strategi empiris rasional pemberdayaan perempuan eks penderita

advertisement
STRATEGI EMPIRIS RASIONAL PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN EKS PENDERITA KUSTA MELALUI
PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SOSIAL OLEH KOMUNITAS
NALACITYDI KAMPUNG SITANALA TANGERANG
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi Islam (S.Kom.I )
Disusunoleh:
Sri Rahmayani
1110054000015
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ABSTRAK
Kewirausahaan sosial merupakan suatu gagasan dalam menjalankan
strategi pemecahan masalah sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan
usaha ekonomi untuk mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat.
Kewirausahaan sosial lebih ditekankan pada inovasi yakni proses kreatif mengejar
kesempatan untuk menghasilkan sesuatu dan menciptakan nilai baru yakni nilai
sosial.
Nalacity adalah sebuah gerakan komunitas pemberdayaan melalui
program kewirausahaan sosial di Kampung Sitanala Tangerang yang dikhususkan
bagi para ibu ibu eks penderita kusta. Dengan tujuan agar mereka mempunyai
lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang mereka miliki. Melihat
keahlian menjahit yang dominan mereka miliki, Nalacity pun membuat program
kewirausahaan sosial yang khusus dalam bidang menjahit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi Nalacity
dalam melakukan pemberdayaan kepada perempuan eks penderita kusta melalui
program kewirausahaan sosial. Teori yang digunakan untuk mengkaji strategi
adalah teori empiris rasional yang di kemukakan tokoh Chin dan Benne. Selain itu
untuk membantu menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan oleh
Nalacity, maka peneliti membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai
teori pendukung dari tokoh Fred R David.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan analisis deskriptif. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung, studi
dokumentasi dan wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Subjek yang
terpilih dalam penelitian ini adalah para ibu ibu anggota komunitas Nalacity,
Pengurus Nalacity, dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perumusan, Nalacity
menggunakan pendekatan penyuluhan kesehatan, mensurvey keluarga eks
penderita kusta untuk menghasilkan strategi alternatif, dan menggunakan suatu
macam teknik yang diperoleh dari input sasaran. Adapun pada hasil penelitian
impelementasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menerapkan sistem
transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Dan pada hasil
penelitian evaluasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menggunakan analisis
Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat (SWOT) pada program kewirausahaan
sosial perempuan mantan penderita kusta
Dengan demikian saran yang diberikan untuk Nalacity, pada perumusan
strategi, sebaiknya Nalacity membuat database profil anggota untuk memudahkan
acuan indikator keberhasilan suatu program. Pada implementasi strategi,
sebaiknya tingkat intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Dan pada evaluasi
strategi, Nalacity dapat melakukan kerjasama berkelanjutan dengan pemerintah
setempat untuk membuka lapangan pekerjaan bagi para mantan penderita kusta.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yg telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi Empiris Rasional
Pemberdayaan Perempuan Mantan Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan
Di Kampung Kusta Sitanala Tangerang”.
Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S.Kom. I). Jenjang pendidikan Strata Satu Program Studi
Pengembangan Masyarakat Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang memberikan
kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada :
1. Terima kasih teruntuk Mama, Bapak, Kakak dan Adikku tercinta yang
tanpa henti mengalirkan doa untuk keselamatan dan keberhasilan penulis
serta memberikan semangat baik spiritual, moril maupun materil. Tanpa
doa dan dukungan kalian, penulis tidak akan bisa merasakan bangku
perkuliahan ini. Semoga kalian senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA.
ii
3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, nasihat, masukan, dan pengarahan kepada penulis dengan
penuh perhatian dan kesabaran selama penyusunan dan penulisan skripsi
ini. Terima kasih dan salam sayang selalu untuk ibu.
4. Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Bapak M. Hudri.
M.Ag. Yang telah membantu secara administratif sehingga dapat
memperlancar proses penulisan skripsi.
5. Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Pak Yusro Kilun, Pak
Syamsir Salam, Pak Asep Usman Ismail, Pak Tantan Hermansah, Pak
Muhtadi, Pak Dicky, Ibu Nurul Hidayati, serta seluruh Dosen dan
karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan pengetahuan kepada penulis.
6. Kepada
Perpustakaan
Utama
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta,
Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan
Pemberdaya Muda, Perpustakaan Kalyanamitra yang telah memberikan
fasilitas penulis untuk menggunakan literatur dan koleksi perpustakaan
sebagai referensi penulis dalam membuat skripsi.
7. Untuk Ibu Dwi Ruby Kholifah dan Bapak Realino Nurza. Terima kasih
selama ini sudah menjadi mentor, guru, orang tua dan sahabat serta tak
sungkan memberikan kesempatan pengalaman bagi penulis. Saran, kritik,
perhatian dan semangat selalu ibu dan bapak berikan kepada penulis.
Salam hangat dan rindu untuk ibu dan bapak.
iii
8. Kepada Kak Yovita, Ka Hafiza, dan Ka Alfi serta seluruh anggota
komunitas Nalacity yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai
dalam penyelesaian studi penulis dan memberikan kemudahan penulis
untuk melakukan penelitian di Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
9. Untuk sahabat sahabatku tercinta Maya Indah Djumanten, Vivih
Rahmawati, M. Imamudin Arya, Ahmad Taufik Ramadhan,Moch.Irvan
Jaya, M. Iqbal Abdul Ghofur dan Ahmad Suheri yang selalu menemani,
memberikan perhatian, semangat dan berbagi cerita serta pengalaman
pribadi dengan penulis semoga kalian sukses semuanya.
10. Semua teman teman Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010
yang saling membantu, saling berbagi dan menolong satu sama lain demi
keberhasilan bersama.
11. Semua teman teman Karang Taruna Jati Ranggon yang telah memberikan
semangat, nasihat dan hiburan dikala penulis berjuang. Jaga kekompakan
kita selalu dan berikan yang terbaik untuk masyarakat.
12. Untuk Tim Pemberdaya Muda. Terima kasih dukungan, semangat dan
motivasi untuk penulis. Jaga kekompakan kita selalu dan ciptakan selalu
ide ide kreatif dalam program program Pemberdaya Muda. Saya sayang
kalian.
13. Untuk kakak dan adik adik kelas PMI semester 2, 4, 6, 8, 12 yang penulis
sayangi.
iv
Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata
penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi kita semua.
Jakarta,10 Juni 2015
Penulis,
Sri Rahmayani
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
7
D. Metodologi Penelitian ....................................................................
8
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................
17
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 21
BAB II. TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Strategi..........................................................................
23
B. Proses Strategi................................................................................. 25
C. Strategi Pemberdayaan Masyarakat................................................
28
D. Pemberdayaan Perempuan..............................................................
36
1. Pengertian Pemberdayaan.........................................................
36
2. Pemberdayaan Perempuan........................................................
41
3. Pendekatan Pemberdayaan........................................................ 43
E. Kusta ..............................................................................................
45
1. Pengertian Penyakit Kusta........................................................
45
2. Penularan Penyakit Kusta.........................................................
46
3. Dampak Penyakit Kusta............................................................ 47
F. Program...........................................................................................
49
G. Kewirausahaan Sosial.....................................................................
50
vi
BAB III. GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................
53
1. Kampung Kusta Sitanala........................................................... 53
2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta......................................... 58
B. Profil Komunitas Nalacity............................................................... 59
1. Sejarah Komunitas Nalacity...................................................... 59
2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity............................................
61
3. Struktur kepengurusan Nalacity................................................ 62
4. Gambaran Umum Program kewirausahaan sosial Nalacity...... 63
BAB IV. ANALISIS DAN TEMUAN DATA
a. perencanaan strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita
kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di
kampung Sitanala Tanggerang..........................................................................
69
b. impelementasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita
kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di
kampung Sitanala Tanggerang..........................................................................
74
c. evaluasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita kusta
melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung
Sitanala Tanggerang.......................................................................................... 82
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................
97
B. Saran................................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
100
LAMPIRAN................................................................................................................. 102
vii
DAFTAR TABEL
a. Tabel 1 Data penderita kusta 14 provinsi di Indonesia periode
2010-2013...........................................................................................
2
b. Tabel 2 Rancangan Informan.............................................................. 12
c. Tabel 3 Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga menurut
kelurahan di kecamatan Neglasari kota Tangerang ..........................
54
d. Tabel 4 Fasilitas kesehatan di wilyah kecamatan Neglasari...............
55
e. Tabel 5 Data rekapitulasi peserta multiguna kecamatan Neglasari
kota Tangerang.................................................................................... 56
f. Tabel 6 Data sekolah di kecamatan Neglasari ...................................
57
g. Tabel 7 Data fasilitas pasar ................................................................
58
h. Tabel 8 Penderita cacat kusta kelurahan Karangsari..........................
59
i. Tabel 9 Struktur kepengurusan Nalacity............................................. 63
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks.Bukan hanya dari segi medis, bahkan meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti keluarga, masyarakat bahkan
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Kuman
kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyebab
penyakit kusta disebabkan kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber
penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah.
Kementerian Kesehatan mencatat 14 provinsi di Indonesia masih memiliki
beban kusta yang tinggi dengan angka penemuan kasus baru lebih dari 10 per 100
ribu penduduk atau lebih dari 1.000 kasus per tahun1. Pada periode 2010-2013
dari ke-14 provinsi di Indonesia, beban kusta tertinggi terdapat di daerah Papua
dengan total 3.537 (15%) penderita, dan terendah di Jawa Barat dengan total 759
(3%) penderita. Data menyeluruh tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
1
Kementrian Kesehatan RI, “Data Beban Kusta Periode 2010-2013”, artikel diakses pada
23 Desember 2014 dari http://www.Kemenkes.co.id.
1
2
TABEL 1
DATA PENDERITA KUSTA 14 PROVINSI DI INDONESIA
PERIODE 2010-2013
No
Provinsi Beban
Tinggi Kusta
Periode
2010-2013
Tahun
2010
Tahun
2011
Tahun
2012
Tahun
2013
Total
%
887
887
887
876
3537
15%
1
Papua
2
Jawa Timur
948.979
948.979
948.979
462.34
3309.277
14%
3
DKI Jakarta
227.348
227.348
1,574
747
2775.696
12%
4
Maluku Utara
209.351
209.351
1,559
174.524
2152.226
9%
5
Sulawesi Utara
480
480
480
575
2.015
8%
6
Jawa Tengah
573
573
573
178
1.897
8%
7
Aceh
391
391
391
360
1.533
6%
8
Sulawesi
Tenggara
425
425
425
163
1.438
6%
Sulawesi
Tengah
313
313
313
234
1.173
5%
10
Papua Barat
249
249
249
161
908
4%
11
Sulawesi
Selatan
247
247
247
117
858
4%
12
Gorontalo
234.003
234.003
234.003
138.035
840.044
4%
13
Sulawesi Barat
193
193
193
216
795
3%
14
Jawa Barat
195
195
195
174
759
3%
23990.24
100%
9
JUMLAH TOTAL
Sumber: Website Kementrian Kesehatan RI
3
Dampak
sosial
penyakit
kusta
ini
sedemikian
besarnya,
sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam.Tidak hanya bagi penderita
sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari
konsep perilaku penerimaan penderita kusta terhadap penyakitnya, dimana untuk
kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan
penyakit menular yang tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan,
najis dan menyebabkan kecacatan,menimbulkan rasa sedih, cemas, atau hampa
yang
terus-menerus,
energi
lemah,
kelelahan,
menjadi
lamban,
sulit
berkonsentrasi, sehingga membuat penderita merasa harga diri rendah.
Seorang penderita kusta yang mengalami kecacatan secara pasti akan
dihadapkan pada suatu kehilangan fungsi pengendalian diri, kehilangan peran, dan
mengalami trauma psikis. Dampak dari kecacatan tersebut sangatlah besar pada
umumnya penderita merasa rendah diri, merasa tekanan batin, takut terhadap
penyakitnya, malu dengan kecacatannya, takut menghadapi keluarga dan
masyarakat. Karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar, segan berobat
karena malu, apatis, tidak bisa mandiri sehingga menjadi beban orang lain. 2
Aspek yang sangat problematik dari suatu disabilitas adalah pandangan sosial
tentang analisa fungsionalis kesehatan dan penyakit. Sebagaimana diuraikan oleh
Talcot Parson, penyakit sangat dekat dengan penyimpangan sosial, karena itu
2
Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di Kampung Kusta RW 13
Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr
Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2011), Hlm 4-5.
4
merupakan suatu ancaman bagi pelaksanaan peran bagi orang yang “normal” dan
lebih luas lagi legitimasi bagi orang yang sakit.3
Pada beberapa studi kasus mengenai para penderita eks kusta, banyak diantara
mereka yang mengalami tingkat depresi dan krisis identitas, bukan hanya itu,
mereka juga mengalami proses diskriminasi terhadap akses kesehatan, pendidikan
maupun penghasilan. Para eks penderita kusta seringkali dipandang sebelah mata,
sebagai suatu komunitas marjinal yang sudah tidak bisa apa apa, tidak berdaya,
karena fisiknya yang sudah tidak lagi lengkap dan berfungsi seperti umumnya
manusia normal lain. Keinginan, motivasi, dan semangat mereka yang kuat untuk
berubah ke arah hidup yang lebih baik, dapat dilemahkan dengan keadaan dimana
masyarakat normal lain mendiskriminasikan mereka, tidak memberikan
kesempatan ruang untuk mereka para eks penderita penyakit kusta berkarya.
Kampung Sitanala Tanggerang, merupakan sebuah kampung yang banyak
dihuni oleh eks penderita kusta yang didominasi oleh orang tua.Untuk eks
penderita kusta kaum laki laki mereka sudah banyak bekerja dan diterima di ranah
publik.Namun, untuk eks penderita kusta perempuan sendiri mereka hanya
bekerja menjadi ibu rumah tangga dalam wilayah domestik. Kaum perempuan
eks penderita kusta tidak banyak memiliki keterampilan yang mumpuni, sehingga
mereka tidak bisa banyak membantu ekonomi keluarganya.
Pemberdayaan adalah sebuah
proses untuk berpartisipasi dalam berbagi
pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembagalembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa
3
Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN Jakarta,
2007), cet 1, h. 4.
5
orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain
yang menjadi
perhatiannya. 4
Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat terutama pada kasus para
perempuan
keterampilan
eks penderita kusta ialah dengan menyelenggarakan pendidikan
dan
kewirausahaan
sebagai
bagian
dalam
upaya
untuk
memandirikan para eks penderita kusta khususnya perempuan yang dikalangan
masyarakatnya diangap sudah tidak lagi produktif dan dipandang sebelah mata
sehingga para eks penderita kusta tidak dapat mencapai taraf kehidupan yang
cukup untuk keluarganya.
Nalacity merupakan salah satu lembaga yang peduli terhadap masyarakat eks
penderita kusta. Nalacity adalah sekelompok pemuda yang menginisiasi program
kewirausahaan sosial untuk memberdayakan ibu-ibu eks penderita kusta di
Sitanala, Tangerang, Banten. Bisnis ini berawal dari proyek sosial Indonesia
Leadership Development Program (ILDP) generasi pertama yang digulirkan lima
mahasiswa Universitas Indonesia untuk memenuhi kewajiban dari Direktorat
Kemahasiswaan Universitas Indonesia pada tahun 2010.
Selain program pemberdayaan kewirausahaan sosial untuk kaum disabilitas
(eks penderita kusta), Nalacity memiliki 5 program sosial lainnya. Yaitu, Nalacity
Club fokus kegiatan (menciptakan komunitas, ruang berbagi informasi), Nalacity
Labs fokus kegiatan (kolaborasi karya, inovasi produk pemberdayaan), Nalacity
Media fokus kegiatan (dokumentasi aktifitas, publisitas dan press release),
4
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian strategis
pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
cet 1, hal 59.
6
Nalacity Shop fokus kegiatan (siklus bisnis), dan Nalacity Life dengan fokus
kegiatan (pengembangan budaya, pewancanaan isu global positif, dan penyuluhan
kesehatan) yang ditujukkan tidak hanya bagi kaum disabilitas namun bermanfaat
pula bagi masyarakat umum (partisipan, kontributor) lainnya.
Peneliti tertarik mengambil penelitian mengenai strategi pemberdayaan
perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial
karena
program yang dilaksanakan diharapkan dapat membantu dalam peningkatan
ekonomi masyarakat eks penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tanggerang.
Keterampilan dan kemandirian menjadi sangat penting bagi para eks penderita
kusta yang sudah tidak lagi memiliki pekerjaan yang layak. Selain itu, alasan
ketertarikan peneliti lainnya karena jarang sekali masyarakat khususnya anakanak muda yang mau memberdayakan mereka karena kusta.
Untuk itu peneliti memberi judul skripsi untuk skripsi ini adalah “Strategi
Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks Penderita Kusta Melalui
Program kewirausahaan sosial Oleh Komunitas Nalacity Di Kampung Sitanala
Tanggerang”.
7
B. Batasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berangkat dari uraian pada bagian latar belakang masalah di atas, dan
karena terbatasnya waktu, tenaga serta dana,maka peneliti membatasi
penelitian ini pada program kewirausahaan sosial.
2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana perumusan strategi empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Kusta
Sitanala Tangerang ?
b. Bagaimana implementasi strategi empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala
Tanggerang?
c. Bagaimana hasil evaluasi strategi empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala
Tanggerang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang telah penulis
kemukakan, maka penulis menyampaikan tujuan penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui perumusan strategi empiris rasional pada perempuan
eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas
Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang.
b. Untuk
mengetahui
impelementasi
strategiempiris
rasional
pada
perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh
komunitas Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.
c. Untuk mengetahui evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks
penderita kusta melalui program usaha keterampilan oleh komunitas
Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.
2. Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Segi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
bagi
ilmu
pemberdayaanterutama
pada
Jurusan
Pengembangan
Masyarakat Islam, tentang pembangunan ekonomi melalui program
kewirausahaan sosial sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat.
b. Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk
penelitian lebih lanjut serta bahan evaluasi bagi komunitas Nalacity.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Bogdan dan
Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
9
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara utuh.5Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong, penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
metode yang ada.6
Berdasarkan definisi tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan
menguraikan
fakta-fakta
yang
terjadi
secara
alamiah
dengan
menggambarkannya secara rinci pelaksanaan pemberdayaan perempuan
mantan penderita kusta melalui program usaha keterampilan di kampung
Sitanala Tanggerang.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah pemukiman RT 01 RW 13 kampung kusta
Sitanala Tanggerang.Lokasi penelitian dipilih karena di wilayah tersebut
terdapat program pemberdayaan kewirausahaan sosial bagi perempuan mantan
penderita kusta.
5
Bagong Suyanto & Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 166.
6
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), edisi revisi, h. 5.
10
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan sejak bulan Desember 2014 hingga
bulan April 2015.
3. Sumber dan Jenis Data
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan sumber data yatu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik
dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara yang biasa
dilakukan oleh peneliti.seperti data yang diperoleh secara langsung dari
pengurus Nalacity Foundation dan kader-kader perempuan mantan
penderita kusta penerima manfaat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal
Nalacity, buku brand story of Nalacity, foto-foto, serta data yang
berhubungan dengan pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan
responden (subyek) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample
bertujuan (purposive sample)7.
7
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 241.
11
Dalam menentukan subjek penelitian ini peneliti memilih para
responden yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai para pengurus lembaga,
anggota komunitas Nalacity dan masyarakat mantan penderita kusta.
a. Pengurus Lembaga
Peneliti mewawancarai dua orang yang terdiri dari ibu Yovita
Aulia (Pendiri Nalacity Foundation), Ibu Hafiza (Humas Nalacity
Foundation), dan Kelurahan Sitanala Tanggerang.Alasan peneliti memilih
subyek penelitian ini karena peneliti menganggap orang-orang yang
peneliti sebutkan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab
dalam pelaksanaan program usaha keterampilan.Selain itu juga orang
orang tersebut adalah orang-orang yang berwenang dalam penentuan dan
pelaksanaan program usaha keterampilan serta kegiatan tambahan yang
bermanfaat bagi warga, khususnya warga kampung kusta Sitanala
Tanggerang.
b. Anggota Komunitas Nalacity
Terdiri dari ibu ibu dan perempuan mantan penderita kusta.
Dikarenakan pelaksanaan program baru terlaksana di RT 01 Keluarahan
Sitanala Tanggerang untuk itu peneliti memilih 3 kader komunitas
Nalacity penerima manfaat yaitu terdiri dari Ibu Lanny (Anggota
Komunitas Nalacity), Ibu Nur Misna (AnggotaKomunitas Nalacity), Ibu
12
Erna (AnggotaKomunitas Nalacity), yang peneliti anggap sering
mengikuti dan banyak mengetahui tentang kegiatan dan program usaha
keterampilan bagi perempuan mantan penderita kusta.
c. Masyarakat Mantan Penderita Kusta
Terdiri dari warga kampung kusta Sitanala Tanggerang yang belum
menjadi anggota komunitas Nalacity.
Untuk lebih jelasnya, subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 2
dengan pengkalsifikasian latar belakang dengan rancangan informan
sebagai berikut:
Tabel 2
Rancangan Informan
NO
1
INFORMAN
Pengurus
Nalacity
INFORMASI
YANG DICARI
JUMLAH
METODE
PENGUMPULAN
DATA
Gambaran lembaga,
latar belakang
program Nalacity,
hasil yang dicapai,
perencanaan
program,
implementasi
program, dan hasil
evaluasi
3
Wawancara bebas
terstruktur
13
2
Anggota
Komunitas
Nalacity
Pelaksanaan
program nalacity,
faktor penghambat
dan faktor
pendukung,
dokumentasi.
3
Masyarakat
Mantan
Penderita
Kusta
Pelaksanaan
program Nalacity,
dampak sosial
program Nalacity,
dokumentasi.
3
Wawancara bebas
terstruktur
1
Wawancara bebas
terstruktur
5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam penelitian, tentunya
diperlukan teknik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan
validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah Kredibilitas
(derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain8 hal itu
dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Peneliti
membandingkan hasil wawancara subjek penelitian dengan hasil temuan
pengamatan lapangan tentang pelaksanaan program usaha keterampilan
perempuan mantan penderita kusta di kampung Sitanala, Tanggerang.
8
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya
2001), hlm 330.
14
b. Membandingkan keadaan dan persfektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain. Peneliti membandingkan jawaban
antara para pengurus Nalacity dengan jawaban yang diberikan oleh
anggota komunitas Nalacity dan warga kampung kusta Sitanala
Tanggerang.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen atau data
sebagai bahan perbandingan.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh Data ini, penulis mengadakan penelitian dengan
menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi,yaitu menurut S. Margono Observasi diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian. 9
Observasi dilakukan ketika peneliti berkunjung ke kampung Kusta
Sitanala Tanggerang yang terletak di belakang rumah sakit kusta
Sitanala Tanggerang. Observasi ke kampung kusta sendiri peneliti
lakukan untuk melihat keadaan kampung kusta dan untuk melihat
proses pelaksanaan kegiatan program. Hasil observasi peneliti tuliskan
dalam catatan observasi.
9
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007), cetakan 2, h. 173.
15
b. Wawancara , adalah salah satu cara untuk memperoleh data melalui
informasi yang didengarnya dengan panca indera pendengaran, yang
sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada responden10
Narasumber yang digunakan dalam wawancara tersebut adalah
pertama ibu Yovita Aulia (Pendiri Nalacity), wawancara dilakukan
pertama kali melalui email dan chating dikarenakan Ibu Yovita sendiri
sedang berada di kota Bengkulu. Kedua Ibu Hafiza (Humas Nalacity),
wawancara dilakukan di kediamannya daerah Depok, Jawa Barat.
