STRATEGI EMPIRIS RASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SOSIAL OLEH KOMUNITAS NALACITYDI KAMPUNG SITANALA TANGERANG Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I ) Disusunoleh: Sri Rahmayani 1110054000015 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 ABSTRAK Kewirausahaan sosial merupakan suatu gagasan dalam menjalankan strategi pemecahan masalah sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan usaha ekonomi untuk mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat. Kewirausahaan sosial lebih ditekankan pada inovasi yakni proses kreatif mengejar kesempatan untuk menghasilkan sesuatu dan menciptakan nilai baru yakni nilai sosial. Nalacity adalah sebuah gerakan komunitas pemberdayaan melalui program kewirausahaan sosial di Kampung Sitanala Tangerang yang dikhususkan bagi para ibu ibu eks penderita kusta. Dengan tujuan agar mereka mempunyai lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang mereka miliki. Melihat keahlian menjahit yang dominan mereka miliki, Nalacity pun membuat program kewirausahaan sosial yang khusus dalam bidang menjahit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi Nalacity dalam melakukan pemberdayaan kepada perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial. Teori yang digunakan untuk mengkaji strategi adalah teori empiris rasional yang di kemukakan tokoh Chin dan Benne. Selain itu untuk membantu menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan oleh Nalacity, maka peneliti membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai teori pendukung dari tokoh Fred R David. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung, studi dokumentasi dan wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Subjek yang terpilih dalam penelitian ini adalah para ibu ibu anggota komunitas Nalacity, Pengurus Nalacity, dan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perumusan, Nalacity menggunakan pendekatan penyuluhan kesehatan, mensurvey keluarga eks penderita kusta untuk menghasilkan strategi alternatif, dan menggunakan suatu macam teknik yang diperoleh dari input sasaran. Adapun pada hasil penelitian impelementasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menerapkan sistem transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Dan pada hasil penelitian evaluasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menggunakan analisis Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat (SWOT) pada program kewirausahaan sosial perempuan mantan penderita kusta Dengan demikian saran yang diberikan untuk Nalacity, pada perumusan strategi, sebaiknya Nalacity membuat database profil anggota untuk memudahkan acuan indikator keberhasilan suatu program. Pada implementasi strategi, sebaiknya tingkat intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Dan pada evaluasi strategi, Nalacity dapat melakukan kerjasama berkelanjutan dengan pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan bagi para mantan penderita kusta. i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yg telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Mantan Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan Di Kampung Kusta Sitanala Tangerang”. Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom. I). Jenjang pendidikan Strata Satu Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang memberikan kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada : 1. Terima kasih teruntuk Mama, Bapak, Kakak dan Adikku tercinta yang tanpa henti mengalirkan doa untuk keselamatan dan keberhasilan penulis serta memberikan semangat baik spiritual, moril maupun materil. Tanpa doa dan dukungan kalian, penulis tidak akan bisa merasakan bangku perkuliahan ini. Semoga kalian senantiasa dalam lindungan Allah SWT. 2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA. ii 3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat, masukan, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran selama penyusunan dan penulisan skripsi ini. Terima kasih dan salam sayang selalu untuk ibu. 4. Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Bapak M. Hudri. M.Ag. Yang telah membantu secara administratif sehingga dapat memperlancar proses penulisan skripsi. 5. Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Pak Yusro Kilun, Pak Syamsir Salam, Pak Asep Usman Ismail, Pak Tantan Hermansah, Pak Muhtadi, Pak Dicky, Ibu Nurul Hidayati, serta seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis. 6. Kepada Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan Pemberdaya Muda, Perpustakaan Kalyanamitra yang telah memberikan fasilitas penulis untuk menggunakan literatur dan koleksi perpustakaan sebagai referensi penulis dalam membuat skripsi. 7. Untuk Ibu Dwi Ruby Kholifah dan Bapak Realino Nurza. Terima kasih selama ini sudah menjadi mentor, guru, orang tua dan sahabat serta tak sungkan memberikan kesempatan pengalaman bagi penulis. Saran, kritik, perhatian dan semangat selalu ibu dan bapak berikan kepada penulis. Salam hangat dan rindu untuk ibu dan bapak. iii 8. Kepada Kak Yovita, Ka Hafiza, dan Ka Alfi serta seluruh anggota komunitas Nalacity yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai dalam penyelesaian studi penulis dan memberikan kemudahan penulis untuk melakukan penelitian di Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 9. Untuk sahabat sahabatku tercinta Maya Indah Djumanten, Vivih Rahmawati, M. Imamudin Arya, Ahmad Taufik Ramadhan,Moch.Irvan Jaya, M. Iqbal Abdul Ghofur dan Ahmad Suheri yang selalu menemani, memberikan perhatian, semangat dan berbagi cerita serta pengalaman pribadi dengan penulis semoga kalian sukses semuanya. 10. Semua teman teman Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010 yang saling membantu, saling berbagi dan menolong satu sama lain demi keberhasilan bersama. 11. Semua teman teman Karang Taruna Jati Ranggon yang telah memberikan semangat, nasihat dan hiburan dikala penulis berjuang. Jaga kekompakan kita selalu dan berikan yang terbaik untuk masyarakat. 12. Untuk Tim Pemberdaya Muda. Terima kasih dukungan, semangat dan motivasi untuk penulis. Jaga kekompakan kita selalu dan ciptakan selalu ide ide kreatif dalam program program Pemberdaya Muda. Saya sayang kalian. 13. Untuk kakak dan adik adik kelas PMI semester 2, 4, 6, 8, 12 yang penulis sayangi. iv Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi kita semua. Jakarta,10 Juni 2015 Penulis, Sri Rahmayani v DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi DAFTAR TABEL........................................................................................................ viii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7 D. Metodologi Penelitian .................................................................... 8 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 17 F. Sistematika Penulisan .................................................................... 21 BAB II. TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Strategi.......................................................................... 23 B. Proses Strategi................................................................................. 25 C. Strategi Pemberdayaan Masyarakat................................................ 28 D. Pemberdayaan Perempuan.............................................................. 36 1. Pengertian Pemberdayaan......................................................... 36 2. Pemberdayaan Perempuan........................................................ 41 3. Pendekatan Pemberdayaan........................................................ 43 E. Kusta .............................................................................................. 45 1. Pengertian Penyakit Kusta........................................................ 45 2. Penularan Penyakit Kusta......................................................... 46 3. Dampak Penyakit Kusta............................................................ 47 F. Program........................................................................................... 49 G. Kewirausahaan Sosial..................................................................... 50 vi BAB III. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 53 1. Kampung Kusta Sitanala........................................................... 53 2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta......................................... 58 B. Profil Komunitas Nalacity............................................................... 59 1. Sejarah Komunitas Nalacity...................................................... 59 2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity............................................ 61 3. Struktur kepengurusan Nalacity................................................ 62 4. Gambaran Umum Program kewirausahaan sosial Nalacity...... 63 BAB IV. ANALISIS DAN TEMUAN DATA a. perencanaan strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang.......................................................................... 69 b. impelementasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang.......................................................................... 74 c. evaluasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang.......................................................................................... 82 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................... 97 B. Saran................................................................................................ 98 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 100 LAMPIRAN................................................................................................................. 102 vii DAFTAR TABEL a. Tabel 1 Data penderita kusta 14 provinsi di Indonesia periode 2010-2013........................................................................................... 2 b. Tabel 2 Rancangan Informan.............................................................. 12 c. Tabel 3 Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga menurut kelurahan di kecamatan Neglasari kota Tangerang .......................... 54 d. Tabel 4 Fasilitas kesehatan di wilyah kecamatan Neglasari............... 55 e. Tabel 5 Data rekapitulasi peserta multiguna kecamatan Neglasari kota Tangerang.................................................................................... 56 f. Tabel 6 Data sekolah di kecamatan Neglasari ................................... 57 g. Tabel 7 Data fasilitas pasar ................................................................ 58 h. Tabel 8 Penderita cacat kusta kelurahan Karangsari.......................... 59 i. Tabel 9 Struktur kepengurusan Nalacity............................................. 63 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks.Bukan hanya dari segi medis, bahkan meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti keluarga, masyarakat bahkan termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit kusta disebabkan kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah. Kementerian Kesehatan mencatat 14 provinsi di Indonesia masih memiliki beban kusta yang tinggi dengan angka penemuan kasus baru lebih dari 10 per 100 ribu penduduk atau lebih dari 1.000 kasus per tahun1. Pada periode 2010-2013 dari ke-14 provinsi di Indonesia, beban kusta tertinggi terdapat di daerah Papua dengan total 3.537 (15%) penderita, dan terendah di Jawa Barat dengan total 759 (3%) penderita. Data menyeluruh tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. 1 Kementrian Kesehatan RI, “Data Beban Kusta Periode 2010-2013”, artikel diakses pada 23 Desember 2014 dari http://www.Kemenkes.co.id. 1 2 TABEL 1 DATA PENDERITA KUSTA 14 PROVINSI DI INDONESIA PERIODE 2010-2013 No Provinsi Beban Tinggi Kusta Periode 2010-2013 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Total % 887 887 887 876 3537 15% 1 Papua 2 Jawa Timur 948.979 948.979 948.979 462.34 3309.277 14% 3 DKI Jakarta 227.348 227.348 1,574 747 2775.696 12% 4 Maluku Utara 209.351 209.351 1,559 174.524 2152.226 9% 5 Sulawesi Utara 480 480 480 575 2.015 8% 6 Jawa Tengah 573 573 573 178 1.897 8% 7 Aceh 391 391 391 360 1.533 6% 8 Sulawesi Tenggara 425 425 425 163 1.438 6% Sulawesi Tengah 313 313 313 234 1.173 5% 10 Papua Barat 249 249 249 161 908 4% 11 Sulawesi Selatan 247 247 247 117 858 4% 12 Gorontalo 234.003 234.003 234.003 138.035 840.044 4% 13 Sulawesi Barat 193 193 193 216 795 3% 14 Jawa Barat 195 195 195 174 759 3% 23990.24 100% 9 JUMLAH TOTAL Sumber: Website Kementrian Kesehatan RI 3 Dampak sosial penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam.Tidak hanya bagi penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan penderita kusta terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular yang tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan,menimbulkan rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus-menerus, energi lemah, kelelahan, menjadi lamban, sulit berkonsentrasi, sehingga membuat penderita merasa harga diri rendah. Seorang penderita kusta yang mengalami kecacatan secara pasti akan dihadapkan pada suatu kehilangan fungsi pengendalian diri, kehilangan peran, dan mengalami trauma psikis. Dampak dari kecacatan tersebut sangatlah besar pada umumnya penderita merasa rendah diri, merasa tekanan batin, takut terhadap penyakitnya, malu dengan kecacatannya, takut menghadapi keluarga dan masyarakat. Karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar, segan berobat karena malu, apatis, tidak bisa mandiri sehingga menjadi beban orang lain. 2 Aspek yang sangat problematik dari suatu disabilitas adalah pandangan sosial tentang analisa fungsionalis kesehatan dan penyakit. Sebagaimana diuraikan oleh Talcot Parson, penyakit sangat dekat dengan penyimpangan sosial, karena itu 2 Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), Hlm 4-5. 4 merupakan suatu ancaman bagi pelaksanaan peran bagi orang yang “normal” dan lebih luas lagi legitimasi bagi orang yang sakit.3 Pada beberapa studi kasus mengenai para penderita eks kusta, banyak diantara mereka yang mengalami tingkat depresi dan krisis identitas, bukan hanya itu, mereka juga mengalami proses diskriminasi terhadap akses kesehatan, pendidikan maupun penghasilan. Para eks penderita kusta seringkali dipandang sebelah mata, sebagai suatu komunitas marjinal yang sudah tidak bisa apa apa, tidak berdaya, karena fisiknya yang sudah tidak lagi lengkap dan berfungsi seperti umumnya manusia normal lain. Keinginan, motivasi, dan semangat mereka yang kuat untuk berubah ke arah hidup yang lebih baik, dapat dilemahkan dengan keadaan dimana masyarakat normal lain mendiskriminasikan mereka, tidak memberikan kesempatan ruang untuk mereka para eks penderita penyakit kusta berkarya. Kampung Sitanala Tanggerang, merupakan sebuah kampung yang banyak dihuni oleh eks penderita kusta yang didominasi oleh orang tua.Untuk eks penderita kusta kaum laki laki mereka sudah banyak bekerja dan diterima di ranah publik.Namun, untuk eks penderita kusta perempuan sendiri mereka hanya bekerja menjadi ibu rumah tangga dalam wilayah domestik. Kaum perempuan eks penderita kusta tidak banyak memiliki keterampilan yang mumpuni, sehingga mereka tidak bisa banyak membantu ekonomi keluarganya. Pemberdayaan adalah sebuah proses untuk berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembagalembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa 3 Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), cet 1, h. 4. 5 orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. 4 Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat terutama pada kasus para perempuan keterampilan eks penderita kusta ialah dengan menyelenggarakan pendidikan dan kewirausahaan sebagai bagian dalam upaya untuk memandirikan para eks penderita kusta khususnya perempuan yang dikalangan masyarakatnya diangap sudah tidak lagi produktif dan dipandang sebelah mata sehingga para eks penderita kusta tidak dapat mencapai taraf kehidupan yang cukup untuk keluarganya. Nalacity merupakan salah satu lembaga yang peduli terhadap masyarakat eks penderita kusta. Nalacity adalah sekelompok pemuda yang menginisiasi program kewirausahaan sosial untuk memberdayakan ibu-ibu eks penderita kusta di Sitanala, Tangerang, Banten. Bisnis ini berawal dari proyek sosial Indonesia Leadership Development Program (ILDP) generasi pertama yang digulirkan lima mahasiswa Universitas Indonesia untuk memenuhi kewajiban dari Direktorat Kemahasiswaan Universitas Indonesia pada tahun 2010. Selain program pemberdayaan kewirausahaan sosial untuk kaum disabilitas (eks penderita kusta), Nalacity memiliki 5 program sosial lainnya. Yaitu, Nalacity Club fokus kegiatan (menciptakan komunitas, ruang berbagi informasi), Nalacity Labs fokus kegiatan (kolaborasi karya, inovasi produk pemberdayaan), Nalacity Media fokus kegiatan (dokumentasi aktifitas, publisitas dan press release), 4 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), cet 1, hal 59. 6 Nalacity Shop fokus kegiatan (siklus bisnis), dan Nalacity Life dengan fokus kegiatan (pengembangan budaya, pewancanaan isu global positif, dan penyuluhan kesehatan) yang ditujukkan tidak hanya bagi kaum disabilitas namun bermanfaat pula bagi masyarakat umum (partisipan, kontributor) lainnya. Peneliti tertarik mengambil penelitian mengenai strategi pemberdayaan perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial karena program yang dilaksanakan diharapkan dapat membantu dalam peningkatan ekonomi masyarakat eks penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tanggerang. Keterampilan dan kemandirian menjadi sangat penting bagi para eks penderita kusta yang sudah tidak lagi memiliki pekerjaan yang layak. Selain itu, alasan ketertarikan peneliti lainnya karena jarang sekali masyarakat khususnya anakanak muda yang mau memberdayakan mereka karena kusta. Untuk itu peneliti memberi judul skripsi untuk skripsi ini adalah “Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks Penderita Kusta Melalui Program kewirausahaan sosial Oleh Komunitas Nalacity Di Kampung Sitanala Tanggerang”. 7 B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berangkat dari uraian pada bagian latar belakang masalah di atas, dan karena terbatasnya waktu, tenaga serta dana,maka peneliti membatasi penelitian ini pada program kewirausahaan sosial. 2. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana perumusan strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tangerang ? b. Bagaimana implementasi strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala Tanggerang? c. Bagaimana hasil evaluasi strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala Tanggerang? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis menyampaikan tujuan penelitian ini adalah: 8 a. Untuk mengetahui perumusan strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang. b. Untuk mengetahui impelementasi strategiempiris rasional pada perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang. c. Untuk mengetahui evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta melalui program usaha keterampilan oleh komunitas Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang. 2. Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Segi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu pemberdayaanterutama pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, tentang pembangunan ekonomi melalui program kewirausahaan sosial sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat. b. Segi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut serta bahan evaluasi bagi komunitas Nalacity. D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data 9 deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.5Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan metode yang ada.6 Berdasarkan definisi tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta yang terjadi secara alamiah dengan menggambarkannya secara rinci pelaksanaan pemberdayaan perempuan mantan penderita kusta melalui program usaha keterampilan di kampung Sitanala Tanggerang. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah pemukiman RT 01 RW 13 kampung kusta Sitanala Tanggerang.Lokasi penelitian dipilih karena di wilayah tersebut terdapat program pemberdayaan kewirausahaan sosial bagi perempuan mantan penderita kusta. 5 Bagong Suyanto & Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 166. 6 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), edisi revisi, h. 5. 10 b. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan sejak bulan Desember 2014 hingga bulan April 2015. 3. Sumber dan Jenis Data Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan sumber data yatu: a. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara yang biasa dilakukan oleh peneliti.seperti data yang diperoleh secara langsung dari pengurus Nalacity Foundation dan kader-kader perempuan mantan penderita kusta penerima manfaat. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data-data yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal Nalacity, buku brand story of Nalacity, foto-foto, serta data yang berhubungan dengan pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini. 4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan responden (subyek) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purposive sample)7. 7 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 241. 11 Dalam menentukan subjek penelitian ini peneliti memilih para responden yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam mencari data peneliti mewawancarai para pengurus lembaga, anggota komunitas Nalacity dan masyarakat mantan penderita kusta. a. Pengurus Lembaga Peneliti mewawancarai dua orang yang terdiri dari ibu Yovita Aulia (Pendiri Nalacity Foundation), Ibu Hafiza (Humas Nalacity Foundation), dan Kelurahan Sitanala Tanggerang.Alasan peneliti memilih subyek penelitian ini karena peneliti menganggap orang-orang yang peneliti sebutkan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan program usaha keterampilan.Selain itu juga orang orang tersebut adalah orang-orang yang berwenang dalam penentuan dan pelaksanaan program usaha keterampilan serta kegiatan tambahan yang bermanfaat bagi warga, khususnya warga kampung kusta Sitanala Tanggerang. b. Anggota Komunitas Nalacity Terdiri dari ibu ibu dan perempuan mantan penderita kusta. Dikarenakan pelaksanaan program baru terlaksana di RT 01 Keluarahan Sitanala Tanggerang untuk itu peneliti memilih 3 kader komunitas Nalacity penerima manfaat yaitu terdiri dari Ibu Lanny (Anggota Komunitas Nalacity), Ibu Nur Misna (AnggotaKomunitas Nalacity), Ibu 12 Erna (AnggotaKomunitas Nalacity), yang peneliti anggap sering mengikuti dan banyak mengetahui tentang kegiatan dan program usaha keterampilan bagi perempuan mantan penderita kusta. c. Masyarakat Mantan Penderita Kusta Terdiri dari warga kampung kusta Sitanala Tanggerang yang belum menjadi anggota komunitas Nalacity. Untuk lebih jelasnya, subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dengan pengkalsifikasian latar belakang dengan rancangan informan sebagai berikut: Tabel 2 Rancangan Informan NO 1 INFORMAN Pengurus Nalacity INFORMASI YANG DICARI JUMLAH METODE PENGUMPULAN DATA Gambaran lembaga, latar belakang program Nalacity, hasil yang dicapai, perencanaan program, implementasi program, dan hasil evaluasi 3 Wawancara bebas terstruktur 13 2 Anggota Komunitas Nalacity Pelaksanaan program nalacity, faktor penghambat dan faktor pendukung, dokumentasi. 3 Masyarakat Mantan Penderita Kusta Pelaksanaan program Nalacity, dampak sosial program Nalacity, dokumentasi. 3 Wawancara bebas terstruktur 1 Wawancara bebas terstruktur 5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam penelitian, tentunya diperlukan teknik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain8 hal itu dapat dicapai dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Peneliti membandingkan hasil wawancara subjek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang pelaksanaan program usaha keterampilan perempuan mantan penderita kusta di kampung Sitanala, Tanggerang. 8 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya 2001), hlm 330. 14 b. Membandingkan keadaan dan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Peneliti membandingkan jawaban antara para pengurus Nalacity dengan jawaban yang diberikan oleh anggota komunitas Nalacity dan warga kampung kusta Sitanala Tanggerang. c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen atau data sebagai bahan perbandingan. 6. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh Data ini, penulis mengadakan penelitian dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi,yaitu menurut S. Margono Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. 