I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Sistem pemeliharaan itik di Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif. Itik digembalakan di sawah pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Sekarang ini dikembangkan sistem pemeliharaan intensif dengan tidak diberi akses untuk berenang atau air disediakan hanya untuk kebutuhan minum. Itik merupakan hewan homeoterm yang akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan. Kemampuan termoregulasi itik lebih rendah dibandingkan ayam lokal. Suhu lingkungan yang tinggi melebihi suhu nyaman itik yang berkisar antara 18,3-25,5 oC, serta kondisi pemeliharaan minim air menyebabkan itik mengalami stres panas. Kondisi ini memaksa ternak untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi seperti peningkatan frakuensi pernapasan, denyut jantung, dan suhu permukaan tubuh. Stres panas akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti perubahan tingkah laku, fisiologis dan biokimiawi dalam tubuh. Energi yang seharusnya digunakan untuk produksi dan reproduksi dialokasikan untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh ternak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir cekaman panas yaitu dengan pemberian senyawa-senyawa anti stres melalui pakan atau air minum. Minyak buah makasar mengandung asam lemak essensial yang memiliki ikatan rangkap dengan konfigurasi cis seperti asam linoleat diharapkan mampu 2 menanggulangi stres terutama stres panas. Selama ini belum ada kajian mengenai pengaruh buah makasar terhadap profil termoregulasi itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air, untuk itu di perlukan penelitian mengenai hal tersebut. 1.2 Identifikasi Masalah a. Berapa besar pengaruh pemberian minyak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) terhadap profil termoregulasi itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. b. Tingkat pemberian berapa minyak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) yang dapat menimbulkan pengaruh optimal terhadap profil termoregulasi itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. 1.3 Maksud dan Tujuan a. Mengetahui pengaruh pemberian minyak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) terhadap profil termoregulasi itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. b. Menetapkan tingkat pemberian minyak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) yang tepat dalam menimbulkan pengaruh optimal terhadap profil termoregulasi itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada stalkholder mengenai pengaruh minyak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) terhadap profil termoregulasi itik Cihateup yang dipelihara dalam kondisi 3 minim air. Hasil penelitian juga dapat memberikan informasi bagi peternak yang akan beternak itik dalam kondisi pemeliharaan minim air. 1.5 Kerangka Pemikiran Itik merupakan hewan homeoterm yang akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan. Suhu ideal untuk pemeliharaan itik adalah antara antara 18,3-25,5 oC (Wilson dkk., 1981). Temperatur lingkungan yang terlalu tinggi melebihi suhu ideal pemeliharaan itik serta kondisi pemeliharaan minim air mengakibatkan itik mengalami stres panas (heat stress). Apabila terjadi stres, maka zona homeostasis ini akan terganggu dan tubuh akan berusaha mengembalikan ke kondisi sebelum terjadi stres. Kondisi ini memaksa ternak untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi yaitu peningkatan suhu rektal, suhu kulit, frekuensi pernapasan dan denyut jantung, serta menurunkan konsumsi pakan dalam upaya mengurangi pembentukan panas dan meningkatkan pengeluaran panas (Purwanto dkk., 1996; Tamzil, 2014). Tingginya suhu lingkungan dapat juga melibatkan terjadinya cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan. Miller dkk. (1993) dan Bligh (1985) menyatakan jika suhu lingkungan panas maka terjadi peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga panas tubuh langsung diedarkan oleh darah kepermukaan kulit. Peningkatan suhu tubuh yang merupakan fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit, akibat kenaikan suhu udara, akan meningkatkan aktivitas penguapan melalui keringat dan peningkatan jumlah panas yang dilepas persatuan luas permukaan tubuh. Frekuensi napas yang naik akan meningkatkan jumlah panas persatuan waktu yang dilepaskan melalui saluran pernapasan (Mc Lean dan Calvert, 1972). Ternak 4 harus mengadakan penyesuaian secara fisiologis agar suhu tubuhnya tetap konstan. Ternak memerlukan keseimbangan antara produksi panas dengan panas yang dilepaskan tubuhnya untuk mempertahankan kisaran suhu tubuhnya (Yusuf, 2007). Ternak yang menderita stres mengakibatkan sistem neurogenik langsung diaktifkan (Virden dan Kidd, 2009), pada fase alarm ditandai dengan peningkatan tekanan darah, otot, sensitivitas saraf, gula darah dan respirasi. Suhu