Ketiga
ibu
Lanny
(AnggotaKomunitas
Nalacity),
wawancara
dilakukan di kampung Sitanala Tanggerang. Penentuan ketiga
narasumber tersebut dikarenakan narasumber tersebut peneliti anggap
sebagai orang yang banyak mengetahui dan bertanggung jawab atas
program kewirausahaan sosial.
c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
data-data atau informasi yang diperoleh dari pihak pelaksana program
kewirausahaan sosial bagi mantan penderita kusta dan penerima
manfaat program tersebut yang berupa data indeks penderita kusta
kementrian kesehatan, jurnal nalacity foundation, buku brand story of
Nalacity Foundation
dan foto-foto serta dokumen-dokumen yang
didapatkan.
10
Syamsir Salam & Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, h. 82.
16
7. Teknik Analisa Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen, adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Dipihak lain, menurut Seiddel proses berjalannya Analisis Data Kualitatif
adalah sebagai berikut11.
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
Peneliti melakukan pencatatan yang peneliti tuliskan pada catatan hasil
observasi guna mempermudah peneliti dalam pengarsipan sumber
data.
b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengkalsifikasikan, mensintesiskan,
membuat ihtisar, dan membuat indeksnya.
Peneliti
melakukan
pengumpulan
data
baik
dengan
cara
mengumpulkan informasi, memilah lalu mengklasifikasikan data yang
diperoleh dari pihak pelaksana program kewirausahaan sosial.
c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.
11
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), h. 157.
17
Setelah peneliti melakukan pencatatan dan pengumpulan hasil
observasi, berikutnya peneliti menganalisis temuan temuan umum
dilapangan untuk mencari dan mengkaitkan pola hubungan antara teori
dan fakta pada program kewirausahaan sosial.
Dalam menganalisis data ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif,
yaitu mengembangkan objek penelitian apa adanya sesuai dengan
kenyataan berdasarkan teori yang ada. Pada saat menganalisa data hasil
observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada
kemudia menyimpulkannya.Setelah itu peneliti menganalisa kategorikategorinya.
8. Pedoman Penulisan
Pedoman yang peneliti gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) CEQDA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum peneliti mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusunnya
menjadi suatu karya ilmiah, peneliti mengkaji terlebih dahulu hasil-hasil
penelitian
terdahulu.Setelah
dilakukan
kajian
kepustakaan,
peneliti
menemukan beberapa hasil penelitian berupa skripsi yang membahas
mengenai penyakit kusta dan pemberdayaan. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
18
1. skripsi berjudul “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta
di Kelurahan Karangsari RW 13, Kecamatan Neglasari, Tanggerang”,
yang disusun oleh Rohmatika mahasiswi program studi Keperawatan
Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah
penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Bagaimana pengetahuan
persepsi konsep diri, sikap masyarakat terhadap penderita kusta yang
berhubungan dengan terjadinya Leprofobia. Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa konsep diri klien cacat kusta terjadi karena persepsi
masyarakat tentang kusta dan sikap masyarakat yang takut tertular ketika
melihat kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Ditemukan juga
bahwa sikap negatif kehadiran penderita kusta adalah pernikahan dengan
keluarga penderita kusta, namun dalam kegiatan sosial seperti syukuran
dan kegiatan keagamaan umumnya menunjukkan sikap positif dari
masyarakat umumnya informan memiliki konsep diri positif, mereka
menerima kecacatannya dan mampu mengungkapkan kepribadiannya
melalui wawancara. Dengan demikian disarankan untuk melakukan
promosi kesehatan dan upaya preventif secara terpadu melalui program
pelatihan khusus perawatan cacat kusta bagi petugas puskesmas dengan
pemeriksaan kecacatan tingkat II atau POD (Prevention Of Dissability).
2. Skripsi berjudul “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di Wisma
Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman Desa
Sendangharjo Kabupaten Blora”, yang disusun oleh Christi Natalia
19
Kushmanto mahasiswi program studi Sosiologi dan Antropologi
Universitas Negeri Semarang. Masalah penelitian yang dibahas dalam
skripsi ini adalah,
Pertama: Mengapa mantan penderita kusta lebih
memilih tinggal di WIRESKAT Kota Blora,
Kedua : Bagaimana
kehidupan sosial mantan penderita kusta di WIRESKAT Kota Blora?,
Ketiga : Upaya-upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu
mantan penderita kusta agar dapat diterima di masyarakat. Hasil penelitian
yang didapat menunjukkan bahwa mantan penderita kusta masih tetap
tinggal di Wisma Rehailitasi Sosial Katolik Blora adalah karena ingin
bersosialisasi sama seperti manusia lainnya. Selain itu adanya penolakan
dan diskriminasi yang diterima mantan penderita kusta di daerah asal
mereka. Di wisma tersebut mereka dapat bersosialisasi tidak halnya di
daerah asal mereka. Kehidupan sosial mereka sehari-hari dinilai dari
interaksi, ekonomi dan pendidikan. Pemberdayaan ekonomi diberikan
ketika mereka menjalani masa rehabilitasi dan bermanfaat bagi kehidupan
mereka. Kemudian upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu
mantan penderita kusta agar diterima masyarakat adalah pemberdayaan
dalam kegiatan ekonomi, sosialisasi atau interaksi mantan penderita kusta
terhadap masyarakat serta sosialisasi tentang status mantan penderita kusta
pada masyarakat umum yang luas.
20
3. Skripsi berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga Diri Pasien
Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala Tanggerang”. Yang disusun
oleh Suryanto Chandra Atmaja mahasiswa program studi ilmu
keperawatan Universitas Esa Unggul. Masalah penelitian yang dibahas
dalam skripsi ini adalah pertama : menjelaskan bagaimana hubungan
dukungan keluarga terhadap harga diri pasien kusta di rumah sakit kusta
Dr. Sitanala Tanggerang.Kedua : mengidentifikasi bagaimana dukungan
emosional keluarga pada pasien kusta di rumah sakit kusta Dr. Sitanala
Tanggerang. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa para
penderita kusta di rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang mengalami
tingkat depresi harga diri yang kacau, mereka bahkan malu terhadap bekas
luka yang didapat pasca sembuh dari kusta, bahkan diantara para pasien
penderita kusta sebagian keluarga mereka tidak mau menerima sampai
sembuh total. Sehingga setelah sembuh kebanyakan dari mereka enggan
untuk kembali kerumah nya dan memutuskan untuk tinggal di kampung
kusta yang terletak di belakang rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang.
4. Skripsi berjudul “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya
Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kramatsari
Kota Pekalongan Tahun 2002”. Yang disusun oleh Dwi Sofiarini
mahasiswi program studi Pendidikan Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Universitas Diponegoro. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi
ini adalah menjelaskan pertama: mengenai gambaran tentang sikap dan
21
peran keluarga dalam upaya penyembuhan penderita kusta. Kedua :
menjelaskan mengenai peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
penyakit kusta. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang penyakit kusta bagi sebagian besar masyarakat atau
keluarga penderita kusta tidak mengetahui penyebab dan cara penularan
penyakit kusta. Rendahnya akses informasi dan pengetahuan di wilayah
kerja puskesmas Kramatsari Kota Pekalongan membuat para penderita
kusta maupun mantan penderita kusta seringkali dikucilkan oleh sebagian
masyarakat. Selain itu penulis tersebut juga menyarankan agar sikap
masyarakat atau keluarga sebagaimana
mestinya tidak mengucilkan,
membawa penderita ke pelayanan kesehatan untuk berobat, peran
keluargapun tentunya sangat berperan penting terhadap psikologi para
penderitanya denan cara memberikan bantuan materiil kepada penderita,
menjalin komunikasi aktif dengan penderita, melibatkan penderita dalam
aktivitas sehari-hari, dan memberikan dukungan, semangat serta motivasi.
F. Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini disajikan dengan sistematika penulisan yang
mencakup 5 (lima) BAB yang dimaksudkan untuk mempermudah pembaca
dalam memahami laporan ini, adapun sistematika penulisan sebagai berikut.
22
BAB I
Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Teoritis
Dalam bab ini akan membahas landasan teoritis
dengan uraian: Strategi, Pemberdayaan Perempuan,
Kusta, Program dan Kewirausahaan Sosial.
BAB III
Gambaran Umum Wilayah
Dalam bab ini
akan membahas mengenai
Gambaran umum
lokasi penelitian Kampung
Kusta Sitanala dan Gambaran Umum Program
Kewirausahaan Sosial Komunitas Nalacity.
BAB IV
Analisis Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan
Perempuan
Mantan
Penderita
Kusta
Melalui
Program Kewirausahaan Sosial Oleh Komunitas
Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.
BAB V
Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan secara singkat
berdasarkan hasil dari strategi penelitian dan saran
saran yang menjadi penutup dari pembahasan
skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN STRATEGI
Di tinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu
Strategos yang diambil dari kata -strator yang berarti militer dan –ag yang berarti
memimpin. Pada konteks awalnya, strategis diartikan sebagai generalship atau
sesat yang dilakukan oleh para jenderal dalam membuat rencana untuk
menaklukkan musuh dan memenangkan perang.1
Sedangkan arti lain dari kata strategi yang masih sama Negara asal katanya
yaitu Yunani, bahwa strategi yaitu strategos yang berarti jenderal 2. Strategi pada
mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk
mengalahkan musuh.Namun, pada akhirnya strategi berkembang untuk semua
kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya dan agama.3
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi adalah suatu
ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu. 4
1
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi: Sebuah Konsep
Pengantar, (Jakarta: LPEE UI, 1999), h.8.
2
George Steiner dan John Minner, Manajemen Strategi, (Jakarta: Erlangga), h. 20.
3
Rafi’udin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia),
h. 76.
44
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1092.
23
24
Sedangkan definisi yang berbeda mengenai strategi diberikan oleh para ahli,
adalah sebagai berikut
1. Menurut Onong Uchjana, Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan
dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. 5
2. Menurut Chandler yang dikutip oleh Supriyono, strategi adalah penentuan
dasar goals jangka panjang dan tujuan pemberdayaan masyarakat serta
pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.6
3. Menurut Sondang Siagan, Strategi adalah cara yang terbaik untuk
mempergunakan dana, daya dan tenaga yang tersedia, sesuai dengan
tuntutan perubahan lingkungan. 7
Dari pengertian diatas, maka ditarik kesimpulan tentang strategi yaitu:
a. Strategi merupakan suatu kesatuan rencana yang terpadu, yang diperlukan
untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Dalam menyusun strategi perlu dihubungkan dengan lingkungan
organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi.
c. Dalam pencapaian tujuan organisasi, perlu alternatif strategi yang
dipertimbangkan dan harus dipilih.
5
Onong Uchjana Affendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999), h. 32.
6
Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnisi, (Yogyakarta: BPFC, 1985), H. 9.
Sondang Siagan, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta:
PT Gunung Agung, 1986), cet ke-1, h. 17.
7
25
B. PROSES STRATEGI
Seperti yang dikatakan oleh Joel Ross dan Michel bahwa sebuah oganisasi tanpa
adanya
strategi
umpama
kapal
tanpakemudi,
bergerak
berputus
tanpa
lingkaran.Organisasi yang dimiliki seperti pengembara, tanpa adanya tujuan
tertentu.8Fred R.David menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari
tiga tahapan, yaitu,merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan
mengevaluasi strategi.Adapun proses strategi terdiri dari tiga tahapan :
a. Perumusan Strategi
Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan tujuan,
mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas,
menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan.9 Dalam
perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas,
menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan.
Teknik perumusan strategi yang penting dapat didukung menjadi kerangka kerja
diantaranya :
1) Tahap Input (masukan)
Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah meringkas informasi sebagai
masukan awal, dasar yang diperlukannya untuk merumuskan strategi,
8
Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998) hal. 3.
Ibid., h. 15.
9
26
menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang
dihadapi organisasi.
2) Tahap Pencocokan
Proses yang dilakukan adalah memfokuskan pada menghasilkan strategi
alternatif yang layak dengan mendukung faktor-faktor eksternal dan internal.10
3) Tahap Pemutusan
Menggunakan suatu macam tekhnik, diperoleh input sasaran dalam
mengevaluasi strategi alternatif yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua.11
Perumusan strategi haruslah selalu melihat kearah depan dan tujuan artinya
peran perencanaan amatlah penting dan mempunyai andil yang besar baik
interen maupun eksteren.
b. Implementasi Strategi
Implementasi
strategi
termasuk
pengembangan
adanya
dalam
mendukungstrategi,mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan tahunan,,
membuat kebijakan, memotivasi pegawai, menciptakan struktur organisasi
yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan
memanfaatkan sistem informasi yang termasuk12. Impelementasi sering
disebut tahapan tindakan, karena implementasi berarti memobilisasi manusia
yang ada dalam sebuah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan.Tahap
inimerupakan tahap paling sulit karena memerlukan kedisiplinan, komitmen
10
Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998), h. 183
Ibid., h. 198
12
Ibid., h.5
11
27
dan pengorbanan, kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya
implementasi strategi.
c. Evaluasi Strategi
Menerapkan dari tahap akhir strategi ada tiga macam aktivitas
mendasar untuk mengevaluasi strategi.
1) Menuju faktor-faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang menjadi dasar asumsi
pembuatan strategi. Adapun perubahan faktor eksternal seperti tindakan
yang dilakukan. Perubahan yang ada akan menjadi satu hambatan dalam
pencapaian tujuan begitu pula dalam sebuah faktor internal yang
diantaranya strategi yang tidak efektif atau efektivitas impelementasi yang
buruk akan berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai.
2) Mengukur prestasi
(membanding
hasil
yang diharapkan dengan
kenyataan). Menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi
prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah
penyampaian yang dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus
dapat diukur dan dibutuhkan, kriteria yang meramalkan hasil lebih
daripada kriteria yang mengungkapkan apa yang telah terjadi.
3) Mengambil tindakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar
rencana. Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa
strategi yang sudah akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus
dirumuskan. Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen
28
Strategi Konsep bahwa “Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau
hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan atau pencapaian yang
direncanakan maka disitulah tindakan kreatif dilakukan”.13
Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan bertanggung
jawab secara sosial, evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan
merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Evaluasi strategi mungkin
berupa tindakan yang kompleks dan peka, karena terlalu banyak penekanan.
Pada evaluasi strategi akan merugikan suatu haisl yang akan dicapai. Evaluasi
strategi sangat penting untuk memastikan sasaran yang telah dicapai.Evaluasi
strategi perlu untuk semua organisasi dari semua kegiatan dengan
mempertanyakan dan asumsi manajerial, harus memicu tujuan dan nilai-nilai
merangsang kreativitas.
C. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa strategi
adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan
keunggulan strategi perusahaan dengan lingkungan dan yang dirancang untuk
memastkan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapau melalui
pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan14.
13
Ibid,. H. 104.
Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan,
edisi ke-3 (Jakarta:Erlangga, 1988), h. 13.
14
29
Menurut Jim Ife ada 3 strategi yang diterapkan untuk pemberdayaan
masyarakat:
1. Perencanaan dan kebijakan (Policy and planning)
untuk mengembangkan perubahan struktur dan institusi sehingga
memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber
kehidupan dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Perencanaan dan
policy yang berpihak dapat dirancang untuk menyediakan sumber
kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai keberdayaan .
2. Aksi sosial dan politik (social and political action)
Diartikan agar sistem politik yang tertutup diubah sehingga
memungkinkan
masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam sistem
politik.Adanya keterlibatan masyarakat secara politik membuka
peluang dalam memperoleh kondisi keberdayaan.
3. Peningkatan kesadaran dan pendidikan masyarakat seringkali tidak
menyadari penindasan yang terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan
diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup secara
ekonomi dan sosial. Untuk masalah ini peningkatan kesadaran dan
pendidikan dapat diterapkan. Contoh: memberi pemahaman kepada
30
masyarakat tentang bagaimana struktur struktur penindasan terjadi,
memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan secara efektif. 15
Morris dan Binstock juga memperkenalkan tiga strategi perencanaan dan aksi
pengembangan masyarakat. Perencanaan dan aksi untuk perubahan tersebut
dilaksanakan melalui:
1) Modifikasi pola sikap dan perilaku dengan pendidikan dan aksi lainnya.
2) Mengubah
kondisi
sosial
dengan
mengubah
kebijakan-kebijakan
organisasi formal.
3) Reformasi peraturan dan sistem fungsional suatu masyarakat.16
Parsons et. Al, menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan
secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses
pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien
dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini
dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah
strategi utama pemberdayaan.
Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan
melalui kolektivitas.dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja
15
Jim Ife, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”, artikel diakses pda 3 februari 2015 dari
http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html.
16
Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2014), h. 59
31
dilakukan secara individual, meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap
berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau
sistem lain diluar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):
mikro, mezzo, dan makro.
1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas (task centerd approach).
2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya
digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap-sikap
klien
agar
memiliki
kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem
lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye,
aksi
sosial,
lobbying,
pengorganisasian
masyarakat,
managemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
32
Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.17
Dalam melaksanakan suatu program pengembangan masyarakat terdapat
berbagai macam strategi pengembangan.Chin dan Benne sebagaimana yang
dikutip oleh Nasdian memperkenalkan tiga strategi yang dapat dijadikan strategi
pengembangan masyarakat, yaitu rational empirical, normative reductive, dan
power coercive.Penjelasan ketiga strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Strategi Empiris-Rasional
Strategi
Empiris-Rasional
menggunakan
pendekatan
pengembangan
masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat
yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Strategi
Empiris-rasional didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia itu rasional
dengan musuh utamanya yaitu kebodohan dan tahayul, dalam mengikuti
kepentingan-kepentingan dirinya, maka manusia akan bersikap rasional, manusia
juga akan menerima perubahan apabila perubahan tersebut dapat diterima dan
rasional. Tujuan strategi empiris-rasional yaitu adanya perubahan pengetahuan
melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual.
17
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2005), cet ke-1, h. 66.
33
2) Strategi Normatif-Reeduktif
Strategi ini terkait dengan nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat yang
berhubungan
dengan
penyimpangan-penyimpangan
yang
ada
dalam
masyarakat.Strategi Normatif-reeduktif didasarkan pada asumsi pola tindakan dan
perilaku warga masyarakat yang didukung oleh norma-norma sosial-budaya, dan
komitmen individu terhadap norma-norma.Norma sosial-budaya didukung oleh
sikap dan sistem nilai dari individu.Perubahan pola perilaku atau tindakan
masyarakat hanya terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah
orientasi normatif terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap
pola yang baru.Tujuan strategi Normatif-reeduktif yaitu adanya perubahan sikap,
perasaan, dan pola hubungan dalam masyarakat.
3) Strategi Power-Coercive
Strategi ini terkait dengan masalah ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat.
Strategi Power-coercive didasarkan kepada asumsi bahwa manusia akan
mengikuti keinginan pihak lain yang mereka lihat memiliki kekuasaan yang lebih
besar. Peran yang lebih besar dari penguasa untuk melakukan inisiatif dan
pengaturan yaitu apabila masyarakat memiliki tingkat intelektual yang rendah.
Apabila masyarakat sudah tidak memiliki daya tawar dan kemampuan untuk
mengoreksi lagi maka masyarakat akan mengikuti perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungannya. Unsur kekuasaan yang digunakan yaitu kekuasaan
34
politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan moral.Tujuan dari strategi power-coercive
yaitu adanya perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah perubahan.18
Dari beberapa macam strategi pemberdayaan masyarakat yang telah diuraikan
pada bagian landasan teori, peneliti melihat strategi yang digunakan komunitas
Nalacity dalam melakukan pemberdayaan perempuan mantan penderita kusta
yaitu dengan memakai strategi dari tokoh Chin dan Benne yakni strategi EmpirisRasional. Strategi Empiris Rasional disini dilakukan dengan pendekatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada
didalam
masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam
masyarakat dengan tujuan adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau
dasar pemikiran intelektual yang dilakukan Nalacity terhadap ibu ibu mantan
penderita kusta dalam program kewirausahaan sosial. Untuk membantu
menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity, maka peneliti akan
membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai teori pendukung dari
tokoh Fred R David dalam bukunya “Strategi Manajemen Konsep” yang
menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan. Yaitu
merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi.
Pada perumusan strategi, dilakukan ketika Nalacity memberikan konseling
terhadap mereka (ibu-ibu mantan penderita kusta) dengan mensurvey
untuk
mengetahui latar belakang kondisi para keluarga mantan penderita kusta.
18
Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2014), h. 60
35
Setelah itu, para pendamping melakukan treatment yaitu bimbingan sosial
dengan metode pemberian motivasi untuk meningkatkan rasa percaya diri,
berdiskusi, serta memberikan
penyuluhan tentang kesehatan dan kebersihan.
Bimbingan sosial sendiri merupakan salah satu kegiatan yang diberikan dalam
bentuk pendampingan secara intensif dengan menekankan pada aspek perubahan
sikap dan norma susila kepada ibu ibu para mantan penderita kusta. Hal ini
meliputi beberapa aspek yaitu pertama, psikologis dengan menekankan pada
perubahan pada jiwa ibu ibu.Kedua, mental spiritual yaitu dengan memberikan
pemahaman tentang nilai nilai spiritual keislaman dan mental positif dengan
memberikan motivasi untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam
hidup.Ketiga, fisik yaitu memberikan konsultasi dan penyuluhan tentang penyakit
kusta serta pemberian charity berupa sembako untuk kebutuhan sehari hari
mereka.
Kemudian pada tahap implementasi strategi, pendamping membuat satu
kelompok yang terdiri dari 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta yang sudah
memiliki basic menjahit.Mereka diberikan pelatihan keterampilan untuk membuat
pola ukiran lalu memayetkannya (memanik) pada jilbab.Pelatihan diberikan
selama 1 bulan sampai mereka mahir dan hasilnya layak untuk di produksi.
Lalu pada tahap evaluasi strategi, Nalacity akan melihat bagaimana dampak
perubahan yang terjadi pada ibu ibu mantan penderita kusta setelah mengikuti
program kewirausahaan sosial, dan harapannya ibu ibu yang sudah berdaya dari
36
hasil program kewirausahaan sosial tersebut harus menularkan ilmunya kepada
para ibu ibu mantan penderita kusta lainnya agar mereka pun dapat berdaya dan
terbentuk kemandiriannya.
D. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi
kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya.Daya artinya kekuatan,
berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata berdaya apabila diberi awalan pedengan mesisipkan m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya
membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai
kekuatan.Onny S. Priyono dan Pranarka, sebagaimana yang dikutip oleh
Roesmidi dan Riza Risyanti didalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat,
berdasarkan penelitian kepustakaan tentang pengertian diatas, dinyatakan bahwa
proses
pemberdayaan
mengandung
dua
kecendrungan.
Pertama,
yang
menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,
kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar memunyai keampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
19
h.1-2.
19
Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alquaprint, 2006),
37
Dalam sebuah ayat Al-quran pun menyebutkan tentang Sosial masyarakat.
Yakni bahwa manusia diwajibkan untuk memberdayakan dirinya sendiri melalui
hubungan dengan masyarakat lainnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih
baik.
