PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH KETELA RAMBAT (Ipomoea batatas Poir) DENGAN PENAMBAHAN CHITOSAN SEBAGAI MATERIAL PENUTUP LUKA PADA TIKUS GALUR WISTAR JANTAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Michael Raharja Gani NIM: 098114101 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSETUJUAN PEMBIMBING ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI IMAGINATION IS MORE IMPORTANT THAN KNOWLEDGE. KNOWLEDGE IS LIMITED. IMAGINATION ENCIRCLES THE WORLD (ALBERT Einstein) The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams (Elanor Roosevelt) AD MAIOREM DEI GLORIAM (Society of Jesus) TOGETHER WE CAN (farmasi ANGKATAN 2009) Karena aku telah mengawali segala sesuatunya maka aku akan berjuang untuk menemukan jalanku dan mengakhiri apa yang telah aku awali (Michael R. Gani) Karya ini Kupersembahkan bagi : Papa dan mama tercinta Teman-temanku terkasih Almamater Gereja, Bangsa dan Negaraku Mereka yang mati karena berjuang mencari kebenaran ditengah dunia ini iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PRAKATA Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan kasih-Nya yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.), di program studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta. Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, Penulis telah mendapatkan banyak bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenakanlah Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku dosen pembimbing utama dan penguji yang telah member kesempatan kepada Penulis dalam mengerjakan penelitian payung ini serta bantuan finansial, dukungan semangat, perhatian, bimbingan, perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing pendamping dan penguji yang telah memberikan bantuan, dukungan semangat, bimbingan, vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis. 5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis. 6. Ibu Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan administrasi dosen pembimbing serta meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 8. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen Metopen. 9. Ibu Dra. MM. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mendampingi Penulis sejak selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 10. Mas Narto, Mas Dwi dan Mas Sarwanto yang telah membantu dalam mengurus beberapa administrasi dan surat ijin terkait penelitian bagi Penulis. 11. Dekan dan segenap dosen serta jajaran staf Dekanat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membantu mengijinkan Ibu Dr. Eli Rohaeti menjadi dosen pembimbing Penulis. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12. Bapak Mukminin, Mas Ratijo, drh. Nila, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Parlan, Pak Mus, Mas Darto beserta segenap laboran dan karyawan lain yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Papa dan mama yang senantiasa selalu memberikan dukungan, doa, nasehat dan semangat kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 14. Anugerah, David, Laras, Haris dan Arvi selaku partner skripsi Penulis yang senantiasa menemani dan berjuang bersama serta memberikan masukan, motivasi dan semangat dari awal hingga penyelesaian skripsi ini. 15. Lauren, Bruri, Ryan, Lisu, Agnes, Reza, Mas Argo dan Mas Widi yang telah mendukung kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 16. Mas Danang, Pak Puji Santosa, Pak Rahmat dan Bu Eko yang telah membantu dan membagi ilmu kepada Penulis untuk mengoperasikan beberapa instrumen yang terkait dengan skripsi Penulis. 17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi PRAKATA ............................................................................................................ vii DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii DAFTAR PERSAMAAN .................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx INTISARI............................................................................................................ xxii ABSTRACT ....................................................................................................... xxiii BAB I PENGANTAR ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..............................................................................................1 1. Rumusan Masalah ...............................................................................4 2. Keaslian Penelitian .............................................................................5 3. Manfaat Penelitian ..............................................................................6 B. Tujuan ...........................................................................................................6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...................................................................... 7 A. Selulosa Bakteri ............................................................................................7 x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis............................................8 C. Karakteristik Selulosa Bakteri.......................................................................9 D. Acetobacter xylinum ......................................................................................9 E. Ketela Rambat .............................................................................................10 F. 1. Sistematika Tanaman ........................................................................10 2. Nama Tanaman .................................................................................10 3. Morfologi Tanaman ..........................................................................11 4. Golongan Ketela Rambat ..................................................................12 5. Kandungan Kimia .............................................................................12 6. Waktu Panen Ketela Rambat ............................................................13 Chitosan ......................................................................................................14 G. Karakteristik Chitosan ................................................................................15 H. Gliserol ........................................................................................................17 I. Luka.............................................................................................................17 J. Penutup Luka ..............................................................................................20 K. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah ...................20 L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy ...............24 M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik....................................................25 N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ...............................26 O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) .........27 P. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) ........29 Q. Landasan Teori ............................................................................................29 R. Hipotesis......................................................................................................30 xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 31 A. Jenis Penelitian ............................................................................................31 B. Variabel Penelitian ......................................................................................31 1. Variabel utama ..................................................................................31 2. Variabel pengacau.............................................................................31 C. Definisi Operasional....................................................................................32 D. Alat dan Bahan ............................................................................................34 E. Tata Cara Penelitian ....................................................................................35 1. Determinasi Tanaman .......................................................................35 2. Pemilihan Bahan ...............................................................................35 3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat .............................................35 4. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan .........................................37 5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif ...................37 6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi ..........................37 7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi ................................38 8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan .....................39 9. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial .................................................................40 xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) .......................42 11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) ................................................................................................43 12. Analisis Karakteristik Biomaterial....................................................45 13. Sterilisasi Produk ..............................................................................48 14. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ..................................48 15. Pengelompokkan Hewan Uji ............................................................49 16. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ....................................................50 17. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ..................................................................................................50 F. Analisis Data ...............................................................................................50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 52 A. Hasil Determinasi Tanaman ........................................................................52 B. Hasil Pemilihan Bahan ................................................................................54 C. Preparasi Limbah Ketela Rambat................................................................54 D. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan ...................................................55 E. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif .............................57 F. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi .....................................................................................58 G. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi ..................................................................................................61 xiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI H. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan ...........................................................................61 I. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial ...........................................................................63 J. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) .................................66 K. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK)..............66 L. Analisis Karakteristik Biomaterial ..............................................................67 1. Analisis Sifat Fisik Secara Makroskopis dan Organoleptis ..............67 2. Analisis Gugus Fungsi dengan Instrumen FT-IR .............................69 3. Analisis Struktur Morfologi ..............................................................74 4. Analisis Sifat Mekanik......................................................................79 5. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)................................................................................................83 6. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA)................................................................................................85 7. Analisis Kristalinitas dengan XRD ..................................................89 M. Sterilisasi Produk ........................................................................................93 N. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ............................................94 O. Pengelompokkan Hewan Uji ......................................................................95 P. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ...............................................................95 Q. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ............96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 111 A. Kesimpulan ...............................................................................................111 xiv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI B. Saran ..........................................................................................................111 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 113 LAMPIRAN ........................................................................................................ 121 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 158 xv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat ...................................................... 13 Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosan dan chitosan ....... 24 Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol ................................................................. 26 Tabel IV. Tabel sifat fisik membran chitosan .................................................. 57 Tabel V. Hasil pengamatan sifat fisik sampel biomaterial ............................. 67 Tabel VI. Hasil interpretasi gugus fungsi dari sampel biomaterial .................. 71 Tabel VII. Hasil absorbansi selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan .............................................72 Tabel VIII. Hasil pengujian sifat mekanik biomaterial ...................................... 79 Tabel IX. Hasil pengamatan visual dari luka akibat perlakuan ....................... 97 Tabel X. Hasil pengukuran diameter luka tiap kelompok perlakuan ........... 100 Tabel XI. Persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan ............. 100 Tabel XII. Hasil uji statistik persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan ........................................................................101 xvi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur selulosa bakteri ................................................................ 8 Gambar 2. Struktur chitosan ......................................................................... 15 Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka ........................................................ 19 Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar ............................................ 22 Gambar 5. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan ............... 23 Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri .......................................................... 25 Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan ............... 27 Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin ........................... 28 Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri ................................................. 29 Gambar 10. Hasil pembandingan bagian ketela rambat dengan literatur ....... 53 Gambar 11. Skema pengelupasan bioplastik .................................................. 57 Gambar 12. Membran chitosan ....................................................................... 58 Gambar 13. Skema biosintesis selulosa bakteri .............................................. 65 Gambar 14. Spektra serbuk chitosan .............................................................. 69 Gambar 15. Hasil spektra IR biomaterial S, SG dan SGK ............................. 70 Gambar 16.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ....................................... 75 Gambar 16.b. Foto permukaan SEM SGK ……………………………………75 Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ....................................... 77 Gambar 17.b. Foto permukaan SEM membran chitosan ……………………. 77 Gambar 18.a. Foto penampang melintang SEM selulosa bakteri ...................... 78 Gambar 18.b. Foto penampang melintang SEM SGK ………………………. 78 Gambar 19. Kurva termogram DTA biomaterial ............................................ 83 Gambar 20. Kurva termogram TGA biomaterial ............................................ 86 xvii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Gambar 21. Kehilangan massa vs suhu .......................................................... 86 Gambar 22.a. Difraktogram selulosa bakteri ..................................................... 90 Gambar 22.b. Difraktogram selulosa bakteri+gliserol+chitosan …………….. 90 Gambar 23. Grafik persentase penurunan luas luka gabungan dari kelompok SGK, K dan O selama 3, 5 dan 7 hari .......................106 xviii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR PERSAMAAN Persamaan 1. Rumus perhitungan DD chitosan .................................................... 16 Persamaan 2. Rumus perhitungan absorbansi menurut hukum Lambert-Beer ..... 21 Persamaan 3. Rumus perhitungan absorbansi ....................................................... 21 Persamaan 4. Rumus perhitungan % kristalinitas ................................................. 27 xix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ketela rambat ..............................121 Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi ...............................................122 Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) .................................123 Lampiran 4. Skema jalannya penelitian .....................................................123 Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan ...................................................124 Lampiran 6. Foto masing-masing sampel hasil karakterisasi secara makroskopis...........................................................................124 Lampiran 7. Hasil perbandingan berat ketela rambat dan air yang digunakan ..............................................................................125 Lampiran 8. Hasil penimbangan berat basah sampel.................................125 Lampiran 9. Hasil perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan ..............................................................................125 Lampiran 10. Hasil spektra IR chitosan untuk perhitungan derajat deasetilasi (DD) beserta perhitungan nilai DD-nya ..............126 Lampiran 11. Hasil spektra IR tiap sampel ..................................................127 Lampiran 12. Hasil penarikan base line spektra IR tiap sampel..................128 Lampiran 13. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel .............................130 Lampiran 14. Foto SEM tiap sampel ...........................................................130 Lampiran 15. Hasil uji sifat mekanik sampel ..............................................131 Lampiran 16. Hasil statistik uji sifat mekanik tiap sampel ..........................132 Lampiran 17. Hasil XRD tiap sampel ..........................................................136 Lampiran 18. Hasil perhitungan luas total di bawah kurva tiap sampel ......137 xx PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 19. Hasil perhitungan luas background tiap sampel....................138 Lampiran 20. Hasil perhitungan luas kristal+amorf tiap sampel .................139 Lampiran 21. Hasil perhitungan luas kristal tiap sampel .............................139 Lampiran 22. Hasil perhitungan % kristalinitas tiap sampel .......................140 Lampiran 23. Hasil data massa tersisa (%) akibat perubahan suhu tiap sampel ....................................................................................141 Lampiran 24. Hasil perhitungan suhu untuk sampel yang terdekomposisi / kehilangan massa 50% ........................................................141 Lampiran 25. Foto instrumen yang digunakan untuk karakterisasi tiap sampel ....................................................................................142 Lampiran 26. Surat keterangan Ethical Clearance ......................................143 Lampiran 27. Hasil perhitungan dosis ketamine dan xylazine .....................144 Lampiran 28. Foto pengamatan penyembuhan luka pada hewan uji ...........145 Lampiran 29. Hasil pengukuran diameter luka pada hewan uji ...................145 Lampiran 30. Perhitungan luas metode Morton ..........................................147 Lampiran 31. Hasil statistik persentase penurunan luas luka tiap sampel ...149 xxi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan INTISARI Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biomaterial yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah cair ketela rambat yang diperoleh dari proses pembuatan tepung pati dari ketela rambat yang ditambah gliserol dan chitosan serta aktivitas penyembuhan luka jika diaplikasikan sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar. Biomaterial terbuat dari selulosa bakteri sebagai kontrol karakterisasi, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan sebagai perlakuan. Karakterisasi meliputi analisis sifat fisik, gugus fungsional dengan instrumen spektrofotometer infra merah, morfologi permukaan dengan instrumen SEM, sifat mekanik dengan instrument Universal Tester, kristalinitas dengan instrumen XRD dan kestabilan termal dengan instrumen TGA/DTA Analyzer. Uji penyembuhan luka dilakukan dengan melukai hewan uji lalu luka ditutup dengan membran chitosan, selulosa yang ditambah gliserol dan chitosan serta tanpa ditutup lalu didiamkan selama 3, 5 dan 7 hari. Sehari setelah luka dibuat, diameter luka diukur dengan jangka sorong. Pada hari yang ditentukan, hewan uji dikorbankan dan diukur kembali diameter lukanya lalu diubah menjadi persentase penurunan luas luka dan dilihat patologi anatomi lukanya secara makroskopis. Karakteristik biomaterial yang dihasilkan meliputi peningkatan intensitas gugus fungsi dan kestabilan termal, perubahan struktur morfologi, penurunan sifat mekanik dan persen kristalinitas serta perubahan sifat fisik akibat penambahan chitosan. Pemberian gliserol meningkatkan intensitas gugus fungsi, persen perpanjangan dan kestabilan termal, menurunkan kuat tarik serta tidak mempengaruhi sifat fisik, persen kristalinitas, dan struktur morfologi. Pemberian penutup luka dari biomaterial selulosa bakteri+gliserol+chitosan tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Kata Kunci: biomaterial, chitosan, limbah ketela rambat, penutup luka xxii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Effect Bacterial Cellulose Acetobacter xylinum toward Biomaterial Preparation from Sweet Potato Waste (Ipomoea batatas Poir) with Addition of Chitosan as Wound Dressing in Male Rats ABSTRACT The objective of this research was to study the character of biomaterials from the utilization of wastewater derived from sweet potato starch manufacturing process of the sweet potatoes and was added with glycerol and chitosan as well as the healing activity of biomaterials when applied as wound dressing material in Wistar male rats. Biomaterials is made from bacterial cellulose as a control characterization, bacterial cellulose+glycerol and bacterial cellulose+glycerol+chitosan as a treatment. Characterization included analysis of physical properties, functional groups with an infrared spectrophotometer instrument, morphology surface with SEM instrument, the mechanical properties with Universal Tester instrument, crystallinity with XRD instrument and the thermal stability with TGA / DTA Analyzer. Wound healing assay performed with the wounding of test animals with specific diameter and wounds covered with chitosan membranes, biomaterials cellulose+glycerol+chitosan then allowed to stand uncovered for 3, 5 and 7 days. A day after the wound was made, the wound diameter was measured with calipers. On the appointed day, the test animals were sacrificed and the wound diameter was measured again then converted into a percentage reduction in injuries and extensive views of anatomic pathology macroscopic wound. The resulting biomaterial characteristics include increased intensity of the functional groups and thermal stability, structural changing of in the morphology, decreasing mechanical properties and percent crystallinity as well as changing in physical properties due to the addition of chitosan. Adding glycerol can increasing the intensity of functional groups, percent elongation and thermal stability but decrease tensile strength and did not affect the physical properties, percent crystallinity, and morphology structure. Giving of wound dressing biomaterials from bacterial cellulose+glycerol+chitosan did not affect the wound healing process. Keywords: biomaterials, chitosan, sweet potatoes waste, wound dressing xxiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ketela rambat terbesar di dunia. Menurut salah seorang narasumber yang diliput oleh wartawan Harian Kompas dalam rubrik liputan khusus pada tanggal 22 Maret 2008, Indonesia dikatakan menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara penghasil ketela rambat terbesar. Indonesia pada saat itu kalah dari Republik Rakyat Cina yang menduduki peringkat pertama. Menurut angka sementara BPS (2012) tentang data hasil produksi tanaman pangan di Indonesia yang dikeluarkan secara resmi melalui web BPS, produksi ketela rambat di Indonesia pada tahun 2011-2012 mencapai 2.196.033 ton. Ketela rambat oleh sebagian masyarakat Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan makanan konsumsi, tepung ketela rambat, tepung pati serta sirup ketela rambat (Richana, 2012). Menurut Harian Republika pada tanggal 29 Juli 2011 dalam rubrik kuliner, dikatakan bahwa proses pembuatan tepung pati dari bahan ketela rambat, saat proses pengendapan dari saripati ketela rambat setelah dicuci dan dikupas, diparut, ditambah air serta diperas untuk memperoleh pati ini akan menghasilkan air perasan yang oleh masyarakat akan dibuang sebagai limbah. Adanya pembuangan air limbah perasan ini jika tidak mengalami proses pengolahan dan pembuangan yang tepat maka dapat menyebabkan polusi bagi lingkungan sekitar. Salah satu cara untuk mengurangi polusi tersebut adalah dengan memanfaatkan 1 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 air limbah perasan ketela rambat sebagai bahan dalam pembuatan selulosa bakteri (Pratomo dan Rohaeti, 2011). Menurut Pratomo dan Rohaeti (2011), air perasan ketela rambat ini dapat digunakan untuk membuat suatu selulosa bakteri. Selulosa bakteri secara umum dapat dibuat dari bahan alam yang cukup mengandung nutrisi melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri. Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kemurnian yang tinggi, struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi, dan kekuatan mekanik yang unik (Takayasu dan Fumihiro, 1997). Selain itu, selulosa bakteri memiliki kandungan air yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non-alergenik, dan dapat dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan karakteristiknya (Ciechańska, 2004). Penelitian mengenai selulosa bakteri juga telah dilakukan oleh Tampubolon (2008) mengenai pembuatan material selulosa-chitosan bakteri melalui fermentasi dengan memanfaatkan pati sebagai sumber glukosa. Selulosa bakteri banyak diaplikasikan dalam dunia medis, di antaranya untuk memberikan perawatan pada penderita penyakit ginjal dan juga sebagai subtitusi sementara dalam perawatan luka bakar. Selulosa bakteri juga dapat di-implant ke dalam tubuh manusia sebagai benang jahit dalam pembedahan (Hoenich, 2006). Namun, dalam aplikasinya untuk keperluan medis, penggunaan selulosa bakteri hanya dalam waktu sementara, disebabkan kekuatan serta sifat bioaktifnya yang rendah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 sehingga untuk memperbaikki serta meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dapat ditambahkan dengan polisakarida aktif lain atau modifikasi pada selulosa bakteri tersebut (Tampubolon, 2008) Menurut Ciechańska (2004), sangat mungkin dilakukan modifikasi pada selulosa bakteri melalui penambahan suatu bahan dalam media kultur. Tujuan modifikasi adalah untuk memperoleh struktur kimia, morfologi, dan struktur molekuler yang diinginkan. Dalam kasus ini, penambahan bahan lain diharapkan mampu meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri. Modifikasi tersebut dapat dilakukan melalui penambahan bahan lain seperti chitosan. Chitosan merupakan salah satu jenis polisakarida yang bersifat bioaktif, biokompatibel, dan tidak beracun (Kumar, Joydeep dan Tripathi, 2004). Selain itu, chitosan juga bersifat antibakteri (Alexandra, Anna, Bogumila, Alojzy dan Lukasz, 2005). Terkait dengan itu, di Institue of Chemical Fibers (IWCh) Polandia, telah melakukan modifikasi selulosa bakteri dengan chitosan yang bertujuan untuk meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri, dimana dengan meningkatnya sisi bioaktif dari selulosa bakteri maka akan meningkatkan kemampuan dari selulosa bakteri tersebut untuk digunakan sebagai komponen bioaktif dari suatu material sementara untuk merawat luka (Ciechańska, 2004). Namun seiring dengan penambahan chitosan pada selulosa bakteri, ternyata dengan adanya penambahan chitosan ini masih memiliki kekurangan, yaitu lapisan chitosan ini seringkali bersifat rapuh (Mourya dan Inamdar, 2008). Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah dengan menambahkan bahan pemlastis, salah satu contohnya adalah gliserol. Gliserol PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan selulosa bakteri karena efisiensi pemlastisnya yang baik, ketersediaannya yang banyak dan biaya produksinya yang rendah sehingga gliserol dapat digunakan untuk memperbaiki sifat plastis dari suatu biomaterial (Epure, Griffon, Pollet dan Avérous, 2011). Menurut Bourtoom (2006), penambahan bahan pemlastis dapat digunakan untuk dapat meningkatkan sifat plastis dari suatu biomaterial. Melalui adanya penambahan bahan tambahan lain seperti chitosan serta gliserol, tentunya akan berdampak terhadap sifat dan karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) dari biomaterial selulosa bakteri. Dampak yang diperoleh dapat memperbaiki karakteristik dari selulosa bakteri atau dampak yang menurunkan karakteristik dari biomaterial tersebut. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat adanya pengaruh dari pemberian chitosan serta gliserol terhadap karakteristik dari biomaterial selulosa bakteri dan melihat kemampuan kombinasi biomaterial selulosa bakteri yang ditambahkan dengan chitosan dan gliserol dalam aplikasinya untuk mempercepat penyembuhan luka ketika digunakan sebagai penutup luka. 1. Rumusan Masalah a. Bagaimana karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilam termal) biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI b. 5 Bagaimana pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis dan penurunan luas luka? 2. Keaslian Penelitian Penelitian yang terkait dengan “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” pernah dilakukan oleh Ciechańska, Wietecha, Kaźmierczak dan Kazimierczak (2010), dengan judul “Biosynthesis of Modified Bacterial Cellulose in a Tubular Form” Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan Ciechańska et. al. adalah pada penelitian Ciechańska et.al. tidak menggunakan limbah cair ketela rambat sebagai medium untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum namun menggunakan medium selektif untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, tidak menggunakan penambahan gliserol sebagai pemlastis, menggunakan guinea pig sebagai hewan uji serta tidak melakukan uji karakterisasi sifat fisik terhadap biomaterial yang dihasilkan sedangkan pada penelitian ini digunakan limbah cair ketela rambat sebagai medium pertumbuhan Acetobacter xylinum, gliserol sebagai pemlastis lalu hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar serta melakukan uji karakterisasi sifat fisik terhadap biomaterial yang dihasilkan. Penelitian terkait “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6 Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah rumah tangga untuk keperluan biomedis. b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari limbah-limbah yang tidak digunakan. c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penutup luka yang dibuat dari limbah ketela rambat yang bersifat ramah lingkungan. B. Tujuan 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis dan penurunan luas luka. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Selulosa Bakteri Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen, yang dinamakan sebagai selulosa bakterial atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi. Aplikasi dari selulosa bakteri sangat luas, di antaranya dalam bidang membran, elektronik, tekstil, dan terutama di bidang biomedis. Hal ini dilatarbelakangi karena keunggulannya dalam hal porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas (Chawla, Bajaj, Survase dan Singhal, 2009). Selulosa bakteri mirip dengan kulit manusia, sehingga selulosa bakteri dapat digunakan sebagai kulit pengganti dalam luka bakar (Ciechańska, 2004). Menurut Czaja, Krystynowicz, Bielecki dan Brown (2006), selulosa bakteri mempunyai beberapa keunggulan antara lain: kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300-900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis dan terbiodegradasi. Adapun struktur selulosa bakteri ditunjukkan melalui Gambar 1. 7 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 Gambar 1. Struktur selulosa bakteri (Festucci-Buselli, Otoni, and Joshi, 2007). B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis Jika luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah tidak mengiritasi kulit dari pasien tersebut, yang bersifat permeable terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi. Untuk beberapa waktu penutup luka biologis yang berasal dari kulit babi atau kulit dari jenazah manusia telah digunakan, tetapi bahan tersebut mahal dan hanya dapat digunakan untuk waktu yang singkat (Ciechańska, 2004). Selulosa mikrobial yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka. Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006). Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya menyerupai hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; selulosa bakteri menunjukkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 kandungan air yang tinggi (98-99%), daya serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. (Ciechanska, 2004). C. Karakteristik Selulosa Bakteri Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Setiap serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10–30 nm (Philips dan Williams, 2000). D. Acetobacter xylinum Bakteri Acetobacter xylinum berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O (Warisno, 2004). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 Bakteri Actobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3–4. Jika pH lebih dari empat atau kurang dari tiga, proses fermentasi tidak dapat berjalan sempurna. Suhu optimum untuk pertumbuhan. Acetobacter xylinum adalah 26–270 C (Warisno, 2004). E. Ketela Rambat 1. Sistematika Tanaman Menurut Anonim (2012), ketela rambat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea Spesies : Ipomoea batatas Poir 2. Nama Tanaman Berikut ini beberapa istilah nama tanaman ketela rambat menurut Anonin (2012): Nama latin: Ipomoea batatas Poir Indonesia: Ketela rambat, ketela, ketela rambat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 Nama daerah: Jawa: Telo rambat. Papua: Patatas. Sunda: Mantang Common name: Inggris: Sweet potato. Melayu: Ubi keledek. Thailand: Phak man thet. Filipina: Kamote. Jepang: Satsumaimo 3. Morfologi Tanaman Tanaman ketela rambat merupakan tanaman semusim yang memiliki susunan tubuh utama yaitu batang, daun, bunga dan akar (umbi). Batang tanaman ketela rambat berakar banyak, berwarna hijau, kuning atau ungu, berbentuk bulat tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar) dengan panjang tanaman 1–3 m (Rukmana, 1997). Daun ketela rambat berbentuk bulat hati, bulat lonjong dan bulat runcing tergantung varietasnya. Bunga ketela rambat berbentuk terompet, ukurannya relatif besar dengan warna putih atau putih keunguan pucat dengan warna ungu di bagian tengahnya (Juanda dan Cahyono, 2000). Tanaman ketela rambat mempunyai umbi akar yang merupakan simpanan energi bagi tumbuhan tersebut. Bentuk daunnya sangat bervariasi dari bentuk lonjong sampai bentuk seperti jari dengan lekukan tepi yang banyak dan dalam. Ketela rambat dapat berwarna putih, orange sampai merah, bahkan ada yang berwarna kebiruan, violet atau berbintik-bintik biru. Ubi yang berwarna kuning, orange sampai merah banyak mengandung karatenoid yang merupakan prekursor vitamin A (Sediaoetoma, 1993). Ketela rambat dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 30º LU dan 30º LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ketela rambat adalah daerah bersuhu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 antara 21–27º C yang mendapat sinar matahari 11–12 jam/hari dengan kelembaban udara (RH) 50–60% dan curah hujan 750–1500 mm/tahun. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ketela rambat tercapai pada musim kemarau karena tanaman ini tahan terhadap panas dan kering (Rukmana, 1997). 4. Golongan Ketela Rambat Menurut Juanda dan Cahyono (2004), ketela rambat dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut: a. Ketela rambat putih, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna putih. b. Ketela rambat kuning, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan c. Ketela rambat orange, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging umbi berwarna orange. d. Ketela rambat jingga, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna jingga jingga muda. e. Ketela rambat ungu, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna ungu hingga ungu muda. 5. Kandungan Kimia Contoh komposisi zat gizi ketela rambat disajikan pada Tabel I. Komposisi zat gizi ketela rambat bervariasi tergantung pada cara penanaman, iklim, tingkat kematangan dan lama penyimpanan. Ketela rambat memiliki kadar air yang cukup tinggi berkisar 61,2-89,0% (b/b) sehingga bahan kering PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 yang terkandung didalamnya relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ketela rambat yaitu 30% dan sangat bervariasi tergantung pada kultivar, lokasi, iklim, tipe tanah, serangan hama dan penyakit serta cara menanamnya (Juanda, 2004). Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat Komponen Jumlah Kadar air (%) 72,84 Pati (%) 24,28 Protein (%) 1,65 Gula reduksi(%) 0,85 Mineral (%) 0,95 Asam askorbat (mg/100 g) 22,7 K (mg/100 g) 204,0 S (mg/100 g) 28,0 Ca (mg/100 g) 22,0 Mg (mg/100 g) 10,0 Na (mg/100 g) 13,0 Fe (mg/100 g) 0,59 Mn (mg/100 g) 0,355 Vitamin A (IU/100 g) 20063,0 Energi (kJ/100 g) 441,0 (Kotecha dan Kadam, 1998). 6. Waktu Panen Ketela Rambat Waktu panen ketela rambat yang baik berkisar sekitar umur 3-4 bulan setelah penanaman. Pada umur tersebut ketela rambat telah matang. Ciri fisik ketela yang matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak (Rukmana, 1997). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 F. Chitosan Chitosan merupakan senyawa hasil deasetilasi kitin, terdiri dari unit Nasetil glukosamin dan N glukosamin. Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 pada chitosan bermanfaat dalam aplikasinya yang luas yaitu sebagai pengawet hasil perikanan dan penstabil warna produk pangan, sebagai flokulan dan membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih (Muzzarelli, 1997; Shahidi, Arachchi dan Jeon, 1999). Chitosan sebagai bahan yang dapat diperbarui secara alami mempunyai sifat yang unik seperti biokompatibel, biodegradable, non-toksik, dan kemampuan untuk pembentukan lembaran yang bagus. Chitosan mempunyai dua gugus reaktif, yaitu amino dan hidroksil yang secara kimia dapat melakukan interaksi pada temperatur ruangan. Adanya gugus amino memungkinkan untuk dilakukan beberapa modifikasi kimia (Xiaoxiao, Wang dan Bai, 2009). Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, chitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, dkk., 2004). Struktur chitosan ditunjukkan melalui Gambar 2. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 Gambar 2. Struktur chitosan (Pardosi, 2008). Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, chitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, et.al, 2004). G. Karakteristik Chitosan Chitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Chitosan larut dalam asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk. Chitosan larut dalam asam mineral pekat, apabila dalam kondisi yang bagus diperoleh dalam bentuk endapan. Namun dengan asam nitrat, chitosan yang terbentuk adalah chitosan nitrat yang sukar larut (Manskaya, dan Drodzora, 1968). Pelarut yang paling sering digunakan adalah CH3COOH. Menurut Sugita (2009), kelarutan chitosan yang paling baik adalah dalam larutan asam asetat 2%. Kelarutan chitosan dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas. Chitosan dapat larut dalam HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 fosfat. Stabilitas larutan chitosan pada pH diatas tujuh adalah rendah akibat dari pengendapan ataupun pembentukan gel yang terjadi pada range pH alkali. Larutan chitosan membentuk kompleks poli-ion dengan hidrokoloid anionik dan menghasilkan gel (Nadarajah, 2005). Parameter lain yang berpengaruh pada sifat chitosan adalah berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya gugus asetil dari chitin menjadi gugus amino pada chitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, FDUV-spektrofotometri, X-Ray Diffraction dan spektroskopi 1H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR dilakukan dengan metode base line. Berikut ini rumus untuk perhitungan DD seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1. DD = ( ) ……………………………………………... (1) Keterangan: DD = Derajat Deasetilasi A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1 yang menunjukkan serapan karbonil dari amida. A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1 yang menunjukkan serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal. Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan ( 100% (Khan, Peh dan Chang, 2002). ) untuk chitosan terdeasetilasi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 H. Gliserol Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200 C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 2900 C. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonim, 1976). Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985). Demikian juga dalam industri polimer, senyawa poliol banyak digunakan sebagai pemlastis maupun pemantap. Senyawa poliol ini dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun langsung dari transformasi minyak nabati dan olahan industri oleokimia. Dibandingkan dengan hasil industri petrokimia, senyawa poliol dari minyak nabati dan industri oleokimia dapat diperbaharui, sumbernya mudah diperoleh, dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam (Goudung, 2004). I. Luka Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari kerja paksa. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat kecelakaan (Mann, Breuhahn, Schirmacher, Blessing, 2001). Penyembuhan luka adalah proses normalisasi integritas kulit dan jaringan dibawahnya melalui berbagai tahap peradangan akut. Penyembuhan erat kaitannya dengan peradangan. Peradangan merupakan proses yang sangat awal dari penyembuhan luka. Sebelum terjadi penyembuhan, produk dari inflamasi seperti eksudat dan sel mati telah bergerak dari wilayah tersebut. Proses ini disertai dengan meleburnya jaringan mati. Peristiwa ini terjadi karena enzim autolitik dari jaringan mati itu sendiri (autolisis) dan juga karena enzim yang dikirim dari leukosit peradangan (heterolisis). Material cair kemudian siap diabsorbsi ke dalam pembuluh limfa dan membuka jalan untuk penyembuhan luka (Vegad, 1996). Perbaikan jaringan meliputi dua proses nyata yaitu perbaikan dengan regenerasi dan pergantian dengan jaringan ikat (fibroplasias). Perbaikan dengan regenerasi ditunjukkan dengan tergantinya sel dan jaringan yang rusak dengan yang baru. Perbaikan dengan jaringan ikat terjadi melalui empat tahap yaitu migrasi dan proliferasi fibroblast, dekomposisi ekstraseluler matriks, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), dan pematangan jaringan parut (Vegad, 1996). Penyembuhan luka terdiri atas fase peradangan, fase fibroblastik, dan fase pematangan serta fase retraksi jaringan (Jones, Hunt, dan King, 1996). Proses dan tahapan penyembuhan luka dapat digambarkan seperti pada Gambar 3. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka (Shaw dan Martin, 2009). Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, respon tubuh secara sistemik pada trauma, aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 J. Penutup Luka Penutup luka yang ideal menurut Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer (2008) serta Czaja et. al. (2006) seharusnya adalah penutup luka yang mampu memiliki beberapa fungsi berikut: 1 Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka / permukaan penutup luka. 2 Melindungi luka secara fisik dari infeksi bakteri. 3 Steril, murah dan mudah digunakan. 4 Menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka. 5 Menyerap bau luka. 6 Melindungi luka secara mekanik dan suhu. 7 Mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan. 8 Secara signifikan mengurangi rasa nyeri pada luka. 9 Tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf medis. 10 Tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri atau trauma pada luka. K. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah Spektrum infra merah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita absorbansi spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa. Analisis kualitatif, dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra merah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4-2,5 μm) (Sastrohamidjojo, 2007). Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2. A = log (Io/I) = a c l ……………………………………………..….. (2) Keterangan : A = absorbansi Io = intensitas sinar masuk I = Intensitas sinar yang ditransmisikan a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1) c = konsentrasi zat (M) l = panjang lintasan (cm) Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap puncak absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4, I dan Io ditentukan sebagai intesitas transmisi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 3. Absorbansi (A) = log (Io/I) = log (AC/AB) ……………………….. (3) Keterangan : AC = Io = intensitas sinar masuk AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektrum infra merah (Stevens, 2001). Gambar 5 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH stretching. Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan Tan, 2009). Adapun karakteristik serapan dari chitosan ditunjukkan dengan puncak di sekitar 1559,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari gugus amino chitosan dan di PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak disekitar daerah 2927,41 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H. Adanya puncak disekitar daerah 896,73 cm-1 dan 1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari chitosan. Adanya puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-O (de Souza Costa-Junior, Pereira dan Mansur, 2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 5. menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan. Gambar 5. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan (Anicuta, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010). Berdasarkan Gambar 5, maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan. Hasil korelasi dari gugus-gugus fungsi ini disajikan pada Tabel II. Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan chitosan Kode A B C D E Serapan Selulosa (cm-1) 3430 2919 1659 1422 Serapan Chitosan (cm-1) 3430 2919 1637 1597 1422 F G 1374 1158 1378 1154 H 1067 1072 Keterangan kode –OH and –NH stretching –CH stretching C=O stretching –NH bending (amide II) –CH and –NH bending vibrations –CH3 bending vibrations Anti-symmetric stretching of the C–O–C bridge Skeletal vibrations involving the C–O stretching Referensi Stefanescu, Daly, Negulescu (2011) L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya, gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi (Utami, 2007). Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat terlihat (Utami, 2007). SEM mempunyai resolusi tinggi dan dikenal untuk mengamati objek benda berukuran nanometer. Resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal atau tinggi rendahnya struktur memiliki resolusi rendah (Utami, 2007). Contoh foto hasil SEM dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 6. Foto SEM tersebut menggunakan perbesaran 5000x. Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri (Freire, Silvestre, Gandini dan Neto, 2011). M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik Uji tarik merupakan salah satu analisis mekanik dari suatu bahan polimer. Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan (Billmeyer 1984). Kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Kekuatan tarik diukur dengan menarik polimer pada dimensi yang seragam. Tegangan tarik (σ) adalah gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan luas penampang (A). Perpanjangan tarik (elongasi, ε) adalah perubahan panjang sampel yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan (Billmeyer 1984). Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan (stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva tegangan-regangan untuk polimer adalah kekuatan tarik saat putus (ultimate strength) dan perpanjangan saat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 putus (elongation at break) dari bahan. Kekuatan atau tegangan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam (Rosida, 2007). Contoh data sifat mekanik dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Tabel III. Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol (George, Ramana, Bawa dan Siddaramaiah, 2011). N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada hamburan cahaya pada kisi kristal yang dikenai sinar X. Metode ini dapat digunakan dalam penentuan struktur kristal suatu padatan dengan menganalisis pola difraksinya dan juga digunakan untuk penentuan komposisi bahan penyusun suatu campuran. Pola difraksi sinar X khas untuk setiap material karena masingmasing komponen terdiri dari susunan atom tertentu. Morfologi dan struktur polimer dapat diperoleh dari pemeriksaan visual serta interpretasi matematika terhadap pola dan intensitas radiasi terhambur, termasuk derajat kristalinitas (Rabek, 1983). Derajat kristalinitas berhubungan dengan struktur rantai polimer. Apabila suatu polimer memiliki struktur rantai yang semakin linier maka derajat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 kristalinitasnya akan semakin besar sehingga bersifat semakin kristalin, demikan pula sebaliknya apabila strukturnya bercabang maka akan cenderung bersifat amorf. XRD sangat penting untuk analisis polimer karena XRD dapat memperlihatkan indeks dari struktur kristal, dan derajat kristalinitas (Rosida, 2007). Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4. Derajat kristalinitas = Luas kristalin ×100% ………………. (4) Luas (kristalin+amorf) Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa bakteri dan chitosan ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan (Stefanescu, et. al., 2012). O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan teknik yang cukup tua untuk analisis terhadap transisi termal dalam polimer. DTA memiliki kemiripan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) karena memberikan tipe informasi yang sama. Termogram yang dihasilkan keduanya mempunyai kaitan dengan kapasitas panas ΔT untuk DTA dan ΔQ/dt untuk DSC, sehingga termogram-termogram DSC dan DTA memiliki bentuk yang sama. Instrumentasi alat DTA memiliki perbedaan yang signifikan dengan DSC. Perbedaannya yaitu dalam DTA, sampel dan referensi keduanya dipanaskan oleh sumber pemanasan yang sama dan dicatat perbedaan temperatur antar keduanya. Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut, misalnya, transisi gelas atau reaksi ikat silang–temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik dan akan mendahului jika transisi tersebut eksotermik (Stevens, 2001). Secara skematik termogram DTA untuk polimer semikristalin ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin (Stevens , 2001). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI P. 29 Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) Analisis termal gravimetri merupakan metode analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan berat dari bahan dari setiap tahap, dan suhu awal penurunan (Mc Neil, 1989). Analisis termal gravimetri dilakukan untuk menentukan kandungan pengisi dan kestabilan termal dari suatu bahan. Contoh termogram TGA dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri (Stefanescu, et. al., 2012). Q. Landasan Teori Biomaterial dari selulosa bakteri dapat dibuat dari bahan dasar limbah ketela rambat melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Actobacter xylinum. Selulosa bakteri ini memiliki sifat bioaktif rendah sehingga dapat digunakan sebagai perawatan sementara untuk luka yang terbakar. Oleh karena itu dilakukan suatu modifikasi pada selulosa bakteri dengan menambahkan bahan lain tertentu, contohnya adalah gliserol dan chitosan. Gliserol berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dari selulosa bakteri karena nantinya selulosa bakteri PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 ini akan diaplikasikan pada luka di kulit sehingga jika selulosa bakteri memiliki fleksibilitas yang rendah maka selulosa bakteri akan mudah putus saat diaplikasikan khususnya jika diaplikasikan pada luka di daerah persendian. Chitosan bersifat sebagai bakteriostatik serta mempercepat regenerasi sel pada kulit yang rusak sehingga dengan penambahan chitosan diharapkan dapat meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dan mempercepat proses penyembuhan luka jika selulosa bakteri ini diaplikasikan pada luka. Namun seiring dengan adanya penambahan gliserol dan chitosan ini akan mempengaruhi karakteristik dari selulosa bakteri sehingga perlu dilakukan proses karakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis; gugus fungsi; struktur morfologi; sifat mekanik; kestabilan termal serta kristalinitasnya. R. Hipotesis 1. Limbah cair ketela rambat dapat membentuk suatu biomaterial. 2. Pemberian gliserol dan chitosan dapat mempengaruhi karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kestabilan termal dan kristalinitas) dari biomaterial yang terbentuk. 3. Pemberian chitosan pada biomaterial yang diaplikasikan pada luka dapat mempercepat proses penyembuhan luka. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: 1. Variabel utama Variabel utama dalam penelitian ini meliputi: a. Variabel bebas: Pengaruh lama pemberian biomaterial pada kulit yang terluka. b. Variabel tergantung: Kemampuan biomaterial dalam mempercepat penyembuhan kulit yang terluka. 2. Variabel pengacau Variabel pengacau dalam penelitian ini meliputi: a. Variabel pengacau terkendali: jenis umbi, waktu panen, cara panen, jenis kelamin subjek hewan uji, galur subjek hewan uji, umur subjek hewan uji, berat subjek hewan uji, pemberian pakan dan minum dari hewan uji, kondisi tempat untuk memelihara hewan uji, luka yang dibuat pada punggung hewan uji 31 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 b. Variabel pengacau tidak terkendali: suhu, cuaca, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, kondisi bakteri, kondisi patologis dan fisiologis tikus. C. Definisi Operasional 1. Biomaterial adalah sediaan yang berupa selulosa bakteri yang merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. 2. Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikrobial hasil fermentasi yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen. 3. Ketela rambat adalah ketela yang tumbuh merambat di atas tanah. Pada penelitian ini ketela rambat yang digunakan adalah ketela rambat dengan daging umbi yang berwarna putih. 4. Limbah ketela rambat adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses pemisahan sari pati dari ketela rambat pada saat pembuatan tepung pati ketela rambat. 5. Chitosan adalah senyawa hasil deasetilasi chitin, terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N-glukosamin. 6. Luka adalah bagian kulit yang jaringannya sobek dan terbuka karena adanya pengaruh perlakuan dari luar. Proses ini dilakukan dengan pengambilan komplit dari kulit termasuk epidermis, dermis, lemak subkutan, dan lapisan otot polos panniculus carnosus dengan cara menyobek area kulit (diameter sekitar 5 mm) pada punggung hewan uji. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 7. Film adalah lembaran tipis dari biomaterial yang telah dikeringkan. 8. Analisis mekanik adalah analisis untuk melihat kualitas suatu film yang meliputi kuat tarik dan persen perpanjangan. 9. Kuat tarik (tensile strength) adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung sampai film terputus. 10. Nilai elongasi atau persen perpanjangan (persen elongation) merupakan perubahan panjang maksimal film sebelum putus. 11. Analisis struktur morfologi merupakan analisis untuk melihat bentuk morfologi/kenampakan dari suatu biomaterial baik kenampakan bentuk permukaan maupun kenampakan bentuk melintang. 12. Kristalinitas adalah nilai yang menyatakan perbandingan daerah kristal suatu polimer dengan nilai kristal+amorf yang dapat menunjukkan keteraturan struktur suatu material. 13. Parameter penyembuhan luka yang diamati adalah pengamatan makroskopis/patologi anatomi luka dan persentase penurunan luas luka. 14. Patologi anatomi penyembuhan luka yang diamati meliputi ada tidaknya keropeng, tingkat kekeringan luka dan warna luka. 15. Persentase penurunan luas luka yang diamati merupakan hasil perhitungan dari diameter luka yang diukur pada luka tikus satu hari setelah luka dibuat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 D. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300), fine coat ion sputter (Jeol JFC 1100), alat uji tensile strength (Universal Testing Machine Zwick Z 0.5,) alat pencetak dumbble (Dumb Bell Ltd Japan Saitama Cutter SOL-100), mikrometer (Mitotuyo MT-485 dial Thickness Gage 2046F), TGA-DTA Analyzer (Perkin-Elmer Diamond), alat XRD (Rigaku Multiflex 2 kW), pendingin (Rigaku), timbangan digital (Mettler-Toledo B.V.PC 2000), oven drying (Memmert BE 500), autoklaf (ALP Co.,Ltd. Model KT-40), magnetic stirrer-hot plate (Heidolph MR 2002), seperangkat alat gelas (Pyrex dan Duran), Nampan (Lion Star dengan dimensi 230x176x39 mm), spatula, magnetic stirrer, timbangan, pisau, talenan, gunting (Han Kwang Korea), blender (Moulinex), baskom, cawan petri (Pyrex), kain mori, kain warna hitam, plastik, toples, spuit injeksi i.p. ukuran 1 mL (Terumo), seperangkat alat bedah, jangka sorong (Mitutuyo), Alat cukur dan metabolic cage. 2. Bahan Ketela rambat yang bagian daging umbinya berwarna putih, gula pasir, urea kualitas teknis, alkohol 70 % kualitas teknis, asam asetat glasial kualitas teknis, gliserol kualitas teknis, chitosan kualitas teknis, kultur bakteri Acetobacter ® xylinum, NaOH kualitas p.a. buatan E.Merck , HCl kualitas p.a. buatan ® ® E.Merck , aquadest, pH stik buatan E.Merck , kertas coklat pembungkus, isolasi bening, kapas, hepafix, koran, tikus jantan galur Wistar, ketamine, xylazine, pakan ® tikus, silika gel, dan silet buatan Gillette PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman ketela rambat dilakukan dengan bantuan seorang determinator, cara determinasi yang digunakan adalah dengan membandingkan ciri-ciri umbi ketela rambat dan tanaman ketela rambatnya yang ditumbuhkan sendiri dengan ciri-ciri tanaman dan umbi dari ketela rambat yang ada dalam web botani resmi (www.plantamor.com) serta mencocokkan dengan buku deskripsi tanaman ketela rambat yang ditulis oleh Huamán (1991), yang terdapat di Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Pemilihan Bahan Umbi ketela rambat yang dipilih ini adalah umbi ketela rambat yang bagian dalamnya berwarna putih agak kekuningan serta kulitnya berwarna kekuningan dan dipanen pada waktu ketela rambat berumur tiga bulan. Waktu pengambilan umbi ini dilakukan di bulan Juni dan November tahun 2012. 3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat Preparasi limbah cair ketela rambat dilakukan sesuai prosedur pembuatan tepung pati dari ketela rambat seperti yang dikutip dari Surat Kabar Harian Republika pada tanggal 21 Juli 2011. Pada berita tersebut, disebutkan bahwa “Untuk membuat tepung pati ubi jalar menurut Ratih Suratih dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Caranya: Ubi dikupas dan kemudian dicuci hingga bersih. Ubi jalar diparut halus, hingga membentuk seperti bubur. Tambahkan air dengan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 perbandingan ubi jalar:air adalah 1:1. Setelah itu, bubur disaring dengan menggunakan kain. Bubur ubi jalar diperas hingga sari patinya keluar, dan hanya tertinggal serat sertanya di dalam kain. Biarkan saripati itu mengendap. Kira-kira tunggu sampai 12 jam. Cairan di atas endapan dibuang, kemudian endapan yang berupa pasta dijemur, bisa menggunakan tampah saat menjemurnya. Hasilnya? Tepung pati ubi jalar yang bertekstur agak kasar. Apabila kita ingin lebih halus, dapat dihaluskan menggunakan mesin selep, ataupun blender.” Pada penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan yaitu umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih. Umbi lalu ditimbang. Umbi dipotong-potong menjadi kecil dan ditambah sedikit air lalu diblender menjadi bubur umbi. Setelah itu, bubur ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air), diaduk-aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi. Bubur umbi dimasukkan ke dalam kain mori lalu diperas dan disaring dengan kain mori sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan lalu bagian cairan hasil penyaringan pertamanya langsung dipindahkan ke dalam botol plastik sambil dibiarkan selama 3 jam agar beberapa pati yang belum mengendap ini mengendap di dalam botol plastik. Pati akan mengendap. Cairan di atas endapan ini diambil untuk proses pembuatan biomaterial. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. 37 Orientasi Pembuatan Membran Chitosan Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam 4 cawan petri bersih lalu petri ditutup dan dikeringkan dengan diangin-anginkan di udara terbuka. 5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan chitosan lalu dituang ke atas nampan yang telah dicuci alkohol 70% dan dikeringkan lalu diletakkan selama beberapa hari di udara terbuka untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan fleksibel. Membran chitosan yang terbentuk lalu disimpan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel. 6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi Sebanyak 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan yang dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer. Selama pelarutan chitosan ini, pH cairan dicek dengan pH stik agar memiliki pH 3-4, jika pH larutan campuran belum sesuai dengan yang diharapkan maka larutan campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH larutan campuran berkisar 3-4. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 Setelah chitosan larut lalu ditambahkan 10 gram gula pasir dan 0,5 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam cawan petri yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan masing-masing cawan petri diisi sebanyak 25 mL larutan campuran lalu cawan petri ditutup sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, cawan petri dibuka dan tiap cawan petri yang berisi larutan campuran ditambahkan 5 mL Acetobacter xylinum secara aseptis dan proses ini dikerjakan di dalam Laminar Air Flow, setelah bakteri dituang ke dalam cawan petri, cawan petri ditutup dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup cawan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel. 7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi Sebanyak 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan yang dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer. Selama pelarutan chitosan ini, pH cairan dicek dengan pH stik agar memiliki pH 3-4, jika pH larutan campuran belum sesuai dengan yang diharapkan maka larutan campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH larutan campuran berkisar 3-4. Setelah chitosan larut lalu ditambahkan 10 gram gula pasir dan 0,5 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, larutan campuran ditambahkan 20 mL Acetobacter xylinum secara aseptis lalu nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup nampan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel. 8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Setelah dingin campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40 Setelah 7-14 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci beberapa kali dengan air PAM, lalu dengan aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lalu larutan chitosan 2% yang telah dibuat dituangkan ke atas lapisan pelikel dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu antara 37- 400 C selama kurang lebih 2 minggu. 9. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Setelah dingin, tambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar. Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu. Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel. 10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Lalu campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar. Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu. Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel. 11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan ditutup dengan koran sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Lalu campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan wadah ditutup PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar. Lapisan pelikel yang terbentuk dicuci beberapa kali dengan air kran, lalu dengan aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang dan lapisan pelikel ditimbang. Setelah ditimbang lalu larutan chitosan 2% yang telah dibuat dituangkan ke atas lapisan pelikel. Lapisan pelikel+larutan chitosan ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu. Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 12. Analisis Karakteristik Biomaterial a. Analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis. Analisis ini meliputi pengamatan dari warna, tekstur, bentuk dan transparansi dari masing-masing sampel. b. Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen FT-IR. Analisis ini menggunakan seperangkat alat FTIR dan dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM. Langkah-langkahnya adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil fermentasi dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa alur kurva bilangan gelombang terhadap intensitas. c. Analisis morfologi menggunakan instrumen SEM. Foto permukaan diukur ini menggunakan instrumen SEM. Uji ini dilakukan di Laboratorium SEM di Pusat Balai Konservasi Candi Borobudur. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut material sampel dipotong sedemikian rupa, lalu sampel diberi dobel tape karbon kemudian sampel ditempatkan di atas tempat sampel yang terbuat dari tembaga. Sampel disepuh dengan dengan emas (coating) dengan alat ion coater selama kurang lebih 5 menit yang sebelumnya dilakukan proses pemvakuman. Selanjutnya sampel dimasukkan ke unit electron gun melalui bilik pergantian sampel. Kemudian sampel diset dengan bantuan microstage sampai mendapatkan fokus yang tepat. Tombol utama pada posisi ON dan diset detector Accelerate voltage set, 20 kilo volt. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI d. 46 Analisis sifat mekanik. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi 1, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sampel material yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran 11 cm x 2 cm. Hasil potongan/spesimen dimasukkan ke dalam pemotong dumbble dan dilakukan pencetakan bentuk. Kemudian dilakukan pemotongan sesuai pola yang terbentuk pada sampel. Lalu sampel diukur ketebalannya dengan mikrometer Mitutoyo lalu kedua sisi hasil pemotongan ini lalu dikaitkan pada Universal Testing Machine. Aktifkan program Test Zwick. Power dan panel pada posisi ON. Isikan data sampel sesuai ukuran standar. Spesifikasi alat yang digunakan yaitu memakai pisau dengan standar ASTM. Lalu alat dinyalakan dan diset dengan test speed = 10 mm/min lalu spesimen diamati sampai putus, pengujian dihentikan ketika spesimen sudah putus. Data yang diperoleh berupa persen perpanjangan (percent elongation), kuat tarik (tensile strength) dan F max. e. Uji sifat termal dengan alat Differential Thermal Analysis (DTA). Uji dengan Differential Thermal Analysis ini dilakukan di Balai Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta. Sebanyak ± 15 mg sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam krus tempat sampel yang sebelumnya telah diisi sedikit oleh alumina standar yang diproduksi oleh PerkinElmer untuk analisis DTA-TGA dan dimasukkan pada tempat untuk meletakkan sampel dalam alat DTA-TGA analyzer. Lalu diisikan pula alumina standar yang telah dimasukkan ke dalam krus dan diletakkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 pada bagian reference dalam alat DTA-TGA analyzer lalu pada instrumen ini dikalibrasi beratnya dengan menggunakan reference agar diperoleh berat sampel yang diinginkan. Lalu kondisi alat ukur dioperasikan pada suhu 30-4000 C dengan kecepatan pemanasan 100 C per menit dan alat dinyalakan. Pada komputer, diatur ke program untuk membaca DTA lalu termogram DTA yang dihasilkan lalu dicetak dalam kertas. f. Uji sifat termal dengan alat Thermal Gravimetric Analysis (TGA). Uji dengan Thermal Gravimetric Analysis ini dilakukan di Balai Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta. Sebanyak ± 15 mg sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam krus tempat sampel yang sebelumnya telah diisi sedikit oleh alumina standar yang diproduksi oleh PerkinElmer untuk analisis DTA-TGA dan dimasukkan pada tempat untuk meletakkan sampel dalam alat DTA-TGA analyzer. Lalu diisikan pula alumina standar yang telah dimasukkan ke dalam krus dan diletakkan pada bagian reference dalam alat DTA-TGA analyzer lalu pada instrumen ini dikalibrasi beratnya dengan menggunakan reference agar diperoleh berat sampel yang diinginkan. Lalu kondisi alat ukur dioperasikan pada suhu 300-4000 C dengan kecepatan pemanasan 100 C per menit dan alat dinyalakan. Pada komputer, diatur ke program untuk membaca TGA lalu termogram TGA yang dihasilkan lalu dicetak dalam kertas. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI g. 48 Uji kristalinitas dengan alat X-Ray Diffraction (XRD). Uji XRD ini dilakukan dengan memakai instrumen X-Ray Diffraction yang dilakukan di Laboratorium XRD, Jurusan Teknik Geologi UGM. Langkahlangkahnya adalah lembaran film dipotong dengan ukuran 2x2 cm. Sampel tersebut kemudian dipasang di sample holder dan sampel diusahakan rata di atas sample holder. Selanjutnya pendingin alat XRD dihidupkan dan instrumen XRD dihidupkan lalu diatur kondisi alat dengan sudut putar 2θ = 2° sampai 80°, scan step = 0,04 dan scan speed = 4 °/menit serta tegangan dan arus pada instrumen disesuaikan dengan standard measurenment dari instrumen dan dirotasikan agar benar-benar terorientasi secara acak. Hasil uji ini berupa difraktrogram hubungan antara intensitas dan sudut 2θ. 13. Sterilisasi Produk Produk biomaterial yang sudah dikeringkan serta membran chitosan yang telah dibuat lalu dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran 1x1 cm lalu dimasukkan ke dalam cawan petri dan selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf dan disterilisasi dengan suhu 1210 C selama 15 menit. Setelah disterilisasi, produk biomaterial ini siap digunakan. 14. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal Hewan uji dicukur bulunya terlebih dahulu hingga bersih dengan alat cukur steril kemudian hewan uji ditimbang. Setelah ditimbang, hewan uji lalu diberi ketamine dan xylazine secara intra peritonial. Dosis ketamine dan xylazine yang digunakan adalah dosis yang dapat menimbulkan efek anastesi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 pada hewan uji. Setelah hewan uji teranastesi maka dibuat luka eksisi menggunakan seperangkat gunting bedah steril pada lapisan kulit hewan uji yang digunakan hingga ini membentuk luka eksisi dengan kedalaman tertentu dengan diameter kurang lebih satu cm. Luka yang terbentuk lalu diamati perhari selama empat belas hari untuk menentukan lamanya aplikasi dari perlakuan pemberian biomaterial pada hewan uji. 15. Pengelompokkan Hewan Uji Dipilih 24 hewan uji yang diambil secara acak lalu dikelompokkan menjadi empat kelompok hari perlakuan, yaitu kelompok perlakuan 1, 3, 5 dan 7 hari. Kemudian pada tiap–tiap hewan uji dibuat luka pada bagian punggung untuk pengamatan kelompok selulosa bakteri+gliserol+chitosan, kontrol positif, dan kontrol negatif. Pada kelompok selulosa bakteri+gliserol+chitosan, luka hewan uji ini ditutup dengan sediaan biomaterial yang telah dibuat dan ditutup lagi dengan hepafix pada bagian atas dari sediaan biomaterial ini agar tidak mudah lepas dan penutup pada luka ini dibuka pada hari yang telah ditentukan sebelumnya. Pada kontrol negatif, luka hewan uji ini hanya ditutup dengan hepafix dan penutup pada luka ini dibuka pada hari yang telah ditentukan sebelumnya. Pada kontrol positif, luka pada hewan uji ini ditutup dengan membran chitosan dan ditutup lagi dengan hepafix pada bagian atas dari sediaan biomaterial ini agar tidak mudah lepas. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 16. Pembuatan Luka pada Hewan Uji Hewan uji dicukur bulunya terlebih dahulu hingga bersih dengan alat cukur steril kemudian hewan uji ditimbang. Setelah ditimbang, hewan uji lalu diberi ketamine dan xylazine secara intra peritonial. Dosis ketamine dan xylazine yang digunakan adalah dosis yang dapat menimbulkan efek anastesi pada hewan uji. Setelah hewan uji teranastesi kulit hewan uji dibersihkan dengan etanol 70% lalu dibuat luka eksisi menggunakan seperangkat gunting bedah steril pada lapisan kulit hewan uji yang digunakan hingga ini membentuk luka eksisi dengan kedalaman tertentu dengan diameter kurang lebih satu cm lalu diameter lukanya diukur dengan jangka sorong. 17. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka Setelah biomaterial ini diaplikasikan pada luka di kulit hewan uji sampai pada hari yang ditentukan, maka perlakuan ini dihentikan. Penutup pada luka hewan uji ini dibuka secara perlahan lalu luka pada punggung hewan uji ini diamati secara visual dan difoto dengan kamera kemudian diameter lukanya diukur dengan jangka sorong. F. Analisis Data 1. Analisis karakteristik dari biomaterial yang terbentuk ini meliputi analisis sifat fisik secara makroskopik dan organoleptis, gugus fungsi, sifat mekanik, uji DTA dan TGA untuk selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan; uji struktur morfologi dan uji kristalinitas untuk selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 51 Sifat mekanik dari selulosa, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan dianalisis secara statistik menggunakan Uji Normalitas, Uji Kesamaan Varians (Levene’s Test) dan Uji ANOVA Satu Arah. 3. Analisis hasil untuk penyembuhan luka dilakukan dengan pengamatan luka secara visual berupa pengamatan patologi anatomi yang meliputi ada tidaknya keropeng, kekeringan luka dan warna luka yang kemudian dideskripsikan beserta mengukur diameter dari luka tersebut dengan jangka sorong untuk melihat pengaruh dari pemberian biomaterial pada luka. 4. Hasil pengukuran diameter luka dikonversikan menjadi luas lalu dihitung penurunan luas lukanya. Penurunan luas luka lalu dianalisis secara statistik menggunakan Uji Normalitas, Uji Kesamaan Varians (Levene’s Test) dan Uji ANOVA Satu Arah. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” bertujuan untuk mengetahui karakteristik biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka dan mengetahui pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis. Penelitian ini merupakan bagian dari suatu rangkaian penelitian besar yang bertujuan untuk melihat kemampuan suatu biomaterial selulosa bakteri yang dihasilkan dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol dapat memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan mempercepat penyembuhan luka. A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi tanaman merupakan langkah awal apabila akan menggunakan bagian dari tanaman sebagai sampel penelitian. Determinasi bertujuan untuk mengetahui dan memastikan kebenaran identitas tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Kebenaran dari identitas tanaman ini sangat penting karena untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan 52 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 sampel. Pada penelitian ini, determinasi dilakukan dengan bantuan seorang determinator. Berdasarkan hasil pengamatan, umbi ketela rambat yang digunakan berasal dari tanaman ketela rambat. Hal ini dibuktikan dengan membandingkan hasil foto beberapa bagian tanaman dari ketela rambat yang diperoleh dan ditumbuhkan sendiri dengan foto dari beberapa bagian tanaman yang terdapat di dalam literatur. Literatur yang digunakan ada dua buah yaitu: dari web www.plantamor.com serta buku pustaka yang ditulis oleh Huamán (1991). Bagian dari tanaman yang dibandingkan adalah pada bagian umbi, petiole serta daunnya. Gambar 10 menunjukkan hasil pembandingan ketela rambat dengan literatur. Gambar 10. Hasil pembandingan bagian ketela rambat dengan literatur Berdasarkan hasil pembandingan dengan literatur seperti yang terlihat pada Gambar 10, serta bantuan determinator maka dibuktikan bahwa sampel tanaman yang digunakan memang umbi ketela rambat (Ipomoea batatas Poir). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 B. Hasil Pemilihan Bahan Berdasarkan hasil pemilihan bahan penelitian, ketela rambat yang digunakan adalah ketela rambat yang bagian dalamnya atau bagian daging umbinya berwarna putih dan sedikit terdapat bercak kekuningan dan kulit umbinya berwarna kekuningan. Menurut sumber yang diwawancara oleh wartawan Surat Kabar Harian Republika pada tanggal 21 Juli 2011 pada bagian rubrik kuliner menyatakan bahwa “Untuk membuat tepung pati ubi jalar, menurut Ratih Suratih, dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa, menjelaskan pada dasarnya semua ubi jalar dapat dijadikan tepung pati. “Tapi yang paling bagus yang putih, dibanding yang kuning atau ungu” Tepung pati ubi jalar juga menurutnya yang paling mudah dibuat juga dari ubi jalar putih. “Karena jumlahnya lebih banyak, lebih mudah mencarinya,” ujarnya.” Selain itu menurut Suprapta, Antara, Arya, Sudana, Duniadji dan Sudarma (2003), kandungan pati dan gula tereduksi dari ketela rambat yang berwarna putih ini merupakan kandungan pati dan gula tereduksi yang tertinggi jika dibandingkan dengan ketela rambat yang lain. Ketela rambat yang digunakan adalah ketela rambat yang telah matang. Kriteria ketela rambat yang telah matang adalah dapat dipanen bila ubiubinya sudah tua (matang fisiologis). C. Preparasi Limbah Ketela Rambat Preparasi limbah ketela rambat ini mengikuti tata cara pembuatan tepung pati ketela rambat seperti yang dikutip dari sumber yang diwawancara oleh wartawan Surat Kabar Harian Republika pada tanggal 21 Juli 2011 pada bagian rubrik kuliner. Preparasi limbah ketela rambat dilakukan sedikit modifikasi yaitu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 pada proses pencucian dan pengupasan ketela, ketela lalu langsung dipotong kecil-kecil lalu diblender dengan menambahkan sedikit air lalu hasil pemblenderan dari ketela rambat disaring dengan kain mori. Saat penyaringan campuran tersebut dilakukan penambahan air kembali lalu hasil saringan ditampung dalam wadah pengendapan. Cairan pertama hasil penyaringan yang diperoleh langsung diambil dan dipindahkan ke dalam botol plastik sambil diendapkan kembali sisa pati selama kurang lebih 3 jam. Alasan digunakan cairan pertama hasil penyaringan karena cairan pertama hasil penyaringan ini memiliki kandungan nutrisi yang tertinggi dibandingkan cairan hasil penyaringan berikutnya. Setelah 3 jam, maka cairan dalam botol plastik ini digunakan sebagai bahan pembuatan biomaterial. D. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan Membran chitosan digunakan sebagai kontrol positif. Kontrol positif ini digunakan untuk melihat kemampuan dari chitosan dalam mempercepat penyembuhan luka ketika diaplikasikan pada luka yang dibuat pada punggung tikus. Saat pembuatan membran chitosan digunakan asam asetat dengan konsentrasi 2% sebagai pelarut dari chitosan. Hasil orientasi menunjukkan bahwa 2 gram chitosan ini dapat terlarut sempurna dalam 100 mL asam asetat 2%. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugita (2009). Adanya interaksi ionik antara gugus amina pada chitosan yang terprotonasi dengan gugus asetil pada asam asetat ini akan membentuk garam chitosan yang larut air seperti yang dikemukakan oleh Dunn, Grandmaison dan Goosen (1997). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 Saat orientasi ini, digunakan cawan petri sebagai tempat untuk membuat membran chitosan. Larutan chitosan yang dibuat dimasukkan ke dalam 4 cawan petri bersih dan ditutup lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama beberapa hari. Namun setelah beberapa hari, larutan chitosan ini tidak dapat kering dan membentuk membran dengan sempurna. Selanjutnya dicoba cara lain yaitu dengan memasukkan larutan chitosan yang dibuat oleh peneliti ini ke dalam cawan petri dan langsung dikeringkan dengan diangin-anginkan di udara terbuka selama beberapa hari tanpa menutup cawan petri tersebut. Setelah beberapa hari, ternyata larutan chitosan tersebut dapat mengering dengan sempurna dalam cawan petri tersebut dan menghasilkan membran chitosan dengan sempurna. Namun membran tersebut sulit diambil dari cawan petri karena membran chitosan ini terlalu lengket dengan petri tersebut sehingga justru merusak membran yang terbentuk. Akhirnya mencoba mengganti cawan petri dengan tempat lain yang sesuai dan tidak menyebabkan membran chitosan lengket dan rusak ketika membran yang sudah terbentuk ini akan dikeluarkan dari tempatnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2006), yang menyatakan bahwa untuk melepaskan suatu membran chitosan dari suatu pelat kaca atau bahan yang terbuat dari kaca maka bioplastik ini harus dimasukkan dalam suatu bak koagulan yang berisi larutan NaOH 4% sampai bioplastik terlepas dari kaca. Dalam hal ini larutan NaOH berfungsi sebagai non pelarut yang dapat berdifusi kebawah lapisan bioplastik sehingga membran PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 terangkat ke atas dan mudah untuk dilepas (Santoso, 2006). Berikut ini skema pengelupasan bioplastik akibat difusi larutan NaOH. Gambar 11. Skema pengelupasan bioplastik E. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan maka dilakukan pembuatan membran chitosan ini dengan nampan plastik merk Lion Star. Larutan chitosan dipindahkan ke atas nampan dan diangin-anginkan di udara terbuka selama beberapa hari. Membran chitosan dapat terbentuk sempurna di atas nampan plastik dan ketika dikeluarkan dengan mengelupaskan membran chitosan, membran chitosan ini dapat dikeluarkan dengan mudah dan tidak menempel serta lengket di wadahnya seperti saat orientasi. Hasil membran chitosan yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 12 dan digambarkan sifat fisiknya seperti pada Tabel IV. No 1 2 3 4 Tabel IV. Tabel sifat fisik membran chitosan Sifat Fisik Hasil Pengamatan Warna Agak kekuningan Tekstur Halus Bentuk Lembaran seperti kertas Transparansi Transparan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 Gambar 12. Membran chitosan F. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan, ternyata untuk proses pembuatan selulosa bakteri dengan penambahan gliserol dan chitosan dengan metode perebusan dan memakai cawan petri sebagai tempat fermentasi sangat sulitdilakukan. Metode perebusan adalah metode dengan mencampurkan semua bahan dan nutrisi yang diperlukan oleh bakteri untuk proses fermentasi ke dalam suatu wadah yang disertai dengan sedikit pengadukan dan pemanasan. Penggunaan metode dengan memakai cawan petri sangat sulit dilakukan dikarenakan ada beberapa penyebab. Penyebabnya antara lain adalah masalah kelarutan dari chitosan. Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan, ketika mencampurkan air ketela rambat dengan chitosan lalu gula pasir dan urea beserta gliserol, ternyata chitosan tidak mau larut dalam air ketela rambat ini. Chitosan merupakan suatu polisakarida dengan bobot molekul tinggi, oleh karena itu sangat sukar larut dalam air. Ada beberapa kemungkinan penyebab tidak mau terlarutnya chitosan, yang pertama adalah masalah pH. pH limbah cair ketela rambat yang terukur saat itu adalah 5. pH yang baik untuk kelarutan chitosan pada pH di PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 bawah 6,5. Mat dan Zakaria (1995) melaporkan bahwa chitosan tidak larut dalam asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Meskipun sudah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mat dan Zakaria namun ternyata chitosan tetap tidak terlarut dalam limbah cair ketela rambat tersebut. Penyebab kedua dari jenis pelarut yang digunakan, biasanya untuk melarutkan chitosan digunakan beberapa pelarut asam organik lemah seperti asam asetat dan asam formiat. Chitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Chitosan larut dalam asam-asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat (Mat dan Zakaria, 1995). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan, pelarut yang digunakan adalah limbah cair ketela rambat yang bukan merupakan suatu asam organik lemah. Alasan lain metode memakai cawan petri susah dilakukan adalah dari cawan petri yang digunakan. Ketika menggunakan cawan petri sebagai wadah untuk proses fermentasi dari selulosa bakteri setelah ditunggu selama 7-14 hari tidak didapatkan adanya lapisan pelikel pada petri dan pada petri tetap cair. Berdasarkan hal tersebut diduga kultur bakteri kesulitan mendapatkan oksigen karena oksigen sukar menembus cawan petri, adanya cahaya yang menembus petri ataupun kontaminasi dari mikroorganisme lain yang sangat tinggi ini yang menyebabkan bakteri tidak dapat melakukan proses fermentasi. Adanya oksigen yang sukar menembus petri ini akan mengakibatkan bakteri kesulitan mendapatkan sumber oksigen untuk proses metabolismenya sehingga kemungkinan bakteri di dalam petri tersebut tidak akan hidup. Adanya penetrasi cahaya juga kemungkinan akan mempengaruhi suhu dan kelembaban udara yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 kurang optimal bagi bakteri dalam melakukan proses fermentasi. Menurut Purnomo (2009), suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah sekitar 350 C sehingga kemungkinan saat memakai petri, suhu saat fermentasi ini jauh dibawah atau di atas suhu optimum yang diperlukan oleh bakteri untuk hidup. Adanya kontaminasi ini sendiri juga akan menyebabkan kegagalan pada proses fermentasi karena nutrisi yang seharusnya dibutuhkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk proses metabolisme bakteri tersebut justru direbut oleh mikroorganisme lain sehingga bakteri Acetobacter xylinum akan mengalami kekurangan nutrisi dan akhirnya tidak dapat hidup. Selain itu penyebab yang lain adalah kemungkinan saat menuang bakteri ke dalam petri, cairan yang ada di dalam petri ini masih terlalu tinggi suhunya sehingga bakteri langsung mati dan tidak dapat berkembang dengan baik. Kemungkinan penyebab yang lain adalah karena saat menuang starter bakteri, tidak didapatkan kultur bakteri karena kultur bakteri mengendap di bagian bawah akibat botol yang mengandung medium tumbuh bakteri tidak digojog terlebih dahulu sebelum bakteri dituang sehingga yang dituang ke dalam petri ini hanyalah cairan medium tumbuh dari bakteri ini sendiri sehingga tidak ada bakteri yang melakukan proses fermentasi pada petri tersebut. Berdasarkan beberapa orientasi yang dilakukan serta karena kegagalan dari hasil orientasi yang dilakukan sebelumnya, maka cawan petri yang digunakan dicoba diganti dengan nampan sebagai wadah untuk fermentasi. Kemungkinan penyebab yang lain adalah karena chitosan memiliki aktivitas antibakteri sehingga kemungkinan dengan adanya penambahan chitosan ini akan menghambat pertumbuhan kultur bakteri yang digunakan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 G. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi Berdasarkan hasil orientasi, kendala yang dialami tetap sama yaitu dari masalah kelarutan chitosan dan tidak terbentuknya pelikel walaupun wadah fermentasi ini sudah diganti dengan nampan yang telah disterilkan dan saat proses fermentasi ini sudah menggunakan kertas koran sebagai penutup nampan seperti yang dilakukan oleh industri nata de coco pada umumnya. Alasan penggunaan kertas koran adalah karena pada kertas koran ini merupakan jenis kertas yang memiliki banyak pori-pori sehingga akan membantu penetrasi dari oksigen ke dalam wadah fermentasi sehingga bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dengan baik, selain itu dengan memakai kertas koran ini maka dapat mengurangi penetrasi cahaya dari luar jika dibandingkan dengan memakai petri yang transparan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka hal ini kemungkinan dikarenakan akibat adanya pengaruh keberadaan chitosan yang menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum akibat adanya kemampuan antibakteri dari chitosan. Oleh karena itu dicoba diganti dengan menggunakan metode pelapisan. H. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan Metode pelapisan adalah metode yang digunakan untuk melapisi kain atau serat dengan bahan lain untuk meningkatkan kemampuan bioaktif dari kain PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 tersebut. Biasanya bahan lain yang ditambahkan ini berupa larutan yang bersifat anti bakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariany dan Maharani (2011), chitosan ini dikombinasikan dengan silika lalu dilapiskan pada kain katun dengan memakai metode pelapisan. Melalui hasilnya dilaporkan bahwa chitosansilika yang dilapiskan pada kain katun ini mampu memberikan sifat anti bakteri terhadap bakteri S. aureus dan berikatan kuat dengan selulosa dari katun. Berdasarkan penelitian tersebut, dicoba metode pelapisan untuk melapisi selulosa bakteri ini dengan chitosan yang harapannya nanti dapat digunakan sebagai material penutup luka. Berdasarkan hasil orientasi, maka dapat terbentuk pelikel selulosa bakteri yang terbentuk dengan sempurna melalui proses pelapisan lalu setelah pelikel ini terbentuk, pelikel ini dicuci beberapa kali dengan aquadest, air panas, direndam dalam larutan NaOH 3% selama 48 jam serta HCl 3% selama 15 menit lalu dicuci kembali dengan aquadest. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Chawla et. al. . Menurut Chawla et. al. (2009) setelah pelikel selulosa bakteri terbentuk, dilakukan proses purifikasi dengan mencuci pelikel tersebut dengan aquadest, air panas, larutan NaOH 3% selama 48 jam serta HCl 3% selama 15 menit. Adanya proses purifikasi bertujuan untuk mengurangi kandungan endotoksin yang terdapat dalam pelikel serta melisiskan sel-sel bakteri karena nantinya selulosa bakteri ini ini akan digunakan sebagai penutup luka. Setelah proses tersebut, pelikel bakteri tersebut direndam dengan larutan chitosan 2% yang telah dibuat lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 lebih 2 minggu. Suhu yang digunakan untuk pengeringan ini berkisar diantara suhu 400 C karena jika digunakan suhu yang lebih tinggi untuk proses pengeringannya maka chitosan akan mengalami Maillard reaction. Maillard reaction merupakan reaksi kimia yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi akibat adanya pengaruh suhu. Umemura, Mihara dan Kawai (2010) melaporkan efek dari Maillard reaction antara glukosa dengan dalam membran chitosan ditemukan pada membran yang dilarutkan dalam asam asetat 1% dan dikeringkan dengan cawan petri pada suhu 500 C. Proses Mailard reaction ini dapat terjadi jika asam amino dengan gula pereduksi yang terdapat dalam senyawa berinteraksi secara kimia dengan bantuan suhu dan dalam kondisi yang kering. Adanya proses Mailard reaction ini dihindari karena jika biomaterial mengalami Mailard reaction maka biomaterial yang dihasilkan ini akan berwarna coklat menghitam seperti gula yang dipanaskan berlebih hingga akhirnya gosong sehingga jika nantinya biomaterial ini hendak akan diaplikasikan ke pasien maka akan mengurangi penerimaan dari pasien karena warnanya yang coklat kehitaman. Setelah kering dari kandungan air, biomaterial dikeringkan dengan bantuan sinar matahari hingga membentuk lembaran tipis, setelah terbentuk lembaran tipis kemudian biomaterial ini siap untuk digunakan baik untuk proses karakterisasi maupun untuk proses aplikasi medis. I. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial Berdasarkan hasil orientasi, maka dilakukan proses pembuatan biomaterial selulosa bakteri dengan langkah-langkah yang sama namun tanpa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 tahap pelapisan dengan chitosan. Alasan perlu dilakukan penambahan gula pasir dan urea karena sebagai sumber nutrisi tambahan bagi kehidupan bakteri Acetobacter xylinum. Gula pasir digunakan sebagai sumber karbon sedangkan urea digunakan sebagai sumber nitrogen bagi Acetobacter xylinum. Sumber karbon penting bagi bakteri karena digunakan oleh bakteri untuk proses metabolisme dari bakteri tersebut sedangkan nitrogen merupakan komponen utama penyusun protein yang digunakan untuk metabolisme sel (Chawla et. al, 2009). Menurut Pratomo dan Rohaeti (2011), penambahan bahan lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas biomaterial yang terbentuk. Suatu biomaterial dapat terbentuk akibat aktivitas bakteri Acetobacter xylinum, bakteri tersebut menggunakan unsur-unsur hara seperti N, H, O dan C untuk menyusun lapisan-lapisan selulosa. Berdasarkan komposisi bahan yang ditambahkan saat penelitian yang dilakukan oleh Pardosi (2008) ternyata didapatkan biomaterial selulosa bakteri yang terbentuk dengan sempurna. Berdasarkan penelitian tersebut maka dilakukan pemilihan komposisi pembuatan bioamaterial selulosa bakteri dari penelitian yang dilakukan oleh Pardosi (2008). Jalur biosintesis selulosa bakteri dapat dijelaskan melalui Gambar 13. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65 Gambar 13. Skema biosintesis selulosa bakteri (Czaja, et. al., 2006) Gambar 13 menunjukkan bahwa biosintesis selulosa bakteri dari kultur bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh keberadaan glukosa dan fruktosa. Adanya glukosa dan fruktosa ini akan digunakan sebagai prekusor pembentukan selulosa sekaligus sebagai sumber karbon bagi metabolisme dari bakteri Acetobacter xylinum. Glukosa dan fruktosa sendiri merupakan hasil hidrolisis dari sukrosa serta dari amilosa serta amilopektin yang terdapat dalam ketela rambat. Kandungan amilosa dan amilopektin yang terdapat dalam ketela rambat sendiri pada umumnya adalah 1:3 (Winarno, 1992) sehingga adanya kandungan amilosa dan amilopektin ini juga dapat sebagai prekusor untuk pembentukan selulosa bakteri karena amilosa dan amilopektin sendiri ketika terhidrolisis akan menghasilkan glukosa sehingga akan menyebabkan selulosa bakteri yang terbentuk juga menjadi semakin tebal. Adanya keberadaaan dari amilosa dan amilopektin pada ketela rambat ini belum dapat diketahui apakah akan mempengaruhi karakteristik dari selulosa bakteri yang terbentuk. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 Waktu fermentasi yang digunakan untuk membentuk selulosa bakteri adalah 7-14 hari, namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada hari ketujuh, lapisan pelikel yang terbentuk sudah cukup tebal dan sudah tidak terlihat adanya cairan ketela rambat pada nampan yang digunakan sebagai sumber nutrisi saat fermentasi sehingga diputuskan bahwa waktu fermentasi optimum yang digunakan adalah tujuh hari. Waktu fermentasi optimum selama tujuh hari ini sendiri sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saragih (2004) yang menyatakan bahwa waktu optimum untuk fermentasi nata de coco adalah tujuh hari. J. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) Langkah pembuatan SG ini sama dengan pembuatan selulosa bakteri sebagai kontrol karakterisasi biomaterial. Hal yang membedakan yaitu terdapat penambahan gliserol sebanyak 0,5 gram untuk 100 mL limbah cair ketela rambat pada proses ini. Penambahan gliserol sebanyak 0,5 gram ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Pardosi (2008) yang menemukan bahwa dengan pemberian 0,5 gram gliserol ini sudah mampu memberikan peningkatan sifat mekanik dari selulosa bakteri. K. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) Langkah pembuatan SGK ini sama dengan langkah orientasi pembuatan material selulosa bakteri+gliserol+chitosan dengan metode pelapisan. Hasil yang didapat menunjukkan tidak ada perbedaan dengan hasil orientasi yang dilakukan. Chitosan yang digunakan untuk melapisi selulosa bakteri memiliki konsentrasi 2%. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 L. Analisis Karakteristik Biomaterial 1. Analisis Sifat Fisik Secara Makroskopis dan Organoleptis Analisis ini merupakan uji pendahuluan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan pada selulosa bakteri. Tujuan dari analisis ini adalah melihat sifat fisik dari masing-masing biomaterial. Melalui sifat fisik ini juga dapat dibedakan pula karakteristik dari masing-masing biomaterial yang dihasilkan. Hasil analisis sifat fisik dari masing-masing biomaterial disajikan dalam Tabel V. No 1 2 3 4 Tabel V. Hasil pengamatan sifat fisik sampel biomaterial Sifat Fisik Selulosa Bakteri Selulosa Bakteri Selulosa Bakteri + + Gliserol Gliserol + Chitosan Warna Kuning Kuning Kuning kecoklatan dan kecoklatan dan kecoklatan agak putih keruh agak putih keruh Tekstur Kasar Kasar Halus Bentuk Lembaran seperti Lembaran seperti Lembaran seperti kertas kertas kertas Transparansi Tidak Tidak Tidak Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisik dari masing-masing sampel biomaterial seperti yang ditunjukkan pada Tabel V, maka dapat dilihat bahwa adanya penambahan gliserol ini tidak begitu mempengaruhi sifat fisik dari selulosa bakteri karena dilihat dari sisi tekstur, transparansi, warna dan bentuk baik itu selulosa bakteri maupun selulosa bakteri yang diberi gliserol ini memiliki karakter yang sama. Berdasarkan pengamatan terhadap sifat fisik selulosa bakteri yang dilakukan ternyata memiliki kemiripan dengan pengamatan sifat fisik selulosa bakteri yang dilakukan oleh Pratomo dan Rohaeti (2011). Selain itu secara makroskopik memang dengan penambahan gliserol ini tidak akan terlihat adanya perbedaan namun kemungkinan untuk terjadinya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 interaksi antar senyawa itu tetap ada. Hal ini akan diperjelas jika membandingkan profil spektra IR masing-masing sampel. Adanya tekstur yang kasar pada selulosa bakteri ini kemungkinan dikarenakan akibat adanya rongga-rongga pada selulosa bakteri akibat adanya pembentukan mikrofibril yang tidak merata yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum saat proses fermentasi. Adanya rongga-rongga pada selulosa bakteri ini akan terlihat jika dilakukan analisis morfologi permukaan menggunakan SEM. Adapun penambahan chitosan ini mempengaruhi tekstur dari selulosa bakteri yang semula kasar menjadi lebih halus. Adanya tekstur yang halus pada permukaan selulosa bakteri akibat adanya penambahan chitosan ini kemungkinan dikarenakan adanya pengisian rongga-rongga dari selulosa bakteri oleh material chitosan. Adanya perubahan tekstur dari selulosa bakteri akibat adanya penambahan chitosan ini juga dapat menyebabkan kemungkinan adanya interaksi antara selulosa bakteri dengan chitosan. Interaksi antara selulosa bakteri dan chitosan dapat terlihat dan teramati dari profil spektra IR-nya. Lalu untuk melihat adanya pengisian dari rongga-rongga pada selulosa bakteri oleh material chitosan ini, tidak dapat diamati melalui pengamatan secara makroskopik namun harus dengan menggunakan suatu instrumen khusus, salah satunya adalah dengan menggunakan SEM. Melalui analisis dengan SEM ini maka adanya perubahan tekstur dari selulosa bakteri dari yang semula kasar menjadi lebih halus akibat adanya penambahan chitosan dapat lebih diperjelas dan diamati dengan mudah (Freire et. al., 2011). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 Adanya warna yang agak putih keruh pada selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol ini kemungkinan dikarenakan pengaruh tumbuhnya jamur pada permukaan sampel. Namun menurut Pratomo dan Rohaeti (2011), hal ini dapat diatasi dengan mencuci sampel tersebut dengan larutan alkohol 70%. 2. Analisis Gugus Fungsi dengan Instrumen FT-IR Analisis ini bertujuan untuk melihat adanya interaksi antara gliserol dan chitosan dengan selulosa bakteri seiring dengan penambahan kedua bahan tersebut. Apabila ada interaksi maka akan terlihat adanya perbedaan dari spektra masing-masing biomaterial dan melalui spektra-spektra ini dapat diinterpretasikan gugus-gugus fungsi dari tiap-tiap biomaterial. Berikut ini disajikan spektra IR dari serbuk chitosan, selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan. Gambar 14. Spektra serbuk chitosan Pemeriksaan gugus fungsi dari chitosan dilakukan karena selama penelitian ini, hampir seluruhnya menggunakan chitosan. Selain itu spektra serbuk chitosan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 ini digunakan sebagai kontrol pembanding antara selulosa bakteri dengan selulosa bakteri+gliserol+chitosan. Jika terjadi interaksi antara selulosa bakteri dengan chitosan maka dapat dibandingkan spektranya dengan spektra dari selulosa bakteri maupun selulosa bakteri+gliserol. Selain itu berdasarkan spektra serbuk chitosan dapat dihitung pula nilai derajat deasetilasi (DD) dari chitosan yang digunakan. Berdasarkan perhitungan dengan metode baseline, chitosan yang digunakan memiliki DD 73,78%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pillai, Paul dan Sharma (2009) yang menyatakan bahwa chitosan merupakan hasil deasetilasi chitin dengan derajat deasetilasi 60-90%. Pengaruh pemberian gliserol dan chitosan terhadap spektra IR dari selulosa bakteri ditunjukkan melalui Gambar 15. Gambar 15. Hasil spektra IR biomaterial S, SG dan SGK Keterangan: S=selulosa bakteri, SG= selulosa bakteri+gliserol, SGK= selulosa bakteri+gliserol+chitosan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 Gambar 15 menunjukkan adanya perbedaan serapan dari masing-masing sampel. Melalui perbedaan serapan dari masing-masing sampel ini dapat diinterpretasikan gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam masing-masing sampel. Hasil interpretasi spektra IR dari masing-masing sampel disajikan dalam Tabel VI. Tabel VI. Hasil interpretasi gugus fungsi dari sampel biomaterial No. Sampel Bilangan Gugus Fungsi Gelombang (cm-1) 1 S 3441,01 -OH 2931,80 -CH Alifatik 1627,92 C=O stretching 1350,17 –CH3 bending vibrations 1072,42 β-1,4-Glikosidik 2 SG 3464,15 -OH 2931,80 -CH Alifatik 1342,46 –CH3 bending vibrations 1026,13 β-1,4-Glikosidik 3 SGK 3425,58 -OH and –NH stretching 2931,80 -CH Alifatik 1635,64 C=O stretching 1566,20 –NH bending (amide II) 1342,46 –CH3 bending vibrations 1064,71 β-1,4-Glikosidik Gambar 15 menunjukkan dengan adanya penambahan gliserol pada selulosa bakteri ini akan menyebabkan terjadinya pelebaran dan penajaman dari puncak gugus -OH dari selulosa bakteri di sekitar bilangan gelombang 3400 cm-1, selain itu pada spektra SG ini tidak ditemukan adanya puncak dengan intensitas kuat di sekitar daerah 1600 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan gliserol ini akan mempengaruhi gugus fungsi dari selulosa bakteri. Selain itu dengan penambahan gliserol ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran puncak gugus –OH dari selulosa bakteri yang semula berada di sekitar daerah 3441,01 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72 cm-1 bergeser menjadi di sekitar daerah 3464,15 cm-1. Adanya pergeseran puncak ini menandakan terjadinya penambahan gugus –OH dari gliserol terhadap gugus –OH selulosa bakteri. Adanya pelebaran dan penajaman pada puncak spektra IR selulosa bakteri yang ditambah gliserol ini menunjukkan bahwa selulosa bakteri ini berinteraksi dengan gliserol. Pelebaran puncak ini disebabkan adanya penambahan gugus –OH dari gliserol sedangkan penajaman dari puncak menandakan adanya peningkatan intensitas dari gugus –OH selulosa bakteri ketika ditambah dengan gliserol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti dan Rahayu (2012), yang menyatakan bahwa lebarnya puncak pada spektrum yang terbaca menunjukkan terjadinya ikatan hidrogen antara gliserol dengan selulosa. Adanya peningkatan intensitas gugus fungsi –OH dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan gliserol akan berkaitan dengan sifat mekanik selulosa bakteri tersebut. Hubungan antara intensitas dengan sifat mekanik dari sampel ini dapat diketahui dengan menghitung nilai absorbansi gugus fungsi dari setiap sampel. Tabel VII menyajikan nilai absorbansi dari tiap gugus fungsi untuk setiap sampel: Tabel VII. Hasil absorbansi selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan No. Sampel Gugus Fungsi Absorbansi 1 S -OH 0,17 C=O 0,027 2 SG -OH 0,35 C=O 8,47 x 10-3 3 SGK -OH 0,27 C=O amida 0,033 Keterangan: S = selulosa bakteri, SG = selulosa bakteri+gliserol, SGK = Selulosa bakteri+gliserol+chitosan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 Tabel VII menunjukkan terjadinya peningkatan absorbansi dari gugus –OH dan penurunan absorbansi gugus C=O dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan gliserol. Hal ini akan mendukung terjadinya peningkatan persen perpanjangan dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan gliserol jika dibandingkan dengan persen perpanjangan dari selulosa bakteri serta peningkatan stabilitas termal dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan gliserol jika dibandingkan dengan stabilitas termal dari selulosa bakteri. Gambar 15 menunjukkan dengan penambahan chitosan ini akan menyebabkan terjadinya pelebaran dan penajaman dari puncak gugus –OH dari selulosa bakteri di sekitar bilangan gelombang 3400 cm-1. Adanya pelebaran puncak ini menunjukkan kemungkinan terjadinya overlapping antara gugus –OH dengan gugus –NH2. Hal ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Anicuta et. al. (2010) yang menemukan adanya pergeseran pita absorbansi yang semula di sekitar 3350,71 cm-1 bergeser menjadi 3349,75 cm-1 dan menjadi semakin lebar yang mengindikasikan adanya kemungkinan overlapping antara interaksi hidrogen dari gugus –OH dengan -NH2. Lalu jika dilihat dari Tabel VI, maka terlihat adanya serapan di sekitar daerah 1635,64 cm-1 dan 1566,20 cm-1 yang menunjukkan adanya C=O stretching (Amida I) dan –NH bending (Amida II) yang merupakan ciri khas dari gugus C=O amida I dan gugus NH amida II yang terdapat di chitosan, yang menunjukkan gugus amida dari chitin yang belum terdeasetilasi sempurna. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Stefanescu et. al. (2012) dalam penelitiannya bahwa telah ditemukan pita baru di sekitar daerah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74 1640 cm-1 atau 1643 cm-1 dan di sekitar daerah 1565 cm-1 yang menunjukkan adanya C=O stretching (Amida I) dan –NH bending (Amida II). Terjadinya penajaman puncak gugus –OH ini menunjukkan adanya interaksi yang terjadi antara gugus –OH dari selulosa bakteri dengan chitosan yang akan ditunjukkan dengan meningkatnya intensitas gugus –OH dari selulosa bakteri setelah ditambah dengan chitosan. Adanya peningkatan intensitas ini ditunjukkan dengan peningkatan dari absorbansinya. Tabel VII menunjukkan terjadinya peningkatan absorbansi dari gugus –OH dan peningkatan absorbansi gugus C=O dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan chitosan. Hal ini menunjukkan terjadinya ikatan hidrogen antara chitosan dengan selulosa bakteri serta terjadinya penambahan gugus C=O dari chitosan yang berasal dari chitin yang belum tedeasetilasi dengan sempurna. Adanya ikatan hidrogen yang terbentuk ini akan mempengaruhi sifat mekanik (nilai kuat tarik) dan stabilitas termal dari selulosa bakteri. Seiring dengan meningkatnya jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk maka stabilitas termal dari selulosa bakteri yang ditambah chitosan ini akan meningkat jika dibandingkan dengan stabilitas termal dari selulosa bakteri dan sifat mekanik dari selulosa bakteri khususnya nilai kuat tarik dari selulosa bakteri yang ditambah chitosan ini juga akan meningkat secara teori jika dibandingkan dengan nilai kuat tarik dari selulosa bakteri. 3. Analisis Struktur Morfologi Analisis ini bertujuan untuk melihat struktur morfologi dari selulosa bakteri serta selulosa bakteri yang dilapisi chitosan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan instrumen SEM. Sampel yang semula tidak bermuatan ini diberi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75 dobel tape karbon khusus setelah itu sampel dilapisi dengan partikel emas dengan alat ion coating sputter. Sampel harus dilapisi dengan emas agar sampel ini memiliki muatan, adanya muatan pada sampel ini akan memantulkan elektron yang ditembakkan dari instrumen, adanya elektron yang dipantulkan akan ditangkap dan dideteksi oleh instrumen lalu dihasilkan dalam bentuk gambar yang ditampilkan melalui monitor. Melalui analisis struktur morfologi ini, dapat dilihat struktur permukaan dan melintang dari selulosa bakteri, bentuk mikrofibril dari selulosa bakteri, diameter dari mikrofibril selulosa bakteri maupun struktur permukaan serta melintang dari selulosa bakteri yang telah dilapisi dengan chitosan. Melalui analisis morfologi permukaan juga dapat memperkuat perbedaan hasil analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis dari masing-masing sampel. Berikut ini disajikan Gambar 16 yang merupakan foto permukaan SEM dari selulosa bakteri maupun selulosa bakteri+gliserol+chitosan dengan perbesaran 500x. Gambar 16.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri Gambar 16.b. Foto permukaan SEM SGK PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 Gambar 16.a menunjukkan beberapa rongga serta bentuk berlekuk yang menyerupai serat pada sampel sehingga menyebabkan bentuk permukaannya menjadi tidak merata. Hal ini juga yang menyebabkan tekstur dari sampel menjadi kasar. Selain itu bentuk yang tidak merata ini dapat disebabkan juga karena kondisi dari sampel membran yang sedikit terlipat sebelum dianalisis dengan menggunakan instrumen SEM ini. Bentuk serat dari selulosa bakteri kurang dapat terlihat dengan jelas karena perbesaran yang digunakan kurang dapat untuk melihatnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dari instrumen SEM yang digunakan. Selain itu jika digunakan perbesaran yang lebih besar lagi maka gambar yang dihasilkan menjadi sedikit kabur dan tidak jelas, sehingga diputuskan hanya menggunakan perbesaran 500x saja sedangkan untuk melihat serat-serat mikrofobril pada selulosa bakteri, paling tidak harus digunakan perbesaran hingga 5000x (Freire et. al., 2011). Gambar 16.b menunjukkan bagian foto yang berwarna putih dan berbentuk partikel kecil adalah partikel dari chitosan yang kurang terdispersi homogen saat melarutkan chitosan dan melapiskannya pada selulosa bakteri namun melalui hal ini dapat dibuktikan bahwa chitosan ini telah mampu melapisi selulosa bakteri. Selain itu jika dibandingkan dengan Gambar 16.a, maka Gambar 16.b memiliki permukaan yang tidak sekasar permukaan dari Gambar 16.a, beserta tidak adanya bentuk berlekuk yang menyerupai serat seperti yang terdapat pada Gambar 16.a, namun tetap masih memiliki sedikit lekukan-lekukan. Adanya sedikit lekukanlekukan pada foto kemungkinan dikarenakan membran selulosa bakteri+gliserol+chitosan ini sedikit terlipat sebelum dianalisis dengan instrumen PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 SEM. Selain itu dari Gambar 16.b. tersebut tidak ditemukan adanya ronggarongga kosong pada sampel sehingga hal ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa adanya perubahan tekstur dari selulosa yang semula kasar menjadi selulosa bakteri+gliserol+chitosan lebih halus ini dikarenakan partikel-partikel chitosan ini telah mengisi rongga-rongga dan melapisi selulosa bakteri. Hal ini yang akan menguatkan adanya perbedaan hasil pengamatan tekstur dari selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan secara makroskopis dan organoleptis. Gambar 17 merupakan gambar hasil analisis morfologi permukaan SEM dari selulosa bakteri beserta chitosan yang dilakukan oleh Zhijiang et. al. (2011) serta Eldin et. al. (2008) dengan menggunakan perbesaran 5000x. Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri Gambar 17.b. Foto permukaan SEM membran chitosan Pada Gambar 17.a, dapat dilihat bentuk mikrofibril dari selulosa bakteri. Selain itu terlihat adanya rongga-rongga pada mikrofibril-mikrofibril dari selulosa bakteri tersebut yang merupakan salah satu karakteristik dari selulosa bakteri. Pada Gambar 17.b, dapat dilihat bentuk permukaan dari membran chitosan dimana pada gambar tersebut terlihat bahwa permukaan dari membran chitosan ini sangat halus dan tidak kasar serta tidak nampak adanya rongga-rongga kosong seperti pada penampang permukaan dari selulosa bakteri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78 Penampakan melintang dan menggunakan perbesaran 500x untuk sampel S dan SGK menghasilkan foto hasil analisis SEM seperti pada Gambar 18. Gambar 18.a. Foto penampang melintang SEM selulosa bakteri Gambar 18.b. Foto penampang melintang SEM SGK Gambar 18.a menunjukkan hanya terdapat satu jenis lapisan dengan karakteristik yang sama, yaitu menyerupai mikrofibril-mikrofibril. Selain itu terlihat juga adanya beberapa rongga-rongga yang menunjukkan bahwa kemungkinan mikrofibril dari selulosa bakteri ini tidak merata pembentukannya. Gambar 18.b. menunjukkan adanya tiga lapisan dari SGK yang terdapat dalam gambar tersebut. Lapisan yang berada ditengah ini memiliki karakteristik yang menyerupai dengan Gambar 18.a, sehingga dapat disimpulkan lapisan yang berada di tengah tersebut merupakan lapisan selulosa bakteri lalu kedua lapisan yang berada di paling atas dan paling bawah dari gambar ini menunjukkan lapisan chitosan yang telah melapisi selulosa bakteri. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan satu sama lain antara lapisan yang paling atas dengan lapisan yang paling bawah, hanya saja pada lapisan bagian bawah ini chitosan yang melapisi selulosa bakteri ini ketebalannya lebih banyak dibandingkan dengan lapisan yang berada di bagian atas. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. 79 Analisis Sifat Mekanik Analisis ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan terhadap karakterisitik sifat mekanik dari selulosa bakteri. Sifat mekanik suatu biomaterial dapat ditentukan dari nilai kekuatan tarik dan persen perpanjangannya. Menurut Iskandar dkk. (2010), kualitas suatu biomaterial sangat tergantung pada kekuatan tarik dan persen perpanjangannya. Berikut ini disajikan data hasil uji mekanik dari masing-masing sampel. No. 1 2 3 Tabel VIII. Hasil pengujian sifat mekanik biomaterial Parameter Tensile strength Strain at Fmax (MPa) (%) Sampel S 16,71 ± 0,66A,B 19,75 ± 3,27C,B A,D SG 16,31 ± 4,46 27,36 ± 5,28C,D SGK 5,67 ± 1,61B,D 4,70 ± 2,28B,D Keterangan: A = S dan SG berbeda tidak bermakna, B = S dan SGK berbeda bermakna, C = S dan SG berbeda bermakna dan D = SG dan SGK berbeda bermakna, data berbeda bermakna jika (p < 0,05) Masing-masing sampel diuji sifat mekaniknya menggunakan lima kali perulangan. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dipersyaratkan oleh American Standard Testing Material (ASTM) D-638 tentang pengujian sampel Plastic mengenai jumlah sampel minimal yang digunakan, yaitu lima kali perulangan. Tabel VIII menunjukkan penambahan gliserol ini dapat mempengaruhi sifat mekanik selulosa bakteri. Seiring dengan adanya penambahan gliserol ini dapat meningkatkan persen perpanjangan dari selulosa bakteri namun menurunkan nilai kuat tarik dari selulosa bakteri. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai strain at Fmax (persen perpanjangan) selulosa bakteri dari 19,75% menjadi 27,36% dan perhitungan nilai ini secara statistik memiliki nilai yang berbeda bermakna. Nilai tensile strength (kuat tarik) dari selulosa bakteri ini juga PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 mengalami penurunan dari 16,71 MPa menjadi 16,31 MPa setelah ditambah gliserol walaupun secara statistik dibuktikan penurunan nilainya ini berbeda tidak bermakna. Adanya perbedaan nilai kuat tarik yang tidak bermakna tersebut menunjukkan karakter biomaterial yang digunakan sebagai penutup luka adalah biomaterial yang memiliki nilai persen perpanjangan tinggi namun nilai kuat tariknya juga tetap tinggi. Hal ini disebabkan gliserol sebagai pemlastis mampu merenggangkan jarak antar rantai dari polimer karena gliserol ini mampu memutus interaksi-interaksi yang terjadi antar rantai-rantai polimer sehingga mampu mengurangi kekakuan yang ditimbulkan akibat struktur tiga dimensinya dari rantai-rantai polimer yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan postulat mengenai mekanisme kerja dari plasticizer (teori gel) (Suyatma, Tighzert, dan Copinet, 2005). Akibat adanya pemutusan interaksi-interaksi dan berkurangnya kekakuan dari rantai polimer maka ketika polimer ini diberi beban maka polimer tersebut akan kurang kuat dalam menahan bebannya sehingga secara tidak langsung akan mengakibatkan turunnya nilai kuat tarik dari selulosa bakteri. Terjadinya peningkatan persen perpanjangan ini merupakan kebalikan dari menurunnya nilai kuat tarik suatu polimer. Hal ini disebabkan karena adanya perenggangan jarak antar rantai-rantai polimer yang diakibatkan adanya pemberian gliserol sebagai pemlastis sehingga merenggangkan interaksi-interaksi dari rantai polimer sehingga mampu mengurangi kekakuan dari rantai polimer yang terbentuk. Akibat berkurangnya kekakuan dari rantai polimer yang terbentuk maka akan menyebabkan polimer ini akan semakin mudah ditarik sehingga secara tidak langsung nilai strain at Fmax atau persen perpanjangannya akan meningkat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 Selain itu gliserol dapat berperan juga sebagai pemlastis internal karena gliserol ini mampu berinteraksi dengan beberapa gugus fungsi yang terdapat dalam rantairantai polimer. Hasil ini diperkuat dengan spektra IR dari selulosa bakteri+gliserol yang menunjukkan adanya penambahan gugus –OH yang ditandai dengan pelebaran dan penajaman puncak dari spektra IR-nya pada daerah bilangan gelombang untuk gugus –OH. Tabel VIII menunjukkan penambahan chitosan juga dapat mempengaruhi sifat mekanik dari selulosa bakteri. Seiring dengan penambahan chitosan maka nilai tensile strength dan strain at Fmax dari selulosa bakteri ini menurun dari 16,71 MPa menjadi 5,67 MPa dan nilai strain at Fmax dari selulosa bakteri ini menurun dari 19,75% menjadi 4,70% dan secara statistik telah dibuktikan bahwa penurunan nilai kuat tarik dan persen perpanjangan ini memiliki nilai yang bermakna. Penurunan nilai kuat tarik ini disebabkan karena seiring dengan penambahan chitosan maka akan menyebabkan peningkatan daerah amorf pada selulosa bakteri. Adanya peningkatan daerah amorf ini menyebabkan meningkatnya ketidakteraturan susunan rantai polimer dari selulosa bakteri, adanya ketidakteraturan rantai polimer ini yang menyebabkan nilai kuat tariknya menurun (Aji, 2008). Terjadinya penurunan persen perpanjangan ini disebabkan seiring dengan penambahan chitosan maka akan menyebabkan struktur rantai polimer dari selulosa bakteri menjadi semakin rigid dan kaku karena adanya interaksi hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH selulosa bakteri dengan gugus -NH dari chitosan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 Adanya struktur rantai polimer yang rigid ini akan menyebabkan rantai polimer menjadi semakin susah bergerak ketika ditarik sehingga nilai persen perpanjangannya akan mengalami penurunan (Aji, 2008). Hal ini diperkuat melalui hasil analisis XRD dari selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan yang menunjukkan terjadinya penurunan nilai persen kristalinitas dari selulosa bakteri apabila ditambah dengan chitosan jika dibandingkan dengan selulosa bakteri. Adanya penurunan nilai kristalinitas menunjukkan adanya penambahan daerah amorf pada selulosa bakteri. Menurut Zhijiang et. al. (2011), chitosan mampu menurunkan kristalinitas dari selulosa bakteri karena adanya keberadaan chitosan yang bersifat amorf dan selulosa bakteri yang memiliki kristalinitas tinggi memiliki hubungan dengan tingginya sifat mekanik dari selulosa bakteri. Hal ini diperkuat dengan penelitian dari Cai, Jin dan Kim (2009) dan Zhijiang et. al. (2011), yang menemukan bahwa seiring dengan penambahan konsentrasi chitosan pada selulosa bakteri dari 12 persen menjadi 45 persen maka nilai tensile strength-nya cenderung menurun dari 130 MPa menjadi 54 MPa sedangkan nilai persen perpanjangannya turun dari 12% menjadi 6,8%. Adanya penambahan gliserol belum mampu memperbaiki sifat mekanik dari selulosa bakteri yang telah ditambah dengan chitosan. Hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh daerah amorf dari chitosan pada selulosa bakteri yang lebih dominan dibandingkan dengan perenggangan rantai-rantai dari polimer yang disebabkan adanya penambahan gliserol. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5. 83 Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) Uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan terhadap sifat termal dari selulosa bakteri. Uji DTA tidak dapat dipisahkan dengan uji TGA karena dengan melihat kurva sifat termal pada termogram DTA, dapat dilihat terjadinya proses perubahan sifat termal yang terjadi pada sampel yang secara tidak langsung akan mempengaruhi terjadinya perubahan massa pada termogram TGA sampel tersebut. Langkah-langkah pengujian menggunakan instrumen ini adalah sampel yang telah dikeringkan ini lalu dimasukkan ke dalam chamber bagian sampel dan pada chamber reference diisi dengan alumina. Penggunaan alumina sebagai reference karena alumina merupakan senyawa yang memiliki titik lebur yang sangat tinggi (mencapai 10000 C), sehingga jika digunakan sebagai reference ini tidak akan mudah mengalami degradasi akibat perubahan suhu sehingga dapat digunakan sebagai faktor koreksi dari persen kehilangan massa dari sampel. Gambar 19 menyajikan termogram DTA dari selulosa bakteri (S), selulosa bakteri+gliserol (SG) beserta selulosa bakteri+gliserol+chitosan (SGK). Keterangan: SG S SGK Gambar 19. Kurva termogram DTA biomaterial PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 Gambar 19 menunjukkan di sekitar suhu 90-1200 C pada masing-masing sampel terdapat puncak ke bawah yang menandakan adanya reaksi endotermik. Adanya reaksi endotermik pada ketiga sampel ini menunjukkan adanya pelepasan kandungan air dari masing-masing sampel. Hal ini akan diperkuat dengan kurva termogram TGA biomaterial S, SG dan SGK dimana pada kurva TGA-nya akan terlihat adanya penurunan massa dari masing-masing sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputro, Kartini dan Sutarno (2009) serta Fernandes, Oliveira, Freire, Silvestre, Gandini dan Neto (2009). Termogram DTA selulosa bakteri menunjukkan di sekitar suhu 270-3000 C muncul puncak ke atas yang menandakan adanya reaksi eksotermik. Adanya reaksi eksotermik ini menunjukkan terjadinya kristalisasi atau proses perubahan fase kristalin dari selulosa bakteri dari fase kristalin yang satu menjadi fase kristalin yang lain seperti yang dilaporkan oleh Pratomo dan Rohaeti (2011). Adanya perubahan fase kristalin ini akan diperkuat dengan difraktogram XRD dari selulosa bakteri pada Gambar 22.a, yang menunjukkan keberadaan suatu daerah kristalin dengan intensitas puncak yang sangat tajam (sekitar 159). Sedangkan pada selulosa bakteri+gliserol muncul puncak eksotermik di sekitar suhu 285-3200 C yang menandakan terjadi pergeseran puncak ke atas jika dibandingkan dengan puncak dari selulosa bakteri. Adanya pergeseran ini kemungkinan disebabkan karena SG ini terdapat kandungan gliserol yang kemungkinan akan menguap terlebih dahulu di sekitar suhu 2500 C namun kemungkinan tidak dapat terdeteksi oleh instrumen karena kandungan gliserolnya sangat kecil kemudian baru terjadi proses kristalisasi dari selulosa bakteri. Adanya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 penguapan dari gliserol ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yunos dan Rahman (2011), yang menyatakan bahwa gliserol akan mulai menguap pada suhu 2000 C dan akan menguap dengan sempurna pada suhu 3000 C. Penambahan chitosan menyebabkan munculnya puncak ke atas di sekitar suhu 200-2500 C yang kemungkinan menandakan perubahan base line atau adanya dua kemungkinan lain yang berjalan secara bersamaan, kemungkinan pertama terjadi pemutusan ikatan antar gugus fungsi yang dimiliki antara chitosan dengan gliserol atau selulosa bakteri dan kemungkinan kedua terjadi penguapan dari gliserol. Lalu pada suhu di sekitar 310-3300 C muncul puncak ke atas lagi yang menandakan terjadinya proses perubahan fase kristal dari selulosa bakteri. 6. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) Analisis TGA bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan terhadap kestabilan termal dari selulosa bakteri. Kestabilan termal dari masing-masing sampel ini dapat terlihat dari perubahan massa yang terjadi. Selain itu, uji ini berkaitan langsung dengan uji DTA karena dengan mengamati perubahan massa yang terjadi pada termogram TGA maka dapat diamati pula perubahan sifat termal yang terjadi pada termogram DTA-nya. Berikut ini disajikan Gambar 20 yang merupakan termogram TGA dari selulosa bakteri (S), selulosa bakteri+gliserol (SG) beserta selulosa bakteri+ gliserol+chitosan (SGK). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 Keterangan: S SG SGK Gambar 20. Kurva termogram TGA biomaterial Gambar 20 menunjukkan dengan penambahan gliserol serta chitosan ini akan meningkatkan kestabilan termal dari selulosa bakteri. Hal ini dilihat dari persen kehilangan massa dari masing-masing sampel. Gambar 21 menyajikan kurva kehilangan massa lawan suhu dari masing-masing sampel. 60 50 M a s s a ( % ) K e h i l a n g a n 40 SGK 30 S 20 SG 10 0 0 50 100 150 200 Suhu 250 300 350 400 (0 C) Gambar 21. Kehilangan massa vs suhu Gambar 21 menunjukkan penambahan chitosan pada selulosa bakteri ini memiliki persentase kehilangan massa paling kecil mulai dari suhu 300 C hingga sekitar suhu 2500 C namun setelah melewati suhu tersebut terjadi ketidakstabilan persen kehilangan massa dari SGK jika dibandingkan dengan SG seiring dengan kenaikan suhu hingga akhirnya mencapai suhu 4000 C. Adanya ketidakstabilan ini PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 kemungkinan disebabkan terjadinya proses pemutusan rantai bercabang pada polimer menjadi monomer-monomernya setelah selulosa bakteri kehilangan interaksinya dengan chitosan akibat adanya suhu yang tinggi. Lalu adanya penambahan gliserol pada selulosa bakteri ini memiliki persentase kehilangan massa lebih rendah dari selulosa bakteri namun lebih tinggi daripada SGK mulai dari suhu 300 C hingga sekitar suhu 2500 C namun setelah melewati suhu tersebut terjadi ketidakstabilan persen kehilangan massa dari SG jika dibandingkan dengan SGK seiring dengan kenaikan suhu hingga mencapai suhu 4000 C. Adanya ketidakstabilan ini dimungkinkan karena adanya ketidakteraturan rantai polimer dari selulosa bakteri yang menjadi renggang karena adanya penambahan gliserol sehingga setelah gliserol ini menguap di sekitar suhu 2500 C maka rantai polimer selulosa bakteri yang merenggang ini akan putus dengan cepat menjadi monomermonomernya. Sementara selulosa bakteri memiliki persentase kehilangan massa yang paling tinggi mulai dari suhu 300 C hingga suhu 4000 C. Gambar 20 menunjukkan adanya penurunan massa yang cukup banyak mulai dari suhu 300 C hingga di sekitar suhu 1000 C seperti yang ditunjukkan dari termogram masing-masing sampel ini menunjukkan adanya kehilangan kandungan air dari masing-masing sampel. Hal ini diperkuat dengan munculnya puncak ke bawah pada termogram DTA masing-masing sampel di sekitar suhu 1000 C yang mana puncak ke bawah tersebut bersifat endotermik. Hal ini sendiri sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Saputro, Kartini dan Sutarno (2009) serta Fernandes, Oliveira, Freire, Silvestre, Gandini dan Neto (2009), yang menyatakan bahwa baik pada selulosa bakteri, komposit selulosa bakteri-chitosan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 maupun chitosan murni akan mengalami kehilangan kandungan air akibat adanya pada proses penguapan air pada suhu di sekitar 1000 C. Jika dilihat pada Gambar 21, maka sampel selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan secara berurutan akan mengalami kehilangan massa sebanyak 50% pada sekitar suhu 294,910 C; 331,350 C dan 330,150 C. Terjadinya pergeseran suhu dekomposisi (50% kehilangan massa) dari selulosa bakteri ketika ditambahkan gliserol ini kemungkinan disebabkan gliserol ini mampu menarik kandungan air dari udara di sekitar selulosa bakteri karena sifat dari gliserol hidrofilik sehingga kandungan airnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan selulosa bakteri, selain itu terjadinya ikatan hidrogen antara gugus fungsi pada selulosa bakteri dan gugus fungsi pada gliserol juga akan menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan tersebut lebih besar sehingga suhu yang dibutuhkan juga akan semakin tinggi sehingga stabilitas termalnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan stabilitas termal dari selulosa bakteri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh QuijadaGarrido, Iglesias-González, Mazón-Arechderra dan Barrales-Rienda (2007) yang menyatakan bahwa adanya pengamatan peningkatan kehilangan massa pada konsentrasi gliserol yang lebih tinggi terkait dengan kehilangan air yang terabsorbsi secara kimiawi melalui ikatan hidrogen karena kandungan air dari selulosa bakteri akibat penambahan gliserol ini meningkat maka akan menyebabkan interaksi hidrogen antar molekul dalam rantai selulosa bakteri ini meningkat sehingga akan menyebabkan stabilitas termalnya meningkat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89 Terjadinya pergeseran suhu dekomposisi (50% kehilangan massa) dari selulosa bakteri ketika ditambahkan chitosan ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Zhijiang et. al. (2011) yang menyatakan terjadinya pergeseran suhu dekomposisi (50% kehilangan massa) dari selulosa bakteri yang semula suhunya sekitar 2630 C ketika dibentuk komposit selulosa bakteri-chitosan suhu dekomposisinya menjadi sekitar 3800 C. Adanya pergeseran suhu dekomposisi ini menunjukkan terjadinya peningkatan stabilitas termal dari selulosa bakteri ketika selulosa bakteri tersebut ditambah chitosan. Adanya peningkatan stabilitas termal ini kemungkinan disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen intermolekular yang sangat kuat antara gugus -OH dengan gugus -NH2 dari selulosa bakteri dengan chitosan sehingga stabilitas termalnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan stabilitas termal dari selulosa bakteri (Zhijiang et. al., 2011). Hal ini diperkuat dengan melihat profil spektra IR-nya. Selain itu, ketika selulosa bakteri ditambah dengan gliserol dan chitosan maka secara tidak langsung stabilitas termalnya akan semakin lebih meningkat jika dibandingkan dengan selulosa bakteri. Hal ini disebabkan adanya interaksi hidrogen intermolekulernya yang akan semakin meningkat seiring dengan penambahan gliserol dan chitosan. 7. Analisis Kristalinitas dengan XRD Uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan terhadap kristalinitas dari selulosa bakteri. Kristalinitas dari suatu polimer ini akan berkaitan erat dengan sifat mekanik yang dimiliki oleh polimer tersebut. Selulosa bakteri dan chitosan merupakan suatu polimer alam sehingga memiliki nilai kristalinitas tertentu. Selulosa bakteri merupakan suatu polimer PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90 yang memiliki nilai kristalinitas yang tinggi. Menurut Cai et. al. (2009), selulosa bakteri memiliki kristalinitas tinggi (70-90%) sedangkan chitosan merupakan suatu polimer yang bersifat semikristalin (Saputro dkk., 2009), sehingga melalui uji ini apabila ada pengaruh maka akan terlihat adanya perbedaan dari difraktogram yang dihasilkan dari selulosa bakteri maupun selulosa bakteri+gliserol+chitosan beserta adanya perbedaan dari kristalinitas masingmasing sampel. Berikut disajikan Gambar 22., yang merupakan difraktogram dari masing-masing sampel. Gambar 22.a. Difraktogram selulosa bakteri PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 Gambar 22.b. Difraktogram selulosa bakteri+gliserol+chitosan Gambar 22.a menunjukkan adanya empat buah puncak dengan intensitas tinggi pada sudut 2θ = 18,10; 22,80; 31,70 dan 33,80. Adanya puncak-puncak tertinggi pada sudut 2θ ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Meshitsuka dan Isogai (1996) beserta Hon (1996) yang menyatakan bahwa signal difraksi yang utama dari selulosa bakteri terdapat di sekitar daerah 2θ = 16,80; 22,60; 33,70; 34,90 dimana pada daerah tersebut selulosa bakteri ini memiliki fase kristalin pada bidang 101,002 dan 040 sedangkan perkiraan nilai persen kristalinitas dari selulosa bakteri ini adalah 72%. Persen kristalinitas selulosa bakteri dihitung dengan pendekatan luas segitiga. Luas kristal + luas amorf diperoleh dari luas total dibawah kurva – luas background lalu luas kristal dihitung dengan mengalikan tinggi puncak dengan FWHM yang diperoleh. Setelah mendapat luas kristal maupun luas kristal+luas amorf, lalu persen kristalinitas dihitung menggunakan Persamaan (4). Perhitungan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Purmana dan Firman (2006), yang menyatakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 bahwa dengan penghilangan background dikurangi dengan penghilangan amorf akan mendapatkan fraksi luas kristalin. Gambar 22.b menunjukkan adanya puncak dengan intensitas lemah pada sudut 2θ = 14,20. Adanya puncak ini menunjukkan adanya chitosan yang berinteraksi dengan selulosa bakteri, hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Samuels (1981), yang menyatakan bahwa chitosan dengan BM rendah maupun tinggi ini memiliki puncak pada difraktogram di sekitar daerah 2θ = 120. Selain itu adanya puncak dengan intensitas tinggi di sekitar daerah 2θ = 22,80; 31,80 dan 32,20 ini menunjukkan adanya fase kristalin dari selulosa bakteri pada bidang 002 dan 040 sedangkan perkiraan nilai kristalinitas dari selulosa bakteri+gliserol+chitosan adalah 63%. Adanya penurunan nilai kristalinitas dari 72% menjadi 63% menunjukkan bahwa chitosan berinteraksi dengan selulosa bakteri, hal ini akan diperkuat dengan melihat profil spektra IR-nya selain itu hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Zhijiang et. al. (2011) chitosan mampu menurunkan kristalinitas dari selulosa bakteri karena adanya keberadaan chitosan yang bersifat amorf dan ternyata penambahan gliserol ternyata tidak mampu menaikkan kristalinitas dari selulosa bakteri, hal ini bertentangan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Suyatma dkk. (2005), yang menyatakan bahwa dengan sedikit penambahan plasticizer ini dapat meningkatkan kristalinitas dari suatu polimer, sehingga dengan penambahan gliserol ini seharusnya akan meningkatkan kristalinitas dari selulosa bakteri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena daerah amorf dari chitosan berperan sangat dominan dalam menambah daerah amorf PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93 pada selulosa bakteri sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap struktur tiga dimensi dari rantai polimer selulosa bakteri yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan pemutusan rantai polimer yang terjadi pada selulosa bakteri akibat adanya gliserol yang kemungkinan terjadi beberapa pemutusan rantai hanya di beberapa rantai sehingga ketika terjadi interaksi antara gliserol dan chitosan dengan selulosa bakteri ini, kristalinitas dari selulosa bakteri ini tetap turun. Namun adanya pemberian gliserol yang dapat meningkatkan kristalinitas dari selulosa bakteri ini masih perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut. Adanya penurunan kristalinitas ini juga akan berpengaruh terhadap sifat mekanik dari selulosa bakteri sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhijianget. al. (2011), yang menyatakan bahwa selulosa bakteri yang memiliki kristalinitas tinggi memiliki hubungan dengan tingginya sifat mekanik dari selulosa bakteri tersebut. M. Sterilisasi Produk Proses sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh mikroorganismemikroorganisme yang kemungkinan akan mengkontaminasi biomaterial yang dibuat. Adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain pada biomaterial yang dibuat sangat berpotensi dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada luka yang akan ditutup oleh biomaterial. Oleh karena itu, sebelum diaplikasikan maka biomaterial ini harus disterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi yang digunakan untuk suatu material penutup luka biasanya menggunakan proses sterilisasi dengan radiasi sinar gamma. Alasannya adalah karena sinar gamma merupakan suatu sinar yang sifatnya inert sehingga tidak akan mengubah komposisi penyusun dari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94 material. Selain itu energi yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga energi ini dapat digunakan untuk merusak struktur sel suatu makhluk hidup. Namun karena keterbatasan dari peralatan yang ada maka proses sterilisasi yang dipilih adalah sterilisasi dengan panas basah. Proses sterilisasi yang digunakan adalah dengan menggunakan panas basah atau autoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit. Prinsipnya adalah uap panas dari autoklaf akan mengkoagulasi protein-protein penyusun dari mikroorganisme sehingga mikroorganisme akan mati. N. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal Orientasi ini bertujuan untuk melihat jangka waktu yang dibutuhkan oleh hewan uji untuk proses penyembuhan lukanya tanpa pemberian perlakuan biomaterial atau membran chitosan atau dapat dikatakan penyembuhan secara alami. Sebelum pembuatan luka, tikus disuntik dengan kombinasi ketamine dan xylazine sebagai anastesi. Dosis yang digunakan adalah dosis yang dapat menimbulkan efek anastesi. Hal ini sesuai dengan langkah kerja yang diungkapkan oleh Frank dan Kämpfer (2000). Selain itu langkah kerja ini juga sesuai dengan proposal yang diajukan dan disetujui oleh Komisi Kode Etik (Ethical Clearance). Jangka waktu pengamatan semula direncanakan selama empat belas hari namun ternyata berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, ternyata pada hari yang ketujuh sejak luka pada hewan uji ini dibuat sudah menunjukkan pengecilan diameter luka yang cukup signifikan dibandingkan dengan diameter awal ketika luka dibuat dan secara patologi anatomi luka pada hari ketujuh ini sudah kering PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dan warnanya sudah kecoklatan, sehingga diputuskan jangka 95 waktu pengaplikasian biomaterial sebagai penutup luka ini adalah selama tujuh hari. O. Pengelompokkan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan ini sebanyak 24 ekor dengan pembagiannya menjadi 4 kelompok hari, yaitu hari ke-1, 3, 5 dan 7. Pemilihan kelompok hari berdasarkan hasil orientasi serta melihat teori yang diungkapkan oleh Price dan Wilson (2001), mengenai proses penyembuhan luka yang terdiri dari empat fase, yaitu fase vascular response, inflamasi, proliferasi dan maturasi. Berdasarkan teori tersebut, maka pada hari ketujuh sejak luka terjadi itu telah terjadi proses penyembuhan hingga tahap proliferasi sehingga kemungkinan ketika akan dibuat preparat histonya maka sudah akan terlihat pembentukan jaringan kembali. Setelah pengelompokan berdasarkan kelompok hari lalu pada punggung satu ekor hewan uji ini dibagi menjadi lima perlakuan penutupan luka, yaitu tiga kelompok ditutup dengan biomaterial selulosa bakteri+gliserol+chitosan, satu kelompok ditutup membran chitosan sebagai kontrol positif dan satu kelompok tanpa penutupan sebagai kontrol negatif. Lalu kelimanya ditutup kembali dengan hepafix agar lebih merekatkan penutupan dari masing-masing perlakuan kecuali kontrol negatif. P. Pembuatan Luka pada Hewan Uji Proses pembuatan luka pada hewan uji ini sama dengan orientasi penyembuhan luka yang dilakukan. Langkah kerjanya pun sama dengan langkah kerja pada saat orientasi. Hal yang membedakan dengan orientasi adalah sesaat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96 setelah pembuatan luka, luka sesegera mungkin ditutup dengan masing-masing kelompok perlakuan lalu ditutup dengan hepafix. Q. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka Parameter proses penyembuhan luka dapat diamati secara visual, pengukuran diameter luka yang akan dikonversi menjadi penurunan luas luka serta secara mikroskopis. Parameter penyembuhan luka yang digunakan adalah secara pengamatan visual dan pengukuran diameter luka. Pengamatan visual serta pengukuran diameter luka dilakukan satu hari setelah pembuatan luka. Pengukuran diameter dilakukan satu hari setelah pembuatan luka karena diameter awal yang menjadi dasar perhitungan persentase penyembuhan luka adalah diameter satu hari setelah tikus dilukai, bukan pada saat hari tikus dilukai. Hal ini disebabkan ketidakstabilan luka hingga 24 jam setelah tikus dilukai. Setelah 24 jam perlukaan terjadi perubahan sedikit dan selanjutnya stabil (Kusmiati, Rachmawati, Siregar, Nuswantara dan Malik, 2006). Berdasarkan penelitian Kusmiati dkk. (2006) maka pengukuran diameter luka tidak dilakukan pada kelompok satu hari pemberian perlakuan SGK, kontrol positif dan kontrol negatif sebagai penutup luka karena diameter luka yang terbentuk satu hari setelah pembuatan luka masih belum stabil. Pengukuran diameter luka mulai dilakukan pada kelompok tiga hari dan dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan visual luka dapat diamati secara kasat mata dan menggunakan kamera. Melalui pengamatan secara visual maka dapat didapatkan hasil berupa data patologi anatomi dari luka tersebut yang meliputi kekeringan luka, ada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97 tidaknya keropeng serta warna dari luka. Hasil pengamatan visual dari masingmasing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel IX. Tabel IX. Hasil pengamatan visual dari luka akibat perlakuan Hari 1 3 SGK Basah Basah Kelembaban K Basah Kering O Basah Basah SGK T A 5 Kering Kering Kering A 7 Kering Kering Kering A Keropeng K T A O T T SGK Merah Kuning A A Cokelat A A Cokelat Warna Luka K O Merah Merah Kuning Kuning terbentuk pus / nanah Cokelat Kuning kecoklatan Cokelat Coklat Keterangan: SGK = Selulosa bakteri+gliserol+chitosan, K= Kontrol Positif, O = Kontrol Negatif, A = ada keropeng, T = tidak ada keropeng, warna kuning menunjukkan kesamaan pengamatan patologi anatomi pada tiap kelompok perlakuan. Tabel IX menunjukkan perbandingan hasil pengamatan antara perlakuan penutupan luka menggunakan biomaterial selulosa bakteri+gliserol+chitosan ini ternyata memiliki hasil patologi anatomi yang sama dengan perlakuan penutupan luka dengan membran chitosan serta hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan luka yang tanpa diberi perlakuan apapun. Hal ini dibuktikan pada kelompok hari kelima untuk selulosa bakteri+gliserol+chitosan yang memiliki hasil yang sama dengan kelompok hari kelima dari membran chitosan sebagai kontrol positif sedangkan pada kelompok kontrol negatif ternyata pada hari ketujuh baru ditemukan hasil yang sama dengan kelompok perlakuan kontrol positif hari kelima. Dengan demikian pemberian selulosa bakteri+gliserol+chitosan secara patologi anatomi mempengaruhi proses penyembuhan luka jika diberikan selama lima hari. Pada hari pertama tiap kelompok perlakuan, luka masih berwarna merah karena kapiler yang awalnya kosong atau sedikit merenggang kini mulai terisi darah dengan cepat (Price dan Wilson, 1992) sedangkan luka yang masih basah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98 terjadi karena bertambahnya jumlah cairan secara abnormal di kompartemen ekstraseluler akibat adanya pergeseran keseimbangan osmotik cairan akibat percepatan pergerakan cairan yang cepat melalui dinding pembuluh darah ke jaringan peradangan (Spector dan Spector, 1993). Adanya keropeng yang terbentuk pada hari ketiga pengamatan kelompok selulosa bakteri+gliserol+chitosan dan kontrol positif serta hari kelima kelompok kontrol negatif menunjukkan terjadinya proses penggumpalan darah dari luka. Pada hari ketiga pengamatan pada perlakuan kontrol negatif, ditemukan adanya pus atau nanah. Adanya nanah ini menunjukkan adanya antibodi dari tubuh yang mati karena terjadinya infeksi pada luka akibat bakteri sedangkan pada kelompok pemberian kontrol positif dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan ini tidak ditemukan adanya pus. Hal ini menandakan bahwa chitosan yang terkandung baik sebagai membran murni ataupun sebagai lapisan pada selulosa bakteri dapat berfungsi juga sebagai antibakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Simmons et. al. (2010) yang menyatakan chitosan yang ditambahkan pada selulosa dapat berpotensi sebagai antibakteri. Pengamatan hari kelima perlakuan membran chitosan dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan warna luka sudah berubah dari merah menjadi coklat. Adanya perubahan warna ini disebabkan pembuluh darah mulai bertambah dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak memperkuat jaringan parut (Kurniati, 2008) sedangkan luka menjadi kering pada pengamatan hari ketiga pada perlakuan kontrol positif dan hari kelima pada perlakuan selulosa bakteri+gliserol+chitosan disebabkan karena telah terjadinya proliferasi dari sel PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 yang ditandai dengan terbentuknya fibroblas. Fibroblas bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan pada konstruksi jaringan (Kurniati, 2008). Perbaikan dari sistem sirkulasi menyebabkan tekanan hidrostatik menjadi seimbang sehingga menyebabkan luka mulai mengering. Chitosan dipilih sebagai kontrol positif sebagai pembanding karena membran chitosan telah banyak dibuktikan mampu mempercepat proses penyembuhan luka seperti yang diungkapkan oleh Eldin et. al. (2008), yang menyatakan bahwa dengan pemberian membran chitosan 2% ini sudah mampu mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini pula yang menjadi dasar pemilihan konsentrasi chitosan yang digunakan adalah 2%. Melalui pengukuran diameter luka yang dilakukan setiap hari, pengukuran diameter luka ini dapat dikonversikan menjadi luas daerah lukanya. Lalu dengan membandingkan luas daerah luka pada tiap pengamatan dan pengukuran diameter lukanya pada hari-hari yang telah ditentukan maka akan didapatkan persentase penurunan luas lukanya. Melalui persentase penurunan luas luka maka dapat diduga kemampuan biomaterial dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Metode pengukuran diameter ini sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Morton dan Malone dalam penelitiannya sehingga lebih dikenal dengan metode Morton (Morton dan Malone, 1990). Hasil pengukuran diameter luka serta persentase penurunan luas luka pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan secara berurutan pada Tabel X dan Tabel XI. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100 Tabel X. Hasil pengukuran diameter luka tiap kelompok perlakuan Hari Diameter 1 Diameter 2 Diameter 1 Diameter 2 Diameter 1 Diameter 2 Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok SGK (cm) SGK (cm) K (cm) K (cm) O (cm) O (cm) 3 1,03 ± 0,07 0,82 ± 0,04 1,08 ± 0,05 0,88 ± 0,04 1,05 ± 0,10 0,95 ± 0,08 5 1,05 ± 0,09 0,79 ± 0,11 1,04 ± 0,09 0,66 ± 0,08 1,09 ± 0,10 0,81 ± 0,11 7 1,10 ± 0,07 0,76 ± 0,18 1,12 ± 0,08 0,72 ± 0,11 1,08 ± 0,06 0,61 ± 0,12 Keterangan: diameter 1 = pengamatan diameter satu hari setelah pembuatan luka, diameter 2 = pengamatan diameter pada hari saat penutup luka dibuka dari kulit hewan uji. SGK = selulosa bakteri+gliserol+chitosan, K = kontrol positif, O = kontrol negatif Tabel XI. Persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan Hari Penurunan Luas Luka Penurunan Luas Luka Penurunan Luas Luka Kelompok SGK (%) Kelompok K (%) Kelompok O (%) 3 36,53 ± 2,72 34,29 ± 4,74 17,73 ± 4,24 5 42,78 ± 8,90 57,85 ± 14,91 43,96 ± 9,20 7 51,83 ± 17,37 57,47 ± 12,72 67,00 ± 12,51 Keterangan: SGK = selulosa bakteri+gliserol+chitosan, K = kontrol positif, O = kontrol negatif Tabel XI menunjukkan terjadinya peningkatan persentase penurunan luas luka pada masing-masing kelompok perlakuan seiring dengan peningkatan lama waktu pengaplikasian masing-masing kelompok perlakuan pada luka yang dibuat di punggung hewan uji. Adanya peningkatan persentase penurunan luas luka menunjukkan seiring dengan bertambahnya lama waktu pengaplikasian perlakuan menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka pada hewan uji tersebut baik akibat pengaruh pemberian perlakuan kontrol positif dan perlakuan SGK atau akibat kemampuan penyembuhan dari hewan uji itu sendiri. Tabel XI menunjukkan hampir sebagian besar nilai standar deviasi dari masing-masing kelompok perlakuan memiliki persentase yang besar, yaitu di atas 20%. Adanya nilai standar deviasi yang tinggi ini merupakan salah satu kekurangan dari metode Morton. Kekurangan dari metode ini kemungkinan dikarenakan ketidakseragaman diameter luka saat pemotongan awal pada saat pembuatan luka pada punggung hewan uji serta diameter luka akhir saat sudah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101 terjadi proses penyembuhan luka. Ketidakseragaman diameter luka saat pemotongan awal pada proses pembuatan luka dikarenakan pemotongan awal pada pembuatan luka dilakukan secara manual dan menggunakan peralatan bedah sederhana dan tidak menggunakan alat seperti Punch Plier sehingga untuk mendapatkan keseragaman diameter luka sangat sulit. Selain itu teknik pengukuran serta pengamatan yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan jangka sorong kemungkinan juga akan mempengaruhi nilai SD yang tinggi. Disini teknik pengukuran dan pengamatan yang dilakukan adalah mengukur diameter luka sebanyak tiga kali pada tiga macam posisi diameter luka yang diusahakan selalu sama pada tiap luka individu serta kelompok hari lalu hasilnya dirata-rata namun karena luka yang dibuat bentuknya tidak lingkaran sehingga kemungkinan pergeseran posisi pengamatan saat mengukur diameter luka. Ketidakseragaman dari diameter akhir dari luka saat sudah terjadi proses penyembuhan luka akan mempengaruhi hasil perhitungan dari persentase penurunan luas luka sehingga hal ini yang menyebabkan tingginya nilai standar deviasi dari persentase penurunan luas lukanya. Hasil uji statistik dari persentase penurunan luas luka disajikan pada Tabel XII. Tabel XII. Hasil uji statistik persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan Hari 3 5 7 Perlakuan P e r l a k u a n SGK K O SGK K O SGK K O SGK BTB BB BTB BTB BTB BTB K BTB BB BTB BTB BTB BTB Keterangan: SGK = selulosa bakteri+gliserol+chitosan, K = kontrol positif, O = kontrol negatif, data berbeda bermakna jika (p < 0,05) O BB BB BTB BTB BTB BTB - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102 Tabel XII menunjukkan nilai persentase penurunan luas luka pada hari ketiga, dari kelompok SGK dan K secara statistik memiliki nilai yang berbeda bermakna terhadap kelompok O. Hal ini menunjukkan bahwa persentase penurunan luas luka yang diakibatkan pemberian perlakuan selulosa bakteri+gliserol+chitosan dan membran chitosan untuk menutup luka memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan luka yang tanpa diberi perlakuan penutup. Adanya perbedaan nilai persentase penurunan luas luka yang signifikan menunjukkan bahwa adanya chitosan baik dalam bentuk membran atau dalam bentuk terlapis pada selulosa bakteri dapat mempercepat proses penyembuhan luka yang teramati melalui persentase penurunan luas lukanya. Adanya penurunan luas luka yang signifikan pada luka yang ditutup dengan selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan ini diakibatkan karena terjadinya proses regenerasi kulit yang dipercepat akibat pemberian chitosan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Eldin et. al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian chitosan ini akan meningkatkan proses regenerasi kulit normalnya. Pada hari kelima dan ketujuh, ternyata nilai persentase penurunan luas luka secara statistik dari kelompok SGK terhadap kelompok K dan O memiliki nilai yang berbeda tidak bermakna serta kelompok K terhadap kelompok O juga memiliki nilai yang berbeda tidak bermakna. Adanya hasil yang berbeda tidak bermakna ini kemungkinan dikarenakan pola makan dari hewan uji tersebut. Pola makan ini sendiri akan berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisi dari hewan uji tersebut dalam proses penyembuhan luka serta akan mempengaruhi bobot dari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103 hewan uji. Bobot hewan uji ini akan mempengaruhi ketebalan kulit dari hewan uji sehingga kemungkinan akan mempengaruhi proses penyembuhan luka serta teknik pengukuran dari diameter luka hewan uji. Kemungkinan lain penyebab hasil yang berbeda tidak bermakna antara kelompok SGK dan K terhadap kelompok O pada hari kelima dan ketujuh karena kemungkinan terjadinya inflamasi akibat pemberian kedua kelompok perlakuan ini. Namun secara pasti hal ini belum dapat dibuktikan sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai uji inflamasi ini. Salah satu metode uji inflamasi yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan pengamatan metode draize. Selain itu adanya residu dari pelarut selama proses pembuatan biomaterial ini juga kemungkinan akan menyebabkan hasil yang berbeda tidak bermakna ini namun hal ini masih perlu dikaji melalui penelitian selanjutnya. Hal lain yang dapat mempengaruhi hasil yang berbeda tidak bermakna ini adalah dari nilai DD (derajat deasetilasi) dan MW (molecular weight) chitosan, disini chitosan yang digunakan memiliki nilai DD sekitar 73% atau jika dikaji bahwa nilai DD ini termasuk nilai DD yang rendah dan nilai MW-nya belum dapat dihitung karena keterbatasan instrumen yang ada. Alsarra (2009) melaporkan bahwa nilai DD dan MW yang tinggi meningkatkan aktivitas penyembuhan dari chitosan sehingga karena nilai DD yang digunakan ini rendah dan nilai MW-nya belum dapat diketahui maka kemungkinan aktivitas penyembuhan dari chitosan yang digunakan ini rendah. Walaupun secara statistik nilai persentase penurunan luas luka antar kelompok perlakuan berbeda tidak bermakna namun jika dilihat dari angka persentasenya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104 maka terdapat perbedaan hasil penurunan luas luka antar masing-masing kelompok perlakuan. Pada hari kelima, persentase penurunan luas luka kelompok SGK memiliki persentase penurunan luas luka yang paling kecil jika dibandingkan dengan kelompok K dan O sedangkan kelompok K memiliki persentase penurunan luas luka yang terbesar. Hal ini disebabkan pada kelompok K, penutup luka yang digunakan merupakan membran chitosan murni sehingga jumlah chitosan yang mampu mempercepat proses regenerasi luka jika diaplikasikan pada luka semakin banyak jika dibandingkan dengan luka yang tidak diberi perlakuan. Jika dibandingkan dengan SGK maka ada kemungkinan jumlah chitosan yang menutupi luka pada SGK jumlahnya tidak sebanyak jumlah chitosan yang menutup luka pada membran chitosan. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah chitosan yang melapisi selulosa bakteri tidak merata sehingga ada kemungkinan saat selulosa bakteri yang telah ditambah chitosan diaplikasikan pada luka, chitosan yang berinteraksi dengan luka jumlahnya tidak seragam jika dibandingkan dengan membran chitosan murni sehingga percepatan proses regenerasi pada luka ini juga tidak sama. Pada hari ketujuh, persentase penurunan luas luka dari kelompok O memiliki persentase penurunan luas luka yang terbesar jika dibandingkan dengan kelompok SGK dan K sedangkan kelompok SGK memiliki persentase penurunan luas luka yang terkecil. Kelompok O memiliki persentase penurunan luas luka yang terbesar disebabkan karena jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh sel kulit untuk proses penyembuhan lukanya jumlahnya mencukupi jika dibandingkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105 dengan kelompok SGK dan K. Pada kelompok O, luka hanya ditutup oleh hepafix, hepafix sendiri merupakan suatu penutup luka yang memiliki pori-pori cukup banyak sehingga oksigen dapat masuk ke luka. Pada kelompok SGK dan K, luka hanya ditutup dengan membran selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan yang kemudian ditutup dengan hepafix. Adanya penutupan menggunakan membran selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan kemungkinan akan menghambat oksigen untuk masuk ke luka. Oksigen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka karena oksigen ini dibutuhkan untuk proses metabolisme dari jaringan kulit seperti yang diungkapkan oleh Black dan Hawks (2005), sehingga salah satu syarat suatu penutup luka yang ideal menurut Eldin et. al. (2008) adalah penutup luka tersebut harus mampu menyediakan pertukaran udara dan cairan. Namun adanya penghambatan masuknya oksigen ke luka pada luka yang ditutup membran selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan ini masih perlu dikaji lebih lanjut mengenai ukuran pori serta jumlah pori yang dimiliki oleh selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan melalui uji porositas untuk mengetahui kemampuan oksigen untuk menembus membran selulosa bakteri+gliserol+chitosan serta membran chitosan. Berikut secara berurutan disajikan grafik persentase penurunan luas luka akibat pemberian selulosa bakteri+gliserol+chitosan, kontrol positif dan kontrol negatif pada luka selama selang waktu tiga, lima dan tujuh hari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106 Gambar 23. Grafik persentase penurunan luas luka gabungan dari kelompok SGK, K dan O selama 3, 5 dan 7 hari, keterangan warna hitam menunjukkan kelompok SGK, warna merah menunjukkan kelompok K dan warna biru menunjukkan kelompok O Gambar 23 menunjukkan seiring dengan peningkatan lama waktu pemberian selulosa bakteri+gliserol+chitosan pada luka maka persentase penurunan luas luka juga meningkat. Berdasarkan hasil uji statistiknya, perubahan persentase penurunan luas luka pada pemberian selulosa bakteri+gliserol+chitosan pada luka seiring dengan peningkatan lama waktu pemberiannya memiliki nilai yang berbeda tidak bermakna antar kelompok hari. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh besarnya nilai standar deviasi dari persentase penurunan luas luka akibat adanya pengaruh pemotongan awal serta cara pengukuran luka pada hewan uji serta akibat adanya jumlah chitosan yang tidak merata pada saat pelapisan selulosa bakteri sehingga efek percepatan proses regenerasi luka yang ditimbulkan oleh chitosan juga tidak seragam pada antar PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107 hewan uji. Adanya jumlah chitosan yang tidak merata diperkuat melalui hasil analisis struktur morfologi permukaan dari selulosa bakteri+gliserol+chitosan. Secara statistik persentase penurunan luas lukanya berbeda tidak bermakna namun persentase penurunan luas luka dari kelompok SGK ini mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan lama waktu pemberian SGK. Adanya peningkatan persentase penurunan luas luka seiring bertambahnya lama waktu menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka membutuhkan waktu yang bertahap. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Price dan Wilson (2001) yang menyatakan tahapan penyembuhan luka terdiri dari empat fase yang masing-masing fase sendiri membutuhkan waktu tertentu untuk proses penyembuhannya. Gambar 23 menunjukkan seiring dengan peningkatan lama waktu pemberian membran chitosan pada luka maka persentase penurunan luas luka juga meningkat. Berdasarkan hasil uji statistiknya, perubahan persentase penurunan luas luka pada pemberian membran chitosan pada luka seiring dengan peningkatan lama waktu pemberiannya memiliki nilai yang berbeda bermakna pada kelompok lima dan tujuh hari terhadap kelompok tiga hari sedangkan pada kelompok lima hari terhadap kelompok tujuh hari memiliki nilai yang berbeda tidak bermakna. Adanya perbedaan nilai yang bermakna pada kelompok lima dan tujuh hari terhadap kelompok tiga hari akibat pemberian membran chitosan sebagai kontrol positif disebabkan membran chitosan diduga mempercepat tahap inflamasi dari proses penyembuhan luka pada hari-hari awal luka terbentuk dan diduga tidak mempengaruhi tahap selanjutnya dari proses penyembuhan luka PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108 yaitu tahap proliferasi. Pada kelompok lima hari dan tujuh hari, tahapan penyembuhan luka sudah memasuki tahap proliferasi (Ueno, Mori dan Fujinaga, 2001), sehingga diduga chitosan tidak akan berpengaruh pada tahapan tersebut. Adanya nilai yang berbeda tidak bermakna pada kelompok lima hari terhadap kelompok tujuh hari kemungkinan disebabkan membran chitosan sebagai penutup luka diduga hanya mempercepat tahap inflamasi dari proses penyembuhan luka. Proses inflamasi sendiri berlangsung pada hari-hari awal saat luka terjadi. Hal ini sesuai dengan penelitian Ueno et. al. (2001). yang menyatakan keberadaan chitosan akan mempertinggi keberadaan polymorphonuclear leukocytes (PMN) dan makrofag-makrofag pada luka yang terbuka. Adanya keberadaan jumlah PMN dan makrofag ini menjadi salah satu ciri dari tahap inflamasi pada proses penyembuhan luka sehingga dengan keberadaan PMN dan makrofag dalam jumlah banyak maka proses inflamasi juga akan semakin cepat terjadi. Tahap inflamasi terjadi pada hari-hari awal terjadinya luka maka lima dan tujuh hari setelah luka terjadi maka chitosan sendiri diduga sudah tidak memiliki aktivitas dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Lima sampai empat belas hari setelah luka terjadi, luka akan memasuki tahap proliferasi (Ueno et. al., 2001). Hal ini yang menjelaskan persentase penurunan luas luka pada kelompok lima hari terhadap kelompok tujuh hari setelah luka dibuat ini memiliki perbedaan nilai yang tidak bermakna. Gambar 23 menunjukkan seiring bertambahnya lama waktu, pada luka yang dibiarkan dan tanpa ditutup dengan perlakuan biomaterial maka persentase penurunan luas luka juga meningkat. Berdasarkan hasil uji statistiknya, perubahan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109 persentase penurunan luas luka pada perlakuan kontrol negatif kelompok tiga, lima dan tujuh hari memiliki nilai yang berbeda bermakna antar kelompoknya. Hal ini disebabkan penyembuhan luka berjalan dengan kondisi alami dan tanpa pengaruh pemberian benda asing sehingga tahapan penyembuhan luka akan berjalan sesuai dengan teori penyembuhan luka yang dikemukakan oleh Price dan Wilson (2001). Selain itu karena luka hanya ditutup dengan hepafix sehingga proses sirkulasi oksigen juga berjalan dengan lancar sehingga proses penyembuhan luka dapat berjalan dengan baik tidak seperti pada luka yang ditutup dengan membran SGK atau membran chitosan yang pada hari ketujuh penyembuhan lukanya sedikit terhambat yang belum dapat dipastikan ukuran dan jumlah pori yang terdapat pada kedua membran tersebut sehingga proses pertukaran oksigennya belum diketahui dapat berjalan dengan baik atau tidak. Secara patologi anatomi, ternyata hasil pemberian biomaterial SGK ini akan terlihat lebih baik pada pemberian selama lima hari jika dibandingkan kontrol negatif dan secara persen penurunan luas luka, pemberian biomaterial SGK ini akan memberikan pengaruh terhadap proses penyembuhan jika dilihat dari hasil yang berbeda bermakna terhadap kontrol negatif pada pemberian selama 3 hari namun jika dilihat secara keseluruhan proses penyembuhan luka maka pemberian biomaterial SGK tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang berbeda tidak bermakna terhadap kontrol negatif pada pemberian biomaterial SGK ini selama lima dan tujuh hari. Pemberian biomaterial SGK ini memiliki potensi terhadap proses penyembuhan luka karena dapat mempercepat terjadinya proses inflamasi walaupun pada kedua PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110 fase proses penyembuhan luka yang lain belum dapat dipastikan apakah pemberian chitosan yang dilapis pada selulosa bakteri akan mempengaruhi kedua fase penyembuhan luka yang lain. Selain itu, waktu yang digunakan untuk melihat proses penyembuhan luka secara sempurna dimana luka telah menutup dengan sempurna juga kurang lama karena ternyata pada hari ketujuh setelah pembuatan luka, luka belum dapat menutup dengan sempurna sehingga hal ini kemungkinan dapat menjadi salah satu alasan mengapa pemberian biomaterial SGK ini tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pemberian chitosan mempengaruhi perubahan sifat fisik selulosa bakteri, meningkatkan intensitas gugus fungsi dari selulosa bakteri, merubah struktur morfologi permukaan dari selulosa bakteri, menurunkan sifat mekanik selulosa bakteri, meningkatkan kestabilan termal dari selulosa bakteri serta menurunkan kristalinitas dari selulosa bakteri. Pemberian gliserol tidak berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik, kristalinitas dan struktur morfologi permukaan dari selulosa bakteri. Pemberian gliserol meningkatkan kestabilan termal, intensitas gugus fungsi dari selulosa bakteri dan meningkatkan persen perpanjangan serta menurunkan nilai kuat tarik dari selulosa bakteri. 2. Pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. B. Saran 1. Perlu dilakukan optimasi penambahan gliserol agar dapat meningkatkan sifat mekanik dari selulosa bakteri+chitosan. 111 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 112 Pembuatan luka pada hewan uji sebaiknya dilakukan dengan alat Punch Plier agar diameter luka yang dibuat seragam. 3. Sebagai material penutup luka, perlu melihat pengaruh dari pemberian biomaterial pada luka terhadap kecepatan penyembuhan suatu luka secara histopatologi. 4. Perlu dilakukan uji GPC untuk mengetahui berat molekul biomaterial yang dihasilkan dan porositas untuk mengethui distribusi dan ukuran pori dari biomaterial yang dihasilkan sesuai standar ASTM untuk material penutup luka. 5. Perlu dilakukan uji penyembuhan luka dengan penutup dari selulosa bakteri untuk mengetahui kemampuan selulosa bakteri dalam mempengaruhi proses penyembuhan luka. 6. Perlu dilakukan uji inflamasi dengan metode draize untuk mengamati kemungkinan adanya inflamasi yang terjadi akibat pemberian biomaterial sebagai material penutup luka. 7. Perlu dilakukan uji penyembuhan luka dengan waktu uji yang lebih dari tujuh hari untuk dapat melihat proses penyembuhan luka secara total atau hingga luka menutup 100%. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113 DAFTAR PUSTAKA Aji, Z. R., 2008, Studi Pengaruh Kondisi Pengujian Tarik Pada Film Plastik BOPP (Biaxial Oriented Polypropylene), Skripsi, Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Alexandra, B. R., Anna, P. W., Bogumila, P., Alojzy, R., and Lukasz, L., 2005, Antibacterial And Antifungal Activity of Chitosan, Isah, Vol. 2, pp. 406-408. Alsarra, I. A., 2009, Chitosan topical gel formulation in the management of burn wounds, International Journal of Biological Macromolecules, 45, pp. 16-21. Anggraeni D., 2003, Kajian biodegradasi Bioplastik Poli-β-hidroksialkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dietil Glikol dan Dimetil Ftalat pada Media Cair Buatan, Skripsi, Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Anicuta, S-G, Dobre, L., Stroescu, M. and Iuliana Jipa, I., 2010, Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy For Characterization of Antimicrobial Films Containing Chitosan, Research, Faculty Applied Chemistry and Material Science, University Politehnica of Bucharest, Romania. Anonim, 1976, The Merck Index, Ninth Edition, New Jersey: Merck and Co.Inc. Anonim, 2008, http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/03/22/10513155/ Republik.Telodiaksestanggal 6 November 2012. Anonim, 2010, http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/Luas%20Tanam,%20L uas%20Panen,%20Produktifitas%20&%20Produksi%20Ubijalar%20 Tahun%202010.pdf diakses tanggal 23 April 2012. Anonim, 2012, http://www.plantamor.com/index.php?plant=711 diakses tanggal 5 November 2012. Ariany, F. dan Maharani, D. K., 2011, Aktivitas Antibakteri Komposit KitosanSilika Sebagai Bahan Antibakteri Pada Kain Katun Dengan Variasi Suhu Cure, Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2011, Surabaya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114 ASTM, 2008, Standard test methods for Tensile Properties of Plastics, D638-10, In Annual book of ASTM, Philadelphia, PA: American Society for Testing and Materials. Austin, 1985, Shereve”s Chemical Proses Industries, Mc. Graw, Hill Book Co.Tokyo. Billmeyer, F. W., 1984, Textbook of Polymer Science, New York: Resslear Polytechnique Institute Troy. Black and Hawks, 2005, Medical - Surgical Nursing, Clinical Management For Positive Outcomes, 7th Edition, Missouri: Elsevier Saunders. BPS, 2012, http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php diakses tanggal 5 November 2012. Cai, Z., Chen, P., Jin, H-J. and Kim, J., 2009, The effect of chitosan content on the crystallinity, thermal stability, and mechanical properties of bacterial cellulose-chitosan composites, Journal of Mechanical Engineering Science, Vol. 223, pp. 2225-2230. Chawla, P. R., Bajaj, I. B., Survase, S. A. and Singhal, R. S., 2009, Fermentative Production of Microbial Cellulose, Food Technol. Biotechnol., 47, (2), pp. 107–124. Ciechańska, D., 2004, Multifunctional Bacterial Cellulose/Chitosan Composite Material for Medical Applications, Fibres & Textiles in Eastern Europe,Vol. 12, No. 4, pp. 48. Ciechańska D., Wietecha J., Kaźmierczak D., Kazimierczak J., 2010, Biosynthesis of Modified Bacterial Cellulose in a Tubular Form, Fibres & Textiles in Eastern Europe, Vol. 18, No. 5, pp. 98-104. Czaja, W., Krystynowicz, A., Bielecki, S. and Brown, R. M. Jr., 2006, Microbial cellulose-the natural power to heal wounds, Biomaterials, 27, pp. 145151. De Souza Costa-Junior, E., Pereira, M. M., Mansur, H. S., 2009, Properties and biocompatibility of chitosan films modified by blending with PVA and chemically crosslinked, J. Mater. Sci.: Mater. Med., 20, pp. 553– 561. Dunn, E. T., Grandmaison, E. W. and Goosen, M. F. A., 1997, Applications of Chitin and Chitosan, Technomic Publication, pp. 3-30. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115 Eldin, M. S. M., Soliman, E. A., Hashem, A. I. and Tamer, T. M., 2008, Chitosan Modified Membranes for Wound Dressing Applications: Preparations, Characterization and Bio-Evaluation, Trends Biomater. Artif. Organs, Vol. 22, (3), pp. l58-168. Epure, V., Griffon, E., Pollet, E. and Avérous, L., 2011, Structure and properties of glycerol-plasticized chitosan obtained by mechanical kneading. Carbohydrate Polymers,Vol.83, No.2, pp. 947-950. Fernandes, S. C. M., Oliveira, L., Freire, C. S. R., Silvestre, A. J. D., Neto, C. P., Gandini, A. and Desbrieres, J., 2009, Novel transparent nanocomposite films based on chitosan and bacterial cellulose, Green Chem., 11, pp. 2023–2029. Festucci-Buselli, R. A., Otoni, W. C. and Joshi, C. P., 2007, Structure, Organization, and Functions of Cellulose Synthase Complexes in Higher Plants, Braz. J. Plant Physiol., Vol.19, No.1. Frank and Kämpfer, 2000, Methods in Molecular Medicine, vol. 78: Wound Healing: Methods and Protocols,Edited by: Luisa A. DiPietro and Aime L. Burns ©, Totowa, NJ: Humana Press Inc., pp. 4,7-9. Freire, C. S. R., Silvestre, A. J. D., Gandini, A. and Neto, C.P., 2011, New materials from cellulose fibers. A contribution to the implementation of the integrated biorefinery concept, O PAPEL,Vol. 72, Num. 9, pp. 91–96. George, J., Ramanaa, K.V., Bawa, A. S. and Siddaramaiah, 2011, Bacterial cellulose nanocrystals exhibiting high thermal stability and their polymer nanocomposites, International Journal of Biological Macromolecules, 48, pp. 50–57. Goudung, D.U., 2004, Catalytic Epoksidation On Methyl Lindeate, J. Am.Oil, Chem. Soes. Gupta L. A., 2010, Polymer Chemistry, Meerut: Pragati Publications, pp. 244-245. Hoenich, N., 2006, Cellulose for medical applications: past, present, and future. BioRes,1, pp. 270-280. Hon, D. N. S., 1996, Cellulose and its derivatives, In: Dumitriu S (ed) Polysaccharides in medicinal applications., New York: Marcel Dekker. Huamán, Z., 1991, Descriptors for Sweet Potato, Rome: International Board for Plant Genetic Resources, pp. 55-66. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116 Iskandar, Zaki, M., Mulyati, S., Fatinah, U., Sari, I. dan Juchairawati, 2010, Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina, Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan,Vol.7, No. 3, pp. 105-111. Juanda, D. dan Cahyono, B., 2004, Ubi Jalar, Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Yogyakarta: Kanisius. Jones T. J., Hunt, R. D., King N. W., 1996, Veterinary Pathology, 6th Ed., London: Williams and Wilkins. Khan, A., Peh, K. and Chang, S., 2002, Reporting degree of deacytelation values of chitosan : the influence of analytical methods, J. Pawn Pharmaceut. Sci., 5, 3. Kotecha, PM., and Kadam, S. S., 1998, Sweet Potato, in Handbook of Vegetable Science and Technology (Salunkhe, D.K and S.S Kadameds). New York: Marcel Dekker Inc. Kumar, D. P., Joydeep, D., and Tripathi, S. V., 2004, Chitin and Chitosan; Chemistry, Properties and Applications, Journal of Scientific and Industrial Reserch,Vol. 63, pp. 20-31. Kurniati, W., 2008, Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.), Skripsi, Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Kusmiati, Rachmawati, F., Siregar, S., Nuswantara, S. dan Malik, A., 2006, Produksi Beta-1,3 Glukan dari Agrobacterium dan Aktivitas Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih, Makara Sains, Vol. 10, No. 1, April, pp. 24-29. Mann, A., Breuhahn, K., Schirmacher, P., Blessing, M., 2001, Keratinocytederived granulocyte–macrophage colony stimulating factor accelerates wound healing: stimulation of keratinocyte proliferation, granulation tissue formation, and vascularization, J Invest Dermatol, 117, pp. 1382–1390. Manskaya, S. M. and Drodzora, T. V., 1968, Geochemistry of Organic Substance, Oxford: Pergamon Press. Mat, B. and Zakaria, 1995, Chitin and Chitosan, Malaysia: University Kebangsaan Malaysia. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117 Mc Neil, I.C., 1989, Thermal degradation,In: Comprehensive polymer science, Volume 6, The synthesis, characterization, reactions & applications of polymers, Edited by Allen, G. and Bevington, J. C., Oxford: Pergamon Press. Meshitsuka, G. and Isogai, A., 1996, Chemical Structures of Cellulose, Hemicellulose and Lignin, New York: Marcel Dekker. Morton, J. P. and Malone, M. H., 1990, Archieves Int. Pharmacodynamic et de Therapie, 196, pp. 117. Mourya, V. K. and Inamdar, N. N., 2008, Trimethyl Chitosan and Its Application in Drug Delivery, J. Mater Sci. : Mater Med, 20, pp. 1057-1079. Muzzarelli, R. A. A., 1997, Chitin, Oxford: Pergamon Press. Nadarajah, K., 2005, Devolopment and Characterization of Antimicrobial Edible Films from Crawfish Chitosan, Disertation, Louisiana, USA: Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. Pardosi, D., 2008, Pembuatan Material Selulosa Bakteri Dalam Medium Air Kelapa Melalui Penambahan Sukrosa, Kitosan dan Gliserol Menggunakan Acetobacter xylinum, Tesis, Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara. Philips, G.O. and Williams, P.A., 2000, Handbook of Hydrocolloids, Cambridge: Woodhead Publishing Limited. Pillai, C. K. S., Paul, W. and Sharma, C. P., 2009, Chitin and chitosan polymers: Chemistry, solubility and fiber formation, Progress in Polymer Science, Volume 34, Issue 7, pp. 641–678. Pratomo, H. dan Rohaeti, E., 2010, Pembuatan Bioplastik dari Limbah Rumah Tangga sebagai Bahan Edible Film Ramah Lingkungan, Laporan Penelitian, Yogyakarta: UNY. Price, A. dan Wilson, L. Mc Carty, 1992, Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Brahm U. Pendit, penerjemah: Huriawati Hartono, editor, Jakarta: EGC, Terjemahan dari: Pathophisiology: Clinical Concept of Disease Processes), pp. 57-76. Price dan Wilson, 2001, Patofisiologi, Jakarta: EGC. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118 Purmana dan Firman, E., 2006,Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Derajat Kristalinitas dan Komposisi Hidroksiapatit Dibuat dengan Media Air dan Cairan Tubuh Buatan (SyntheticBody Fluid), Skipsi, Bogor: Institut Pertanian Bogor. Purnomo, D. S. A. N. P., 2009, “Pembuatan dan karakterisasi edible film dari pati ubi kayu dan ganyong dengan penambahan sorbitol dan gliserol”, Skripsi, Malang: Universitas Negeri Malang. Quijada, I.-Garrido, Iglesias, V.-González, Mazón, J. M.-Arechderra and Barrales, J. M.-Rienda, 2007, The role played by the interactions of small molecules with chitosan and their transition temperature. Glassforming liquids: 1, 2, 3-Propantriol (glycerol), Carbohydrate Polymers, Volume 68, Issue 1, pp. 173-186. Rabek J. F., 1983, Experimental Method of Polymer Chemistry, New York: Wiley. Rao, K. K. S. V., Naidu, V. K. B., Subha, M.C.S., Sairam, M., Aminabhavi, T.M., 2006, Novel chitosan-based pH-sensitive interpenetrating network microgels for thecontrolled release of cefadroxil, Carbohydrate Polymers, 66, pp. 333–344. Richana, N., 2012, Ubi Kayu dan Ubi Jalar, Botani, Budidaya, Teknologi Proses, Teknologi Pasca Panen, Bandung: Nuansa, pp. 31–50. Rohaeti, E. dan Rahayu, T., 2012, Sifat Mekanik Bacterial Cellulose dengan Media Air Kelapa dan Gliserol sebagai Material Pemlastis, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Rosida, A., 2007, Pencirian Poliblend Poliasamlaktat Dengan Polikaprolakton, Skripsi, Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rukmana, H. R., 1997, Ubi Jalar, Budi Daya Dan Pascapanen, Yogyakarta: Kanisius. Samuels, R. J., 1981, Part B: Polym. Phys., J. Polym. Sci., 19, pp. 1081-1105. Santoso, B., 2006, “Effect of plasticizer type and concentration on the properties of edible film from water-soluble fish proteins in surimi wash-water”, Food Science and Technology International, Vol. 12, No. 2, pp. 119126. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119 Saputro, A. N. C., Kartini, I., Sutarno, 2009, Pengaruh Penghilangan Tahap Deproteinasi Dalam Metode Preparasi Kitosan Terhadap Sifat Termal dan Kristalinitas Kitosan, Proseding, FMIPA, UNY, Yogyakarta. Saragih, 2004, Membuat Nata de Coco, Jakarta: Puspa Swara. Sastrohamidjojo, H., 2007, Spektroskopi, Yogyakarta: Liberty. Sediaoetama, A. D., 1993, Ilmu Gizi, Jakarta: Dian Rakyat. Shahidi, F., Arachchi, J. K. V. and Jeon, Y-J., 1999, Trends in Food Science and Technology, 10, pp. 37-51. Shaw, T. J. and Martin, P., 2009, Wound repair at a glance, Journal of Cell Science, 122, pp. 3209-3213. Simmons, T. J., Lee, S. H., Miao, J., Miyauchi, M., Park, T. J., Bale, S. S., et. al. 2010, Preparation of synthetic wood composites using ionic liquids. Wood Science and Technology. Spector, W. G. and Spector, T. D., 1993, Pengantar Patologi Umum, Ed ke-3, editor: Soetjipto, N. S., Harsoyo, Hana, A., Astuti, P., penerjemah: Moelyono M.P.E., Yogyakarta: Gajah Mada University Press, pp. 72144. Stefanescua, C., Dalya, W. H. and Negulescu, I. I., 2012, Biocomposite films prepared from ionic liquid solutions of chitosan and cellulose, Carbohydrate Polymers, 87, pp. 435– 443. Sugita, P., 2009, Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan, Bogor: IPB Press. Suprapta, D. N., Antara, M., Arya, N., Sudana, M., Duniadji, A. S. and Sudarma, M., 2003, Study on the improvement of quality and diversification of root crops as sources of alternative food in Bali, Research, Faculty of Agriculture, Udayana University, Bali. Suyatma, N. E., Tighzert, L. and Copinet, A., 2005, Effects of Hydrophilic Plasticizers on Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films, J. Agric. Food Chem., Vol. 53, pp. 3950-3957. Takayasu, T. and Fumihiro, Y., 1997, Production of Bacterial Cellulose by Agitation Culture System, Pure & Appl. Chem.,Vol 69, No 11, pp. 2453-2458. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120 Tampubolon, L., 2008, Pembuatan Material Selulosa-Kitosan Bakteri dalam Medium Air Kelapa dengan Penambahan Pati dan Kitosan Menggunakan Acetobacter xylinum, Tesis, Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara. Ueno, H., Mori, T., and Fujinaga, T., 2001, Topical formulations and wound healing applications of chitosan, Advanced Drug Delivery Reviews, 52, pp. 105–115. Umemura, K., Mihara, A. and Kawai, S., 2010, Development of new natural polymer-based wood adhesives III: effects of glucose addition on properties of chitosan, Journal of Wood Science, Volume 56, Issue 5, pp. 387-394. Utami, H. P., 2007, Mengenal Cahaya dan Optik, Jakarta: Exact Ganeca, pp. 7172. Vegad, J. L., 1996, A Textbook of Veterinary General Pathology, 1st Ed., New Delhi: Vikas Publishing. Warisno, 2004, Mudah & Praktis Membuat Nata de Coco, Cetakan kedua, Depok: Agromedia Pustaka. Winarno, 1992, F. G., Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: Gramedia. Wonga, S. S., Kasapis, S., and Tan, Y. M., 2009, Bacterial and plant cellulose modification using ultrasound irradiation, Carbohydrate Polymers, 77, pp. 280–287. Xiaoxiao, J.,Wang, J., and Bai, J., 2009, Synthesis and Antimicrobial Activity of the Schiff Base from Chitosan and Citral, Carbohydrate Research, 344, pp. 825-829. Yunos, M. Z. B. and Rahman, W. A.W. A., 2011, Effect of Glycerol on Performance Rice Straw/Starch Based Polymer. Journal of Applied Sciences, 11, pp. 2456-2459. Zhijiang, C., Chengwei, H., Guang, Y., 2011, Preparation and Characterization of a Bacterial Cellulose/Chitosan Composite for Potential Biomedical Application, Journal of Polymer Research,Volume 18, Number 4, pp. 739-744. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ketela rambat 121 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi 122 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) No. 1 2 3 4 Komposisi Sampel Membran Chitosan S SG SGK GulaPasir Urea Gliserol Chitosan 10 gram 10 gram 10 gram 0,5 gram 0,5 gram 0,5 gram 0,5 gram 0,5 gram 2 gram 2 gram Lampiran 4. Skema jalannya penelitian Determinasi Tanaman Pengumpulan Bahan Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat Pembuatan Selulosa Bakteri, Selulosa Bakteri + Gliserol, Selulosa Bakteri + Gliserol + Chitosan Pembuatan Selulosa Bakteri + Gliserol + Chitosan sebagai membran perlakuan, Membran Chitosan sebagai kontrol positif, kontrol negatif Karakterisasi sifat fisik (makroskopik dan organoleptis, IR, SEM, sifat mekanik, TGA, DTA, XRD) Pengaplikasian membran perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif pada tikus yang telah dilukai selama 1, 3, 5 dan 7 hari Analisis hasil Pengamatan makroskopis pada luka tikus dan pengukuran diameter luka setelah didiamkan selama 1, 3, 5 dan 7 hari Analisis hasil 123 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124 Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan a. Ketela Rambat b. Air ketela rambat c. Serbuk Chitosan d. Chitosan yang dilarutkan dalam asam asetat 2% Lampiran 6. Foto masing-masing sampel hasil karakterisasi secara makroskopis a. Selulosa bakteri sebelum pengeringan b. Selulosa bakteri + gliserol setelah pengeringan c. Selulosa bakteri + gliserol + chitosan setelah pengeringan d. Selulosa bakteri setelah pengeringan e. Selulosa bakteri + gliserol setelah pengeringan f. Selulosa bakteri + gliserol + chitosan setelah pengeringan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125 Lampiran 7. Hasil perbandingan berat ketela rambat dan air yang digunakan No. 1 2 3 4 5 Pembuatan I II III IV V Berat (gram) 500 300 250 800 700 Jumlah air (mL) 500 300 250 800 700 Lampiran 8. Hasil penimbangan berat basah sampel Nomor 1 2 3 4 5 6 Pembuatan I I II II III III Berat (gram) 236,20 230,29 248,46 238,61 241,20 244,32 Lampiran 9. Hasil perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan a. NaOH 3% Hasil Penimbangan : 3,00 gram Pelarut yang digunakan = 100 mL aquadest Konsentrasi = massa/volume Konsentrasi = 3,00 gram/100 mL Konsentrasi = 0,03 gram/mL = 3 % b. HCl 3% C1x V1= C2xV2 37% x V1= 3% x 100 mL V1= 8,11 mL Volume HCl yang diambil 8,11 mL dari HCl 37 % lalu di ad dalam 100 mL aquadest. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126 Lampiran 10. Hasil spektra IR chitosan untuk perhitungan derajat deasetilasi (DD) beserta perhitungan nilai DD-nya DD = ( ) A 1655 = A 3450 = DD = ( DD = ( DD = 100 – 26,22 DD = 73,78% ) ) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 11. Hasil spektra IR tiap sampel a. Selulosa Bakteri b. Selulosa Bakteri+Gliserol 127 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI c. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan Lampiran 12. Hasil penarikan base line spektra IR tiap sampel a. Selulosa Bakteri 128 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI b. Selulosa Bakteri+Gliserol c. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan 129 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 13. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel Absorbansi = log (Io/I) No. Sampel 1 S 2 SG 3 SGK Gugus Fungsi -OH C=O -OH C=O -OH C=O amida Io/I Absorbansi 1,481 1,066 2,249 1,019 1,889 1,081 0,17 0,027 0,35 8,47 x 10-3 0,27 0,033 Lampiran 14. Foto SEM tiap sampel a. Morfologi Permukaan Selulosa Bakteri b. Morfologi Permukaan Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan c. Morfologi Melintang Selulosa d. Morfologi Melintang Selulosa Bakteri Bakteri+Gliserol+Chitosan 130 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 15. Hasil uji sifat mekanik sampel a. Selulosa Bakteri Series a0 b0 (mm) (mm) Rerata SD 0,34 0,0123 5 0 Lc (mm) 50 0 b. Selulosa Bakteri + Gliserol Series a0 b0 Lc (mm) (mm) (mm) Rerata SD 0,368 0,0477 5 0 50 0 Fmax (N) Tensile Strain Strength at Fmax (MPa) (%) 28,41896 16,7125 19,7504 1,67496 0,655 3,2720 Fmax (N) Tensile Strain Strength at Fmax (MPa) (%) 29,3071 16,3096 27,3593 5,1117 4,4560 5,2812 c. Selulosa Bakteri + Gliserol + Chitosan Series a0 b0 Lc Fmax Tensile Strain (mm) (mm) (mm) (N) Strength at Fmax (MPa) (%) Rerata 0,442 5 50 12,3540 5,6708 4,70144 SD 0,0763 0 0 3,5769 1,6147 2,27941 131 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 16. Hasil statistik uji sifat mekanik tiap sampel a. Normality test Kelompok tensile strength Keterangan: data berdistribusi normal jika (p > 0,05) b. Normality test kelompok strain at Fmax (elongasi) Keterangan: data berdistribusi normal jika (p > 0,05) 132 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133 c. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok tensile strength Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) d. Bar Chart Kelompok tensile strength PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134 e. Means Plot (SD as Error) Kelompok tensile strength f. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok strain at Fmax (elongasi) Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI g. Bar Chart Kelompok strain at Fmax (elongasi) h. Means Plot (SD as Error) Kelompok strain at Fmax (elongasi) 135 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 17. Hasil XRD tiap sampel a. Selulosa Bakteri b. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan 136 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137 Lampiran 18. Hasil perhitungan luas total di bawah kurva tiap sampel a. Selulosa Bakteri b. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 19. Hasil perhitungan luas background tiap sampel a. Selulosa Bakteri b. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan 138 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139 Lampiran 20. Hasil perhitungan luas kristal+amorf tiap sampel No. Sampel Luas total AUC Luas Background Luas kristal + amorf 1 Selulosa Bakteri 1866,26 1555,202 311,058 2 Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan 1872,08 1690,96384 181,116 Lampiran 21. Hasil perhitungan luas kristal tiap sampel a. Selulosa Bakteri Luas kristal = FWHM x Intensitas (height) 2-Theta 9,077 16,854 18,16 19,6 22,839 25,36 26,165 27,29 27,882 29,118 31,721 33,881 35,8 36,762 39,16 39,969 44,681 45,443 46,474 48,471 52,487 55,16 56,404 66,121 69,842 75,24 Total Luas kristal 12,789 3,619 17,158 1,629 23,775 0,7 5,148 7,491 7,232 24,272 36,729 18,91 0,7 8,262 2,464 6,105 6,11 10,101 1,632 2,144 4,862 3,968 4,41 8,064 1,825 5,445 225,544 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI b. Selulosa Bakteri + Gliserol + Chitosan Luas kristal = FWHM x Intensitas (height) 2-Theta 14,201 22,8 27,841 28,28 30,8 31,879 32,282 33 33,84 35,32 38,12 38,909 41,438 44,72 45,643 56,761 58,635 75,439 Total Luas kristal 2,975 16,632 7,23 0,7 0,5 14,322 15,232 0,6 0,7 0,6 0,7 5,216 2,241 0,3 28,161 11,362 1,41 6,084 114,965 Lampiran 22. Hasil perhitungan % kristalinitas tiap sampel a. Selulosa Bakteri % Kristalinitas = Luas kristalin × 100% Luas (kristalin+amorf) % Kristalinitas = 225, 544 × 100% 311,058 % Kristalinitas = 72, 51% jika dibulatkan menjadi 73%, b. Selulosa Bakteri + Gliserol + Chitosan % Kristalinitas = Luaskristalin × 100% Luas (kristalin+amorf) % Kristalinitas = 114,965 × 100% 181,116 % Kristalinitas = 63,48% jika dibulatkan menjadi 63% 140 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141 Lampiran 23. Hasil data massa tersisa (%) akibat perubahan suhu tiap sampel No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Suhu (0C) S 100,00 98,88 90,44 75,56 65,78 62,22 61,11 60,22 59,11 57,11 51,11 46,22 45,11 43,77 42,44 41,11 30 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 395 Massa Tersisa (%) SG 100,00 98,88 91,11 78,44 72,67 68,00 67,11 66,67 65,56 64,00 58,89 52,22 48,89 48,00 46,89 45,56 SGK 100,00 100,00 93,77 84,44 79,55 77,33 75,54 74,22 71,11 63,11 58,00 53,33 46,44 44,88 43,56 42,88 Lampiran 24. Hasil perhitungan suhu untuk sampel yang terdekomposisi/kehilangan massa 50% a. Selulosa Bakteri Persamaan regresi yang didapatkan setelah membuat kurva regresi antara kehilangan massa (%) vs suhu (0 C) adalah Y= 0,154 x + 4,584 Jika Y = 50 maka 50 = 0,154 x + 4,584 x = 294, 910 C b. Selulosa Bakteri+Gliserol Persamaan regresi yang didapatkan setelah membuat kurva regresi antara kehilangan massa (%) vs suhu (0 C) adalah Y= 0,144 x + 2,285 Jika Y = 50 maka 50 = 0,144 x + 2,285 x = 331, 350 C PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142 c. Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan Persamaan regresi yang didapatkan setelah membuat kurva regresi antara kehilangan massa (%) vs suhu (0 C) adalah Y= 0,165 x - 4,474 Jika Y = 50 maka 50 = 0,165 x - 4,474 x = 330,150 C Lampiran 25. Foto instrumen yang digunakan untuk karakterisasi tiap sampel a. c. e. g. IR b. Ion Coating Spuiter SEM d. Universal Testing Dumb Bell f. Pendingin XRD XRD h. DTA – TGA analyzer PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 26. Surat keterangan Ethical Clearance 143 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 27. Hasil perhitungan dosis ketamine dan xylazine Dosis Ketamine = 0, 2 mL/250 gram BB Dosis Xylazine = 0,075 mL/250 gram BB No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Hari 1 3 5 7 Replikasi 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Ketamine (mL) 0,162 0,157 0,158 0,164 0,160 0,151 0,167 0,168 0,190 0,159 0,181 0,185 0,178 0,164 0,167 0,165 0,169 0,192 0,166 0,155 0,167 0,142 0,167 0,160 Xylazine (mL) 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06 0,05 0,06 0,06 0,07 0,05 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,06 0,05 0,06 0,05 0,06 0,06 144 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145 Lampiran 28. Foto pengamatan penyembuhan luka pada hewan uji Waktu Kontrol Positif Selulosa bakteri+gliserol+ chitosan Kontrol Negatif a. Hari ke-1 b. Hari ke-3 c. Hari ke-5 d. Hari ke-7 Lampiran 29. Hasil pengukuran diameter luka pada hewan uji Hari I Replikasi 1 2 3 4 5 6 SGK (cm) 1,05 1,07 1,16 1,05 1,10 1,12 Hari I C (+) (cm) 1,05 1,12 1 1,12 1,07 1,14 C (-) (cm) 0,96 1,03 1,05 1,07 1 1,14 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146 Hari III Replikasi Hari III Pengamatan 1 SGK (cm) C (+) C (-) (cm) (cm) Replikasi 1 1,07 1,03 1,02 2 1,02 1,02 0,96 3 1,07 1,15 1,13 4 1,05 1,12 1,05 5 0,91 1,05 0,9 6 1,04 1,07 1,17 Keterangan : warna abu-abu menunjukkan data tidak metode Mourton beserta uji statistiknya Hari III Pengamatan 2 SGK (cm) C C (-) (+) (cm) (cm) 1 0,84 0,84 0,93 2 0,91 0,92 0,93 3 0,85 0,9 1 4 0,82 0,92 0,94 5 0,75 0,82 0,85 6 0,83 0,91 1,05 digunakan untuk perhitungan menggunakan Hari V Replikasi 1 2 3 4 5 6 Hari V Pengamatan 1 SGK(cm) C (+) C (-) (cm) (cm) 0,98 0,95 1,08 1,06 1,08 1,05 0,95 0,97 1,18 1,03 1,07 0,85 1,14 1,2 1,05 1,12 0,94 1 Replikasi 1 2 3 4 5 6 Hari V Pengamatan 2 SGK (cm) C C (-) (+) (cm) (cm) 0,65 0,76 0,79 0,81 0,96 0,57 0,73 0,71 0,56 0,59 0,7 0,84 0,81 0,98 0,7 0,83 0,75 0,97 Keterangan : warna abu-abu menunjukkan data tidak digunakan untuk perhitungan menggunakan metode Mourton beserta uji statistiknya Hari VII Replikasi Hari V Pengamatan 1 SGK (cm) C (+) C (-) (cm) (cm) Replikasi Hari V Pengamatan 2 SGK (cm) C C (-) (+) (cm) (cm) 1 1 1,12 1,19 1,03 0,9 0,86 0,6 2 2 1,16 1,07 1,14 0,75 0,63 0,45 3 3 0,98 1,08 1,1 0,45 0,83 0,78 4 4 1,17 1,31 1,05 0,63 0,58 1,05 5 5 1,16 1,05 1 0,85 0,65 0,6 6 6 1,1 1,22 1,11 0,85 0,65 0,6 Keterangan : warna abu-abu menunjukkan data tidak digunakan untuk perhitungan menggunakan metode Mourton beserta uji statistiknya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 30. Perhitungan luas metode Morton Luas = 0,7854 x D2 Penurunan luas (%) = (D12 – D22) x 100 D12 Hari Perlakuan Replikasi Selisih Diameter (cm) Penurunan Luas (%) 1 2 3 4 5 0,23 0,22 0,23 0,16 0,21 0,21 0,19 0,25 0,2 0,23 0,16 0,206 0,09 0,13 0,11 0,05 0,12 0,1 38,37016 36,89405 39,01134 32,07342 36,30732 36,5313 33,49043 38,75236 32,52551 39,01134 27,67054 34,29 16,86851 21,68533 19,85488 10,80247 19,46088 17,7344 SGK Rerata 1 2 3 4 5 3 K Rerata 1 2 3 4 5 O Rerata 147 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hari Perlakuan Replikasi Selisih Diameter (cm) Penurunan Luas (%) 1 2 3 4 5 0,33 0,19 0,29 0,25 0,22 0,236 0,22 0,26 0,62 0,44 0,37 0,382 0,33 0,22 0,35 0,29 0,19 0,276 56,00791 36 46,49348 41,60733 20,98765 40,2193 40,95291 46,42364 77,47774 67,18824 57,2015 57,8488 49,51524 33,30556 55,55556 45,08131 36,33997 43,9595 Replikasi Selisih Diameter (cm) Penurunan Luas (%) 1 2 3 4 5 0,22 0,41 0,53 0,31 0,25 0,344 0,33 0,44 0,25 0,4 0,57 0,398 0,43 0,69 0,32 0,4 0,51 0,47 35,4273 58,19709 78,91504 46,30648 40,28926 51,827 47,77205 65,33322 40,93793 61,678 71,61381 57,467 66,06655 84,41828 49,71901 64 70,78159 66,9971 SGK Rerata 1 2 3 4 5 5 K Rerata 1 2 3 4 5 O Rerata Hari Perlakuan SGK Rerata 7 1 2 3 4 5 K Rerata 1 2 3 4 5 O Rerata 148 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 31. Hasil statistik persentase penurunan luas luka tiap sampel a. Normality Test Kelompok SGK Keterangan: data berdistribusi normal jika (p > 0,05) b. Normality Test Kelompok K Keterangan: data berdistribusi normal jika (p > 0,05) 149 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI c. Normality Test Kelompok O Keterangan: data berdistribusi normal jika (p > 0,05) d. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok Hari 3 Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) 150 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI e. Bar Chart Kelompok Hari 3 f. Means Plot (SD as Error) Kelompok Hari 3 151 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152 g. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok Hari 5 Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) h. Bar Chart Kelompok Hari 5 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI i. Means Plot (SD as Error) Kelompok Hari 5 j. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok Hari 7 Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) 153 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI k. Bar Chart Kelompok Hari 7 l. Means Plot (SD as Error) Kelompok Hari 7 154 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI m. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok SGK Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) n. Bar Chart Kelompok SGK 155 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI o. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok K Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) p. Bar Chart Kelompok K 156 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI q. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok O Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05) r. Bar Chart Kelompok O 157 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan Sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” memiliki nama lengkap Michael Raharja Gani, Penulis lahir tanggal 11 Maret 1991 di Semarang, Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Engelbertus Gani dan Endang Widjajanti, Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tarakanita Bumijo (1995-1997), SD Tarakanita Bumijo (1997-2003), SMP Stella Duce 1 (2003-2006), SMA Kolose De Britto Yogyakarta (2006-2009) kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2009-2013), Selama menempuh kuliah, penulis pernah menjabat sebagai koordinator Divisi Public Relation di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas periode 20112012, Ketua Panitia Seminar Kanker Ismafarsi dan JMKI tahun 2010, Humas Titrasi (2010), serta Divisi Pendaftaran Insadha (2011), Selain kegiatan internal kampus, penulis juga pernah mewakili Universitas Sanata Dharma dalam lomba ON-MIPA tingkat Kopertis tahun 2010, peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIV bidang Kewirausahaan tahun 2011, peserta Kampanye Informasi Obat tahun 2009 serta delegasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dalam acara Pra Musyarawarah Nasional Ismafarasi tahun 2010, Selain kegiatan non akademik, penulis juga terlibat dalam kegiatan akademik seperti asisten dosen Pratikum Kimia Dasar (2010), Kimia Organik (2011), Farmasi Fisika (2011), Kromatografi (2012), serta Toksikologi Dasar dan Farmakologi-Toksikologi (2012),