1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan telah menjadi kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti sandang, papan dan pendidikan. Menurut Timmer dalam Amang dan Sawit (1999), tidak ada negara yang dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan (food security). Dimana, dunia sedang di timpa banyak krisis, salah satunya krisis pangan yang dibutuhkan untuk dicari solusinya. Sehingga, dalam Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) ketahahan pangan menjadi salah satu pembahasan yang penting untuk dikaji. Sebenarnya ancaman pada krisis pangan terjadi, ketika telah terjadi kenaikan harga pangan dunia. Selain itu, dengan adanya kenaikan harga komoditas dapat menyebabkan terjadinya ketidakstabilan baik itu dalam sektor ekonomi dan keuangan serta dapat pula merambah ke sektor politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ancaman terbesar dunia pada tahun 2050 nanti, mengenai krisis pangan yang mana pada saat itu, akan terjadi banyaknya penduduk yang kemungkinan mengalami kekurangan persediaan makanan. Ancaman krisis pangan dunia pada saat ini, telah meningkat setelah terjadinya kekeringan di Amerika Serikat yang bisa berdampak pada stabilitas pangan dunia. Dimana, harga kedelai yang sangat tinggi serta di ikuti jagung yang juga terus naik harganya, dan yang paling penting juga akan munculnya 2 gagal panen gandum. Dengan adanya ancaman tersebut diharapkan kepada para pemimpin dunia untuk bertindak cepat mencegah bencana yanga akan mempengaruhi puluhan juta orang, terkhusus Indonesia yang memiliki tingkat kebutuhan tinggi. Sehingga, dapat dikatakan bahwa krisis pangan itu dinilai akan lebih buruk untuk Indonesia bila dibandingkan pada dampak krisis pangan yang pernah terjadi pada tahun 2008.1 Harga pangan internasional saat ini makin sulit diperkirakan. Era pangan murah telah berakhir. Tingginya harga pangan, diperkirakan masih akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Sehingga Indonesia harus menyediakan ketersediaan pangan yang memadai melalui optimalisasi sumber daya domestik. Dalam hal ini, agar dapat mengamankan penyediaan pangan pokok. Terlihat pula bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan. Dimana, tingkat Angga Bratadharma. Laporan Infobank.News.com. “Pemerintah Jangan Anggap Remeh Isu Krisis Pangan Dunia” Thu, 23 Aug 2012.Jakarta. diunduh melalui http://www.infobanknews.com/2012/08/pemerintah-jangan-anggap-remeh-isu-krisispangan-dunia/ . diakses pada tanggal 09 november 2012 1 3 produksi pangan Indonesia tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakatnya. Sehingga, Indonesia tetap memikirkan strategi dalam menanggulangi hal tersebut terlebih lagi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global yakni: mengkombinasikan berbagai kebijakan, komprehensif (mulai dari kebijakan perdagangan, perlindungan konsumen, dan mendorong produksi pangan dalam negeri), kecukupan cadangan devisa untuk membiayai impor pangan, serta tersedianya stok pangan publik yang cukup untuk meredam spekulasi dan instabilitas harga pangan.2 Indonesia telah menyiapkan strategi lewat program ketahanan pangan nasional. Dalam nota keuangan RAPBN 2013, dimana salah satu strateginya adalah dengan program peningkatan produksi pangan. Pemerintah juga tengah mengupayakan perluasan areal dan pengolahan lahan pertanian dengan target 100 ribu hektar sawah dapat dicetak. Sementara untuk perluasan areal hortikultural diharapkan dapat tercapai 16.236 hektar. Di samping itu dengan pengembangan sistem intensifikasi pada terhadap 200 ribu hektar sawah dan pembenahan jaringan irigasi tingkat usaha tani dan jaringan irigasi dan termasuk 485 ribu jaringan irigasi tersier.3 Potensi terjadinya krisis pangan tetap akan dirasakan oleh Indonesia disebabkan terjadinya kekeringan, aksi spekulasi di pasar, minimnya anggaran produksi pangan, dan kecilnya pendapatan petani. Sehingga, untuk Husein Sawit. Artikel Majalah Pangan.” Respon Negara Berkembang dan Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Pangan Global 2007 2008” diunduh melalui http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=139. di akses pada sabtu 28 september 2012 3 Eben Ezer Siadari. Jaring.News.com. Dunia Diambang Krisis Pangan, Ini Strategi Indonesia. Diunduh melalui http://jaringnews.com/ekonomi/umum/21266/dunia-diambang-krisispangan-ini-strategi-indonesia. diakses pada tangal 09 november 2012 2 4 meningkatkan produktivitas pertanian dan mengatasi ancaman krisis pangan di butuhkan komitmen pemerintah Indonesia dalam mendukung kebijakan pertanian. Dimana, pemerintah harus meningkatkan anggaran produksi pangan, membuka akses daerah yang terisolasi, dan meningkatkan pendapatan petani. Dimana, perekonomian suatu negara selalu ditujukan ke arah pencapaian kemakmuran rakyat. Apabila kekeringan ini berlanjut dikhawatirkan akan muncul krisis pangan, meskipun pemerintah membuka keran impor untuk beras, kedelai, dan jagung. Berbeda dengan krisis pangan tahun 2008 lalu, krisis pangan terjadi karena banyak spekulan bermain sehingga berdampak pada harga. Adanya ancaman krisis pangan tersebut Pemerintah Indonesia membuat kebijakan mengenai ketahanan pangan yakni pertama harus menjaga ketersediaan pangan. Dimana, sangat berpengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi tiga hal : larangan impor beras, upaya kementerian pertanian untuk mendorong produksi pangan, dan pengaturan Bulog mengenai ketersediaan stok beras. Kedua harus memastikan keterjangkauan pangan. Dimana adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau sumber makanan yang mencukupi. Ketiga harus memperhatikan kualitas makanan dan nutrisi. Dimana penduduk dapat mengkonsumsi nutrisi-nutrisi mikro (gizi dan vitamin) yang mencukupi untuk dapat hidup sehat.4 4 Pdf. “Pangan Untuk Indonesia”. Diunduh melalui http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2800161106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/feeding.pdf. diakses pada tanggal 10 november 2012 5 B. Batasan dan Rumusan Masalah Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan membatasi masalah yang akan penulis bahas yakni, membahas mengenai Diplomasi Pangan Indonesia dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional, dimana pangan telah menjadi isu internasional yang dibicarakan oleh semua negara, karena seperti yang terlihat bahwa Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Dimana penulis membatasi pembahasannya dalam rentan waktu 2008 hingga 2012. Ada beberapa bahan makanan yang termasuk pangan seperti beras, kedelai, gandum, dan jagung.5 Namun, penulis hanya membatasi pembahasannya dengan mengambil salah satu bahan pangan yakni beras. Karena peningkatan kebutuhan salah satu komoditas pangan tersebut terus meningkat sementara peningkatan produksinya rata-rata negatif dan cenderung menurun. Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam pembahasan ini: 1. Bagaimana strategi diplomasi pangan Indonesia? 2. Bagaimana bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia di fora internasional? 3. Bagaimana peluang dan tantangan diplomasi pangan Indonesia? 5 http://www.fhukum-unpatti.org/artikel/hukum-tata-negara/171-implementasi-kewaspadaannasional-terhadap-ketahanan-pangan-dapat-meningkatkan-ketahanan-nasional.html. diakses pada tanggal 10 november 2012 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan strategi diplomasi pangan yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis pangan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk diplomasi pangan yang diterapkan Pemerintah Indonesia di fora internasional. 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan peluang dan tantangan diplomasi pangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia di fora internasional. b. Kegunaan penelitian Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, maka peneliti ini diharapkan: 1. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi para peneliti hubungan internasional dalam memahami diplomasi pangan Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dan dapat menjadi acuan bagi penstudi dalam memahami sistem hubungan kerjasama khususnya dalam bidang perdagangan, dan membantu dalam menganalisa kasus mengenai pangan. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia terutama stakeholder pembuat kebijakan mengenai pangan khusunya dalam menangani krisis pangan di Indonesia. 7 D. Kerangka Konseptual Masyarakat internasional menyadari akan pentingnya diplomasi di dalam hubungan internasional, karena diplomasi itu dianggap penting bukan saja bagi suatu negara untuk merumuskan suatu kebijakan luar negeri yang cocok dan efektif terhadap negara lain, tetapi juga bagi metodologi dan mekanisme yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan luar negeri yang efisien. Sehingga, di dalam interaksi sehari-hari definisi diplomasi mempunyai arti yang bermacam-macam. The Oxford English Dictionary, bahwa diplomasi adalah “cara-cara yang dilakukan dalam hubungan internasional melalui perundingan, cara mana dilaksanakan oleh para duta besar; yang merupakan pekerjaan atau seni dari diplomat.”6 Sedangkan Diplomasi, menurut “Random House Dictionary” sebagai : Tindakan pejabat pemerintah untuk mengadakan perundinganperundingan dan hubungan lainnya antara negara-negara ; seni atau pengetahuan untuk melakukan perundingan-perundingan tersebut; kepandaian untuk mengatur atau melakukan perundingan, menghadapi orang-orang, dengan demikian ada sedikit atau tidak adanya kebijakan yang bersifat dendam.7 Menurut Satow, dalam bukunya memberikan definisi sebagai berikut : Diplomasi merupakan penggunaan dari kecerdasan dan kebijaksanaan untuk melakukan hubungan resmi antara pemerintah negara-negara merdeka, kadang-kadang juga dilakukan dalam hubungannya dengan negara-negara pengikutnya, atau lebih singkatnya lagi, pelaksanaan urusan tersebut dilakukan antara negara dengan cara damai.8 6 Suryokusumo Sumaryo.Praktik Diplomasi Cetakan Pertama. Jakarta : STIH Iblam. 2004. hal.8 Ibid. hal.8 8 Sir Ernest satow. A Guide To Diplomatic Practice, 4th Edition. 1962. hlm.1. 7 8 Diplomasi juga dijadikan sebagai suatu proses, dengan disosialisasikannya beberapa kepentingan umum dan pembentukan aliansialiansi. Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa diplomasi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang mengacu pada konsepsi tentang komunikasi antarnegara dalam tatanan politik internasional, yang menyangkut dari hubungan antar negara termasuk dalam berbagai sektor kehidupan di dunia internasional. Dimensi publik menjadi elemen mendasar dari diplomasi baru dan secara mendasar mempengaruhi kebijakan luar negeri. Keterlibatan masyarakat luas di luar agen-agen resmi pemerintah, termasuk didalamnya kelompok epistemik dalam diplomasi telah lama disadari pentingnya oleh para peneliti diplomasi selain diakui membawa dampak positif dalam memperjuangkan kepentingan negara.9 Aktivitas publik dalam diplomasi sangatlah penting untuk diketahui, dimana ada tiga aktivitas yang terdapat didalamnya yakni: penelitian, aksi, dan pendidikan. Kegiatan penelitian termasuk penelitian dasar maupun penellitian terapan. Sedangkan, aksi termasuk advokasi dan kegiatan-kegiatan merancang perdamaian secara langsung. Sedangkan kegiatan pendidikan termasuk kegiatan penyebaran informasi maupun kegiatan-kegiatan belajar sambil praktik.10 9 Sukarwasini Djelantik. Diplomasi Antara Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2004. hal.75 10 Diamond dan McDonald. Multi-Track Diplomac., A System Approach To Pea. 3rd Edition. hal 14 9 Diplomasi kembali direnovasi dengan metode dan tatanan yang lebih spesifik, sehingga proses diplomasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan lebih efektif. Inovasi dalam diplomasi melahirkan beberapa metode diplomasi baru yang dikenal dengan beberapa istilah seperti secret diplomacy, preventif diplomacy, cultural diplomacy, public diplomacy, dan food diplomacy. Namun, seringkali muncul pertanyaan, ketika konsep-konsep ini muncul ke permukaan dalam konstelasi politik global pada saat diplomasi mengembangkan peran dan fungsinya sebagai salah satu instrumen untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara. Begitu pula saat mendengar konsep mengenai food diplomacy (diplomasi pangan) maka diperlukan pemahaman yang lebih spesifik mengingat metode diplomasi pangan ini mempunyai dan meliputi lingkup yang sangat luas. Pangan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa food diplomacy merupakan cara untuk mengadakan dan membina hubungan dan berkomunikasi antara suatu negara dengan negara lain, atau melaksanakan transaksi yang didalamnya membahas mengenai pangan, terkhusus pada upaya dalam mencapai food security, yang dilakukan oleh setiap perwakilan yang telah mendapat otoritasi. 