variabilitas genetik dan heritabilitas karakter agronomis

advertisement
JURNAL AGROTEKNOS Maret 2013
Vol. 3 No. 1. Hal 34-40
ISSN: 2087-7706
VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMIS
GALUR JAGUNG DENGAN TESTER MR 14
Genetic Variability and Heritability of Agronomic Characters of Maize
Inbred Line with Tester 14
AMIN NUR, NENY R. IRIANY, A. TAKDIR M.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ABSTRACT
The objective of research was to estimate the genetic variability and heritability of
inbred line maize agronomic characters as the initiation step of assessment for assembling
of new cultivars. In dry season 2006, 90 inbred lines of maize from ICERI were evaluated at
Village of ILETRI KP. Muneng, District of Probolinggo, Province of East Java. The design was
simple latice design with two replications. Results showed that plant growth, days of
flowering and silking, plant harvested, ear harvested, ear weight, moisture content, yield,
ear range and 100 seeds weight had wide genetic variability, while plant height, ear height,
days to hervest and ear diameter had narrow genetic variability. Heritability broad sense,
for characters plant growth, days of flowering and silking, plant harvested, ear harvested,
ear weight, moisture content, yield, ear range, plant height, ear height, days to harvest and
100 seeds weight was classified medium; while for characters of ear diameter was
classified low. Therefore, efforts to increase inbred line of maize yield are still promising
through improvement of such characters.
Keywords: genetik variability, heritability, inbred line
1PENDAHULUAN
Pemuliaan tanaman pada hakekatnya
merupakan ilmu, pengetahuan, teknologi dan
seni dalam mengelola variabilitas genetik
tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul
baru untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Aspek variabilitas genetik dalam pemuliaan
tanaman menempati posisi yang sangat
penting dalam peningkatan kemampuan
genetik tanaman.
Untuk meningkatkan
variabilitas genetik dalam perakitan kultivar
unggul yang memiliki potensi hasil tinggi
dapat dilakukan dengan cara persilangan.
Pembentukan kultivar unggul hibrida
melalui mekanisme ini banyak dilakukan pada
tanaman menyerbuk silang, khususnya jagung
yang tidak bermasalah dalam regenerasi
penyerbukan sendiri. Persilangan dua tetua
yang homosigot akan menghasilkan F1 yang
heterosigot yang memiliki pengaruh vigor
*)
Alamat korespondensi:
Email : [email protected]
hibrida. Gejala heterosis diperlihatkan suatu
keturunan
tanaman
yang
memiliki
peningkatan karakteristik seperti ukuran
tanaman, vigor atau produktivitas lebih besar
dibandingkan dengan kedua tetuanya (Sleper
dan Poehlman, 2006)
Salah satu tipe persilangan yang sering
dilakukan dalam meningkatkan variabilitas
genetik adalah persilangan dengan metode
testcross.
Syarat melakukan persilangan
testcross salah satu diantaranya adalah tetua
penguji yang disilangkan memiliki komposisi
genetik yang homosigot. Mr 14 merupakan
tetua penguji (galur) yang memiliki komposisi
genetik yang sudah homosigot. Sedangkan
galur yang disilangkan dengan Mr 14 berasal
dari hasil persilangan SP-006, 007, 008, 009,
Swn-5 dan Bisma. Persilangan beberapa galur
ini dengan tetua penguji Mr 14, diharapkan
memiliki keragaman genetik pada turunannya.
Tingginya keragaman galur jagung hibrida
dengan tester Mr 14 memberikan peluang
yang semakin baik dalam perbaikan karakter
yang dikehendaki. Prediksi keragaman ini
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
dapat dilihat dari penampilan aktualnya, uji
keturunan. Salah satu tolok ukur biasa
digunakan para pemulia untuk menilai
penampilan
aktual
tanaman
dengan
menghitung
variabilitas
genetik
dan
hertabilitas. Variabilitas genetik adalah suatu
besaran yang megukur variasi penampilan
yang disebabkan oleh faktor genetik.
Variabilitas suatu penampilan tanaman dalam
populasi dapat disebabkan oleh genetik
penyusun populasi, lingkungan dan interaksi
genetik x lingkungan.