Surat al-Ra’du ayat 11
ْ‫لَهُ هُعَقِّجَبتٌ هِيْ ثَيْيِ يَذَيْهِ وَهِيْ خَلْفِهِ يَحْ َفظُىْ ًَهُ هِيْ ؒاَهْشِاهللِ إِىَّ اهللَ الَيُغَيِّشُ هَب ِث َقىْمٍ سُيُغَيِّحَتَّى وْا هَب ؒثِأًَْ ُفسِهِن‬
ٍ‫﴾وَّال‬١١﴿ ْ‫س ْىءًا َفالَ ًهَشَدَّالَهُ وَهَبلَهُنْ هِيْ ُدوًِْهِ هِي‬
ُ ٍ‫وَاِرَا أَسَادَاهللُ ثِ َقىْم‬
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah,
sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Menurut Hulme dan Turner, pemberdayaan mendorong terjadinya perubahan
sosial yang memungkinkan orang orang pinggiran yang tak berdaya untuk
memberi pengaruh yang lebih besar pada arena politik secara lokal dan
nasional.Karenanya, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.
Pemberdayaan merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan
kekuatan/kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembagalembaga sosial. Disamping itu, pemberdayaan juga merupakan proses perubahan
pribadi karena masing masing individu mengambil tindakan atas nama diri
38
mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap
dunia tempat ia tinggal.20
Tokoh lain, Jim Ife sebagaimana yang dikutip oleh Edi Suharto dalam
bukunya
Membangun
Masyarakat
Memberdayakan
Rakyat,
mengatakan
pemberdayaan mengandung dua kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah.
Kekuasaan disini bukan saja diartikan menyangkut kekuasaan politik dalam arti
sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:
a) Pilihan-pilihan rasional dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan
dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat
tinggal, pekerjaan.
b) Pendefinisiankebutuhan:
kemampuan
menentukan
kebutuhan
selarasaspirasi dan keinginannya.
c) Idea ataugagasan: kemampuan mengekspresikan dan menymbangkan
gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
d) Lembaga-lembaga:kemampuan
menjangkau,
menggunakan
dan
mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan
sosial, pendidikan dan kesehatan.
e) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal,
informal, dan kemasyarakatan.
20
Ibid., h. 5.
39
f) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme
produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa.
g) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dngan proses kelahiran,
perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. 21
Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah
pengembangan. Menurut Imang Mansur Burhan sebagaimana dikutip oleh Nanih
Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei mendefinisikan pemberdayaan umat
atau masyarakat sebagi upaya untuk membangkitkan potensi umat islam kearah
yang lebih baik, baik dalam kehidupan sosial, politik, maupun ekonomi22
Adapun pemberdayaan menurut Mc. Ardle mengatakan bahwa pemberdayaan
sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen
melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan
kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan”
untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi
pengetahuan, keterampilan serta sumber daya lainnya dalam rangka mencapai
tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.
Namun demikian, Mc. Ardle mengimpilkasikan makna tersebut bukan untuk
21
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika
Aditama: 2005), h. 59
22
Nanih Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam,
(Bandung: Rosda Karya, 2001), cet ke-1, h. 42.
40
mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses dalam pengambilan
keputusan. 23
Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada
intinya, ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, amtara lain transfer daya
dari lingkungannya. 24
Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun
komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang
harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari kedepannya. 25
Pemberdayaan
adalah
sebuah
proses
dan
tujuan.
Sebagai
proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
23
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial,
(Fakultas Ekonomi UI, 2002), H. 162.
24
Ibid., h. 163
25
Ibid., h. 164.
41
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial,
yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas tugas kehidupannya. 26
Dari
pengertian
diatas,
maka
disimpulkan
bahwa
yang
dimaksud
pemberdayaan adalah sebuah gerakan penguatan sosial agar masyarakat tadinya
lemah, baik dalam bidang sosial, ekonomi serta politk, diberdayakan sehingga
membangkitkan kesadaran masyarakat tersebut dapat meningkatkan potensi yang
mereka miliki dan guna membangun serta menentukan tindakan berdasarkan
keinginan mereka secara mandiri melalui strategi dan pendekatan tertentu yang
dapat menjamin keberhasilan hakiki dalam bentu kemandirian.
2. Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan menurut Melly G Tan sebagaimana dikutip oleh
Nadya Kaharima dalam skripsinya, adalah meningkatkan keinginan, tuntutan,
membagi kekuasaan (Sharing Power) dalam posisi yang setara (equal),
26
Edi Suharto, “Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin:
konsep, Indikator dan Strategi “, Artikel diakses pada 29 Januari 2015 dari
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_30.htm.
42
representasi serta partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 27
Dalam surat Al-Hujurat ayat 11 menjelaskan tentang bersopan santun dalam
bermasyarakat. Dan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan
bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal, saling menolong, dan
saling menghargai sesama.
َّ‫عسَى ؒ خَيْشًاهٌِْهُي‬
َ ْ‫عسَى اَىْ يَ ُكىًُْىْاخَيْشًاهٌِْهُنْ وَالَ ًِسَبءٌ هِيْ ًِسَبءٍ يَكُيَّ اَى‬
َ ٍ‫يَبَيُّهَبالَّزِيْيَ سْالَ َيسْخَبَهٌَُىْا ْوقَ مٌ هِيْ َقىْم‬
َ‫﴾الظَّبلِ ُوىْى‬١١﴿ ُ‫س ْىقُ ؒثَعْذَاْإلِيْوَبىِ وَهَيْ لَنْ يَتُتْ فَأُولَئِكَ هُن‬
ُ ‫إلسْنُ الْ ُف‬
ِ ‫وَالَتَلْوِ ُزوْااًَْ ُفسَكُنْ وَالَتٌََبثَ ُزوْا ؒثِبْالَلْقَبةِ ثِئْسَ ا‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolokolokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih
baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolokolok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik
dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburukburuk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat,
maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”.
27
Nadya Kaharima, “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Gender
Mainstreaming : Studi kasus Workshop Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita” (Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008).
43
Tujuan utama pemberdayaan Perempuan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat khususnya, kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik
karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena
kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).28
Oleh karena itu pada penjelasan diatas, pemberdayaan perempuan sangat
penting dan erat kaitannya dengan pembangunan. Karena tenyata dengan konsep
budaya Patriarki yang masih melekat di Indonesia, mengakibatkan sebagian
perempuan terutama didaerah terpencil menjadi tidak berdaya.Tingkat pendidikan
yang cenderung lebih rendah, hak reproduksi yang cenderung dipaksakan,
kekerasan perempuan merajalela, ketertinggalan perempuan dari dunia politik dan
lain sebagainya.
Agar terjadi pembangunan yang seimbang, diperlukan upaya pembangunan
pemberdayaan kepada perempuan agar mereka mempunyai akses dan kontrol
terhadap semua aspek pembangunan baik dalam lingkup internal (misalnya
keluarga) maupun dalam lingkup eksternal (misalnya masyarakat dan publik).
28
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika
Aditama: 2005), h. 60
44
3. Pendekatan Pemberdayaan
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas dicapai
melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P,
yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan.
a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekat sekat kultural dan
struktural yang menghambat.
b. Penguatan
: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbukembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat
yang menunjang kemandirian mereka.
c. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat
dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat
terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada
penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil.
45
d. Penyokongan :
masyarakat
memberikan
mampu
bimbingan
menjalankan
dan
peranan
dukungan
dan
agar
tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat
agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah
dan terpinggirkan.
e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan
yang memungkinkan setiap orang memperoleh
ksempatan berusaha. 29
Dubois dan Miley memberi beberapa cara atau teknik yang lebih spesifik
yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat:
a. Membangun
relasi
pertolongan
yang
merefleksikan
respon
empati,
menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self
determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu, menekankan
kerjasama klien (client partnerships).
29
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika
Aditama, 2005), h. 67.
46
b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien,
mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga
kerahasiaan klien.
c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam
semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien,
merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar dan melibatkan
klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketaatan
terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan professional,
riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan kesulitan pribadi ke
dalam isu-isu public, penghapusan segala bentuk diskriminasi dan
ketidaksetaraan kesempatan. 30
E. KUSTA
1. Pengertian Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta, yakni kushtha berarti
kumpulan gejala gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.
Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut
Morbus Hansen. Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium
Leprae yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,230
Ibid,. h.68
47
0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu satu, hidup
dalam sel, dan bersifat tahan asam. Penyakit kusta bersifat menahun karena
bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa
tunasnya rata rata 2-15 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan kepada orang
lain melalui saluran pernapasan dan kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak
terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan mukosa hidung.
2. Penularan Penyakit Kusta
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller
(MB) yang belum pernah diobati kepada orang lain dengan cara penularan
langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar
para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak
perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :
a. Faktor Sumber Penularan
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB yang belum
pernah diobati. Penderita MB inipun tidak akan menularkan kusta
apabila berobat teratur.
b. Faktor Kuman Kusta
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari
tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta
yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.
48
c. Faktor Daya Tahan Tubuh
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (96,5%).
Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran dari 100 orang yang
terpapar:
1) Orang tidak menjadi sakit adalah Sembilan puluh tujuh
2) Orang sembuh sendiri tanpa obat adalah dua
3) Orang menjadi sakit adalah satu hal ini belum lagi
memperhitungkan pengaruh pengobatan.
3. Dampak Penyakit Kusta
Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan
mengalami trauma psikis. Menurut Zulkifli sebagai akibat dari trauma psikis
ini, si penderita antara lain sebagai berikut:
a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan
b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau
keluarganya menderita penyakit kusta.
c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya,
termasuk keluarganya.
d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa
bodoh terhadap penyakitnya.
Sebagai akibat dari hal hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah
antara lain:
49
1) Masalah terhadap diri penderita kusta
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin,
takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengadapi
keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang
kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan
tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis,
gelandangan,dsb)
2) Masalah terhadap keluarga
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk
dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan
oleh masyarakat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita
agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasinkan
penderita dari keluarga karena takut ketularan.
3) Masalah terhadap masyarakat
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi
kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan
penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan,
kutukan tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat
kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka
penderita sulit untuk diterima di tengah tengah masyarakat,
masyarakat menjauhi keluarga dari penderita, merasa takut dan
50
menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan
keluarganya diasingkan.31
F. PROGRAM
Program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Menurut J.C. Tukian, dalam pengembangan masyarakat program
merupakan kegiatan yang dapat mendukung adanya aktualisasi Dan partisipasi
aktif dari masyarakat.32 Program dapat bermacam-macam wujudnya ditinjau dari
berbagai aspek, yakni tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempitnya pelaksana,
sifatnya dan sebagainya, yaitu sebagai berikut :
1. Ditinjau dari tujuan, ada program yang kegiatannya bertujuan mencari
keuntungan (kegiatan komersil) dan ada yang bertujuan sukarela (kegiatan
sosial).
2. Ditinjau dari jenis, ada program pendidikan, program koperasi, rogram
kemasyarakatan,
program
pertanian
dan
sebagainya
yang
mengklasifikasikannya didasarkan atas isi kegiatan program tersebut.
31
Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta di Kampung Kusta RW 13
Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Di Rumah Sakit Kusta Dr
Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan FKIK, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2011), hal. 22-24.
32
J.C. Tukian Taruna, Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan Untuk Semua,
(Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000), h. 183-184.
51
3. Ditinjau dari jangka waktu, ada program berjangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Untuk ukuran jangka waktu bagi sesuatu
program agak relatif.
4. Ditinjau dari keluasannya, ada program sempit, hanya menyangkut
variable yang terbatas. Program luas, menyangkut banyak variable.
5. Ditinjau dari pelaksana, maka ada program kecil yang hanya dilaksanakan
oleh beberapa orang dan program besar yang dilaksanakan berpuluh
bahkan beratus orang.
6. Ditinjau dari sifatnya, ada program penting dan program kurang penting.
Program penting adalah program yang dampaknya menyangkut nasib
orang banyak mengenai hal yang vital, sedangkan program kurang penting
adalah sebaliknya. 33
G. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Berdasarkan pengertiannya, kewirausahaan sosial (Social Entreupreneurship)
merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari kedua kata,
yaitu social yang artinya kemasyarakatan dan entreupreneurship yang artinya
kewirausahaan.
Pengertian kewirausahaan sosial menurut Gerald Smale dkk, “Social
entreupreneurship is ability to initiate, lead and carry though problem-solving
33
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h. 1-3.
52
and an understanding that all resource all locations are really stewardship
investment”.(dalam handout dialog interaktif membangun ekonomi rakyat melalui
inovasi kewirausahaan sosial) Artinya kewirausahaan sosial adalah kemampuan
untuk menggagas, memimpin dan melaksanakan strategi pemecahan masalah,
melalui kerjasama dengan orang lain dalam semua jenis jaringan sosial.
Menurut Austin dalam Budhi Wibhawa dkk didalam bukunya yang berjudul
Entreupreneurship Social Enterprise Corporate Social Responbility. Yakni
kewirausahaan sosial adalah upaya inovatif, aktifitas menciptakan nilai sosial
yang dapat terjadi di dalam atau di bisnis, nirlaba, dan sektor publik.
Sedangkan menurut Johanna Mair kewirausahaan sosial adalah penggunaan
inovasi untuk membuat sebuah usaha sosial dari kombinasi sumber daya untuk
mengejar peluang dengan mengarah pada pembentukkan organisasi atau praktekpraktek yang dihasilkan dan mempertahankan manfaat sosial.
Dari ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sosial
merupakan sesuatu gagasan dalam menjalankan strategi pemecahan masalah
sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan usaha sosial untuk
mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat.
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Kampung Kusta Sitanala
Kampung kusta Sitanala sebuah perkampungan yang terletak tepat di
belakang rumah sakit kusta Sitanala Tangerang, Banten.Kampung kusta dihuni
oleh para mantan penderita kusta baik yang sudah tidak diterima lagi oleh
keluarganya maupun yang merasa malu untuk
kembali ke kampung
halamannya.Oleh karena itu, pihak rumah sakit kusta Sitanala memberikan izin
untuk para mantan penderita kusta tinggal di areal lingkungan rumah sakit.
Kampung Kusta terletak di kelurahan Karangsari kecamatan Neglasari,
sebelah selatan dengan sungai Cisadane, sebelah timur dengan kelurahan
Karanganyar, sebelah barat dengan kelurahan Mekarsari. Di RW 13 merupakan
komunitas mantan kusta terbanyak jumlah penderitanya yang biasa disebut
kampung kusta, dengan jumlah penduduk antara lain: yatim piatu sebanyak 31
orang, jompo 149 orang. Ex kusta 985 orang dan pra Kusta 443 orang.1
Kampung kusta termasuk pula kedalam Kecamatan Neglasari Kelurahan
Karang Sari Tangerang, Banten. Sebagai daerah yang berdekatan dengan lokasi
1
Kelurahan Karangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses pada tanggal 3
Februari 2015 dari https://kelurahankarangsari.wordpress.com/2010/09/30/kelurahan-karangsari/
53
54
kantor Pusat Pemerintahan (PUSPEM) Kota Tangerang (± 1 km), dan wilayah
DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara memberikan pengaruh yang signifikan
dalam perkembangan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Kecamatan
Neglasari secara lebih dinamis dibandingkan perkembangan masyarakat di
wilayah lainnya. Karakteristik masyarakat Kecamatan Neglasari sudah sangat
majemuk layaknya masyarakat Ibukota Jakarta. Keberadaan secara geografis ini
sesungguhnya memerlukan perhatian yang lebih seksama dalam pelaksanaan
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan di wilayah ini, khususnya
dalam merespon perkembangan yang cepat yang terjadi di dalam masyarakat
Kecamatan Neglasari yang dinamis dan sudah sangat majemuk ini.2
Secara administratif, Kecamatan Neglasari terbagi menjadi 7 (tujuh)
kelurahan, 50 Rukun Warga (RW) dan 243 Rukun Tetangga (RT). Uraian wilayah
secara administratif dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
TABEL 3
Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga Menurut Kelurahan
Karangsari Kecamatan Neglasari Kota Tangerang Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
Kelurahan
Neglasari
Mekarsari
Karang Sari
Karang Anyar
Kedaung Wetan
2
Jumlah Rukun
Warga (RW)
8
6
15
7
4
Jumlah Rukun
Tetangga (RT)
45
33
55
33
21
Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, diakses pada tanggal 5 Februari 2015
dari http://kecamatanneglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasari-kota_1372.html
55
6
7
Kedaung Baru
3
Selapajang Jaya
7
Kecamatan Neglasari
50
Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten
16
40
243
Dalam bidang kesehatan, di wilayah kecamatan Neglasari memiliki fasilitas
kesehatan seperti Rumah Sakit, Poliklinik, Puskesmas, dan Posyandu yang dapat
menunjang kebutuhan kesehatan untuk masyarakatnya. keberadaan fasilitas kesehatan
pada tabel 4 dibawah ini antara lain meliputi:
TABEL 4
Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kecamatan Neglasari Tahun 2013
No
1
Jenis Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit Khusus Pemerintah
(RSK. DR. Sitanala)
2
Rumah Sakit Anak Bersalin
3
Poliklinik
4
Puskesmas:
- Puskesmas Neglasari
- Puskesmas Kedaung Wetan
5
Puskesmas Pembantu
(Pustu Selapajang Jaya)
6
Puskesmas Keliling
7
Posyandu Pratama
8
Posyandu Madya
9
Posyandu Purnama
10
Posyandu Mandiri
Jumlah Fasilitas Kesehatan Kec. Neglasari
Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten
Jumlah
1
5
9
2
1
1
10
27
20
4
70
56
Selain itu, dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar
bagi masyarakat kurang mampu di Kota Tangerang, Pemkot Tangerang
menyelenggarakan sistem jaminan pelayanan kesehatan melalui program Multiguna
(untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar). Dimana program tersebut adalah
program yang di inisiasi oleh pemerintah Kota Tangerang yang memfokuskan pada
pelayanan dan penyuluhan mengenai kesehatan. Sehingga, masyarakat tidak hanya
mendapatkan pelayanan kesehatan namun, masyarakat pun diberikan pendidikan
(pengetahuan) dasar mengenai macam-macam penyakit, pola hidup sehat, dan
penanganan awal pada penyakit. Adapun datanya tersaji pada tabel 5 sebagai berikut:
TABEL 5
Data Rekapitulasi Peserta Multiguna Kecamatan Neglasari Tahun 2013
No
Kelurahan
Jumlah
Jiwa
KK
1
Neglasari
9. 337
2,549
2
Mekarsari
5. 512
1,554
3
Karangsari
12. 683
3,405
4
Karanganyar
5. 295
1,486
5
Kedaung Wetan
7. 782
1,986
6
Kedaung Baru
5. 640
1,491
7
Selapajang Jaya
8. 771
2,35
Total Jumlah
55. 020
14,821
Sumber data: Data Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten
%
17%
10%
23%
10%
13%
10%
16%
100%
57
2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta
Pada tahun 2012 di kota Tangerang provinsi Banten terdapat penderita cacat
kusta tingkat II yang terdaftar dengan tipe MB sebanyak 26 orang dari 1.412.539
penduduk dan penderita baru dengan tipe MB sebanyak 15 orang dari 1.412.539
penduduk, cacat tingkat II sebanyak 13,3%, antara usia 0-<15 tahun. Dikelurahan
Karangsari RW 13 terdapat penderita cacat kusta tingkat II sebanyak 443 orang
yang tersebar di 5 RT. Distribusi dan jumlah penderita cacat kusta menurut RW
13 di wilayah kelurahan Karangsari pada tahun 2013, sedangkan jumlah penderita
cacat kusta paling banyak adalah di RT 05. Berikut tabel 8 mengenai jumlah
penderita cacat kusta di wilayah kelurahan Karangsari RW 13.
TABEL 8
Penderita Cacat Kusta Di RW 13 Kelurahan Karangsari
RT
Jumlah penderita cacat kusta
01
103 orang
02
68 orang
03
55 orang
04
105 orang
05
112 orang
Sumber: Website PMKS wilayah RW 13 kelurahan Karangsari
B. Profil Komunitas Nalacity
1. Sejarah Komunitas Nalacity
Nalacity pada mulanya adalah program social entreupreneurship initiative
yang digagas oleh forum para mahasiswa berprestasi (Mapres) Universitas
58
Indonesia dalam kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) .
Komunitas Nalacity pun lahir dari hasil pengamatan yakni salah seorang pendiri
Nalacity yang tinggal di Tangerang. melihat banyaknya mantan penderita kusta di
sana, atau yang biasa disebut dengan OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita
Kusta) bekerja serabutan, dengan menjadi pemulung, tukang sapu jalanan, hingga
pengemis. Fenomena ini dilihat sebagai suatu masalah sosial yang perlu
diatasi.Kemudian lahirlah ide untuk membuat pemberdayaan masyarakat untuk
mereka.Nalacity berkeinginan meningkatkan taraf hidup mereka melalui
peningkatan penghasilan, dan peningkatan rasa percaya diri mereka yang kian
lama kian menghilang seiring dengan semakin negatifnya paradigma OYPMK
yang beredar di masyarakat.
Komunitas Nalacity yang dipimpin oleh Hafiza Elvira berada di bawah
naungan Nalacity Foundation beralamat di desa Karangsari kecamatan Neglasari,
Tanggerang Banten. Komunitas Nalacity didirikan pertama kali oleh 5 orang
pemuda mahasiswa Universitas Indonesia yaitu Yovita Salysa Aulia, Andreas
Senjaya, Arriyadhul Qolbi Nasution, Alfi Syariyani, dan Haviza Elfira. Sejak
tahun 2010 sampai sekarang dan masih tetap menjadi ujung tombak untuk
menjalankan misi sosialnya sebagaimana tujuan awal didirikannya komunitas
Nalacity ini hingga sekarang.
59
Komunitas Nalacity bergerak dibidang wirausaha sosial yakni pemberdayaan
terhadap ibu-ibu mantan penderita kusta yang tidak mampu, dan bertempat
tinggal di wilayah desa Karangsari yang disebut sebagai kampung kusta.
Pada awal berdirinya tahun 2010, Komunitas Nalacity mencoba memberikan
pelatihan menjahit bagi 20 ibu ibu mantan penderita kusta. Selama 3 bulan
pelatihan, kemudian 20 orang ibu-ibu yang sudah diberdayakan mendapatkan
proyek pertama menjahit untuk produk hijab, yang nantinya akan dijual dan
hasilnya akan diberikan kembali kepada mereka untuk pengembangan usaha
lainnya. Selain itu Nalacity juga memberikan penyuluhan kesehatan, pengobatan,
santunan bagi para mantan penderita kusta di wilayah kampung kusta.
2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity
a. Visi
“Meningkatkan kualitas kehidupan komunitas masyarakat marjinal
penyandang disabilitas yang digagas oleh generasi muda serta menciptakan
opini global yang positif”.
b. Misi
1) Connect
Mengkoneksikan lima anasir potensial dalam pembangunan visi besar
Nalacity Foundation, yaitu pemuda, komunitas marginal penyandang
disabilitas, komunitas kreatif, pemerintah dan masyarakat internasional
agar tercipta jaringan yang solid.
60
2) Collaborative
Mengeksplorasi karya-karya inovatif yang bernilai ekonomi dan budaya
lewat kolaborasi lintas keahlian bahkan lintas bidang untuk diterapkan ke
komunitas marginal penyandang disabilitas di Indonesia.
3) Communicate
Mengkomunikasikan kegiatan secara promotif dan kreatif untuk
menginspirasi publik agar turut berkontribusi.
4) Commerce
Mengaktifkan kegiatan bisnis dari hasil karya komunitas masyarakat
marjinal agar roda ekonomi masyarakat setempat dapat terus bergerak.
5) Culture
Menciptakan opini global melalui penanaman ruh peradaban dalam setiap
aktifitas Nalacity Foundation.
