Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah Sawit Renita Manurung Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia pada era pembangunan ini sangat pesat. Pada tahun 1990 di Indonesia dijumpai 84 unit pabrik kelapa sawit yang mengolah 10 juta ton tandan buah segar, dengan kapasitas yang bervariasi antara 20 - 60 ton tandan segar per jam. Selama proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit diperoleh limbah baik berupa limbah cair maupun limbah padat. Limbah padat berupa jajangan, serat-serat dan cangkang dapat diolah menjadi bahan yang berguna. Janjangan dibakar dan abu hasil pembakaran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Sedangkan serat-serat dan sebagian kulit dibakar dan panas yang dihasilkan digunakan sebagai sumber energi. Cangkang yang tersisa dapat digunakan sebagai bahan baku industri yang aktif maupun industri hard board. Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit dapat mencemari lingkungan bila langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan lebih dahulu. Bobot limbah cair industri pengolahan kelapa sawit berkisar 600 - 800 kg/ton tandan buah segar. Limbah ini mengandung senyawa organik dan anorganik. Limbah yang mengandung senyawa organik dapat dirombak oleh mikroba dan dapat dikendalikan secara biologis. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob. Proses anaerob mampu merombak senyawa organik yang terkandung dalam limbah sampai batas tertentu yang dilanjutkan dengan proses aerob secara alami atau dengan bantuan mekanik. Perombakan senyawa organik tersebut akan menghasilkan gas metana, karbon dioksida yang merupakan hasil kerja dari mikroba asetogenic dan metanogenic. Berbagai sistem dan jenis air buangan telah dikembangkan dan diteliti, yang semuanya bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap lingkungan dan dari beberapa penelitian tersebut diketahui bahwa proses anaerobik memberikan hasil yang lebih baik untuk mengolah limbah dengan kadar COD yang lebih tinggi. PEMBAHASAN 1. Tinjauan Umum Pada era pembangunan ini, perkembangan industri berjalan amat pesat. Selain dampak positif, kemajuan industri juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan antara lain limbah cair yang dihasilkan industri tersebut dapat mencemarkan lingkungan bila dibuang ke badan air tanpa diolah lebih dahulu. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 1 Bahan-bahan pencemar yang terkandung dalam limbah cair berupa senyawa organik dan anorganik baik dalam keadaan tersuspensi maupun terlarut. Bahan - bahan pencemar ini dapat mengakibatkan perubahan-perubahan sifat badan air penerima secara fisika, kimia maupun biologis. Perubahan sifat ini menyebabkan menurunnya mutu badan air sehingga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, terutama kehidupam organisme yang hidup di dalam air limbah industri mempunyai komposisi dan susunan kimia yang berbeda - beda, tergantung pada jenis bahan dan proses yang digunakan dalam industri tersebut. Dampak pencemaran limbah terhadap mutu air sungai juga bervariasi tergantung kepada sifat dan jenis limbah, volume dan frekwensi air limbah yang dibuang oleh masing-masing industri. Cara pengolahan limbah industri yang sesuai dapat lebih mudah dipilih jika jenis dan sifat limbah, serta senyawa yang terkandung di dalamnya telah diketahui secara tepat. 1. Pengolahan fisika 2. Pengolahan kimia 3. Pengolahan fisika-kimia 4. Pengolahan biologi Pengolahan fisika seperti penyaringan, pemisahan minyak, sedimentasi dan lainlain. Pengolahan secara kimia seperti koagulasi dan pertukaran ion. Proses pengolahan biologi jika ditinjau dari pemanfaatan oksigen dapat digolongkan dalam : a. Proses aerobik b. Proses anaerobik c. Proses anoksid d. Gabungan proses aerobik dengan (2) atau (3) Masing-masing proses ini masih dibedakan alas dasar proses pertumbuhan mikroba yakni pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) dan pertumbuhan yang menempel pada media inert (attached growth) dan gabungan kedua pertumbuhan tersebut. 