yang miliki state maupun trait loneliness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang rendah, hubungan secara negatif ini bisa saja terjadi kepada seseorang yang menarik dirinya dari lingkungan,dan sulit untuk membuka dirinya kepada orang lain. Ia merasa harga dirinya rendah dan tetap merasa kesepian walapun berada di tempat yang ramai sehingga hubungan interpersonalnya tidak berjalan dengan baik. 2.5 Kerangka Berfikir Salah satu cara untuk bisa mempertahankan hidup manusia adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan pengertian antara masing-masing individu yang terlibat (Berko, Aitken & Wolvin, 2010). Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak 46 mungkin terjadi. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Agar lebih berhasil dalam menjalin interaksi antar teman sebaya maupun lingkungan sekitar, diperlukan adanya kompetensi atau kemampuan dalam diri remaja untuk menjalin hubungan secara efektif. Kemampuan tersebut adalah kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja (Buhrmester et al., 1988). Individu yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain dan dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain semua kemampuan ini akan membuat remaja tersebut lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Pentingnya kompetensi interpersonal pada remaja dapat dilihat dari beberapa penelitian salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Chow et al. (2013) yang menjelaskan bahwa dengan kompetensi interpersonal yang tinggi mampu meningkat kualitas hubungan pertemanan pada remaja. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal yang tinggi mampu meningkatkan kesuksesan dalam bidang pendidikan dan karir. Pentingnya kompetensi interpersonal pada remaja juga didukung oleh 47 penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester (1990). Dalam penelitiannya Buhrmester (1990) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal sangat penting di miliki oleh para remaja dibandingkan pra-remaja. Karena dibandingkan anak pra-remaja, pada masa remaja lebih di tuntut untuk memiliki hubungan pertemanan yang dekat dan terbuka. Para remaja harus bisa memulai percakapan dan memiliki hubungan pertemanan di luar kelas. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membuka diri mengenai informasi pribadi dan dengan bijakasana dapat memberikan dukungan emosional kepada teman-temannya. Namun, tidak banyak para remaja yang berhasil dalam hubungan interpersonalnya. Banyak remaja yang gagal dalam mengembangkan kemampuan interpersonal sehingga mereka mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya. Beberapa fenomena yang banyak terjadi saat ini mengenai buruknya hubungan teman sebaya yang diakibatkan rendahnya kompetensi interpersonal pada remaja yaitu bisa dilihat dari kasus kenakalan remaja yang marak terjadi. Salah satunya adalah tawuran. Contoh tawuran yang dilakukan oleh pelajar dari SMA N 6 dengan pelajar dari sekolah lain. Tawuran ini disebabkan aksi saling mengejek di media sosial yang mengakibatkan satu pelajar dari SMA N 6 mengalami luka di bagian keningnya (sindonews.com, 2014). Contoh tawuran lainnya yaitu yang tejadi pada pelajar SMK Budi Murni dengan SMK Pelayaran. Tawuran ini juga disebabkan karena saling mengejek. (megepolitan.kompas.com, 2012). Selain tawuran kasus bullying juga merupakan kasus remaja yang diakibatkan oleh hubungan yang buruk antar teman sebaya. Contoh kasus bullying terjadi pada siswa SD di Bukittinggi. 48 Kasus tersebut juga terjadi karena aksi saling mengejek. Karena tidak senang orang tuanya di hina, maka pelaku memukul korban (Republika.co.id, 2014). Dilihat dari beberapa kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada masa remaja sangat penting untuk bisa berinteraksi secara efektif dengan teman sebayanya, karena pada masa tersebut remaja rentan terhadap munculnya konflik. Dengan kompetensi interpersonal, para remaja mampu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam hubungan pertemanan sehingga kasus-kasus seperti tawuran atau bullying dapat dihindarkan. Para remaja akan memiliki interaksi yang efektif, menyenangkan, dan penuh pengalaman yang nyaman. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal seseorang yaitu konsep diri. Menurut Fitts dan Warren (1996) konsep diri merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan secara fenomenologis dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Menurut Nashori (2008) konsep diri yang positif membentuk kepribadian yang lebih dapat menerima diri, menerima kekurangan dan kelebihannya, bersikap hangat sehingga sebagai modal menjalin hubungan interpersonal. Adanya konsep diri yang positif dapat melahirkan kemampuan kompetensi interpersonal yang positif pula. Jika para siswa telah mengenal konsep dirinya dengan baik tentu akan berusaha menyesuaikan dan memposisikan diri dengan orang yang diajak 49 berbicara dengan menjaga sikap yang baik. Sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang memacu timbulnya perkelahian. Siswa yang memiliki konsep diri positif menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk menciptakan komunikasi interpersonal yang baik, dengam memposisikan diri dengan orang lain agar dapat saling menghargai satu sama lain. Sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri yang negatif, tidak memiliki keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki sehingga sulit untuk mengkomunikasi apa yang dirasakan dan dipikirkannya (Rakhmat, 2005). Selain konsep diri, kepribadian juga bisa mempengaruh kompetensi interpersonal. Seperti yang diungkapkan oleh Nashori (2008) kepribadian juga mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan trait. Trait kepribadian yang digunakan oleh peneliti adalah model lima faktor oleh Goldberg (dalam Donellan, 2006). Model lima faktor tersebut yaitu, extrversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Para remaja yang memiliki sifat extraversion yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Menurut Leary dan Hoyle (2009) individu dengan ciri extraversion tinggi ia senang dalam besosialisasi, aktif berbicara dan asertif, sehingga ia mempunyai pengalaman dan aktif dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya seseorang yang memiliki sifat agreeableness yang tinggi juga dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal karena menurut Cloninger (2004) individu dengan ciri agreeableness tinggi cenderung suka mengalah ketika menghadapi konflik 50 dengan teman sebaya, serta baik dalam memperlakukan teman-temannya sehingga individu ini banyak disenangi oleh temannya dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik. Kemudian sifat conscientiouness, individu yang memiliki ciri conscientiousness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal tinggi pula, karena individu dengan ciri conscientiouness ini cenderung mampu merespon segala keadaan, individu tersebut cenderung untuk berfikir, merasa dan berperilaku dalam satu waktu di setiap situasi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga individu yang memiliki sifat ini mampu secara efektif menjalin hubungan interpersonal dengan teman-temannya. Selanjutnya pada sifat neuroticism, individu dengan sifat neuroticism yang tinggi cenderung mempunyai kompetensi interpersonal yang rendah. Karena individu yang memiliki ciri ini cenderung merasa cemas, emosional, dan mudah depresi (Leary & Hoyle, 2009). Sehingga ia tidak mempu menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Dan sifat yang terakhir yaitu openness to experience. Individu yang memiliki sifat openness yang tinggi memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi pula. Karena individu dengan sifat openness cenderung terbuka, senang mencari pengalaman baru, serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan ide yang baru (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu dengan sifat openness yang tinggi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang efektif. Selain konsep diri dan trait keperibadian big five, peneliti juga ingin melihat pengaruh loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Loneliness menurut Peplau dan Perlman (dalam Friedman, 1998). adalah pengalaman yang 51 tidak menyenangkan yang terjadi ketika seseorang memiliki hubungan sosial yang rendah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan menurut Salkind (2006) loneliness adalah seseorang yang memiliki kepuasan dalam berinteraksi yang rendah kepada teman dan keluarganya. Dengan demikian seseorang yang miliki loneliness yang tinggi dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal yang rendah, hubungan secara negatif ini bisa saja terjadi kepada seseorang yang menarik dirinya dari lingkungan, merasa harga dirinya rendah dan tetap merasa kesepian walapun berada di tempat yang ramai. Terdapat 2 tipe loneliness yang digunakan sebagai variabel penelitian yaitu trait loneliness dan state loneliness. Kompetensi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor demografis yaitu jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh Fajri (2013) menjelaskan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kompetensi interpersonal. Untuk lebih jelasnya peneliti membuat kerangka berfikir terkait penelitian yang akan di buat: Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir 52 2.6 Hipotesis Penelitian Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis nol (nihil), lalu dipaparkan juga hipotesis alternatif sebagai informasi tambahan, sebagai berikut: Hipotesis Nol (H0) : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri, traits kepribadian big five (extraversion, agreebleness, constienscioueness, neuroticism, openness to experience), tipe loneliness (state loneliness dan trait loneliness) dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Hipotesis Alternatif (Ha): H1: Ada pengaruh yang signifikan konsep diri terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H2: Ada pengaruh yang signifikan extraversion terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H3: Ada pengaruh yang signifikan agreebleness terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H4: Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H5: Ada pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H6: Ada pengaruh yang signifikan openness to experience terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H7 : Ada pengaruh yang signifikan state loneliness terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan 53 H8 : Ada pengaruh yang signifikan trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan H9: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal remaja SMA N 6 Tangerang Selatan BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisa data yang digunakan dalam penelitian. 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah remaja siswa SMA N 6 Tangerang Selatan. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas X dan kelas XI yang berjumlah 624 orang. Kelas XII tidak termasuk dalam populasi karena saat melakukan penelitian, kelas XII sedang mengadakan ujian. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 358 orang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode probability sampling yaitu pengambilan sampel yang memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel atau probabilitas sampelnya tidak diketahui. Teknik yang digunakan adalah dan menggunakan teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel yang mengacu pada kelompok. Dalam penelitian ini setelah peneliti mendapatkan daftar populasi, dari 18 kelas yang ada di SMA N 6 Tangerang Selatan, pihak sekolah mengizinkan untuk mengambil data pada 10 kelas saja, peneliti menentukan kelas sebagai sub populasi, peneliti menganggap bahwa tiap kelas memiliki karakteristik yang sama dalam mewakili populasi. Sehingga peneliti melakukan pengambilan secara acak sebanyak 10 dari 18 kelas tersebut sebagai sampel penelitian. 54 55 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Adapun variabel penelitan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: a. Kompetensi interpersonal b. Konsep diri c. Extraverion d. Agreebleness e. Concientiousness f. Neuroticism g. Openness to experience h. State loneliness i. Trait loneliness j. Jenis kelamin Dependent variable dalam penelitian ini adalah kompetensi interpersonal, sedangkan variabel lainnya merupakan independent variable. Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut: a. Kompetensi interpersonal adalah suatu kemampuan yang dimiliki indvidu dalam membina hubungan dengan orang lain, dengan berdasarkan terpenuhnya aspek yang dibutuhkan untuk tercapainya hubungan interpersonal yang baik dan efektif, yaitu aspek initiation, negative assertion, disclosure, emotional support dan conflict management. 