3. Struktur Kepengurusan Nalacity
Struktur organisasi adalah susunan unit-unit kerja yang menunjukkan
hubungan antar unit. Adanya pembagian kerja sekaligus keterpaduan fungsifungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut. Adanya wewenang,
pemberian tugas dan laopran. Secara umum struktur organisasi dari suatu
61
pengurusan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Adapun
kepengurusan Nalacity, sebagai berikut:
TABEL 9
STRUKTUR KEPENGURUSAN NALACITY FOUNDATION 2010 - Sekarang
CEO Nalacity
Direktur Nalacity Foundation
Hafiza Elvira
CEO Nalacity
CEO Nalacity
Deputi Nalacity Foundation
Manager Keuangan
Alfi Syariyani
Arriyadhul Qolbi Nasution
CEO Nalacity
CEO Nalacity
Manager Produksi
Manager Logistik
Yovita Salysa Aulia
Andreas Senjaya
Sumber: Buku Brand Story of Nalacity
62
4. Gambaran Umum Program Kewirausahaan Sosial Nalacity
Pada awalnya ditahun 2010
Nalacity adalah
program pemberdayaan yang di gagas oleh
program peternakan bagi para mantan penderita kusta di
Kampung Kusta Sitanala Tangerang. Namun, melihat kondisi lapangan gagasan
itu di ubah menjadi sebuah program pemberdayaan keterampilan bagi para ibuibu mantan penderita kusta disana.
Sebelumnya Nalacity telah mensurvey beberapa hal terkait kemampuan yang
dimiliki oleh ibu ibu mantan penderita kusta ini, karena sebagian besar
masyarakat kampung kusta disana sudah tidak mempunyai fisik yang sempurna
lagi diakibatkan oleh penyakit kusta yang pernah mereka alami. Setelah
melakukan survey lapangan, ibu ibu disana banyak yang masih memiliki
kemampuan
menjahit
oleh
karena
itu
Nalacity
memberikan
program
kewirausahaan sosial memanik/memayet jilbab.
Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity memang terfokus
pada ibu ibu mantan penderita kusta, pemberdayaan ini bertujuan agar para ibu
ibu disana tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja namun dengan skill
(kemampuan) yang dimiliki para ibu ibu disana, diharapkan dapat membantu
pendapatan tambahan suami untuk keluarga mereka.
Dalam prosesnya program kewirausahaan sosial yang digagas oleh Nalacity
pertama kali diberikan kepada 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta di
kampung kusta Sitanala Tangerang. Mereka diberi pelatihan selama 3 bulan untuk
63
memanik jilbab dari tahapan pembuatan pola pada bahan jilbab sampai pada tahap
finishing dan packaging.
Adapun langkah langkah nya dalam proses pembuatan kreasi jilbab
manik sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan pilih payet yang akan digunakan dengan warna
yang disesuaikan dengan warna pakaian.
2. Letakkan payet pada piring yang secukupnya
3. Masukkan benang pada lubang jarum payet, pastikan benang menjadi
dua helai dan pada ujung benang dikaitkan agar benang yang sudah
dimasukkan tidak lepas.
4. Tentukan bagian jilbab yang akan dipasang payet
5. Tusukkan jarumyang sudah diberi benang pada jilbab yang akan
dipayet.
6. Masukkan payet dengan cara mengambil payetmenggunakan jarum
pada bagian lubang payet.
7. Diakhiri dengan proses QC atau memotongkan sisa sisa benang
setelah proses memayet.
Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity bagi para
mantan penderita kusta pada awalnya didanai oleh program kampus dalam
kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) Universitas
Indonesia selama 3 bulan. Kemudian setelah 3 bulan berjalan hasil
keuntungan yang didapat dari hasil penjualan di putar kembali dan di
64
manfaatkan untuk meneruskan program kewirausahaan. Selain itu, Nalacity
juga seringkali mengikuti kompetisi kewirausahaan yang hadiahnya pun
digunakan untuk membantu keberlangsungan program kewirausahaan sosial
Nalacity.
Selain program inti kewirausahaan sosial yang di inisiasi oleh Nalacity
untuk para ibu ibu mantan penderita kusta, Nalacity juga mempunyai program
unggulan lainnya yang diperuntukkan tidak hanya bagi para ibu ibu mantan
penderita kusta saja, tetapi juga bagi para partisipan dan kontributor baik yang
berada di kampung kusta sendiri maupun para member Nalacity. Berikut
program-program Nalacity:
a) Nalacity Club
Nalacity Club adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan
komunitas Nalacity untuk memberikan kesempatan ruang berbagi
informasi, dan forum unjuk gigi bagi para masyarakat dan anak anak
muda mengenai info terkait penyakit kusta dan penyandang disabilitas
lainnya.
Aktivitas
programnya
antara
lain:
Mailing
List,Forum
Convention, Award& Ceremonies.
b) Nalacity Labs
Nalacity Labs adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan
kolaborasi karya, inovasi produk dan trend forecasting. Kegiatan ini di
65
design untuk para masyarakat umum terutama anak muda yang
mempunyai talenta atau bakat dalam bidang kreatifitas seperti design,
fotografer, fashion yang nantinya dapat diaplikasikan dalam produk yang
dikemas Nalacity untuk aksi sosial dan pemberdayaan. Aktivitas
programnya antara lain: competition, design review,tutorial& training.
c) Nalacity Media
Nalacity Media adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang
dokumentasi
aktifitas,
publisitas
dan
press
release.Kegiatan
ini
dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan mengenai kegiatan
kegiatan pemberdayaan maupun aksi sosial lainnya yang dilakukan di
Kampung Kusta Sitanala Tangerang.Kegiatan inipun bertujuan untuk
menciptakan opini global yang positif terhadap para penderita maupun
mantan penderita penyakit kusta. Aktivitas programnya antara lain:
pembuatan majalah, website, dan Newsletter.
d) Nalacity Shop
Nalacity Shop adalah salah satu fokus kegiatan dalam managemen siklus
bisnis yang dilakukan para ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala.
Managemen siklus bisnis ini merupakan cara Nalacity mempromosikan
dan memperkenalkan model pemberdayaan kewirausahaan sosial serta
hasil produksi dari keterampilan yang di hasilkan oleh para ibu ibu mantan
66
penderita kusta. Aktivitas programnya antara lain: show & exhibition,
market access, fair trade, outlet and store.
e) Nalacity Life
Nalacity Life adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang
pengembangan budaya, dan pewancanaan isu global positif.Kegiatan ini
dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi dari para pendiri dan relawan
Nalacity untuk para penderita dan mantan penderita kusta di Kampung
Kusta Sitanala Tangerang. Aktivitas programnya antara lain: One Village
One Product, Penyuluhan Kesehatan, Parcel Ramadhan, Qurban For
Sitanala, Kampung Pintar, Rumah Semangat, Pemukiman Sehat,
knowledge Management (managemen pengetahuan).
BAB IV
Analisis dan Temuan Data
Analisis tentang Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks
Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan Di Kampung Kusta Sitanala
Tangerang, dikaji menggunakan teori strategi empiris rasional yang
dikemukakan oleh Chin dan Benne. Strategi empiris rasional adalah strategi
dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan
berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat yang dimulai dengan
kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Tujuan strategi empiris-rasional
yaitu adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran
intelektual.
Selanjutnya untuk menganalisis teori strategi empiris rasional tersebut,
peneliti juga memakai teori yang dikemukakan oleh Fred R David, dalam
buku Manajemen Strategi Konsep. Bahwa strategi meliputi perumusan
strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
A.Perumusan strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta
melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung
Sitanala Tanggerang.
Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan
tujuan, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas,
menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam
69
70
perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas,
menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan.
1. Tahap Input (masukan)
Pada tahap input, peneliti melihat proses bagaimana komunitas Nalacity
ini meringkas informasi sebagai masukan awal, untuk merumuskan strategi.
menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan
yang
dihadapi organisasi.
Didalam program wirausaha sosial yang di gagas Nalacity ini, mereka
menggunakan pendekatan empiris rasionalyakni dengan tujuan adanya
perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual
para perempuan eks penderita kusta. Pada awalnya Nalacity memulai
perencanaan program
kewirausahaan sosial
ini
dengan mengadakan
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat kampung kusta yang di bantu oleh
para aparat RT dan RW setempat. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza
Elvira sebagai berikut:
“Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari kampus.
Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial. Awalnya kami
hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak kampus. Kami akhirnya
memilih kampung kusta untuk program kewirausahaan sosial ini karena
beberapa faktor yang mendukung. Kami adakan penyuluhan disana,
pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil kecilan kepada para ibu ibu
disana.”1
1
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
71
Hal ini juga diungkapkan oleh ibu Lany anggota komunitas Nalacity
sebagai berikut:
“Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung kami
untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat senang pada
waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan pengobatan gratis
yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu mereka menanyakan
kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian kami. Setelah itu
menawarkan kepada kami program kewirausahaan sosial untuk kegiatan para
ibu ibu disini. Kami dilatih selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan
untuk produksi barang hasil pelatihan kami”.2
Melihat respon masyarakat yang cukup baik dalam kepeduliannya
terhadap masalah kesehatan, Nalacity pun melakukan survey yang bertujuan
untuk melihat fakta sosial dan keadaan yang di alami para mantan penderita
kusta. Pada tahapan identifikasi peluang dan tantangan, dihasilkan bahwa
masyarakat mantan penderita kusta hidup dibawah garis kemiskinan. Seperti
yang di ungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut :
“Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta, selain
itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga (IRT), dan
sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta di kota”.3
Yovita selaku CEO Nalacity juga menambahkan: “Dalam program
kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang mengkhususkan pada kaum
perempuan, karena Nalacity melihat ada potensi usaha ekonomi yang dapat
dilakukan oleh para perempuan mantan penderita kusta yang memang `sudah
memiliki keterampilan menjahit namun tidak di kembangkan lagi.” 4
2
Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
3
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
4
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
72
2. TahapPencocokan
Tahap pencocokan, merupakan tahapan yang dilakukan Nalacity untuk
memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan
mendukung faktor-faktor ekstrenal dan internal.
Setelah tahap penyuluhan dan survey yang dilakukan Nalacity kepada
masyarakat mantan penderita kusta, beberapa kegiatan sosial pun sudah
pernah diberikan kepada masyarakat disana. Dari mulai santunan kaum
dhuafa, pengobatan gratis, dan pengajian bagi kaum ibu-ibu. Selanjutnya,
Nalacity mulai menghadirkan
kegiatan baru yang bermanfaat dan dapat
melatih kepercayaan diri serta kemandirian mereka.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani anggota komunitas Nalacity
sebagai berikut: “Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan,
pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika ada
undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara”.5
Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi CEO Nalacity sebagai
berikut:“kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni
pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta,
selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar
seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta pengajian
ibu ibu”.6
Hafiza pun menambahkan: “Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami
hanya melakukan pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua.
Sehingga komunikasi dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah
keluarga. Keterampilan menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu
ibu adalah menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami
dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya
5
Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
6
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
73
bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena melihat
pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini”. 7
3. Tahap Pemutusan
Pada tahap pemutusan, peneliti melihat dan meneliti bagaimana Nalacity
menggunakan suatu macam teknik, yang diperoleh dari input sasaran dalam
mengevaluasi strategi alternative yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua.
Setelah melakukan survey, akhirnya Nalacity berhasil mengumpulkan 20
orang ibu ibu mantan penderita kusta yang berminat dan memiliki kemampuan
pada bidang menjahit. Proses pembinaan pun mulai dilakukan Nalacity pada
bulan pertama. ibu ibu diberikan pelatihan keterampilan khusus untuk
memayet pada pola yang sudah dibuat oleh para pendamping. Masing masing
dari ibu-ibu diberikan alat dan bahan untuk menjahit dan memayet. Setelah
satu bulan pelatihan dan dirasa sudah menguasai teknik menjahit serta
memayet, tahap selanjutnya yakni tahap produksi. Seperti yang diungkapkan
oleh Alfi CEO Nalacity sebagai berikut:
“setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai mengarahkan
program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di kampung kusta. Selama
satu bulan mereka di bina oleh para pengurus Nalacity. Setelah satu bulan
masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap produksi”.8
Hal ini juga di ungkapkan oleh ibu Nur Misna selaku anggota komunitas
Nalacity sebagai berikut :
7
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
8
74
“Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka memberikan
kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari oleh mereka satu
bulan setelah itu kami baru bisa produksi”9
Ibu ibu mulai diberikan tanggung jawab untuk memayet jilbab dan busana
yang diberikan oleh para pendamping. Selama dua minggu sekali ibu ibu
harus mengumpulkan jilbab dan busana yang telah dikerjakan kepada para
pendamping. Setelah terkumpul para pendamping pun mengecek hasil
pekerjaan dari ibu-ibu. Jika ada jilbab atau busana yang belum maksimal di
kerjakan, maka pendamping akan membantu untuk tahap finishing. Hasil
pekerjaan para ibu-ibu pun di hargai berkisar antara Rp. 10.000-15.000/ jilbab
dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan yang dilakukan.10
B.Impelementasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita
kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di
kampung Sitanala Tanggerang.
Impelementasi sering disebut tahapan tindakan, karena implementasi
berarti memobilisasi manusia yang ada dalam sebuah strategi yang
dirumuskan menjadi tindakan.
1. Mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan membuat kebijakan
Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
individu maupun organisasi. Mengambil keputusan terkadang mudah, tetapi
lebih sering sulit dilakukan. Kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan
tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif
yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan
9
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
10
Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
75
yang diambil memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak
terlalu berpengaruh terhadap organisasi, tetapi ada pula keputusan yang dapat
menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, hendaknya
mengambil keputusan dengan hati hati dan kebijaksanaan. Keputusan adalah
sesuatu pilihan yang diambil diantara satu atau lebih pilihan yang tersedia.
Dalam setiap proses pengambilan keputusan yang dilakukan pengurus,
Nalacity menerapkan sistem yang disebut transparansi dan kekeluargaan,
mereka menganggap para perempuan mantan penderita kusta adalah partner
tim dan anggota keluarga. Setiap pembuatan kebijakan terkait program
Nalacity, para perempuan mantan penderita kusta diajak untuk terlibat dalam
proses tersebut. Jika ada suatu
hal yang penting dan harus didiskusikan
bersama, maka para pengurus tak segan-segan untuk mengumpulkan para ibuibu anggota komunitas Nalacity lalu menanyakan pendapat mereka mengenai
hal penting tersebut dan memutuskan bersama. Sehingga selain
mereka
merasa dihargai keberadaannya, mereka juga akan terbiasa nantinya untuk
berfikir inisiatif dalam kelangsungan hidup.
Hal ini di ungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut:“Proses pengambilan
keputusan yang sering kami terapkan yakni dengan keterbukaan dan
musyawarah. Dimana jika ada program baru kami selalu tanyakan kepada
mereka bagaimana tanggapannya.”11
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut :“Dalam proses
pengambilan keputusan biasanya kami disini diajak untuk berkumpul dan
berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan Nalacity kami turut serta dalam
11
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
76
berpendapat, kami disini tidak merasa seperti bekerja tetapi kami disini seperti
keluarga yang saling membantu satu sama lain, sehingga kami tidak bosan”12
Selain itu, hal ini juga diungkapkan oleh Yovita selaku CEO nalacity
sebagai berikut:“Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang
kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya
melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan
program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota
kami bermusyawarah bersama”.13
2. Memotivasi Pegawai (Anggota Komunitas)
Motivasi
diartikan
sebagai
suatu
kekuatan
sumber
daya
yang
menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya
yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu
tindakan yang dikehendaki. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi
pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan catatan observasi peneliti dalam hal motivasi, Nalacity
mempunyai cara yang strategis dalam memberikan semangat serta
kepeduliannya terhadap para anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan
diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal kecil terkait pemberian semangat untuk
berlatih juga diperhatikan oleh para pengurus. Seperti ketika jadwal latihan
berlangsung, para pengurus Nalacity tak segan untuk menghubungi dan
mengingatkan para anggotanya untuk terus berlatih.14
Seperti yang diungkapkan pula oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:
“Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada saling
mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu di sms
12
Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
13
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
14
Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerag.
77
mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu disini
masih sangat antusias untuk berlatih”.15
Hal ini juga diungkapkan oleh ibu RT 01 sebagai berikut: “Yang saya lihat
anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan memberikan pengarahan yang
membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu mereka juga tidak segan segan untuk
menjemput ibu ibu jika belum pada berkumpul”16
3. Menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengubah arah tindakan
Menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif akan menjadikan
setiap individu berkontribusi untuk kinerja dan prestasi. Setiap harapan dan
target organisasi dapat dicapai dengan kinerja penuh, bila keberanian dan
disiplin dari setiap individu mampu mengalahkan resiko dan ketidakpastian
yang muncul dari pekerjaan yang mereka lakukan. Setiap individu haruslah
menjadi bagian dari strategi dan solusi organisasi, termasuk menjadi energi
untuk menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif dan produktif.
Jadi, setiap individu harus memiliki etos kerja yang mengerti visi besar
organisasi, sertta memahami aturan main untuk memecahkan setiap
permasalahan besar di dalam organisasi agar dapat melayani struktur
organisasi dengan efektif.
Seperti yang diungkapkan Alfi sebagai berikut : “Pada awal berdirinya
Nalacity tahun 2010, struktur pengurus organisasi Nalacity berjumlah lima
orang. Berjalannya waktu pengurus Nalacity semakin bertambah ketika
dibuka lowongan volunterr (relawan) bagi para anak anak muda yang ingin
mencari pengalaman. Sekitar dua puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan
tersebar di berbagai divisi. Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai
15
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
16
Hasil wawancara ibu RT 01, 28 Januari 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
78
divisi media pemasaran produk yang terlibat dalam program kewirausahaan
sosial.”17
“Seperti pula yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: kalau tingkat
pengurus memang teman teman dekat kami dan para relawan yang ingin
membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya sendiri yang terlibat
para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut terlibat juga dari aparat
pemerintah yang telah membantu perizinan kami”.18
Anggota komunitas Nalacity yang menjadi target pemberdayaan pun
khusus dipilih yang memang pernah menderita penyakit kusta, karena selain
membantu peningkatan ekonomi para mantan penderita kusta, program ini
dikhususkan bagi mantan kusta karena melihat stigma negatif yang diberikan
masyarakat kepada mereka sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan
kerja pada ruang publik dan membantu merubah pola kerja masyarakat disana
yang sebagian besar menjadi pengemis di kota.19
“Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: karena program
kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan oleh ibu ibu mantan
penderita kusta yang bermukim di kampung kusta Sitanala Tangerang”.20
Berdasarkan catatan observasi jumlah anggota yang bergabung di
komunitas Nalacity sampai saat ini ada dua puluh orang ibu ibu yang terbagi
kedalam beberapa RT di kampung kusta. Jumlah awal anggota ini memang
dibatasi. Karena selain sumber pendanaan yang masih kurang, pengurus
Nalacity juga berkeinginan agar kedepannya dari dua puluh orang ibu ibu
yang sudah mahir dan dapat mandiri ini, nantinya mereka sendiri yang
menginisiasi dan mengembangkan program kewirausahaan sosial ini bagi para
17
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
18
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
19
Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
20
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
79
perempuan mantan penderita kusta lainnya. Sehingga Nalacity berharap nilai
nilai pemberdayaan pada program kewirausahaan sosial ini dapat diterapkan
pada kehidupan mereka nantinya.21
Untuk itu, solid dan kompak merupakan kebutuhan dalam meningkatkan
kecepatan organisasi. Setiap individu bukan saja menjadi bagian dari visi
organisasi, tetapi juga harus menjadi energi yang membuat kemajuan atas
cetak organisasi. Jadi, setiap individu di dalam struktur organisasi wajib
membangun tim yang berkinerja tinggi untuk memenuhi tugas dan tanggung
jawab, kemampuan untuk menjadi bagian dari struktur organisasi yang
dinamis, serta kemampuan untuk menjadi bagian yang aktif dalam setiap
eksekusi organisasi, akan menjadikan setiap individu sebagai bagian dari
mesin organisasi yang unggul.
4. Menyiapkan Anggaran
Suatu anggaran memuat tentang hasil hasil yang diinginkan oleh suatu
organisasi atau bagian organisasi, dalam jangka waktu tertentu. Anggaran
perlu disusun secara cermat agar dapat digunakan sebagai dasar pembanding
bagi realisasi anggaran. peran anggaran selain sebagai alat perencanaan dan
kordinasi, juga sebagai alat pengendalian untuk menilai prestasi dari setiap
anggotanya dan pusat pertanggungjawaban.
21
Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
80
Pada program kewirausahaan sosial Nalacity, dana awal didapat dari
modal yang dibiayai kampus yakni sebesar Rp. 7,5 juta selama tiga bulan.
Selain itu dana operasional program di peroleh ketika Nalacity kerap kali
mendapatkan penghargaan dari ajang kompetisi kewirausahaan sosial salah
satunya menjadi pemenang best of young social entreupreneur pada acara
Kick Andy Show. Berkat keberhasilan program kewirausahaan sosial nya,
Nalacity pun mempunyai donatur tetap khususnya untuk program aksi sosial
yang sesekali diadakan oleh Nalacity. Hasil keuntungan produksi dari program
kewirausahaan sosial inipun di putar kembali untuk penghasilan ibu-ibu dan
operasional program Nalacity lainnya.22
Hal ini pula diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “Sumber dana awal
kami dapat dari pembiayaan kampus. Selanjutnya kami gunakan hasil
keuntungannya untuk operasional kegiatan. Selain itu, untuk menutupi
kekurangan kami sering mengajukan atau mengikuti kompetisi terkait
kewirausahaan. Alhamdulillah kami seringkali menang. Kalau event besar
kami manfaatkan jaringan yang kami punya untuk bekerjasama.”23
Selain itu, diungkapkan juga oleh Hafiza sebagai berikut: “Memang pada
perjalanannya kami mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang
kami butuhkan tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan
kepada masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk
program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi kekurangan
kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan ACT untuk
pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan menjahit kami
mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta rupiah untuk
pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari tambahan
lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website yang jika ditotal
jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit
demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan mengikuti bazar dan
pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.24
22
Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
23
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
24
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
81
5. MengembangkandanMemanfaatkanSistemInformasi
Pengembangan
sistem
informasi
sering
disebut
sebagai
proses
pengembangan sistem (system development). Pengembangan sistem informasi
didefinisikan sebagai aktivitas untuk menghasilkan sistem informasi berbasis
komputer untuk menyelesaikan persoalan organisasi atau memanfaatkan
kesempatan yang muncul.
Dalam pengembangan pasar produk jilbab yang dihasilkan oleh ibu ibu
mantan penderita kusta, Nalacity juga memanfaatkan sistem informasi seperti
media online dan pameran untuk promosi dan pemasaran. Nalacity memang
memfokuskan dalam media promosi dan kampanye program pada dunia maya
seperti pembuatan website, akun media sosial, sampai komunitas Nalacity
yang terdiri dari anak anak muda yang terjaring dalam dunia maya. Nalacity
menyadari bahwa media online membantu mereka mengenalkan lebih luas
lagi produk Nalacity. Selain itu, Nalacity juga mempunyai outlet outlet kecil
di kota Tangerang untuk menyediakan dan pemasaran produk.
Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza salah satu pengurus Nalacity
sebagai berikut :“Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang
saat ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat.
Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak
sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat ada
yang keluar”.25
Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: “Nalacity yang terdiri
dari anak anak muda dalam pengembangan sistem informasi media, kami
memang memiliki divisi khusus yang menangani perawatan website dan akun
media online Nalacity. Dalam pemanfaatannya produk Nalacity terbantu
sekali. Karena dengan hasil karya yang memang sudah umum dipasaran,
25
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
82
namun karena kami mempunyai sistem media marketing yang mumpuni
menjadikan produk kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai
tambahnya yakni jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para
mantan penderita kusta.”26
Yovita pun menambahkan bahwa : Dengan kemampuan yang kami miliki
masing masing sebagai pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam
bidang IT, simplenya cara kami memanfaatkan teknologi sebagai media
promosi yakni kami mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak
muda yang memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun
yang membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga
masyarakat percaya kepada produk kami karena para pelanggan dapat
memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet untuk
mempermudah penjualan.27
Pada saat ini Nalacity sudah lima tahun berjalan, masyarakat kampung
kusta pun kurang lebihnya sudah mengetahui program kewirausahaan sosial
ini dan dapat menerima para pengurus sebagai bagian dari anggota keluarga
mereka. Nalacity berharap jika suatu saat nanti Nalacity dan aparat pemerintah
setempat dapat bekerjasama untuk membuat program pemberdayaan berbasis
usaha ekonomi yang tidak hanya dirasakan oleh para ibu ibu mantan penderita
kusta namun juga seluruh lapisan masyarakat yang berada di kampung kusta.
A. Evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita
kustamelalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity
di kampung sitanala Tanggerang.
Evaluasi program merupakan suatu proses menyediakan informasi yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan tujuan yang hendak
dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu Membuat
keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman
26
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang
27
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
83
terhadap fenomena. Dalam tahapannya, seperti yang dikemukakan oleh Fred
R David evaluasi strategi mempunyai tiga macam aktivitas mendasar. Yakni
yang terdiri dari mengidentfikasi faktor faktor eksternal (berupa peluang dan
ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan), Mengukur prestasi
(membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan, mengevaluasi
prestasi individual dan menyimak kemajuan), dan Tindakan kreatif untuk
memastikan bahwa prestasi diluar rencana.
1. Mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor
faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman)
Menjalankan sebuah organisasi dengan sebuah tujuan, maka tidak dapat
dilepaskan dari memikirkan strategi-strategi untuk memajukan sebuah
organisasi. Strategi dalam pencapaian tujuan organisasi dapat dirumuskan
sebelumnya dengan melakukan suatu analisis terhadap keseluruhan indikasi
dalam organisasi tersebut. Selain itu, kegiatan analisis organisasi juga dapat
digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah.
Dalam tahap ini, Nalacity setidaknya melakukan pekerjaan analisis
terhadap
lingkungan
internal
maupun
eksternal
dan
kemudian
merumuskannya ke dalam keputusan keputusan strategis. Adapun proses
analisis yang dilakukan Nalacity meliputi identifikasi lingkungan didalam
berupa faktor internal yakni kekuatan (Strength), kelemahan (Weaknesses).
Dan identifikasi lingkungan luar berupa faktor eksternal yakni peluang
84
(Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dilakukan dengan analisis
SWOT.
Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki
yang biasanya menyangkut manusia, dana, dan beberapa hal yang dimiliki.
Dalam menentukan strategi, Nalacity menerapkan komunikasi yang intensif
terhadap para anggotanya yang ditunjang oleh kekuatan. Diantaranya :
a. Pendamping/Pengajar
Banyaknya para pendamping pelatihan yang dimiliki Nalacity baik
dari dalam pengurus maupun tenaga volunteer. Saat ini ada sekitar 10
orang pengurus Nalacity dan 15 orang tenaga pendamping. Sehingga
Nalacity tidak lagi mencari pendamping tambahan dalam program
kewirausahaan sosial ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut:“ Di Nalacity
sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang yang terbentuk dari
program Mapres. Kemudian setelah satu tahun berjalan kami membuka
pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi para pengurus Nalacity.
Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah mempunyai 10 orang pengurus
dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah peserta keterampilan 20 ibu ibu
ini membuat strategi pendampingan tidak keteteran karena setiap
minggunya kami mempuyai jadwal bagi para pendampingnya”.28
Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “untuk peserta sendiri
sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang kami berdayakan, lalu 10 orang
pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga pendamping yang kami rekrut
dari adik adik kelas yang ingin berpartisipasi”29.
Selain itu, Yovita juga mengungkapkan: “sampai saat ini total kami
mempunyai 25 pengurus yang dibagi kedalam 10 orang pengurus inti
28
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang
29
Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Kampus UI.
85
Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal ini guna untuk mengatur jadwal
keterampilan di kampung kusta. Karena umumnya dari pengurus masih
menjadi mahasiswa maka kami harus mengatur jadwal pelatihan dengan
cara merekrut pendamping di tingkat adik kampus kami”30
b. Aparat pemerintah yang mendukung
Pada program kewirausahaan sosial komunitas Nalacity ini didukung
oleh beberapa aparat pemerintah. Seperti kelurahan karangsari, Rt 13 dan
Rw setempat.
Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut : “alhamdulillah
program kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat
pemerintah setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan
sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan
program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai
pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga
kami tak perlu lagi mengurus perizinan”. 31
oleh ibu Lani sebagai berikut:”Faktor pedukungnya alhamdulillah
disini
kami
merespon
kegiatan
ini
dengan
baik.
Lalupihakaparatdisinijugasudahsemuatahu.BahwaNalacitymengadakan
program pemberdayaan di kampungkusta”.32
Hal ini juga diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut:“Faktor
pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh aparat pemerintah
disini sehingga kami dengan mudah membantu menyalurkan kemampuan
ibu ibu”.33
c. AnggotakomunitasNalacity (paraperempuanmantanpenderitakusta)
Para anggota yang berada dalam lingkungan komunitas Nalacity
diwajibkan untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan dua minggu
30
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, kampus UI.
32
Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
33
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014, Melalui email.
31
86
sekali. Karena motivasi yang tinggi dari para anggotanya untuk menguasai
teknik menjahit dan memayet, sehingga antusias para anggotanya pun
dalam mengikuti pelatihan sangatlah besar.
Hal ini juga diungkapkan oelh ibu Nur Misna mengungkapkan sebagai
berikut: “Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang
membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali
datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba”34
Weakness
(kelemahan),
yakni
memperhitungkan
kelemahan-
kelemahan yang dimiliki, dan menyangkut aspek aspek yang dimiliki
sebagai kekuatan. Dalam menerapkan program pelatihan kewirausahaan
sosial terhadap para anggotanya, Nalacity dihadapkan pada :
a. Pendanaan
Masih minimnya pendanaan yang dimiliki Nalacity sampai saat ini,
membuat mereka (para pengurus) seringkali mengikuti kompetisi dengan
tujuan tidak hanya mencari permodalan namun juga memperkenalkan
produk program kewirausahaan sosial yang diikuti oleh para perempuan
mantan penderita kusta.
Seperti yang dingkapkan Alfi sebagai berikut: “Pada tahun 2010
awalnya kami berlima terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di
Universitas Indonesia. Kami diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga
bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu digunakan untuk melakukan
pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan, survey keluarga,
dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan sosial Nalacity.
Selain
modal
yang
diberikandaripihakkampuskami
juga
pernahmengikutiajangkompetisikewirausahaansosial yang diadakan Bank
Mandiri,
Kick
Andy
danFatigonChalengedalam
program
pemberdayaanibuibumantanpenderitakustadanmasukmenjadipemenangsert
34
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
87
amemperolehpenghargaandari
Kick
Andy
danFatigonChalengesebagaipemenangbest of young social entreupreneur.
Hasildarikompetisikamigunakanuntuksafety operasionalNalacity.Selainitu,
kami
jugamengikuti
bazar
danpameranuntukajangpromosidanpenjualanprodukNalacity.”35
Hafiza pun menambahkan:“Memang pada perjalanannya kami
mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang kami butuhkan
tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan kepada
masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk
program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi
kekurangan kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan
ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan
menjahit kami mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta
rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari
tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website
yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada
kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan
mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.36
b. Faktor internal anggota
Ketika pelatihan berlangsung, seringkali ada beberapa anggota
komunitas Nalacity yang absen. Itu dikarenakan beberapa sebab
diantaranya seperti anggota keluarganya (suami atau anak) yang
sebagian masih menderita penyakit kusta ataupun sakit lainnya
sehingga butuh perhatian lebih dan perawatan khusus dari para
anggotanya yakni ibu ibu.
Seperti yang diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “kalau
faktor penghambatnya lebih kepada internal maupun eksternal. Internal
terdapat dari kami para pengurus yang memang sekarang hanya bisa
memberi pelatihan dua minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para
anggotanya seperti mereka masih harus mengurus rumah tangga dan
terkadang anak yang sakit sehingga mereka sudah kecapaian dan absen
untuk ikut pelatihan”.37
35
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta kampung kusta
Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia
37
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
36
88
Selain itu ibu Nur Misna juga mengungkapkan sebagai berikut:
“Kalau penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya.
Terkadang anak kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga
masih ada yang bekerja sebagai pengemis sehingga tidak bisa
membagi waktu”.38
c. Disiplin
Kurangnya disiplin untuk membiasakan berkumpul dan berlatih
bersama, dikarenakan sebagian para anggota komunitas Nalacity masih
menggeluti pekerjaan sebelumnya. Yakni sebagai pengemis dikota.
Sehingga jika tidak di monitoring secara intens oleh para pengurus,
maka mereka akan merasa nyaman dan kembali sepenuhnya menjadi
pengemis.
Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: Faktor
penghambat seperti mereka ibu ibu yang masih mengurusi urusan
rumah tangganya terkadang mereka harus selalu diingatkan jika
latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka sering kurang percaya
diri karena masih memikirkan stigma negatif dari masyarakat sehingga
mereka takut tidak laku dengan produk mereka”.39
Selain itu Alfi juga mengungkapkan sebagai berikut: “Dan faktor
penghambat salah satunya yakni manajemen waktu yang belum
maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas Nalacity.”40
Opportunity (peluang), seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia diluar, sehingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat
tercapai. Peluang atau kesempatan yang dapat diraih oleh Nalacity
38
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
39
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
40
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang
89
dalam
melaksanakan
kegiatan
pelatihan
kewirausahaan
sosial
didukung dengan :
a. Kebutuhan masyarakat khususnya para perempuan di kampung
kusta terhadap pekerjaan yang layak, menjadikan mereka tertarik
mengikuti
program
pelatihan
kewirausahaan
sosial.
Sehinggamerekamembutuhkan/memerlukanpendampinguntukmew
ujudkankeinginanmerekaterhadappekerjaan.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:
“Saya masuk dalam anggota Nalacity baru pada tahun 2012 setelah
saya pindah ke kampung Sitanala ini. Awalnya ada 20 orang ibu ibu
yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar
karena alasan tertentu. Saya pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam
kegiatan Nalacity sembari mengisi kekosongan waktu di rumah. Saya
pun masuk dan ikut kegiatan kewirausahaan sosial ini”41
Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari dalam maupun dari luar. Nalacity dalam menjalankan
program pelatihan kewirausahaan sosial ini, ada beberapa sumber
ancaman yang dapat menurunkan mental dan rasa percaya diri mereka
sebagai mantan penderita kusta.
a. Masihadanyakekhawatirantakuttertulardarimasyarakatlainnya yang
berada
di
luarkampungkusta.
Sehinggaseringkalimerekamerasakanpenurunanpercayadiridalamke
41
Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
90
giatankewirausahaansosial
yang
dapatmembantukebutuhanmerekasehari-hari.42
b. Di wilayah kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah
kota, yang nantinya sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil
alih oleh pemerintah. Sehingga mereka takut kegiatan komunitas
Nalacity akan terhambat.43
c. Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai
pengemis dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari. Sehingga menjadikan sebagian para anggota komunitas
Nalacity tergiur untuk mengemis.44
1. Mengukurprestasi
diharapkandengankenyataan,
(membandingkanhasil
mengevaluasiprestasi
yang
individual
danmenyimakkemajuan)
Penilaian prestasi kerja merupakan salah satu proses yang
dilakukan instansi ataupun organisasi dalam mengevaluasi kemampuan
kinerja para anggota. Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana perkembangan kualitas para anggota, hasil penilaian prestasi para
anggota dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pekerjaan yang
dinilai. Selain itu penilaian prestasi juga dapat memberikan pembandingan
hasil yang diharapkan dengan kenyataan sehingga para pengurus dapat
menyimak kemajuan para anggotanya.
42
Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
44
Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
43
91
Dalam program kewirausahaan sosial yang sudah berjalan lima
tahun ini, dampak perubahan yang terjadi pada anggota komunitas
Nalacity di lihat memang belum maksimal sepenuhnya. Ini dikarenakan
ada beberapa faktor yang sudah peneliti tuliskan pada bagian analisis
faktor eskternal maupun internal. Pada bahasan kali ini peneliti akan
membahas beberapa capaian yang telah dirasakan oleh para anggotanya,
yakni sebagai berikut :
a. Segi internal
Setelah mengikuti program pelatihan kewirausahaan sosial, para
anggota komunitas Nalacity merasakan semangat dan percaya diri kembali
dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak lagi merasa “nganggur” (tidak
memiliki pekerjaan) karena setiap harinya mereka mengisi kekosongan
waktu dengan mengerjakan kegiatan memayet. Selain itu pelatihan
kewirausahaan sosial ini juga menjadi ajang untuk berkumpul dan
bersilaturahmi antar warga yang berbeda wilayah.
Seperti
yang
diungkapkanolehibuNurMisnasebagaiberikut:
“Semenjakmengikuti program ini, memang kami sudahlebihsemangat.
Karenasebelummerekadatangkesini.Kami
hanyaiburumahtanggabiasa.Yang tidakmemilikipekerjaansampingan.Kami
pernahmencobauntukbekerjadipabrikataumenjadipembantu.Tapiseringkali
ditolakkarenatakuttertular.Padahal
kami
sudahtidakmenularlagi.Hanyafisiknyasaja yang sudahkurangsempurna”.45
Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Erna: “Perubahan sejauh
ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan untuk mengisi waktu, karena
rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga jadi tahu mengenai masalah
45
Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
92
kesehatan. Karena setiap sebulan sekali mereka suka mengadakan
penyuluhan”.46
Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “Sekarang ibu ibu yang
kami lihat sudah muncul rasa percaya dirinya kembali.
Bahkandarimerekaada
yang
inginmembukajasajahitsendiri.Yang
terpentingdari
kami
saatiniadalahsupayaibuibutidaklagimerasamerendahkandirinyalagiakibatke
terbatasannnya.Merekajugamampudansamaseperti orang padaumumnya.
Dan
yang
lebihpentingmerekamempunyaikreasisendiri
yang
dapatmerekajual”.47
Yovita mengungkapkan pula sebagai berikut: “Dampak yang
sayarasakansebagaipengurus,
sekarangparaibuibusudahbanyakberubah.
Dahulu
yang
masihtakuttakutuntukberinteraksidanmengeluarkanpendapat.Sekarangsuda
hmulaiterampildanmalahansudahmenjadinarasumber.Yang
sayalihatsekarangibuibusemakintumbuhraapercayadirinya.”48
b. Segi Eksternal
Dalam kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini, para anggota
komunitas Nalacity tidak hanya diberikan pelatihan dan pendidikan saja.
Seringkali mereka juga di undang oleh beberapa media cetak maupun
media televisi untuk berbagi pengalaman dan inspirasi tentang kegiatan
yang mereka lakukan sebagai mantan penderita kusta. Sehingga dengan
adanya media ini, para anggota komunitas Nalacity dan penduduk
kampung kusta pun merasakan dampak yang baik. Yakni mulai adanya
penerimaan dari masyarakat luar sehingga produk mereka pun diminati di
pasaran.
46
Hasil wawancara ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
47
Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.
48
Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
93
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut:
“Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya sudah lebih
percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di program ini dan
bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya mengalami hal
yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga pernah di undang
oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari program
kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta. Dengan
kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa
membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami
masih mampu untuk bekerja”.49
Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: ”sejauh ini yang
saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah kearah yang lebih dari
para
ibu
ibu
anggota
komunitas
Nalacity.
Sepertimerekalebihkritisketikamerekatidakfahamataspengarahan
yang
diberikanpendamping,
makamerekatidakseganlagiuntukbertanya.Selainituparaibuibudisanajugasu
dahterbangun
rasa
percayadirinyasebagaimasyarakat
non
diskriminasi.Apalagiketikamerekadiundangdalambeberapaacaratelevisi.M
erekasemakinnyamandengankeadaandirinyasekarang”.50
Selain beberapa capaian yang telah peneliti tuliskan diatas, peneliti
juga akan membahas mengenai capaian yang tidak tercapai ketika
penelitian dilapangan.
a. Dari kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial yang di tujukan kepada para
perempuan mantan penderita kusta, peneliti menemukan hasil dari temuan
lapangan bahwa para perempuan mantan penderita kusta yang sudah
menjadi anggota komunitas Nalacity mendapati sebagian dari mereka
masih bekerja sebagai pengemis di kota.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Erna sebagai berikut : “pada
awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami agar kegiatan
kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan sampingan
untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah pola tingkah
49
Hasil wawancara dengan ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
50
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang
94
masyarakat
untuk
tidak
lagi
menjadi
pengemis.
Namun,
kenyataannyaselama 5 tahunberjalan, banyakdiantaraanggotanya yang
masihmenekunipekerjaanmenjadipengemis”.51
b. MenurutbeberapaanggotakomunitasNalacity,
merekamengungkapkanbahwakegiatanpelatihankewirausahaansosialinikur
angmembantudalamperekonomianmereka.
Karenaadabeberapafaktor.
Diantaranyajadwalpelatihanduaminggusekali
yang
diterapkanNalacitykurangberdampakpadapemenuhankebutuhananggotany
a.
Karenaselainpendapatan
harusmenungguhasil
yang
(upah)
kurangsignifikanmereka
pun
selamaduaminggusekali.
Padahalkebutuhanrumahtanggamerekaharussetiapharidipenuhi.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut :“
Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud dan
tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity
masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan
kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena
upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan
selamaduaminggukamipunhanyasanggupmengerjakanduabarangsajayaknij
ilbabdanbusanakarenaketerbatasanfisik kami.Alhasilupah yang diterima
pun hanyasanggupmemenuhipadahariitusaja.”52
2. Tindakankreatifuntukmemastikanbahwaprestasidiluarrencana
Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa strategi
yang sudah ada akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus dirumuskan.
Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen Strategi Konsep bahwa
“Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang
51
Hasil wawancara dengan ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung
Kusta Sitanala Tangerang.
52
Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015,
Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
95
dibayangkan atau pencapaian yang direncanakan maka disitulah tindakan
kreatif dilakukan”. Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan
bertanggung jawab secara sosial. Evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari
ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan.
Program kewirausahaan sosial Nalacity merupakan strategi yang
diberikan kepada para perempuan mantan penderita kusta. Strategi yang
berbasis ekonomi ini, ditujukan agar para mantan penderita kusta mempunyai
daya juang dan semangat dalam kehidupannya. Sehingga mereka dapat
membuka lapangan kerja sendiri yang layak.
Selain kegiatan kewirausahaan sosial, strategi kreatif lain yang akan di
rancang oleh Nalacity salah satunya adalah membuka sekolah pendidikan
anak usia dini (PAUD) secara gratis bagi anak anak yang tinggal di kampung
kusta. Kegiatan ini ditujukan agar para masyarakat mantan penderita kusta
lainnya dapat termotivasi dan terbangun kesadaran diri bahwa pendidikan
sejak dini itu sangat penting bagi generasi keluarganya nanti. Sehingga para
orang tua dapat menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan
halal.
Seperti yang diungkapkan oleh kakak yovita selaku CEO Nalacity sebagai
berikut :“pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang,
harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan semangat
dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari keberdayaannya
tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan sekolah PAUD kecil
kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan pendidikan berharap
orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti dapat mengubah
kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk orangtuanya supaya mereka
96
dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang
layak dan halal”.53
Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:
“Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata pengurus
memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para pengurus setelah 20
ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus melatih ibu ibu yang lain
disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak lagi dan ibu ibu disini
mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah”.54
Hal ini pula diungkapkan oleh kak Alfi sebagai berikut: ”langkah
selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam pengembangan kapasitas
ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim pengurus pun berusaha agar
sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu dapat berdikari dan menularkan
ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain itu kami akan membuat beberapan
program sekolah gratis yang nantinya dapat dinikmati oleh para anak anak
yang tidak bersekolah di kawasan kampung kusta”.55
53
Hasil wawancara dengan Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.
Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015,
Kampung Kusta Sitanala Tangerang.
55
Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta
Sitanala Tangerang.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perumusan strategi yang dilakukan Nalacity meliputi 3 tahapan yakni
tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pemutusan untuk program
kewirausahaan sosial pada perempuan mantan penderita kusta. Pada tahap
input Nalacity menggunakan pendekatan pengetahuan. Yakni Nalacity
mengadakan penyuluhan kesehatan bagi para mantan penderita kusta di
kampung Sitanala. Kemudian pada tahap pencocokan, Nalacity mensurvey
mengenai kegiatan para perempuan mantan penderita kusta untuk
memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan
mendukung faktor eksternal maupun internal. Dan pada tahap pemutusan,
Nalacity mulai menggunakan suatu macam teknik yang diperoleh dari
input sasaran yakni para perempuan mantan penderita kusta dengan
metode keterampilan menjahit.
2. Implementasi strategi yang dilakukan Nalacity yakni menerapkan sistem
transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Pada
tahap ini, para perempuan mantan penderita kusta yang tergabung dalam
anggota komunitas Nalacity diberikan kebebasan ruang untuk berpendapat
dan berkreasi dalam kegiatan kewirausahaan sosial. Selain itu, dalam
pengembangan
program
kewirausahaan
sosial,
Nalacity
juga
memanfaatkan sistem informasi dan media sebagai alat promosi dan
97
98
marketing untuk menyalurkan hasil karya program kewirausahaan sosial
para perempuan mantan penderita kusta.
3. Evaluasi strategi yang dilakukan Nalacity menggunakan analisis SWOT
pada program kewirausahaan sosial perempuan mantan penderita kusta
yakni
Strength
(Kekuatan)
meliputi
pemerintah, anggota komunitas
pendamping/pengajar,
aparat
Nalacity. Weakness (Kelemahan)
meliputi pendanaan, faktor internal anggota, kurangnya disiplin.
Opportunity (Peluang) yang meliputi masyarakat khususnya para
perempuan di kampung kusta terhadap pekerjaan yang layak. Threats
(Ancaman) meliputi 1) masih adanya kekhawatiran takut tertular dari
masyarakat lainnya yang berada di luar kampung kusta, 2) di wilayah
kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah kota yang nantinya
sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil alih oleh pemerintah.
Sehingga mereka takut kegiatan komunitas Nalacity akan terhambat. 3)
Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai pengemis dan
hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Sehingga
menjadikan sebagian para anggota komunitas Nalacity tergiur untuk
mengemis.
B. Saran
1. Dalam perumusan strategi, pada aspek perencanaan, menetapkan visi dan
misi, menghasilkan strategi alternative, sangat tergantung pada data
penerima manfaat program kewirausahaan sosial untuk itu Sebaiknya
Nalacity dapat membuat database profil dari para anggota komunitas
99
Nalacity. Karena data sangat penting dan hasil data tersebut dapat
dijadikan sebagai indikator keberhasilan suatu program atau lembaga.
2. Dalam tahap impelementasi strategi, pada aspek pengambilan keputusan
untuk menetapkan tujuan, membuat kebijakan, memotivasi pegawai,
menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan
anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi pada
Program kewirausahaan ini sudah bagus, namun sebaiknya tingkat
intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Karena pada fakta dilapangan
banyak para anggota yang mengeluhkan bahwa pendapatan mereka baru
bisa didapat setelah 2 minggu.