2. Karakteristik Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit Limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit adalah limbah padat dan limbah cair Limbah padat terdiri dari janjangan, serat-serat dan cangkang. Limbah padat yang berupa janjangan dibakar dan abu hasil pembakaran janjangan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Serat-serat dan sebagian kulit juga dibakar dan panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi untuk menghasilkan uap yang banyak diperlukan selama berlangsung. Sisa dapat cangkang digunakan sebagai bahan baku industri yang aktif maupun industri hard board. Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih lanjut mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena mengandung parameter bermakna yang cukup tinggi. Eckenfelder (1980) menyatakan bahwa golongan parameter yang dapat digunakan sebagai tolok ukur penilaian kualitas air adalah sebagai berikut : e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 2 1. BOD (biochemical Oxygen Demand) yang merupakan kadar senyawa organik yang dapat dibiodegradasi dalam limbah cair. 2. COD (Chemical Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk senyawa organik yang dapat dibiodegradasi atau tidak. 3. TOC (Total Organic Carbon) dan TOD (Total Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk kandungan senyawa organik keseluruhan. 4. Padatan tersuspensi dan teruapkan (suspended and volatile solids). 5. Kandungan padatan keseluruhan. 6. pH alkalinitas dan keasaman. 7. Kandungan nitrogen dan postor. 8. Kandungan logam berat. Dari hasil penelitian komposisi limbah menunjukkan bahwa 76% BOD berasal dari padatan tersuspensi dan hanya 224% dari padatan terlarut. Maka banyak tidaknya padatan yang terdapat terdapat dalam limbah terutama padatan tersuspensi mempengaruhi tinggi rendahnya BOD Karakteristik dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit dipaparkan pada label di bawah ini : Parameter Rentang 4,0 – 4,6 Rata - rata 4.3 60-80 70 30.000-60.000 50.000 Padatan melayang (mg/l) 15.000 – 40.000 30.000 Padatan terlarut (mg/l) 15.000 – 30.000 20.000 Minyak 4.000- 11.000 8.000 Kebutuhan oksigen biokimia [BOD] (mg/l) 20.000-40.000 25.000 Kebutuhan oksigen [COD} (mg/l) 40.000-70.000 55.000 Nitrogen 500-900 700 Fosfat 90-140 120 Kalium 1.000-2.000 1.500 Magnesium 250-300 270 Kalium 260-400 325 Besi 80-200 110 PH Suhu , οC Total Solid (mg/l) (Sumber : RISPA, 1990) e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 3 3. Pengolahan Limbah cair dengan proses Anaerobik Proses pengolahan anaerobik adalah proses pengolahan senyawa – senyawa organik yang terkandung dalam limbah menjadi gas metana dan karbon dioksida tanapa memerlukan oksigen. 3.1. Mekanisme Rooksi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob : anaerob Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O Mikroorganisme Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masingmasing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda. Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap: Tahap pembentukan asam Tahap pembentukan metana Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler. Beberapa senyawa organik dan enzim pengurainya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 4 Enzim Esterase: Lipase Phosphatase: Lecithinase Pectin esterase Carohydrase Fructosidase Maltase Cellobiose Lactase Amilase Cellulase Cytase Poligalakturonase Nitrogen-Carrying Compound Proteanase Polipeptidase Deaminase: Urease Asparaginase (Sumber: Bailey, 1987) Substrat Produk Gliserida (fat) Gliserol + Asam lemak Lecitin Pektin metil Ester Choline + H3PO4 + fat Metanol + asam poligalakturonat Sucrosa Maltosa Cellobiosa Laktosa Starch Sellulosa Asam Poligalakturonat Frukosa + Glukosa Glukosa Glukosa Galaktos + glukosa Maltosa/glukosa maltooligo-saccarida Sellobiosa Gula sederhana Asam galakturonat Protein Protein Polipeptida Asam amino Urea Asparagine CO2 + NH3 Asam aspartat + NH3 + Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monmer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat. Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air. Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon tlioksida sebagai berikut : e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 5 1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi : a. C6H12O6 + 2H2O b. C6H12O6 c. C6H12O6 + 2H2 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (as. asetat) CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (as. butirat) 2CH3CH2COOH + 2H2O (as. propionat) 2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi : d. CH3CH2COOH e. CH3CH2CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2 (as. asetat) 2CH3COOH + 2H2 (as. asetat) 3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi : f. CH3COOH CH4 + CO2 (metana) 4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : g. 2H2 + CO2 CH4 + (metana) 2H2O 3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun. 1. Temperatur Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu dapat dillihat pada tabel berikut : e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 6 Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri Jenis Bakteri Rentang temperatur o C a. Cryophilic 2 – 30 Temperatur Optimum o C 12 – 18 b. Mesophilic 20 – 45 25 – 40 c. Thermophilic 45 – 75 55 – 65 Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-65°C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis thermophilic pada suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C perubahan temperatur yang dizinkan ± O,3°C. 2. pH (keasaman) Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur. 3. Konsentrasi Substrat Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat. Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim. 4. Zat Baracun Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada konsentrasi yang tinggi. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 7 Untuk logam pads umumnya sifat racun akan semakin bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil asam. Beberapa senyawa organik terlarut yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Senyawa Konsentrasi 1. Formaldehis 50 – 200 2. Chloroform 0,5 3. Ethyl benzene 200 – 1.000 4. Etylene 5 5. Kerosene 500 6. Detergen 1% dari berat kering (Sumber: Parkin and Owen, 1986) Tabel di bawah ini akan menunjukkan batas konsentarsi beberapa logam sebagai penghambat dan sebagai racun bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa zat anorganik yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Komponen Konsentrasi Sedang Kuat 1. Na+ 3.500 – 5.500 8.00 2. K+ 2.500 – 4.500 12.000 3. ca+2 2.500 – 4.500 8.000 4. Mg+2 1.000 – 1.500 3.000 + 5. NH 1.500 – 3.000 3.000 6. S2200 7. Cu 5 (larut) 50 – 70 (total) 8. Cr (VI) 3.0 (larut) 9. Cr (III) 180 – 420 (total) 10. Ni 2 (larut) 30 (total) 11. Zn 1 (larut) (Sumber: Parkin and Owen, 1986) e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 8 PENUTUP Penanggulangan limbah industri pengolahan kelapa sawit mutlak dilakukan dalam upaya melestarikan lingkungan. Salah satu upaya penanggulannya adalah dengan sistem pengolahan biologis dengan proses anaerob. Proses anaerob mempunyai banyak keunggulan bila dibandingkan dengan proses aerob antara lain dapat mengolah bahan organik yang lebih tinggi, dapat mengolah senyawa organik terlarut maupun tersuspensi, produk biomassa yang dihasilkan lebih kecil, lahan yang digunakan lebih sempit serta gas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan Santika, S.S., 1987, "Metode penelitian air"' Usaha Nasional, Surabaya, hal. 130 - 158. Bailey, J. E. and Ollis, D. F., 1987, "Biochemical engineering fundamental", 2-nd ed., Mc Graw Hill Book Co, International edition, hal. 161 - 163, 943 - 957. Gosh, S., "Anarebic process", Literature Review J. Water Poll. Control Federation, vol.10, hal. 50. Jewell, W. J. ; Swetzenvaum, M. S. and Morris, J. W. . 1981, "Municipal wastewater treatment with the aerobic attached micorbial film expanded bed process", J. Water Poll. Control Federation, hal. 482 - 490. Kalimardin Algamar, 1981, "Proses anaaerobik sebagai altematif untuk mengolah limbah industri hasil pertanian", Seminar IImiah Tehnik Penyehatan dan Lingkungan serta Bioteknologi Pengolah Limbah, 9 - 10 Oktober. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 9