9 Observasi dilakukan ketika peneliti berkunjung ke kampung Kusta Sitanala Tanggerang yang terletak di belakang rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang. Observasi ke kampung kusta sendiri peneliti lakukan untuk melihat keadaan kampung kusta dan untuk melihat proses pelaksanaan kegiatan program. Hasil observasi peneliti tuliskan dalam catatan observasi. 9 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), cetakan 2, h. 173. 15 b. Wawancara , adalah salah satu cara untuk memperoleh data melalui informasi yang didengarnya dengan panca indera pendengaran, yang sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada responden10 Narasumber yang digunakan dalam wawancara tersebut adalah pertama ibu Yovita Aulia (Pendiri Nalacity), wawancara dilakukan pertama kali melalui email dan chating dikarenakan Ibu Yovita sendiri sedang berada di kota Bengkulu. Kedua Ibu Hafiza (Humas Nalacity), wawancara dilakukan di kediamannya daerah Depok, Jawa Barat. Ketiga ibu Lanny (AnggotaKomunitas Nalacity), wawancara dilakukan di kampung Sitanala Tanggerang. Penentuan ketiga narasumber tersebut dikarenakan narasumber tersebut peneliti anggap sebagai orang yang banyak mengetahui dan bertanggung jawab atas program kewirausahaan sosial. c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data-data atau informasi yang diperoleh dari pihak pelaksana program kewirausahaan sosial bagi mantan penderita kusta dan penerima manfaat program tersebut yang berupa data indeks penderita kusta kementrian kesehatan, jurnal nalacity foundation, buku brand story of Nalacity Foundation dan foto-foto serta dokumen-dokumen yang didapatkan. 10 Syamsir Salam & Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, h. 82. 16 7. Teknik Analisa Data Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen, adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dipihak lain, menurut Seiddel proses berjalannya Analisis Data Kualitatif adalah sebagai berikut11. a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Peneliti melakukan pencatatan yang peneliti tuliskan pada catatan hasil observasi guna mempermudah peneliti dalam pengarsipan sumber data. b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengkalsifikasikan, mensintesiskan, membuat ihtisar, dan membuat indeksnya. Peneliti melakukan pengumpulan data baik dengan cara mengumpulkan informasi, memilah lalu mengklasifikasikan data yang diperoleh dari pihak pelaksana program kewirausahaan sosial. c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum. 11 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 157. 17 Setelah peneliti melakukan pencatatan dan pengumpulan hasil observasi, berikutnya peneliti menganalisis temuan temuan umum dilapangan untuk mencari dan mengkaitkan pola hubungan antara teori dan fakta pada program kewirausahaan sosial. Dalam menganalisis data ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif, yaitu mengembangkan objek penelitian apa adanya sesuai dengan kenyataan berdasarkan teori yang ada. Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudia menyimpulkannya.Setelah itu peneliti menganalisa kategorikategorinya. 8. Pedoman Penulisan Pedoman yang peneliti gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. E. Tinjauan Pustaka Sebelum peneliti mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, peneliti mengkaji terlebih dahulu hasil-hasil penelitian terdahulu.Setelah dilakukan kajian kepustakaan, peneliti menemukan beberapa hasil penelitian berupa skripsi yang membahas mengenai penyakit kusta dan pemberdayaan. Diantaranya adalah sebagai berikut: 18 1. skripsi berjudul “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta di Kelurahan Karangsari RW 13, Kecamatan Neglasari, Tanggerang”, yang disusun oleh Rohmatika mahasiswi program studi Keperawatan Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Bagaimana pengetahuan persepsi konsep diri, sikap masyarakat terhadap penderita kusta yang berhubungan dengan terjadinya Leprofobia. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa konsep diri klien cacat kusta terjadi karena persepsi masyarakat tentang kusta dan sikap masyarakat yang takut tertular ketika melihat kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Ditemukan juga bahwa sikap negatif kehadiran penderita kusta adalah pernikahan dengan keluarga penderita kusta, namun dalam kegiatan sosial seperti syukuran dan kegiatan keagamaan umumnya menunjukkan sikap positif dari masyarakat umumnya informan memiliki konsep diri positif, mereka menerima kecacatannya dan mampu mengungkapkan kepribadiannya melalui wawancara. Dengan demikian disarankan untuk melakukan promosi kesehatan dan upaya preventif secara terpadu melalui program pelatihan khusus perawatan cacat kusta bagi petugas puskesmas dengan pemeriksaan kecacatan tingkat II atau POD (Prevention Of Dissability). 2. Skripsi berjudul “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman Desa Sendangharjo Kabupaten Blora”, yang disusun oleh Christi Natalia 19 Kushmanto mahasiswi program studi Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah, Pertama: Mengapa mantan penderita kusta lebih memilih tinggal di WIRESKAT Kota Blora, Kedua : Bagaimana kehidupan sosial mantan penderita kusta di WIRESKAT Kota Blora?, Ketiga : Upaya-upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu mantan penderita kusta agar dapat diterima di masyarakat. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa mantan penderita kusta masih tetap tinggal di Wisma Rehailitasi Sosial Katolik Blora adalah karena ingin bersosialisasi sama seperti manusia lainnya. Selain itu adanya penolakan dan diskriminasi yang diterima mantan penderita kusta di daerah asal mereka. Di wisma tersebut mereka dapat bersosialisasi tidak halnya di daerah asal mereka. Kehidupan sosial mereka sehari-hari dinilai dari interaksi, ekonomi dan pendidikan. Pemberdayaan ekonomi diberikan ketika mereka menjalani masa rehabilitasi dan bermanfaat bagi kehidupan mereka. Kemudian upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu mantan penderita kusta agar diterima masyarakat adalah pemberdayaan dalam kegiatan ekonomi, sosialisasi atau interaksi mantan penderita kusta terhadap masyarakat serta sosialisasi tentang status mantan penderita kusta pada masyarakat umum yang luas. 20 3. Skripsi berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga Diri Pasien Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala Tanggerang”. Yang disusun oleh Suryanto Chandra Atmaja mahasiswa program studi ilmu keperawatan Universitas Esa Unggul. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah pertama : menjelaskan bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap harga diri pasien kusta di rumah sakit kusta Dr. Sitanala Tanggerang.Kedua : mengidentifikasi bagaimana dukungan emosional keluarga pada pasien kusta di rumah sakit kusta Dr. Sitanala Tanggerang. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa para penderita kusta di rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang mengalami tingkat depresi harga diri yang kacau, mereka bahkan malu terhadap bekas luka yang didapat pasca sembuh dari kusta, bahkan diantara para pasien penderita kusta sebagian keluarga mereka tidak mau menerima sampai sembuh total. Sehingga setelah sembuh kebanyakan dari mereka enggan untuk kembali kerumah nya dan memutuskan untuk tinggal di kampung kusta yang terletak di belakang rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang. 4. Skripsi berjudul “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kramatsari Kota Pekalongan Tahun 2002”. Yang disusun oleh Dwi Sofiarini mahasiswi program studi Pendidikan Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Diponegoro. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah menjelaskan pertama: mengenai gambaran tentang sikap dan 21 peran keluarga dalam upaya penyembuhan penderita kusta. Kedua : menjelaskan mengenai peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa pengetahuan tentang penyakit kusta bagi sebagian besar masyarakat atau keluarga penderita kusta tidak mengetahui penyebab dan cara penularan penyakit kusta. Rendahnya akses informasi dan pengetahuan di wilayah kerja puskesmas Kramatsari Kota Pekalongan membuat para penderita kusta maupun mantan penderita kusta seringkali dikucilkan oleh sebagian masyarakat. Selain itu penulis tersebut juga menyarankan agar sikap masyarakat atau keluarga sebagaimana mestinya tidak mengucilkan, membawa penderita ke pelayanan kesehatan untuk berobat, peran keluargapun tentunya sangat berperan penting terhadap psikologi para penderitanya denan cara memberikan bantuan materiil kepada penderita, menjalin komunikasi aktif dengan penderita, melibatkan penderita dalam aktivitas sehari-hari, dan memberikan dukungan, semangat serta motivasi. F. Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini disajikan dengan sistematika penulisan yang mencakup 5 (lima) BAB yang dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam memahami laporan ini, adapun sistematika penulisan sebagai berikut. 22 BAB I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis Dalam bab ini akan membahas landasan teoritis dengan uraian: Strategi, Pemberdayaan Perempuan, Kusta, Program dan Kewirausahaan Sosial. BAB III Gambaran Umum Wilayah Dalam bab ini akan membahas mengenai Gambaran umum lokasi penelitian Kampung Kusta Sitanala dan Gambaran Umum Program Kewirausahaan Sosial Komunitas Nalacity. BAB IV Analisis Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Mantan Penderita Kusta Melalui Program Kewirausahaan Sosial Oleh Komunitas Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang. BAB V Penutup Bab ini berisi tentang kesimpulan secara singkat berdasarkan hasil dari strategi penelitian dan saran saran yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. PENGERTIAN STRATEGI Di tinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang diambil dari kata -strator yang berarti militer dan –ag yang berarti memimpin. Pada konteks awalnya, strategis diartikan sebagai generalship atau sesat yang dilakukan oleh para jenderal dalam membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan memenangkan perang.1 Sedangkan arti lain dari kata strategi yang masih sama Negara asal katanya yaitu Yunani, bahwa strategi yaitu strategos yang berarti jenderal 2. Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh.Namun, pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya dan agama.3 Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi adalah suatu ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu. 4 1 Setiawan Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar, (Jakarta: LPEE UI, 1999), h.8. 2 George Steiner dan John Minner, Manajemen Strategi, (Jakarta: Erlangga), h. 20. 3 Rafi’udin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia), h. 76. 44 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1092. 23 24 Sedangkan definisi yang berbeda mengenai strategi diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut 1. Menurut Onong Uchjana, Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. 5 2. Menurut Chandler yang dikutip oleh Supriyono, strategi adalah penentuan dasar goals jangka panjang dan tujuan pemberdayaan masyarakat serta pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan.6 3. Menurut Sondang Siagan, Strategi adalah cara yang terbaik untuk mempergunakan dana, daya dan tenaga yang tersedia, sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan. 7 Dari pengertian diatas, maka ditarik kesimpulan tentang strategi yaitu: a. Strategi merupakan suatu kesatuan rencana yang terpadu, yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. b. Dalam menyusun strategi perlu dihubungkan dengan lingkungan organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi. c. Dalam pencapaian tujuan organisasi, perlu alternatif strategi yang dipertimbangkan dan harus dipilih. 5 Onong Uchjana Affendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 32. 6 Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnisi, (Yogyakarta: BPFC, 1985), H. 9. Sondang Siagan, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1986), cet ke-1, h. 17. 7 25 B. PROSES STRATEGI Seperti yang dikatakan oleh Joel Ross dan Michel bahwa sebuah oganisasi tanpa adanya strategi umpama kapal tanpakemudi, bergerak berputus tanpa lingkaran.Organisasi yang dimiliki seperti pengembara, tanpa adanya tujuan tertentu.8Fred R.David menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan, yaitu,merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi.Adapun proses strategi terdiri dari tiga tahapan : a. Perumusan Strategi Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan tujuan, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas, menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan.9 Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan. Teknik perumusan strategi yang penting dapat didukung menjadi kerangka kerja diantaranya : 1) Tahap Input (masukan) Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah meringkas informasi sebagai masukan awal, dasar yang diperlukannya untuk merumuskan strategi, 8 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998) hal. 3. Ibid., h. 15. 9 26 menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi. 2) Tahap Pencocokan Proses yang dilakukan adalah memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan mendukung faktor-faktor eksternal dan internal.10 3) Tahap Pemutusan Menggunakan suatu macam tekhnik, diperoleh input sasaran dalam mengevaluasi strategi alternatif yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua.11 Perumusan strategi haruslah selalu melihat kearah depan dan tujuan artinya peran perencanaan amatlah penting dan mempunyai andil yang besar baik interen maupun eksteren. b. Implementasi Strategi Implementasi strategi termasuk pengembangan adanya dalam mendukungstrategi,mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan tahunan,, membuat kebijakan, memotivasi pegawai, menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi yang termasuk12. Impelementasi sering disebut tahapan tindakan, karena implementasi berarti memobilisasi manusia yang ada dalam sebuah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan.Tahap inimerupakan tahap paling sulit karena memerlukan kedisiplinan, komitmen 10 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998), h. 183 Ibid., h. 198 12 Ibid., h.5 11 27 dan pengorbanan, kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya implementasi strategi. c. Evaluasi Strategi Menerapkan dari tahap akhir strategi ada tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi. 1) Menuju faktor-faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang menjadi dasar asumsi pembuatan strategi. Adapun perubahan faktor eksternal seperti tindakan yang dilakukan. Perubahan yang ada akan menjadi satu hambatan dalam pencapaian tujuan begitu pula dalam sebuah faktor internal yang diantaranya strategi yang tidak efektif atau efektivitas impelementasi yang buruk akan berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai. 2) Mengukur prestasi (membanding hasil yang diharapkan dengan kenyataan). Menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah penyampaian yang dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat diukur dan dibutuhkan, kriteria yang meramalkan hasil lebih daripada kriteria yang mengungkapkan apa yang telah terjadi. 3) Mengambil tindakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar rencana. Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa strategi yang sudah akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus dirumuskan. Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen 28 Strategi Konsep bahwa “Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan atau pencapaian yang direncanakan maka disitulah tindakan kreatif dilakukan”.13 Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan bertanggung jawab secara sosial, evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Evaluasi strategi mungkin berupa tindakan yang kompleks dan peka, karena terlalu banyak penekanan. Pada evaluasi strategi akan merugikan suatu haisl yang akan dicapai. Evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan sasaran yang telah dicapai.Evaluasi strategi perlu untuk semua organisasi dari semua kegiatan dengan mempertanyakan dan asumsi manajerial, harus memicu tujuan dan nilai-nilai merangsang kreativitas. C. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan lingkungan dan yang dirancang untuk memastkan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapau melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan14. 13 Ibid,. H. 104. Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan, edisi ke-3 (Jakarta:Erlangga, 1988), h. 13. 14 29 Menurut Jim Ife ada 3 strategi yang diterapkan untuk pemberdayaan masyarakat: 1. Perencanaan dan kebijakan (Policy and planning) untuk mengembangkan perubahan struktur dan institusi sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber kehidupan dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Perencanaan dan policy yang berpihak dapat dirancang untuk menyediakan sumber kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai keberdayaan . 2. Aksi sosial dan politik (social and political action) Diartikan agar sistem politik yang tertutup diubah sehingga memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem politik.Adanya keterlibatan masyarakat secara politik membuka peluang dalam memperoleh kondisi keberdayaan. 3. Peningkatan kesadaran dan pendidikan masyarakat seringkali tidak menyadari penindasan yang terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup secara ekonomi dan sosial. Untuk masalah ini peningkatan kesadaran dan pendidikan dapat diterapkan. Contoh: memberi pemahaman kepada 30 masyarakat tentang bagaimana struktur struktur penindasan terjadi, memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan secara efektif. 15 Morris dan Binstock juga memperkenalkan tiga strategi perencanaan dan aksi pengembangan masyarakat. Perencanaan dan aksi untuk perubahan tersebut dilaksanakan melalui: 1) Modifikasi pola sikap dan perilaku dengan pendidikan dan aksi lainnya. 2) Mengubah kondisi sosial dengan mengubah kebijakan-kebijakan organisasi formal. 3) Reformasi peraturan dan sistem fungsional suatu masyarakat.16 Parsons et. Al, menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas.dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja 15 Jim Ife, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”, artikel diakses pda 3 februari 2015 dari http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html. 16 Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h. 59 31 dilakukan secara individual, meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain diluar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. 1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centerd approach). 2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, managemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. 32 Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.17 Dalam melaksanakan suatu program pengembangan masyarakat terdapat berbagai macam strategi pengembangan.Chin dan Benne sebagaimana yang dikutip oleh Nasdian memperkenalkan tiga strategi yang dapat dijadikan strategi pengembangan masyarakat, yaitu rational empirical, normative reductive, dan power coercive.Penjelasan ketiga strategi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Strategi Empiris-Rasional Strategi Empiris-Rasional menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Strategi Empiris-rasional didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia itu rasional dengan musuh utamanya yaitu kebodohan dan tahayul, dalam mengikuti kepentingan-kepentingan dirinya, maka manusia akan bersikap rasional, manusia juga akan menerima perubahan apabila perubahan tersebut dapat diterima dan rasional. Tujuan strategi empiris-rasional yaitu adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual. 17 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), cet ke-1, h. 66. 33 2) Strategi Normatif-Reeduktif Strategi ini terkait dengan nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam masyarakat.Strategi Normatif-reeduktif didasarkan pada asumsi pola tindakan dan perilaku warga masyarakat yang didukung oleh norma-norma sosial-budaya, dan komitmen individu terhadap norma-norma.Norma sosial-budaya didukung oleh sikap dan sistem nilai dari individu.Perubahan pola perilaku atau tindakan masyarakat hanya terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah orientasi normatif terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap pola yang baru.Tujuan strategi Normatif-reeduktif yaitu adanya perubahan sikap, perasaan, dan pola hubungan dalam masyarakat. 3) Strategi Power-Coercive Strategi ini terkait dengan masalah ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Strategi Power-coercive didasarkan kepada asumsi bahwa manusia akan mengikuti keinginan pihak lain yang mereka lihat memiliki kekuasaan yang lebih besar. Peran yang lebih besar dari penguasa untuk melakukan inisiatif dan pengaturan yaitu apabila masyarakat memiliki tingkat intelektual yang rendah. Apabila masyarakat sudah tidak memiliki daya tawar dan kemampuan untuk mengoreksi lagi maka masyarakat akan mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Unsur kekuasaan yang digunakan yaitu kekuasaan 34 politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan moral.Tujuan dari strategi power-coercive yaitu adanya perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah perubahan.18 Dari beberapa macam strategi pemberdayaan masyarakat yang telah diuraikan pada bagian landasan teori, peneliti melihat strategi yang digunakan komunitas Nalacity dalam melakukan pemberdayaan perempuan mantan penderita kusta yaitu dengan memakai strategi dari tokoh Chin dan Benne yakni strategi EmpirisRasional. Strategi Empiris Rasional disini dilakukan dengan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam masyarakat dengan tujuan adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual yang dilakukan Nalacity terhadap ibu ibu mantan penderita kusta dalam program kewirausahaan sosial. Untuk membantu menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity, maka peneliti akan membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai teori pendukung dari tokoh Fred R David dalam bukunya “Strategi Manajemen Konsep” yang menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan. Yaitu merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi. Pada perumusan strategi, dilakukan ketika Nalacity memberikan konseling terhadap mereka (ibu-ibu mantan penderita kusta) dengan mensurvey untuk mengetahui latar belakang kondisi para keluarga mantan penderita kusta. 18 Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h. 60 35 Setelah itu, para pendamping melakukan treatment yaitu bimbingan sosial dengan metode pemberian motivasi untuk meningkatkan rasa percaya diri, berdiskusi, serta memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan kebersihan. Bimbingan sosial sendiri merupakan salah satu kegiatan yang diberikan dalam bentuk pendampingan secara intensif dengan menekankan pada aspek perubahan sikap dan norma susila kepada ibu ibu para mantan penderita kusta. Hal ini meliputi beberapa aspek yaitu pertama, psikologis dengan menekankan pada perubahan pada jiwa ibu ibu.Kedua, mental spiritual yaitu dengan memberikan pemahaman tentang nilai nilai spiritual keislaman dan mental positif dengan memberikan motivasi untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam hidup.Ketiga, fisik yaitu memberikan konsultasi dan penyuluhan tentang penyakit kusta serta pemberian charity berupa sembako untuk kebutuhan sehari hari mereka. Kemudian pada tahap implementasi strategi, pendamping membuat satu kelompok yang terdiri dari 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta yang sudah memiliki basic menjahit.Mereka diberikan pelatihan keterampilan untuk membuat pola ukiran lalu memayetkannya (memanik) pada jilbab.Pelatihan diberikan selama 1 bulan sampai mereka mahir dan hasilnya layak untuk di produksi. Lalu pada tahap evaluasi strategi, Nalacity akan melihat bagaimana dampak perubahan yang terjadi pada ibu ibu mantan penderita kusta setelah mengikuti program kewirausahaan sosial, dan harapannya ibu ibu yang sudah berdaya dari 36 hasil program kewirausahaan sosial tersebut harus menularkan ilmunya kepada para ibu ibu mantan penderita kusta lainnya agar mereka pun dapat berdaya dan terbentuk kemandiriannya. D. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 1. Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya.Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata berdaya apabila diberi awalan pedengan mesisipkan m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.Onny S. Priyono dan Pranarka, sebagaimana yang dikutip oleh Roesmidi dan Riza Risyanti didalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat, berdasarkan penelitian kepustakaan tentang pengertian diatas, dinyatakan bahwa proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama, yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar memunyai keampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. 