10 Diplomasi pangan bukanlah merupakan hal yang baru sebagai sarana dalam interaksi dunia internasional, hal ini bisa dilihat ketika presiden RI dalam suratnya kepada Sekjen PBB menyerukan agar masyarakat internasional mengambil langkah-langkah konkret dan dalam upaya mengakhiri kriris pangan global yang telah terjadi. Indonesia menyerukan agar dunia internasional menata ulang kebijaksanaan di bidang pertanian, baik di tingkat nasional, regional, maupun inernasional. Masalah ketahanan pangan dan pembangunan pertanian hendaknya menjadi pusat dari arus utama pembangunan nasional dan global. Konteks ketahanan pangan tidak hanya menyangkut masalah ketersediaan bahan pangan pokok bagi rakyat saja, tetapi meliputi pula bagaimana kepemilikan dan akses terhadap pangan itu oleh setiap anggota masyarakat.11 Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas harga pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk mendapatkan pangan. Definisi mengenai ketahanan pangan (food security) memiliki perbedaan dalam tiap konteks waktu dan tempat. Istilah ketahanan pangan sebagai sebuah kebijakan ini pertama kali dikenal pada saat World Food Summit tahun 1974. Setelah itu, ada banyak sekali perkembangan definisi konseptual maupun teoritis dari ketahanan pangan dan hal-hal yang 11 Soetrisno Dalam Mulyana. Pakpahan dan Pasandaran. 1998 pada diunduh melalui http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44569/A06aaa.pdf?sequence=1. diakses pada tanggal 12 november 2012 11 terkait dengan ketahanan pangan. Diantaranya, Maxwell, mencoba menelusuri perubahan-perubahan definisi tentang ketahanan pangan sejak World Food Summit tahun 1974 hingga pertengahan dekade 1990-an. Menurutnya, perubahan yang terjadi yang menjelaskan mengenai konsep ketahanan pangan, dapat terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga, dan bahkan individu.12 Perkembangannya terlihat dari perspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first perspective) hingga pada perspektif penghidupan (livelihood perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke persepsi yang lebih subjektif. Maxwell dan Slatter pun turut menganalisis diskursus mengenai definisi ketahanan pangan tersebut. Mereka menemukan bahwa ketahanan pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus terhadap ketersediaanpenyediaan (supply and availability) keperspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980-an, diskursus global ketahanan pangan didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan (vulnerability). Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Organisasi tersebut yakni First World Food Conference 1974, United Nations, 1975; FAO (Food and Agricultural Organization), 1992; Bank Dunia (World Bank), 1996; OXFAM, 2001; serta FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and 12 Petikdua. kata.cerita.kita.” Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional”.. Diunduh melaui http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsep-ketahanan-pangandan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-global-dalam-ilmu-hubungan-internasional/ 23 Agustus 2011 di akses pada tanggal 10 november 2012 12 Mapping Systems), 2005;13 Beberapa rumusan mengenai definisi ketahanan pangan menurut berbagai lembaga pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya. Globalisasi secara sederhana dapat diartikan sebagai dunia tanpa batas. Menurut the group of lisbon dalam limits to competition mendefinisikan globalisasi sebagai sebuah proses keterlibatan dan ketergantungan yang intensif antara negara dalam berbagai kegiatan kehidupan tanpa batas, namun dengan adanya globalisasi tidak berarti setiap negara menjadi satu dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.14 Globalisasi pangan telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa mengklaim menghidupi penduduknya dengan pangan yang sepenuhnya asli setempat. Dalam konteks sistem pangan, sejak globalisasi dapat dibaca dari perubahan yang berlangsung disepanjang rantai makanan. Sejak tahap produksi dan pengolahan hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan sayuran segar dan ratusan item pangan olahan impor di hypermarket hingga pasar kecil saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi pangan. 13 14 Budi Winarno.(Nur Utaminingsih:Global Agriculture And Food Security Program Sebagai Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara Berkembang). 2011. hlm.49 Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kajian Ekonomi Politik. Jakarta . Millennium Publisher. Juni 2000.hlm.34 13 Globalisasi mengandalkan dua faktor pokok yakni liberalisasi dan harmonisasi sebagai salah satu subsistemnya. Liberalisasi mewujudkan dalam keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk impor. Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini mengatasnamakan konsumen seluruh dunia tetapi tetap mencerminkan “kemenangan” itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi kesepakatan itu, negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian regulasi keamanan pangan mereka yang bertitik berat pada pengendalian proses dan pencegahan resiko dalam keseluruhan daur produksi. Konsekuwensinya produksi di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi sering menjadi penghambat ekspor produksi pangan negara berkembang karena kesenjangan know-how dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan dari negara maju dengan mudah masuk ke pasar negara berkembang. Keadaan ini mengakibatkan apa yang di kenal sebagai paradoks keamanan pangan.15 15 Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mempengaruhi+globa lisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 09 November 2012. 14 E. Metode Penelitian a. Tipe penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan diplomasi pangan Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Metode ini menjadi pilihan bagi peneliti untuk mengungkap strategi diplomasi pangan Indonesia melalui bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia yang digunakan di fora internasional, dengan melihat peluang dan tantangan dalam diplomasi pangan Indonesia khususnya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. b. Teknik pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh penulis yakni telaah pustaka (library research) merupakan cara pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku-buku, jurnal, dokumen, serta artikel-artikel dalam majalah maupun surat kabar harian. Adapun bahan-bahan tersebut penulis akan peroleh dari berbagai tempat, yang penulis sempat kunjungi yang terkait dengan bahan penelitian ini yaitu: a. Kantor Badan Ketahanan Pangan Makassar di Makassar b. Perpustakaan Pusat Makassar di Makassar c. Perpustakaan Universitas Hasanuddin di Makassar d. Perpustakaan FISIP UNHAS di Makassar e. Perpustakaan HIMAHI FISIP UNHAS di Makassar f. Perpustakaan Universitas Fajar di Makassar 15 c. Jenis data Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur baik berupa buku, jurnal, dokumen, majalah, surat kabar, internet, dan bulletin yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Terutama data mengenai krisis pangan dunia, kebutuhan pangan Indonesia, serta kebijakan ketahanan pangan Indonesia. d. Teknik analisa data Analisis data dilakukan melalui proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dimana, peneliti menggunakan teknik analisis data dilakukan secara kualitatif yang bertujuan membuat penjelasan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat dan fenomena yang diteliti melalui studi dokumentasi, obsevasi dan wawancara yang mendalam dari para informan untuk mendalami kasus ini. Adapun data yang penulis lampirkan hanya sebagai perbandingan antara kasus-kasus yang terjadi tiap tahunnya dan penunjang dari data yang dipaparkan sebelumnya. Yang menjadi pokok analisis yakni mengenai Diplomasi Pangan Indonesia Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Sedangkan, data kuantitatif digunakan memperkuat analisis kualitatif. e. Teknik penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deduktif, dimana penulis terlebih dahulu menggambarkan permasalahan yang terjadi secara umum untuk kemudian ditarik kesimpulannya secara khusus. 16 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Diplomasi Pangan Awalnya, diplomasi berasal dari bahasa yunani “diploma” yang artinya melipat kemudian berkembang menjadi diplomas untuk menyebut paspor atau surat logam dan dokumen-dokumen resmi yang bukan logam khususnya yang memberikan hak istimewa tertentu atau yang menyangkut perjanjian dengan suku bangsa asing di luar romawi di luar pada kekaisaran romawi. Selanjutnya, pada zaman pertengahan di kenal dengan nama diplomaticus atau diplomatique yang artinya siapa pun yanag berhubungan dengan dokumen-dokumen tersebut dikatakan sebagai diplomatiquei (bisnis/ urusan diplomastik), dan lama kelamaan kata diplomasi dihubungkan dengan hubungan luar negeri dan orang-orang yang berperan didalamnya adalah para diplomat.16 Diplomasi telah menjadi salah satu bagian yang vital dalam kehidupan negara dan merupakan sarana utama yang digunakan untuk menangani masalah-masalah khususnya masalah yang terkait dengan masalah internasional. Agar dapat dicapai suatu perdamaian dunia. Dengan sarana diplomasi itu pemerintah menjalankannya dalam rangka mencapai tujuannya dan mendapatkan dukungan dari prinsip-prinsip yang telah disepakati. Diplomasi yang merupakan proses politik itu terutama dimaksudkan untuk 16 S.L.Roy. dikutip dalam La Ode Muhamad Fatun: Peluang Dan Tantangan E-Diplomacy Dalam Menarik Investasi Asing Di Kota Makassar.2012. hlm.26 17 memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain. Diplomasi sebagai bentuk proses politik juga merupakan bagian dari usaha saling mempengaruhi yang sifatnya sangat luas dan berbelit-belit dalam kegiatan internasional. Yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi internasional untuk meningkatkan sasarannya melalui saluran diplomatik. Diplomasi juga dianggap tetap merupakan harapan yang besar bagi hubungan internasional dalam konteks sekarang ini untuk melestarikan dan melindungi peradaban umat manusia. Diplomasi sekarang ini telah diakui sebagai senjata yang bersifat multi-dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan yang berbeda-beda dalam hubungan antar negara. Diplomasi juga bukan milik profesi tertentu, seperti; para diplomat dan bukan pula sebagai kegiatan seremonial seperti acara-acara resepsi (cocktail party) dan jamuan makan, melainkan sebagai kegiatan yang memerlukan pelaku-pelaku yang cerdas, terampil, dan berwawasan internasional serta komunikatif agar sasaran yang akan dicapai berhasil dengan baik. Bahkan, sekarang ini pelaku-pelaku lain seperti lembagalembaga non-pemerintah (non-governmental organization) banyak aktif dalam ikut memainkan diplomasi, khususnya dalam konferensi-konferensi multilateral. Diplomasi dapat dilakukan dalam berbagai dimensi baik bilateral, regional, maupun internasional. Dalam menghadapi masalah-masalah internasional, diplomasi multilateral memainkan peranan yang makin penting, 18 khususnya yang dilakukan melalui organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sedangkan, dimensi regional lebih menyangkut kepentingan bersama dalam suatu kawasan untuk menciptakan stabilitas dan kerja sama di berbagai aspek seperti yang dimainkan oleh negara-negara Association of Southeast Asian Nation (ASEAN). Diplomasi juga tetap sebagai bagian integral dari hubungan internasional dan sejarah. Karena diplomasi telah banyak berubah dalam berbagai dimensi yang coraknya dari bilateral ke multilateral dan organisasiorganisasi internasional terus memainkan peranannya yang makin meningkat dalam menyelesaikan berbagai masalah internasional, maka peranannya menjadi sangat penting. Dalam permainan politik dan hubungan internasional, peran diplomasi tersebut termasuk peran para diplomat juga dianggap sangat penting dan diperlukan. Diplomasi dalam pembicaraan sehari-hari memiliki banyak arti. Praktik diplomasi mensyaratkan adanya batasan dari kebijakan luar negeri. Kebijakan semacam itu dibuat dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti geografi, kebutuhan ekonomi dan sumber daya, strategi dan keperluan pertahanan, adanya persekutuan negara lain, dan lain sebagainya. Sir Victor Wellesley dengan jelas menyatakan bahwa: Diplomasi bukanlah merupakan kebijakan, tetapi merupakan lembaga untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan tersebut. Namun diplomasi dan kebijakan kedunya saling melengkapi karena seseorang tidak akan dapat bertindak tanpa kerja sama satu sama lain. Diplomasi tidak dapat dipisahkan dari politik luar negeri, tetapi kedunya bersama-sama merupakan kebijakan eksekutif – kebijakan untuk menetapkan strategi, diplomasi, dan taktik.17 17 Victor Wellesley, Diplomacy in fetters, 1944, hlm. 10. 