3. Dalam tahap evaluasi strategi, pada aspek analisis SWOT, mengukur
prestasi, mengambil tindakan kreatif masih perlu adanya sosialisasi yang
tidak hanya mempromosikan hasil karya para ibu ibu mantan penderita
kusta saja, seperti misalnya membuat program visit kampung kusta yang
tujuannya untuk merubah stigma negatif penyakit kusta dan masyarakat
juga dapat berinteraksi serta belajar memayet bersama dengan para mantan
penderita kusta. Nalacity juga dapat melakukan kerjasama berkelanjutan
dengan pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan yang
layak bagi masyarakat kaum disabilitas seperti di Kampung Kusta. Agar
mereka tidak kembali lagi ke jalan dan mendapat stigma negatif dari
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial. Jakarta: FISIP UI Press, 2005.
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pemberdayaan Masyarakat &
Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran & Pendekatan
Praktis. Jakarta: UI Press, 2001.
Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran dalam pembangunan
Kesejahteraan sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002.
Aliminsyah dan Patji .Kamus Istilah Manajemen. Bandung: CV Yrama
Widya, 2004.
Antara.“14 Provinsi Miliki Angka Kusta Tinggi”.Artikel diakses pada 23
Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/info-sehat/14/03/20/n2qfm1-14-provinsi-miliki-angka-kustatinggi.
Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan. Yogyakarta: Bina
Aksara, 1998.
Atmaja, Suryanto Chandra. “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga
Diri Pasien Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala
Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Esa Unggul, 2013
Barnes, Colin dan Mercer, Geof.Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta:
PIC UIN Jakarta, 2007.
David, Fred R. Manajemen Strategi Konsep,Jakarta: PT Prenhalindo,
1998.
Harniah, Atni. “, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di
Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan
Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr
Sitanala Kota Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2011.
Jauch Lawrence R danGlueck, William F. Manajemen Strategi dan
Kebijakan Perusahaan. Jakarta :Erlangga, 1988.
100
101
Kaharima, Nadya. “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan
Melalui Gender Mainstreaming : Studikasus Workshop
Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita”. Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, Artikel di akses pada
Tanggal 5 Februari 2015 dari http://www. Kecamatan
neglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasarikota_1372.html
KelurahanKarangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses
pada tanggal 3 Februari 2015 dari https://www. Kelurahan
karangsari. wordpress.com/2010/09/30/kelurahan karangsari.
Kushmanto, Christi Natalia. “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di
Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman
Desa Sendang harjo Kabupaten Blora”.Skripsi S1 Fakultas
Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang, 2013.
Machendrawat, Nanih dan Syafei , Agus Achmad. Pengembangan
Masyarakat Islam. Bandung: Rosda Karya, 2001.
Marbun, B.N. Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Anggota Ikapi, 2003.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda karya, 2010.
Nasution, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2014.
Purnomo ,Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah. Manajemen Strategi:
Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: LPEE UI, 1999.
Pusat Bahasa DEPDIK. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2007
Roesmidi dan Risyanti, Riza.Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang:
Alquaprint, 2006.
102
Rohmatika. “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta Di
Kelurahan Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari, Tanggerang”.
Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.
Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal.Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
UIN Jakarta Press.
Siagan Sondang, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi
Organisasi.Jakarta: PT GunungAgung, 1986.
Sofiarini, Dwi. “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya
Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kramatsari Kota Pekalongan Tahun 2002”. Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas Diponegoro, 2003.
Steiner, George dan Minner John. Manajemen Strategi. Jakarta: Erlangga.
Rafi’udin dan Djalil, Maman Abdul. Prinsip dan Strategi Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis pembangunan kesejahteraan social dan pekerjaan sosial.
Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Supriyono. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis.Yogyakarta:
BPFC, 1985.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2010.
Taruna, Tukian. Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan
Untuk Semua. Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000.
Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2007.
Catatan Observasi I
Hari/Tanggal
: Jum’at, 16 Januari 2015
Tempat
: Kampung Kusta Sitanala Tangerang
Tema Observasi
: Penelusuran awal kampung kusta
Pada hari jumat tanggal 16 Januari 2015, peneliti mulai melakukan
observasi lapangan pertama ke kampung Sitanala Tangerang. Kampung yang
berada tepat di belakang kawasan rumah sakit kusta Sitanala ini, sepintas terlihat
seperti kampung pada umumnya. Tidak ada yang terlihat berbeda. Mereka
mempunyai lapangan bola, pos siskamling, puskesmas, aula pertemuan dan jalan
setapak yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan bermotor saja.
Peneliti melihat kegiatan warga kampung kusta disana juga terlihat biasa
saja. anak anak muda yang sedang bermain sepak bola dan para orang tua yang
sedang menonton pertandingan. Memang umumnya terlihat sepi. Baik motor
maupun mobil jarang terlihat di kawasan kampung kusta ini. Keadaan rumah
penduduk disana juga banyak yang terdiri dari bangunan bangunan non permanen
alias hanya menggunakan bilik dan kayu seadanya.
Awalnya peneliti sempat merasa khawatir karena beberapa orang yang
ditemui oleh peneliti mempunyai keadaan fisik yang terlihat sudah tidak sempurna
lagi. Pertama kali peneliti melihat keadaan orang disana, banyak dari mereka yang
kaki dan lututnya diperban bahkan ada yang sampai mengeluarkan cairan basah,
dan luka hitam seperti korengan. Sesekali saya bertanya dengan penduduk yang
sedang bersantai dipelataran rumahnya mengenai alamat penelitian yang peneliti
cari. Dan hasilnya sungguh disayangkan alamat yang peneliti dapatkan tidak
lengkap. Karena kampung kusta Sitanala disana terdiri dari banyak gang tidak
bernama yang mereka sebut sebagai lorong kusta. Sehingga pada siang hari itu,
peneliti hanya melihat keadaan masyarakat dan kampung kusta disana.
Catatan Observasi II
Hari/Tanggal
: Rabu, 28 Januari 2015
Tempat
: Kampung Kusta Sitanala Tangerang
Tema Observasi
: Perkenalan awal anggota komunitas Nalacity
Pagi ini peneliti bersiap untuk mengunjungi kembali kampung kusta
Sitanala Tangerang. Setelah peneliti mendapatkan alamat yang sangat lengkap
dari kak vita yakni salah seorang pengurus komunitas Nalacity yang tinggal di
daerah Depok, kami pun cepat bergegas. Seperti biasa kampung yang mayoritas
dihuni oleh mantan penderita kusta itu masih terlihat sepi dan tidak banyak
terlihat kegiatan warga – warganya.
Setelah beberapa kali salah lorong, akhirnya peneliti pun sampai di tempat
yang dituju yakni sebuah musola yang tidak familiar bagi peneliti. Karena tempat
inilah kegiatan komunitas Nalacity sering di ceritakan pada beberapa media
online. Peneliti pun bertanya kepada salah seorang pengurus musola setempat
tentang jadwal kegiatan ibu ibu komunitas Nalacity disana. Dan akhirnya
pengurus itupun mengarahkan saya ke rumah bapak RT setempat.
Beberapa anak kecil membantu mengarahkan kami kerumah bapak RT.
Sepanjang jalan menyusuri lorong, peneliti melihat keadaan yang berbeda jauh
dari kawasan depan lorong kampung kusta. Keadaan didalam sana terlihat tidak
terurus. Jalan yang masih tanah dan becek. Sampah dan kandang binatang yang
tidak teratur serta rumah rumah bilik yang berdempetan. Namun walaupun
demikian, warga kampung kusta disana sangat ramah ketika kami sesekali
menyapa mereka.
Sesampainya di rumah Pak RT yang ternyata bernama Pak Misna, kami
pun disambut oleh istrinya yang sedang duduk terbaring di kasur. Beliau
mempersilahkan kami masuk dan meminta maaf karena tidak bisa menghampiri
kami. Sepintas kami melihat keadaan istri dari pak Misna tersebut yang
mengalami pembengkakan di kakinya sehingga sudah beberapa minggu beliau
tidak bisa berjalan. Sambil menunggu pak Misna pulang, kami pun berbincang
bincang mengenai maksud dari kedatangan kami untuk meminta izin melakukan
penelitian didaerah lorong RT 01 kampung kusta. Dari perbincangan kami dengan
ibu Misna, memang betul bahwa Nalacity yang digagas oleh beberapa mahasiswa
ini, membuat program kewirausahaan sosial di lingkungan RT 01 yang sasarannya
adalah para ibu ibu mantan penderita kusta. Ibu misna menuturkan bahwa pada
tahun 2010 lalu, para mahasiswa yang diketuai oleh Yovita meminta izin untuk
mengadakan penyuluhan kesehatan dengan membawa surat perizinan dari
kelurahan. Beberapa minggu kemudian mereka datang kembali ke rumah pak RT
untuk meminta izin wawancara tentang keseharian para ibu ibu disini. Masih
menurut beliau, maksud dari para mahasiswa itu datang kembali, mereka ingin
membuat satu program pemberdayaan untuk para ibu ibu disini yang memang
sebagian hanya menjadi ibu rumah tangga dan ada pula yang masih menggeluti
pekerjaan sebagai pengemis dikota. Pak RT pun mengizinkan apabila memang
program kewirausahaan ini serius di adakan. Karena menurut pak RT sebelumnya
sudah banyak yang datang kekampung kusta ini ingin membuat program untuk
para warga warga disini. Namun, banyak pula yang tidak terlaksana.
Pada akhirnya, Nalacity pun diizinkan survey sampai kegiatan
kewirausahaan terlaksana. Nalacity melaporkan kepada pak RT bahwa para ibu
ibu disini mayoritas mempunyai kemampuan dalam bidang menjahit. Dan saat itu
tergagaslah ide pemberdayaan untuk ibu ibu melalui kegiatan menjahit.
Ibu Misna sendiri, dahulu memang pernah ikut menjadi anggota komunitas
Nalacity. Beliau ikut berpartisipasi karena ingin mengajak para ibu ibu di
kampung kusta untuk masuk kedalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini.
Beliau ingin menularkan semangat kepada ibu ibu agar mempunyai kegiatan
sampingan yang positif selain menjadi pengemis dan ibu rumah tangga. Namun,
sekarang ibu Misna sudah tidak ikut menjadi anggota komunitas lagi karena
beliau membantu tugas tugas dan kegiatan yang diadakan oleh pa RT.
Setelah berbincang cukup lama, akhirnya pak Misna pun datang dan
menanyakan maksud kedatangan peneliti. Setelah peneliti jelaskan, pak Misna
pun akhirnya mengantarkan peneliti melihat keadaan lorong kusta RT 01
sekaligus memperkenalkan peneliti dengan ibu ibu disana.
Catatan Observasi III
Hari/Tanggal
: Minggu, 15 Februari 2015
Tempat
: Kampus UI
Tema Observasi
: Sejarah komunitas Nalacity
Observasi kali ini peneliti meminta jadwal pertemuan dengan ka Hafiza
Elvira salah seorang pengurus Nalacity untuk menelusuri mengenai profil
lembaga dan program program Nalacity. Akhirnya peneliti pun mendapat
kesempatan untuk bertemu. Jadwal pertemuan kali ini bertempat di daerah
kampus Universitas Indonesia kawasan Depok.
Sebelumnya beliau menanyakan kepada peneliti darimana peneliti bisa
tahu mengenai kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Nalacity, dan mengapa hal
itu menarik peneliti untuk menjadikan bahan penelitian skripsi. Sesudah peneliti
menceritakan maksud dan tujuan, kami pun terlibat perbincangan mengenai awal
mula Nalacity terbentuk. Ka Hafiza pun menceritakan bahwa pada tahun 2010
ketika beliau dan empat teman lainnya terpilih menjadi finalis Mahasiswa
Berprestasi di Universitas Indonesia, mereka diberi amanat dari lembaga
kepemimpinan kampus untuk membuat suatu proyek sosial. Mereka akan
diberikan modal selama tiga bulan masa pelatihan. Singkat cerita, mereka pun
akhirnya memilih tempat kampung Sitanala sebagai pengembangan proyek sosial
mereka.
Beliau berkata bahwa awal mula mereka melakukan pendekatan kepada
penduduk disana dengan cara mengadakan penyuluhan kesehatan. Karena
sebagian diantara mereka adalah mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat dan
perawat. Sehingga mereka memanfaatkan ilmu yang sudah mereka dapat untuk
melakukan pendampingan dan pendekatan kepada para ibu ibu mantan penderita
kusta, setelah merasa respon cukup baik kepada para pendamping, akhirnya
mereka pun segera melancarkan misi ke dua yakni meminta izin untuk melakukan
survey melalui wawancara untuk mengetahui keadaan masyarakat disana, setelah
mereka mendapatkan hasil dan info, Keterampilan menjahit pun dipilih karena
melihat faktor internal yakni keahlian yang dimiliki pada kaum perempuan
mantan penderita kusta. Selain itu, pada faktor eksternal, Nalacity melihat dari sisi
permintaan pasar akan kebutuhan masyarakat terhadap dunia fashion khususnya
hijab dan busana. diantara tim, mereka pun sepakat untuk memberikan
pendampingan dan pelatihan kepada kaum ibu ibu melalui kegiatan menjahit
sampai pada hari ini.
Setelah itu peneliti mencari tahu bagaimana Nalacity melakukan
pendampingan kepada para ibu ibu mantan penderita kusta. Bahwa setelah mereka
mengetahui kemampuan yang dimiliki ibu ibu adalah menjahit. mereka lalu
mengajukan proposal kepada pihak lembaga kampus agar segera ditindak lanjuti
dalam pemberian modal awal proyek sosial. Setelah mendapatkan hak nya,
barulah mereka membuat daftar alat alat kebutuhan untuk menjahit dan memanik
jilbab. Setelah persiapan selesai mereka mengadakan pertemuan dengan para ibu
ibu. Selama sebulan para ibu ibu dilatih tidak hanya membuat pola tapi sampai
kepada tahap memanik atau menghias jilbab. Setelah dua minggu waktu yang
ditargetkan barulah ibu ibu membawa hasil karyanya kepada pendamping untuk
segera dilihat. Jika masih ada jilbab yang belum layak jual, maka pendamping
yang akan membantu untuk tahap finishing. mereka juga membentuk tim
marketing guna melakukan promosi penjualan.
Setelah berbincang cukup lama akhirnya ka Hafiza pun berpamitan kepada
peneliti. Karena beliau sudah mempunyai janji ditempat lain., selain itu beliaupun
memberikan alamat pengurus lain jika nanti peneliti membutuhkan info lainnya
dan beliau juga berjanji untuk mengirimkan data kepengurusan kepada peneliti.
Selang beberapa hari, ka Hafiza pun mengirimkan data kepengurusan yang sudah
dijanjikan. Namun peneliti sangat menyayangkan karena menurut ka Hafiza,
Nalacity baru akan membuat database lengkap mengenai profil para anggota
komunitas Nalacity. Karena sampai saat ini Nalacity belum menjadi lembaga atau
yayasan yang resmi.
Catatan Observasi IV
Hari/Tanggal
: Jum’at, 3 April 2015
Tempat
: Kampung Kusta Sitanala Tangerang
Tema Observasi
: Perkenalan anggota komunitas Nalacity
Pada hari jum’at 3 April 2015, Peneliti kembali melakukan penelitian di
kampung kusta Sitanala Tangerang. Peneliti pun meminta bantuan kepada ibu RT
Misna untuk memberikan info siapa saja anggota komunitas Nalacity yang tinggal
di wilayah RT 01. Sepintas memang tidak banyak kegiatan yang dilakukan para
warga terutama para ibu ibu disana.
Peneliti pun akhirnya menunggu beberapa saat anggota komunitas
Nalacity yang pada saat itu sedang memasak. Sebelum wawancara dimulai
peneliti memberitahukan maksud dan tujuan peneliti melakukan wawancara. Dan
akhirnya anggota pertama yang bernama ibu Nur mempersilahkan peneliti di teras
rumah ibu RT untuk wawancara. Sepintas peneliti melihat keadaan fisik yang
dialami oleh ibu Nur. Ketika berjabat memperkenalkan diri, tangannya gemetar,
jari jarinya agak menempel dan kaku akibat dari bekas kusta yang pernah dialami.
Beliaupun menuturkan bagaimana beliau masuk dan menjadi anggota komunitas
Nalacity. Beliau mengatakan bahwa masuk dalam anggota Nalacity baru pada
tahun 2012 setelah pindah ke kampung Sitanala. Awalnya ada 20 orang ibu ibu
yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar karena
alasan tertentu. Beliau pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam kegiatan Nalacity
sembari mengisi kekosongan waktu di rumah.
Setelah setengah jam selesai wawancara, peneliti pun bertanya tentang
keseharian ibu Nur selain mengikuti kegiatan Nalacity. Karena peneliti ingin
mengetahui apakah ibu ibu yang peneliti wawancarai ada yang bekerja sampingan
sebagai pengemis seperti yang pernah di ceritakan oleh ibu RT pada observasi
kedua. Ibu Nur pun menjawab bahwa beliau bekerja hanya sebagai ibu rumah
tangga. Beliau berbagi pengalaman tentang penolakan masyarakat terhadap
dirinya ketika beliau menawarkan jasa mencuci baju. Beliau seringkali di tolak
oleh masyarakat diluar kampung kusta ketika menawarkan jasa mencuci. Menurut
beliau, umumnya masyarakat lain masih takut ketika beliau mempunyai bekas
luka di tangannya karena takut tertular dan dengan kondisi tersebut beliau
diragukan tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan mencuci. Akhirnya beliau
hanya menjadi ibu rumah tangga biasa dan suaminya hanya buruh serabutan di
sekitaran rumah sakit kusta Sitanala. Anak anak ibu Nur juga tidak bersekolah
karena
menurut
beliau
pendapatan
suaminya
tidak
mencukupi
untuk
mensekolahkan anaknya. Beliau juga menuturkan bahwa kegiatan Nalacity yang
beliau ikuti, upahnya hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan anak anaknya
dan dapur yang hanya mencukupi pada hari diberikan upah. Beliau berharap
kedepannya Nalacity dapat membuat program ekonomi untuk masyarakat di
kampung kusta yang upahnya mampu untuk memenuhi paling tidak kebutuhan
dapur. Karena menurut ibu Nur, keluarga mereka terkadang harus menahan lapar
ketika suaminya tidak mendapatkan hasil/upah.
Setelah wawancara pertama dirasa cukup, peneliti pun mendatangi rumah
anggota komunitas Nalacity yang kedua. Sepanjang jalan peneliti hanya melihat
kebun kebun yang tidak terurus dan rumah rumah bilik yang tidak berpenghuni.
Setelah peneliti sampai pada rumah kedua peneliti pun disambut hangat oleh ibu
yang bernama Ernawati. Sepintas peneliti tidak sadar akan keadaan dari ibu Erna
ini, namun ketika ibu Erna meminta maaf karena keadaan dirinya dan
keluarganya, peneliti pun baru sadar atas keadaan fisik yang terjadi. Keluarga ibu
Erna ini adalah keluarga kecil yang sudah lima tahun menetap di kampung kusta.
Beliau sudah dikaruniai satu orang anak laki laki yang berumur tiga tahun. Ibu
Erna dan suami mengalami penyakit yang sama yakni peyakit kusta.
Perbedaannya ibu Erna sudah sembuh namun suaminya sedang terkena penyakit
kusta. Kaki suami ibu Erna ini diperban dan sesekali mengeluarkan cairan hitam
dari salah satu kakinya. Awalnya peneliti khawatir dengan kondisi dari suami ibu
Erna yang belum sembuh. Namun, karena sudah jauh datang dan peneliti juga
ingin melihat keadaan sebenarnya di lapangan. Maka peneliti berusaha untuk
menyimpan rasa kekhawatiran tersebut.
Ibu Erna menuturkan bahwa beliau ikut menjadi anggota komunitas
Nalacity sejak tahun 2010. Beliau ingat sekali ketika pertama kali para mahasiswa
datang mewawancarai kerumahnya. Mereka juga sempat menawarkan kegiatan
yang nantinya bisa diikuti oleh para ibu ibu disini, namun sayaratnya memang
harus keluarga dari mantan penderita kusta dan menetap di kampung kusta
Sitanala ini. Sebelumnya beliau sudah mengenal beberapa teman teman
mahasiswa karena pernah mengadakan penyuluhan gratis di musola Rahmi Hatta
yang sekarang juga menjadi tempat kegiatan kewirausahaan sosial Nalacity.
Selain kegiatan kewirausahaan sosial yang di adakan Nalacity, ibu Erna
juga menyebutkan beberapa kegiatan sosial yang sering dilakukan oleh para
pengurus Nalacity di kampung kusta ini. Beberapa kegiatan sosial yang pernah
diadakan yakni seperti santunan kaum dhuafa, pengobatan gratis, penyuluhan dan
pengajian ibu ibu. Kegiatan sosial tersebut menurut bu Erna hanya dilakukan
ketika ada perayaan hari hari besar atau ketika Nalacity membuat program
kerjasama kepada lembaga lainnya. Menurut beliau anak anak pengurus Nalacity
terkadang membuat acara disini seperti pengobatan gratis, santunan, qurban dan
pengajian ibu ibu. Yang sering beliau lihat Nalacity sering bekerjasama dengan
Dompet Dhuafa dan ACT.
Peneliti pun menanyakan bagaimana teknik pendampingan yang dilakukan
Nalacity kepada ibu ibu disini dalam program kewirausahaan sosial. Karena ibu
Erna ini sudah menjadi anggota komunitas Nalacity sejak pertama program
kewirausahaan sosial ini berjalan. Beliau menuturkan bahwa setelah para
mahasiswa itu mewawancarai ibu Erna tentang keseharian dari keluarganya.
Mereka pun menawarkan program kewirausahaan sosial melalui keterampilan
menjahit. Ibu Erna pun setuju dan ikut karena beliau memang sudah mempunyai
keahlian menjahit sejak kecil. Pada waktu itu, ibu Erna dan 19 ibu ibu lainnya
dikumpulkan di musola Rahmi Hatta untuk perkenalan program. Selama satu
bulan para mahasiswa itu melakukan pembinaan kepada 20 orang ibu ibu melalui
pelatihan menjahit.
Untuk upah yang diberikan kepada para anggota komunitas Nalacity, ibu
Erna memberitahukan bahwa hasil pekerjaan para ibu ibu dihargai berkisar antara
Rp. 10.000-15.000 per jilbab dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan
yang dilakukan. Semakin bagus hasilnya maka semakin besar upah yang diterima
oleh para anggota komunitas Nalacity. Namun sayangnya seperti yang dituturkan
oleh ibu Nur sebelumnya, bahwa program kewirausahaan sosial yang di gagas
oleh Nalacity ini memang sudah bagus karena ibu ibu didalam komunitas Nalacity
ini sudah mempunyai kegiatan sampingan. Namun, memang pada saat ini kurang
berdampak terhadap perekonomian keluarga disini. Selain jadwal pelatihannya
yang hanya dua minggu sekali, mereka pun harus menunggu hasil (upah) selama
dua minggu sekali pula. Selain hal itu, kondisi di lapangan yang ibu Erna ketahui
bahwa masih ada anggota komunitas Nalacity yang bekerja menjadi pengemis.
Karena menurut mereka tidak ada cara lain lagi yang dapat menambah hasil
pendapatan untuk kebutuhan sehari hari.
Perlu diketahui bahwa ibu Erna ini adalah korban dari ketidak pedulian
keluarganya terhadap dirinya. Ketika peneliti bertanya asal daerah ibu Erna,
beliau mengungkapkan bahwa beliau berasal dari Bekasi tepatnya di Jati Bening
beliau sudah lima tahun tinggal di kampung kusta. Memang beliau mengalami
penyakit kusta sejak berada dikelas 4 SD. Namun, karena suami nya yang baru
terkena kusta maka ibu Erna ini pun diasingkan oleh keluarganya sendiri karena
takut tertular. Ibu Erna hanya setahun sekali mengunjungi kediaman orang tuanya
di Bekasi. Untuk kebutuhan sehari hari keluarganya, ibu Erna hanya
mengandalkan pendapatan dari kegiatan Nalacity serta di bantu oleh suami yang
pekerjaannya hanya buruh lepas alias ketika ada pekerjaan saja suami dari ibu
Erna ini bekerja.