19 h.1-2. 19 Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alquaprint, 2006), 37 Dalam sebuah ayat Al-quran pun menyebutkan tentang Sosial masyarakat. Yakni bahwa manusia diwajibkan untuk memberdayakan dirinya sendiri melalui hubungan dengan masyarakat lainnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Surat al-Ra’du ayat 11 ْلَهُ هُعَقِّجَبتٌ هِيْ ثَيْيِ يَذَيْهِ وَهِيْ خَلْفِهِ يَحْ َفظُىْ ًَهُ هِيْ ؒاَهْشِاهللِ إِىَّ اهللَ الَيُغَيِّشُ هَب ِث َقىْمٍ سُيُغَيِّحَتَّى وْا هَب ؒثِأًَْ ُفسِهِن ٍ﴾وَّال١١﴿ ْس ْىءًا َفالَ ًهَشَدَّالَهُ وَهَبلَهُنْ هِيْ ُدوًِْهِ هِي ُ ٍوَاِرَا أَسَادَاهللُ ثِ َقىْم Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah, sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah. Menurut Hulme dan Turner, pemberdayaan mendorong terjadinya perubahan sosial yang memungkinkan orang orang pinggiran yang tak berdaya untuk memberi pengaruh yang lebih besar pada arena politik secara lokal dan nasional.Karenanya, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Pemberdayaan merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuatan/kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembagalembaga sosial. Disamping itu, pemberdayaan juga merupakan proses perubahan pribadi karena masing masing individu mengambil tindakan atas nama diri 38 mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap dunia tempat ia tinggal.20 Tokoh lain, Jim Ife sebagaimana yang dikutip oleh Edi Suharto dalam bukunya Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, mengatakan pemberdayaan mengandung dua kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini bukan saja diartikan menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas: a) Pilihan-pilihan rasional dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan. b) Pendefinisiankebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selarasaspirasi dan keinginannya. c) Idea ataugagasan: kemampuan mengekspresikan dan menymbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. d) Lembaga-lembaga:kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan. e) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal, dan kemasyarakatan. 20 Ibid., h. 5. 39 f) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa. g) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dngan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. 21 Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan. Menurut Imang Mansur Burhan sebagaimana dikutip oleh Nanih Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei mendefinisikan pemberdayaan umat atau masyarakat sebagi upaya untuk membangkitkan potensi umat islam kearah yang lebih baik, baik dalam kehidupan sosial, politik, maupun ekonomi22 Adapun pemberdayaan menurut Mc. Ardle mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber daya lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun demikian, Mc. Ardle mengimpilkasikan makna tersebut bukan untuk 21 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama: 2005), h. 59 22 Nanih Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2001), cet ke-1, h. 42. 40 mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan. 23 Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada intinya, ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, amtara lain transfer daya dari lingkungannya. 24 Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari kedepannya. 25 Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau 23 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Fakultas Ekonomi UI, 2002), H. 162. 24 Ibid., h. 163 25 Ibid., h. 164. 41 keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas tugas kehidupannya. 26 Dari pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa yang dimaksud pemberdayaan adalah sebuah gerakan penguatan sosial agar masyarakat tadinya lemah, baik dalam bidang sosial, ekonomi serta politk, diberdayakan sehingga membangkitkan kesadaran masyarakat tersebut dapat meningkatkan potensi yang mereka miliki dan guna membangun serta menentukan tindakan berdasarkan keinginan mereka secara mandiri melalui strategi dan pendekatan tertentu yang dapat menjamin keberhasilan hakiki dalam bentu kemandirian. 2. Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan menurut Melly G Tan sebagaimana dikutip oleh Nadya Kaharima dalam skripsinya, adalah meningkatkan keinginan, tuntutan, membagi kekuasaan (Sharing Power) dalam posisi yang setara (equal), 26 Edi Suharto, “Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: konsep, Indikator dan Strategi “, Artikel diakses pada 29 Januari 2015 dari http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_30.htm. 42 representasi serta partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 27 Dalam surat Al-Hujurat ayat 11 menjelaskan tentang bersopan santun dalam bermasyarakat. Dan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal, saling menolong, dan saling menghargai sesama. َّعسَى ؒ خَيْشًاهٌِْهُي َ ْعسَى اَىْ يَ ُكىًُْىْاخَيْشًاهٌِْهُنْ وَالَ ًِسَبءٌ هِيْ ًِسَبءٍ يَكُيَّ اَى َ ٍيَبَيُّهَبالَّزِيْيَ سْالَ َيسْخَبَهٌَُىْا ْوقَ مٌ هِيْ َقىْم َ﴾الظَّبلِ ُوىْى١١﴿ ُس ْىقُ ؒثَعْذَاْإلِيْوَبىِ وَهَيْ لَنْ يَتُتْ فَأُولَئِكَ هُن ُ إلسْنُ الْ ُف ِ وَالَتَلْوِ ُزوْااًَْ ُفسَكُنْ وَالَتٌََبثَ ُزوْا ؒثِبْالَلْقَبةِ ثِئْسَ ا Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolokolokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolokolok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburukburuk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”. 27 Nadya Kaharima, “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Gender Mainstreaming : Studi kasus Workshop Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008). 43 Tujuan utama pemberdayaan Perempuan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya, kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).28 Oleh karena itu pada penjelasan diatas, pemberdayaan perempuan sangat penting dan erat kaitannya dengan pembangunan. Karena tenyata dengan konsep budaya Patriarki yang masih melekat di Indonesia, mengakibatkan sebagian perempuan terutama didaerah terpencil menjadi tidak berdaya.Tingkat pendidikan yang cenderung lebih rendah, hak reproduksi yang cenderung dipaksakan, kekerasan perempuan merajalela, ketertinggalan perempuan dari dunia politik dan lain sebagainya. Agar terjadi pembangunan yang seimbang, diperlukan upaya pembangunan pemberdayaan kepada perempuan agar mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan baik dalam lingkup internal (misalnya keluarga) maupun dalam lingkup eksternal (misalnya masyarakat dan publik). 28 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama: 2005), h. 60 44 3. Pendekatan Pemberdayaan Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan. a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat sekat kultural dan struktural yang menghambat. b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbukembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka. c. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. 45 d. Penyokongan : masyarakat memberikan mampu bimbingan menjalankan dan peranan dukungan dan agar tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh ksempatan berusaha. 29 Dubois dan Miley memberi beberapa cara atau teknik yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat: a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu, menekankan kerjasama klien (client partnerships). 29 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2005), h. 67. 46 b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga kerahasiaan klien. c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar dan melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi. d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketaatan terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan professional, riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan kesulitan pribadi ke dalam isu-isu public, penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan. 30 E. KUSTA 1. Pengertian Penyakit Kusta Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium Leprae yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,230 Ibid,. h.68 47 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu satu, hidup dalam sel, dan bersifat tahan asam. Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya rata rata 2-15 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan kepada orang lain melalui saluran pernapasan dan kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan mukosa hidung. 2. Penularan Penyakit Kusta Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB) yang belum pernah diobati kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : a. Faktor Sumber Penularan Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB yang belum pernah diobati. Penderita MB inipun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. b. Faktor Kuman Kusta Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 48 c. Faktor Daya Tahan Tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (96,5%). Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran dari 100 orang yang terpapar: 1) Orang tidak menjadi sakit adalah Sembilan puluh tujuh 2) Orang sembuh sendiri tanpa obat adalah dua 3) Orang menjadi sakit adalah satu hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan. 3. Dampak Penyakit Kusta Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami trauma psikis. Menurut Zulkifli sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara lain sebagai berikut: a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya menderita penyakit kusta. c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk keluarganya. d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh terhadap penyakitnya. Sebagai akibat dari hal hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain: 49 1) Masalah terhadap diri penderita kusta Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis, gelandangan,dsb) 2) Masalah terhadap keluarga Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarakat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasinkan penderita dari keluarga karena takut ketularan. 3) Masalah terhadap masyarakat Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah tengah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari penderita, merasa takut dan 50 menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya diasingkan.31 F. PROGRAM Program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut J.C. Tukian, dalam pengembangan masyarakat program merupakan kegiatan yang dapat mendukung adanya aktualisasi Dan partisipasi aktif dari masyarakat.32 Program dapat bermacam-macam wujudnya ditinjau dari berbagai aspek, yakni tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempitnya pelaksana, sifatnya dan sebagainya, yaitu sebagai berikut : 1. Ditinjau dari tujuan, ada program yang kegiatannya bertujuan mencari keuntungan (kegiatan komersil) dan ada yang bertujuan sukarela (kegiatan sosial). 2. Ditinjau dari jenis, ada program pendidikan, program koperasi, rogram kemasyarakatan, program pertanian dan sebagainya yang mengklasifikasikannya didasarkan atas isi kegiatan program tersebut. 31 Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta di Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Di Rumah Sakit Kusta Dr Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan FKIK, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), hal. 22-24. 32 J.C. Tukian Taruna, Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan Untuk Semua, (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000), h. 183-184. 51 3. Ditinjau dari jangka waktu, ada program berjangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk ukuran jangka waktu bagi sesuatu program agak relatif. 4. Ditinjau dari keluasannya, ada program sempit, hanya menyangkut variable yang terbatas. Program luas, menyangkut banyak variable. 5. Ditinjau dari pelaksana, maka ada program kecil yang hanya dilaksanakan oleh beberapa orang dan program besar yang dilaksanakan berpuluh bahkan beratus orang. 6. Ditinjau dari sifatnya, ada program penting dan program kurang penting. Program penting adalah program yang dampaknya menyangkut nasib orang banyak mengenai hal yang vital, sedangkan program kurang penting adalah sebaliknya. 33 G. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL Berdasarkan pengertiannya, kewirausahaan sosial (Social Entreupreneurship) merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari kedua kata, yaitu social yang artinya kemasyarakatan dan entreupreneurship yang artinya kewirausahaan. Pengertian kewirausahaan sosial menurut Gerald Smale dkk, “Social entreupreneurship is ability to initiate, lead and carry though problem-solving 33 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h. 1-3. 52 and an understanding that all resource all locations are really stewardship investment”.(dalam handout dialog interaktif membangun ekonomi rakyat melalui inovasi kewirausahaan sosial) Artinya kewirausahaan sosial adalah kemampuan untuk menggagas, memimpin dan melaksanakan strategi pemecahan masalah, melalui kerjasama dengan orang lain dalam semua jenis jaringan sosial. Menurut Austin dalam Budhi Wibhawa dkk didalam bukunya yang berjudul Entreupreneurship Social Enterprise Corporate Social Responbility. Yakni kewirausahaan sosial adalah upaya inovatif, aktifitas menciptakan nilai sosial yang dapat terjadi di dalam atau di bisnis, nirlaba, dan sektor publik. Sedangkan menurut Johanna Mair kewirausahaan sosial adalah penggunaan inovasi untuk membuat sebuah usaha sosial dari kombinasi sumber daya untuk mengejar peluang dengan mengarah pada pembentukkan organisasi atau praktekpraktek yang dihasilkan dan mempertahankan manfaat sosial. Dari ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sosial merupakan sesuatu gagasan dalam menjalankan strategi pemecahan masalah sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan usaha sosial untuk mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat. BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kampung Kusta Sitanala Kampung kusta Sitanala sebuah perkampungan yang terletak tepat di belakang rumah sakit kusta Sitanala Tangerang, Banten.Kampung kusta dihuni oleh para mantan penderita kusta baik yang sudah tidak diterima lagi oleh keluarganya maupun yang merasa malu untuk kembali ke kampung halamannya.Oleh karena itu, pihak rumah sakit kusta Sitanala memberikan izin untuk para mantan penderita kusta tinggal di areal lingkungan rumah sakit. Kampung Kusta terletak di kelurahan Karangsari kecamatan Neglasari, sebelah selatan dengan sungai Cisadane, sebelah timur dengan kelurahan Karanganyar, sebelah barat dengan kelurahan Mekarsari. Di RW 13 merupakan komunitas mantan kusta terbanyak jumlah penderitanya yang biasa disebut kampung kusta, dengan jumlah penduduk antara lain: yatim piatu sebanyak 31 orang, jompo 149 orang. Ex kusta 985 orang dan pra Kusta 443 orang.1 Kampung kusta termasuk pula kedalam Kecamatan Neglasari Kelurahan Karang Sari Tangerang, Banten. Sebagai daerah yang berdekatan dengan lokasi 1 Kelurahan Karangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses pada tanggal 3 Februari 2015 dari https://kelurahankarangsari.wordpress.com/2010/09/30/kelurahan-karangsari/ 53 54 kantor Pusat Pemerintahan (PUSPEM) Kota Tangerang (± 1 km), dan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara memberikan pengaruh yang signifikan dalam perkembangan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Kecamatan Neglasari secara lebih dinamis dibandingkan perkembangan masyarakat di wilayah lainnya. Karakteristik masyarakat Kecamatan Neglasari sudah sangat majemuk layaknya masyarakat Ibukota Jakarta. Keberadaan secara geografis ini sesungguhnya memerlukan perhatian yang lebih seksama dalam pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan di wilayah ini, khususnya dalam merespon perkembangan yang cepat yang terjadi di dalam masyarakat Kecamatan Neglasari yang dinamis dan sudah sangat majemuk ini.2 Secara administratif, Kecamatan Neglasari terbagi menjadi 7 (tujuh) kelurahan, 50 Rukun Warga (RW) dan 243 Rukun Tetangga (RT). Uraian wilayah secara administratif dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini: TABEL 3 Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga Menurut Kelurahan Karangsari Kecamatan Neglasari Kota Tangerang Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 Kelurahan Neglasari Mekarsari Karang Sari Karang Anyar Kedaung Wetan 2 Jumlah Rukun Warga (RW) 8 6 15 7 4 Jumlah Rukun Tetangga (RT) 45 33 55 33 21 Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, diakses pada tanggal 5 Februari 2015 dari http://kecamatanneglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasari-kota_1372.html 55 6 7 Kedaung Baru 3 Selapajang Jaya 7 Kecamatan Neglasari 50 Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten 16 40 243 Dalam bidang kesehatan, di wilayah kecamatan Neglasari memiliki fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Poliklinik, Puskesmas, dan Posyandu yang dapat menunjang kebutuhan kesehatan untuk masyarakatnya. keberadaan fasilitas kesehatan pada tabel 4 dibawah ini antara lain meliputi: TABEL 4 Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kecamatan Neglasari Tahun 2013 No 1 Jenis Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Khusus Pemerintah (RSK. DR. Sitanala) 2 Rumah Sakit Anak Bersalin 3 Poliklinik 4 Puskesmas: - Puskesmas Neglasari - Puskesmas Kedaung Wetan 5 Puskesmas Pembantu (Pustu Selapajang Jaya) 6 Puskesmas Keliling 7 Posyandu Pratama 8 Posyandu Madya 9 Posyandu Purnama 10 Posyandu Mandiri Jumlah Fasilitas Kesehatan Kec. Neglasari Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten Jumlah 1 5 9 2 1 1 10 27 20 4 70 56 Selain itu, dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi masyarakat kurang mampu di Kota Tangerang, Pemkot Tangerang menyelenggarakan sistem jaminan pelayanan kesehatan melalui program Multiguna (untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar). Dimana program tersebut adalah program yang di inisiasi oleh pemerintah Kota Tangerang yang memfokuskan pada pelayanan dan penyuluhan mengenai kesehatan. Sehingga, masyarakat tidak hanya mendapatkan pelayanan kesehatan namun, masyarakat pun diberikan pendidikan (pengetahuan) dasar mengenai macam-macam penyakit, pola hidup sehat, dan penanganan awal pada penyakit. Adapun datanya tersaji pada tabel 5 sebagai berikut: TABEL 5 Data Rekapitulasi Peserta Multiguna Kecamatan Neglasari Tahun 2013 No Kelurahan Jumlah Jiwa KK 1 Neglasari 9. 337 2,549 2 Mekarsari 5. 512 1,554 3 Karangsari 12. 683 3,405 4 Karanganyar 5. 295 1,486 5 Kedaung Wetan 7. 782 1,986 6 Kedaung Baru 5. 640 1,491 7 Selapajang Jaya 8. 771 2,35 Total Jumlah 55. 020 14,821 Sumber data: Data Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten % 17% 10% 23% 10% 13% 10% 16% 100% 57 2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta Pada tahun 2012 di kota Tangerang provinsi Banten terdapat penderita cacat kusta tingkat II yang terdaftar dengan tipe MB sebanyak 26 orang dari 1.412.539 penduduk dan penderita baru dengan tipe MB sebanyak 15 orang dari 1.412.539 penduduk, cacat tingkat II sebanyak 13,3%, antara usia 0-<15 tahun. Dikelurahan Karangsari RW 13 terdapat penderita cacat kusta tingkat II sebanyak 443 orang yang tersebar di 5 RT. Distribusi dan jumlah penderita cacat kusta menurut RW 13 di wilayah kelurahan Karangsari pada tahun 2013, sedangkan jumlah penderita cacat kusta paling banyak adalah di RT 05. Berikut tabel 8 mengenai jumlah penderita cacat kusta di wilayah kelurahan Karangsari RW 13. TABEL 8 Penderita Cacat Kusta Di RW 13 Kelurahan Karangsari RT Jumlah penderita cacat kusta 01 103 orang 02 68 orang 03 55 orang 04 105 orang 05 112 orang Sumber: Website PMKS wilayah RW 13 kelurahan Karangsari B. Profil Komunitas Nalacity 1. Sejarah Komunitas Nalacity Nalacity pada mulanya adalah program social entreupreneurship initiative yang digagas oleh forum para mahasiswa berprestasi (Mapres) Universitas 58 Indonesia dalam kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) . Komunitas Nalacity pun lahir dari hasil pengamatan yakni salah seorang pendiri Nalacity yang tinggal di Tangerang. melihat banyaknya mantan penderita kusta di sana, atau yang biasa disebut dengan OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta) bekerja serabutan, dengan menjadi pemulung, tukang sapu jalanan, hingga pengemis. Fenomena ini dilihat sebagai suatu masalah sosial yang perlu diatasi.Kemudian lahirlah ide untuk membuat pemberdayaan masyarakat untuk mereka.Nalacity berkeinginan meningkatkan taraf hidup mereka melalui peningkatan penghasilan, dan peningkatan rasa percaya diri mereka yang kian lama kian menghilang seiring dengan semakin negatifnya paradigma OYPMK yang beredar di masyarakat. Komunitas Nalacity yang dipimpin oleh Hafiza Elvira berada di bawah naungan Nalacity Foundation beralamat di desa Karangsari kecamatan Neglasari, Tanggerang Banten. Komunitas Nalacity didirikan pertama kali oleh 5 orang pemuda mahasiswa Universitas Indonesia yaitu Yovita Salysa Aulia, Andreas Senjaya, Arriyadhul Qolbi Nasution, Alfi Syariyani, dan Haviza Elfira. Sejak tahun 2010 sampai sekarang dan masih tetap menjadi ujung tombak untuk menjalankan misi sosialnya sebagaimana tujuan awal didirikannya komunitas Nalacity ini hingga sekarang. 59 Komunitas Nalacity bergerak dibidang wirausaha sosial yakni pemberdayaan terhadap ibu-ibu mantan penderita kusta yang tidak mampu, dan bertempat tinggal di wilayah desa Karangsari yang disebut sebagai kampung kusta. Pada awal berdirinya tahun 2010, Komunitas Nalacity mencoba memberikan pelatihan menjahit bagi 20 ibu ibu mantan penderita kusta. Selama 3 bulan pelatihan, kemudian 20 orang ibu-ibu yang sudah diberdayakan mendapatkan proyek pertama menjahit untuk produk hijab, yang nantinya akan dijual dan hasilnya akan diberikan kembali kepada mereka untuk pengembangan usaha lainnya. Selain itu Nalacity juga memberikan penyuluhan kesehatan, pengobatan, santunan bagi para mantan penderita kusta di wilayah kampung kusta. 2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity a. Visi “Meningkatkan kualitas kehidupan komunitas masyarakat marjinal penyandang disabilitas yang digagas oleh generasi muda serta menciptakan opini global yang positif”. b. Misi 1) Connect Mengkoneksikan lima anasir potensial dalam pembangunan visi besar Nalacity Foundation, yaitu pemuda, komunitas marginal penyandang disabilitas, komunitas kreatif, pemerintah dan masyarakat internasional agar tercipta jaringan yang solid. 60 2) Collaborative Mengeksplorasi karya-karya inovatif yang bernilai ekonomi dan budaya lewat kolaborasi lintas keahlian bahkan lintas bidang untuk diterapkan ke komunitas marginal penyandang disabilitas di Indonesia. 3) Communicate Mengkomunikasikan kegiatan secara promotif dan kreatif untuk menginspirasi publik agar turut berkontribusi. 4) Commerce Mengaktifkan kegiatan bisnis dari hasil karya komunitas masyarakat marjinal agar roda ekonomi masyarakat setempat dapat terus bergerak. 5) Culture Menciptakan opini global melalui penanaman ruh peradaban dalam setiap aktifitas Nalacity Foundation. 3. Struktur Kepengurusan Nalacity Struktur organisasi adalah susunan unit-unit kerja yang menunjukkan hubungan antar unit. Adanya pembagian kerja sekaligus keterpaduan fungsifungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut. Adanya wewenang, pemberian tugas dan laopran. Secara umum struktur organisasi dari suatu 61 pengurusan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Adapun kepengurusan Nalacity, sebagai berikut: TABEL 9 STRUKTUR KEPENGURUSAN NALACITY FOUNDATION 2010 - Sekarang CEO Nalacity Direktur Nalacity Foundation Hafiza Elvira CEO Nalacity CEO Nalacity Deputi Nalacity Foundation Manager Keuangan Alfi Syariyani Arriyadhul Qolbi Nasution CEO Nalacity CEO Nalacity Manager Produksi Manager Logistik Yovita Salysa Aulia Andreas Senjaya Sumber: Buku Brand Story of Nalacity 62 4. Gambaran Umum Program Kewirausahaan Sosial Nalacity Pada awalnya ditahun 2010 Nalacity adalah program pemberdayaan yang di gagas oleh program peternakan bagi para mantan penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tangerang. Namun, melihat kondisi lapangan gagasan itu di ubah menjadi sebuah program pemberdayaan keterampilan bagi para ibuibu mantan penderita kusta disana. Sebelumnya Nalacity telah mensurvey beberapa hal terkait kemampuan yang dimiliki oleh ibu ibu mantan penderita kusta ini, karena sebagian besar masyarakat kampung kusta disana sudah tidak mempunyai fisik yang sempurna lagi diakibatkan oleh penyakit kusta yang pernah mereka alami. Setelah melakukan survey lapangan, ibu ibu disana banyak yang masih memiliki kemampuan menjahit oleh karena itu Nalacity memberikan program kewirausahaan sosial memanik/memayet jilbab. Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity memang terfokus pada ibu ibu mantan penderita kusta, pemberdayaan ini bertujuan agar para ibu ibu disana tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja namun dengan skill (kemampuan) yang dimiliki para ibu ibu disana, diharapkan dapat membantu pendapatan tambahan suami untuk keluarga mereka. Dalam prosesnya program kewirausahaan sosial yang digagas oleh Nalacity pertama kali diberikan kepada 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta di kampung kusta Sitanala Tangerang. Mereka diberi pelatihan selama 3 bulan untuk 63 memanik jilbab dari tahapan pembuatan pola pada bahan jilbab sampai pada tahap finishing dan packaging. Adapun langkah langkah nya dalam proses pembuatan kreasi jilbab manik sebagai berikut: 1. Siapkan alat dan bahan pilih payet yang akan digunakan dengan warna yang disesuaikan dengan warna pakaian. 2. Letakkan payet pada piring yang secukupnya 3. Masukkan benang pada lubang jarum payet, pastikan benang menjadi dua helai dan pada ujung benang dikaitkan agar benang yang sudah dimasukkan tidak lepas. 4. Tentukan bagian jilbab yang akan dipasang payet 5. Tusukkan jarumyang sudah diberi benang pada jilbab yang akan dipayet. 6. Masukkan payet dengan cara mengambil payetmenggunakan jarum pada bagian lubang payet. 7. Diakhiri dengan proses QC atau memotongkan sisa sisa benang setelah proses memayet. Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity bagi para mantan penderita kusta pada awalnya didanai oleh program kampus dalam kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) Universitas Indonesia selama 3 bulan. Kemudian setelah 3 bulan berjalan hasil keuntungan yang didapat dari hasil penjualan di putar kembali dan di 64 manfaatkan untuk meneruskan program kewirausahaan. Selain itu, Nalacity juga seringkali mengikuti kompetisi kewirausahaan yang hadiahnya pun digunakan untuk membantu keberlangsungan program kewirausahaan sosial Nalacity. Selain program inti kewirausahaan sosial yang di inisiasi oleh Nalacity untuk para ibu ibu mantan penderita kusta, Nalacity juga mempunyai program unggulan lainnya yang diperuntukkan tidak hanya bagi para ibu ibu mantan penderita kusta saja, tetapi juga bagi para partisipan dan kontributor baik yang berada di kampung kusta sendiri maupun para member Nalacity. Berikut program-program Nalacity: a) Nalacity Club Nalacity Club adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan komunitas Nalacity untuk memberikan kesempatan ruang berbagi informasi, dan forum unjuk gigi bagi para masyarakat dan anak anak muda mengenai info terkait penyakit kusta dan penyandang disabilitas lainnya. Aktivitas programnya antara lain: Mailing List,Forum Convention, Award& Ceremonies. b) Nalacity Labs Nalacity Labs adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan kolaborasi karya, inovasi produk dan trend forecasting. Kegiatan ini di 65 design untuk para masyarakat umum terutama anak muda yang mempunyai talenta atau bakat dalam bidang kreatifitas seperti design, fotografer, fashion yang nantinya dapat diaplikasikan dalam produk yang dikemas Nalacity untuk aksi sosial dan pemberdayaan. Aktivitas programnya antara lain: competition, design review,tutorial& training. c) Nalacity Media Nalacity Media adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang dokumentasi aktifitas, publisitas dan press release.Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan mengenai kegiatan kegiatan pemberdayaan maupun aksi sosial lainnya yang dilakukan di Kampung Kusta Sitanala Tangerang.Kegiatan inipun bertujuan untuk menciptakan opini global yang positif terhadap para penderita maupun mantan penderita penyakit kusta. Aktivitas programnya antara lain: pembuatan majalah, website, dan Newsletter. d) Nalacity Shop Nalacity Shop adalah salah satu fokus kegiatan dalam managemen siklus bisnis yang dilakukan para ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala. Managemen siklus bisnis ini merupakan cara Nalacity mempromosikan dan memperkenalkan model pemberdayaan kewirausahaan sosial serta hasil produksi dari keterampilan yang di hasilkan oleh para ibu ibu mantan 66 penderita kusta. Aktivitas programnya antara lain: show & exhibition, market access, fair trade, outlet and store. e) Nalacity Life Nalacity Life adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang pengembangan budaya, dan pewancanaan isu global positif.Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi dari para pendiri dan relawan Nalacity untuk para penderita dan mantan penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tangerang. Aktivitas programnya antara lain: One Village One Product, Penyuluhan Kesehatan, Parcel Ramadhan, Qurban For Sitanala, Kampung Pintar, Rumah Semangat, Pemukiman Sehat, knowledge Management (managemen pengetahuan). BAB IV Analisis dan Temuan Data Analisis tentang Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan Di Kampung Kusta Sitanala Tangerang, dikaji menggunakan teori strategi empiris rasional yang dikemukakan oleh Chin dan Benne. Strategi empiris rasional adalah strategi dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Tujuan strategi empiris-rasional yaitu adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual. Selanjutnya untuk menganalisis teori strategi empiris rasional tersebut, peneliti juga memakai teori yang dikemukakan oleh Fred R David, dalam buku Manajemen Strategi Konsep. Bahwa strategi meliputi perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. A.Perumusan strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang. Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan tujuan, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas, menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam 69 70 perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan. 1. Tahap Input (masukan) Pada tahap input, peneliti melihat proses bagaimana komunitas Nalacity ini meringkas informasi sebagai masukan awal, untuk merumuskan strategi. menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi. Didalam program wirausaha sosial yang di gagas Nalacity ini, mereka menggunakan pendekatan empiris rasionalyakni dengan tujuan adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual para perempuan eks penderita kusta. Pada awalnya Nalacity memulai perencanaan program kewirausahaan sosial ini dengan mengadakan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat kampung kusta yang di bantu oleh para aparat RT dan RW setempat. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza Elvira sebagai berikut: “Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari kampus. Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial. Awalnya kami hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak kampus. Kami akhirnya memilih kampung kusta untuk program kewirausahaan sosial ini karena beberapa faktor yang mendukung. Kami adakan penyuluhan disana, pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil kecilan kepada para ibu ibu disana.”1 1 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 71 Hal ini juga diungkapkan oleh ibu Lany anggota komunitas Nalacity sebagai berikut: “Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung kami untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat senang pada waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu mereka menanyakan kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian kami. Setelah itu menawarkan kepada kami program kewirausahaan sosial untuk kegiatan para ibu ibu disini. Kami dilatih selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan untuk produksi barang hasil pelatihan kami”.2 Melihat respon masyarakat yang cukup baik dalam kepeduliannya terhadap masalah kesehatan, Nalacity pun melakukan survey yang bertujuan untuk melihat fakta sosial dan keadaan yang di alami para mantan penderita kusta. Pada tahapan identifikasi peluang dan tantangan, dihasilkan bahwa masyarakat mantan penderita kusta hidup dibawah garis kemiskinan. Seperti yang di ungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut : “Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta, selain itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga (IRT), dan sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta di kota”.3 Yovita selaku CEO Nalacity juga menambahkan: “Dalam program kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang mengkhususkan pada kaum perempuan, karena Nalacity melihat ada potensi usaha ekonomi yang dapat dilakukan oleh para perempuan mantan penderita kusta yang memang `sudah memiliki keterampilan menjahit namun tidak di kembangkan lagi.” 4 2 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 3 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 4 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 72 2. TahapPencocokan Tahap pencocokan, merupakan tahapan yang dilakukan Nalacity untuk memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan mendukung faktor-faktor ekstrenal dan internal. Setelah tahap penyuluhan dan survey yang dilakukan Nalacity kepada masyarakat mantan penderita kusta, beberapa kegiatan sosial pun sudah pernah diberikan kepada masyarakat disana. Dari mulai santunan kaum dhuafa, pengobatan gratis, dan pengajian bagi kaum ibu-ibu. Selanjutnya, Nalacity mulai menghadirkan kegiatan baru yang bermanfaat dan dapat melatih kepercayaan diri serta kemandirian mereka. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani anggota komunitas Nalacity sebagai berikut: “Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan, pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika ada undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara”.5 Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi CEO Nalacity sebagai berikut:“kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta, selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta pengajian ibu ibu”.6 Hafiza pun menambahkan: “Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami hanya melakukan pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua. Sehingga komunikasi dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah keluarga. Keterampilan menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu ibu adalah menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya 5 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 6 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 73 bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena melihat pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini”. 7 3. Tahap Pemutusan Pada tahap pemutusan, peneliti melihat dan meneliti bagaimana Nalacity menggunakan suatu macam teknik, yang diperoleh dari input sasaran dalam mengevaluasi strategi alternative yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua. Setelah melakukan survey, akhirnya Nalacity berhasil mengumpulkan 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta yang berminat dan memiliki kemampuan pada bidang menjahit. Proses pembinaan pun mulai dilakukan Nalacity pada bulan pertama. ibu ibu diberikan pelatihan keterampilan khusus untuk memayet pada pola yang sudah dibuat oleh para pendamping. Masing masing dari ibu-ibu diberikan alat dan bahan untuk menjahit dan memayet. Setelah satu bulan pelatihan dan dirasa sudah menguasai teknik menjahit serta memayet, tahap selanjutnya yakni tahap produksi. Seperti yang diungkapkan oleh Alfi CEO Nalacity sebagai berikut: “setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai mengarahkan program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di kampung kusta. Selama satu bulan mereka di bina oleh para pengurus Nalacity. Setelah satu bulan masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap produksi”.8 Hal ini juga di ungkapkan oleh ibu Nur Misna selaku anggota komunitas Nalacity sebagai berikut : 7 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 8 74 “Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka memberikan kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari oleh mereka satu bulan setelah itu kami baru bisa produksi”9 Ibu ibu mulai diberikan tanggung jawab untuk memayet jilbab dan busana yang diberikan oleh para pendamping. Selama dua minggu sekali ibu ibu harus mengumpulkan jilbab dan busana yang telah dikerjakan kepada para pendamping. Setelah terkumpul para pendamping pun mengecek hasil pekerjaan dari ibu-ibu. Jika ada jilbab atau busana yang belum maksimal di kerjakan, maka pendamping akan membantu untuk tahap finishing. Hasil pekerjaan para ibu-ibu pun di hargai berkisar antara Rp. 10.000-15.000/ jilbab dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan yang dilakukan.10 B.Impelementasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang. Impelementasi sering disebut tahapan tindakan, karena implementasi berarti memobilisasi manusia yang ada dalam sebuah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan. 1. Mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan membuat kebijakan Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun organisasi. Mengambil keputusan terkadang mudah, tetapi lebih sering sulit dilakukan. Kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan 9 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 10 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 75 yang diambil memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap organisasi, tetapi ada pula keputusan yang dapat menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, hendaknya mengambil keputusan dengan hati hati dan kebijaksanaan. Keputusan adalah sesuatu pilihan yang diambil diantara satu atau lebih pilihan yang tersedia. Dalam setiap proses pengambilan keputusan yang dilakukan pengurus, Nalacity menerapkan sistem yang disebut transparansi dan kekeluargaan, mereka menganggap para perempuan mantan penderita kusta adalah partner tim dan anggota keluarga. Setiap pembuatan kebijakan terkait program Nalacity, para perempuan mantan penderita kusta diajak untuk terlibat dalam proses tersebut. Jika ada suatu hal yang penting dan harus didiskusikan bersama, maka para pengurus tak segan-segan untuk mengumpulkan para ibuibu anggota komunitas Nalacity lalu menanyakan pendapat mereka mengenai hal penting tersebut dan memutuskan bersama. Sehingga selain mereka merasa dihargai keberadaannya, mereka juga akan terbiasa nantinya untuk berfikir inisiatif dalam kelangsungan hidup. Hal ini di ungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut:“Proses pengambilan keputusan yang sering kami terapkan yakni dengan keterbukaan dan musyawarah. Dimana jika ada program baru kami selalu tanyakan kepada mereka bagaimana tanggapannya.”11 Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut :“Dalam proses pengambilan keputusan biasanya kami disini diajak untuk berkumpul dan berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan Nalacity kami turut serta dalam 11 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 76 berpendapat, kami disini tidak merasa seperti bekerja tetapi kami disini seperti keluarga yang saling membantu satu sama lain, sehingga kami tidak bosan”12 Selain itu, hal ini juga diungkapkan oleh Yovita selaku CEO nalacity sebagai berikut:“Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota kami bermusyawarah bersama”.13 2. Memotivasi Pegawai (Anggota Komunitas) Motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan catatan observasi peneliti dalam hal motivasi, Nalacity mempunyai cara yang strategis dalam memberikan semangat serta kepeduliannya terhadap para anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal kecil terkait pemberian semangat untuk berlatih juga diperhatikan oleh para pengurus. Seperti ketika jadwal latihan berlangsung, para pengurus Nalacity tak segan untuk menghubungi dan mengingatkan para anggotanya untuk terus berlatih.14 Seperti yang diungkapkan pula oleh ibu Nur Misna sebagai berikut: “Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada saling mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu di sms 12 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 13 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 14 Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerag. 77 mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu disini masih sangat antusias untuk berlatih”.15 Hal ini juga diungkapkan oleh ibu RT 01 sebagai berikut: “Yang saya lihat anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan memberikan pengarahan yang membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu mereka juga tidak segan segan untuk menjemput ibu ibu jika belum pada berkumpul”16 3. Menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengubah arah tindakan Menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif akan menjadikan setiap individu berkontribusi untuk kinerja dan prestasi. Setiap harapan dan target organisasi dapat dicapai dengan kinerja penuh, bila keberanian dan disiplin dari setiap individu mampu mengalahkan resiko dan ketidakpastian yang muncul dari pekerjaan yang mereka lakukan. Setiap individu haruslah menjadi bagian dari strategi dan solusi organisasi, termasuk menjadi energi untuk menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif dan produktif. Jadi, setiap individu harus memiliki etos kerja yang mengerti visi besar organisasi, sertta memahami aturan main untuk memecahkan setiap permasalahan besar di dalam organisasi agar dapat melayani struktur organisasi dengan efektif. Seperti yang diungkapkan Alfi sebagai berikut : “Pada awal berdirinya Nalacity tahun 2010, struktur pengurus organisasi Nalacity berjumlah lima orang. Berjalannya waktu pengurus Nalacity semakin bertambah ketika dibuka lowongan volunterr (relawan) bagi para anak anak muda yang ingin mencari pengalaman. Sekitar dua puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan tersebar di berbagai divisi. Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai 15 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 16 Hasil wawancara ibu RT 01, 28 Januari 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 78 divisi media pemasaran produk yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial.”17 “Seperti pula yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: kalau tingkat pengurus memang teman teman dekat kami dan para relawan yang ingin membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya sendiri yang terlibat para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut terlibat juga dari aparat pemerintah yang telah membantu perizinan kami”.18 Anggota komunitas Nalacity yang menjadi target pemberdayaan pun khusus dipilih yang memang pernah menderita penyakit kusta, karena selain membantu peningkatan ekonomi para mantan penderita kusta, program ini dikhususkan bagi mantan kusta karena melihat stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada mereka sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan kerja pada ruang publik dan membantu merubah pola kerja masyarakat disana yang sebagian besar menjadi pengemis di kota.19 “Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: karena program kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan oleh ibu ibu mantan penderita kusta yang bermukim di kampung kusta Sitanala Tangerang”.20 Berdasarkan catatan observasi jumlah anggota yang bergabung di komunitas Nalacity sampai saat ini ada dua puluh orang ibu ibu yang terbagi kedalam beberapa RT di kampung kusta. Jumlah awal anggota ini memang dibatasi. Karena selain sumber pendanaan yang masih kurang, pengurus Nalacity juga berkeinginan agar kedepannya dari dua puluh orang ibu ibu yang sudah mahir dan dapat mandiri ini, nantinya mereka sendiri yang menginisiasi dan mengembangkan program kewirausahaan sosial ini bagi para 17 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 18 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 19 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 20 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 79 perempuan mantan penderita kusta lainnya. Sehingga Nalacity berharap nilai nilai pemberdayaan pada program kewirausahaan sosial ini dapat diterapkan pada kehidupan mereka nantinya.21 Untuk itu, solid dan kompak merupakan kebutuhan dalam meningkatkan kecepatan organisasi. Setiap individu bukan saja menjadi bagian dari visi organisasi, tetapi juga harus menjadi energi yang membuat kemajuan atas cetak organisasi. Jadi, setiap individu di dalam struktur organisasi wajib membangun tim yang berkinerja tinggi untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab, kemampuan untuk menjadi bagian dari struktur organisasi yang dinamis, serta kemampuan untuk menjadi bagian yang aktif dalam setiap eksekusi organisasi, akan menjadikan setiap individu sebagai bagian dari mesin organisasi yang unggul. 4. Menyiapkan Anggaran Suatu anggaran memuat tentang hasil hasil yang diinginkan oleh suatu organisasi atau bagian organisasi, dalam jangka waktu tertentu. Anggaran perlu disusun secara cermat agar dapat digunakan sebagai dasar pembanding bagi realisasi anggaran. peran anggaran selain sebagai alat perencanaan dan kordinasi, juga sebagai alat pengendalian untuk menilai prestasi dari setiap anggotanya dan pusat pertanggungjawaban. 21 Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 80 Pada program kewirausahaan sosial Nalacity, dana awal didapat dari modal yang dibiayai kampus yakni sebesar Rp. 7,5 juta selama tiga bulan. Selain itu dana operasional program di peroleh ketika Nalacity kerap kali mendapatkan penghargaan dari ajang kompetisi kewirausahaan sosial salah satunya menjadi pemenang best of young social entreupreneur pada acara Kick Andy Show. Berkat keberhasilan program kewirausahaan sosial nya, Nalacity pun mempunyai donatur tetap khususnya untuk program aksi sosial yang sesekali diadakan oleh Nalacity. Hasil keuntungan produksi dari program kewirausahaan sosial inipun di putar kembali untuk penghasilan ibu-ibu dan operasional program Nalacity lainnya.22 Hal ini pula diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “Sumber dana awal kami dapat dari pembiayaan kampus. Selanjutnya kami gunakan hasil keuntungannya untuk operasional kegiatan. Selain itu, untuk menutupi kekurangan kami sering mengajukan atau mengikuti kompetisi terkait kewirausahaan. Alhamdulillah kami seringkali menang. Kalau event besar kami manfaatkan jaringan yang kami punya untuk bekerjasama.”23 Selain itu, diungkapkan juga oleh Hafiza sebagai berikut: “Memang pada perjalanannya kami mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang kami butuhkan tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan kepada masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi kekurangan kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan menjahit kami mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.24 22 Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 23 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 24 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 81 5. MengembangkandanMemanfaatkanSistemInformasi Pengembangan sistem informasi sering disebut sebagai proses pengembangan sistem (system development). Pengembangan sistem informasi didefinisikan sebagai aktivitas untuk menghasilkan sistem informasi berbasis komputer untuk menyelesaikan persoalan organisasi atau memanfaatkan kesempatan yang muncul. Dalam pengembangan pasar produk jilbab yang dihasilkan oleh ibu ibu mantan penderita kusta, Nalacity juga memanfaatkan sistem informasi seperti media online dan pameran untuk promosi dan pemasaran. Nalacity memang memfokuskan dalam media promosi dan kampanye program pada dunia maya seperti pembuatan website, akun media sosial, sampai komunitas Nalacity yang terdiri dari anak anak muda yang terjaring dalam dunia maya. Nalacity menyadari bahwa media online membantu mereka mengenalkan lebih luas lagi produk Nalacity. Selain itu, Nalacity juga mempunyai outlet outlet kecil di kota Tangerang untuk menyediakan dan pemasaran produk. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza salah satu pengurus Nalacity sebagai berikut :“Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang saat ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat. Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat ada yang keluar”.25 Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: “Nalacity yang terdiri dari anak anak muda dalam pengembangan sistem informasi media, kami memang memiliki divisi khusus yang menangani perawatan website dan akun media online Nalacity. Dalam pemanfaatannya produk Nalacity terbantu sekali. Karena dengan hasil karya yang memang sudah umum dipasaran, 25 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 82 namun karena kami mempunyai sistem media marketing yang mumpuni menjadikan produk kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai tambahnya yakni jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para mantan penderita kusta.”26 Yovita pun menambahkan bahwa : Dengan kemampuan yang kami miliki masing masing sebagai pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam bidang IT, simplenya cara kami memanfaatkan teknologi sebagai media promosi yakni kami mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak muda yang memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun yang membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga masyarakat percaya kepada produk kami karena para pelanggan dapat memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet untuk mempermudah penjualan.27 Pada saat ini Nalacity sudah lima tahun berjalan, masyarakat kampung kusta pun kurang lebihnya sudah mengetahui program kewirausahaan sosial ini dan dapat menerima para pengurus sebagai bagian dari anggota keluarga mereka. Nalacity berharap jika suatu saat nanti Nalacity dan aparat pemerintah setempat dapat bekerjasama untuk membuat program pemberdayaan berbasis usaha ekonomi yang tidak hanya dirasakan oleh para ibu ibu mantan penderita kusta namun juga seluruh lapisan masyarakat yang berada di kampung kusta. A. Evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kustamelalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung sitanala Tanggerang. Evaluasi program merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu Membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman 26 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang 27 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 83 terhadap fenomena. Dalam tahapannya, seperti yang dikemukakan oleh Fred R David evaluasi strategi mempunyai tiga macam aktivitas mendasar. Yakni yang terdiri dari mengidentfikasi faktor faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan), Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan), dan Tindakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar rencana. 1. Mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) Menjalankan sebuah organisasi dengan sebuah tujuan, maka tidak dapat dilepaskan dari memikirkan strategi-strategi untuk memajukan sebuah organisasi. Strategi dalam pencapaian tujuan organisasi dapat dirumuskan sebelumnya dengan melakukan suatu analisis terhadap keseluruhan indikasi dalam organisasi tersebut. Selain itu, kegiatan analisis organisasi juga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah. Dalam tahap ini, Nalacity setidaknya melakukan pekerjaan analisis terhadap lingkungan internal maupun eksternal dan kemudian merumuskannya ke dalam keputusan keputusan strategis. Adapun proses analisis yang dilakukan Nalacity meliputi identifikasi lingkungan didalam berupa faktor internal yakni kekuatan (Strength), kelemahan (Weaknesses). Dan identifikasi lingkungan luar berupa faktor eksternal yakni peluang 84 (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dilakukan dengan analisis SWOT. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusia, dana, dan beberapa hal yang dimiliki. Dalam menentukan strategi, Nalacity menerapkan komunikasi yang intensif terhadap para anggotanya yang ditunjang oleh kekuatan. Diantaranya : a. Pendamping/Pengajar Banyaknya para pendamping pelatihan yang dimiliki Nalacity baik dari dalam pengurus maupun tenaga volunteer. Saat ini ada sekitar 10 orang pengurus Nalacity dan 15 orang tenaga pendamping. Sehingga Nalacity tidak lagi mencari pendamping tambahan dalam program kewirausahaan sosial ini. Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut:“ Di Nalacity sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang yang terbentuk dari program Mapres. Kemudian setelah satu tahun berjalan kami membuka pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi para pengurus Nalacity. Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah mempunyai 10 orang pengurus dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah peserta keterampilan 20 ibu ibu ini membuat strategi pendampingan tidak keteteran karena setiap minggunya kami mempuyai jadwal bagi para pendampingnya”.28 Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “untuk peserta sendiri sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang kami berdayakan, lalu 10 orang pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga pendamping yang kami rekrut dari adik adik kelas yang ingin berpartisipasi”29. Selain itu, Yovita juga mengungkapkan: “sampai saat ini total kami mempunyai 25 pengurus yang dibagi kedalam 10 orang pengurus inti 28 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang 29 Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Kampus UI. 85 Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal ini guna untuk mengatur jadwal keterampilan di kampung kusta. Karena umumnya dari pengurus masih menjadi mahasiswa maka kami harus mengatur jadwal pelatihan dengan cara merekrut pendamping di tingkat adik kampus kami”30 b. Aparat pemerintah yang mendukung Pada program kewirausahaan sosial komunitas Nalacity ini didukung oleh beberapa aparat pemerintah. Seperti kelurahan karangsari, Rt 13 dan Rw setempat. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut : “alhamdulillah program kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat pemerintah setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga kami tak perlu lagi mengurus perizinan”. 31 oleh ibu Lani sebagai berikut:”Faktor pedukungnya alhamdulillah disini kami merespon kegiatan ini dengan baik. Lalupihakaparatdisinijugasudahsemuatahu.BahwaNalacitymengadakan program pemberdayaan di kampungkusta”.32 Hal ini juga diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut:“Faktor pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh aparat pemerintah disini sehingga kami dengan mudah membantu menyalurkan kemampuan ibu ibu”.33 c. AnggotakomunitasNalacity (paraperempuanmantanpenderitakusta) Para anggota yang berada dalam lingkungan komunitas Nalacity diwajibkan untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan dua minggu 30 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, kampus UI. 32 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 33 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014, Melalui email. 31 86 sekali. Karena motivasi yang tinggi dari para anggotanya untuk menguasai teknik menjahit dan memayet, sehingga antusias para anggotanya pun dalam mengikuti pelatihan sangatlah besar. Hal ini juga diungkapkan oelh ibu Nur Misna mengungkapkan sebagai berikut: “Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba”34 Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan- kelemahan yang dimiliki, dan menyangkut aspek aspek yang dimiliki sebagai kekuatan. Dalam menerapkan program pelatihan kewirausahaan sosial terhadap para anggotanya, Nalacity dihadapkan pada : a. Pendanaan Masih minimnya pendanaan yang dimiliki Nalacity sampai saat ini, membuat mereka (para pengurus) seringkali mengikuti kompetisi dengan tujuan tidak hanya mencari permodalan namun juga memperkenalkan produk program kewirausahaan sosial yang diikuti oleh para perempuan mantan penderita kusta. Seperti yang dingkapkan Alfi sebagai berikut: “Pada tahun 2010 awalnya kami berlima terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia. Kami diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu digunakan untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan, survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan sosial Nalacity. Selain modal yang diberikandaripihakkampuskami juga pernahmengikutiajangkompetisikewirausahaansosial yang diadakan Bank Mandiri, Kick Andy danFatigonChalengedalam program pemberdayaanibuibumantanpenderitakustadanmasukmenjadipemenangsert 34 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 87 amemperolehpenghargaandari Kick Andy danFatigonChalengesebagaipemenangbest of young social entreupreneur. Hasildarikompetisikamigunakanuntuksafety operasionalNalacity.Selainitu, kami jugamengikuti bazar danpameranuntukajangpromosidanpenjualanprodukNalacity.”35 Hafiza pun menambahkan:“Memang pada perjalanannya kami mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang kami butuhkan tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan kepada masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi kekurangan kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan menjahit kami mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.36 b. Faktor internal anggota Ketika pelatihan berlangsung, seringkali ada beberapa anggota komunitas Nalacity yang absen. Itu dikarenakan beberapa sebab diantaranya seperti anggota keluarganya (suami atau anak) yang sebagian masih menderita penyakit kusta ataupun sakit lainnya sehingga butuh perhatian lebih dan perawatan khusus dari para anggotanya yakni ibu ibu. Seperti yang diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “kalau faktor penghambatnya lebih kepada internal maupun eksternal. Internal terdapat dari kami para pengurus yang memang sekarang hanya bisa memberi pelatihan dua minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para anggotanya seperti mereka masih harus mengurus rumah tangga dan terkadang anak yang sakit sehingga mereka sudah kecapaian dan absen untuk ikut pelatihan”.37 35 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta kampung kusta Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia 37 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 36 88 Selain itu ibu Nur Misna juga mengungkapkan sebagai berikut: “Kalau penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya. Terkadang anak kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga masih ada yang bekerja sebagai pengemis sehingga tidak bisa membagi waktu”.38 c. Disiplin Kurangnya disiplin untuk membiasakan berkumpul dan berlatih bersama, dikarenakan sebagian para anggota komunitas Nalacity masih menggeluti pekerjaan sebelumnya. Yakni sebagai pengemis dikota. Sehingga jika tidak di monitoring secara intens oleh para pengurus, maka mereka akan merasa nyaman dan kembali sepenuhnya menjadi pengemis. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: Faktor penghambat seperti mereka ibu ibu yang masih mengurusi urusan rumah tangganya terkadang mereka harus selalu diingatkan jika latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka sering kurang percaya diri karena masih memikirkan stigma negatif dari masyarakat sehingga mereka takut tidak laku dengan produk mereka”.39 Selain itu Alfi juga mengungkapkan sebagai berikut: “Dan faktor penghambat salah satunya yakni manajemen waktu yang belum maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas Nalacity.”40 Opportunity (peluang), seberapa besar peluang yang mungkin tersedia diluar, sehingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat tercapai. Peluang atau kesempatan yang dapat diraih oleh Nalacity 38 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 39 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 40 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang 89 dalam melaksanakan kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial didukung dengan : a. Kebutuhan masyarakat khususnya para perempuan di kampung kusta terhadap pekerjaan yang layak, menjadikan mereka tertarik mengikuti program pelatihan kewirausahaan sosial. Sehinggamerekamembutuhkan/memerlukanpendampinguntukmew ujudkankeinginanmerekaterhadappekerjaan. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut: “Saya masuk dalam anggota Nalacity baru pada tahun 2012 setelah saya pindah ke kampung Sitanala ini. Awalnya ada 20 orang ibu ibu yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar karena alasan tertentu. Saya pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam kegiatan Nalacity sembari mengisi kekosongan waktu di rumah. Saya pun masuk dan ikut kegiatan kewirausahaan sosial ini”41 Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari dalam maupun dari luar. Nalacity dalam menjalankan program pelatihan kewirausahaan sosial ini, ada beberapa sumber ancaman yang dapat menurunkan mental dan rasa percaya diri mereka sebagai mantan penderita kusta. a. Masihadanyakekhawatirantakuttertulardarimasyarakatlainnya yang berada di luarkampungkusta. Sehinggaseringkalimerekamerasakanpenurunanpercayadiridalamke 41 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 90 giatankewirausahaansosial yang dapatmembantukebutuhanmerekasehari-hari.42 b. Di wilayah kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah kota, yang nantinya sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil alih oleh pemerintah. Sehingga mereka takut kegiatan komunitas Nalacity akan terhambat.43 c. Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai pengemis dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Sehingga menjadikan sebagian para anggota komunitas Nalacity tergiur untuk mengemis.44 1. Mengukurprestasi diharapkandengankenyataan, (membandingkanhasil mengevaluasiprestasi yang individual danmenyimakkemajuan) Penilaian prestasi kerja merupakan salah satu proses yang dilakukan instansi ataupun organisasi dalam mengevaluasi kemampuan kinerja para anggota. Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana perkembangan kualitas para anggota, hasil penilaian prestasi para anggota dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pekerjaan yang dinilai. Selain itu penilaian prestasi juga dapat memberikan pembandingan hasil yang diharapkan dengan kenyataan sehingga para pengurus dapat menyimak kemajuan para anggotanya. 42 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 44 Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 43 91 Dalam program kewirausahaan sosial yang sudah berjalan lima tahun ini, dampak perubahan yang terjadi pada anggota komunitas Nalacity di lihat memang belum maksimal sepenuhnya. Ini dikarenakan ada beberapa faktor yang sudah peneliti tuliskan pada bagian analisis faktor eskternal maupun internal. Pada bahasan kali ini peneliti akan membahas beberapa capaian yang telah dirasakan oleh para anggotanya, yakni sebagai berikut : a. Segi internal Setelah mengikuti program pelatihan kewirausahaan sosial, para anggota komunitas Nalacity merasakan semangat dan percaya diri kembali dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak lagi merasa “nganggur” (tidak memiliki pekerjaan) karena setiap harinya mereka mengisi kekosongan waktu dengan mengerjakan kegiatan memayet. Selain itu pelatihan kewirausahaan sosial ini juga menjadi ajang untuk berkumpul dan bersilaturahmi antar warga yang berbeda wilayah. Seperti yang diungkapkanolehibuNurMisnasebagaiberikut: “Semenjakmengikuti program ini, memang kami sudahlebihsemangat. Karenasebelummerekadatangkesini.Kami hanyaiburumahtanggabiasa.Yang tidakmemilikipekerjaansampingan.Kami pernahmencobauntukbekerjadipabrikataumenjadipembantu.Tapiseringkali ditolakkarenatakuttertular.Padahal kami sudahtidakmenularlagi.Hanyafisiknyasaja yang sudahkurangsempurna”.45 Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Erna: “Perubahan sejauh ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan untuk mengisi waktu, karena rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga jadi tahu mengenai masalah 45 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 92 kesehatan. Karena setiap sebulan sekali mereka suka mengadakan penyuluhan”.46 Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “Sekarang ibu ibu yang kami lihat sudah muncul rasa percaya dirinya kembali. Bahkandarimerekaada yang inginmembukajasajahitsendiri.Yang terpentingdari kami saatiniadalahsupayaibuibutidaklagimerasamerendahkandirinyalagiakibatke terbatasannnya.Merekajugamampudansamaseperti orang padaumumnya. Dan yang lebihpentingmerekamempunyaikreasisendiri yang dapatmerekajual”.47 Yovita mengungkapkan pula sebagai berikut: “Dampak yang sayarasakansebagaipengurus, sekarangparaibuibusudahbanyakberubah. Dahulu yang masihtakuttakutuntukberinteraksidanmengeluarkanpendapat.Sekarangsuda hmulaiterampildanmalahansudahmenjadinarasumber.Yang sayalihatsekarangibuibusemakintumbuhraapercayadirinya.”48 b. Segi Eksternal Dalam kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini, para anggota komunitas Nalacity tidak hanya diberikan pelatihan dan pendidikan saja. Seringkali mereka juga di undang oleh beberapa media cetak maupun media televisi untuk berbagi pengalaman dan inspirasi tentang kegiatan yang mereka lakukan sebagai mantan penderita kusta. Sehingga dengan adanya media ini, para anggota komunitas Nalacity dan penduduk kampung kusta pun merasakan dampak yang baik. Yakni mulai adanya penerimaan dari masyarakat luar sehingga produk mereka pun diminati di pasaran. 46 Hasil wawancara ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 47 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia. 48 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 93 Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut: “Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya sudah lebih percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di program ini dan bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya mengalami hal yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga pernah di undang oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari program kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta. Dengan kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami masih mampu untuk bekerja”.49 Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: ”sejauh ini yang saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah kearah yang lebih dari para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Sepertimerekalebihkritisketikamerekatidakfahamataspengarahan yang diberikanpendamping, makamerekatidakseganlagiuntukbertanya.Selainituparaibuibudisanajugasu dahterbangun rasa percayadirinyasebagaimasyarakat non diskriminasi.Apalagiketikamerekadiundangdalambeberapaacaratelevisi.M erekasemakinnyamandengankeadaandirinyasekarang”.50 Selain beberapa capaian yang telah peneliti tuliskan diatas, peneliti juga akan membahas mengenai capaian yang tidak tercapai ketika penelitian dilapangan. a. Dari kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial yang di tujukan kepada para perempuan mantan penderita kusta, peneliti menemukan hasil dari temuan lapangan bahwa para perempuan mantan penderita kusta yang sudah menjadi anggota komunitas Nalacity mendapati sebagian dari mereka masih bekerja sebagai pengemis di kota. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Erna sebagai berikut : “pada awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami agar kegiatan kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan sampingan untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah pola tingkah 49 Hasil wawancara dengan ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 50 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang 94 masyarakat untuk tidak lagi menjadi pengemis. Namun, kenyataannyaselama 5 tahunberjalan, banyakdiantaraanggotanya yang masihmenekunipekerjaanmenjadipengemis”.51 b. MenurutbeberapaanggotakomunitasNalacity, merekamengungkapkanbahwakegiatanpelatihankewirausahaansosialinikur angmembantudalamperekonomianmereka. Karenaadabeberapafaktor. Diantaranyajadwalpelatihanduaminggusekali yang diterapkanNalacitykurangberdampakpadapemenuhankebutuhananggotany a. Karenaselainpendapatan harusmenungguhasil yang (upah) kurangsignifikanmereka pun selamaduaminggusekali. Padahalkebutuhanrumahtanggamerekaharussetiapharidipenuhi. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut :“ Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud dan tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan selamaduaminggukamipunhanyasanggupmengerjakanduabarangsajayaknij ilbabdanbusanakarenaketerbatasanfisik kami.Alhasilupah yang diterima pun hanyasanggupmemenuhipadahariitusaja.”52 2. Tindakankreatifuntukmemastikanbahwaprestasidiluarrencana Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa strategi yang sudah ada akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus dirumuskan. Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen Strategi Konsep bahwa “Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang 51 Hasil wawancara dengan ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 52 Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 95 dibayangkan atau pencapaian yang direncanakan maka disitulah tindakan kreatif dilakukan”. Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan bertanggung jawab secara sosial. Evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Program kewirausahaan sosial Nalacity merupakan strategi yang diberikan kepada para perempuan mantan penderita kusta. Strategi yang berbasis ekonomi ini, ditujukan agar para mantan penderita kusta mempunyai daya juang dan semangat dalam kehidupannya. Sehingga mereka dapat membuka lapangan kerja sendiri yang layak. Selain kegiatan kewirausahaan sosial, strategi kreatif lain yang akan di rancang oleh Nalacity salah satunya adalah membuka sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) secara gratis bagi anak anak yang tinggal di kampung kusta. Kegiatan ini ditujukan agar para masyarakat mantan penderita kusta lainnya dapat termotivasi dan terbangun kesadaran diri bahwa pendidikan sejak dini itu sangat penting bagi generasi keluarganya nanti. Sehingga para orang tua dapat menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan halal. Seperti yang diungkapkan oleh kakak yovita selaku CEO Nalacity sebagai berikut :“pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang, harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan semangat dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari keberdayaannya tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan sekolah PAUD kecil kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan pendidikan berharap orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti dapat mengubah kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk orangtuanya supaya mereka 96 dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan halal”.53 Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut: “Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata pengurus memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para pengurus setelah 20 ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus melatih ibu ibu yang lain disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak lagi dan ibu ibu disini mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah”.54 Hal ini pula diungkapkan oleh kak Alfi sebagai berikut: ”langkah selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam pengembangan kapasitas ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim pengurus pun berusaha agar sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu dapat berdikari dan menularkan ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain itu kami akan membuat beberapan program sekolah gratis yang nantinya dapat dinikmati oleh para anak anak yang tidak bersekolah di kawasan kampung kusta”.55 53 Hasil wawancara dengan Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 55 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perumusan strategi yang dilakukan Nalacity meliputi 3 tahapan yakni tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pemutusan untuk program kewirausahaan sosial pada perempuan mantan penderita kusta. Pada tahap input Nalacity menggunakan pendekatan pengetahuan. Yakni Nalacity mengadakan penyuluhan kesehatan bagi para mantan penderita kusta di kampung Sitanala. Kemudian pada tahap pencocokan, Nalacity mensurvey mengenai kegiatan para perempuan mantan penderita kusta untuk memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan mendukung faktor eksternal maupun internal. Dan pada tahap pemutusan, Nalacity mulai menggunakan suatu macam teknik yang diperoleh dari input sasaran yakni para perempuan mantan penderita kusta dengan metode keterampilan menjahit. 2. Implementasi strategi yang dilakukan Nalacity yakni menerapkan sistem transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Pada tahap ini, para perempuan mantan penderita kusta yang tergabung dalam anggota komunitas Nalacity diberikan kebebasan ruang untuk berpendapat dan berkreasi dalam kegiatan kewirausahaan sosial. Selain itu, dalam pengembangan program kewirausahaan sosial, Nalacity juga memanfaatkan sistem informasi dan media sebagai alat promosi dan 97 98 marketing untuk menyalurkan hasil karya program kewirausahaan sosial para perempuan mantan penderita kusta. 