56 b. Konsep diri adalah gambaran seseorang atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri berdasarkan perbandingan yang dilakukan terhadap dunia dalam dirinya maupun diluar dirinya. c. Extraversion adalah seseorang dengan extraversion yang tinggi cenderung memiliki sifat ramah, suka berteman, dan periang. d. Agreebleness adalah seseorang dengan agreebleness yang tinggi cenderung memiliki sifat simpati, mengutamakan orang lain, mau bekerjasama, dan sopan e. Conscientiousness adalah seseorang dengan conscientiousness yang tinggi cenderung memiliki sifat pekerja keras, tekun, disiplin, berfokus pada pencapaian dan berhati-hati. f. Neuroticism adalah seseorang dengan neuroticism yang tinggi cenderung memiliki sifat cemas, mudah depresi, pemarah, dan mudah tersinggung. g. Openness to experience adalah seseorang dengan openness to experience yang tinggi cenderung memiliki sifat penuh dengan imajinasi, cerdas, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan ide baru. h. State loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan pada individu dalam kurun waktu beberapa hari. i. Traits loneliness adalah perasaan kesepian yang dirasakan pada individu dalam kurun waktu beberapa tahun 3.3 Instrumen Pengumpulan Data Insrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukut. Adapun alat ukur tersebut adalah: 57 1. Alat ukur kompetensi interpersonal Untuk pengukuran kompetensi interperonal peneliti mengadaptasi dari skala baku dari Buhrmester (dalam Paulk, 2008) yaitu Interperonal Competence Quetionnaire (ICQ). Terdapat 40 item yang mengukur 5 aspek yaitu berinisiatif dalam berinteraksi, bersikap asertif , bersikap terbuka tentang informasi pribadi (self-disclosure), memberikan dukungan emosional dan kemampuan dalam mengatasi konflik. Masing-masing aspek terdapat 8 item. Namun peneliti hanya mengambil 5 item dari masing-masing aspek dengan tujuan untuk menyesuaikan kebutuhan penelitian. Semua item pada skala ini merupakan favorable, di mana penilaian tertinggi pada pernyataan “Sangat Sering” dan terendah pada pernyataan “Tidak Pernah”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 3.1 Blueprint Skala Kompetensi Interpersonal No Aspek 1 Initiation 2 Negative assertion No. Item Total Fav Unfav Usaha untuk memulai suatu bentuk 1, 6, 11, 5 interaksi dan hubungan dengan orang lain 16, 21 Indikator Mempertahankan pendapat 22 Mengekspresikan keyakinan yang 2,7,12,1 dirasakan dan diinginkan 7 Kemampuan membuka diri, 3, 8, 18, 3 Disclosure menyampaikan informasi yang bersifat 23 pribadi Penghargaan terhadap orang lain 13 Emotional Kemampuan untuk menenangkan dan 4, 9, 14, 4 support memberi rasa nyaman kepada orang lain 19,24 Conflict Menyusun strategi penyelesaian 5 15 management masalah Mempertimbangkan kembali penilaian 20,25 suatu masalah Mengembangkan konsep 5,10 harga diri yang baru Jumlah total 1 4 4 1 5 1 2 2 25 58 2. Alat ukur konsep diri Untuk pengukuran konsep diri, peneliti menggunakan skala Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitts dan Warren (1996). Ada delapan subskala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan socaial self. Skala tersebut terdapat 100 item, namun peneliti mengadaptasi dengan menyesuaikan keperluan penelitian sehingga menjadi 24 item. Penskoran skala konsep diri memberikan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju” untuk pernyataan favorable. Sedangkan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju” untuk pernyataan unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 3.2 Blueprint Skala Konsep Diri No Aspek Indikator Memberikan label untuk membangun identitas diri Behavioral Persepsi individu tentang tingkah Self lakunya Judging Self Melakukan evaluasi diri No. Item Total Fav Unfav 1 Eksternal Identity Self 1, 9 17 3 2 2, 10 18 3 3, 11 19 3 4 Internal Physical Self Persepsi terhadap keadaan dirinya 4, 12 20 3 3 5 6 7 8 Moral-Ethical Membatasi tingkah laku yang 5, 13 21 Self sesuai dengan nilai moral dan etika Perasaan puas terhadap dirinya Personal Self 6, 14 22 sebagai pribadi yang tepat Peran dan fungsi yang dijalankan Family Self 7, 15 23 sebagai anggota keluarga Penilaian terhadap interaksi dirinya Social Self dengan orang lain dan 8, 16 24 lingkungannya Jumlah total 3 3 3 3 24 59 3. Alat ukur trait kepribadian big five Untuk pengukuran trait kepribadian big five, peneliti menggunakan MINI-IPIP (MINI Iinternational Personality Item Pool) adaptasi oleh Donellan (2006) dari alat ukur IPIP NEO (International Personal Item Pool - Neuroticism Extraversion Openess) yang dibuat oleh Goldberg (2006). Skala ini terdiri dari 20 item dengan masing masing aspek berjumlah empat item. Penskoran skala kepribadian big five memberikan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat tidak setuju” untuk pernyataan favorable. Sedangkan penilaian tertinggi pada pernyataan “sangat tidak setuju” dan terendah pada pernyataan “sangat setuju” untuk pernyataan unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 3.3 Blue Print Skala Trait Kepribadian Big Five No Aspek 1 Extraversion Indikator Cheerfulness Friendliness Excitementseeking Activity level 2 Agreebleness Sympathy Altruism 3 Conscientiousness Orderliness Cautiousness Self diciplin 4 Neuroticism Immoderation Anxiety Anger Depression Openness to 5 Imagination experiences Intellect Jumlah No. Item Fav Unfav 1, 2, 3, 4, 5,6 7, 8, 9, 10, 11, 12, 12, 14, 15, 16, Total 1 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 17, 18, 2 9 19,20 11 2 20 60 4. Alat ukur tipe loneliness Skala ini dikembangkan oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). Skala ini merupakan pengembangan dari skala UCLA Loneliness yang dibuat oleh Russell (1996) yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama untuk mengukur state loneliness dan kedua untuk mengukur trait loneliness. Di mana skala state loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa hari, sedangkan pada skala trait loneliness adalah skala yang mengukur perasaan kesepian yang dirasakan dalam beberapa tahun. Pada skala ini terdapat 12 item pada masing masing skala dan dibuat dalam bentuk skala likert yang di bagi kedalam dua bentuk. Pada item satu sampai sembilan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Dan pada item 10 sampai 12 memiliki alternatif pilihan jawaban yang berbeda-beda pada masing-masing itemnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 3.4 Blueprint Skala Loneliness No. Apek Indikator 1 State Loneliness - Bersifat temporer (sementara) - Disebabkan karena pengalaman dramatis Jumlah 12 - Akan hilang jika menemukan jaringan baru 2 Trait Loneliness - Perasaan yang stabil 12 - Sedikit berubah - Memiliki self-esteem yang rendah Jumlah 24 61 3.4 Uji Validitas Item Skala Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun prosedur uji validitas konstruk dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012): 1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item (stimulus) sebagai indikatornya. 2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan (model unidimensional). 3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar item, yang disebut matriks S. 4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional). 5. Adapun langkah-langkahnya adalah: a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam hal ini terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan pengukuran (residual) b. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian di estimasi (dihitung) korelasi antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item 62 berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma) 6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau dapat dituliskan HO : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan menggunakan uji chi square, di mana jika chi square tidak signifikan (p>0.05) maka dapat disimpulkan bahwa hiptesis nihil (H0) tidak ditolak. Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data. 7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu: a. Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan di-drop karena tidak memberikan informasi yang secara statistik bermakna b. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga di-drop karena mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (di reverse) skornya sehingga menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item di mana tidak ada jawaban yang benar ataupun salah. c. Item dapat juga di-drop jika residualnya (kesalahan pengukuran) berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarati item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk yang hendak diukur. Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang 63 valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini. Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah T score = (10 x skor faktor) + 50 8. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub bab berikut. 3.4.1 Uji validitas item skala kompetensi interpersonal Peneliti menguji apakah 25 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur kompetensi interpersonal. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 1293.10, df = 275, P-value = 0.00000, RMSEA = 0,102. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 71 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-suare = 238.17, df = 204, 64 P-value = 0.05071, RMSEA = 0.022. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor, di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kompetensi interpersonal. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal No item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Lamba 0.43 0.4 0.71 0.47 0.18 0.42 0.13 0.51 0.34 0.41 0.75 0.55 0.56 0.28 0.04 0.43 0.48 0.47 0.21 0.45 0.53 0.18 0.35 0.07 0.14 Eror 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 T-Value 8.11 7.56 14.42 5.84 3.34 7.42 2.51 9.75 6.54 7.78 15.36 11 10.48 4.89 0.7 8.19 9.16 9.41 3.81 8.68 10.77 3.5 6.72 1.23 2.6 Signifikan V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V X V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan 65 Pada table 3.5 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 15, dan item 24. Hal ini menunjukkan bahwa item 15, dan item 24 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 15, dan item 24, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-suare = 207.85, df = 177, P-value = 0.05612, RMSEA = 0.022. Koefisien muatan faktor kompetensi interpersonal disajikan dalam table 3.6 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kompetensi Interpersonal No. Standard Lambda Nilai t Signifikan item Error 1 0.37 0.06 6.55 V 2 0.37 0.06 6.53 V 3 0.56 0.05 10.34 V 4 0.44 0.05 8.16 V 5 0.23 0.06 4.15 V 6 0.43 0.05 7.81 V 7 0.16 0.06 2.74 V 8 0.57 0.05 10.86 V 9 0.45 0.06 8.15 V 10 0.47 0.05 8.95 V 11 0.64 0.05 12.33 V 12 0.62 0.05 12.09 V 13 0.51 0.05 9.71 V 14 0.24 0.06 4.09 V 16 0.42 0.06 7.52 V 17 0.41 0.06 7.48 V 18 0.52 0.05 9.7 V 19 0.29 0.06 5.28 V 20 0.47 0.05 8.65 V 21 0.48 0.05 8.86 V 22 0.21 0.06 3.73 V 23 0.43 0.05 7.93 V 25 0.17 0.06 2.89 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan 66 Dari tabel di atas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan factor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3.4.2 Uji validitas item skala konsep diri Peneliti menguji apakah 24 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur konsep diri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 564.44, df = 252, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.059. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 26 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 261.12 df=226, P-value = 0.05434, RMSEA = 0.021. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor, di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu konsep diri Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3. 67 Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Konsep Diri No. item Lambda Standard Error Nilai t Signifikan 1 0.34 0.06 5.59 V 2 0.50 0.06 8.34 V 3 0.35 0.06 5.50 V 4 0.22 0.06 3.59 V 5 0.39 0.06 6.46 V 6 0.43 0.06 7.13 V 7 0.30 0.06 4.94 V 8 0.41 0.06 6.87 V 9 0.24 0.06 3.88 V 10 0.30 0.06 4.88 V 11 0.50 0.06 8.41 V 12 0.33 0.06 5.44 V 13 0.32 0.06 5.19 V 14 0.26 0.06 4.17 V 15 0.34 0.06 5.63 V 16 0.29 0.06 4.57 V 17 0.23 0.06 3.66 V 18 0.15 0.06 2.40 V 19 0.14 0.06 2.26 V 20 0.19 0.06 3.13 V 21 0.14 0.06 2.22 V 22 0.19 0.06 3.16 V 23 0.12 0.06 1.94 X 24 0.13 0.06 2.09 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Pada tabel 3.7 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 23. Hal ini menunjukkan bahwa item 23 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 23, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square =237.98, df =206 , P-value = 0.06260, RMSEA = 0.021. Koefisien muatan faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.8 68 Tabel 3.8 Muatan faktor konsep diri No. item Lambda Standard Error Nilai t Signifikan 1 0.34 0.06 5.53 V 2 0.50 0.06 8.37 V 3 0.35 0.06 5.56 V 4 0.22 0.06 3.61 V 5 0.40 0.06 6.65 V 6 0.44 0.06 7.32 V 7 0.32 0.06 5.21 V 8 0.40 0.06 6.77 V 9 0.24 0.06 3.82 V 10 0.29 0.06 4.84 V 11 0.50 0.06 8.53 V 12 0.33 0.06 5.37 V 13 0.32 0.06 5.26 V 14 0.31 0.06 4.98 V 15 0.34 0.06 5.54 V 16 0.28 0.06 4.36 V 17 0.23 0.06 3.76 V 18 0.15 0.06 2.35 V 19 0.14 0.06 2.20 V 20 0.20 0.06 3.21 V 21 0.09 0.06 1.41 X 22 0.21 0.06 3.37 V 24 0.14 0.06 2.16 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Pada tabel 3.8 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 21. Hal ini menunjukkan bahwa item 21 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 21, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square =222.99, df =191 , P-value = 0.05623, RMSEA = 0.022. Koefisien muatan faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.9 69 Tabel 3.9 Muatan Faktor Konsep Diri No. item Lambda Standard Error Nilai t Signifikan 1 0.33 0.06 5.40 V 2 0.49 0.06 8.27 V 3 0.36 0.06 5.74 V 4 0.23 0.06 3.66 V 5 0.41 0.06 6.86 V 6 0.43 0.06 7.18 V 7 0.31 0.06 5.19 V 8 0.40 0.06 6.74 V 9 0.24 0.06 3.90 V 10 0.29 0.06 4.77 V 11 0.50 0.06 8.52 V 12 0.33 0.06 5.38 V 13 0.32 0.06 5.25 V 14 0.26 0.06 5.18 V 15 0.32 0.06 5.36 V 16 0.28 0.06 4.42 V 17 0.28 0.06 4.48 V 18 0.15 0.06 2.47 V 19 0.14 0.06 2.27 V 20 0.17 0.06 2.76 V 22 0.22 0.06 3.54 V 24 0.14 0.06 2.24 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3.4.3 Uji validitas item skala trait kepribadian big five 1. Agreebleness Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur agreebleness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 70 5.11, df = 2, P-value = 0.0777, RMSEA = 0,066. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.18, df = 1, P-value = 0.66974, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu agreebleness. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10. Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Agreebleness No item Lamba Standar Eror T-Value Signifikan 1 0.17 0.07 2.35 V 2 0.85 0.25 3.31 V 3 0.79 0.24 3.28 V 4 0.47 0.14 3.25 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 71 2. Conscientiousness Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur conscientiousness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 13.99, df = 2, P-value = 0.00092, RMSEA = 0,130. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.11, df = 1, P-value = 0.73563, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11. Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Conscientiousness No item Lamba Standar Eror T-Value Signifikan 1 0.17 0.06 2.72 V 2 0.26 0.06 4.04 V 3 0.84 0.12 6.69 V 4 0.58 0.09 6.12 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan 72 Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3. Neurotisicsm Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur neuroticism. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 4.52, df = 2, P-value = 0.10445, RMSEA = 0,059. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.73, df = 1, P-value = 0.39175, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu neuroticism. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12. 73 Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Neuroticism No item Lamba Standar Eror T-Value Signifikan 1 0.32 0.11 3.03 V 2 0.30 0.09 3.52 V 3 0.34 0.11 3.11 V 4 0.50 0.12 4.03 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 4. Extraversion Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur extraversion. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan chi-square = 0.71, df = 2, P-value = 0.70229, RMSEA = 0,000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu extraversion. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien 74 muatan faktor, seperti pada tabel 3.13. Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Extraversion No item Lamba Standar Eror T-Value Signifikan 1 0.41 0.06 6.30 V 2 0.58 0.07 8.49 V 3 0.70 0.07 9.61 V 4 0.40 0.06 6.11 V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 5. Openness to experience Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur openness to experience. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 9.67, df = 2, P-value = 0.00793, RMSEA = 0,004. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan satu kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.42, df = 1, P-value = 0.51678, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu 75 openness to experience. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14. Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Openness to Experience No item Lamba Standar Eror T-Value 1 0.31 0.08 3.93 2 0.61 0.08 7.25 3 0.57 0.08 7.02 4 0.45 0.07 6.30 Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Signifikan V V V V Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3.4.4 Uji validitas item skala state loneliness Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur state loneliness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 88.86, df = 54, P-value = 0.0197, RMSEA = 0,043. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan empat kali pembebasan item, 76 diperoleh model fit dengan chi-square = 63.39, df = 50, P-value = 0.09672, RMSEA = 0.027. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu state loneliness. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.15. Tabel 3.15 Muatan Faktor Item State Loneliness No. item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lambda 0.09 0.24 0.30 0.33 0.11 0.48 0.23 0.27 0.27 0.42 0.36 0.20 Standard Error 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 Nilai t 1.21 3.27 4.32 4.55 1.56 6.80 3.33 3.85 3.80 5.99 5.08 2.72 Signifikan X V V V X V V V V V V V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Pada tabel 3.15 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 1 dan item 5. Hal ini menunjukkan bahwa item 1 dan 5 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 1 dan 5, sehingga didapatkan hasil CFA dengan 77 chi-square=47.76, df =34 , P-value = 0.05890, RMSEA = 0.034. Koefisien muatan faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.16 Tabel 3.16 Muatan Faktor Item State Loneliness No. item Lambda Standard Error Nilai t 2 0.23 0.07 3.18 3 0.30 0.07 4.17 4 0.32 0.07 4.45 6 0.48 0.07 6.58 7 0.24 0.07 3.40 8 0.28 0.07 3.87 9 0.27 0.07 3.66 10 0.42 0.07 5.78 11 0.38 0.07 5.27 12 0.14 0.07 1.92 Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Signifikan V V V V V V V V V X Pada tabel 3.16 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 12. Hal ini menunjukkan bahwa item 12 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 12, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-square =39.31, df =27 , P-value = 0.05941, RMSEA = 0.036. Koefisien muatan faktor konsep diri disajikan dalam tabel 3.17 Tabel 3.17 Muatan Faktor Item State Loneliness No. item 2 3 4 6 7 8 9 10 11 Lambda 0.20 0.31 0.33 0.46 0.24 0.29 0.22 0.42 0.40 Standard Error 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 Nilai t 2.76 4.31 4.55 6.21 3.37 4.04 3.11 5.67 5.45 Signifikan V V V V V V V V V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan 78 Dari tabel di atas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3.4.5 Uji validitas item skala trait loneliness Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur trait loneliness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 465.48, df = 54, P-value = 0.0000, RMSEA = 0,146. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 24 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 43.61, df = 30, P-value = 0.05175, RMSEA = 0.0000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu trait loneliness. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18. 79 Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Trait Loneliness No. item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lambda Standard Error 0.26 0.06 0.68 0.05 0.75 0.05 0.78 0.05 0.60 0.05 0.55 0.05 0.70 0.05 0.77 0.05 0.48 0.05 0.15 0.05 0.06 0.05 0.18 0.06 Nilai t 4.47 13.82 16.12 15.75 11.69 10.95 14.33 15.82 9.33 2.81 1.04 3.24 Signifikan V V V V V V V V V V X V Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Pada tabel 3.18 terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 11. Hal ini menunjukkan bahwa item 11 di-drop, artinya item tersebut tidak ikut serta di analisis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kembali tanpa memasukkan item 11, sehingga didapatkan hasil CFA dengan chi-suare =37.93, df = 26, P-value = 0.06154, RMSEA = 0.036. Koefisien muatan faktor trait loneliness disajikan dalam tabel 3.19 Tabel 3.19 Muatan Faktor Trait Loneliness No. item Lambda Standard Error Nilai t 1 0.25 0.06 4.36 2 0.66 0.05 13.46 3 0.77 0.05 16.38 4 0.75 0.05 15.37 5 0.59 0.05 11.30 6 0.56 0.05 11.07 7 0.72 0.05 14.74 8 0.77 0.05 15.84 9 0.48 0.05 9.22 10 0.12 0.06 2.08 12 0.19 0.06 3.28 Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Signifikan V V V V V V V V V V V 80 Dari tabel diatas tidak terdapat item yang memiliki nilai koefisien t<1,96. Selanjutnya melihat muatan faktor item, apakah ada yang bermuatan negatif. Pada tabel tidak terdapat item yang bermuatan faktor negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi item yang di-drop dan setiap item dikatakan signifikan. 3.5 Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti melakukan langkah-langkah yang diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut: 1. Menentukan dan menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu alat ukur kompetensi interpersonal yang diadaptasi dari skala Interpersonal Competence Quetionaire (ICQ) yang buat oleh Buhrmester (dalam Paulk, 2008), alat ukur konsep diri yang di adaptasi oleh peneliti dari skala Tennessee Self Concept Scale (TSCS) yang dibuat oleh Fitss dan Warren (1996), skala trait kepribadian big five yang diadaptasi oleh peneiliti dari skala MINI-IPIP (MINI International Personality Item Pool) yang diadaptasi oleh Donellan (2006) berdasarkan skala IPIP, dan alat ukur State versus Trait Loneliness yang diadaptasi oleh Gerson dan Perlman (dalam Robinson, Shaver, & Wrightsman, 1991). 2. Persiapan penelitian a) Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah b) Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti c) Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat 81 d) Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala kompetensi interpersonal, konsep diri, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state loneliness, trait loneliness yang dirancang berupa skala likert. 3. Tahap pengambilan data a) Menentukan jumlah sampel penelitian b) Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian c) Memberikan alat ukur yang telah disiapkan kepada responden 4. Melakukan pengolahan dan pengujian dari hasil skala yang telah didapatkan untuk dianalisis datanya. 3.6 Teknik Analisa Data Sebelum melakukan analisis data, digunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji struktur faktor yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor adalah metode analisis statistik yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Melalui analisis faktor akan didaptkan data variabel konstruk (skor faktor) sebagai data input analisis lebih lanjut atau sebagai data penelitian. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini 82 digunakan multiple regression analysis di mana terdapat lebih dari satu independent variable untuk mengetahu pengaruhnya terhadap dependent variable. Pada penelitian ini terdapat sembilan independent variable dan satu dependent variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi, yaitu: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + .... + b9X9 + e Keterangan: Y = Kompetensi interpersonal a = Konstan b = Koefisien regresi untuk masing-masing X X1 = Konsep diri X2 = Agreebleness X3 = Conscientiousness X4 = Neuroticism X5 = Extraversion X6 = Openness to experience X7 = State loneliness X8 = Trait loneliness X9 = Jenis kelamin e = Residual BAB 4 HASIL PENELITIAN Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis, pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians. 4.1 Analisis Deskriptif 4.1.1 Gambaran umum subjek penelitian Subjek dalam penelitian adalah 358 orang dari siswa remaja SMA 6 Tangerang Selatan. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan data demografis responden yaitu jenis kelamin. Hal ini dilakukan untuk mengukur apakah aspek tersebut memberikan kontribusi terhadap dependent variabel (DV) yang ingin diteliti. Untuk sampel pada subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 4.2 Frekuensi Persentase 137 221 358 38.26% 61.73% 100% Hasil Analisis Deskriptif Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2 83 84 Tabel 4.2 Analisis Deskriptif N Kompetensi interpersonal Konsep diri Extraversion Agreebleness Conscientiosness Neuroticism Openness State loneliness Trait loneliness Jenis kelamin Valid N (listwise) Descriptive Statistics Minimum Maximum Mean Std. Deviation 358 18.88 69.58 49.9999 9.07494 358 358 358 358 358 358 358 358 358 358 21.05 29.31 32.35 30.12 34.83 29.91 27.64 21.13 1.00 74.06 71.32 68.92 69.73 64.08 67.62 72.00 64.08 2.00 50.0000 50.0001 50.0001 50.0002 49.9998 50.0003 50.0000 50.0003 1.6173 9.07370 7.68044 7.76935 7.92071 6.51553 7.92507 8.32957 8.99868 0.48672 Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pertama-tama nilai minimum variabel kompetensi interpersonal adalah 18.88 dengan nilai maksimum = 69.58, mean = 49.9999, dan SD = 9.07494. Kedua, variabel konsep diri memiliki nilai minimum = 21.05, nilai maksimum 74.06, mean = 50.0000, dan SD = 9.07370. Ketiga, variabel extraversion memiliki nilai minimum 29.31, nilai maksimum = 71.32, mean = 50.0001, dan SD = 7.68044. Keempat, variabel agreebleness memiliki nilai minimum = 32.35, nilai maksimum = 68.92, mean = 50.0001, dan SD = 7.76935. Kelima, variabel conscientiousness memiliki nilai minimum= 30.12, nilai maksimum = 69.73, mean = 50.0002, dan SD = 7.92071. Keenam, variabel neuroticism memiliki nilai minimum = 34.83, nilai maksimum = 64.08, mean = 49.9998, dan SD = 6.51553. Ketujuh, variabel openness memiliki nilai minimum = 29.91, nilai maksimum = 67.62, mean = 50.0003, dan SD = 7.92507. Kedelapan, variabel state loneliness memiliki nilai minimum = 27.64, nilai maksimum = 72.00, mean = 50.0000, dan SD = 8.32957. Kesembilan, variabel 85 trait loneliness memiliki nilai minimum 21.13, nilai maksimum = 64.08, mean = 50.0003, dan SD = 8.99868. Kesepuluh, variabel jenis kelamin memiliki nilai minimum = 1.00, nilai maksimum = 2.00, mean = 1.6173, dan SD = 0.48672. 