19 Kebijakan atau politik luar negeri di satu pihak mempunyai perhatian pada substansi dan kandungan dari hubungan luar negeri, dan di pihak lain, perhatian diplomasi dipusatkan pada metodologi untuk melaksanakan kebijakan luar negeri. Sehingga, saat ini diplomasi dianggap sangat penting dalam hubungan internasional utamanya dalam interaksi sehari-hari setiap negara. Sehingga, diplomasi mempunyai arti yang bermacam-macam. The Oxford English Dictionary bahwa diplomasi adalah “cara-cara yang dilakukan dalam hubungan internasional melalui perundingan, cara mana dilaksanakan oleh para duta besar; yang merupakan pekerjaan atau seni dari diplomat.”18 Sedangkan Diplomasi, menurut “Random House Dictionary” sebagai : Tindakan pejabat pemerintah untuk mengadakan perundinganperundingan dan hubungan lainnya antara negara-negara ; seni atau pengetahuan untuk melakukan perundingan-perundingan tersebut; kepandaian untuk mengatur atau melakukan perundingan, menghadapi orang-orang, dengan demikian ada sedikit atau tidak adanya kebijakan yang bersifat dendam.19 Quency Wright dalam bukunya “The Study of Internasional Relations” memberikan batasan diplomasi dalam dua cara, yaitu: 1). The employment of tact, shrewdness, and skill in any negotiation or transaction; 2).The art of negotiation in order to achieve the maximum of costs, within a system of politics in which war is a possibility.20 Adanya definisi atau batasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa subjek diplomasi itu adalah cara di dalam perundingan dan bukanlah sebagai obyek. Tujuan dari diplomasi itu sendiri perhatiannya ditujukan kepada 18 Suryokusumo Sumaryo.Praktik Diplomasi Cetakan Pertama. Jakarta : STIH Iblam.2004.hal.8 Ibid, hal.8 20 Ibid, hal.9 19 20 kebijakan luar negeri, sedangkan metodologi dan sarana-sarana yang digunakan dalam mencapai seperangkat tujuan-tujuan tersebut adalah menjadi perhatian dari diplomasi. Diplomasi pada hakikatnya juga merupakan negosiasi dan hubungan antarnegara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, untuk itu diperlukan suatu seni dan kemampuan serta kepandaian untuk mempengaruhi seseorang sehingga dapat tercapai tujuannya. Mengenai pentingnya kualitas diplomasi seorang ahli Morghenthau mengkategorikan kualitas diplomasi suatu negara sebagai salah satu elemen kekuatan nasional, di samping delapan unsur kekuatan nasional lainnya: keadaan geografis, sumber daya alam, kemampuan industri, kesiapan militer, jumlah penduduk, pemerintahan. 21 karakter nasional, moral nasional, dan kualitas Dan bahkan, Morghenthau menyambung tulisannya dengan mengatakan bahwa dalam penyelesaian suatu masalah dengan jalan damai atau pun melalui akomodasi dan mediasi sebaiknya menggunakan diplomasi sebagai alatnya. 22 Sejalan dengan ahli tersebut Sukawarsini, menjelaskan bahwa tujuan diplomasi ini adalah mengejar kepentingan nasional suatu negara atau masyarakat suatu negara dengan negara lain, dengan cara saling bertukar informasi secara terus-menerus untuk merubah tingkah laku orang yang saling berdiplomasi.23 Hal ini menunjukkan bahwa penerapan diplomasi dalam setiap negara bergantung pada konstitusi serta dasar negara sebagai landasan dasar 21 Hans.J. Morghenthau. Politik Antar Bangsa. Edisi Revisi. Buku Ketiga.Jakarta: Yayasan Obor 1991.hlm.213 22 Ibid .hlm.295 23 Sukawarsini Djelantik. Diplomasi Antara Teori & Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu.2008.hlm. 14 21 pengambilan keputusan terkait dengan pencapaian kepentingan nasional sebuah negara terutama dengan jalan damai atau diplomasi. Hakekat diplomasi sebagai sebuah aktifitas hubungan kerjasama antar negara yang melibatkan aktor-aktor yang berperan didalamnya. Seiring perkembangan dunia internasional yang semakin dinamis menyebabkan perubahan yang signifikan dalam substansi diplomasi. Namun, yang perlu diingat dalam diplomasi adalah kemampuan dari para aktor dan sumber daya manusianya sehingga mampu mendapatkan hasil positif untuk kemajuan sebuah bangsa dan negara yang bisa memajukan dan memperjuangkan kepentingan nasional secara serentak dan koheren dalam berbagai bidang.24 Melalui berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan di dalam negeri, Pemerintah Indonesia cukup mampu menjaga pasokan bahan makanan, kelancaran distribusi, dan kestabilan harga yang terjangkau bagi masyarakat luas. Walaupun ketahanan pangan di dalam negeri untuk sementara dapat dijaga, namun dengan jumlah sebanyak 220 juta penduduk dan pertumbuhan 1,35 persen setiap tahunnya, Indonesia di perkirakan akan menghadapi tantangan cukup berat untuk mempertahankan ketahanan pangan di waktu mendatang.25 R.M.Marty Natalegawa. Tabloid Diplomasi. “Mesin Diplomasi Cukup Tangguh Memperjuangkan Kepentingan Bangsa”.Diterbitkan Jakarta oleh: Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I Bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama. No.25 Tahun II 15 November – 14 Desember 2009 25 Ade Petranto. Jurnal Diplomasi (Ketahanan Pangan dan Energi). Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Vol.3.No.3. September 2011.ISSN.hlm 24 24 22 Hal ini sebagai konsekuwensi dari keterkaitan erat Indonesia dengan tatanan dan struktur global saat ini, terutama di bidang perdagangan dan investasi. Dalam rangka mengamankan ketahanan pangan di masa mendatang, Indonesia mau tidak mau harus melakukan kemitraan dengan masyarakat global melalui berbagai fora, jalur dan tatanan yang tersedia di tingkat bilateral, sub-regional, regional, dan multilateral. Upaya Indonesia dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional didukung oleh kebijakan luar negeri yang menjadi landasan bagi upaya-upaya diplomasi Indonesia di bidang food security melalui fora-fora multilateral, regional, sub-regional dan bilateral. melalui tulisan ini akan didiskusikan mengenai peran diplomasi Indonesia dalam mengupayakan ketahanan pangan nasional melalui kemitraan global maupun tantangan-tantangan yang harus dihadapi melalui diplomasi, terutama dari perspektif ekonomi dan perdagangan global.26 Diplomasi kembali direnovasi dengan metode dan tatanan yang lebih spesifik, sehingga proses diplomasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan lebih efektif. Inovasi dalam diplomasi melahirkan beberapa metode diplomasi baru yang dikenal dengan beberapa istilah seperti secret diplomacy, preventif diplomacy, cultural diplomacy, public diplomacy, dan food diplomacy. Namun, seringkali muncul pertanyaan, ketika konsep-konsep ini muncul ke permukaan dalam konstelasi politik global pada saat diplomasi mengembangkan peran dan fungsinya sebagai salah satu instrumen untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara. Begitu pula saat mendengar 26 Ade Petranto. Ibid. hlm. 25 23 konsep mengenai food diplomacy (diplomasi pangan) maka diperlukan pemahaman yang lebih spesifik mengingat metode diplomasi pangan ini mempunyai dan meliputi lingkup yang sangat luas. Pangan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa food diplomacy merupakan cara untuk megadakan dan membina hubungan dan berkomunikasi antara suatu negara dengan negara lain, atau melaksanakan transaksi yang didalamnya membahas mengenai pangan, terkhusus pada upaya dalam mencapai food security, yang dilakukan oleh setiap perwakilan yang telah mendapat otoritasi. Diplomasi ketahanan pangan bagi Negara Indonesia merupakan penggunaan seluruh potensi nasional dan pelibatan berbagai aktor atau yang biasa disebut sebagai diplomasi total dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri, baik itu bilateral, regional, maupun multilateral, untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yang lebih baik yang akan memberikan kontribusi bagi pembangunan ketahanan pangan nasional. Pembangunan ketahanan pangan nasional dapat dicapai melalui kerjasama dan konsolidasi dalam bidang- bidang spesifik, seperti pengembangan tekhnologi atau sinergi kebijakan dengan memanfaatkan kekhasan lokal tiap-tiap negara. Sebagai first 24 concentric circle dari politik luar negeri Indonesia, ASEAN tetap menjadi titik tumpu utama dari diplomasi ketahanan pangan Indonesia. Walaupun demikian, Indonesia juga tidak menutup kemungkinan menjalankan diplomasi di ranah multilateral yang lebih luas, seperti melalui PBB ataupun pengembangan kerjasama bilateral dengan negara yang memiliki best practices dalam bidang pangan. 27 B. Ketahanan Pangan (food security) Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam (SKA) yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia telah mencapai 240 juta.28 Hal ini merupakan sumber daya manusia yang potensial untuk mengelola dan mengolah SKA tersebut, sehingga bermanfaat bagi ketahanan pangan masyarakat sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem penyediaan, distribusi dan konsumsi.29 Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya SKA, kelembagaan, budaya, permodalan dan teknologi. Pembangunan ketahanan pangan mempunyai makna strategis dalam pembangunan nasional. Pertama, meningkatkan pendapatan masyarakat dan kinerja ekonomi makro, yang telah terbukti pada masa krisis bahwa agribisnis mampu menjadi penyangga 27 dan penggerak Ade Petranto. Op.cit.hlm. iii Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Tahun 2010, di unduh dari http://www.bps.indeks/, pada tanggal 25 januari 2013 29 Nuhfil Hananni, AR, Ketahanan Pangan, di unduh dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pd, pada tanggal 25 januari 2013 28 25 ekonomi. Kedua, pemantapan fundamental ekonomi, pembentukan struktur ekonomi berimbang dan pengendalian laju inflasi. Ketiga, penyediaan pangan dan perbaikan gizi serta kesehatan penduduk Indonesia. Keempat, pelestarian lingkungan hidup dan budaya, serta pemantapan kondisi sosial politik dan ketahanan nasioanl.30 Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling yang paling asasi. Kecukupan, aksebilitas dan kualitas pangan yang dapat dikonsumsi seluruh masyarakat, merupakan ukuran-ukuran penting untuk melihat seberapa besar daya tahan bangsa terhadap setiap ancaman yang dihadapi. Pangan juga merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan merupakan fondasi penting untuk membangun perekonomian nasional yang kokoh. Sebab, hal ini langsung berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia kelak akan menjadi aktor penggerak perekonomian. Lebih dari itu, ketahanan pangan juga bersentuhan erat dengan 30 Didit Herdiawan, Ketahanan Pangan & Radikalisme, Jakarta: Republika, 2012,hal.2 26 penciptaan stabilitas nasional yang menjadi prasyarat penting bagi pertumbuhan ekonomi. Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Hal ini di pandang strategis karena tidak satupun negara dapat membangun perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah pangannya. Kerawanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan. Kondisi demikian, tidak menunjang pelaksanaan program pembangunan secara keseluruhan yang berarti ketahanan nasional tidak mungkin terwujud. Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua aspek sekaligus. Pertama, tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan unuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari. Ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka salah satu prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat, agar mampu menanggulangi masalah pangannya secara mandiri, serta mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya secara berkelanjutan. Pembangunan ketahanan pangan ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan di tingkat mikro/tingkat rumah tangga dan individu serta di tingkat makro/nasional, sebagai berikut: 27 1. Mempertahankan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari; 2. Meningkatkan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/ hari; 3. Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275 gram, umbi-umbian 100 gram, pangan hewani 150 gram, kacang-kacangan 35 gram, sayur dan buah 250 gram); 4. Meningkatkan keamanan, mutu dan hygiene pangan yang dikonsumsi masyarakat; 5. Mengurangi jumlah/persentase penduduk rawan pangan kronis (yang mengonsumsi kurang dari 80 % GKG) dan penduduk miskin minimal 1 persen per tahun; termasuk di dalamnya ibu hamil yang mengalami anemia gizi dan balita dengan kurang gizi; 6. Meningkatkan kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada beras berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007, swasembada kedelai pada tahun 2015, swasembada gula pada tahun 2009 dan swasembada daging sapi pada tahun 2010; serta meminimalkan impor pangan utama yaitu lebih rendah 10% dari kebutuhan nasional; 7. Meningkatkan rasio lahan per orang (land-man ratio) melalui penetapan lahan abadi beririgasi minimal 15 juta ha, dan lahan kering minimal 15 juta ha; 8. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah; 28 9. Meningkatkan jangkauan jaringan distibusi dan pemasaran pangan keseluruh daerah; 10. Meningkatkan kemampuan nasional dalam mengenali, mengantisipasi dan menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan gizi.31 Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada tiga aspek yang menjadi indikator ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap individu untuk mendapatkan pangan. Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Definisi tersebut dianggap saling melengkapi satu sama lain: menurut First World Food Conference 1974, United Nations, 1975 definisi ketahanan pangan adalah “ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga.”32 Sedangkan, menurut FAO (food and Agricultural Organization), 1992 definisi ketahanan pangan adalah “situasi dimana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang 31 32 aman dan bergizi demi Tati Nurmala.dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. hal.67 Ketut Budastra. Inspirasi (Membawa Pencerahan Bangsa). “Ketahanan Pangan”.. Diunduh melalui http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/ketahanan-pangan%E2%80%9D/ 30 April 2012 diakses pada tanggal 12 Oktober 2012 29 kehidupan yang sehat dan aktif.”33 Menurut persepsi Bank Dunia (World Bank), 1996 ketahanan pangan adalah “akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.”34 Sementara OXFAM tahun 2001, mengemukakan definisi ketahanan pangan adalah “kondisi ketika setiap orang dalam segala waktu memiliki akses yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang sehat dan aktif. Ada dua kandungan makna yang tercantum disini, yakni ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas, dan akses dalam artian hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran, maupun klaim.”35 Sedangkan, menurut FIVIMS (food insecurity and vulnerability information and mapping system), tahun 2005 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial, dan ekonomi, memiliki akses atas pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.36 Petikdua. Kata.Cerita.Kita. “Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional”. . Diunduh melalui http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsep-ketahanan-pangandan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-global-dalam-ilmu-hubungan-internasional/ 23 Agustus 2011 diakses pada tanggal 26 November 2012 34 Abdullah. Wordpress. “Model Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui http://a270787.wordpress.com/model-ketahanan-pangan/ diakses pada tanggal 13 November 2012. 35 Moony Munawaroh. Be A Geograph. “Konsep Ketahanan Pangan”.. Diunduh melalui http://earthy-moony.blogspot.com/2011/05/konsep-ketahanan-pangan.html Tuesday, May 17, 2011diakses pada tanggal 21 oktober 2012 36 Endri Barcelonastisia. Gizi dan Pangan. “Pengertian ketahan pangan,Penganekaragaman pangan, Pola Pangan Harapan (PPH)”.. Diunduh melalui http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/pengertian-ketahan-panganpenganekaragam.html 28 Mei 2012 diakses pada tanggal 25 September 2012 33 30 Akhirnya, dari beberapa rumusan mengenai definisi ketahanan pangan menurut berbagai lembaga pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya. Keterkaitan ketahanan pangan dengan krisis pangan Ketahanan pangan harus dilihat sebagai suatu sistem. Sistem dari segi ekonomi, ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem yang saling terkait. Tiga subsistem tersebut, yaitu pasokan, distribusi, dan konsumsi. Dari segi kelembagaan, ketahanan pangan tercapai melalui sinergi antara subsistem individu atau keluarga, subsistem masyarakat, dan subsistem pemerintah. Mekanisme subsistem ini dihubungkan dengan berbagai aspek pembangunan lain seperti pertanian, transportasi, teknologi, sumber daya alam, dan lingkungan, perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Oleh karena itu, ketahanan pangan bukan hanya sekedar pemenuhan produksi makanan, tetapi merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki perspektif pembangunan dan ekonomi politik.37 Maxwell pun mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat elemen ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga, yaitu: a. Kecukupan pangan yang di definisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat, 37 Khudori. Lapar: Negeri Salah Urus!. Resist Book: Yogyakarta. 2005. hlm.74 31 b. Akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian ( transfer), c. Ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko, dan jaminan pengaman sosial, d. Fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis/kritis, transisi, dan /atau siklus.38 Pencapaian ketahanan pangan pun bisa diukur dengan menggunakan dua indikator yang dirumuskan oleh Maxwell dan Frankenberger, yaitu: a. Indikator proses, terbagi: 1. Indikator ketersediaan, yaitu indikator yang berkaitan dengan produksi partanian, iklim, akses terhadap sumber daya alam, praktik pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial. 2. Indikator akses pangan, yaitu indikator yang meliputi sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal, dan strategi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan. b. Indiktor dampak, terbagi: 1. Indikator langsung, yaitu konsumsi dan frekuensi pangan. 2. Indikator tidak langsung, yaitu penyimpangan pangan dan status gizi.39 38 39 Maxwell S. Op.Cit. 1996.hlm.155 Hendra Aw. “ Konsep Ketahanan Pangan”, Ibid. 32 Ketahanan pangan adalah pilihan politik di tingkat global dan nasional, tetapi merupakan persoalan hidup atau mati di tingkat lokal dan keluarga. Hal ini terutama terjadi di negara yang kaya akan sumber daya hayati, bahan pangan, serta pengetahuan yang beragam dan sistem budaya.40 Ketahanan pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh terhadap sektor produksi negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu negara, yang akan dimanfaatkan dalam sektor ekspornya, dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketahanan pangan pun sangat erat kaitannya dengan kebijakan politik suatu negara, tentang persetujuan kerjasama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan pembangunan, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dalam suatu sistem. Definisi ketahanan pangan termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996, sebagai berikut : ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.41 Dari definisi ini dapat dilihat bahwa swasembada merupakan bagian dari ketahanan pangan. Pengertian ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan. Kembali lagi ke pengertian ketahanan pangan yang konsepsinya tidak mempersoalkan asal sumber pangan, apakah dari dalam negeri ataupun impor. 40 Hira Jhamtani. Lumbung Pangan: Menata Ulang Kebijakan Pangan. INSISTpress: Yogyakarta. 2008.hlm.115 41 Mahela dan Adi Sutanto. Jurnal Protein. “Kajian Konsep Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui http://www.google.com/url?q=http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/viewFile/ 66/66_umm_scientific_journal.doc&sa=U&ei=eZoXUZmhBMeJrAeJr4G4DQ&ved=0CB8 QFjAC&usg=AFQjCNEXEh4dOApbQ_WbxrK-5Eci58kUZw . Vol 13. No.2.2006 diakses pada tanggal 23 November 2012 33 C. Globalisasi Pangan Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses dimana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Dunia yang akan datang akan berkembang menjadi tanpa batas, borderless area. Perpindahan manusia dan barang nantinya akan menjadi sedemikian bebas, tanpa peraturan berbelit, setiap orang dapat menginjakkan kakinya dimana saja. Begitu pula komoditas kebutuhan manusia yang semakin hari semakin kompleks, menuntut perpindahan barang menjadi semakin mudah, murah dan cepat. Istilah globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipat gandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi (Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo- 34 Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga. Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang di dunia sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok, makan McDonald, minum Coca-Cola. Secara lebih esensial, globalisasi nampak dalam bentuk Kapitalisme Global berimplementasi melalui program IMF, Bank Dunia, dan WTO; lembaga-lembaga dunia yang baru-baru ini mendapat kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich, calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, karena lembaga-lembaga itu mencerminkan ketidakadilan global. Program-program dari lembaga-lembaga itu telah menjadi alat yang ampuh dari kapitalisme barat yang mengguncangkan, merontokkan dan meluluh-lantahkan bukan hanya ekonomi, tetapi kehidupan negara-negara miskin dalam suatu bentuk pertandingan tak seimbang antara pemodal raksasa dengan buruh. Rakyat kecil menjadi semakin miskin. Dalam dunia pangan, globalisasi memiliki efek yang cukup berbahaya jika tidak di diantisipasi secara baik. Globalisasi dapat meruntuhkan sistem ketahanan pangan sebuah bangsa. Karena dengan adanya globalisasi maka dengan mudah, setiap barang produksi dari luar dapat masuk dan bersaing secara langsung dari hasil produksi dalam negeri. Bisa saja harga yang ditawarkan lebih murah, karena mereka memiliki efesiensi dan teknologi tinggi sehingga dapat menekan cost produksi mereka. Persiapan mutlak dilakukan jika kita ingin bersaing dengan produk luar lainnya. Efesiensi dan birokrasi harus dibenahi. Sebenarnya secara upstream produk kita bisa 35 bersaing dari sisi efesiensi, tetapi keadaan berubah drastis saat melewati tahap selanjutnya yakni tahap produksi atau ke tingkat pengolahan lanjutan. Tahap distribusi hasil-hasil pertanian juga memegang peranan penting karena kenaikan harga biasanya terjadi pada tahap ini. Sistem ketahanan pangan kita masih bertumpu pada beras. Secara regulasi ketahanan pangan kita tertuang pada undang-undang No.7 Tahun 1996, mengenai hak rakyat atas ketersediaan pangan. Keputusan juga diperkuat oleh Keputusan Presiden RI No.132 tahun 2001, untuk membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan diketuai langsung oleh Presiden.42 Regulasi cukup baik namun masih belum cukup bagi kita untuk membentuk ketahanan pangan yang kuat. Kelemahan kita ialah kita belum mampu membuat program yang berkelanjutan dan sistematis untuk menguatkan implementasi dari kebijakan yang telah tertuang. Diperlukan beberapa generasi untuk menyelesaikan persoalan ini. Dimulai dari sisi pendidikan dasar, pemahaman orang tua terhadap masalah ini, peningkatan kesejahteraan sehingga semakin banyak pilihan pangan, dari sisi produksi maka diperlukan kontinuitas produksi bahan subtitusi dengan harga yang efesien terjangkau dan memiliki harga yang stabil pada setiap musim. Selain itu produk bahan subtitusi juga harus memiliki aplikasi yang luas dan dibantu teknologinya agar mampu bertahan kualitasnya dan stabil. 