Jika variabilitas
karakter tanaman disebabkan peranan genetik
maka variabilitas tersebut akan dapat
diwariskan pada generasi berikutnya. Jika
seleksi diterapkan pada karakter ini, maka
pada generasi selanjutnya dapat diharapkan
terjadi perubahan susunan genetik tanaman
yang mengarah pada kemajuan genetik (Fehr,
1987). Kelemahan dari metode ini yaitu
apabila faktor lingkungan lebih berpengaruh
daripada faktor genetik, karena penilaian
didasarkan pada penampilan fenotipe yang
merupakan gabungan antara faktor genetik
dan lingkungan. Oleh karena itu peran faktor
genetik juga perlu dilihat dengan jalan
mengurangi penampilan aktual tanaman
(phenotype) dengan faktor lingkungannya
(Singh dan Chaudary, 1979; Falconer, 1989).
Galur yang memiliki variabilitas genetik
yang luas dan nilai hertabilitas sedang hingga
tinggi, diharapkan dapat menjadi calon tetua
persilangan dalam perakitan varietas unggul
baru.
Penelitian bertujuan menduga variabilitas
genetik dan heritabilitas beberapa karakter
agronomis galur jagung dengan tester Mr 14.
35
BAHAN DAN METODE
Sebanyak Sembilan puluh galur jagung
dengan tester Mr 14 di evaluasi di Kebun
Percobaan Muneng Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan
dan
Umbi-umbian
(Balitkabi) pada bulan September – Desember
2006.
Penelitian disusun dalam bentuk
Rancangan lattice sederhana dengan dua
ulangan.
Luas masing-masing plot 5 m x 1 m dengan
jarak tanam antar baris 75 cm dan di dalam
baris 25 cm. Ditanam dua biji per lubang
tanam dan setelah satu minggu dilakukan
penjarangan. Pemupukan dilakukan dua kali
dengan cara tugal .
Dosis pupuk yang
digunakan pada pemupukan pertama adalah
150 kg. ha-1 (Urea), 200 kg. ha-1 SP36 dan 100
kg. ha-1 KCl. Pemupukan kedua dilakukan
setelah tanaman berumur satu bulan (30 hari
setelah tanam ) dengan dosis 150 kg.ha-1.
Pemeliharan dilakukan dengan melakukan
penjarangan, pembumbunan, penyiangan dan
pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan
dan pengendalian hama penyakit dilakukan
disesuaikan dengan tingkat serangan serta
pertumbuhan gulma.
Parameter yang diamati adalah hasil
(ton.ha-1), jumlah tongkol panen, berat tongkol
(kg), Kadar air (%), tanaman tumbuh,
tanaman panen (hari), tinggi tanaman (cm),
tinggi letak tongkol (cm), Umur jantan (Hari),
umur betina (hari), umur masak (hari),
panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot
100 biji.
Ragam genetik dihitung dengan kuadrat
tengah harapan menurut Singh dan Chaudary
(1979) (Tabel 1).
Tabel 1. Kuadrat tengah harapan karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14
Sumber keragaman
Ulangan
Genotipe
Galat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
r-1
g-1
(g-1)(r-1)
M1
M2
Kuadrat tengah
harapan
2e + r2g
2e
Keterangan : r = ulangan, g = genotipe, 2e = ragam lingkungan, 2g = ragam genotipe
Ragam fenotipik (2p) dan ragam genotipik
dihitung sebagai berikut:
2p = 2e + 2g
2g = (M1-M2)/2
Koefisien keragaman genetik diduga
2
berdasarkan ragam genotipik ( σg ) dan
(2g)
kategori luas sempitnya keragaman genetik
diklasifikasikan menurut Anderson dan
Bancroff dalam Wahdah et al. (1996)
berdasarkan nilai standard deviasi genotipik
( σ σ 2 ) sebagai berikut:
g
36
Nur et al.