Melihat kondisi rumah yang ditempati oleh keluarga ibu Erna. Beliau
menjelaskan bahwa pertama kali beliau tinggal di kampung kusta ini, keluarga ibu
Erna dan keluarga lainnya diberikan syarat oleh pihak rumah sakit. Mereka para
mantan penderita kusta diperbolehkan tinggal dan membangun rumah di kawasan
belakang rumah sakit kusta Sitanala ini yang merupakan tanah milik pemerintah,
asalkan bangunan yang dibuat tidak permanen. Karena sewaktu waktu jika ada
kebijakan pemerintah yang ingin memakai lahan kampung kusta ini, maka mereka
harus rela pergi dan meninggalkan rumahnya. Menurut beliau profil keluarga
yang tinggal dikampung kusta tersebut adalah orang orang yang tidak kembali
kekampungnya karena sudah tidak diterima oleh keluarganya masing masing.
Setelah sesi wawancara dan bincang bincang selesai, peneliti pun meminta
izin untuk berfoto bersama untuk dokumentasi penelitian. Awalnya ibu Erna ini
tidak bersedia karena beliau malu dengan kondisi yang kaki dan tangannya cacat
permanen sejak kecil. Namun, setelah peneliti mencoba menjelaskan akhirnya ibu
Erna pun mau untuk di foto. Peneliti pun akhirnya menyudahi sesi wawancara
pada hari ini, dikarenakan cuaca yang tidak bersahabat dan belum mendapat info
alamat dari anggota komunitas Nalacity lainnya.
Catatan Observasi V
Hari/Tanggal
: Minggu, 12 April 2015
Tempat
: Kampung Kusta Sitanala Tangerang
Tema Observasi
: Penelusuran kegiatan keterampilan
Pada hari minggu 12 April, peneliti kembali melakukan observasi dan
wawancara kepada masyarakat dan anggota komunitas Nalacity. Peneliti memilih
hari minggu karena info yang diberikan dari anggota komunitas Nalacity bahwa
hari minggu ini bertepatan dengan jadwal pelatihan program kewirausahaan sosial
Nalacity. Tepat setelah dzuhur pelatihan pun mulai dilaksanakan di musola Rahmi
Hatta yang tidak jauh dari kediaman para anggota komunitas Nalacity. Ada sekitar
15 orang anggota yang mengikuti pelatihan dan dua orang pendamping dari
pengurus Nalacity yang belum peneliti kenal.
Pelatihan di mulai dengan pembacaan doa yang di pimpin oleh salah satu
anggota. Setelah itu para pendamping pun menanyakan kabar dari para anggota.
Awal melihat pelatihan, peneliti sengaja tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka.
Karena peneliti ingin melihat bagaimana proses pelatihan kewirausahaan sosial ini
dilakukan. Setelah beberapa saat mereka terlibat perbincangan. Pendamping pun
mulai memberikan arahan kepada para ibu ibu agar menyiapkan alat alat untuk
memayet manik, dan pendamping pun mulai mengeluarkan beberapa bahan manik
manik dan baju untuk praktek pelatihan.
Setelah ibu ibu cukup serius mengikuti pelatihan, peneliti pun mendekati
salah satu pendamping yang bernama ka Alfi. Beliau adalah salah satu CEO
pertama Nalacity yang sedang mempunyai waktu senggang untuk melatih dan
bersilaturahmi ke kampung kusta. Karena biasanya yang melatih para ibu ibu
disini adalah para relawan yang tergabung dalam kepengurusan Nalacity generasi
baru. Peneliti pun memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud kedatangan
peneliti pada pelatihan kewirausahaan sosial ini. Ka Alfi pun menyambut baik
peneliti. Dan kami terlibat beberapa perbincangan mengenai kegiatan Nalacity. Ka
Alfi pun menuturkan awal
mula terbentuknya kegiatan Nalacity yang sudah
berjalan 5 tahun.
Salah satu pengurus yang bernama Alfi berkata bahwa pada awalnya
Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang sekarang sudah lulus. Pada tahun
2010 mereka berlima (Yovita, Andreas, Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari
program mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia. Menurutnya lagi mereka
diberikan amanat untuk membuat proyek sosial di masyarakat dan pada waktu itu
dan diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian,
modal itu digunakan untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan
kesehatan, survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program
kewirausahaan sosial Nalacity. Selain modal yang diberikan dari pihak kampus
menurut ka Alfi, mereka pernah mengikuti ajang kompetisi kewirausahaan sosial
yang diadakan Bank Mandiri, Kick Andy dan Fatigon Chalenge dalam program
pemberdayaan ibu ibu mantan penderita kusta dan masuk menjadi pemenang serta
memperoleh penghargaan dari Kick Andy dan Fatigon Chalenge sebagai
pemenang best of young social entreupreneur. Hasil dari kompetisi tersebut
mereka gunakan untuk safety operasional Nalacity. Selain itu, mereka juga
mengikuti bazar dan pameran untuk ajang promosi dan penjualan produk
Nalacity.
Ketika peneliti asyik berbincang dengan salah satu pendamping, ada salah
satu anggota yang terlihat baru saja datang, ibu itupun meminta maaf kepada para
ibu ibu dan pendamping karena beliau baru menyelesaikan pekerjaannya sebagai
ibu rumah tangga. Seketika peneliti pun bertanya kembali kepada pendamping
bagaimana cara pendamping baru atau relawan dari para mahasiswa lain untuk
mendampingi melatih para ibu ibu disini dan apa saja kendala yang dialami
selama melatih para ibu ibu disini.
Menurut Alfi CEO Nalacity, memang setelah kepengurusan generasi
pertama, mereka mulai merekrut para adik adik mahasiswa yang ingin masuk
dalam kepengurusan Nalacity generasi kedua ataupun yang hanya ingin menjadi
relawan saja. Ada sekitar 20 orang yang terdiri dari pengurus dan volunteer.
Sebelum mereka melatih ibu ibu, para calon pengurus dan volunteer ini pun
diberikan bekal pelatihan dan mental bagaimana mendampingi ibu ibu mantan
penderita kusta yang berbagai macam keadaan fisiknya. Menurut beliau Untuk
kendala yang dihadapi selama melatih banyak sekali. Ibu ibu yang sudah masuk
menjadi anggota komunitas Nalacity seringkali belum dapat disiplin waktu
dikarenakan masih harus mengurusi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga ataupun
ada anak atau suami nya yang sakit dan harus di rawat dahulu.
Ka Alfi pun menambahkan, bahwa sebagai pengurus terkadang mereka
masih merasa khawatir dengan para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Mereka
khawatir dengan keadaan mereka yang sebagian anggotanya masih menggeluti
pekerjaan sebagai pengemis. Para pengurus pun masih memikirkan bagaimana
memaksimalkan program kewirausahaan sosial ini agar mereka merasakan
dampak perubahan kearah yang semakin baik. Sehingga program kewirausahaan
sosial ini dapat menjadi tumpuan sebagai kegiatan usaha mereka sehari hari.
Selain itu ketika dilapangan peneliti melihat Nalacity mempunyai cara
yang strategis dalam memberikan semangat serta kepeduliannya terhadap para
anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal
kecil terkait pemberian semangat untuk berlatih juga diperhatikan oleh para
pengurus. Seperti ketika jadwal latihan berlangsung, para pengurus Nalacity tak
segan untuk menghubungi dan mengingatkan para anggotanya untuk terus
berlatih.
Setelah peneliti mengakhiri perbincangan dengan ka Alfi, ka Alfi pun
kembali mengarahkan para ibu ibu untuk memayet pola pada media baju. Peneliti
melihat para ibu ibu disana sangat antusias dalam pelatihan yang hanya 3-4 jam
pelatihan. Walaupun sebagian besar dari mereka memiliki cacat fisik yang
beraneka ragam. Dari yang hanya bekas luka dan belang belang, jari jari yang
menempel, sampai ada yang harus dibantu dengan tangan atau kaki palsu.
Peneliti pun mencoba mendekati ibu ibu yang sedang berlatih. Ada yang
asyik berbincang sesama anggota, ada yang kritis selalu bertanya kepada
pendamping. Dan adapula yang meminta bantuan kepada peneliti untuk
memasukkan benang ke dalam jarum karena penglihatan yang sudah mulai kabur.
Peneliti melihat pelatihan tersebut, tidak seperti kelas pelatihan pada umumnya
yang notabenenya serius dan menggurui. Disini para peserta dibebaskan untuk
berkreasi apapun pada media jilbab ataupun baju. Bahkan para ibu ibu
diperbolehkan untuk mencantumkan ukiran nama mereka pada media yang
mereka kerjakan.
Setelah selesai pelatihan, para ibu ibu diberikan bahan yang harus
dikerjakan dirumah dalam kurun waktu dua minggu pengerjaan. Kesempatan ini
tidak disia siakan oleh peneliti. Peneliti lalu mendekati salah satu anggota
komunitas Nalacity yang bernama ibu Lani untuk meminta izin mewawancarai
beliau mengenai pelatihan kewirausahaan sosial ini. Beliau pun mempersilahkan
peneliti untuk mewawacarai dirumahnya. Karena beliau harus segera membuka
warung kecilnya kembali. Beberapa saat peneliti menunggu beliau membuka
warung nya. Setelah itu peneliti juga harus menunggu beberapa menit lagi karena
ibu Lani harus memberikan pakan ternak ayam ayam nya. Cukup lama menunggu,
dan akhirnya kami pun memulai wawancara di teras warung.
Beliau berkata bahwa awal mula bergabung menjadi anggota komunitas
Nalacity ada beberapa anak kuliah yang datang ke kampung kusta untuk
mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Beberapa kali mereka datang untuk
mengadakan pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah
itu mereka menanyakan kepada warga satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian
para ibu ibu. Setelah itu menawarkan kepada program kewirausahaan sosial untuk
kegiatan para ibu ibu disini. Para ibu ibu disana dilatih selama satu bulan
dipersiapkan untuk produksi barang hasil pelatihan. Hal ini pundibenarkan oleh
pak RT Misna.
Setelah sesi wawancara selesai, peneliti pun menanyakan apa latar
belakang motivasi ibu Leni ini mengikuti program kewirausahaan sosial Nalacity.
Beliau pun menuturkan bahwa motivasi beliau mengikuti program kewirausahaan
sosial ini bermula dari sindiran dari masyarakat diluar kampung kusta yang
meragukan kemampuan beliau sebagai orang yang pernah menderita kusta. Selain
itu, beliau juga ingin memotivasi dirinya sendiri khususnya untuk anak anaknya.
Menurut beliau bahwa masa lalu cukup dijadikan pelajaran untuk masa yang akan
datang. Apapun yang terjadi pada masa sekarang teruslah bergerak. Ibu Lany juga
menginginkan agar anak anaknya kelak mempunyai pendidikan tinggi agar dapat
merubah nasib keluarganya.
Usai peneliti mewawancarai ibu Lany, peneliti pun izin pamit untuk
bergegas pulang karena hari yang sudah gelap. Sebelum peneliti pulang, ibu Lany
berpesan agar peneliti tidak lebih sering untuk bersilaturahmi ke kampung kusta
Sitanala. Karena sesungguhnya penduduk disini, menginginkan mahasiswa
mahasiswa lainnya untuk membuat program di kampung kusta ini sekaligus untuk
memotivasi para masyarakat agar mempunyai pekerjaan yang layak dan tidak
mengemis kembali.
Proses pelatihan manik jilbab Nalacity
berdiskusi untuk menentukan design
Suasana keakraban antar anggota Nalacity
Pendamping memberikan arahan dan motivasi
Suasana pengobatan gratis di kampung kusta
Pengobatan gratis rutin di gelar tiap 2 bulan
Mentoring dilakukan tiap 2 minggu sekali
pengobatan&penyuluhan gratis dikampung kusta
Pengajian rutin tiap minggu di kampung kusta
pendamping memberikan arahan pelatihan
Semangat para perempuan mantan kusta
Siraman rohani dengan tokoh muda Nalacity
Keseriusan ibu ibu membuat pola manik
Nalacity bekerjasama dengan dompet dhuafa
Program Parcel Ramadhan Nalacity
Program qurban untuk kampung kusta Sitanala
Family Gathering dengan warga kampung kusta
Liburan ala Nalacity bersama warga kp.kusta
Seminar memperingati hari kusta sedunia
memperingati kusta sedunia bersama Kemenkes
Wall Signature peringatan hari kusta sedunia
Program makan besar bersama warga kp.kusta
Semangat kreatif para ibu mantan penderita kusta
menjahit salah satu keterampilan para ibu ibu
PEDOMAN WAWANCARA
No
1.
Perumusan
Bagaimana perumusan strategi
empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan mantan
penderita kusta di Kampung Kusta
Sitanala Tangerang ?
Indikator
Pertanyaan Wawancara
1. Tahap Input (masukan)
Proses meringkas informasi sebagai
masukan awal, untuk merumuskan
strategi. menetapkan visi dan misi,
mengidentifikasi
peluang
dan
tantangan yang dihadapi organisasi.
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu
mantan penderita kusta?
2. mengapa program kewirausahaan
sosial Nalacity ini hanya diberikan
bagi para mantan penderita kusta
2. Tahap Pencocokan
Memfokuskan pada menghasilkan
strategi alternative yang layak
dengan mendukung faktor-faktor
eksternal dan internal.
3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity
untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar
mengikuti program kewirausahaan
sosial ini?
3. Tahap Pemutusan
Menggunakan suatu macam teknik,
diperoleh dari input sasaran dalam
mengevaluasi strategi alternative
yang telah diidentifikasi dalam tahap
kedua.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam
memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program
kewirausahaan sosial ini?
2.
Bagaimana implementasi strategi
empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan mantan
penderita kusta di Kampung
Sitanala Tanggerang?
1. Mengambil
keputusan
untuk
menetapkan tujuan tahunan
2. Membuat kebijakan
3. Memotivasi pegawai,
4. Menciptakan struktur organisasi
yang efektif.
5. Mengubah arah tindakan
6. Menyiapkan anggaran
7. Mengembangkan dan memanfaatkan
sistem informasi
1. Bagaimanakah
proses
dalam
pengambilan
keputusan
untuk
menetapkan tujuan bersama pada
anggota
dalam
program
kewirausahaan sosial
2. Apa sajakah kebijakan kebijakan
yang diterapkan Nalacity kepada
para anggota program kewirausahaan
sosial?.
3. Bagaimanakah Nalacity memotivasi
para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam
program kewirausahaan sosial?
4. siapa sajakah yang terlibat dalam
program
kewirausahaan
sosial
Nalacity ini?
5. apa saja kegiatan yang terdapat
dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
6. Darimana sajakah sumber pendanaan
untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
7. Bagaimanakah proses pemasaran
produk program kewirausahaan
sosial ke masyarakat luas?
8. Bagaimanakah respon masyarakat
terhadap program kewirausahaan
sosial yang di gagas Nalacity ini?
9. Bagaimanakah
cara
Nalacity
mengembangkan dan memanfaatkan
sistem informasi sebagai media
3.
Bagaimana hasil evaluasi strategi
empiris rasional yang dilakukan
Nalacity bagi perempuan mantan
penderita kusta di Kampung
Sitanala Tanggerang?
1. Menuju faktor faktor eksternal
(berupa peluang dan ancaman) dan
faktor internal (kekuatan dan
kelemahan).
2. Mengukur prestasi (membandingkan
hasil yang diharapkan dengan
kenyataan, mengevaluasi prestasi
individual dan menyimak kemajuan)
1. apa saja faktor faktor pendukung
dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
3. Tindakan kreatif untuk memastikan
bahwa prestasi diluar rencana.
3. Apa langkah selanjutnya yang akan
dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan
mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
2. Bagaimanakah dampak perubahan
yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan
sosial ini?
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Alfi
Umur
: 26 Tahun
Pekerjaan
: Perawat/CEO Nalacity
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada awalnya Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang
sekarang sudah lulus. Pada tahun 2010 kami berlima (Yovita, Andreas,
Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di
Universitas Indonesia. Kami diberikan amanat untuk membuat proyek
sosial di masyarakat dan pada waktu itu kami diberikan modal sebesar 7,5
juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu kami gunakan
untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan,
survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan
sosial Nalacity. Alhamdulillah keuntungan yang didapat dimanfaatkan
kembali untuk kegiatan produksi berikutnya
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta?
Jawab : karena program kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan
oleh ibu ibu mantan penderita kusta yang bermukim di kampung kusta
Sitanala Tangerang.
3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : strategi pertama kami kami melakukan survey untuk mengetahui
kemampuan ibu ibu, setelah itu kami menawarkan program kewirausahaan
sosial yang akan mengisi waktu luang ibu ibu selain itu, ibu ibu juga
mendapat keuntungan dari setiap karya yang dihasilkan.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab
: setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai
mengarahkan program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di
kampung kusta. Selama satu bulan mereka di bina oleh para pengurus
Nalacity. Setelah satu bulan masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap
produksi.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : dalam pengambilan keputusan, jika kepentingan nya langsung
terhadap para anggota, kami para pengurus tak segan untuk berkordinasi
kepada ibu ibu disana, bagaimana tanggapan antar anggota atas apa yang
disampaikan. Namun, jika kepentingan nya itu untuk para pengurus, maka
kami berkordinasi hanya antar pengurus saja.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : secara khusus kebijakan yang diterapkan Nalacity tidak ada yang
spesifik. Lebih kepada peraturan peraturan yang telah disepakati bersama
saja. seperti jadwal pelatihan, anggota komunitas yang masuk hanya bagi
golongan mantan penderita kusta baik dirinya maupun keluarganya.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : kami para pengurus setiap seminggu sekali selalu mengabari
perkembangan program Nalacity, begitu juga kami sebagai pengurus tidak
segan untuk menanyakan kabar para anggota. Jika ada yang sakit kami pun
berusaha paling tidak untuk menjenguk kerumah anggota karena menurut
kami, para ibu ibu disini tidak hanya sebagai anggota komunitas namun,
mereka juga sebagai keluarga dan orang tua bagi kami.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : pada awal berdirinya Nalacity tahun 2010, struktur pengurus
organisasi Nalacity berjumlah lima orang. Berjalannya waktu pengurus
Nalacity semakin bertambah ketika dibuka lowongan volunterr (relawan)
bagi para anak anak muda yang ingin mencari pengalaman. Sekitar dua
puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan tersebar di berbagai divisi.
Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai divisi media pemasaran
produk yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial.
9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?
Jawab : Di Nalacity sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang
yang terbentuk dari program Mapres. Kemudian setelah satu tahun
berjalan kami membuka pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi
para pengurus Nalacity. Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah
mempunyai 10 orang pengurus dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah
peserta keterampilan 20 ibu ibu ini membuat strategi pendampingan tidak
keteteran karena setiap minggunya kami mempuyai jadwal bagi para
pendampingnya.
10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab : kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni
pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta,
selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar
seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta
pengajian ibu ibu.
11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : sumber pendanaan awal proyek sosial Nalacity ini didapat dari
pihak lembaga kampus sebesar 7,5 juta untuk 3 bulan selama masa
pelatihan. Selain itu Nalacity juga pernah mengikuti kompetisi wirausaha
muda mandiri Bank Mandiri, Nalacity juga mengikuti kompetisi dan
menjadi pemenang best of young entrepreneur social pada acara kick andy
dan fatigon chalenge. Serta Nalacity juga sering mengiktui bazar dan
pameran sebagai ajang promosi dan penjualan produk Nalacity.
12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : sebelum proses pemasaran produk Nalacity, para pendamping
mengecek dahulu hasil pekerjaan dari para ibu ibu disini. Setelah melalui
tahapan seleksi dan finishing maka hasil karya ibu ibu pun segera masuk
dalam tahap packaging agar tampilan menjadi menarik. Untuk proses
promosi kami juga memakai media online dimana ada salah satu pengurus
Nalacity yang menjadi model produk Nalacity. Selain itu kami juga
memasarkan lewat organisasi dan teman teman dikampus.
13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab
:
respon masyarakat dikampung kusta mengenai program
kewirausahaan sosial Nalacity cukup baik. Bahkan para kaum bapak
disana menginginkan supaya ada program kewirausahaan sosial yang
ditujukan kepada mereka. Namun, diakui memang Nalacity belum mampu
untuk mengerjakan dua proyek sosial. Selain harus mengidentifikasi
kembali dana permodalan awal pun belum Nalacity cari kembali.
14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : Nalacity yang terdiri dari anak anak muda dalam pengembangan
sistem informasi media, kami memang memiliki divisi khusus yang
menangani perawatan website dan akun media online Nalacity. Dalam
pemanfaatannya produk Nalacity terbantu sekali. Karena dengan hasil
karya yang memang sudah umum dipasaran, namun karena kami
mempunyai sistem media marketing yang mumpuni menjadikan produk
kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai tambahnya yakni
jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para mantan
penderita kusta.
15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : faktor pendukung dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
terutama kuota dan kapasitas para pendamping yang sudah dua kali
reggenerasi. Dan faktor penghambat salah satunya yakni manajemen
waktu yang belum maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas
Nalacity.
16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : sejauh ini yang saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah
kearah yang lebih dari para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Seperti
mereka lebih kritis ketika mereka tidak faham atas pengarahan yang
diberikan pendamping, maka mereka tidak segan lagi untuk bertanya.
Selain itu para ibu ibu disana juga sudah terbangun rasa percaya dirinya
sebagai masyarakat non diskriminasi. Apalagi ketika mereka diundang
dalam beberapa acara televisi. Mereka semakin nyaman dengan keadaan
dirinya sekarang.
17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : langkah selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam
pengembangan kapasitas ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim
pengurus pun berusaha agar sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu
dapat berdikari dan menularkan ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain
itu kami akan membuat beberapan program sekolah gratis yang nantinya
dapat dinikmati oleh para anak anak yang tidak bersekolah di kawasan
kampung kusta.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Hafiza Elvira
Umur
: 24 Tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta, CEO Nalacity
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari
kampus. Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial.
Awalnya kami hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak
kampus. Kami akhirnya memilih kampung kusta untuk program
kewirausahaan sosial ini karena beberapa faktor yang mendukung. Kami
adakan penyuluhan disana, pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil
kecilan kepada para ibi ibu disana. Pada awalnya kami ingin membuat
usaha peternakan, Ternyata mereka mempunyai kemampuan dibidang lain
yakni menjahit.dan kamipun memutuskan untuk melatih ke 20 orang ibu
ibu yang terkumpul ini untuk menjahit, mempola dan memayet jilbab. Dan
mereka pun menerima penawaran dari kami.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta
Jawab : Karena beberapa faktor yang mendukung dan kampung kusta ini
termasuk yang menjadi kualifikasi tim kami.