42 Usep Sobar Sudrajat. Usepdotcom. “ Membangun Ketahanan Pangan”.. Diunduh melalui http://usepsobars.wordpress.com/2010/02/21/membangun-ketahanan-pangan/ 21 Februari 2010 diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 36 Berjalannya sistem yang sekarang mungkin belum mengalami masalah. Akan tetapi jika kita tidak menyiapkan hari saat kita mengalami krisis beras, maka kekacauan pasti terjadi di berbagai sektor, karena krisis di sektor merupakan sektor yang vital. Globalisasi menuntut setiap produsen untuk menjadi lebih efesien, memiliki kualitas produk prima dan terjangkau di masyarakat. Hal ini disebabkan persaingan akan semakin ketat dan yang menjadi pemenang ialah produsen dengan kualifikasi terbaik. Jika tidak mempersiapkan dan merasa puas dengan pencapaian selama ini, maka bisa jadi masyarakat akan lebih memilih membeli dan mengkonsumsi barang produksi orang lain. Sisi produksi yang sudah efisien akan jadi tidak berarti jika proses distribusi bermasalah. Maka efesiensi di sisi distribusi juga sangat penting. Semakin panjang jalur distribusi maka akan semakin menaikkan harga. Di samping itu semakin sulit daerah dijangkau juga menjadi masalah. Globalisasi pangan telah menimbulkan berbagai dampak negatif maupun positif. Diantaranya, dampak globalisasi pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal, keragaman produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan, serta keragaman hayati. 1. Ketahanan Pangan dan Pertanian Lokal Salah satu dampak terpenting globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan kecukupan pangan, karena semakin terbukannya pasar. Impor menjadi salah satu strategi utama bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Dalam perkembanganya negara- negara berkembang sangat tergantung pada negara-negara maju dalam 37 penyediaan pangan, pelepasan pangan bersubsidi oleh negara barat terbukti berhasil untuk mendorong negara berkembang menjadi pengimpor pangan. Penyediaan pangan murah untuk negara berkembang akan menyingkirkan petani lokal dari pasar dan sangat beresiko memunculkan kerawanan masalah pangan ketika perdaganagan global mengalami ganggguan. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, kehadiran supermarket selain memberikan kenyamanan belanja juga telah mendorong pemasaran produk-produk dengan standar mutu dan keamanan pangan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif. 2. Keragaman Produk Pangan Masuknya produk impor akan memungkinkan untuk konsumen memlilih lebih banyak alternatif pangan, produk impor biasanya dalam bentuk olahan yang instan. Produk pangan olahan impor secara signifikasi menyumbangkan keragaman pangan di Indonesia. Untuk keempat kelompok produk, yaitu “makanan ringan”, “bumbu instan”, “minuman sari buah”, dan “susu pertumbuhan” produk impor bahkan melampaui kontribusi produk domestik. Dengan pertimbangan kepraktisan (practicality), pasar pangan kita telah dipenetrasi secara meyakinkan oleh kedua produk olahan itu. Pengamatan langsung dipasar-pasar tradisional maaupun di supermarket ataupun hypermarket juga menujukkan betapa sistem pangan kita sudah sangat tergantung pada produk buah impor. Produk buah lokal cenderung menempati posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selera konsumen untuk konsumsi berbagai buah akan lebih menurun. 38 3. Keragaman Hayati Globalisasi pertanian telah berhasil menyebarkan teknik-teknik budidaya pertanian dan jenis-jenis tanaman dari negara kaya keseluruh dunia. Yang mengakibatkan keragaman jenis semakin berkurang. Semakin berkurangnya keragaman hayati akan mengakibatkan pengetahuan akan jenis tanaman akan semakin berkurang pula. Sehingga petani akan tergantung pada pasokan benih, pupuk, dan pestisida dari agroindustri transnasional. Dan dampak penggunaan pupuk dan pestisida terbukti menyisakan residu yang mengakibatkan ketidakamanan produk pangan. Proses inilah yang bertanggung jawab terhadap reduksi keragaman hayati pertanian (agrobiodifersity). Akibatnya, sistem produksi pangan di negara-negara berkembang cenderung rentan. Globalisasi pangan memang berhasil menyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pertanian mengakibatkan erosi keragamaan sumber pangan. Erosi tersebut menuntun biaya ekonomi dan sosial. 4. Keamanan Pangan dan Lingkungan Dampak globalisasi pangan yang paling kasat mata tercermin dari perubahan pola pangan yang terjadi. Secara gradual akan terjadi pergeseran kearah budaya pangan yang universal (seragam). Globalisasi juga diakui berperan dalam mendorong pengembangan teknologi dan rekayasa produk pangan. Keragaman teknologi produksi dan pengemasan terutama ditujukan untuk peningkatan umur simpan (shelf-life) produk yang memungkinkan 39 transportasi jarak jauh.43 Salah satu dampak globalisasi pangan ini merupakan perubahan pola konsumsi dan status nutrisi masyarakat, warga miskin akan terdorong untuk mengkonsumsi pangan yang kaya energi dan bermutu rendah yang harganya lebih murah. Di sisi lain warga dilingkungan perkotaan lebih banyak mengkonsumsi pangan yang mengandung lemak, gula pemanis buatan dan pengawet. Faktor-faktor Mempengaruhi Globalisasi Pangan 1. Faktor Produksi Faktor produksi yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah luas lahan padi, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan jumlah pupuk urea yang digunakan tidak terlalu berpengaruh. Lahan merupakan faktor produksi utama pertanian, sedangkan bibit merupakan sarana produksi utama produksi pertanian. Keberadaan dan berfungsinya infrastruktur lahan, serta air dan bibit merupakan prasyarat bagi kelangsungan proses produksi pertanian. Saat ini, kondisi infrastruktur lahan dan air pertanian sangat memprihatinkan. Jaringan jalan produksi dan usaha tani dari dan kesentra produksi pertanian masih sangat terbatas. Sehingga dapat menimbulkan tingkat produktivitas dan mutu produk yang kualitas rendah dan beragam. Dengan demikian, akan semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk impor pertanian sejenis serta ketatnya standar mutu dipasar ekspor sebagai instrumen no tariff barier yang kerap diberlakukan banyak negara di era globalisasi ini, maka 43 Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mempengaruhi+glob alisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 25 Januari 2013 40 kondisi tersebut akan semakin menekan dan mengancam daya saing produk pertanian, baik di pasar domestik maupun ekspor. 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah curah hujan dan jumlah penduduk, sedangkan kesuburan tanah tidak terlalu berpengaruh. Dampak iklim global adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuwensi dan intensitas bencana alam yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Sehingga dalam menyikapi perubahan iklim global adalah bagaimana meningkatkan keamampuan petani dan petugas lapangan dalam melakukan prakiraan iklim serta melakukan langkah antisipasi, dan adaptasi yang diperlukan. Dengan adanya kepadatan penduduk yang diperkuat dengan penyusutan areal tanam, khususnya penurunan luas lahan pertanian produktif akibat konversi lahan untuk kepentingan sektor non-pertanian, serta kecilnya margin usaha tani yang berkonsekuensi pada rendahnya motivasi petani untuk meningkatkan produksi, serta adanya kendala dalam distribusi pangan sebagai akibat keterbatasan jangkauan jaringan sistem transportasi, ketidaktersediaan produk pangan sebagai akibat lemahnya teknologi pengawetan pangan, diperkuat lagi dengan kakunya (rigid) pola konsumsi pangan sehingga menghambat upaya pencapaian kemandirian/ketahanan pangan. Kondisi yang demikian tersebut makin memperpanjang fenomena kemiskinan dan ketahanan pangan yang dihadapi. 41 3. Faktor Kondisi Makro Faktor kondisi makro yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah harga beras dan nilai tukar petani, sedangkan inflasi padi-padian dan indeks dibayar petani tidak terlalu berpengaruh. Permintaan pangan yang meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, mendorong percepatan produksi pangan dalam rangka terwujudnya stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, sehingga ketahanan pangan sangat terkait dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan serta daya dukung sektor pertanian. Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya.44 Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan dengan globalisasi:45 44 Achmad Suparman di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21 januari 2013 45 Scholte di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21 januari 2013 42 a. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. b. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. c. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. d. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal. e. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masingmasing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekedar gabungan negara-negara. 43 BAB III KETAHANAN PANGAN INDONESIA A. Krisis Pangan Dunia Salah satu ancaman serius yang dihadapi umat manusia saat ini adalah kelangkaan akan kecukupan pangan. Kelangkaan pangan ini telah menimbulkan persoalan-persoalan sosial dan politik yang serius. Jumlah penduduk yang terus meningkat telah menciptakan kebutuhan pangan yang semakin meningkat pula. Namun, hal ini sering kali tidak bisa dipenuhi dengan baik. Di banyak belahan dunia, pangan menjadi persoalan serius. Badan Pangan Dunia (FAO), September 2010, mengadakan pertemuan luar biasa di Roma untuk membahas kekhawatiran tentang trend naiknya harga pangan dunia. Dalam pertemuan tersebut, di bahas pula mengenai masalah Rusia yang menghentikan ekspor gandum akibat bencana kebakaran yang melanda negara itu. Selain itu, krisis pangan dunia juga di sinyalir sebagai akibat dari bencana banjir yang dihadapi oleh Pakistan dan China sehingga memberikan tekanan pada harga pangan di pasar dunia. Di Negara-negara Timur Tengah dan Afrika, tingginya harga pangan menjadi salah satu sebab munculnya gerakan reformasi. Sementara itu, di Mozambique salah satu dampak sosial yang cukup memprihatinkan dari meningkatnya harga pangan dunia adalah kerusuhan-kerusuhan horizontal yang terjadi di negara itu. Oleh karena itu, masyarakat menuntut pemenuhan 44 kebutuhan pangan yang semakin mahal dan permintaan akan peningkatan pendapatan demi bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit.46 Kenaikan harga pangan pada dasarnya telah terjadi sejak tiga tahun yang lalu. Di negara-negara lain, tingginya harga pangan telah menyulut aksi protes rakyat seperti di mesir yang berujung pada jatuhnya rezim Hosni Mubarak, Kamerun, Pantai Gading, Mauritania, Ethiopia, Madagaskar, Filipina, dan Indonesia. Di Haiti, situasinya justru memprihatinkan. Pada 2008, harga beras naik dua kali lipat dari harga US$35 menjadi US$70 untuk 60 kilogram beras, atau dari sekitar Rp 5.450 per kilogram beras menjadi Rp 10.750 per kilogram. Akibatnya, Protes rakyat berlangsung panjang dan memakan korban jiwa sedikitnya lima orang serta sekitar 14 orang terluka. Warga Haiti pun menuntut pergantian pemerintahannya yang dianggap tidak berhasil menangani masalah pangan.47 Di Indonesia krisis pangan telah lama dirasakan masyarakatnya. Harga produk pertanian setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Sebagaimana di jelaskan badan Pusat Statistik menunjukkan tingginya harga bahan pangan. Harga beras naik menjadi 12,36% menjadi Rp 7.500 per kilogram. Minyak goreng curah naik 17,89% menjadi Rp 9.441 per kilogram, dan tepung terigu naik 0,36% menjadi Rp 7.606 per kilogram. Sementara itu, untuk pertama kalinya harga cabai rawit merah mencapai Rp 100 ribu per kilogram. 48 Laporan dari BBC Indonseia berjudul “PBB Bahas Krisis Pangan Dunia”, diunduh melalui http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/09/100924_unfood.shtml 24 September 2010, diakses pada tanggal 20 november 2012 47 Budi Winarno,2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hlm.186 48 Surjono Hadi Sudjahjo,”perubahan Iklim dan Ancaman Krisis Pangan Dunia”, Laporan Metro TV News, diunduh melalui http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/02/05/134/Perubahan-Iklim46 dan-Ancaman-Krisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 15 November 2012 45 Melihat fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia di atas, tampaknya, krisis pangan sudah menjadi isu global yang dihadapi oleh sebagian besar negara-negara di dunia, yang membutuhkan perhatian dari semua pihak demi keberlangsungan kehidupan negara bangsa. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan masingmasing negara untuk bertahan dalam era globalisasi ini. Diantaranya, pada tataran internasional diplomasi juga diperlukan dalam mengoptimalkan pembangunan ketahanan pangan nasional. Krisis pangan sudah menjadi isu global yang membutuhkan penanganan serius oleh semua aktor dalam dunia internasional. Masingmasing negara perlu memulai menggagas alternatif solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional sehingga kualitas hidup masyarakat dunia dapat terjamin. Hal ini perlu dilakukan mengingat ancaman yang dihadapi oleh dunia tidak lagi didasarkan pada ancaman keamanan tradisional semata seperti perang dan konflik, melainkan isu-isu yang berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidup manusia. Krisis pangan yang kini sedang dihadapi dunia sangat rentan bagi keberlangsungan hidup umat manusia sehingga setiap aktor dan negara-negara diharapkan peka terhadap kebijakan ketahanan pangan. Istilah ketahanan pangan sendiri merupakan sebuah konsep yang baru muncul pertama kali pada tahun 1974, ketika dilaksanakannya Konferensi 49 Pangan Dunia. 49 1975, kemudian PBB Dari hasil First World Food Conference 1974. Pada tahun mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai Budi Winarno.” Melawan Gurita Neoliberalisme”. Dikutip dari Nur Utaminingsih: Global Agriculture And Food Security Program Sebagai Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara Berkembang. Makassar.2011.hlm.120 46 “ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan konsumsi pangan, dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan ketahanan pangan diharapkan dapat memenuhi berbagai faktor, seperti ketersediaan, aksesibilitas, kestabilan dan keamanan. Oleh karena itu, dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan, sebuah negara sangat penting melihat mekanisme apa yang dipakai. Krisis pangan di era globalisasi ini merupakan sebuah isu yang menjadi tantangan bagi semua negara di dunia. Percepatan pertumbunhan populasi dari tahun perlu diiringi dengan kecukupan bahan makanan yang layak. Harapan semua orang tentunya adalah masing-masing individu dalam negara mendapat kehidupan yang sejahtera. Namun, kondisi di beberapa negara, apalagi negara berkembang dan miskin, menunjukkan bagaimana krisis pangan sudah menjadi fakta di jalanan. Sebagian warga miskin harus berjuang untuk memenuhi kecukupan pangan demi keberlangsungan hidup. Faktor Penyebab Krisis Pangan a. Penduduk dunia yang kian bertambah. Ketika penduduk semakin bertambah maka konsumsi dunia yang semakin tinggi. Tingginya permintaan pangan disebabkan salah satunya oleh semakin bertambahnya penduduk di tiap-tiap negara setiap tahunnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan dan penawaran memainkan peran penting dalam mekanisme pasar, termasuk dalam menggambarkan harga produk pangan. Semakin besar permintaan akan 47 produk pangan, akan memicu kenaikan harga pangan di pasar internasional. Pertumbuhan populasi dunia saat ini yang tiap tahunnya cukup tinggi, terutama di beberapa negara dengan penduduk besar, seperti China, AS, Indonesia, dan Brasil cukup mengkhawatirkan dari sisi kecukupan pangan. Terkait dengan hal ini Laster Brown, kepala lembaga kebijakan bumi di Washington DC, mengemukakan bahwa keterbatasan pangan dapat menyebabkan runtuhnya peradaban dunia.50 Menurut Brown, manusia mempertahankan kehidupannya dengan mengikis tanah dan menghabiskan persediaan air tanah lebih cepat dari pemulihannya kembali. Laporan Kompas menjelaskan bahwa populasi manusia di dunia mengalami peningkatan sebesar 1,2% setiap tahunnya sehingga kenaikan konsumsi pangan harus bisa mengimbangi pertambahan penduduk demi kelangsungan hidup dimasa depan.51 Jumlah penduduk dunia memainkan peranan yang penting dalam mekanisme pasar terutama terhadap fluktuasi harga pangan dunia. Eksistensi sumber daya alam menjadi tantangan utama bagi negara-negara dunia dalam hal pengentasan kemiskinan. Bagaimana pun tingkat konsumsi dunia sangat mempengaruhi harga pangan, dimana kemiskinan juga mengakibatkan terjadinya krisis pangan di banyak negara-negara berkembang. National Geographic Indonesia, “7 Milliar Manusia, Tantangan Mengintai Bumi Yang kian Sesak”, Edisi januari 2011,hlm 46 51 Jimmy Hitipeuw, “Tahun 2012, Jumlah Penduduk Dunia Tembus 7 Milliar”, di unduh melalui http://nasional.kompas.com/read/2008/06/21/09053884/tahun.2012.jumlah.penduduk.dunia. tembus.7.miliar. kompas,21 juni 2008, diakses pada tanggal 02 November 2012 50 48 b. Cuaca Ekstrem Perubahan cuaca cukup ektrem yang terjadi di beberapa negara termasuk salah satu faktor yang memberikan dampak negatif bagi produksi pangan. Beberapa wilayah bahkan tidak hanya mengalami gagal panen, tetapi juga turut merusak lahan produksi sehingga kecukupan pangan bisa terganggu dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tampak jelas di beberapa negara, baik negara maju, berkembang maupun miskin. 52 Laporan Bank Dunia menunjukkan, November 2007, terjadi topan Sidr menewaskan ribuan orang di Bangladesh dan menyapu lahan-lahan padi di negara itu. Setahun kemudian, Bangladesh menjadi negara pertama yang menyusun strategi dengan menghabiskan miliaran dollar untuk penanganan perubahan iklim, termasuk rencana untuk meningkatkan produksi pertanian dan ketahanan pangan dalam mengantisipasi cuaca buruk lagi. Adapun berita dari media Epochtime menyebutkan bahwa pada tahun 2010 banyak wilayah penghasil pangan dunia diterpa berbagai bencana alam dan musibah yang menyebabkan produksi bahan pangan merosot drastis. Kebakaran hutan mencapai ratusan kali pada saat musim panas di Rusia sehingga menyebabkan lebih dari 1/5 keseluruhan lahan pertanian negara gagal panen. Curah hujan berlebihan di Kanada dan Australia telah membawa dampak serius terhadap panen gandum, sementara suhu tinggi pada musim panas di Argentina 52 berperan melambungkan harga jagung internasional. Laporan Bank Dunia “Advancing Food Security in a Changing Climate”, 15 Maret 2011, di unduh dari melalui http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/O,,contentMDK:22858132~pageP K:64257043~piPK:437376~theSitePK:4607,00.html diakses pada tanggal 23 september 2012 49 Dalam menghadapi krisis bahan pangan dan tingginya lonjakan harga pangan, Rusia dan sejumlah negara pengekspor lainnya mengambil kebijakan membatasi ekspor bahan pangan untuk melindungi stabilitas harga di pasaran dalam negeri masing-masing. Jika bencana alam di seluruh dunia terus terjadi pada negara-negara penghasil pangan selama tahun 2011, maka diperkirakan keadaan ini akan mengakibatkan negara pengimpor bahan pangan mendapat tekanan yang lebih besar lagi.53 c. Pembatasan Ekspor Kenaikan harga pangan dunia juga dipicu oleh perlindungan persediaan pangan dalam negeri masing-masing negara sehingga menurunkan kuantitas jumlah ekspor bahan makanan di pasar internasional. Direktur organisasi perdagangan dunia (WTO), Pascal Lamy, di Jenewa pada 22 Januari 2011, Swiss, mengemukakan bahwa pembatasan ekspor saat ini menjadi penyebab utama melonjaknya harga pangan dunia.54 Kebijakan tersebut mengkhawatirkan karena tidak hanya akan mengganggu harga pangan di pasaran, tetapi juga ancaman bagi negara-negara yang amat bergantung kepada pasokan impor untuk memenuhi kecukupan pangan mereka. Lamy mengungkapkan pembatasan ekspor telah memainkan peran utama dalam krisis pangan. “PBB Peringatan Krisis Pangan”, artikel 12 Januari 2011,di unduh melalui http://www.epochtimes.co.id/internasional.php?id=986 diakses pada tanggal 12 oktober 2012 54 “Pembatasan Ekspor Pacu Kenaikan Harga”, Koran Jakarta, 24 Januari 2011, diunduh melalui http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=73656 diakses pada tanggal 20 November 2012 53 50 d. Trend energi alternatif biofuel Salah satu faktor penyebab krisis pangan dunia adalah kebijakan energi alternatif biofuel yang banyak dikembangkan di negara-negara industri maju. Jagung dan kelapa sawit misalnya, kedua pangan itu sebelumnya untuk konsumsi masyarakat dunia, tetapi saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya cukup tinggi. Menurut peryataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi Indonesia. Memilki keterkaitan biofuel dengan kenaikan harga pangan memang sangat erat.55 Hal ini terjadi karena beberapa komoditi pangan kini dipergunakan sebagai bahan baku biofuel. Jika harga beli jagung dan kedelai untuk kebutuhan biofuel lebih tinggi dibanding harga beli untuk kebutuhan konsumsi, maka pelaku pasar memiliki kecenderungan untuk menjual hasil panen jagung dan kedelai mereka ke produsen biofuel. Seperti yang terjadi di China, pengalihan produksi jagung untuk biofuel menyebabkan kelangkaan pakan ternak di negara itu. e. Kekuatan Korporasi Besar Korporasi besar juga memiliki andil dalam menentukan harga produk pangan di pasar internasional. Hal itu bisa diprediksi pada fenomena akuisisi lahan (land grabbing) yang menjadi trend negara-negara kapitalis. Menurut International Food Policy Research Institute (2009), lembaga penelitian yang fokus pada isu pangan dan agrikultur, akuisisi lahan pertanian di negaranegara berkembang sejak 2006 mencapai 15 hingga 20 juta hektar atau 55 Lihat Zainal Abidin, “Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”, laporan Berita Antara, 20 April 2008, http://www.antaranews.com/view/?i=1208673076&c=EKB&s=html diakses pada tanggal 21 November 2012 51 setengah luas Eropa. Aktor akuisisi ini adalah negara yang dikendalikan swasta. Tujuannya bukan produksi pangan bagi rakyat setempat, tapi untuk kepentingan bisnis dan negara investor.56 Upaya alternatif menghadapi ancaman krisis pangan a. Negara perlu memaksimalkan kemampuan nasional dalam konsep ketahanan pangan. Sektor pangan seperti pertanian, perkebunan dan peternakan perlu difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pemerinah dituntut untuk berperan dalam menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat pada semua lapisan sosial. Pemerintah perlu menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama pembangunan ekonomi. Dengan memaksimalkan kemampuan domestik dalam arti sumber daya alam (lahan) dan para ahli (teknologi), diharapkan ketahanan pangan dapat terwujud. b. Dibutuhkan peran pemerintah yang proporsional dalam menjaga stabilitas harga produk pangan sehingga masyarakat pada semua lapisan sosial mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam akses pemenuhan kebutuhan pangan. Peran pemerintah dibutuhkan dalam melaksanakan kebijakan yang lebih berpihak pada petani dan kaum ekonomi lemah dengan transparansi subsidi impor dan prioritas kebijakan impor dalam kondisi darurat sehingga harga produk pangan relatif stabil dan semua masyarakat mendapat akses yang sama dalam pemenuhan kebutuhan pangan. 56 Lihat Laporan Internasional Food Policy Research Institute,”2009 Global Hunger Index”, diunduh melalui http://www.ifpri.org/publication/2009-global-hunger-index diakses pada tanggal 20 November 2012 52 c. Pemerintah harus dapat melaksanakan kebijakan untuk menjaga kestabilitan harga pangan. Disaat panen raya, misalnya, pemerintah harus membeli produk pangan dengan harga yang rasional demi kesejahteraan petani, sedangkan disaat gagal panen, pemerintah menjadi tiang penyangga dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pangan. d. Sektor pertanian perlu didorong untuk selalu melakukan inovasi-inovasi mutakhir dengan memberikan insentif pertanian supaya petani termotivasi dan berkembang. Aspek ini yang secara tidak langsung sangat mempengaruhi kinerja dan semangat hidup petani adalah akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarganya sehingga dukungan terhadap aspek-aspek ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani sebagai aktor utama dalam perkembangan sektor pertanian.57 Krisis pangan global sempat memanas ketika akhir tahun 2007, stok pangan dunia terus menipis. Tahun 2008, terjadi kenaikan harga pangan yang sangat tinggi hingga negara-negara yang bergantung pada impor kesulitan untuk mendapatkan pangan. Secara rata-rata, kenaikan harga komoditas pangan mencapai 20 persen. Pada saat bersamaan, sejumlah negara produsen menutup pintu ekspor. Akibatnya, kerusuhan terjadi di sejumlah negara. Karen M Jetter dari Pusat Isu-isu Pertanian, Universitas California, dalam salah satu makalahnya mengatakan, krisis pangan yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh sejumlah hal, seperti kegagalan panen di sejumlah negara produsen pangan, produksi bioenergi 57 Agil asshofie “Krisis Pangan Dunia” di minggu april 15, 2012 di unduh dari http://agilasshofie.blogspot.com/2012/04/krisis-pangan-dunia.html diakses pada tanggal 21 januari 2013 53 yang meningkat (yang berarti mengalihkan pasokan bahan pangan untuk bahan baku energi), peningkatan harga bahan bakar, dan perubahan pertumbuhan ekonomi domestik dan global.58 B. Kebutuhan Pangan Indonesia Sebuah bangsa dapat dikatakan sejahtera apabila seluruh rakyatnya dapat merasa berkecukupan. Baik pangan, sandang, maupun papan, pangan sebagai kebutuhan primer, mau tidak mau harus menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi, karena pangan menyangkut kelangsungan hidup. Sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki peringkat jumlah penduduk terbesar di dunia, pangan menjadi permasalahan yang sering dialami. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Karena itu, pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of development bagi keseluruhan pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDGs) yang menjadi komitmen bersama. Menteri Perdagangan Gita Wiryawan menyatakan pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras saat ini sangat tinggi, bahkan tertinggi di dunia. Orang Indonesia mengkonsumsi beras hingga 130-140 kilogram per tahun/orang. ”Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan orang Asia lainnya yang hanya mengkonsumsi beras sebanyak 65-70 kilogram per tahun/orang,” Tingginya pola konsumsi beras masyarakat Indonesia, yang 58 Andreas Maryoto “ Akar Krisis Pangan Dunia “dalam Kompas.com di unduh January 5, 2012 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/16/03335110/Akar-Krisis-PanganDunia diakses pada tanggal 24 januari 2013 54 menyebabkan harga beras mahal dan mempengaruhi stabilitas harga beras. Padahal seandainya masyarakat Indonesia bisa mengurangi konsumsi beras dan mengganti sumber karbohidrat dari jenis makanan lainnya seperti singkong, hal ini akan membantu ketergantungan akan beras dan mempengaruhi stabilitas harga beras. Pola konsumsi ini harus diubah secara perlahan. Untuk tingkat konsumsi beras, akan dilakukan program jangka pendek dan jangka panjang, Seperti diversifikasi lahan, teknologi, dan mengubah pola konsumsi makan.59 Di Indonesia, beras merupakan pangan utama, konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah tertinggi di dunia dengan rata-rata sekitar 139 kg/kapita/tahun, walaupun ada beberapa provinsi yang konsumsi berasnya di bawah 100 kg/kapita/thaun, seperti Maluku dan bali. Biaya yang diperlukan untuk pengadaan beras adalah 23% dari total anggaran belanja untuk pangan. Pola konsumsi masyarakat yang demikian harus berubah. Perubahan pola konsumsi dengan mengurangi konsumsi beras diikuti dengan menigkatnya konsumsi bahan pangan lainnya seperti sayuran, ikan, buah-buahan dll tidak hanya memperkuat ketahanan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan kualitas SDM, karena pola pangan harapan (PPH) yang meningkat dan status gizinya masyarakat akan lebih baik.60 Laporan Tempo.co.bisnis “Konsumsi Beras di Indonesia Tertinggi di Dunia” diunduh melalui http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/090371426/Konsumsi-Beras-di-IndonesiaTertinggi-di-Dunia diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 60 Radi A.Gany. “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia”. 2012. Kampus Unhas Tamalanrea Makassar. Identitas Universitas Hasanuddin. hlm. 68 59 55 Hal tersebut relatif merata diseluruh Indonesia, maksudnya secara nutrisi, ekonomi, sosial, dan budaya, beras tetap merupakan pangan terpenting bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi ini sebenarnya merupakan hasil perekayasaan kultural yang memberi konsekuensi luas. Diantaranya adalah bahwa kebijakan pangan Indonesia harus menempatkan kebijakan perberasan sebagai salah satu pilar utamanya. Beras dapat dikatakan sebagai komoditas pangan yang paling banyak mendapat perhatian, baik di tingkat akademik, maupun di tingkat politis, mulai dari sistem produksi, distribusi (tataniaga), perdagangan ekspor dan impor, disparitas harga, pola konsumsi masyarakat, dinamika pembangunan daerah dan sebagainya. Pemerintah bahkan perlu secara berkala mengeluarkan intervensi kebijakan perberasan, walaupun lebih banyak terfokus pada kebijakan harga, tepatnya penentuan harga pembelian pemerintah (HPP). Pasar gabah dan pasar beras menjadi agak liar setelah Presiden Soeharto berhenti menjadi Kepala Negara, transmisi harga dari gabah petani ke beras konsumen lebih cepat terjadi, maksudnya perubahan harga gabah petani cepat sekali mempengaruhi harga beras konsumen. Hal yang sebaliknya tidak terjadi. Perubahan harga beras konsumen tidak direspon secara cepat oleh harga gabah petani. Walaupun harga beras melonjak sangat tinggi, tapi petani tidak banyak menerima manfaat dari kenaikan harga beras tersebut. Komoditas beras mengalami permasalahan struktural tentang ketidakjelasan fungsi stok penyangga. 56 Cadangan pangan di Indonesia meliputi cadangan tetap yang harus tersedia, terutama untuk mengatasi kondisi darurat, dan cadangan penyanggah (buffer stock). Stok penyangga berbeda menurut daerah, lokasi geografis, kerentanan terhadap fenomena alam dan modal atau karakter transportasi pada lokalitas tertentu, misalnya pada daerah-daerah dengan kondisi fisik-geografis sulit dicapai dan sosial-politik tidak stabil, cadangan penyanggah ini perlu lebih besar, sehingga diharapkan mampu benar-benar menyanggah kemungkinan gejolak harga dan kuantitas pangan, yang bersifat pokok ini. Studi tentang cadangan pangan ini menemukan bahwa kebijakan operasi pembelian gabah petani hanya efektif dalam masa Orde Baru, tapi tidak efektif pada pasar bebas dan pasar terbuka . Maksudnya Bulog berperan cukup baik sebagai lembaga stabilisasi harga gabah tingkat petani hanya pada masa Orde Baru dan tidak banyak berperan pada masa pasar bebas, serta pasar terbuka seperti sekarang ini. Pengaruh musim terhadap jumlah beras tidak terlalu signifikan, kecuali pada bulan Februari dan Maret pada rezim Orde Baru, dan tidak pada rezim Pasar Bebas dan Terbuka Terkendali. Pada rezim Pasar Terbuka Terkendali, faktor operasi pasar murni signifikan pada bulan Januari, karena pada bulan-bulan lain tidak terlihat pengaruh yang nyata. Saat ini jumlah beras untuk operasi pasar murni mulai dikurangi dan sejak 2004 telah dimodifikasi menjadi Program Raskin, yang semakin diminati oleh masyarakat. Untuk lebih mudah memahami kebutuhan pangan Indonesia khususnya beras, maka dapat dilihat pada tabel berikut: 57 Tabel 3.1 Perbandingan Jumlah Penduduk, Tingkat Kebutuhan Serta Tingkat Produksi Pangan Tahun Jumlah Penduduk Tingkat Konsumsi Tingkat Produksi 2008 230,913 juta jiwa 48,450 ribu ton 40,340 ribu ton 2009 234,355 juta jiwa 47,290 ribu ton 42,302 ribu ton 2010 236,331 juta jiwa 48,280 ribu ton 44,111 ribu ton 2011 237,556 juta jiwa 48,330 ribu ton 45,670 ribu ton 2012 239,174 juta jiwa 48,811 ribu ton 46,396 ribu ton Sumber: Diolah Sendiri Berdasarkan Berbagai Literatur Terutama Dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 Dari tabel 3.1 di atas dapat dipaparkan bahwa jumlah penduduk lima tahun terakhir yakni tahun 2008 hingga 2012 terus mengalami peningkatan. Dan mengacu pada hal tersebut yang berarti bahwa tingkat kebutuhan juga dipastikan meningkat., sehingga terlihat pula bahwa tingkat produksi beras Indonesia juga mengalami peningkatan. Dan mengacu pada hal tersebut yang berarti bahwa tingkat kebutuhan juga dipastikan meningkat pada tahun 2008 hingga 2010. Sehingga dibarengi dengan data kedua perbandingan tersebut terlihat pula bahwa tingkat produksi beras Indonesia juga mengalami peningkatan pada tahun 2008 hingga 2010. Walaupun Indonesia tercatat bahwa tingkat produksi berasnya selalu meningkat namun tetap saja Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sebagaimana mestinya, karena di sisi lain ada kebijakan yang mengharuskan Indonesia untuk melakukan ekspor. Sehingga sampai saat ini Indonesia dalam upaya pemenuhan kebutuhan nasional melalui pencapaian swasembada pangan khususnya beras belum memperlihatkan hasil 58 yang optimal. Situasi tersebut tercermin dalam tingkat ketersediaan pangan terkhusus pada beras domestik masih bergantung pada tataran impor. Tabel di atas juga memaparkan bahwa Keseimbangan permintaan dan penawaran komoditas pangan menjadi indikator penting dalam perencanaan kebutuhan pangan masyarakat. Laju peningkatan kebutuhan pangan, untuk komoditas beras, lebih cepat dari laju peningkatan produksi. Kapasitas produksi pangan terbatas karena produktivitas tanaman di tingkat petani pada komoditas pangan khususnya beras sangat menurun. Stagnasi produktivitas disebabkan oleh lambatnya penemuan dan pemasyarakatan teknologi inovasi, serta rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal. Melemahnya sistem penyuluhan pertanian juga merupakan penyebab lambatnya adopsi teknologi oleh petani. Peningkatan kapasitas kelembagaan petani, serta peningkatan kualitas penyuluhan merupakan tantangan pembangunan ketahanan pangan ke depan. 59 Adapun daerah-daerah di Indonesia penghasil padi yakni sebagai berikut:61 Tabel 3.2 Daerah Penghasil Padi Indonesia Di Lima Provinsi yakni Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Sumatra Lima Tahun Terakhir No. Daerah penghasil padi 2008 2009 2010 2011 2012 di Indonesia 1. Sumatera Utara 2.111.382 2.213.404 3.577.134 3.690.864 3.808.886 2. Sumatera Barat 1.242.281 1.321.173 2.126.715 2.194.331 2.264.499 3. Sumatera Selatan 1.877.853 1.960.773 3.106.295 3.205.055 3.307.543 4. Jawa Barat 10.111.069 11.322.681 11.309.487 11.669.057 12.042.195 5. Jawa Tengah 5.774.208 6.023.300 9.733.950 10.043.428 10.364.584 6. Jawa Timur 6.620.057 7.063.950 11.415.000 11.777.924 12.154.544 7. Kalimantan Barat 835.152 816.121 1.444.530 1.490.457 1.538.117 8. Kalimantan Tengah 522.732 578.761 665.827 686.996 708.964 9. Kalimantan Selatan 1.235.107 1.227.817 2.113.048 2.180.229 2.249.946 10. Kalimantan Timur 586.031 555.560 620.000 639.712 660.168 11. Sulawesi Utara 520.193 549.087 582.826 601.356 620.586 12. Sulawesi tengah 622.784 598.161 1.084.000 1.118.464 1.154.229 13. Sulawesi Selatan 2.580.681 2.712.989 5.104.800 5.267.100 5.435.525 14. Sulawesi Tenggara 405.256 407.367 452.060 466.433 481.348 15. Sulawesi Barat 343.221 310.706 375.563 387.504 399.895 Sumber: Diolah Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2008 Hingga 2012 61 Laporan Badan Statistik. “boks 2 penguatan ketahanan pangan daerah di sulawesi tengah” diunduh melalui http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9A9375DB-7B76-41E7-A97C1ECA12531564/26831/Boks2PenguatanKetahananPanganProvSulteng.pdf diakses pada tanggal 23 November 2012 60 No. 16. Tabel 3.3 Daerah Penghasil Padi Provinsi Lainnya Di Indonesia Daerah penghasil padi 2008 2009 2010 2011 di Indonesia Nanggroe Aceh 886.245 976.773 1.617.900 1.669.339 2012 1.722.719 Darussalam 17. Riau 494.260 531.429 605.375 624.622 644.595 18. Jambi 581.704 644.947 673.800 695.223. 717.454 19. Bengkulu 484.900 510.160 512.247 528.533 545.434 20. Lampung 1.479.559 1.677.570 2.697.400 2.783.160 2.872.157 21. D.K.I Jakarta 8.352 11.013 8.980 9.266 9.562 22. D.I. Yogyakarta 504.483 525.717 825.579 851.827 879.066 23. Bali 531.174 551.337 840.000 866.707 894.421 24. Nusa Tenggara Barat 1.106.428 1.173.724 1.954.827 2.016.978 2.081.474 25. Nusa Tenggara Timur 577.895 607.359 621.394 641.150 661.652 26. Maluku 75.826 89.875 82.380 84.999 87.717 27. Papua 85.699 98.511 101.195 104.412 107.751 28. Bangka Belitung 15.079 19.864 29.200 30.128 31.092 29. Banten 1.149.081 1.160.067 2.025.000 2.089.382 2.156.194 30. Gorontalo 237.873 256.934 270.000 278.584 287.493 31 Maluku Utara 51.599 46.253 54.723 56.463 58.268 32 Riau Kepulauan 404 430 465 480 495 33 Papua Barat 39.537 36.985 48.300 49.836 51.429 Sumber: Diolah Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2008 Hingga 2012 61 Berdasarkan data dari tabel 3.2 dan tabel 3.3 di atas pencapaian produksi padi dari setiap daerah rata-rata meningkat walaupun tidak secara signifikan. Hal tersebut terbukti dengan adanya pencapaian produksi yang tinggi. Namun, hal tersebut belum sepenuhnya menjamin negara Indonesia dapat mengatasi permasalahan ketersediaan pangan khususnya beras bagi warga negara sebagaimana mestinya. Berdasarkan data dari Badan Statistik Indonesia, bahwa ternyata masih terdapat beberapa daerah kab/kota yang masih berstatus rawan pangan bahkan sangat rawan terhadap pangan. Melihat dari data produksi beras di atas yang sudah cukup stabil, diharuskan pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi, dengan membantu membuka lahan baru untuk memperluas lahan pertanian agar produktivitasnya makin meningkat dan dapat membuat Indonesia berhenti melakukan impor beras lagi dari luar negeri. Serta diharapkan para generasi muda mau ikut menjadi penerus penggerak pertanian di Indonesia, karena yang terlihat kini jarang sekali ada anak muda yang mau menjadi seorang petani. Jika ini terus menerus terjadi, akan dapat di pastikan produksi pertanian di Indonesia akan memburuk, karena percuma saja jika lahan pertanian sudah meluas, namun jumlah SDM (petani) nya tidak seimbang. 