2
g
2
 2
r
J. Agroteknos


M 22
M 12



 dbgenotip 2 dbgalat 2 


di mana :
M2 : kuadrat tengah galur
M1: kuadrat tengah galat
r : ulangan
db : derajat bebas
Keragaman genetik luas apabila koefisien
keragaman genetik lebih besar atau sama
dengan dua kali simpangan baku genotipiknya
(KKg ≥ 2 σ σ 2 ), sedangkan keragaman genetik
g
sempit apabila koefisien keragaman genetik
lebih kecil daripada dua kali standard deviasi
genotipiknya (KKg < 2 σ σ 2 ).
g
Koefisien keragaman Genetik =
2G
KVG=
x 100%
X
Koefisien keragaman Fenotipe =
2F
KVF=
x 100%
X
Heritabilitas dalam arti luas dihitung
sebagai berikut:
hbs =
2g
2p
Kategori tinggi rendahnya heritabilitas
digolongkan menurut Stansfield (1991)
sebagai berikut:
<0,2
: rendah
0,2- 0,5
: sedang
>0,5
: tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sidik ragam beberapa karakter agronomis
galur jagung dengan tester Mr 14
menunjukkan pengaruh sangat nyata, kecuali
pada karakter diameter tongkol (Tabel 2). Hal
ini menunjukkan bahwa antara genotipe satu
dengan yang lain menunjukkan adanya
perbedaan. Namun demikian perbedaan ini
perlu dilihat lebih jauh, seberapa besar faktor
genetik berperan dalam perbedaan tersebut.
Apakah keragaman yang ada benar-benar
mencerminkan keragaman genetiknya, bukan
karena pengaruh lingkungan atau interaksi
antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan.
Tabel 2. Sidik ragam beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 di Muneng,
Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter
Jumlah Tanaman tumbuh
Umur berbunga jantan
Umur berbunga betina
Tinggi tanaman
Tinggi letak tongkol
Umur Panen
Tanaman panen
Tongkol panen
Bobot tongkol kupasan basah
Kadar Air
Hasil
Panjang tongkol
Diameter tongkol
Bobot 100 biji
KT genotipe
11,21**
4,39**
5,05**
336,53**
166,86**
20,79**
10,78**
37,28**
1,00**
3,95**
3,75**
2,13**
65,47tn
33,02**
KT galat
6,46
0,71
0,97
120,21
75,65
4,36
6,26
9,09
0,32
1,72
1,18
1,11
59,27
14,07
KK (%)
12,5
1,6
1,7
5,8
8,9
2,2
12,6
13,4
14,1
5,8
14,1
6,3
17,2
10
**nyata pada taraf 1%, tn tidak nyata
Penampilan aktual dari 90 galur jagung
dengan tester Mr 14 yang dievaluasi memiliki
kisaran yang cukup luas (Tabel 3), terutama
karakter tanaman tumbuh, tinggi letak
tongkol, tanaman panen, tongkol panen, bobot
tongkol kupasan basah, kadar air, hasil,
diameter tongkol dan bobot 100 biji,
sedangkan pada karakter umur berbunga
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
jantan, umur berbunga betina, tinggi tanaman,
umur panen tidak begitu besar. Rata-rata
umur berbunga jantan 54 hari dan umur
berbunga betina 57 hari dan umur panen 96
hari. Hal ini memperlihatkan bahwa periode
pembuahan minimal 4 hari dan maksimal 6
hari, sedangkan pengisian biji mencapai 39
hari. Kecilnya kisaran pada karakter karakter
umur berbunga jantan, umur berbunga betina,
tinggi tanaman, umur panen, mengindikasikan
bahwa karakter sudah mencapai tingkat
homosigositas dan lebih dipengaruhi oleh
37
lingkungan. Penampilan yang diperlihatkan
oleh suatu tanaman disebut fenotipe yang
merupakan hasil ekspresi dari penampilan
galur tanaman pada suatu lingkungan tertentu
dan interaksinya (Allard, 1960; Falconer,
1972; Brennan dan Byth, 1979). Makkulawu
(2006) melaporkan bahwa galur dengan tester
Mr 14 memiliki daya gabung baik dan galur
yang mempunyai daya gabung baik
merupakan calon tetua hibrida yang
mempunyai potensi hasil tinggi.