lingkungan tinggi akan memengaruhi tingkah laku ternak serta fungsi beberapa organ tubuh, seperti jantung dan alat pernapasan, serta secara tidak langsung memengaruhi peningkatan hormon kortikosteron dan kortisol, menurunnya hormon triiodotironin dan tiroksin dalam darah (Sohail dkk., 2010). Ternak unggas yang menderita stres panas akan mengurangi konsumsi pakan dan selanjutnya memengaruhi pertumbuhan dan produksi telur serta kualitas telur. Penurunan produksi karena pengaruh stres panas pada ternak unggas terutama pada ternak itik berhubungan dengan stres panas menurunkan intake pakan, sintesis protein, disfungsi endokrin, berkurangnya kapasitas antioksidan, serta terganggunya keseimbangan kalsium dan fosfor dalam darah (Ma dkk., 2014). Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan itik di daerah tropis. Stres psikis dan temperatur tinggi akan mengubah proporsi darah yang mengalir menuju pembuluh darah kapiler, ini sebagai mekanisme ransangan saraf symphatetik untuk mengeluarkan panas tubuh dalam rangka mempertahankan suhu tubuh ternak (Mutaf dkk., 2008; Yahav dkk., 2008). Organ-organ yang memiliki pembuluh darah kapiler yang banyak akan efektif sebagai organ yang 5 mengevaporasikan panas lebih tinggi, dengan meningkatkan laju alir dan proporsi darah ke organ-organ tersebut (Havenstein dkk., 2007; Shinder, 2007). Stres memberikan sinyal terhadap hipotalamus dan merangsang sistem saraf simfatis, saraf mengirimkan sinyal langsung dari otak ke medulla adrenal untuk membebaskan epinefrin. Hormon epinefrin akan meningkatkan denyut jantung dan kontraksi jantung semakin kuat, memompa lebih banyak darah pada tiap denyutnya. Bronkiolus paru berdilatasi, memungkinkan lebih banyak udara yang bisa masuk ke paru- paru, aliran darah ke paru dan otot meningkat (Kadir, 2001). Meningkatnya aliran darah pada itik menyebabkan laju respirasi meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalkan dampak akibat stres panas, diantaranya dengan pemberian suplemen herbal (Kadam dkk., 2010). Minyak buah makasar mengandung asam linoleat 52.89% yang merupakan kandungan terbesar dari minyak buah makasar (Kaffi dkk., 2011). Asam linoleat atau dikenal dengan istilah asam lemak omega 6 adalah asam lemak yang memiliki rantai karbon sebanyak 18 dan mengandung dua ikatan rangkap pada posisi 9 (C9-C10) dan 12 (C12-C13) dengan isomer geometris cis. Ikatan rangkap ini menyebabkan asam linoleat disebut asam lemak tidak jenuh (Murhadi, 2005). Asam linoleat akan diubah menjadi dihomo-gamma-linolenic acid (DGLA) dan asam arakhidonat, yang merupakan prekursor eikosanoid (Bergstrom dkk., 1964; van Dorp dkk., 1964) yang mirip hormon yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien (Murray, 2003). Eikosanoid merupakan susbtansi messenger yang sangat berpengaruh terhadap regulasi berbagai macam proses termasuk sekresi asam lambung, kontraksi uterus, reproduksi, inflammasi 6 mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi kekebalan, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka (Samuelsson, 1981; Murray, 2003). Asam linoleat memiliki aktivitas antioksidan yang akan merespon dan melakukan pertahanan dengan cara menyerang sumber penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit (Kaffi dkk.,2011). Kemampuan minyak esensial untuk menstimulasi sistem saraf pusat mengakibatkan ternak lebih toleran terhadap stres (meningkatkan kekebalan), baik stress akibat pemisahan dengan induknya maupun stres akibat kondisi lingkungan (Ulfa, 2002). Hasil penelitian Shim dkk. panjang yang memiliki ikatan (2006) menunjukkan bahwa lemak rantai rangkap dengan konfigurasi cis seperti asam linoleat mampu menanggulangi stres terutama stress panas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, seperti halnya dengan methionin dan systein, asam lemak linoleat mampu mengatur permeabilitas membran sel, tekanan darah dan pertahankan homeostasis Ca dalam sel. Diketahui bahwa Ca, sangat berperan sebagai mineral kofaktor dalam transmisi sinyal yang difasilitasi oleh molekul neurotransmitter (Hancock, 2005) dan juga sebagai mineral yang berperan dalam pensinyalan intraselluler (Nelson dan Cox, 2008; Fesler dan Peterson, 2013). Fesler dan Peterson (2013) juga mengemukakan bahwa secara keseluruhan, pemberian asam linoleat mampu menurunkan laju termoregulasi dalam keadaan stres, hal ini ditandai dengan menurunnya laju pernapasan dan temperatur tubuh dan denyut jantung yang relatif normal. Berdasarkan kajian kerangka pemikiran tersebut dapat ditetapkan hipotesis bahwa pemberian Minyak Buah Makasar (MBM) yang mengandung linoleat mampu menurunkan laju pernapasan, laju denyut jantung dan suhu 7 permukaan tubuh itik dalam keadaan normal, dibandingkan itik yang tidak diberi MBM. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 di Kandang Percobaan Produksi Ternak Unggas Universitas Padjadjaran.