3. Evaluasi strategi yang dilakukan Nalacity menggunakan analisis SWOT pada program kewirausahaan sosial perempuan mantan penderita kusta yakni Strength (Kekuatan) meliputi pemerintah, anggota komunitas pendamping/pengajar, aparat Nalacity. Weakness (Kelemahan) meliputi pendanaan, faktor internal anggota, kurangnya disiplin. Opportunity (Peluang) yang meliputi masyarakat khususnya para perempuan di kampung kusta terhadap pekerjaan yang layak. Threats (Ancaman) meliputi 1) masih adanya kekhawatiran takut tertular dari masyarakat lainnya yang berada di luar kampung kusta, 2) di wilayah kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah kota yang nantinya sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil alih oleh pemerintah. Sehingga mereka takut kegiatan komunitas Nalacity akan terhambat. 3) Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai pengemis dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Sehingga menjadikan sebagian para anggota komunitas Nalacity tergiur untuk mengemis. B. Saran 1. Dalam perumusan strategi, pada aspek perencanaan, menetapkan visi dan misi, menghasilkan strategi alternative, sangat tergantung pada data penerima manfaat program kewirausahaan sosial untuk itu Sebaiknya Nalacity dapat membuat database profil dari para anggota komunitas 99 Nalacity. Karena data sangat penting dan hasil data tersebut dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan suatu program atau lembaga. 2. Dalam tahap impelementasi strategi, pada aspek pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan, membuat kebijakan, memotivasi pegawai, menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi pada Program kewirausahaan ini sudah bagus, namun sebaiknya tingkat intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Karena pada fakta dilapangan banyak para anggota yang mengeluhkan bahwa pendapatan mereka baru bisa didapat setelah 2 minggu. 3. Dalam tahap evaluasi strategi, pada aspek analisis SWOT, mengukur prestasi, mengambil tindakan kreatif masih perlu adanya sosialisasi yang tidak hanya mempromosikan hasil karya para ibu ibu mantan penderita kusta saja, seperti misalnya membuat program visit kampung kusta yang tujuannya untuk merubah stigma negatif penyakit kusta dan masyarakat juga dapat berinteraksi serta belajar memayet bersama dengan para mantan penderita kusta. Nalacity juga dapat melakukan kerjasama berkelanjutan dengan pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi masyarakat kaum disabilitas seperti di Kampung Kusta. Agar mereka tidak kembali lagi ke jalan dan mendapat stigma negatif dari masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: FISIP UI Press, 2005. Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pemberdayaan Masyarakat & Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran & Pendekatan Praktis. Jakarta: UI Press, 2001. Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran dalam pembangunan Kesejahteraan sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002. Aliminsyah dan Patji .Kamus Istilah Manajemen. Bandung: CV Yrama Widya, 2004. Antara.“14 Provinsi Miliki Angka Kusta Tinggi”.Artikel diakses pada 23 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/info-sehat/14/03/20/n2qfm1-14-provinsi-miliki-angka-kustatinggi. Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan. Yogyakarta: Bina Aksara, 1998. Atmaja, Suryanto Chandra. “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga Diri Pasien Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Esa Unggul, 2013 Barnes, Colin dan Mercer, Geof.Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007. David, Fred R. Manajemen Strategi Konsep,Jakarta: PT Prenhalindo, 1998. Harniah, Atni. “, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr Sitanala Kota Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2011. Jauch Lawrence R danGlueck, William F. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta :Erlangga, 1988. 100 101 Kaharima, Nadya. “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Gender Mainstreaming : Studikasus Workshop Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, Artikel di akses pada Tanggal 5 Februari 2015 dari http://www. Kecamatan neglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasarikota_1372.html KelurahanKarangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses pada tanggal 3 Februari 2015 dari https://www. Kelurahan karangsari. wordpress.com/2010/09/30/kelurahan karangsari. Kushmanto, Christi Natalia. “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman Desa Sendang harjo Kabupaten Blora”.Skripsi S1 Fakultas Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang, 2013. Machendrawat, Nanih dan Syafei , Agus Achmad. Pengembangan Masyarakat Islam. Bandung: Rosda Karya, 2001. Marbun, B.N. Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Anggota Ikapi, 2003. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2010. Nasution, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014. Purnomo ,Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah. Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: LPEE UI, 1999. Pusat Bahasa DEPDIK. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007 Roesmidi dan Risyanti, Riza.Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alquaprint, 2006. 102 Rohmatika. “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta Di Kelurahan Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari, Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009. Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal.Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press. Siagan Sondang, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi.Jakarta: PT GunungAgung, 1986. Sofiarini, Dwi. “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kramatsari Kota Pekalongan Tahun 2002”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas Diponegoro, 2003. Steiner, George dan Minner John. Manajemen Strategi. Jakarta: Erlangga. Rafi’udin dan Djalil, Maman Abdul. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis pembangunan kesejahteraan social dan pekerjaan sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2005. Supriyono. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis.Yogyakarta: BPFC, 1985. Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2010. Taruna, Tukian. Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000. Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007. Catatan Observasi I Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Januari 2015 Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang Tema Observasi : Penelusuran awal kampung kusta Pada hari jumat tanggal 16 Januari 2015, peneliti mulai melakukan observasi lapangan pertama ke kampung Sitanala Tangerang. Kampung yang berada tepat di belakang kawasan rumah sakit kusta Sitanala ini, sepintas terlihat seperti kampung pada umumnya. Tidak ada yang terlihat berbeda. Mereka mempunyai lapangan bola, pos siskamling, puskesmas, aula pertemuan dan jalan setapak yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan bermotor saja. Peneliti melihat kegiatan warga kampung kusta disana juga terlihat biasa saja. anak anak muda yang sedang bermain sepak bola dan para orang tua yang sedang menonton pertandingan. Memang umumnya terlihat sepi. Baik motor maupun mobil jarang terlihat di kawasan kampung kusta ini. Keadaan rumah penduduk disana juga banyak yang terdiri dari bangunan bangunan non permanen alias hanya menggunakan bilik dan kayu seadanya. Awalnya peneliti sempat merasa khawatir karena beberapa orang yang ditemui oleh peneliti mempunyai keadaan fisik yang terlihat sudah tidak sempurna lagi. Pertama kali peneliti melihat keadaan orang disana, banyak dari mereka yang kaki dan lututnya diperban bahkan ada yang sampai mengeluarkan cairan basah, dan luka hitam seperti korengan. Sesekali saya bertanya dengan penduduk yang sedang bersantai dipelataran rumahnya mengenai alamat penelitian yang peneliti cari. Dan hasilnya sungguh disayangkan alamat yang peneliti dapatkan tidak lengkap. Karena kampung kusta Sitanala disana terdiri dari banyak gang tidak bernama yang mereka sebut sebagai lorong kusta. Sehingga pada siang hari itu, peneliti hanya melihat keadaan masyarakat dan kampung kusta disana. Catatan Observasi II Hari/Tanggal : Rabu, 28 Januari 2015 Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang Tema Observasi : Perkenalan awal anggota komunitas Nalacity Pagi ini peneliti bersiap untuk mengunjungi kembali kampung kusta Sitanala Tangerang. Setelah peneliti mendapatkan alamat yang sangat lengkap dari kak vita yakni salah seorang pengurus komunitas Nalacity yang tinggal di daerah Depok, kami pun cepat bergegas. Seperti biasa kampung yang mayoritas dihuni oleh mantan penderita kusta itu masih terlihat sepi dan tidak banyak terlihat kegiatan warga – warganya. Setelah beberapa kali salah lorong, akhirnya peneliti pun sampai di tempat yang dituju yakni sebuah musola yang tidak familiar bagi peneliti. Karena tempat inilah kegiatan komunitas Nalacity sering di ceritakan pada beberapa media online. Peneliti pun bertanya kepada salah seorang pengurus musola setempat tentang jadwal kegiatan ibu ibu komunitas Nalacity disana. Dan akhirnya pengurus itupun mengarahkan saya ke rumah bapak RT setempat. Beberapa anak kecil membantu mengarahkan kami kerumah bapak RT. Sepanjang jalan menyusuri lorong, peneliti melihat keadaan yang berbeda jauh dari kawasan depan lorong kampung kusta. Keadaan didalam sana terlihat tidak terurus. Jalan yang masih tanah dan becek. Sampah dan kandang binatang yang tidak teratur serta rumah rumah bilik yang berdempetan. Namun walaupun demikian, warga kampung kusta disana sangat ramah ketika kami sesekali menyapa mereka. Sesampainya di rumah Pak RT yang ternyata bernama Pak Misna, kami pun disambut oleh istrinya yang sedang duduk terbaring di kasur. Beliau mempersilahkan kami masuk dan meminta maaf karena tidak bisa menghampiri kami. Sepintas kami melihat keadaan istri dari pak Misna tersebut yang mengalami pembengkakan di kakinya sehingga sudah beberapa minggu beliau tidak bisa berjalan. Sambil menunggu pak Misna pulang, kami pun berbincang bincang mengenai maksud dari kedatangan kami untuk meminta izin melakukan penelitian didaerah lorong RT 01 kampung kusta. Dari perbincangan kami dengan ibu Misna, memang betul bahwa Nalacity yang digagas oleh beberapa mahasiswa ini, membuat program kewirausahaan sosial di lingkungan RT 01 yang sasarannya adalah para ibu ibu mantan penderita kusta. Ibu misna menuturkan bahwa pada tahun 2010 lalu, para mahasiswa yang diketuai oleh Yovita meminta izin untuk mengadakan penyuluhan kesehatan dengan membawa surat perizinan dari kelurahan. Beberapa minggu kemudian mereka datang kembali ke rumah pak RT untuk meminta izin wawancara tentang keseharian para ibu ibu disini. Masih menurut beliau, maksud dari para mahasiswa itu datang kembali, mereka ingin membuat satu program pemberdayaan untuk para ibu ibu disini yang memang sebagian hanya menjadi ibu rumah tangga dan ada pula yang masih menggeluti pekerjaan sebagai pengemis dikota. Pak RT pun mengizinkan apabila memang program kewirausahaan ini serius di adakan. Karena menurut pak RT sebelumnya sudah banyak yang datang kekampung kusta ini ingin membuat program untuk para warga warga disini. Namun, banyak pula yang tidak terlaksana. Pada akhirnya, Nalacity pun diizinkan survey sampai kegiatan kewirausahaan terlaksana. Nalacity melaporkan kepada pak RT bahwa para ibu ibu disini mayoritas mempunyai kemampuan dalam bidang menjahit. Dan saat itu tergagaslah ide pemberdayaan untuk ibu ibu melalui kegiatan menjahit. Ibu Misna sendiri, dahulu memang pernah ikut menjadi anggota komunitas Nalacity. Beliau ikut berpartisipasi karena ingin mengajak para ibu ibu di kampung kusta untuk masuk kedalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini. Beliau ingin menularkan semangat kepada ibu ibu agar mempunyai kegiatan sampingan yang positif selain menjadi pengemis dan ibu rumah tangga. Namun, sekarang ibu Misna sudah tidak ikut menjadi anggota komunitas lagi karena beliau membantu tugas tugas dan kegiatan yang diadakan oleh pa RT. Setelah berbincang cukup lama, akhirnya pak Misna pun datang dan menanyakan maksud kedatangan peneliti. Setelah peneliti jelaskan, pak Misna pun akhirnya mengantarkan peneliti melihat keadaan lorong kusta RT 01 sekaligus memperkenalkan peneliti dengan ibu ibu disana. Catatan Observasi III Hari/Tanggal : Minggu, 15 Februari 2015 Tempat : Kampus UI Tema Observasi : Sejarah komunitas Nalacity Observasi kali ini peneliti meminta jadwal pertemuan dengan ka Hafiza Elvira salah seorang pengurus Nalacity untuk menelusuri mengenai profil lembaga dan program program Nalacity. Akhirnya peneliti pun mendapat kesempatan untuk bertemu. Jadwal pertemuan kali ini bertempat di daerah kampus Universitas Indonesia kawasan Depok. Sebelumnya beliau menanyakan kepada peneliti darimana peneliti bisa tahu mengenai kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Nalacity, dan mengapa hal itu menarik peneliti untuk menjadikan bahan penelitian skripsi. Sesudah peneliti menceritakan maksud dan tujuan, kami pun terlibat perbincangan mengenai awal mula Nalacity terbentuk. Ka Hafiza pun menceritakan bahwa pada tahun 2010 ketika beliau dan empat teman lainnya terpilih menjadi finalis Mahasiswa Berprestasi di Universitas Indonesia, mereka diberi amanat dari lembaga kepemimpinan kampus untuk membuat suatu proyek sosial. Mereka akan diberikan modal selama tiga bulan masa pelatihan. Singkat cerita, mereka pun akhirnya memilih tempat kampung Sitanala sebagai pengembangan proyek sosial mereka. Beliau berkata bahwa awal mula mereka melakukan pendekatan kepada penduduk disana dengan cara mengadakan penyuluhan kesehatan. Karena sebagian diantara mereka adalah mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat dan perawat. Sehingga mereka memanfaatkan ilmu yang sudah mereka dapat untuk melakukan pendampingan dan pendekatan kepada para ibu ibu mantan penderita kusta, setelah merasa respon cukup baik kepada para pendamping, akhirnya mereka pun segera melancarkan misi ke dua yakni meminta izin untuk melakukan survey melalui wawancara untuk mengetahui keadaan masyarakat disana, setelah mereka mendapatkan hasil dan info, Keterampilan menjahit pun dipilih karena melihat faktor internal yakni keahlian yang dimiliki pada kaum perempuan mantan penderita kusta. Selain itu, pada faktor eksternal, Nalacity melihat dari sisi permintaan pasar akan kebutuhan masyarakat terhadap dunia fashion khususnya hijab dan busana. diantara tim, mereka pun sepakat untuk memberikan pendampingan dan pelatihan kepada kaum ibu ibu melalui kegiatan menjahit sampai pada hari ini. Setelah itu peneliti mencari tahu bagaimana Nalacity melakukan pendampingan kepada para ibu ibu mantan penderita kusta. Bahwa setelah mereka mengetahui kemampuan yang dimiliki ibu ibu adalah menjahit. mereka lalu mengajukan proposal kepada pihak lembaga kampus agar segera ditindak lanjuti dalam pemberian modal awal proyek sosial. Setelah mendapatkan hak nya, barulah mereka membuat daftar alat alat kebutuhan untuk menjahit dan memanik jilbab. Setelah persiapan selesai mereka mengadakan pertemuan dengan para ibu ibu. Selama sebulan para ibu ibu dilatih tidak hanya membuat pola tapi sampai kepada tahap memanik atau menghias jilbab. Setelah dua minggu waktu yang ditargetkan barulah ibu ibu membawa hasil karyanya kepada pendamping untuk segera dilihat. Jika masih ada jilbab yang belum layak jual, maka pendamping yang akan membantu untuk tahap finishing. mereka juga membentuk tim marketing guna melakukan promosi penjualan. Setelah berbincang cukup lama akhirnya ka Hafiza pun berpamitan kepada peneliti. Karena beliau sudah mempunyai janji ditempat lain., selain itu beliaupun memberikan alamat pengurus lain jika nanti peneliti membutuhkan info lainnya dan beliau juga berjanji untuk mengirimkan data kepengurusan kepada peneliti. Selang beberapa hari, ka Hafiza pun mengirimkan data kepengurusan yang sudah dijanjikan. Namun peneliti sangat menyayangkan karena menurut ka Hafiza, Nalacity baru akan membuat database lengkap mengenai profil para anggota komunitas Nalacity. Karena sampai saat ini Nalacity belum menjadi lembaga atau yayasan yang resmi. Catatan Observasi IV Hari/Tanggal : Jum’at, 3 April 2015 Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang Tema Observasi : Perkenalan anggota komunitas Nalacity Pada hari jum’at 3 April 2015, Peneliti kembali melakukan penelitian di kampung kusta Sitanala Tangerang. Peneliti pun meminta bantuan kepada ibu RT Misna untuk memberikan info siapa saja anggota komunitas Nalacity yang tinggal di wilayah RT 01. Sepintas memang tidak banyak kegiatan yang dilakukan para warga terutama para ibu ibu disana. Peneliti pun akhirnya menunggu beberapa saat anggota komunitas Nalacity yang pada saat itu sedang memasak. Sebelum wawancara dimulai peneliti memberitahukan maksud dan tujuan peneliti melakukan wawancara. Dan akhirnya anggota pertama yang bernama ibu Nur mempersilahkan peneliti di teras rumah ibu RT untuk wawancara. Sepintas peneliti melihat keadaan fisik yang dialami oleh ibu Nur. Ketika berjabat memperkenalkan diri, tangannya gemetar, jari jarinya agak menempel dan kaku akibat dari bekas kusta yang pernah dialami. Beliaupun menuturkan bagaimana beliau masuk dan menjadi anggota komunitas Nalacity. Beliau mengatakan bahwa masuk dalam anggota Nalacity baru pada tahun 2012 setelah pindah ke kampung Sitanala. Awalnya ada 20 orang ibu ibu yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar karena alasan tertentu. Beliau pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam kegiatan Nalacity sembari mengisi kekosongan waktu di rumah. Setelah setengah jam selesai wawancara, peneliti pun bertanya tentang keseharian ibu Nur selain mengikuti kegiatan Nalacity. Karena peneliti ingin mengetahui apakah ibu ibu yang peneliti wawancarai ada yang bekerja sampingan sebagai pengemis seperti yang pernah di ceritakan oleh ibu RT pada observasi kedua. Ibu Nur pun menjawab bahwa beliau bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga. Beliau berbagi pengalaman tentang penolakan masyarakat terhadap dirinya ketika beliau menawarkan jasa mencuci baju. Beliau seringkali di tolak oleh masyarakat diluar kampung kusta ketika menawarkan jasa mencuci. Menurut beliau, umumnya masyarakat lain masih takut ketika beliau mempunyai bekas luka di tangannya karena takut tertular dan dengan kondisi tersebut beliau diragukan tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan mencuci. Akhirnya beliau hanya menjadi ibu rumah tangga biasa dan suaminya hanya buruh serabutan di sekitaran rumah sakit kusta Sitanala. Anak anak ibu Nur juga tidak bersekolah karena menurut beliau pendapatan suaminya tidak mencukupi untuk mensekolahkan anaknya. Beliau juga menuturkan bahwa kegiatan Nalacity yang beliau ikuti, upahnya hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan anak anaknya dan dapur yang hanya mencukupi pada hari diberikan upah. Beliau berharap kedepannya Nalacity dapat membuat program ekonomi untuk masyarakat di kampung kusta yang upahnya mampu untuk memenuhi paling tidak kebutuhan dapur. Karena menurut ibu Nur, keluarga mereka terkadang harus menahan lapar ketika suaminya tidak mendapatkan hasil/upah. Setelah wawancara pertama dirasa cukup, peneliti pun mendatangi rumah anggota komunitas Nalacity yang kedua. Sepanjang jalan peneliti hanya melihat kebun kebun yang tidak terurus dan rumah rumah bilik yang tidak berpenghuni. Setelah peneliti sampai pada rumah kedua peneliti pun disambut hangat oleh ibu yang bernama Ernawati. Sepintas peneliti tidak sadar akan keadaan dari ibu Erna ini, namun ketika ibu Erna meminta maaf karena keadaan dirinya dan keluarganya, peneliti pun baru sadar atas keadaan fisik yang terjadi. Keluarga ibu Erna ini adalah keluarga kecil yang sudah lima tahun menetap di kampung kusta. Beliau sudah dikaruniai satu orang anak laki laki yang berumur tiga tahun. Ibu Erna dan suami mengalami penyakit yang sama yakni peyakit kusta. Perbedaannya ibu Erna sudah sembuh namun suaminya sedang terkena penyakit kusta. Kaki suami ibu Erna ini diperban dan sesekali mengeluarkan cairan hitam dari salah satu kakinya. Awalnya peneliti khawatir dengan kondisi dari suami ibu Erna yang belum sembuh. Namun, karena sudah jauh datang dan peneliti juga ingin melihat keadaan sebenarnya di lapangan. Maka peneliti berusaha untuk menyimpan rasa kekhawatiran tersebut. Ibu Erna menuturkan bahwa beliau ikut menjadi anggota komunitas Nalacity sejak tahun 2010. Beliau ingat sekali ketika pertama kali para mahasiswa datang mewawancarai kerumahnya. Mereka juga sempat menawarkan kegiatan yang nantinya bisa diikuti oleh para ibu ibu disini, namun sayaratnya memang harus keluarga dari mantan penderita kusta dan menetap di kampung kusta Sitanala ini. Sebelumnya beliau sudah mengenal beberapa teman teman mahasiswa karena pernah mengadakan penyuluhan gratis di musola Rahmi Hatta yang sekarang juga menjadi tempat kegiatan kewirausahaan sosial Nalacity. Selain kegiatan kewirausahaan sosial yang di adakan Nalacity, ibu Erna juga menyebutkan beberapa kegiatan sosial yang sering dilakukan oleh para pengurus Nalacity di kampung kusta ini. Beberapa kegiatan sosial yang pernah diadakan yakni seperti santunan kaum dhuafa, pengobatan gratis, penyuluhan dan pengajian ibu ibu. Kegiatan sosial tersebut menurut bu Erna hanya dilakukan ketika ada perayaan hari hari besar atau ketika Nalacity membuat program kerjasama kepada lembaga lainnya. Menurut beliau anak anak pengurus Nalacity terkadang membuat acara disini seperti pengobatan gratis, santunan, qurban dan pengajian ibu ibu. Yang sering beliau lihat Nalacity sering bekerjasama dengan Dompet Dhuafa dan ACT. Peneliti pun menanyakan bagaimana teknik pendampingan yang dilakukan Nalacity kepada ibu ibu disini dalam program kewirausahaan sosial. Karena ibu Erna ini sudah menjadi anggota komunitas Nalacity sejak pertama program kewirausahaan sosial ini berjalan. Beliau menuturkan bahwa setelah para mahasiswa itu mewawancarai ibu Erna tentang keseharian dari keluarganya. Mereka pun menawarkan program kewirausahaan sosial melalui keterampilan menjahit. Ibu Erna pun setuju dan ikut karena beliau memang sudah mempunyai keahlian menjahit sejak kecil. Pada waktu itu, ibu Erna dan 19 ibu ibu lainnya dikumpulkan di musola Rahmi Hatta untuk perkenalan program. Selama satu bulan para mahasiswa itu melakukan pembinaan kepada 20 orang ibu ibu melalui pelatihan menjahit. Untuk upah yang diberikan kepada para anggota komunitas Nalacity, ibu Erna memberitahukan bahwa hasil pekerjaan para ibu ibu dihargai berkisar antara Rp. 10.000-15.000 per jilbab dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan yang dilakukan. Semakin bagus hasilnya maka semakin besar upah yang diterima oleh para anggota komunitas Nalacity. Namun sayangnya seperti yang dituturkan oleh ibu Nur sebelumnya, bahwa program kewirausahaan sosial yang di gagas oleh Nalacity ini memang sudah bagus karena ibu ibu didalam komunitas Nalacity ini sudah mempunyai kegiatan sampingan. Namun, memang pada saat ini kurang berdampak terhadap perekonomian keluarga disini. Selain jadwal pelatihannya yang hanya dua minggu sekali, mereka pun harus menunggu hasil (upah) selama dua minggu sekali pula. Selain hal itu, kondisi di lapangan yang ibu Erna ketahui bahwa masih ada anggota komunitas Nalacity yang bekerja menjadi pengemis. Karena menurut mereka tidak ada cara lain lagi yang dapat menambah hasil pendapatan untuk kebutuhan sehari hari. Perlu diketahui bahwa ibu Erna ini adalah korban dari ketidak pedulian keluarganya terhadap dirinya. Ketika peneliti bertanya asal daerah ibu Erna, beliau mengungkapkan bahwa beliau berasal dari Bekasi tepatnya di Jati Bening beliau sudah lima tahun tinggal di kampung kusta. Memang beliau mengalami penyakit kusta sejak berada dikelas 4 SD. Namun, karena suami nya yang baru terkena kusta maka ibu Erna ini pun diasingkan oleh keluarganya sendiri karena takut tertular. Ibu Erna hanya setahun sekali mengunjungi kediaman orang tuanya di Bekasi. Untuk kebutuhan sehari hari keluarganya, ibu Erna hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan Nalacity serta di bantu oleh suami yang pekerjaannya hanya buruh lepas alias ketika ada pekerjaan saja suami dari ibu Erna ini bekerja. Melihat kondisi rumah yang ditempati oleh keluarga ibu Erna. Beliau menjelaskan bahwa pertama kali beliau tinggal di kampung kusta ini, keluarga ibu Erna dan keluarga lainnya diberikan syarat oleh pihak rumah sakit. Mereka para mantan penderita kusta diperbolehkan tinggal dan membangun rumah di kawasan belakang rumah sakit kusta Sitanala ini yang merupakan tanah milik pemerintah, asalkan bangunan yang dibuat tidak permanen. Karena sewaktu waktu jika ada kebijakan pemerintah yang ingin memakai lahan kampung kusta ini, maka mereka harus rela pergi dan meninggalkan rumahnya. Menurut beliau profil keluarga yang tinggal dikampung kusta tersebut adalah orang orang yang tidak kembali kekampungnya karena sudah tidak diterima oleh keluarganya masing masing. Setelah sesi wawancara dan bincang bincang