Tabel 3. Kisaran, rata-rata, dan simpangan baku beberapa karakter agronomis galur jagung dengan
tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter
Jumlah Tanaman tumbuh
Umur berbunga jantan
Umur berbunga betina
Tinggi tanaman
Tinggi letak tongkol
Umur Panen
Tanaman panen
Tongkol panen
Bobot tongkol kupasan basah
Kadar Air
Hasil
Panjang tongkol
Diameter tongkol
Bobot 100 biji
Kisaran
11 – 25
55 – 56
57 - 59
191,5 – 192,5
94,5 – 107,5
95 – 96
11 – 24
15 – 31
2,42 – 5,11
18 – 26,6
4,57 – 10,57
14,4 – 19,91
39,23 – 93,23
27,25 – 60,45
Koefisien keragaman fenotipik dan genetik
beberapa karakter agronomis galur jagung
dengan tester Mr 14 disajikan pada Tabel 4.
Koefisien keragaman fenotipik tertinggi
ditunjukkan oleh karakter tongkol panen,
diikuti oleh karakter hasil, sedangkan
koefisien keragaman fenotipik terendah
ditunjukkan oleh karakter umur berbunga
jantan. Koefisien keragaman fenotipik dan
genotipik antar karakter dapat saling
dibandingkan karena nilai ini merupakan nilai
baku setelah dibagi dengan nilai rata-ratanya.
Apabila
dilihat
koefisien
keragaman
genetiknya, koefisien keragaman fenotipik
sejalan
dengan
koefisien
keragaman
genetiknya.
Koefisien keragaman genetik
yang besar cenderung memiliki koefisien
keragaman fenotipik yang besar pula. Hal ini
menggambarkan bahwa keragaman yang
teramati sudah mencerminkan keragaman
genetiknya.
Berdasarkan
nilai
simpangan
baku
genetiknya,
semua
karakter
memiliki
Rata-rata
20
54
57
187,5
97,3
96
20
23
4,0
22,6
7,8
16,8
44,7
37,6
Simpangan baku
3,0
1,6
1,7
15,8
11,4
3,6
2,9
4,8
0,8
1,8
1,6
1,3
7,9
4,9
keragaman genetik luas kecuali tinggi
tanaman, tinggi letak tongkol, umur panen dan
diameter tongkol. Keragaman genetik yang
luas ini mengindikasikan adanya peluang
perbaikan karakter galur jagung hibrida yang
dievaluasi melalui ke sembilan karakter
tersebut. Jika variabilitas karakter tanaman
disebabkan peranan genetik maka variabilitas
tersebut akan dapat diwariskan pada generasi
berikutnya.
Jika seleksi diterapkan pada
karakter ini, maka pada generasi selanjutnya
dapat diharapkan terjadi perubahan susunan
genetik tanaman yang mengarah pada
kemajuan genetik (Fehr, 1987).
Ragam fenotipik, ragam genetik dan
heritabilitas beberapa karakter agronomis
galur jagung dengan tester Mr 14 disajikan
pada Tabel 5. Ragam genetik dan lingkungan
berimplikasi pada penampilan fenotipik
tanaman yang diekspresikan pada masingmasing karakternya. Satuan ragam dari
masing-masing karakter berbeda, tergantung
pada satuan pengukurannya. Berdasarkan
38
NUR ET AL.
J. AGROTEKNOS
Stansfield (1991), heritabilitas dalam arti luas
dari ke empat belas karakter yang diamati
berkisar dari rendah sampai sedang. Terdapat
tiga belas karakter yang memiliki heritabilitas
sedang, hanya karakter diameter tongkol yang
memiliki hertabilitas rendah.
Rendahnya
hertabilitas pada karakter diameter tongkol
mengindikasikan bahwa karakter ini sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungannya,
karena heritabilitas merupakan nisbah ragam
genetik dibagi dengan ragam fenotip dan
ragam lingkungan. Pendugaan heritabilitas
akan berguna dalam penentuan kemajuan
seleksi harapan dan pengembangan strategi
pemuliaan yang sesuai dengan memberikan
petunjuk metode dan arah seleksi (Bari et al.,
1974; Pantalone et al., 1996). Nilai duga
heritabilitas suatu karakter dapat berbedabeda tergantung pada cara perhitungan yang
digunakan (Basuki, 1995).