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Berdasarkan pada alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam penelitian ini dibuat menjadi dua ketagori yaitu, tinggi dan rendah. Hal ini diketahu dari informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa kategorisasi skor menggunakan raw score dibagi menjadi dia kategori yaitu tinggi dan rendah. Selanjutnya, peneliti menggunakan informasi tersebut sebagai acuan untuk membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini yang datanya bukan menggunakan raw score tetapi merupakan true score yang skalanya telah dipindahkan menggunakan rumus T score yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pedoman interprestasi skor adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor Kategori Tinggi Rendah Rumus X > Mean X < Mean Setelah kategorisasi terebut didapatkan, maka akan diperoleh skor persentase kategori untuk variabel kompetensi interpersonal, konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness, state loneliness, dan trait loneliness. Seperti yang disajikan pada tabel 4.4 dibawah ini: 86 Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Variabel Kompetensi Interpersonal Konsep diri Extraversion Agreebleness Conscientiousness Neuroticism Openness to experience State Loneliness Trait Loneliness Frekuensi (%) Tinggi Rendah 166 (46.36 %) 192 (53.6 %) 176 (49.16 %) 182 (50.83%) 182 (50.83 %) 176 (49.16%) 181 (50.55 %) 177 (49.55 %) 177 (49.55 %) 181 (50.55 %) 181 (50.55 %) 177 (49.55 %) 187 (52.34 %) 171 (47.76%) 177 (49.44%) 181 (50.55 %) 181 (50.55 %) 177 (49.44 %) Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa skor variabel kompetensi interpersonal cenderung rendah. Untuk skor variabel konsep diri diketahui cenderung tinggi. Selanjutnya, pada variabel extraversion cenderung lebih tinggi. Sedangkan skor untuk skor variabel agreebleness diketahui cenderung tinggi. Sedangkan skor pada variabel conscientiousness diketahui cenderung lebih rendah. Selanjutnya untuk skor variabel neuroticism diketahui cenderung lebih tinggi. Dan skor pada variabel openness to experience cenderung lebih tinggi pula. Selanjutnya, untuk skor variabel state loneliness diketahui cenderung rendah. Dan yang terakhir untuk skor variabel trait loneliness diketahui cenderung tinggi. 4.4 Uji Hipotesis Penelitian Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh antara masing-masing IV terhadap DV dalam penelitian ini. Analisis dilakukan dengan teknik multiple regression. Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Alasan digunakan faktor skor ini adalah 87 untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varian dependent variabel yang dijelaskan oleh independent variabel, kedua; apakah secara keseluruhan independent variabel berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variabel, kemudian terakhir melihat siginifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah pertama peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varians dependent variabel yang dijelaskan oleh independent variabel. Selanjutnya untuk tabel R-square, dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a 1 .777 .603 .593 5.78978 a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, konsep diri Dari tabel 4.5, dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.603 atau 60.3 %. Artinya proporsi varians dari kompetensi interpersonal yang dapat dijelaskan oleh konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin adalah sebesar 60.3%, sedangkan 39.7 % sisanya dipengaruhi oleh 88 variabel lain di luar penelitian ini. Hal ini terjadi dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku tertentu. Dalam hal kompetensi interpersonal pada remaja, tentu terdapat banyak hal yang memprediksi terjadinya kompetensi interpersonal selain independent variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Seperti dijelaskan oleh Monks, dkk (1990) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal selain jenis kelamin, loneliness, konsep diri dan kepribadian, yaitu keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat didunia orang dewasa. Selain itu pendidikan juga bisa mempengaruhi kompetensi interpersonal karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya. Faktor usia juga bisa mempengaruhi kompetensi interpersonal seseorang, semakin bertambahnya usia maka konformisme semakin besar pula. Selanjutnya dianalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap kompetensi interpersonal. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV (independent variabel) Terhadap DV (dependent variabel) ANOVAb Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 17735.025 9 1970.558 58.785 .000a 1 Residual 11665.519 348 33.522 Total 29400.544 357 a. Predictors: (Constant), jenis kelamin, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, konsep diri b. Dependent Variable: kompetensi interpersonal 89 Jika melihat kolom ke-6 di kiri dapat diketahui bahwa jika tabel signifikan (sig. < 0.05), maka hipotesis nol ditolak. Oleh karenanya hipotesis alternatif yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh independent variable terhadap kompetensi interpersonal diterima. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri,, extraversion agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin,terhadap kompetensi interpersonal. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable. Jika nilai Sig. < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa independent variabel tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Koefisien Regresi Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta (Constant) 9.595 4.692 Konsep diri 0.352 0.041 0.352 Extraversion 0.028 0.042 0.023 Agreebleness -0.014 0.041 -0.012 Conscientiousness 0.057 0.041 0.050 1 Neuroticism 0.083 0.050 0.059 Openness to -0.112 0.041 -0.098 experience State loneliness 0.548 0.042 0.503 Trait loneliness -0.196 0.036 -0.195 Jenis kelamin 1.926 0.643 0.103 t Sig. 2.045 8.692 0.659 -0.347 1.379 1.664 0.042 0.000 0.510 0.729 0.169 0.097 -2.701 0.007 13.130 -5.425 2.994 0.000 0.000 0.003 a. Dependent variable: kompetensi interpersonal Dari tabel 4.7 untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi 90 yang dihasilkan, dengan melihat signifikan pada kolom paling kanan (kolom ke-6), jika sig. < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya konsep diri, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin saja yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variabel adalah sebagai berikut: 1. Variabel konsep diri : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.325 dengan Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0,05), dengan demikian H01 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri terhadap kompetensi interpersonal ditolak. Artinya, konsep diri memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara konsep diri terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor konsep diri seseorang itu tinggi maka skor kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya. 2. Variabel extraversion : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.028 dengan nilai Sig. sebesar 0.510 (Sig. > 0.05), dengan demikian H02 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari extraversion terhadap kompetensi interpersonal di terima. Artinya, extraversion tidak memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal 3. Variabel agreebleness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.014 dengan nilai Sig. sebesar 0.729. (Sig. > 0.05), dengan demikian H03 yang 91 menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari agreebleness terhadap kompetensi interpersonal di terima. Artinya, agreebleness tidak memiliki pengaruh secara negatif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. 4. Variabel conscientiousness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.057 dengan nilai Sig. sebesar 0.169 (Sig. > 0.05), dengan demikian H04 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari conscientiousness terhadap kompetensi interpersonal di terima. Artinya, conscientiousness tidak memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. 5. Variabel neuroticism : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.083 dengan nilai Sig. sebesar 0.097 (Sig. > 0.05), dengan demikian H05 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari neuroticism terhadap kompetensi interpersonal di terima. Artinya, neuroticism tidak memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. 6. Variabel openness to experience : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.112 dengan nilai Sig. sebesar 0.007 (Sig. < 0.05), dengan demikian H06 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari openness to experience terhadap kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, openness to experience memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan arah hubungan yang negatif antara openness to experience terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor 92 openness to experience seseorang itu rendah maka skor kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya. 7. Variabel state loneliness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.548 dengan Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0,05), dengan demikian H07 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsep diri terhadap kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, state loneliness memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan arah hubungan yang positif antara state loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor state loneliness seseorang itu tinggi maka skor kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya. 8. Variabel trait loneliness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.196 dengan nilai Sig. sebesar 0.000 (Sig. < 0.05), dengan demikian H08 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, trait loneliness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan arah hubungan yang negatif antara trait loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor trait loneliness seseorang itu rendah maka skor kompetensi interpersonalnya akan tinggi, begitupun sebaliknya. 9. Variabel jenis kelamin : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1.926 dengan nilai Sig. sebesar 0.003 (Sig. < 0.05), dengan demikian H09 yang 93 menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal di tolak. Artinya, jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada kompetensi interpersonal, yaitu: Kompetensi interpersonal = 9.695 + 0.325 (konsep diri) + 0.028 (extraversion) - 0.014 (agreebleness) + 0.057 (conscientiousness) + 0.083 (neuroticism) 0.112 (openness to experience) + 0.548 (state loneliness) - 0.196 (trait loneliness) + 1.926 (jenis kelamin). 4.5 Proporsi Varian Selanjutnya, dianalisa bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable (IV) terhadap kompetensi interpersonal. Berikut ini akan disajikan tabel, di mana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom pertama (model) adalah IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R Square) merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu tersebut, kolom keenam (R square change) merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketujuh (F change) adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kemudian kolom df ialah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi IV yang bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan denumerator. Lalu yang terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change). Besarnya proporsi varians pada kompetensi interpersonal dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 94 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independet Variabel Model Summary Change Statistics Mode l R Adjusted Std. Error of R Square Sig. F Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Change R 1 .539a .290 .288 7.65748 .290 145.399 1 356 .000 2 .539b .291 .287 7.66457 .001 .342 1 355 .559 3 .541c .293 .287 7.66194 .002 1.243 1 354 .266 4 d .543 .295 .287 7.66121 .002 1.068 1 353 .302 5 .546e .298 .288 7.65863 .002 1.238 1 352 .267 6 .562f .316 .304 7.57120 .018 9.176 1 351 .003 7 .751g .546 .555 6.05420 .248 198.937 1 350 .000 8 h .770 .593 .584 5.85549 .029 25.159 1 349 .000 9 .777i .603 .593 5.78978 .010 8.966 1 348 .003 a. Predictors : (Constant), konsep diri b. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion c. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, d. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness e. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism f. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience g. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness h. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness i. Predictors : (Constant), konsep diri, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, jenis kelamin j. Dependent variabel : kompetensi interpersonal 1. Variabel konsep diri memberikan sumbangan sebesar 29 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 145.399, df1 = 1 dan df2 = 356 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. F Change < 0.05) 95 2. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0.1 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 0.342 , df1 = 1 dan df2= 355 dengan Sig.F Change = 0.559 (Sig. F Change > 0,05). 3. Variabel agreebleness memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 1.243 , df1 = 1 dan df2= 354 dengan Sig.F Change = 0.266 (Sig. F Change > 0,05). 4. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 1.068 , df1 = 1 dan df2= 353 dengan Sig.F Change = 0.302 (Sig. F Change. > 0,05). 5. Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0.2 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 1.238 , df1 = 1 dan df2= 352 dengan Sig.F Change = 0.267 (Sig. F Change > 0,05). 6. Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 1.8 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 9.176 , df1 = 1 dan df2= 351 dengan Sig.F Change = 0.003 (Sig. F Change < 0,05). 7. Variabel state loneliness memberikan sumbangan sebesar 24.8 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F 96 Change = 198.937 , df1 = 1 dan df2= 350 dengan Sig.F Change = 0.000 (Sig. F Change < 0,05). 8. Variabel trait loneliness memberikan sumbangan sebesar 2.9 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 25.159 , df1 = 1 dan df2= 349 dengan Sig.F Change = 0.000 (Sig. F Change < 0,05). 9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 1 % terhadap varians kompetensi interpersonal. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 8.966 , df1 = 1 dan df2= 348 dengan Sig.F Change = 0.003 (Sig. F Change < 0,05). BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari konsep diri, extraversion, agreebleness, conscienstiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal. Berdasarkan proporsi varian keseluruhan, kompetensi interpersonal dipengaruhi konsep diri, agreebleness, conscienstiousness, neuroticism, extraversion, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin yaitu sebesar 60.3 %. Jika berdasarkan koefisien regresi masing-masing independet variabel hanya variabel konsep diri, openness to experience, state loneliness, trait loneliness dan jenis kelamin yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel, ternyata ada lima variabel yang memberikan sumbangan secara signifikan. Variabel-variabel tersebut yaitu, konsep diri, openness to experience, state loneliness, trait loneliness dan jenis kelamin. 5.2 Diskusi Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh variabel konsep diri, traits kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian dan 97 98 pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa memang ada pengaruh secara bersama-sama antara variabel konsep diri, trait kepribadian big five, tipe loneliness, dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal pada remaja. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kresnawati (2009), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Semakin positif konsep diri yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif konsep diri seseorang, maka semakin rendah kompetensi interpersonal yang dimiliki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siteresmi (2007) bahwa konsep diri yang positif bekorelasi positif dengan kompetensi interpersonal. Semakin positif atau tinggi kualitas konsep diri, maka akan diikuti kenaikan tingkat kompetensi interpersonalnya. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hartanti (2006) yang menjelaskan bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan seorang pengurus unit kegiatan mahasiswa dalam menjalin hubungan dengan rekannya, seorang pengurus yang mampu menerima diri apa adanya akan memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan memiliki pandangan yang realistik mengenai keterbatasannya dan akan lebih mampu menjalin hubungan interpersonalnya dengan orang lain. Dengan demikian seorang remaja yang memiliki konsep diri yang positif mereka yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, mereka akan berusaha memposisikan dirinya dengan orang lain dengan menjaga sikap yang baik. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dan 99 memiliki kemampuan dalam mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkannya terhadap temannya, maka interaksi yang aktif akan terjalin dan konflik dalam pertemanan dapat di hindarkan. Selain konsep diri, variabel lain yang secara signifikan mempengaruhi kompetensi interpersonal adalah state loneliness. Ada hal yang menarik dari penelitian ini, bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara state loneliness dengan kompetensi interpersonal. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara state loneliness terhadap kompetensi interpersonal. Dalam hal ini state loneliness adalah variabel yang menggambarkan perasaan kesepian yang dirasakan individu yang disebabkan oleh perubahan yang dramatis dalam kehidupannya dan bersifat temporer (sementara). Dengan perasaan kesepian ini seseorang akan menarik diri dari lingkungan, dan kurang terampil dalam berhubungan interpersonal. Dan sebaliknya, pada diri seseorang yang memiliki loneliness yang rendah cenderung memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Hubungan positif yang dihasilkan dalam penelitian ini bisa disebabkan karena partisipan memiliki state loneliness yang tinggi. Partisipan memiliki keyakinan bahwa perasaan kesepian yang mereka alami hanya bersifat sementara, mereka tidak ingin berlarut-larut dalam kesepian sehingga mereka aktif dalam berinteraksi dengan lingkungan maupun mengikuti kegiatan baru guna mengurangi rasa kesepian tersebut. Karena dengan berinteraksi dengan seseorang, individu meyakini bahwa teman-teman atau lingkungannya dapat 100 membantu individu tersebut dalam mengahadapi masalah yang telah menyebabkan individu tersebut merasa kesepian. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2010) yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara dukungan sosial terhadap perasaan kesepian pada lansia. Selain variabel konsep diri dan state loneliness, trait loneliness juga secara signifikan mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini didapatkan hasil pengaruh yang signifikan dengan arah negatif antara trait loneliness dengan kompetensi interpersonal. Dengan kata lain semakin tinggi kompetensi interpersonal seseorang maka semakin rendah trait loneliness. Individu yang mengalami trait loneliness ia akan mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya, ia tetap merasa kesepian meskipun sedang bersama teman-temannya, orang dengan trait loneliness yang tinggi sangat sulit untuk bersosialisasi karena ia mempunyai kepuasan hubungan yang sangat rendah. Dengan demikian seseorang yang mengalami trait loneliness yang tinggi maka ia akan memiliki kemampuan yang rendah dalam hubungan interpersonalnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester et al. (1988) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara trait loneliness dengan kemampuan dalam mengatasi masalah dan dukungan emosional, yaitu aspek dari kompetensi interpersonal. Hal ini masuk akal, karena dalam suatu hubungan yang efektif diperlukan kemampuan dalam mengatasi masalah dan dukungan emosional yang memberikan rasa nyaman kepada orang lain. Tentu hal ini tidak bisa terwujud jika seseorang mengalami perasaan kesepian yang mendalam. Sehingga hubungan efektif yang diharapkan tidak akan tercapai. 101 Perlu dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki trait loneliness yang tinggi tidak disebabkan karena individu tersebut memiliki trait kepribadian neuroticism ataupun introvert yang tinggi, karena dalam penelitian, seseorang yang memiliki trait loneliness yang tinggi disebabkan oleh hasil ketidakpuasaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, dapat dilihat dari beberapa item dalam pengukuran trait loneliness yaitu kurangnya hubungan dalam pertemanan, individu merasa ditinggalkan oleh teman-temannya maupun tidak ada seseorang yang mengenal individu tersebut dengan baik. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak adanya tumpang tindih dalam penelitian mengenai trait dalam kepribadian dengan trait dalam loneliness. Selanjutnya, aspek dari trait kepribadian big five yang mempengaruhi kompetensi interpersonal secara signifikan hanya openness to experience. Sedangkan empat aspek lainnya, yaitu extraversion agreebleness, dan conscientiousness, dan neuroticism tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara negatif antara openness to experience terhadap kompetensi interpersonal. Seseorang yang memiliki skor openness to experience yang tinggi cenderung terbuka, ingin tahu, imaginatif, penuh wawasan serta mampu menyesuaikan diri terhadap situasi dan ide baru (Cloninger, 2004). Hubungan negatif ini bisa saja terjadi karena individu yang memiliki skor openness yang tinggi lebih memperhatikan interaksinya dengan orang lain dibandingkan pembicaan mengenai diri mereka sendiri. Individu tersebut juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan lebih memperhatikan 102 dunia disekitar mereka. Dengan demikian mereka kurang memperhatikan kualitas dari hubungan interaksinya dengan orang lain tersebut. Maka tidak jarang seseorang yang memiliki openness yang tinggi memiliki hubungan pertemanan yang tidak lama (Frisbie, 1998). Selain itu, menurut G. H. Kickul (dalam Leary & Hoyle, 2009) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan negatif openness dengan pencapaian hubungan yang harmoni dalam kelompok kerja karena individu dengan openness yang tinggi sangat individualistik. Selain itu, variabel jenis kelamin juga secara signifikan mempengaruhi kompetensi interpersonal. Monks et al. (1990), yang menjelaskan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal. Selain Monks, Nashori (2008) juga menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat internal yaitu jenis kelamin, trait kepribadian dan kematangan individu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fajri (2013) yang menjelaskan bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Apollo (2010) menjelaskan bahwa remaja perempuan mempunyai kompetensi interpersonal lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Hadiyono dan Kahn (dalam Apollo, 2010) melaporkan bahwa remaja perempuan memiliki kompetensi interpersonal yang lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Hal ini memungkinkan karena perbedaan kemampuan interpersonal yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan cenderung berbeda. 103 Salah satu aspek dari trait kepribadian big five yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal adalah agreebleness. Dengan demikian tidak terdapat pengaruh individu yang ramah, baik hati, mudah bergaul, serta seseorang yang menghindari konflik terhadap kompetensi interpersonalnya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frisbie et al. (2000) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif agreebleness terhadap conflict management dan emotional support, yaitu aspek dari kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena partisipan dari penelitian sebelumnya adalah wanita-wanita yang mempunyai hubungan dengan pasangannya. Dengan demikian para wanita dituntut untuk bersikap ramah, baik, bahkan bersikap hangat terhadap pasangannya sehingga hubungan interpersonal dalam hubungannya dapat berjalan efektif. Dan mereka akan lebih saling menyayangi dan mempertahankan hubungan dengan pasanganya. Selain itu menurut Hoyle dan Leary (2009) pengertian tentang aspek agreebleness pada setiap budaya relatif berbeda-beda. Arti dari sifat ramah atau baik disetiap negarapun berbeda. Sedangkan pada orang indonesia pada umumnya terkenal dengan warga yang bersikap ramah, yang mana hal tersebut bukan lagi suatu keharusan dalam setiap interaksi dengan seseorang, melainkan sesuatu yang sudah menjadi identitas pada diri orang indonesia untuk bersikap ramah dan baik. Dengan demikian hal tersebut tidak bisa menjadi dasar pengaruh keramahan terhadap kompetensi interpersonal pada diri individu. Selain agreebleness, aspek kepribadian big five lainnya yang tidak mempunyai pengaruh yang siginifikan terhadap kompetensi interpersonal adalah 104 aspek extraversion. Dengan kata lain seseorang yang periang, banyak bicara, aktif, dominan, dan mudah bergaul belum tentu memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frisbie et al., (2000) yang menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan extraversioan dengan aspek-aspek dari kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena siswa yang mempunyai skor extraverision yang tinggi cenderung lebih mendominasi, serta lebih aktif dikelasnya. Namun siswa yang lebih dominan dikelas biasanya mereka hanya mencari perhatian dari teman-temannya, dan justru mereka tidak memiliki hubungan pertemanan yang efektif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, bahwa beberapa siswa yang dominan di dalam kelas terlihat senang mengganggu teman-temannya yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan siswa yang dominan, periang dan aktif terhadap kompetensi interpersonalnya. Selain agreebleness dan extraversion, aspek kepribadian big five lainnya yang tidak mempengaruhi kompetensi interpersonal adalah conscientiousness. Siswa yang memiliki skor conscientiousness yang tinggi mereka cenderung patuh terhadap peraturan, rajin mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan tepat waktu, dan termotivasi dalam meningkatkan prestasi (Cloninger, 2004). Dalam penelitian ini conscientiousness bukanlah variabel yang mempengaruhi kompetensi interpersonal pada diri siswa. Karena siswa dengan skor conscientiousness yang tinggi lebih kaku terhadap hubungannya dengan teman-temannya dan mereka terlalu berambisi dengan pencapaian prestasi yang 105 ingin didapatkannya (Digman, dalam Cloninger, 2004). Dengan demikian siswa yang ingin meningkatkan hubungan interpersonalnya tidak dipengaruhi oleh bagaimana siswa tersebut berambisi dalam pencapaian prestasi melainkan adanya rasa nyaman serta tanggung jawab yang tinggi atas kualitas dalam suatu hubungan yang mereka jalani (Cloninger, 2004). Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frisbie et al., (2000) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif conscientiousness terhadap sikap asertif, yaitu salah satu aspek kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi karena partisipan dalam penelitian tersebut adalah wanita yang memiliki pasangan, sehingga mereka dituntut untuk memiliki skor conscientiousness yang tinggi. Dengan conscientiousness yang tinggi, dalam suatu hubungan biasanya mengalami sedikit pertentangan dan konflik karena mereka secara umum bisa mengontrol, mengorganisir, serta bertanggung jawab pada hubungan dengan pasangannya. Selanjutnya, aspek neuroticism juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi interpersonal. Dapat dilihat individu yang memiliki skor tinggi pada neuroticism berarti individu tersebut mengalami ketidakstabilan emosional, kecemasan, moodiness, temperamental, cepat bersedih dan rentan terhadap gangguan stres (Leary & Hoyle, 2009). Dengan demikian individu tersebut memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frisbie et al. (2000) yaitu terdapat hubungan yang negatif antara neuroticism 106 terhadap kemampuan dalam mengatasi konflik, yaitu salah satu aspek kompetensi interpersonal. Hal ini bisa saja terjadi, karena seseorang yang memiliki skor neuroticism yang tinggi lebih melibatkan perilaku yang kurang efektif dalam mengatasi konflik. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ayodele (2013) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara neuroticism terhadap hubungan interpersonal. Hasil tidak adanya hubungan signifikan ini bisa disebabkan karena kecemasan yang dirasakan individu tidak membuat individu tersebut untuk menjauh dari teman-temannya. Karena individu juga membutuhkan seseorang yang mampu meredamkan rasa cemas ataupun depresi yang di alaminya. Hal yang patut dicatat berdasarkan adanya keunikan dari hasil penelitian, yaitu tidak signifikannya variabel extraversion, agreebleness, conscientiousness, dan neuroticism. Hal ini terjadi dikarenakan adanya beberapa keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian. Antara lain partisipan yang kurang serius saat mengisi kuesioner sehingga partisipan tidak fokus dalam mengisi kuesioner, atau kondisi serta situasi pada saat partisipan mengisi kuesioner yang tidak kondusif menyebabkan partisipan menjadi tidak konsentrasi dalam memberikan responnya, atau dapat juga dikarenakan oleh banyaknya item dan tidak semua item mencakup konsep yang bisa dimengerti secara jelas oleh partisipan. Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan independent variabel (konsep diri, extraversion, agreebleness, conscienstiousness, neuroticism, openness to experience, state loneliness, trait loneliness, dan jenis kelamin) terhadap dependent variabel (kompetensi interpersonal) hanya 60,3 %. Hal ini 107 membuktikan bahwa masih banyak variabel lain di luar penelitian ini yang ikut mempengaruhi kompetensi interpersonal. Hal demikian bisa terjadi karena dalam penelitian ini hanya meneliti sembilan independent variabel saja, sehingga variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti. 5.3 Saran Terkait dengan hasil penelitian, peneliti akan memberikan beberapa saran yang bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya dan sebagai masukan bagi pembaca. Saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis, dan saran praktis. Saran metodologis sebagai bahan pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Sedangkan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. 5.3.1 Saran Metodologis 1. Selain populasi sekolah, penelitian ini juga bisa digunakan kepada populasi lain, seperti bidang organisasi, karyawan ataupun komunitas-komunitas yang aktif lainnya. 2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih beragam, variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini, seperti usia, keadaan sekeliling, keinginan untuk mempunyai status, interaksi orang tua, ataupun teman sebaya dapat dijadikan variabel yang diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal. 5.3.2 Saran Praktis 1. Untuk orangtua dan pembimbing 108 Dilihat dari hasil penelitian, diketahui bahwa konsep diri merupakan variabel yang lebih besar dalam memberikan pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal. Maka disarankan untuk bisa memberikan pengawasan dan bimbingan pada remaja agar remaja dapat mengembangkan konsep diri yang positif bagi dirinya, sehingga dengan konsep diri yang positif dapat membantu remaja dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. Karena lingkungan juga merupakan sumber yang dapat mendukung dan mengembangkan kemampuan remaja untuk mengkoordinasikan emosi, kognisi, tingkah laku baik dalam adaptasi jangka pendek maupun proses perkembangan jangka panjang. 2. Untuk remaja Dapat memberi penilaian pada diri sendiri secara positif mengenai kemampuan, keberartian, maupun keberhargaan sehingga hal tersebut dapat membantu remaja dalam berinteraksi dengan teman sebayanya maupun lingkungannya. Dengan mengenali kemampuan diri remaja baik positif ataupun negatif, remaja mampu menciptakan dan membina hubungan interpersonal yang efektif sehingga konflik dalam pertemanan dengan teman sebayanya dapat dihindari. DAFTAR PUSTAKA Apollo. (2010). Hubungan antara peran jenis dengan kompetensi interpersonal pada remaja. Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Mandala, Madiun. Ayodele, K. O. (2013). The influence of big five personality factors on lectures students interpersonal relationship. Journal of the african educational research network, 13 (1). Berko, R., Aitken, J. E., & Wolvin, A. (2010). ICOMM: interpersonal concept and competencies: foundations of interpersonal communication. United Kingdom: Rowman & Littlefield Publishers, Inc. Buhrmester, D. (1990). Intimacy of friendship, interpersonal competence, and adjustment during preadolescence and adolescence. Journal of Child Development, 1101-1111. doi: 10.2307/1130878. Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five domain of interpersonal competence in peer relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 55 (6), 991-1008. Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusaiaan. Semarang: Press Semarang. Cervon, D., & Pervin, L. A. (2013). Personality: Theory and research, 12th edition. New York: Wiley. Chow, M. C., Ruhl, H., & Buhrmster. D. (2013). The mediating role of interpersonal competence between adolescents empathy and friendship quality: A dyadic approach. Journal of Adolescence, 36 (4) 191-200. Cloninger, S. C. (2004). Theories of personality understanding person, fourth edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. DeVito, JA. (1996). The interpersonal communication book, 7th edition. New York: Harper Collins College Publishers. Donellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., Lucas, R. E. (2006). The mini IPIP scale: Tiny-yet-effective measure of the big five factors of personality. Journal of psychological asessment by the american psychological association, 18 (2), 192-203. doi: 10.1037/1040-3590.18.2.192 Farber, B. A. (2006) Self-disclosure in psychotherapy. United States of America: The Guilford Press. Fisher, B. A. & Adams, K. L. (1994). Interpersonal communication: Pragmatics of human relationship. New York: McGraw-Hill, Inc. Fitts, W. H. (1971). The self concept and self actualization, 1st edition. Los Angels Western Psychology. Fitts, W. H., & Warren. L. W. (1996). Tennessee self-concept scale-second edition (TSCS:2) manual. Los Angels: Western Psychological Service. Friedman, H. S. (1998). Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic Press. Frisbie, Shauna H., Fitzpatrich, Jacki, Feng, du & Crawford, Duane. (2000). Women’s Personality Traits, Interpersonal Competence and Affection For Dating Partness: A test of the contextual model. Journal of Social Behavior and Personality, 28 (6), 585-594. Goldberg, L. R. (1999). A broad-bandwidth, public-domain, personality inventory measuring the lower-level facets of several five-factors models. Journal Personality Psychology in Europe,7 (2), 7-28. Hartanti. (2005). Hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada pengurus unit kegiatan mahasiswa universitas diponegoro (UKM Undip). Jurnal Psikologi. Universitas Diponegoro. Hayati, S. (2010). Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. Gardner, H. (2011). Frames of mind: The theory of multiple intellegence for 21th Century. New York: Basic Book. Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Ed. 5. Jakarta: Erlangga. Kresnawati, Sitra. (2009). Hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada anggota Rotaract Club Semarang. Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Leary, M. R. & Hoyle, R. H. (2009). Handbook of individual differences in social behavior. New York: The Guilford Press. Mahoney, J. L., Cairns, B. D., & Farmer, T. W. (2003). Promoting interpersonal competence and educational succsess through extracurricular activity participation. Journal of Educational Psychology, 95 (2), 409-418. doi: 10.1037/0022-0663.95.2.409. McCrae, R. R. & Costa, P. T. (1997). Personality trait structure as a human universal. Journal of american psychologist, 52 (5), 509-516. McCrae, R. R. & Costa, P. T. (2006). Personality in adulthood: A five-factor theory perspective second edition. New York: The Guilford Press. Mercer, S. (2011). Towards an understanding of language learner self-concept. New York: Springer. Mischel, W., Shoda, Y., Ayduk, O. (2008). Introduction to personality: Toward an integration science of the person, eight edition. United State of America: John Wiley & Sons, Inc. Mischel, W., Shoda, Y., Smith, R. E. (2003). Introduction to personality: Toward an integration, seventh edition. United State of America: John Wiley & Sons, Inc. Monks, F. J. (1990). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada. Monks, F. J., & Knoers, A. M. P. (2006). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Paulk, A. L., (2008). Romantic relationship attachment and identity style as predictors of adolescent interpersonal competence: a mediation model. Dissertation. UMI: Proquest LLC. Paulsel, M. L. & Mottet, T. P. (2004). Interpersonal communication motives: A communibiological perspective. Journal of Communication Quarterly, 52 (2), 182-195. Peplau & Goldston. (1984). Preventing the harmful consequences of severe and persistent loneliness. U.S. Government Printing Office: DDH Publication. Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rammstedt, B., Goldberg, L. R., Borg, I. (2011) The measurement equivalence of Big Five factor markers for persons with different levels of education. Journal Res Pers. Author manuscript, 44(4), 53-61. doi: 10.1016/j/jrp.2009.10.005. Rickheit, G. & Strohner, H. (2008). Handbook of communication competence. Germany: Walter de Gruyter GmbH & Co. KG, D-10785 Berlin. Robinson, J. P., Shaver, P. R., Wrightsman, L. S. (1991). Measure of personality and social psychological attitudes. California: Academic Press. Rotenberg, K. J. (1994). Loneliness and interpersonal trust. Journal of social and clinical psychology, 13 (2), 152-173. Russell, D. W. (1996). UCLA loneliness scale (version 3): Reliability, validity, and factor structure. Journal of personality assessment, 66(1), 20-40. Salkind, Neil J. (2006). Encyclopedia of human development. United State of America: Sage Publication, Inc. Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja, edisi keenam. Jakarta: Erlangga. Santrock, J.W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Schwartz, A. E. (2006). Assertiveness: Responsible communication. United State of America: A. E. Schwartz & Associates. Shantz, C. U., Hartup, W. (1992). Conflict In Child And Adolescent Development. New York : Cambridge University Press. Sitaresmi, L. (2007). Hubungan antara konsep diri positif dengan kemampuan interpersonal aktivis dakwah kampus di LDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidatullah, Jakarta. Spitzberg, B. H. & Cupach, W. R. (2012). Handbook of interpersonal competence research (recent research in psychology). Springer - Velag : New York. Suryabrata, S. (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Umar, J. (2012). Statistika mentor akademik. Bahan ajar fakultas psikologi UIN Jakarta. Tidak Dipublikasikan. ________. (2014). Saling ejek saat chatting tawuran pelajar pecah. Diunduh tanggal 23 Januari 2015 dari http://metro.sindonews.com/read/840263/31/saling-ejek -saat-chatting-tawuran-pelajar-pecah-1393653527 ________. (2012). Saling ledek dua kelompok pelajar adu senjata. Diunduh tanggal 23 Januari 2015 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/12/165951 24/Saling.Ledek.Dua.Kelompok.Pelajar.Adu.Senjata ________. (2014). Inilah kronologi kasus bully anak SD Bukittinggi. Diunduh tanggal 23 Januari 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/10/ 12/ndbsmg-inilah-kronologi-kasus-bully-anak-sd-di-bukittinggi _________.