selesai, peneliti pun meminta izin untuk berfoto bersama untuk dokumentasi penelitian. Awalnya ibu Erna ini tidak bersedia karena beliau malu dengan kondisi yang kaki dan tangannya cacat permanen sejak kecil. Namun, setelah peneliti mencoba menjelaskan akhirnya ibu Erna pun mau untuk di foto. Peneliti pun akhirnya menyudahi sesi wawancara pada hari ini, dikarenakan cuaca yang tidak bersahabat dan belum mendapat info alamat dari anggota komunitas Nalacity lainnya. Catatan Observasi V Hari/Tanggal : Minggu, 12 April 2015 Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang Tema Observasi : Penelusuran kegiatan keterampilan Pada hari minggu 12 April, peneliti kembali melakukan observasi dan wawancara kepada masyarakat dan anggota komunitas Nalacity. Peneliti memilih hari minggu karena info yang diberikan dari anggota komunitas Nalacity bahwa hari minggu ini bertepatan dengan jadwal pelatihan program kewirausahaan sosial Nalacity. Tepat setelah dzuhur pelatihan pun mulai dilaksanakan di musola Rahmi Hatta yang tidak jauh dari kediaman para anggota komunitas Nalacity. Ada sekitar 15 orang anggota yang mengikuti pelatihan dan dua orang pendamping dari pengurus Nalacity yang belum peneliti kenal. Pelatihan di mulai dengan pembacaan doa yang di pimpin oleh salah satu anggota. Setelah itu para pendamping pun menanyakan kabar dari para anggota. Awal melihat pelatihan, peneliti sengaja tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka. Karena peneliti ingin melihat bagaimana proses pelatihan kewirausahaan sosial ini dilakukan. Setelah beberapa saat mereka terlibat perbincangan. Pendamping pun mulai memberikan arahan kepada para ibu ibu agar menyiapkan alat alat untuk memayet manik, dan pendamping pun mulai mengeluarkan beberapa bahan manik manik dan baju untuk praktek pelatihan. Setelah ibu ibu cukup serius mengikuti pelatihan, peneliti pun mendekati salah satu pendamping yang bernama ka Alfi. Beliau adalah salah satu CEO pertama Nalacity yang sedang mempunyai waktu senggang untuk melatih dan bersilaturahmi ke kampung kusta. Karena biasanya yang melatih para ibu ibu disini adalah para relawan yang tergabung dalam kepengurusan Nalacity generasi baru. Peneliti pun memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud kedatangan peneliti pada pelatihan kewirausahaan sosial ini. Ka Alfi pun menyambut baik peneliti. Dan kami terlibat beberapa perbincangan mengenai kegiatan Nalacity. Ka Alfi pun menuturkan awal mula terbentuknya kegiatan Nalacity yang sudah berjalan 5 tahun. Salah satu pengurus yang bernama Alfi berkata bahwa pada awalnya Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang sekarang sudah lulus. Pada tahun 2010 mereka berlima (Yovita, Andreas, Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia. Menurutnya lagi mereka diberikan amanat untuk membuat proyek sosial di masyarakat dan pada waktu itu dan diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu digunakan untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan, survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan sosial Nalacity. Selain modal yang diberikan dari pihak kampus menurut ka Alfi, mereka pernah mengikuti ajang kompetisi kewirausahaan sosial yang diadakan Bank Mandiri, Kick Andy dan Fatigon Chalenge dalam program pemberdayaan ibu ibu mantan penderita kusta dan masuk menjadi pemenang serta memperoleh penghargaan dari Kick Andy dan Fatigon Chalenge sebagai pemenang best of young social entreupreneur. Hasil dari kompetisi tersebut mereka gunakan untuk safety operasional Nalacity. Selain itu, mereka juga mengikuti bazar dan pameran untuk ajang promosi dan penjualan produk Nalacity. Ketika peneliti asyik berbincang dengan salah satu pendamping, ada salah satu anggota yang terlihat baru saja datang, ibu itupun meminta maaf kepada para ibu ibu dan pendamping karena beliau baru menyelesaikan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Seketika peneliti pun bertanya kembali kepada pendamping bagaimana cara pendamping baru atau relawan dari para mahasiswa lain untuk mendampingi melatih para ibu ibu disini dan apa saja kendala yang dialami selama melatih para ibu ibu disini. Menurut Alfi CEO Nalacity, memang setelah kepengurusan generasi pertama, mereka mulai merekrut para adik adik mahasiswa yang ingin masuk dalam kepengurusan Nalacity generasi kedua ataupun yang hanya ingin menjadi relawan saja. Ada sekitar 20 orang yang terdiri dari pengurus dan volunteer. Sebelum mereka melatih ibu ibu, para calon pengurus dan volunteer ini pun diberikan bekal pelatihan dan mental bagaimana mendampingi ibu ibu mantan penderita kusta yang berbagai macam keadaan fisiknya. Menurut beliau Untuk kendala yang dihadapi selama melatih banyak sekali. Ibu ibu yang sudah masuk menjadi anggota komunitas Nalacity seringkali belum dapat disiplin waktu dikarenakan masih harus mengurusi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga ataupun ada anak atau suami nya yang sakit dan harus di rawat dahulu. Ka Alfi pun menambahkan, bahwa sebagai pengurus terkadang mereka masih merasa khawatir dengan para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Mereka khawatir dengan keadaan mereka yang sebagian anggotanya masih menggeluti pekerjaan sebagai pengemis. Para pengurus pun masih memikirkan bagaimana memaksimalkan program kewirausahaan sosial ini agar mereka merasakan dampak perubahan kearah yang semakin baik. Sehingga program kewirausahaan sosial ini dapat menjadi tumpuan sebagai kegiatan usaha mereka sehari hari. Selain itu ketika dilapangan peneliti melihat Nalacity mempunyai cara yang strategis dalam memberikan semangat serta kepeduliannya terhadap para anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal kecil terkait pemberian semangat untuk berlatih juga diperhatikan oleh para pengurus. Seperti ketika jadwal latihan berlangsung, para pengurus Nalacity tak segan untuk menghubungi dan mengingatkan para anggotanya untuk terus berlatih. Setelah peneliti mengakhiri perbincangan dengan ka Alfi, ka Alfi pun kembali mengarahkan para ibu ibu untuk memayet pola pada media baju. Peneliti melihat para ibu ibu disana sangat antusias dalam pelatihan yang hanya 3-4 jam pelatihan. Walaupun sebagian besar dari mereka memiliki cacat fisik yang beraneka ragam. Dari yang hanya bekas luka dan belang belang, jari jari yang menempel, sampai ada yang harus dibantu dengan tangan atau kaki palsu. Peneliti pun mencoba mendekati ibu ibu yang sedang berlatih. Ada yang asyik berbincang sesama anggota, ada yang kritis selalu bertanya kepada pendamping. Dan adapula yang meminta bantuan kepada peneliti untuk memasukkan benang ke dalam jarum karena penglihatan yang sudah mulai kabur. Peneliti melihat pelatihan tersebut, tidak seperti kelas pelatihan pada umumnya yang notabenenya serius dan menggurui. Disini para peserta dibebaskan untuk berkreasi apapun pada media jilbab ataupun baju. Bahkan para ibu ibu diperbolehkan untuk mencantumkan ukiran nama mereka pada media yang mereka kerjakan. Setelah selesai pelatihan, para ibu ibu diberikan bahan yang harus dikerjakan dirumah dalam kurun waktu dua minggu pengerjaan. Kesempatan ini tidak disia siakan oleh peneliti. Peneliti lalu mendekati salah satu anggota komunitas Nalacity yang bernama ibu Lani untuk meminta izin mewawancarai beliau mengenai pelatihan kewirausahaan sosial ini. Beliau pun mempersilahkan peneliti untuk mewawacarai dirumahnya. Karena beliau harus segera membuka warung kecilnya kembali. Beberapa saat peneliti menunggu beliau membuka warung nya. Setelah itu peneliti juga harus menunggu beberapa menit lagi karena ibu Lani harus memberikan pakan ternak ayam ayam nya. Cukup lama menunggu, dan akhirnya kami pun memulai wawancara di teras warung. Beliau berkata bahwa awal mula bergabung menjadi anggota komunitas Nalacity ada beberapa anak kuliah yang datang ke kampung kusta untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Beberapa kali mereka datang untuk mengadakan pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu mereka menanyakan kepada warga satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian para ibu ibu. Setelah itu menawarkan kepada program kewirausahaan sosial untuk kegiatan para ibu ibu disini. Para ibu ibu disana dilatih selama satu bulan dipersiapkan untuk produksi barang hasil pelatihan. Hal ini pundibenarkan oleh pak RT Misna. Setelah sesi wawancara selesai, peneliti pun menanyakan apa latar belakang motivasi ibu Leni ini mengikuti program kewirausahaan sosial Nalacity. Beliau pun menuturkan bahwa motivasi beliau mengikuti program kewirausahaan sosial ini bermula dari sindiran dari masyarakat diluar kampung kusta yang meragukan kemampuan beliau sebagai orang yang pernah menderita kusta. Selain itu, beliau juga ingin memotivasi dirinya sendiri khususnya untuk anak anaknya. Menurut beliau bahwa masa lalu cukup dijadikan pelajaran untuk masa yang akan datang. Apapun yang terjadi pada masa sekarang teruslah bergerak. Ibu Lany juga menginginkan agar anak anaknya kelak mempunyai pendidikan tinggi agar dapat merubah nasib keluarganya. Usai peneliti mewawancarai ibu Lany, peneliti pun izin pamit untuk bergegas pulang karena hari yang sudah gelap. Sebelum peneliti pulang, ibu Lany berpesan agar peneliti tidak lebih sering untuk bersilaturahmi ke kampung kusta Sitanala. Karena sesungguhnya penduduk disini, menginginkan mahasiswa mahasiswa lainnya untuk membuat program di kampung kusta ini sekaligus untuk memotivasi para masyarakat agar mempunyai pekerjaan yang layak dan tidak mengemis kembali. Proses pelatihan manik jilbab Nalacity berdiskusi untuk menentukan design Suasana keakraban antar anggota Nalacity Pendamping memberikan arahan dan motivasi Suasana pengobatan gratis di kampung kusta Pengobatan gratis rutin di gelar tiap 2 bulan Mentoring dilakukan tiap 2 minggu sekali pengobatan&penyuluhan gratis dikampung kusta Pengajian rutin tiap minggu di kampung kusta pendamping memberikan arahan pelatihan Semangat para perempuan mantan kusta Siraman rohani dengan tokoh muda Nalacity Keseriusan ibu ibu membuat pola manik Nalacity bekerjasama dengan dompet dhuafa Program Parcel Ramadhan Nalacity Program qurban untuk kampung kusta Sitanala Family Gathering dengan warga kampung kusta Liburan ala Nalacity bersama warga kp.kusta Seminar memperingati hari kusta sedunia memperingati kusta sedunia bersama Kemenkes Wall Signature peringatan hari kusta sedunia Program makan besar bersama warga kp.kusta Semangat kreatif para ibu mantan penderita kusta menjahit salah satu keterampilan para ibu ibu PEDOMAN WAWANCARA No 1. Perumusan Bagaimana perumusan strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan mantan penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tangerang ? Indikator Pertanyaan Wawancara 1. Tahap Input (masukan) Proses meringkas informasi sebagai masukan awal, untuk merumuskan strategi. menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi. 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? 2. mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta 2. Tahap Pencocokan Memfokuskan pada menghasilkan strategi alternative yang layak dengan mendukung faktor-faktor eksternal dan internal. 3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? 3. Tahap Pemutusan Menggunakan suatu macam teknik, diperoleh dari input sasaran dalam mengevaluasi strategi alternative yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? 2. Bagaimana implementasi strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan mantan penderita kusta di Kampung Sitanala Tanggerang? 1. Mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan tahunan 2. Membuat kebijakan 3. Memotivasi pegawai, 4. Menciptakan struktur organisasi yang efektif. 5. Mengubah arah tindakan 6. Menyiapkan anggaran 7. Mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi 1. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial 2. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial?. 3. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? 4. siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? 5. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? 6. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? 7. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? 8. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? 9. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media 3. Bagaimana hasil evaluasi strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity bagi perempuan mantan penderita kusta di Kampung Sitanala Tanggerang? 1. Menuju faktor faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan). 2. Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan) 1. apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? 3. Tindakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar rencana. 3. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? 2. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Pertanyaan Wawancara Nama : Alfi Umur : 26 Tahun Pekerjaan : Perawat/CEO Nalacity Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada awalnya Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang sekarang sudah lulus. Pada tahun 2010 kami berlima (Yovita, Andreas, Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia. Kami diberikan amanat untuk membuat proyek sosial di masyarakat dan pada waktu itu kami diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu kami gunakan untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan, survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan sosial Nalacity. Alhamdulillah keuntungan yang didapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan produksi berikutnya 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta? Jawab : karena program kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan oleh ibu ibu mantan penderita kusta yang bermukim di kampung kusta Sitanala Tangerang. 3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : strategi pertama kami kami melakukan survey untuk mengetahui kemampuan ibu ibu, setelah itu kami menawarkan program kewirausahaan sosial yang akan mengisi waktu luang ibu ibu selain itu, ibu ibu juga mendapat keuntungan dari setiap karya yang dihasilkan. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai mengarahkan program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di kampung kusta. Selama satu bulan mereka di bina oleh para pengurus Nalacity. Setelah satu bulan masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap produksi. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : dalam pengambilan keputusan, jika kepentingan nya langsung terhadap para anggota, kami para pengurus tak segan untuk berkordinasi kepada ibu ibu disana, bagaimana tanggapan antar anggota atas apa yang disampaikan. Namun, jika kepentingan nya itu untuk para pengurus, maka kami berkordinasi hanya antar pengurus saja. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : secara khusus kebijakan yang diterapkan Nalacity tidak ada yang spesifik. Lebih kepada peraturan peraturan yang telah disepakati bersama saja. seperti jadwal pelatihan, anggota komunitas yang masuk hanya bagi golongan mantan penderita kusta baik dirinya maupun keluarganya. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : kami para pengurus setiap seminggu sekali selalu mengabari perkembangan program Nalacity, begitu juga kami sebagai pengurus tidak segan untuk menanyakan kabar para anggota. Jika ada yang sakit kami pun berusaha paling tidak untuk menjenguk kerumah anggota karena menurut kami, para ibu ibu disini tidak hanya sebagai anggota komunitas namun, mereka juga sebagai keluarga dan orang tua bagi kami. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : pada awal berdirinya Nalacity tahun 2010, struktur pengurus organisasi Nalacity berjumlah lima orang. Berjalannya waktu pengurus Nalacity semakin bertambah ketika dibuka lowongan volunterr (relawan) bagi para anak anak muda yang ingin mencari pengalaman. Sekitar dua puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan tersebar di berbagai divisi. Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai divisi media pemasaran produk yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial. 9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity? Jawab : Di Nalacity sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang yang terbentuk dari program Mapres. Kemudian setelah satu tahun berjalan kami membuka pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi para pengurus Nalacity. Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah mempunyai 10 orang pengurus dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah peserta keterampilan 20 ibu ibu ini membuat strategi pendampingan tidak keteteran karena setiap minggunya kami mempuyai jadwal bagi para pendampingnya. 10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta, selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta pengajian ibu ibu. 11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : sumber pendanaan awal proyek sosial Nalacity ini didapat dari pihak lembaga kampus sebesar 7,5 juta untuk 3 bulan selama masa pelatihan. Selain itu Nalacity juga pernah mengikuti kompetisi wirausaha muda mandiri Bank Mandiri, Nalacity juga mengikuti kompetisi dan menjadi pemenang best of young entrepreneur social pada acara kick andy dan fatigon chalenge. Serta Nalacity juga sering mengiktui bazar dan pameran sebagai ajang promosi dan penjualan produk Nalacity. 12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : sebelum proses pemasaran produk Nalacity, para pendamping mengecek dahulu hasil pekerjaan dari para ibu ibu disini. Setelah melalui tahapan seleksi dan finishing maka hasil karya ibu ibu pun segera masuk dalam tahap packaging agar tampilan menjadi menarik. Untuk proses promosi kami juga memakai media online dimana ada salah satu pengurus Nalacity yang menjadi model produk Nalacity. Selain itu kami juga memasarkan lewat organisasi dan teman teman dikampus. 13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : respon masyarakat dikampung kusta mengenai program kewirausahaan sosial Nalacity cukup baik. Bahkan para kaum bapak disana menginginkan supaya ada program kewirausahaan sosial yang ditujukan kepada mereka. Namun, diakui memang Nalacity belum mampu untuk mengerjakan dua proyek sosial. Selain harus mengidentifikasi kembali dana permodalan awal pun belum Nalacity cari kembali. 14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Nalacity yang terdiri dari anak anak muda dalam pengembangan sistem informasi media, kami memang memiliki divisi khusus yang menangani perawatan website dan akun media online Nalacity. Dalam pemanfaatannya produk Nalacity terbantu sekali. Karena dengan hasil karya yang memang sudah umum dipasaran, namun karena kami mempunyai sistem media marketing yang mumpuni menjadikan produk kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai tambahnya yakni jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para mantan penderita kusta. 15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : faktor pendukung dalam program kewirausahaan sosial Nalacity terutama kuota dan kapasitas para pendamping yang sudah dua kali reggenerasi. Dan faktor penghambat salah satunya yakni manajemen waktu yang belum maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas Nalacity. 16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : sejauh ini yang saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah kearah yang lebih dari para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Seperti mereka lebih kritis ketika mereka tidak faham atas pengarahan yang diberikan pendamping, maka mereka tidak segan lagi untuk bertanya. Selain itu para ibu ibu disana juga sudah terbangun rasa percaya dirinya sebagai masyarakat non diskriminasi. Apalagi ketika mereka diundang dalam beberapa acara televisi. Mereka semakin nyaman dengan keadaan dirinya sekarang. 17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : langkah selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam pengembangan kapasitas ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim pengurus pun berusaha agar sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu dapat berdikari dan menularkan ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain itu kami akan membuat beberapan program sekolah gratis yang nantinya dapat dinikmati oleh para anak anak yang tidak bersekolah di kawasan kampung kusta. Pertanyaan Wawancara Nama : Hafiza Elvira Umur : 24 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta, CEO Nalacity Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari kampus. Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial. Awalnya kami hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak kampus. Kami akhirnya memilih kampung kusta untuk program kewirausahaan sosial ini karena beberapa faktor yang mendukung. Kami adakan penyuluhan disana, pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil kecilan kepada para ibi ibu disana. Pada awalnya kami ingin membuat usaha peternakan, Ternyata mereka mempunyai kemampuan dibidang lain yakni menjahit.dan kamipun memutuskan untuk melatih ke 20 orang ibu ibu yang terkumpul ini untuk menjahit, mempola dan memayet jilbab. Dan mereka pun menerima penawaran dari kami. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta Jawab : Karena beberapa faktor yang mendukung dan kampung kusta ini termasuk yang menjadi kualifikasi tim kami. 3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami hanya melakukan pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua. Sehingga komunikasi dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah keluarga. Keterampilan menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu ibu adalah menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena melihat pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Kami juga tidak mempunyai teknik yang khusus. Karena memang dasarnya mereka sudah mempunyai dasar menjahit. Jadi kami hanya tinggal memolesnya dengan baik. Sehingga hasilnya pun cukup memuaskan 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Proses pengambilan keputusan yang sering kami terapkan yakni dengan keterbukaan dan musyawarah. Dimana jika ada program baru kami selalu tanyakan kepada mereka bagaimana tanggapannya. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Kami menerapkan jadwal pelatihan yang harus diikuti oleh ibu ibu dengan disiplin. Dan memang syarat jadi anggota komunitas ialah seorang yang pernah menderita kusta. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Karena yang kami hadapi adalah seorang ibu yakni orang tua, kami memberi motivasi selayaknya seperti sebuah keluarga. Jika ada yang tidak hadir kami hubungi, jika ada anggota keluarganya yang sakit atau bahkan jika mereka sendiri yang sakit. Kami datang Dan melakukan hal sebisa kami untuk membantu. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : kalau tingkat pengurus memang teman tema dekat kami dan para relawan yang ingin membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya sendiri yang terlibat para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut terlibat juga dari aparat pemerintah yang telah membantu perizinan kami. 9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity? Jawab : untuk peserta sendiri sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang kami berdayakan, lalu 10 orang pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga pendamping yang kami rekrut dari adik adik kelas yang ingin berpartisipasi. 10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Kegiatan yang kami fokuskan sekarang hanya program kewirausahaan sosial ini, namun kami juga sering mengadakan kegiatan bulanan seperti penyuluhan, pengobatan gratis, dan hari hari besar lainnya. 11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Memang pada perjalanannya kami mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang kami butuhkan tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan kepada masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi kekurangan kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan menjahit kami mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan produk Nalacity 12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang saat ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat. Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat ada yang keluar. 13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Sampai saat ini respon anggota komunitas kami dan masyarakat sekitarnya cukup baik dalam menerima kami. Mereka sangat antusias ketika kami mengadakan acara acara bulanan. Dan dari masyarakat luar pun sekarang sudah banyak yang melirik mereka dan mengundang mereka. Insyaallah kedepannya semoga stigma negatif untuk kaum disabilitas ini berkurang. 