Tabel 4. Koefisien keragaman fenotipik dan genetik beberapa karakter agronomis galur jagung dengan
tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter
Jumlah Tanaman tumbuh
Umur berbunga jantan
Umur berbunga betina
Tinggi tanaman
Tinggi letak tongkol
Umur Panen
Tanaman panen
Tongkol panen
Bobot tongkol kupasan basah
Kadar Air
Hasil
Panjang tongkol
Diameter tongkol
Bobot 100 biji
KKp
KKg
σσ 2
Kriteria
16,59
3,86
3,96
10,07
13,60
4,79
16,62
27,14
25,12
9,23
24,88
8,70
18,05
15,31
7,57
2,51
2,51
5,55
6,94
2,99
7,57
16,64
14,60
4,66
14,52
4,26
3,94
8,18
1,93
0,66
0,12
53,27
27,31
3,71
1,86
5,72
0,02
0,64
0,59
0,36
13,17
5,35
Luas
Luas
Luas
Sempit
Sempit
Sempit
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Sempit
Luas
g
KKp = koefisien keragaman fenotipik, KKg = koefisien keragaman genetik,
σ σ2 = simpangan baku genetik
g
Tabel 5. Ragam fenotipik, ragam genetik, dan heritabilitas beberapa karakter agronomis galur jagung
dengan tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter
Jumlah Tanaman tumbuh
Umur berbunga jantan
Umur berbunga betina
Tinggi tanaman
Tinggi letak tongkol
Umur Panen
Tanaman panen
Tongkol panen
Bobot tongkol kupasan basah
Kadar Air
Hasil
Panjang tongkol
Diameter tongkol
Bobot 100 biji
2p
11,39
4,38
5,05
356,64
175,33
20,88
10,88
37,48
1,02
4,35
3,75
2,13
65,24
33,20
2g
2,38
1,84
2,04
108,16
45,61
8,21
2,26
14,09
0,34
1,11
1,28
0,51
3,11
9,47
Hbs
0,21
0,42
0,41
0,30
0,26
0,40
0,21
0,38
0,34
0,26
0,34
0,24
0,05
0,29
2p = ragam fenotipik, 2g = ragam genotipik, Hbs = heritabilitas dalam arti luas
Dalam pembentukan varietas unggul
hibrida yang lebih ditekankan pada potensi
hasil dan keseragaman penampilan tanaman,
maka karakter memiliki hertabilitas sedang
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
yang memungkinkan digunakan dalam seleksi
adalah Karakter hasil (h2 = 0,34), berat
tongkol kupasan basah (h2 = 0,34), tinggi
tanaman (h2 = 0,30), tinggi letak tongkol (h2 =
0,26 ), umur panen (h2 = 0,40), dan panjang
tongkl (h2 = 0,24).
Namun demikian
penggunaan karakter tersebut di atas perlu
dikonfirmasikan lagi karena heritabilitas yang
dihitung dalam penelitian ini merupakan
heritabilitas arti luas. Heritabilitas dalam arti
luas seperti pada karakter hasil dengan nilai
0,34 berarti bahwa faktor genetik hanya
menyumbang 34% pada penampilan suatu
fenotipe, sedangkan 66% merupakan faktor
lingkungan. Dari 34% faktor genetik ini masih
terbagi lagi dalam ragam genetik aditif,
dominan dan epistasis; sehingga ragam aditif
yang merupakan penyebab kemiripan antar
kerabat (Falconer, 1989) akan semakin
rendah.
Heritabilitas yang efektif untuk
seleksi adalah heritabilitas dalam arti sempit,
yang dapat menggambarkan ragam genetik
aditifnya. Heritabilitas dalam arti luas yang
dihitung pada penelitian ini bertujuan untuk
prediksi awal besarnya nilai heritabilitas yang
akan diperoleh pada pembentukan varietas
unggul hibrida. Nur et. Al., (2007) hasil
pengujian penampilan agronomi galur jagung
dengan tester MR 14 terhadap cekaman
kekeringan memperlihatkan bahwa terdapat
lima galur jagung yang memiliki hasil lebih
tinggi dari keempat pembandingnya (Bisi-2,
Bima-1, Arjuna dan Lamuru) dan satu galur
yang memiliki hasil lebih tinggi dari ke empat
varietas pembandingnya pada cekaman.