3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami hanya melakukan
pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua. Sehingga komunikasi
dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah keluarga. Keterampilan
menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu ibu adalah
menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami
dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya
bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena
melihat pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Kami juga tidak mempunyai teknik yang khusus. Karena memang
dasarnya mereka sudah mempunyai dasar menjahit. Jadi kami hanya
tinggal memolesnya dengan baik. Sehingga hasilnya pun cukup
memuaskan
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Proses pengambilan keputusan yang sering kami terapkan yakni
dengan keterbukaan dan musyawarah. Dimana jika ada program baru kami
selalu tanyakan kepada mereka bagaimana tanggapannya.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : Kami menerapkan jadwal pelatihan yang harus diikuti oleh ibu
ibu dengan disiplin. Dan memang syarat jadi anggota komunitas ialah
seorang yang pernah menderita kusta.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Karena yang kami hadapi adalah seorang ibu yakni orang tua,
kami memberi motivasi selayaknya seperti sebuah keluarga. Jika ada yang
tidak hadir kami hubungi, jika ada anggota keluarganya yang sakit atau
bahkan jika mereka sendiri yang sakit. Kami datang Dan melakukan hal
sebisa kami untuk membantu.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : kalau tingkat pengurus memang teman tema dekat kami dan para
relawan yang ingin membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya
sendiri yang terlibat para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut
terlibat juga dari aparat pemerintah yang telah membantu perizinan kami.
9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?
Jawab : untuk peserta sendiri sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang
kami berdayakan, lalu 10 orang pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga
pendamping yang kami rekrut dari adik adik kelas yang ingin
berpartisipasi.
10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab
:
Kegiatan yang kami fokuskan sekarang hanya program
kewirausahaan sosial ini, namun kami juga sering mengadakan kegiatan
bulanan seperti penyuluhan, pengobatan gratis, dan hari hari besar lainnya.
11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab
: Memang pada perjalanannya kami mengalami kendala pada
pendanaan karena dana yang kami butuhkan tidak sebanding dengan yang
didapat pada awal pendekatan kepada masyarakat kami mengeluarkan
dana sebesar tiga juta rupiah untuk program penyuluhan dan pengobatan
gratis, untuk mengantisipasi kekurangan kami sering melakukan kerjasama
dengan dompet dhuafa dan ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada
program keterampilan menjahit kami mengeluarkan permodalan awal
kurang lebih empat juta rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta
kami juga harus mencari tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging
dan perawatan website yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang
diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi
hal demikian dengan mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan
produk Nalacity
12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang saat
ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat.
Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak
sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat
ada yang keluar.
13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab : Sampai saat ini respon anggota komunitas kami dan masyarakat
sekitarnya cukup baik dalam menerima kami. Mereka sangat antusias
ketika kami mengadakan acara acara bulanan. Dan dari masyarakat luar
pun sekarang sudah banyak yang melirik mereka dan mengundang
mereka. Insyaallah kedepannya semoga stigma negatif untuk kaum
disabilitas ini berkurang.
14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab :
Pengurus kami semua anak anak muda, jadi kami membuat
model promosi yang membuat para khalayak tertarik. Seperti kami selalu
mengadakan pemotretan untuk jenis jilbab yang terbaru. Sehingga
masyarakat pun tidak bosan dengan produk kami.
15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : Faktor pendukung alhamdulillah program kewirausahaan sosial
ini berkesinambungan dengan kemampuan para ibu ibu disini sehingga
perjalanan untuk memulai pun tidak terlalu sulit. Selain itu program
kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat pemerintah
setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan
sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan
program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai
pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga
kami tak perlu lagi mengurus perizinan Faktor penghambat seperti mereka
ibu ibu yang masih mengurusi urusan rumah tangganya terkadang mereka
harus selalu diingatkan jika latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka
sering kurang percaya diri karena masih memikirkan stigma negatif dari
masyarakat sehingga mereka takut tidak laku dengan produk mereka.
16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Sekarang ibu ibu yang kami lihat sudah muncul rasa percaya
dirinya kembali. Bahkan dari mereka ada yang ingin membuka jasa jahit
sendiri. Yang terpenting dari kami saat ini adalah supaya ibu ibu tidak lagi
merasa merendahkan dirinya lagi akibat keterbatasannnya. Mereka juga
mampu dan sama seperti orang pada umumnya. Dan yang lebih penting
mereka mempunyai kreasi sendiri yang dapat mereka jual.
17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Langkah selanjutnya kami masih tetap terus mendampingi ibu ibu
disini untuk terus menuju pribadi yang mandiri. Dan harapan kami kelak
dari orang ibu ibu ini mereka bisa mentransfer ilmunya kepada orang lain.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Ernawati
Umur
: 31 Tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : awal mula mereka bertemu dengan pak RT 01 bapak Misan,
mereka izin untuk memberikan penyuluhan dan pengobatan gratis, lalu
mereka menawarkan pelatihan jilbab manik kepada kami.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta?
Jawab : ya, karena memang persayaratannya sudah seperti itu dari pihak
pengurus Nalacity. Harus mantan penderita kusta.
3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : yang saya lihat mereka melakukan pendekatan ke masyarakat
dengan memberikan penyuluhan kesehatan.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Para pengurus Nalacity memberikan masing masing alat untuk
menjahit dan memayet kepada ibu ibu. Kami diberi waktu dua minggu
pengerjaan untuk 2 jilbab dan 2 busana yang akn dipayet.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Mereka para pengurus selalu menanyakan kepada kita para ibu
ibu mengenai kesulitan kesulkitan yang dirasakan jika dalam pertemuan.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : Pokoknya para pengurus tidak memberatkan/menekankan kepada
kami dalam mengikuti program ini. Yang terpenting kami harus giat dan
mau terus dilatih oleh mereka.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Setiap pertemuan kami selalu diberi semangat motivasi agar
kami terus berlatih, dan dengan program ini kelak kami akan mandiri dan
menjadi penerus Nalacity disini untuk ibu ibu yang lain.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta
9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab : Kegiatannya yang rutin adalah memayet.terkadang sebulan sekali
mereka para pengurus memberikan penyuluhan gratis.
10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Setahu saya, sumber pendanaan kegiatan ini diambil dari hasil
keuntungan dan kerjasama pihak lain. `
11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Saya kurang begitu tahu, tapi menurut para pengurus mereka
menjual online dan mempunyai toko kecil dikota untuk memasarkan
produk kami.
12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab : Respon masyarakat disini baik, ketika mereka datang pertama
kali mereka langsung diterima oleh pihak masyarakat disini.
13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : saya kurang begitu faham, mungkin kakak bisa tanyakan langsug
kepada para pengurus.
14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : Pada awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami
agar kegiatan kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan
sampingan untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah
pola tingkah masyarakat untuk tidak lagi menjadi pengemis. Namun,
kenyataannya selama 5 tahun berjalan, banyak diantara anggotanya yang
masih menekuni pekerjaan menjadi pengemis
15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Perubahan sejauh ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan
untuk mengisi waktu, karena rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga
jadi tahu mengenai masalah kesehatan. Karena setiap sebulan sekali
mereka suka mengadakan penyuluhan.
16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
Sejauh ini kami masih harus tetap fokus pada bidang
keterampilan, walaupun sekarang mulai ditambah. Yang tadinya hanya
jilbab saja yang dipayet. Sekarang sudah mulai diajarkan memayet di
busana baju.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Ibu Misna
Umur
: 40 Tahun
Pekerjaan
: Ibu RT 01
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada waktu itu ada beberapa orang anak muda yang datang
kerumah saya untuk meminta izin dari pa RT mengadakan kegiatan
penyuluhan, lalu seringkali mereka datang kesini sekedar bertanya
mengenai keadaan warga disini.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta
Jawab : Mereka waktu bilang karena kampung kusta mereka pilih sebagai
tempat menyalurkan ilmu mereka dan mereka berniat ingin membantu
3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Yang saya lihat, mereka melatih ibu ibu disini dengan telaten saya
juga awalnya pernah ikut. Namun sudah tidak lagi.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Mereka mengajarkan pola menjahit kepada ibu ibu disini. Dan
mereka memberikan peralatan secara gratis untuk dipakai ibu ibu.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Kalau saya kurang begitu tahu, karena saya juga hanya beberapa
kali mengikuti kegiatan ini, keran kesibukan lain jadi saya berhenti dan
hanya membantu suami saya yang menjadi ketua RT.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : Saya kurang tahu.Mereka hanya mengatakan bahwa mereka
punya program kewirausahaan yang bisa membantu ibu ibu disini.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Yang saya lihat anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan
memberikan pengarahan yang membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu
mereka juga tidak segan segan untuk menjemput ibu ibu jika belum pada
berkumpul.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : Ya para anak anak muda dan ibu ibu disini.
9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab : Yang saya lihat selain melatih, mereka juga sering mengadakan
kegiatan sosial disini.
10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Saya kurang tahu.
11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Yang saya tahu mereka berjualan lewat online.
12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab :
Sampai saat ini alhamdulillah para warga dan aparat disini
mendukung program mereka.
13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : Saya tidak tahu.
14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : Disini kan ibu ibu rumah tangga semua, paling yang jadi faktor
menghambatnya ketika latihan dimulai mereka msih mengurusi rumah
tangganya.
15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Ya, yang saya lihat ibu ibu disini senang mempunyai kegiatan
sampingan dirumahnya.
16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Saya berharap semoga anak anak muda Nalacity ini masih tetap
sabar mendampingi ibu ibu disini sampai ibu ibu disini menjadi mandiri.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Lani
Umur
: 35 Tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung
kami untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat
senang pada waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan
pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu
mereka menanyakan kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan
keahlian
kami.
Setelah
itu
menawarkan
kepada
kami
program
kewirausahaan sosial untuk kegiatan para ibu ibu disini. Kami dilatih
selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan untuk produksi barang
hasil pelatihan kami.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta
Jawab : Ya karena disini kan kampung kusta. Kampung yang dominan
masyarakatnya sebagai mantan maupun yang masih menderita kusta.
3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
Mereka melakukan pendekatan secara sering kepada kami.
Mereka selalu tanyakan keadaan kami. Dan yang paling saya senang
merasa senang ikut kegiatan ini karena mereka para pengurus tidak
menjadikan kami sebagai pekerja. Melainkan mereka seperti anak anak
kami yang sedang membantu melatih kami.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Mereka mengajarkan cara menyulam yang baik. Pada awalnya
kami hanya disuruh melihat. Lalu kami diberikan masing masing alat
untuk kami mencoba. Jika ada yang kurang bisa mereka selalu ada untuk
kami. Kami tidak dilepas. Selain itu kami juga diajarkan untuk mempola
sendiri lalu diajarkan bagaimana menyesuaikan warna payet dengan jilbab
atau bajunya.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab
:
Dalam proses pengambilan keputusan biasanya kami disini
diajak untuk berkumpul dan berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan
Nalacity kami turut serta dalam berpendapat, kami disini tidak merasa
seperti bekerja tetapi kami disini seperti keluarga yang saling membantu
satu sama lain, sehingga kami tidak bosan.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : Kebijakan yang khusus memang tidak ada. Tapi kami selalu
diingatkan bahwa nantinya kami tidak akan didampingi terus. Dan ketika
kami semua sudah mahir dan mandiri. Kami sendiri yang melanjutkan
program ini kepada ibu ibu lainnya disini. Agar mereka pun terampil
seperti kami.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Mereka selalu memotivasi kami ketika kami kesulitan, mereka
tidak hanya memotivasi kami yang sebagai anggota komunitas Nalacity.
Tapi merekapun memotivasi kepada masyarakat kampung kusta ini
dengan sering mengadakan kegiatan sosial disini.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta.
9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab : Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan,
pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika
ada undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara.
10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Yang saya tahu, sumber dana mereka didapat dari kampusnya
karena pada waktu itu, mereka mengatakan bahwa mereka didanai oleh
kampusnya untuk program ini.
11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Proses pemasarannya. Jadi setelah jilbab terkumpul dan sudah
dicek hasil pekerjaannya barulah mereka mendistribusikan kepada
pengurus yang bertugas pada bidang penjualan. Cara mereka menjualnya
yag sering saya lihat dengan online.
12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab : Respon masyarakat disini alhamdulillah sangat baik. Karena
mereka sering mengadakan kegiatan. Malah terkadang kami yang
menanyakan ke mereka. Apakah mereka tidak takut dengan keadaan kami.
Mereka jawab tidak. Karena mereka sendiri adalah mahasiswa jurusan
keperawatan yang sering menangani orang sakit.
13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : Saya kurang begitu faham.hanya yang saya tahu mereka memang
memanfaatkan media online untuk penjualan.
14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab
:
Faktor pedukungnya alhamdulillah disini kami merespon
kegiatan ini dengan baik. Lalu pihak aparat disini juga sudah semua tahu.
Bahwa Nalacity mengadakan program pemberdayaan di kampung kusta.
15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya
sudah lebih percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di
program ini dan bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya
mengalami hal yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga
pernah di undang oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari
program kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta.
Dengan kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa
membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami
masih mampu untuk bekerja.
16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Yang saya tahu, kata pengurus tidak lamalagi mereka ingin
membuka sekolah anak anak kecil secara gratis bagi anak anak putus
sekolah.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Ibu Nur Misna
Umur
: 31 Tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Jenis Kelamin : perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada waktu itu ada beberapa anak muda yang datag kekampung
kami memberikan penyuluhan tentang kesehatan. Mereka seringkali
datang kesini hingga mereka menawarkan kepada ibu ibu untuk pelatihan
keterampilan memayet jilbab. Kami dilatih selama satu bulan.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta
Jawab : Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta,
selain itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga
(IRT), dan sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta
di kota.
3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
Mereka menanyakan tentang keadaan kami disini, mereka
menanyakan pekerjaan kami, kesulitan kami, lalu kami ditanya keahlian
apa yang kami miliki. Setelah itu kami ditawarkan kegiatan yang
berhubungan dengan kemampuan kami. Rata rata kami disini punya
keahlian menjahit. Dan sampai saat ini ada 20 orang yang mengikuti
program kewirausahaan sosial ini.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka
memberikan kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari
oleh mereka satu bulan setelah itu kami baru bisa produksi.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Kita disini sangat kekeluargaan sekali, mereka (para pengurus)
menuntun kami dan melatih kami dengan sabar karena keterbatasam fisik
kami.jika ada program memayet baru, mereka selalu tanyakan kepada
kami.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab : Kebijakan khusus memang tidak ada. Mereka (para pengurus)
hanya mengingatkan kepada kami agar lebih disiplin dalam berlatih.
Karena nantinya mereka akan melepas kami ketika kami sudah mandiri
semua. Dan kami diwajibkan untuk menyalurkan ilmu yang kami dapat
kepada ibu ibu yang lainnya juga.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada
saling mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu
di sms mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu
disini masih sangat antusias untuk berlatih.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab
:
Yang ikut dalam program kewirausahaan sosial ini semua
memang para ibu ibu mantan penderita kusta.
9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab : Kegiatan yang sering diadakan Nalacity yakni pengobatan gratis,
penyuluhan kesehatan, santunan, dan acara hari hari besar lainnya.
10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
yang saya tahu, sumber dana untuk kegiatan itu dari hasil
keuntungan program ini yang diputar kembali. Selain itu mereka juga
sering mengundang seperti dompet dhuafa untuk ikut membantu jika ada
acara.
11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Kalau pemasarannya, sebelumnya kami diberi waktu dua minggu
untuk menyelesaikan jilbab dan baju atasan yang dipayet. Setelah itu kami
diberi upah. Lalu proses akhirnya para pengurus Nalacity yang
memasarkan ada yang lewat online dan toko.
12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab : Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud
dan tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity
masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan
kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena
upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan selama dua
minggu kamipun hanya sanggup mengerjakan dua barang saja yakni jilbab
dan busana karena keterbatasan fisik kami. Alhasil upah yang diterima pun
hanya sanggup memenuhi pada hari itu saja.
13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : Saya kurang tahu secara detailnya. Karena kami disini hanya
diajarkan untuk berlatih. Tapi setahu saya mereka memang memanfaatkan
penjualannya melalui online.
14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang
membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali
datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba. Kalau
penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya. Terkadang anak
kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga masih ada yang bekerja
sebagai pengemis sehingga tidak bisa membagi waktu.
15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Semenjak mengikuti program ini, memang kami sudah lebih
semangat. Karena sebelum mereka datang kesini. Kami hanya ibu rumah
tangga biasa. Yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Kami pernah
mencoba untuk bekerja dipabrik atau menjadi pembantu. Tapi seringkali
ditolak karena takut tertular. Padahal kami sudah tidak menular lagi.
Hanya fisiknya saja yang sudah kurang sempurna.
16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata
pengurus memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para
pengurus setelah 20 ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus
melatih ibu ibu yang lain disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak
lagi dan ibu ibu disini mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah.
Pertanyaan Wawancara
Nama
: Yovita
Umur
: 25 Tahun
Pekerjaan
: Perawat, CEO Nalacity
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Bagaimanakah
awal
mulanya
Nalacity
merumuskan
program
kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?
Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dari kegiatan mapres (mahasiswa
berprestasi), kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial waktu
itu. Lalu kami dibiayai oleh pihak kampus sebesar 7,5 juta selama 3 bulan.
Pada waktu itu salah satu dari tim kami yang tinggal di Tangerang
mengusulkan untuk membuat program di kampung kusta Sitanala.
Pertama kali kami datang untuk mengadakan penyuluhan dengan izin dari
pihak RT,RW dan Kelurahan. Kami pun melanjutkan dengan memberi
pengobatan gratis dan kami juga mulai mensurvey kecil kecilan tentang
keadaan keluarga mereka. Dan kami melihat ibu ibu disana yang hanya
menjadi ibu rumah tangga namun mempunyai keahlian menjahit, dan
sebagian lagi menjadi pengemis dikota. Selanjutnya kami menawarkan
program kewirausahaan sosial untuk membantu dan mengisi waktu
mereka dirumah. Dan merekapun merespon dengan baik.
2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi
para mantan penderita kusta
Jawab : Dalam program kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang
mengkhususkan pada kaum perempuan, karena Nalacity melihat ada
potensi usaha ekonomi yang dapat dilakukan oleh para perempuan mantan
penderita kusta yang memang sudah memiliki keterampilan menjahit
namun tidak di kembangkan lagi.
3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para
mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Namun, kami lebih
kepada bagaimana cara pendekatan dengan mereka. Yang notabenenya
mereka ragu dengan kami karena sebelum kami sudah banyak yang
menawarkan program namun programnya tidak berjalan.
4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan
penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Kami tidak mengajarkan dengan teknik yang sulit. Karena selain
fisik mereka yang sudah kurang namun mereka juga mempunyai dasar
menjahit, jadi kami tidak terlalu sulit untuk memberikan pengarahan
seperti membuat pola, cara memayet yang bagus, cara memadukan warna.
Dan alhamdulillah merekapun tidak segan untuk bertanya apabila
kesulitan.
5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan
tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab
: Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang
kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya
melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan
program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota
kami bermusyawarah bersama.
6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para
anggota program kewirausahaan sosial?
Jawab
:
Secara khusus memang tidak ada, kebijakan kami kepada
anggota lebih kepada jadwal pelatihan yang harus disiplin. Mengingat fisik
mereka yang kurang, menjadikan kami harus terus mendampingi mereka.
Apapun yang menjadi keinginan para anggota kami seberusaha mungkin
untuk bermusyawarah bersama.
7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta
untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?
Jawab : Sederhana sekali motivasi yang kita berikan kepada para ibu ibu.
Mereka kan mantan penderita dan mereka seringkali diberi stigma negatif
oleh masyarakat luar sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk
bekerja diluar. Dan kami selalu bantu mengingatkan bahwa para ibu ibu
ini mampu, tidak kalah dengan orang yang normal lainnya. Jadi buktikan
bahwa ibu ibu bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri dengan
kemampuan yang dipunya tanpa bergantung kepada orang lain.
8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity
ini?
Jawab : Kalau pengurus kami melibatkan teman teman muda seperti ada
yang ingin jadi volunteer itu bisa ikut terlibat. Kalau anggota
komunitasnya sendiri memang kami khusus para ibu ibu mantan penderita
kusta.
9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?
Jawab : sampai saat ini total kami mempunyai 25 pengurus yang dibagi
kedalam 10 orang pengurus inti Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal
ini guna untuk mengatur jadwal keterampilan di kampung kusta. Karena
umumnya dari pengurus masih menjadi mahasiswa maka kami harus
mengatur jadwal pelatihan dengan cara merekrut pendamping di tingkat
adik kampus kami.
10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial
Nalacity?
Jawab :
Kegiatan kami sekarang yang rutin hanya melatih program
kewirausahaan sosial ini selama dua minggu sekali karena terkait banyak
para pengurus yang sudah mempunyai kegiatan masing masing. Kalau
yang lainnya, kita sering mengadakan event di hari raya besar. Seperti
pengobatan gratis, santunan, pembagian kurban.
11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab
:
Sumber dana awal kami dapat dari pembiayaan kampus.
Selanjutnya kami gunakan hasil keuntungannya untuk operasional
kegiatan. Selain itu, untuk menutupi kekurangan kami sering mengajukan
atau mengikuti kompetisi terkait kewirausahaan. Alhamdulillah kami
seringkali menang. Kalau event besar kami manfaatkan jaringan yang
kami punya untuk bekerjasama.
12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke
masyarakat luas?
Jawab : Prosesnya jadi setelah jilbab yang sudah dipayet terkumpul kami
menyalurkan kebagian yang bertugas sebagai packaging dan penjualan.
Untuk pemasaran sendiri kami mempunyai toko online dan outlet kecil di
kota Tangerang. Selain itu kami juga membuat logo atau brand yang
menarik. Dan untuk daya tariknya kami mempromosikan produksi dari ibu
ibu ini dengan menggunakan model. Yang dimana modelnya kami dapat
dari para pengurus sendiri
13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial
yang di gagas Nalacity ini?
Jawab : Alhamdulillah sejauh ini para anggota masih semangat dan untuk
para masyarakat kampung kusta lainnya juga antusias penerimaan mereka
ke kami sangat tinggi. Apalagi ditambah yang sudah beberapa kali para
ibu ibu anggota komunitas Nalacity diundang diberbagai pertemuan untuk
menjadi narasumber dan inspirasi bagi yang lain.
14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem
informasi sebagai media?
Jawab : Dengan kemampuan yang kami miliki masing masing sebagai
pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam bidang IT, simplenya cara
kami memanfaatkan teknologi sebagai media promosi yakni kami
mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak muda yang
memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun yang
membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga masyarakat
percaya
kepada
produk
kami
karena
para
pelanggan
dapat
memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet
untuk mempermudah penjualan.
15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program
kewirausahaan sosial Nalacity ini?
Jawab : Faktor pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh
aparat pemerintah disini sehingga kami dengan mudah membantu
menyalurkan kemampuan ibu ibu, kalau faktor penghambatnya lebih
kepada internal maupun eksternal. Internal terdapat dari kami para
pengurus yang memang sekarang hanya bisa memberi pelatihan dua
minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para anggotanya seperti mereka
masih harus mengurus rumah tangga dan terkadang anak yang sakit
sehingga mereka sudah kecapaian dan absen untuk ikut pelatihan.
16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah
mengikuti program kewirausahaan sosial ini?
Jawab : Dampak yang saya rasakan sebagai pengurus, sekarang para ibu
ibu sudah banyak berubah. Dahulu yang masih takut takut untuk
berinteraksi dan mengeluarkan pendapat. Sekarang sudah mulai terampil
dan malahan sudah menjadi narasumber. Yang saya lihat sekarang ibu ibu
semakin tumbuh raa percaya dirinya.
17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para
anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program
kewirausahaan sosial ini?
Jawab : pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang,
harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan
semangat dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari
keberdayaannya tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan
sekolah PAUD kecil kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan
pendidikan berharap orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti
dapat mengubah kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk
orangtuanya supaya mereka dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi
keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan halal
Download