(2014). Indonesia masuk kategori darurat bullying di sekolah. Diunduh tanggal 24 Januari 2015 dari http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/219515indonesia-masuk-kategori-darurat-bullying-di-sekolah.html LAMPIRAN PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswi semester 9 fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir saya (Strata 1). Saya membutuhkan bantuan adik-adik sekalian untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dengan mengisi jawaban yang sesuai dengan pengalaman adik-adik sangat membantu saya dalam penelitian ini. Identitas responden dan jawaban yang diberikan, akan dijaga dan dijamin kerahasiaannya. Atas bantuan dan kerjasama adik-adik sekalian dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Hormat saya, Peneliti Lisa Ulfah Identitas Responden (WAJIB DIISI) Nama/Inisial : .................................................. Usia : .............. tahun Jenis kelamin : *laki-laki/Perempuan *Coret yang tidak perlu Pernyataan: Saya bersedia mengisi kuesioner penelitian berikut ini. Data yang saya isikan merupakan benar adanya. Ttd Responden Petunjuk Pengisian: Bacalah dan pahami setiap pernyataan di bawah ini dengan teliti. Berilah tanda checklist (V) pada kolom di sebelah kanan tiap pernyataan yang paling sesuai dengan pendapat adik-adik. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adik-adik hanya diminta untuk menjawab pernyataan yang sesuai dengan diri adik-adik. Pilihan jawaban tersebut adalah: SS S : Sangat sering : Sering J : Jarang TP : Tidak pernah Sebelum adik-adik menyerahkan lembaran ini, harap periksa kembali dan pastikan semua nomor telah terisi Contoh: Pernyataan TP J S Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu bersama. V SS : Sangat setuju S : Setuju Contoh: Pernyataan Saya rajin mengerjakan sholat 5 waktu SS TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju STS TS S V SS J S SS >> Selamat Mengerjakan << Skala 1 Pernyataan TP Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu bersama. Saya mengatakan kepada teman tentang perlakuan dia terhadap saya yang tidak saya sukai. Saya menceritakan sesuatu yang pribadi ketika sedang berbincang dengan teman baru Saya membantu teman saya untuk menentukan suatu pilihan hidup yang besar, seperti pilihan karir Saya mengakui kesalahan ketika terjadi pertengkaran serius yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dengan teman saya Saya berusaha menjadi orang yang menarik dan menyenangkan ketika pertama kali mengenal teman baru. Saya mengatakan "tidak" apabila teman saya mengajak melakukan sesuatu yang tidak saya sukai. Saya membiarkan teman baru untuk mengetahui "diri saya yang sebenarnya" Saya berusaha dengan sabar dan sensitif mendengarkan "curhatan" teman saya. Saya mengutarakan rasa penyesalan ketika bertengkar dengan teman saya Saya menelepon teman baru untuk untuk merencakan waktu jalan-jalan bersama Saya mengatakan kepada teman saya bahwa dia telah melakukan sesuatu yang menyakiti hati saya Saya menceritakan kepada teman dekat betapa saya mengahargai dan peduli kepadanya. Saya membantu teman saya dalam mengatasi masalahnya dengan keluarga atau dengan temannya yang lain Saya berusaha menahan diri untuk tidak mengatakan hal yang bisa memicu pertengkaran besar Saya mengajak teman baru untuk melakukan sesuatu yang menurut saya dia teman yang menarik Saya mengatakan kepada teman saya bahwa dia telah melakukan sesuatu yang membuat saya marah Saya mencari cara untuk memulai pembicaraan yang lebih pribadi dengan teman agar lebih mengenal dekat satu sama lain Saya berusaha menjadi pendengar yang baik saat teman saya sedang marah atau kesal Ketika bertengkar dengan teman, saya mampu menerima sudut pandang yang diutarakannya, walaupun saya tidak setuju dengan pendapatnya Saya mendatangi suatu perkumpulan dimana saya tidak terlalu mengenali mereka, karena saya ingin memulai hubungan pertamanan yang baru dengan mereka Saya tetap pada pendirian saya ketika teman saya mengabaikan atau tidak memperdulikan saya Saya menceritakan kepada teman dekat tentang hal memalukan yang pernah saya alami Saya berusaha berbicara dan melakukan sesuatu untuk mensupport teman yang sedang sedih atau terpuruk Ketika bertengkar dengan teman saya, saya mampu mengetahui perspektif dan memahami sudut pandangnya Skala 2 Pernyataan STS Saya rajin mengerjakan sholat 5 waktu Saya adalah orang yang senang melakukan kegiatan positif Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu Saya memilki tubuh yang sehat Saya orang yang santun Saya adalah orang yang ceria Saya mengerti dengan baik tentang keluarga saya Saya adalah orang yang ramah Saya senang menolong teman yang sedang kesusahan Saya adalah orang yang akan berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan sesuatu Tidak ada kesuliatan bagi saya untuk berbincang dengan orang lain Saya termasuk orang yang berpenampilan rapi Saya merasa puas dengan sopan santun dan perilaku saya Saya mempunyai kontrol diri yang baik Saya dari keluarga yang bahagia Saya mudah bersahabat dengan siapa saja Saya tidak tahu diri saya yang sebenarnya Saya kurang pandai dalam permainan dan olahraga Terkadang saya tidak jujur dengan apa yang saya katakan Saya merasa orang yang menderita Saya adalah orang yang tidak dapat dipercaya Saya merasa banyak orang yang membenci saya Saya sering bertengkar dengan keluarga saya Saya tidak tertarik pada apa yang orang lain lakukan TS S SS Skala 3 Pernyataan 1. Saya menghidupkan suasana kelas 2. Saya berbicara dengan banyak orang di kelas 3. Saya tidak suka jadi pusat perharian 4. Saya tidak banyak bicara 5. Saya simpati dengan perasaan orang lain 6. Saya dapat merasakan emosi orang lain 7. Saya tidak memikirkan orang lain 8. Saya tidak tertarik pada masalah orang lain 9 Saya suka keteraturan 10. Saya mengacaukan segala hal 11. Saya sering lupa mengembalikan barang-barang ke tempatnya 12. Saya menyelesaikan tugas dengan segera 13. Suasana hati saya sering berubah 14. Saya orang yang tenang 15. Saya mudah marah 16. Saya jarang merasa sedih 17. Saya mempunyai imajinasi yang tinggi 18. Saya tidak memiliki imajinasi yang baik 19. Saya kesulitan memahami ide-ide yang abstrak 20. Saya tidak tertarik pada ide-ide yang abstrak STS TS S SS Pernyataan STS 1. Dalam beberapa hari ini, saya merasa dekatt dengan orang-orang disekitar saya 2. Dalam beberapa hari ini, saya merasa kurang mempunyai pertemanan 3. Dalam beberapa hari ini, saya merasa saya adalah bagian dari kelompok teman-teman saya 4. Dalam beberapa hari ini, ide dan pendapat saya tidak saya ceritakan kepada orang-orang disekitar saya 5. Dalam beberapa hari ini, ada orang-orang yang dekat dengan saya 6. Dalam beberapa hari ini, saya merasa ditinggalkan 7. Dalam beberapa hari ini, tidak ada orang yang mengenal saya dengan baik 8. Dalam beberapa hari ini, ada orang-orang yang bisa saya andalkan 9. Dalam beberapa hari ini, ketika saya sendirian, saya merasa kesepian 10. Dalam beberapa hari ini, seberapa sering anda merasa kesepian? 1. Tidak pernah TS S SS Skala 4 2. Kadang-kadang 3. Sering 4. Hampir setiap waktu 11. Dalam beberapa hari ini, ketika anda merasa kesepian, seberapa dalam anda merasa kesepian? 1. Tidak merasa kesepian 2. Sedikit merasa kesepian 3. Cukup merasa kesepian 4. Sangat merasa kesepian 12. Dibandingkan dengan teman-teman anda, seberapa dalam anda merasa kesepian dalam beberapa hari ini? 1. Perasaan kesepian yang sangat di bawa rata-rata 2. Perasaan kesepian yang sedikit di bawah rata-rata 3. Perasaan kesepian yang sedikit di atas rata-rata 4. Perasaa kesepian yang sangat di atas rata-rata Skala 5 Pernyataan STS 1. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa dekatt dengan orang-orang disekitar saya 2. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa kurang mempunyai pertemanan 3. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa saya adalah bagian dari kelompok teman-teman saya 4. Dalam beberapa tahun ini, ide dan pendapat saya tidak saya ceritakan kepada orang-orang disekitar saya 5. Dalam beberapa tahun ini, ada orang-orang yang dekat dengan saya 6. Dalam beberapa tahun ini, saya merasa ditinggalkan 7. Dalam beberapa tahun ini, tidak ada orang yang mengenal saya dengan baik 8. Dalam beberapa tahun ini, ada orang-orang yang bisa saya andalkan 9. Dalam beberapa tahun ini, ketika saya sendirian, saya merasa kesepian 10. Dalam beberapa tahun ini, seberapa sering anda merasa kesepian? 1.Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering 4. Hampir setiap waktu 11. Dalam beberapa tahun ini, ketika anda merasa kesepian, seberapa dalam anda merasa kesepian? TS S SS 1. Tidak merasa kesepian 2. Sedikit merasa kesepian 3. Cukup merasa kesepian 4. Sangat merasa kesepian 12. Dibandingkan dengan teman-teman anda, seberapa dalam anda merasa kesepian dalam beberapa tahun ini? 1. Perasaan kesepian yang sangat di bawa rata-rata 2. Perasaan kesepian yang sedikit di bawah rata-rata 3. Perasaan kesepian yang sedikit di atas rata-rata 4. Perasaa kesepian yang sangat di atas rata-rata >>Terima Kasih<< Syntax dan Output Syntax Kompetensi Interpersonal UJI VALIDITAS KI DA NI=23 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 KM SY FI=KI.COR MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY LK KI FR TD 18 9 TD 16 12 TD 14 3 TD 23 19 TD 21 19 TD 22 19 TD 6 3 TD 18 13 TD 12 2 TD 3 2 TD 16 2 TD 20 16 TD 8 6 TD 18 5 TD 19 3 TD 14 8 TD 19 1 TD 5 2 TD 12 9 TD 12 7 TD 18 14 TD 15 13 TD 9 1 TD 22 17 TD 23 9 TD 13 1 TD 2 1 TD 20 4 TD 13 11 TD 16 3 TD 16 14 TD 14 12 TD 14 11 TD 17 12 TD 11 3 TD 11 5 TD 16 4 TD 20 11 TD 20 3 TD 4 3 TD 3 1 TD 17 9 TD 15 5 TD 23 11 TD 19 11 TD 6 1 TD 11 2 TD 7 5 TD 15 14 TD 15 8 TD 19 18 TD 23 18 TD 15 3 PD OU TV SS MI Syntax Konsep Diri UJI VALIDITAS KD DA NI=22 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 KM SY FI=KD.COR MO NX=22 NK=1 LX=FR TD=SY LK KD FR TD 22 21 TD 21 18 TD 16 11 TD 18 10 TD 22 2 TD 21 19 TD 21 20 TD 3 1 TD 18 12 TD 16 4 TD 16 15 TD 9 7 TD 9 4 TD 20 18 TD 3 2 TD 14 6 TD 19 1 TD 20 6 PD OU TV SS MI Syntax Kepribadian Agreebleness UJI VALIDITAS AGREE DA NI=4 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 KM SY FI=AGREE.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK AGREE FR TD 3 2 PD OU TV SS MI Syntax Kepribadian Conscientiousness UJI VALIDITAS CONS DA NI=4 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 KM SY FI=CONS.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK CONS FR TD 2 1 PD OU TV SS MI Syntax Kepribadian Extraversion UJI VALIDITAS EXTR DA NI=4 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 KM SY FI=EXTR.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR LK EXTR PD OU TV SS MI Syntax Kepribadian Neuroticism UJI VALIDITAS NEUR DA NI=3 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 KM SY FI=NEUR.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR LK NEUR PD OU TV SS MI Syntax Kepribadian Openness to Experience UJI VALIDITAS OPEN DA NI=4 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 KM SY FI=OPEN.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK OPEN FR TD 3 1 PD OU TV SS MI Syntax State Loneliness UJI VALIDITAS SL DA NI=9 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 KM SY FI=SL.