Teknologi Plasma Mengatasi Masalah Limbah Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setyadi Siaran televisi beberapa hari lalu menayangkan liputan tentang warga di daerah Bogor yang melakukan protes terhadap sebuah pabrik tekstil yang dinilai telah mencemari lingkungan karena limbah cair yang dihasilkannya telah mencemari lingkungan. Jauh sebelum itu, penduduk di Minahasa mengalami pencemaran akibat limbah cair dari penambangan emas. Daftar pencemaran lingkungan masih dapat diperpanjang, namun persoalannya, bukan lagi masanya memperuncing permasalahan, sebaliknya perlu dipersiapkan bagaimana menanggulangi masalah pencemaran limbah dengan memanfaatkan teknologi yang murah, mudah dan dalam skala luas. Bagi Anto Tri Sugiharto (34) peneliti di Pusat Penelitian Kalibrasi dan Instrumentasi Metrologi LIPI, persoalan limbah cair sudah dapat diatasinya. Bahkan, Anto menciptakan alat pengolah limbah cair dengan teknologi plasma yang tergolong baru. Kecintaannya kepada tanah kelahirannya, mendorong Dr. Anto kembali setelah menyelesaikan studi doktor di bidang biokimia di Universitas Gunma Jepang meski berbagai tawaran menarik diajukan kepadanya. Dengan teknologi plasma (gas yang terionisasi) pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan lebih mudah, murah, cepat dan hanya memerlukan lahan sempit. Teknologi ciptaan Dr. Anto ini dapat menggantikan pengolahan limbah cair konvensional yang selama ini menggunakan proses biologi dengan cara oksidasi atau kimiawi. Dengan oksidasi dibutuhkan waktu lama dan tempat yang cukup besar, sedangkan dengan kimiawi menyisakan residu limbah padat (sludge). Dr. Anto mengembangkan pengolahan limbah cair dengan proses oksidasi tingkat tinggi dirangkai dengan proses lainnya seperti ozonisasi (O3) dengan penyinaran ultra violet, yang pada akhirnya menghasilkan hidroksil radikal, yang selanjutnya digunakan untuk menguraikan unsur kimia limbah cair, dan juga memisahkan unsur logam darinya. Dengan teknologi plasma ini, limbah cair diolah menjadi air bersih yang dapat digunakan kembali secara aman. Penggunaan teknologi plasma ternyata tidak hanya untuk mengatasi masalah limbah cair, namun oleh putra – putra Indonesia dapat pula dikembangkan untuk mengurangi emisi gas beracun dari kendaraan bermotor. Salah satu penggiatnya adalah Dr. Muhammad Nur DEA, Peneliti di bidang Fisika, Fakultas MIPA Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Cara kerja teknologi pemurnian gas buang dengan teknologi plasma karya Dr. Nur ini menggabungkan kandungan karbon, oksida nitrogen, hidrokarbon, dan sulfur yang lazimnya terdapat dalam gas buang kendaraan bermotor dan selanjutnya membentuk gas aerosol yang terdiri atas amonium karbonat dan amonium sulfat yang tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Melihat keberhasilan karya dua orang doktor di atas kita perlu berbangga. Teknologi plasma masih tergolong baru, lebih muda dari teknologi komputasi yang baru berkembang pesat selama lima puluh tahun terakhir. Di Jepang yang terkenal maju-pun teknologi plasma untuk pengolahan limbah belum banyak dikembangkan. Yang sudah banyak, teknologi plasma digunakan untuk mengganti teknologi Liquid Crystal Display (LCD) atau Cathode Ray Tube (CRT), digunakan sebagai media tampilan komputer. Penggunaan teknologi plasma untuk pemurnian limbah, baik berupa limbah padat seperti lumpur crude oil (sludge), atau limbah cair dan gas buang sebagaimana contoh di atas merupakan aplikasi teknologi yang diidamkan masyarakat. Bila dikembangkan secara terencana, dalam skala produksi yang terukur, dan didukung oleh kebijakan publik yang bertanggung jawab, produk unggul karya cipta putra bangsa Indonesia ini tidak saja dapat membantu Pemerintah dalam memecahkan masalah limbah, namun dapat membawa nama harum bangsa Indonesia di arena Internasional. Karya Dr. Anto misalnya, mulai diuji-cobakan untuk mengolah limbah cair pabrik minyak goreng terkenal dan terbukti memberikan peningkatan penghematan sebesar 60% dari total biaya pengolahan limbah sebelumnya. Demikian halnya karya Dr. Nur setelah uji coba selama setahun menunjukkan hasil yang memuaskan, emisi gas beracun yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor berkurang hingga 100%. Dari hitung- hitungan ekonomi, bila selama ini total biaya pengolahan limbah cair nasional mencapai Rp. 10 Triliun per tahun, maka setidaknya akan ada penghematan sebesar Rp. 6 triliun per tahun bila teknologi seperti karya cipta Dr. Anto digunakan secara nasional. Dan bila polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor serta asap pabrik memberi kontribusi sekitar 50% terhadap total penyebab polusi lingkungan (khusus wilayah perkotaan), dengan digunakannya teknologi plasma dingin seperti karya cipta Dr. Nur, dampaknya polusi udara akan berkurang dan lingkungan menjadi tambah bersih dari polutan. Disukai atau tidak, limbah beresiko tinggi terhadap kesehatan manusia. Teknologi pengolah limbah sudah diciptakan, mungkin belum sempurna, tetapi semangat menciptakan alat yang dapat memperbaiki kualitas hidup manusia perlu diberi penghargaan setinggi – tingginya. Sekarang berpulang kepada kita semua, apakah masih berorentasi pada produk impor, atau hidup sehat dengan produk karya Saudara kita. *****