SIMPULAN
1. Hampir semua karakter agronomis yang
diamati pada galur jagung dengan tester
Mr 14 memperlihatkan keragaman genetik
yang luas kecuali pada karakter tinggi
tanaman, tinggi letak tongkol, umur panen
dan diameter tongkol memiliki keragaman
genetik sempit.
2. Heritabilitas dalam arti luas untuk semua
karakter agronomis tergolong sedang,
kecuali pada karakter diameter tongkol.
3. Galur dengan tester Mr 14 memiliki
potensi untuk dijadikan sebagai calon
tetua persilangan dalam pembentukan
kultivar unggul baru.
4. Karakter yang dapat dijadikan sebagai
kriteria dengan nilai keragaman genetik
39
luas dan nilai hertabilitas sedang adalah
jumlah tongkol panen, bobot tongkol
kupasan basah dan hasil.
Saran. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk melihat apakah pada generasi
selanjutnya terjadi perubahan susunan
genetik tanaman yang mengarah pada
kemajuan seleksi dengan melihat daya
gabungnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada Bapak Sriwiyono, Moenadi,
Sunarto, Arifuddin, Sampara dan Ka. KP.
Muneng yang telah membantu kegiatan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Allard RW.
1960.
Principles of Plant
Breeding. John wiley & Sons, Inc. New
York.
Bari A, S Musa, E Sjamsudin. 1974. Pemuliaan
Tanaman. Departemen Agronomi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Basuki Nur. 1995. Pendugaan Peran Gen.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Brennan PS, DE Byth.
1979.
Galur x
Environment Interction for Wheat Yields
and Selection for Widely Adapted Wheat
genoyypes. Aust. J.Agric. Res. 30 : 221-232.
Falconer DS.
1989.
Introduction to
Quantitative Genetiks. English Language
Book Society. London.
Fehr WR. 1987.
Principles of Cultivar
Development.
Macmillan Publishing
Company, New York.
Jugenheimer RW. 1985. Corn Improvement,
Seed Production and Uses. John Wliiey.
New York.
Makkulawu
AT, RN Iriany, NA Subekti,
Musdalifah, MM Dahlan, 2006, Evaluasi
daya gabung hasil 28 galur jagung dengan
tester Mr 4 dan Mr 14 di Malang dan
Bajeng, Agrivigor Vol 5 (2), P, 173 – 181,
Nur A, N Iriany, M Azrai 2007. Penampilan
karakter agronomik galur jagung pada
cekaman kekeringan. Agrivigor Vol. 6 (3), P.
226 – 235.
Pantalone VR, JW Burton, TE Jr Carter. 1996.
Soybean root heritability and genotypic
correlations with agronomics and seed
quality traits. Crop Sci. 36:1120-1125.
40
Nur et al.
Sleper, Poelhman JM. 2006. Breeding Field
Crop. Iowa State University Press. Ames,
Iowa.
Riede CR, JA Anderson. 1996. Linkage of
RFLP markers to an aluminum tolerance
gene in wheat. Crop Sci. 36:905-909.
Singh RK, BD. Chaudary. 1979. Biometrical
Methods in Quantitative Genetik Analysis.
Kalyani Publisher. New Delhi.
Stansfiled WD 1991. Teori dan Soal-soal
Genetika. (Terjemahan M. Apandi dan L.T.
Hardy) Erlangga. Jakarta.
J. Agroteknos
Rulkens T, N Nugrahaeni. 1990. Germplasm
Catalogue Soybean (Glycine max (L.)
Merrill). Malang Research Institute for
Food
Crops,
November
1986.
(unpublished).
Sutjahjo SH, A Makmur. 1999. Identifikasi
keterpautan marka molekuler RAPD
dengan karakter toleransi terhadap
keracunan aluminium pada tanaman padi
gogo. Zuriat 10(1):19-25.
Wahdah R, A Baihaki, R Setiamihardja, G
Suryatmana.
1996.
Variabilitas dan
heritabilitas laju akumulasi berat kering
pada biji kedelai. Zuriat 7(2):92-98.
Download