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK SL PD OU TV SS MI Syntax Trait Loneliness UJI VALIDITAS TL DA NI=11 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 KM SY FI=TL.COR MO NX=11 NK=1 LX=FR TD=SY LK TL FR TD 7 3 TD 10 1 TD 10 2 TD 8 4 TD 8 5 TD 7 6 TD 11 9 TD 11 6 TD 10 3 TD 10 9 TD 9 7 TD 9 5 TD 3 1 TD 4 1 TD 11 8 TD 10 5 TD 5 1 TD 7 5 PD OU TV SS MI Output Kompetensi Interpersonal DATE: 2/ 5/2015 TIME: 15:10 L I S R E L 8.70 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file C:\Users\Aspire\Desktop\setelah revisi\skala kompetensi interpersonal\Setelah di drop\KI PRELIS.spl: UJI VALIDITAS KI DA NI=23 NO=358 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 KM SY FI=KI.COR MO NX=23 NK=1 LX=FR TD=SY LK KI FR TD 18 9 TD 16 12 TD 14 3 TD 23 19 TD 21 19 TD 22 19 TD 6 3 TD 18 13 TD 12 2 TD 3 2 TD 16 2 TD 20 16 TD 8 6 TD 18 5 TD 19 3 TD 14 8 TD 19 1 TD 5 2 TD 12 9 TD 12 7 TD 18 14 TD 15 13 TD 9 1 TD 22 17 TD 23 9 TD 13 1 TD 2 1 TD 20 4 TD 13 11 TD 16 3 TD 16 14 TD 14 12 TD 14 11 TD 17 12 TD 11 3 TD 11 5 TD 16 4 TD 20 11 TD 20 3 TD 4 3 TD 3 1 TD 17 9 TD 15 5 TD 23 11 TD 19 11 TD 6 1 TD 11 2 TD 7 5 TD 15 14 TD 15 8 TD 19 18 TD 23 18 TD 15 3 PD OU TV SS MI UJI VALIDITAS KI Number of Input Variables 23 Number of Y - Variables 0 Number of X - Variables 23 Number of ETA - Variables 0 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 358 UJI VALIDITAS KI Correlation Matrix ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 --------------1.00 0.26 0.32 0.10 0.05 0.09 0.06 0.17 0.23 0.15 0.29 0.22 0.07 0.12 0.24 0.15 0.19 0.01 0.01 0.24 0.04 0.10 0.02 -------1.00 0.41 0.18 0.20 0.19 0.10 0.22 0.06 0.16 0.31 0.46 0.20 0.07 0.13 0.38 0.16 0.02 0.17 0.16 0.20 0.16 0.02 -------1.00 0.36 0.07 0.08 0.09 0.37 0.16 0.27 0.53 0.38 0.19 -0.19 0.13 0.39 0.29 0.02 0.16 0.40 0.21 0.21 0.10 -------- 1.00 0.09 0.18 0.09 0.26 0.22 0.16 0.31 0.27 0.27 0.15 0.20 0.29 0.17 0.15 0.26 0.39 0.08 0.20 0.19 -------- 1.00 0.05 0.13 0.14 0.09 0.11 0.23 0.18 0.12 0.12 -0.01 0.09 0.13 0.22 0.15 0.01 0.14 0.08 0.00 1.00 0.10 0.06 0.24 0.25 0.21 0.26 0.21 0.09 0.22 0.21 0.27 0.17 0.10 0.19 0.05 0.22 -0.03 Correlation Matrix ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 --------------1.00 0.15 0.00 -0.02 0.07 -0.02 0.12 0.02 0.01 0.07 0.09 -------1.00 0.25 0.31 0.39 0.33 0.28 -0.05 0.13 0.22 0.27 -------1.00 0.25 0.23 0.12 0.20 0.14 0.24 0.12 0.15 -------- 1.00 0.35 0.36 0.18 -0.01 0.15 0.28 0.22 -------- 1.00 0.38 0.25 0.03 0.26 0.24 0.39 1.00 0.33 -0.02 0.24 0.56 0.18 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 0.02 0.10 0.05 0.01 0.03 0.08 0.16 0.28 0.24 0.13 0.26 0.11 0.48 0.29 0.20 0.09 0.22 0.23 0.15 0.15 0.23 0.06 0.19 0.01 0.11 0.37 0.43 0.14 0.24 0.21 0.21 0.25 0.28 0.18 0.29 0.10 Correlation Matrix ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 --------------1.00 0.22 0.30 0.29 0.32 0.29 0.29 0.27 0.10 0.23 0.15 -------1.00 0.23 -0.09 0.09 0.24 0.18 0.11 -0.05 0.10 0.05 -------1.00 0.15 0.21 0.13 0.17 0.15 0.00 0.20 0.05 -------- -------- 1.00 0.16 0.11 0.19 0.37 0.16 0.16 0.10 1.00 0.20 0.23 0.24 0.15 0.09 0.07 Correlation Matrix ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM19 ITEM20 ---------------------1.00 0.28 1.00 0.26 0.10 0.36 0.26 0.40 0.16 UJI VALIDITAS KI Parameter Specifications LAMBDA-X KI -------ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ITEM21 ITEM22 --------------1.00 0.05 -0.03 1.00 0.16 ITEM23 1.00 1.00 0.30 0.06 0.02 0.15 0.16 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 THETA-DELTA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 -------24 25 27 0 0 34 0 0 41 0 0 0 52 0 0 0 0 0 80 0 0 0 0 -------26 28 0 32 0 0 0 0 0 44 48 0 0 0 66 0 0 0 0 0 0 0 -------- -------- 29 30 0 35 0 0 0 0 45 0 0 55 60 67 0 0 81 85 0 0 0 -------- 31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 68 0 0 0 86 0 0 0 33 0 37 0 0 0 46 0 0 0 61 0 0 75 0 0 0 0 0 36 0 39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 THETA-DELTA ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 -------38 0 0 0 0 49 0 0 0 -------40 0 0 0 0 0 56 62 -------42 0 0 50 0 0 0 -------- -------- 43 0 0 0 0 0 47 0 53 57 0 51 0 58 0 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 72 76 0 0 0 0 95 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 82 87 0 0 96 69 73 0 0 0 0 0 0 THETA-DELTA ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 -------ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 -------54 0 63 0 0 77 0 0 0 0 0 -------59 64 70 0 78 0 0 0 0 0 -------65 0 0 0 0 0 0 0 0 -------- -------- 71 0 0 0 88 0 0 0 74 0 0 0 0 92 0 THETA-DELTA ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM19 ITEM20 ---------------------84 0 89 90 0 93 0 98 0 UJI VALIDITAS KI Number of Iterations = 23 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X ITEM1 ITEM2 KI -------0.37 (0.06) 6.55 0.37 (0.06) 6.53 ITEM21 ITEM22 --------------91 0 0 94 0 ITEM23 99 79 83 0 0 0 97 ITEM3 0.56 (0.05) 10.34 ITEM4 0.44 (0.05) 8.16 ITEM5 0.23 (0.06) 4.15 ITEM6 0.43 (0.05) 7.81 ITEM7 0.16 (0.06) 2.74 ITEM8 0.57 (0.05) 10.86 ITEM9 0.45 (0.06) 8.15 ITEM10 0.47 (0.05) 8.95 ITEM11 0.64 (0.05) 12.33 ITEM12 0.62 (0.05) 12.09 ITEM13 0.51 (0.05) 9.71 ITEM14 0.24 (0.06) 4.09 ITEM15 0.42 (0.06) 7.52 ITEM16 0.41 (0.06) 7.48 ITEM17 0.52 (0.05) 9.70 ITEM18 0.29 (0.06) 5.28 ITEM19 0.47 (0.05) 8.65 ITEM20 0.48 (0.05) 8.86 ITEM21 0.21 (0.06) 3.73 ITEM22 0.43 (0.05) 7.93 ITEM23 0.17 (0.06) 2.98 PHI KI -------1.00 THETA-DELTA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM6 ITEM1 --------------0.87 (0.07) 12.97 -------- ITEM2 0.14 (0.04) 3.26 0.85 (0.07) 13.11 ITEM3 0.12 (0.04) 3.08 0.20 (0.04) 5.15 -------- 0.70 (0.06) 12.35 -------- -------- ITEM5 ITEM4 -- ITEM5 -- ITEM6 -0.10 (0.04) -2.37 -- ITEM7 -- -- -- -- ITEM8 -- -- -- -- ITEM9 0.13 (0.04) 3.05 -- 0.11 (0.04) 2.59 -- ITEM10 -- -- ITEM11 -- 0.08 (0.04) 2.18 ITEM12 -- 0.20 (0.04) 4.99 ITEM13 -0.09 (0.04) -2.26 ITEM14 0.13 (0.04) 3.30 0.81 (0.06) 12.88 -- -- -0.17 (0.04) -4.70 -- -- -0.17 (0.04) 4.33 -- --- 0.95 (0.07) 13.30 -- 0.11 (0.05) 2.19 -- 0.81 (0.06) 12.80 -- -0.18 (0.04) -4.23 -- -- -- -- 0.13 (0.04) 3.37 -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -0.28 (0.04) -6.71 -- -- -- ITEM15 -- -- -0.08 (0.04) -2.17 -- -0.12 (0.04) -2.56 -- ITEM16 -- 0.15 (0.04) 4.16 0.12 (0.04) 2.93 ITEM17 -- -- -- -- ITEM18 -- -- -- -- 0.22 (0.04) 5.09 -- -0.15 (0.04) 3.50 -- --- ITEM19 -0.14 (0.04) -3.67 -- -0.10 (0.03) -3.14 -- ITEM20 -- -- 0.13 (0.04) 3.18 ITEM21 -- -- -- -- -- -- ITEM22 -- -- -- -- -- -- ITEM23 -- -- -- -- -- -- 0.17 (0.04) 4.00 -- -- -- -- THETA-DELTA ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM7 --------------0.98 (0.07) 13.31 -------- -------- ITEM8 -- ITEM9 -- -- 0.82 (0.06) 12.82 ITEM10 -- -- -- ITEM11 -- -- -- ITEM12 -0.14 (0.04) -3.56 -- ITEM13 -- -- ITEM14 -- ITEM15 -- -------- -------- 0.67 (0.06) 12.12 -0.14 (0.03) -4.47 0.78 (0.06) 12.89 -- -- 0.60 (0.05) 11.76 -- -- -- -0.05 (0.03) -1.46 -0.18 (0.04) -4.12 -- -- -0.13 (0.04) -3.24 -0.09 (0.04) -- -- -- 0.60 (0.05) 11.55 -- -0.17 (0.04) -4.31 -- -2.23 ITEM16 -- -- -- -- -- ITEM17 -- -- -0.11 (0.04) -2.79 -- -- ITEM18 -- -- 0.37 (0.05) 7.73 -- -- ITEM19 -- -- -- -- 0.09 (0.04) 2.53 -- ITEM20 -- -- -- -- 0.13 (0.04) 3.44 -- ITEM21 -- -- -- -- -- -- ITEM22 -- -- -- -- -- -- ITEM23 -- -- 0.15 (0.04) 3.29 -- 0.13 (0.04) 3.29 0.27 (0.04) 6.50 -0.12 (0.03) -3.53 -- -- THETA-DELTA ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM18 ITEM13 ITEM14 ITEM15 --------------0.74 (0.06) 12.68 -- 0.07 (0.04) 1.67 ITEM16 -- ITEM17 -- -------- -------- -------- -------- 0.92 (0.07) 13.19 0.13 (0.05) 2.71 -0.19 (0.04) -4.35 -- 0.82 (0.06) 12.76 -- 0.83 (0.06) 13.09 -- -- 0.73 (0.06) 12.36 ITEM17 ITEM18 0.13 (0.04) 3.46 0.11 (0.04) 2.88 -- -- ITEM19 -- -- -- ITEM20 -- -- -- ITEM21 -- -- -- -- ITEM22 -- -- -- -- ITEM23 -- -- -- -- -- -- 0.90 (0.07) 13.42 -- 0.18 (0.04) 4.68 0.10 (0.04) 2.67 -- -- -- -- -0.12 (0.04) -2.85 -- -- 0.10 (0.05) 2.14 THETA-DELTA ITEM19 ITEM20 ITEM19 ITEM20 ---------------------0.78 (0.06) 12.95 -- ITEM21 ITEM22 --------------- ITEM23 0.77 (0.06) 12.78 ITEM21 0.19 (0.04) 4.53 -- 0.96 (0.07) 13.28 ITEM22 0.14 (0.04) 3.37 -- -- 0.81 (0.06) 12.88 ITEM23 0.30 (0.05) 6.51 -- -- -- 0.97 (0.07) 13.36 Squared Multiple Correlations for X - Variables ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ---------------------0.13 0.14 -------0.31 -------0.19 -------0.05 0.18 Squared Multiple Correlations for X - Variables ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ---------------------0.02 0.33 -------0.20 -------0.22 -------0.40 0.39 Squared Multiple Correlations for X - Variables ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ---------------------0.26 0.06 -------0.17 -------0.17 -------0.27 Squared Multiple Correlations for X - Variables ITEM19 ITEM20 ---------------------0.22 0.23 ITEM21 ITEM22 ITEM23 --------------0.04 0.18 0.03 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 177 Minimum Fit Function Chi-Square = 213.87 (P = 0.031) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 207.85 (P = 0.056) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 30.85 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 70.96) Minimum Fit Function Value = 0.60 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.086 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.20) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.022 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.034) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.14 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.05 ; 1.25) ECVI for Saturated Model = 1.55 ECVI for Independence Model = 11.28 Chi-Square for Independence Model with 253 Degrees of Freedom = 3981.82 Independence AIC = 4027.82 Model AIC = 405.85 Saturated AIC = 552.00 Independence CAIC = 4140.07 Model CAIC = 889.03 Saturated CAIC = 1899.03 Normed Fit Index (NFI) = 0.95 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.66 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 0.09 Relative Fit Index (RFI) = 0.92 Critical N (CN) = 374.39 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.042 Standardized RMR = 0.042 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.61 UJI VALIDITAS KI Modification Indices and Expected Change No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ----------3.92 0.30 -0.24 0.47 -0.55 2.15 0.29 -1.77 3.07 0.45 0.01 1.71 -3.33 2.36 1.58 0.65 ---------0.51 -1.59 0.41 0.27 1.52 0.61 --0.39 0.09 0.29 -0.49 0.45 0.00 0.26 2.81 0.24 0.01 ---------0.09 -0.43 2.56 0.46 0.36 -1.79 5.55 ---0.02 2.52 --1.46 0.25 0.38 -------- -0.01 0.08 0.11 0.19 0.02 1.48 0.44 0.07 0.45 1.20 0.23 -1.67 0.35 0.01 -0.16 0.00 3.65 -------- -1.85 -0.04 1.26 0.01 -1.33 0.04 2.18 -0.07 0.02 -0.51 3.44 1.96 0.07 1.75 -1.64 -0.71 1.73 1.02 0.31 1.73 0.83 1.62 0.38 1.38 0.61 2.80 0.03 0.17 1.15 2.95 Modification Indices for THETA-DELTA ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM12 -------ITEM7 ITEM8 --------2.67 --------- -------- -------- -------- ITEM11 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 2.34 3.34 0.93 -0.94 0.00 1.06 0.06 0.05 0.00 0.19 0.04 0.26 0.50 1.92 0.03 1.19 0.06 0.88 0.08 --0.00 1.58 0.06 0.11 2.04 0.22 0.04 0.15 -1.10 2.30 -1.19 0.07 1.27 3.28 --3.35 0.19 0.82 0.03 -- -2.89 0.75 2.54 3.19 0.56 2.75 0.06 0.29 1.64 0.04 0.25 0.00 2.40 -0.28 --0.24 0.18 1.90 0.08 --0.27 2.01 -- -0.09 -0.13 --1.63 0.70 0.22 0.80 0.78 0.24 Modification Indices for THETA-DELTA ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 -------ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 --------3.36 -3.97 1.82 -0.07 1.16 0.00 0.00 1.77 ----------2.12 -3.96 0.04 1.94 1.58 0.35 --------0.00 0.06 0.12 0.01 2.87 2.01 0.17 0.96 -------- -------- -2.64 0.25 0.01 -0.10 2.03 0.14 -2.69 0.32 0.22 2.00 -0.05 --2.03 1.73 0.21 -- Modification Indices for THETA-DELTA ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM19 ITEM20 ----------------------1.18 --0.06 -3.31 -0.88 ITEM21 ITEM22 ---------------0.49 1.49 ITEM23 -3.51 -- Expected Change for THETA-DELTA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 -------ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ----------------------------0.08 0.03 --0.02 --0.01 -0.05 -0.02 0.03 0.02 -------- -0.00 -0.01 0.01 -------- --0.06 -- -0.06 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 -0.03 --0.03 0.06 -0.02 -0.06 0.08 0.03 0.00 -0.06 -0.07 -0.07 -0.06 -0.04 0.02 -0.05 -0.03 --0.02 -0.01 -0.02 --0.03 -0.02 0.00 -0.02 0.07 0.02 0.00 0.06 0.02 -0.02 -0.05 -0.09 ---0.00 -0.05 --0.04 -0.02 -0.02 0.02 0.01 -0.05 0.03 -0.01 0.03 0.05 0.02 --0.05 0.02 0.00 --0.02 0.00 0.08 -0.01 0.05 0.00 -0.04 -0.01 0.07 -0.01 0.01 -0.03 -0.08 0.06 -0.01 -0.06 -0.03 0.06 -0.04 -0.02 -0.06 -0.04 0.06 0.02 0.05 0.03 -0.06 -0.01 -0.02 0.05 -0.08 Expected Change for THETA-DELTA ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 -------ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ---------------0.07 --0.06 -0.01 -0.09 0.05 -0.04 0.01 --0.03 0.04 -0.01 0.00 --0.05 --0.01 0.00 -0.01 -0.06 0.00 0.01 0.02 0.01 -0.01 -0.05 -0.02 -0.02 -0.03 0.01 0.06 -0.02 --------0.04 -0.05 --0.05 -0.01 0.04 -0.07 --0.08 0.02 0.04 0.01 -- -------- -0.06 0.03 -0.07 -0.08 -0.03 0.06 -0.01 0.02 -0.05 -0.01 -0.02 0.00 -0.07 -------- --0.02 --0.02 -0.01 0.05 -0.01 ---0.02 -0.05 -- --0.01 --0.01 --0.05 -0.03 -0.02 0.03 0.03 0.02 Expected Change for THETA-DELTA ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 -------ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 --------0.08 -0.07 0.06 -0.01 0.04 0.00 0.00 -----------0.06 -0.08 -0.01 -0.06 -0.05 --------0.00 -0.01 -0.01 0.00 -0.07 -0.06 0.02 -------- --0.06 0.02 0.00 -0.01 -0.05 -------- -0.07 -0.02 0.02 0.06 -- ---0.05 -0.06 0.02 ITEM23 0.06 -0.03 -0.04 0.01 -0.01 -- Expected Change for THETA-DELTA ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM19 ITEM20 ----------------------0.04 ---0.01 -0.07 -0.04 Maximum Modification Index is ITEM21 ITEM22 ----------------0.03 -0.06 -0.09 -- 5.55 for Element (13, 3) of THETA-DELTA UJI VALIDITAS KI Standardized Solution LAMBDA-X ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM23 KI -------0.37 0.37 0.56 0.44 0.23 0.43 0.16 0.57 0.45 0.47 0.64 0.62 0.51 0.24 0.42 0.41 0.52 0.29 0.47 0.48 0.21 0.43 0.17 PHI KI -------1.00 Time used: 0.109 Seconds Path Diagram 1. Path diagram kompetensi interpersonal 2. Path diagram konsep diri 3. Path diagram tipe kepribadian agreebleness 4. Path diagram tipe kepribadian conscientiousness 5. Path diagram tipe kepribadian extraversion 6. Path diagram tipe kepribadian neuroticism 7. Path diagram tipe kepribadian openess to experience 8. Path diagram state loneliness 9. Path diagram trait loneliness