14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Pengurus kami semua anak anak muda, jadi kami membuat model promosi yang membuat para khalayak tertarik. Seperti kami selalu mengadakan pemotretan untuk jenis jilbab yang terbaru. Sehingga masyarakat pun tidak bosan dengan produk kami. 15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Faktor pendukung alhamdulillah program kewirausahaan sosial ini berkesinambungan dengan kemampuan para ibu ibu disini sehingga perjalanan untuk memulai pun tidak terlalu sulit. Selain itu program kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat pemerintah setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga kami tak perlu lagi mengurus perizinan Faktor penghambat seperti mereka ibu ibu yang masih mengurusi urusan rumah tangganya terkadang mereka harus selalu diingatkan jika latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka sering kurang percaya diri karena masih memikirkan stigma negatif dari masyarakat sehingga mereka takut tidak laku dengan produk mereka. 16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Sekarang ibu ibu yang kami lihat sudah muncul rasa percaya dirinya kembali. Bahkan dari mereka ada yang ingin membuka jasa jahit sendiri. Yang terpenting dari kami saat ini adalah supaya ibu ibu tidak lagi merasa merendahkan dirinya lagi akibat keterbatasannnya. Mereka juga mampu dan sama seperti orang pada umumnya. Dan yang lebih penting mereka mempunyai kreasi sendiri yang dapat mereka jual. 17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Langkah selanjutnya kami masih tetap terus mendampingi ibu ibu disini untuk terus menuju pribadi yang mandiri. Dan harapan kami kelak dari orang ibu ibu ini mereka bisa mentransfer ilmunya kepada orang lain. Pertanyaan Wawancara Nama : Ernawati Umur : 31 Tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : awal mula mereka bertemu dengan pak RT 01 bapak Misan, mereka izin untuk memberikan penyuluhan dan pengobatan gratis, lalu mereka menawarkan pelatihan jilbab manik kepada kami. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta? Jawab : ya, karena memang persayaratannya sudah seperti itu dari pihak pengurus Nalacity. Harus mantan penderita kusta. 3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : yang saya lihat mereka melakukan pendekatan ke masyarakat dengan memberikan penyuluhan kesehatan. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Para pengurus Nalacity memberikan masing masing alat untuk menjahit dan memayet kepada ibu ibu. Kami diberi waktu dua minggu pengerjaan untuk 2 jilbab dan 2 busana yang akn dipayet. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Mereka para pengurus selalu menanyakan kepada kita para ibu ibu mengenai kesulitan kesulkitan yang dirasakan jika dalam pertemuan. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Pokoknya para pengurus tidak memberatkan/menekankan kepada kami dalam mengikuti program ini. Yang terpenting kami harus giat dan mau terus dilatih oleh mereka. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Setiap pertemuan kami selalu diberi semangat motivasi agar kami terus berlatih, dan dengan program ini kelak kami akan mandiri dan menjadi penerus Nalacity disini untuk ibu ibu yang lain. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta 9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Kegiatannya yang rutin adalah memayet.terkadang sebulan sekali mereka para pengurus memberikan penyuluhan gratis. 10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Setahu saya, sumber pendanaan kegiatan ini diambil dari hasil keuntungan dan kerjasama pihak lain. ` 11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Saya kurang begitu tahu, tapi menurut para pengurus mereka menjual online dan mempunyai toko kecil dikota untuk memasarkan produk kami. 12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Respon masyarakat disini baik, ketika mereka datang pertama kali mereka langsung diterima oleh pihak masyarakat disini. 13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : saya kurang begitu faham, mungkin kakak bisa tanyakan langsug kepada para pengurus. 14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Pada awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami agar kegiatan kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan sampingan untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah pola tingkah masyarakat untuk tidak lagi menjadi pengemis. Namun, kenyataannya selama 5 tahun berjalan, banyak diantara anggotanya yang masih menekuni pekerjaan menjadi pengemis 15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Perubahan sejauh ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan untuk mengisi waktu, karena rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga jadi tahu mengenai masalah kesehatan. Karena setiap sebulan sekali mereka suka mengadakan penyuluhan. 16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Sejauh ini kami masih harus tetap fokus pada bidang keterampilan, walaupun sekarang mulai ditambah. Yang tadinya hanya jilbab saja yang dipayet. Sekarang sudah mulai diajarkan memayet di busana baju. Pertanyaan Wawancara Nama : Ibu Misna Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Ibu RT 01 Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada waktu itu ada beberapa orang anak muda yang datang kerumah saya untuk meminta izin dari pa RT mengadakan kegiatan penyuluhan, lalu seringkali mereka datang kesini sekedar bertanya mengenai keadaan warga disini. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta Jawab : Mereka waktu bilang karena kampung kusta mereka pilih sebagai tempat menyalurkan ilmu mereka dan mereka berniat ingin membantu 3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Yang saya lihat, mereka melatih ibu ibu disini dengan telaten saya juga awalnya pernah ikut. Namun sudah tidak lagi. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Mereka mengajarkan pola menjahit kepada ibu ibu disini. Dan mereka memberikan peralatan secara gratis untuk dipakai ibu ibu. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Kalau saya kurang begitu tahu, karena saya juga hanya beberapa kali mengikuti kegiatan ini, keran kesibukan lain jadi saya berhenti dan hanya membantu suami saya yang menjadi ketua RT. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Saya kurang tahu.Mereka hanya mengatakan bahwa mereka punya program kewirausahaan yang bisa membantu ibu ibu disini. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Yang saya lihat anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan memberikan pengarahan yang membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu mereka juga tidak segan segan untuk menjemput ibu ibu jika belum pada berkumpul. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Ya para anak anak muda dan ibu ibu disini. 9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Yang saya lihat selain melatih, mereka juga sering mengadakan kegiatan sosial disini. 10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Saya kurang tahu. 11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Yang saya tahu mereka berjualan lewat online. 12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Sampai saat ini alhamdulillah para warga dan aparat disini mendukung program mereka. 13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Saya tidak tahu. 14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Disini kan ibu ibu rumah tangga semua, paling yang jadi faktor menghambatnya ketika latihan dimulai mereka msih mengurusi rumah tangganya. 15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Ya, yang saya lihat ibu ibu disini senang mempunyai kegiatan sampingan dirumahnya. 16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Saya berharap semoga anak anak muda Nalacity ini masih tetap sabar mendampingi ibu ibu disini sampai ibu ibu disini menjadi mandiri. Pertanyaan Wawancara Nama : Lani Umur : 35 Tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung kami untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat senang pada waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu mereka menanyakan kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian kami. Setelah itu menawarkan kepada kami program kewirausahaan sosial untuk kegiatan para ibu ibu disini. Kami dilatih selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan untuk produksi barang hasil pelatihan kami. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta Jawab : Ya karena disini kan kampung kusta. Kampung yang dominan masyarakatnya sebagai mantan maupun yang masih menderita kusta. 3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Mereka melakukan pendekatan secara sering kepada kami. Mereka selalu tanyakan keadaan kami. Dan yang paling saya senang merasa senang ikut kegiatan ini karena mereka para pengurus tidak menjadikan kami sebagai pekerja. Melainkan mereka seperti anak anak kami yang sedang membantu melatih kami. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Mereka mengajarkan cara menyulam yang baik. Pada awalnya kami hanya disuruh melihat. Lalu kami diberikan masing masing alat untuk kami mencoba. Jika ada yang kurang bisa mereka selalu ada untuk kami. Kami tidak dilepas. Selain itu kami juga diajarkan untuk mempola sendiri lalu diajarkan bagaimana menyesuaikan warna payet dengan jilbab atau bajunya. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Dalam proses pengambilan keputusan biasanya kami disini diajak untuk berkumpul dan berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan Nalacity kami turut serta dalam berpendapat, kami disini tidak merasa seperti bekerja tetapi kami disini seperti keluarga yang saling membantu satu sama lain, sehingga kami tidak bosan. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Kebijakan yang khusus memang tidak ada. Tapi kami selalu diingatkan bahwa nantinya kami tidak akan didampingi terus. Dan ketika kami semua sudah mahir dan mandiri. Kami sendiri yang melanjutkan program ini kepada ibu ibu lainnya disini. Agar mereka pun terampil seperti kami. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Mereka selalu memotivasi kami ketika kami kesulitan, mereka tidak hanya memotivasi kami yang sebagai anggota komunitas Nalacity. Tapi merekapun memotivasi kepada masyarakat kampung kusta ini dengan sering mengadakan kegiatan sosial disini. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta. 9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan, pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika ada undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara. 10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Yang saya tahu, sumber dana mereka didapat dari kampusnya karena pada waktu itu, mereka mengatakan bahwa mereka didanai oleh kampusnya untuk program ini. 11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Proses pemasarannya. Jadi setelah jilbab terkumpul dan sudah dicek hasil pekerjaannya barulah mereka mendistribusikan kepada pengurus yang bertugas pada bidang penjualan. Cara mereka menjualnya yag sering saya lihat dengan online. 12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Respon masyarakat disini alhamdulillah sangat baik. Karena mereka sering mengadakan kegiatan. Malah terkadang kami yang menanyakan ke mereka. Apakah mereka tidak takut dengan keadaan kami. Mereka jawab tidak. Karena mereka sendiri adalah mahasiswa jurusan keperawatan yang sering menangani orang sakit. 13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Saya kurang begitu faham.hanya yang saya tahu mereka memang memanfaatkan media online untuk penjualan. 14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Faktor pedukungnya alhamdulillah disini kami merespon kegiatan ini dengan baik. Lalu pihak aparat disini juga sudah semua tahu. Bahwa Nalacity mengadakan program pemberdayaan di kampung kusta. 15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya sudah lebih percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di program ini dan bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya mengalami hal yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga pernah di undang oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari program kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta. Dengan kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami masih mampu untuk bekerja. 16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Yang saya tahu, kata pengurus tidak lamalagi mereka ingin membuka sekolah anak anak kecil secara gratis bagi anak anak putus sekolah. Pertanyaan Wawancara Nama : Ibu Nur Misna Umur : 31 Tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Jenis Kelamin : perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada waktu itu ada beberapa anak muda yang datag kekampung kami memberikan penyuluhan tentang kesehatan. Mereka seringkali datang kesini hingga mereka menawarkan kepada ibu ibu untuk pelatihan keterampilan memayet jilbab. Kami dilatih selama satu bulan. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta Jawab : Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta, selain itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga (IRT), dan sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta di kota. 3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Mereka menanyakan tentang keadaan kami disini, mereka menanyakan pekerjaan kami, kesulitan kami, lalu kami ditanya keahlian apa yang kami miliki. Setelah itu kami ditawarkan kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan kami. Rata rata kami disini punya keahlian menjahit. Dan sampai saat ini ada 20 orang yang mengikuti program kewirausahaan sosial ini. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka memberikan kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari oleh mereka satu bulan setelah itu kami baru bisa produksi. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Kita disini sangat kekeluargaan sekali, mereka (para pengurus) menuntun kami dan melatih kami dengan sabar karena keterbatasam fisik kami.jika ada program memayet baru, mereka selalu tanyakan kepada kami. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Kebijakan khusus memang tidak ada. Mereka (para pengurus) hanya mengingatkan kepada kami agar lebih disiplin dalam berlatih. Karena nantinya mereka akan melepas kami ketika kami sudah mandiri semua. Dan kami diwajibkan untuk menyalurkan ilmu yang kami dapat kepada ibu ibu yang lainnya juga. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada saling mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu di sms mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu disini masih sangat antusias untuk berlatih. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Yang ikut dalam program kewirausahaan sosial ini semua memang para ibu ibu mantan penderita kusta. 9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Kegiatan yang sering diadakan Nalacity yakni pengobatan gratis, penyuluhan kesehatan, santunan, dan acara hari hari besar lainnya. 10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : yang saya tahu, sumber dana untuk kegiatan itu dari hasil keuntungan program ini yang diputar kembali. Selain itu mereka juga sering mengundang seperti dompet dhuafa untuk ikut membantu jika ada acara. 11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Kalau pemasarannya, sebelumnya kami diberi waktu dua minggu untuk menyelesaikan jilbab dan baju atasan yang dipayet. Setelah itu kami diberi upah. Lalu proses akhirnya para pengurus Nalacity yang memasarkan ada yang lewat online dan toko. 12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud dan tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan selama dua minggu kamipun hanya sanggup mengerjakan dua barang saja yakni jilbab dan busana karena keterbatasan fisik kami. Alhasil upah yang diterima pun hanya sanggup memenuhi pada hari itu saja. 13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Saya kurang tahu secara detailnya. Karena kami disini hanya diajarkan untuk berlatih. Tapi setahu saya mereka memang memanfaatkan penjualannya melalui online. 14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba. Kalau penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya. Terkadang anak kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga masih ada yang bekerja sebagai pengemis sehingga tidak bisa membagi waktu. 15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Semenjak mengikuti program ini, memang kami sudah lebih semangat. Karena sebelum mereka datang kesini. Kami hanya ibu rumah tangga biasa. Yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Kami pernah mencoba untuk bekerja dipabrik atau menjadi pembantu. Tapi seringkali ditolak karena takut tertular. Padahal kami sudah tidak menular lagi. Hanya fisiknya saja yang sudah kurang sempurna. 16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata pengurus memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para pengurus setelah 20 ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus melatih ibu ibu yang lain disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak lagi dan ibu ibu disini mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah. Pertanyaan Wawancara Nama : Yovita Umur : 25 Tahun Pekerjaan : Perawat, CEO Nalacity Jenis Kelamin : Perempuan 1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta? Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dari kegiatan mapres (mahasiswa berprestasi), kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial waktu itu. Lalu kami dibiayai oleh pihak kampus sebesar 7,5 juta selama 3 bulan. Pada waktu itu salah satu dari tim kami yang tinggal di Tangerang mengusulkan untuk membuat program di kampung kusta Sitanala. Pertama kali kami datang untuk mengadakan penyuluhan dengan izin dari pihak RT,RW dan Kelurahan. Kami pun melanjutkan dengan memberi pengobatan gratis dan kami juga mulai mensurvey kecil kecilan tentang keadaan keluarga mereka. Dan kami melihat ibu ibu disana yang hanya menjadi ibu rumah tangga namun mempunyai keahlian menjahit, dan sebagian lagi menjadi pengemis dikota. Selanjutnya kami menawarkan program kewirausahaan sosial untuk membantu dan mengisi waktu mereka dirumah. Dan merekapun merespon dengan baik. 2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi para mantan penderita kusta Jawab : Dalam program kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang mengkhususkan pada kaum perempuan, karena Nalacity melihat ada potensi usaha ekonomi yang dapat dilakukan oleh para perempuan mantan penderita kusta yang memang sudah memiliki keterampilan menjahit namun tidak di kembangkan lagi. 3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Namun, kami lebih kepada bagaimana cara pendekatan dengan mereka. Yang notabenenya mereka ragu dengan kami karena sebelum kami sudah banyak yang menawarkan program namun programnya tidak berjalan. 4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Kami tidak mengajarkan dengan teknik yang sulit. Karena selain fisik mereka yang sudah kurang namun mereka juga mempunyai dasar menjahit, jadi kami tidak terlalu sulit untuk memberikan pengarahan seperti membuat pola, cara memayet yang bagus, cara memadukan warna. Dan alhamdulillah merekapun tidak segan untuk bertanya apabila kesulitan. 5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota kami bermusyawarah bersama. 6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para anggota program kewirausahaan sosial? Jawab : Secara khusus memang tidak ada, kebijakan kami kepada anggota lebih kepada jadwal pelatihan yang harus disiplin. Mengingat fisik mereka yang kurang, menjadikan kami harus terus mendampingi mereka. Apapun yang menjadi keinginan para anggota kami seberusaha mungkin untuk bermusyawarah bersama. 7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial? Jawab : Sederhana sekali motivasi yang kita berikan kepada para ibu ibu. Mereka kan mantan penderita dan mereka seringkali diberi stigma negatif oleh masyarakat luar sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk bekerja diluar. Dan kami selalu bantu mengingatkan bahwa para ibu ibu ini mampu, tidak kalah dengan orang yang normal lainnya. Jadi buktikan bahwa ibu ibu bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang dipunya tanpa bergantung kepada orang lain. 8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Kalau pengurus kami melibatkan teman teman muda seperti ada yang ingin jadi volunteer itu bisa ikut terlibat. Kalau anggota komunitasnya sendiri memang kami khusus para ibu ibu mantan penderita kusta. 9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity? Jawab : sampai saat ini total kami mempunyai 25 pengurus yang dibagi kedalam 10 orang pengurus inti Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal ini guna untuk mengatur jadwal keterampilan di kampung kusta. Karena umumnya dari pengurus masih menjadi mahasiswa maka kami harus mengatur jadwal pelatihan dengan cara merekrut pendamping di tingkat adik kampus kami. 10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity? Jawab : Kegiatan kami sekarang yang rutin hanya melatih program kewirausahaan sosial ini selama dua minggu sekali karena terkait banyak para pengurus yang sudah mempunyai kegiatan masing masing. Kalau yang lainnya, kita sering mengadakan event di hari raya besar. Seperti pengobatan gratis, santunan, pembagian kurban. 11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Sumber dana awal kami dapat dari pembiayaan kampus. Selanjutnya kami gunakan hasil keuntungannya untuk operasional kegiatan. Selain itu, untuk menutupi kekurangan kami sering mengajukan atau mengikuti kompetisi terkait kewirausahaan. Alhamdulillah kami seringkali menang. Kalau event besar kami manfaatkan jaringan yang kami punya untuk bekerjasama. 12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke masyarakat luas? Jawab : Prosesnya jadi setelah jilbab yang sudah dipayet terkumpul kami menyalurkan kebagian yang bertugas sebagai packaging dan penjualan. Untuk pemasaran sendiri kami mempunyai toko online dan outlet kecil di kota Tangerang. Selain itu kami juga membuat logo atau brand yang menarik. Dan untuk daya tariknya kami mempromosikan produksi dari ibu ibu ini dengan menggunakan model. Yang dimana modelnya kami dapat dari para pengurus sendiri 13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial yang di gagas Nalacity ini? Jawab : Alhamdulillah sejauh ini para anggota masih semangat dan untuk para masyarakat kampung kusta lainnya juga antusias penerimaan mereka ke kami sangat tinggi. Apalagi ditambah yang sudah beberapa kali para ibu ibu anggota komunitas Nalacity diundang diberbagai pertemuan untuk menjadi narasumber dan inspirasi bagi yang lain. 14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi sebagai media? Jawab : Dengan kemampuan yang kami miliki masing masing sebagai pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam bidang IT, simplenya cara kami memanfaatkan teknologi sebagai media promosi yakni kami mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak muda yang memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun yang membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga masyarakat percaya kepada produk kami karena para pelanggan dapat memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet untuk mempermudah penjualan. 15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini? Jawab : Faktor pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh aparat pemerintah disini sehingga kami dengan mudah membantu menyalurkan kemampuan ibu ibu, kalau faktor penghambatnya lebih kepada internal maupun eksternal. Internal terdapat dari kami para pengurus yang memang sekarang hanya bisa memberi pelatihan dua minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para anggotanya seperti mereka masih harus mengurus rumah tangga dan terkadang anak yang sakit sehingga mereka sudah kecapaian dan absen untuk ikut pelatihan. 16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah mengikuti program kewirausahaan sosial ini? Jawab : Dampak yang saya rasakan sebagai pengurus, sekarang para ibu ibu sudah banyak berubah. Dahulu yang masih takut takut untuk berinteraksi dan mengeluarkan pendapat. Sekarang sudah mulai terampil dan malahan sudah menjadi narasumber. Yang saya lihat sekarang ibu ibu semakin tumbuh raa percaya dirinya. 17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program kewirausahaan sosial ini? Jawab : pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang, harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan semangat dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari keberdayaannya tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan sekolah PAUD kecil kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan pendidikan berharap orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti dapat mengubah kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk orangtuanya supaya mereka dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan halal