62 Negara penghasil gabah terbesar di dunia adalah sebagai berikut :62 Tabel 3.4 Negara Penghasil Padi Terbesar Di Dunia Negara penghasil padi RRC (Republik Rakyat Cina) India Indonesia Bangladesh Vietnam Thailand Myanmar Filipina Brazil Jepang Amerika Serikat Persentasi (%) padi 131.9 juta ton 95 juta ton 38.2 juta ton 30.7 juta ton 25.2 juta ton 21.2 juta ton 19.5 juta ton 10.7 juta ton 8 juta ton 7.9 juta ton 6.7 juta ton Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO) Tahun 2011 Dari tabel 3.4 di atas dapat dipaparkan bahwa secara global, produksi pangan dunia memang terus mengalami surplus dan peningkatan produksi, namun bukan berarti dunia sudah terlepas dari bencana kelaparan dan malnutrisi. Dimana, persoalan kelaparan dan malnutrisi yang melanda dunia saat ini bukanlah masalah kelangkaan produksi melainkan disebabkan karena sistem distribusi, yang merupakan salah satu titik lemah dari sistem kapitalisme, tidak berjalan dengan baik. Jika diukur dari indeks produksi pangan perkapita, maka terlihat bahwa setiap tahun terjadi peningkatan. Artinya peningkatan produksi pangan masih lebih tinggi dibandingkan laju pertambahan jumlah penduduk dunia. 62 Hendri Saparini. Dan Muhamad Ishak. Stabilisasi Pangan Global Dan Domestik serta Implikasinya Terhadap Perekonomian.Jurnal Diplomasi.Volume 3.No.3.September 2011.hlm.120 63 Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi kelebihan konsumsi terhadap produksi dalam negeri. Secara umum, suatu negara yang diwakili oleh pemerintahannya menjadi pemegang peranan tunggal di pasar internasional. Jumlah impor beras di Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.5 Tabel 3.5 Data Impor Beras Indonesia Tahun 2008 Hingga 2012 Tahun Impor 2008 88.350 2009 94.130 2010 100.050 2011 190.210 2012 869.006 Sumber: Bulog, 2011 Indonesia adalah salah satu negara importir beras terbesar di dunia. Pada tabel 3.5 dapat dilihat bahwa jumlah impor beras nasional yang dilakukan Indonesia cenderung berfluktuasi dan hampir tidak pernah mengekspor beras. Hal ini dipengaruhi oleh stok beras yang ada di Indonesia. Jumlah impor terbesar yang dilakukan oleh Indonesia yaitu pada tahun 2012 sebesar 869.006 ton beras. Jumlah impor terkecil dari data tahun 2008 sampai 20112 adalah pada tahun 2008 sebesar 88.350 ton. C. Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasarkan kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan 64 pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujudnya stabilitas pangan nasional. Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera. Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor. Ketergantungan terhadap pangan impor ini terkait dengan upaya 65 mewujudkan stabilitas penyediaan pangan nasional. Kebijakan ketahanan pangan nasional dikaitkan dengan isu otonomi (daerah) dan globalisasi. Substansi kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 13 elemen penting yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingka nasional. Pemerintah berperan menjabarkan secara rinci kebijakan-kebijakan lain yang mampu memberikan insentif dari hulu sampai hilir atau perlindungan kepada petani dan konsumen sekaligus. Langkah nyata yang berhubungan dengan hal-hal berikut menjadi sangat mutlak: penyediaan, distribusi, aksesibilitas, stabilitas harga pangan, diversifikasi usaha dan penganekaragaman pangan, antisipasi perubahan iklim, keamanan pangan, pencegahan kerawanan pangan, kerjasama internasional, cadangan pangan, pemberdayaan SDM, penataan aspek pertanahan dan tata ruang daerah dan wilayah, dan partisipasi masyarakat.63 1. Menjamin Ketersediaan Pangan. Ketersediaan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan produksi dalam negeri melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan 63 Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014” Draf ke-3 Oktober 2009. Diunduh melalui http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf diakses pada tanggal 19 September 2012 66 mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif dan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Rencana aksi yang dilakukan adalah: a) Peningkatan produktivitas komoditas pangan agar tercapai lonjakan produksi pangan yang dapat dihasilkan di dalam negeri, sekaligus untuk menjaga tingkat efisiensi pada sistem produksi; b) Pemanfaatan sumberdaya lahan, terutama yang “tertidur” dan tidak produktif, sebagai sumber penghasil pangan strategis dan bersifat pokok, melalui pemberian insentif khusus bagi mereka yang akan memanfaatkan sumberdaya lahan terbengkalai tersebut; c) Perluasan areal tanaman pangan, terutama ke Luar Jawa, untuk mendukung penyediaan lahan berkelanjutan seluas 15 juta hektar untuk produksi pangan strategis; d) Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan, meliputi usaha-usaha berbasis pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan, dan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan kerusakan, serta rehabilitasi lahan-lahan usaha pertanian dan kehutanan secara luas; e) Peningkatan efisiensi penanganan pasca panen dan pengolahan melalui perakitan dan pengembangan teknologi pasca panen dan pengolahan tepat guna spesifik lokasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk, peningkatan kesadaran dan kemampuan petani/nelayan untuk memanfaatkan teknologi pasca panen dan pengolahan yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk, mendorong pemanfaatan 67 teknologi dan peralatan tersebut melalui penyediaan insentif bagi pelaku usaha, khususnya skala kecil; f) Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai. melalui penegakan peraturan untuk menjamin kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara ramah lingkungan, rehabilitasi daerah aliran sungai dan lahan kritis, konservasi air dalam rangka pemanfaatan curah hujan dan aliran permukaan, pengembangan infrastruktur pengairan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air, serta penyebarluasan penerapan teknologi ramah lingkungan pada usaha-usaha yang rnemanfaatkan sumberdaya air dan daerah aliran sungai; g) Perbaikan jaringan irigasi dan drainase, dengan fokus pada rehabilitasi 700 ribu hektar saluran irigasi terutama di daerah lumbung pangan sekaligus melalui pemanfaatan dana stimulus fiskal serta upaya lain untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi global.64 Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa ketersediaan pangan berkaitan dengan kemampuan dari sistem pertanian untuk meningkatkan produksi bahan pangan. Dimana, potensi yang tersedia untuk meningkatkan ketersediaan bahan pangan masih cukup besar, melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Sehingga Indonesia yang kita tahu masih memiliki banyak potensi pengembangan yang belum termanfaatkan secara optimal. Diharapkan memanfatkan potensi yang ada seperti sumber-sumber air, lahan dan berabagai jenis komoditas lokal yang potensial sebagai bahan alternatif. 64 Radi A.Gany. Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian, UNHAS Terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia. “ Pertanian, Pangan, dan Energi”. Makassar. Identitas Universitas Hasanuddin. hlm. 274 68 Selain itu, Indonesia diharapkan dapat mengatur impor dan ekspor pangan, dimana harus menyadari bahwa impor itu hanyalah sebatas “jalan pintas” yang tidak dapat menyelesaikan masalah, sehingga sebaiknya impor hanya dilakukan dalam kondisi yang “emergency” sebagai pilihan terakhir. Sebaliknya ekspor pangan harus tertangani dengan baik untuk menjaga ketersediaan pangan nasional. 2. Menata Pertanahan dan Tata Ruang dan Wilayah. Pemerintah mengembangkan lahan pertanian produktif, mencegah alih fungsi lahan pertanian subur beririgasi teknis, dan memperbaiki tata ruang, administrasi dan sertifikasi pertanahan agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru. Pemerintah memfasilitasi pelestarian sumberdaya air, membangun dan memelihara jaringan irigasi, dan bersama masyarakat mengelola pemanfaatan sumberdaya air secara adil dan berkelanjutan. Aktivitas perbaikan pertanahan dan tata ruang wilayah dapat diwujudkan melalui rencana aksi sebagai berikut: 1) Pengembangan reforma agraria yang lebih berkeadilan tanpa harus mengganggu kepentingan petani, untuk mewujudkan kebijakan pengelolaan lahan pertanian yang lebih beradab; 2) Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan yang murah, dengan sasaran jelas yakni terciptanya administrasi pertanahan yang memadai dan tidak memberatkan rakyat; 3) Pemberian sanksi yang sangat berat bagi pelaku konversi lahan subur beririgasi teknis menjadi kegunaan lain di luar pertanian agar dapat 69 menahan laju konversi lahan subur beririgasi yang dapat menimbulkan fenomena ketidakadilan baru; 4) Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah, sebagai amanat dari UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Kegiatan ini meliputi perbaikan Rencana Tata Ruang Daerah dan Wilayah (RTRW) tingkat provinsi secara terkoordinasi antar daerah/wilayah dengan mempertimbangkan unsur-unsur sosial, ekonomi, budaya dan kelestarian sumberdaya alam, disertai penerapannya secara tegas dan konsisten, dengan penerapan sanksi terhadap pelanggaran; 5) Penerapan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur melalui penyusunan peraturan dan penerapannya secara tegas bidang perpajakan atas lahan atau usaha yang dapat menghambat/memberatkan setiap upaya mengkonversi lahan pertanian subur, dan atau membiarkan lahan pertanian terlantar.65 Dari langkah-langkah di atas dapat dijelaskan bahwa agar kebijakan ketahanan pangan dapat terlaksana dengan baik khususnya dalam menata pertanahan dan tata ruang wilayah maka Pemerintah Indonesia bersama dengan masyarakat harus bersikap adil dan taat terhadap aturan termasuk dalam kepemilikan lahan. Kondisi kepemilikan lahan tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya fragmentasi lahan karena proses pewarisan, khususnya untuk lahan berekosistem sawah dan lahan Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014”. 2010. Jakarta.hlm.31 65 70 kering tanaman pangan. Di sisi lain, menurunnya rata-rata luas pemilikan lahan diikuti pula dengan meningkatnya ketimpangan distribusi pemilikan lahan. Status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat, sehingga lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha tani melalui perbankan. 3. Melakukan Antisipasi, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Pemanasan global telah menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau, sehingga pola tanam dan estimasi produksi pertanian, persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi secara baik. Langkah rehabilitasi kerusakan karena dampak kekeringan dan perubahan iklim (reaktif) akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan langkah adaptasi dan mitigasi bencana pemanasan global itu (antisipatif). Untuk itu diperlukan suatu upaya serius untuk mengarahkan birokrasi dan aparat pemerintah di tingkat pusat dan daerah untuk menyampaikan secara rinci serangkaian langkah berikut: 1) Penyusunan sistem peringatan dini, mulai dari tingkat teknis pola tanam pangan, langkah hemat air dan pemanenan air setiap ada hujan, sampai pada pelestarian sumber-sumber air di hulu sungai dan hutan konservasi; 2) Program penyiapan dan pemberian bantuan darurat bahan pangan dan air minum/air bersih jika kekeringan melanda; 71 3) Perbaikan manajemen sistem irigasi, pengelolaan air dan rehabilitasi sumber-sumber air secara berkelanjutan menjadi sangat penting, minimal untuk mengurangi dampak kekeringan yang lebih hebat; 4) Pengurangan secara sistematis terhadap luas, intensitas, dan durasi musim kemarau karena perubahan iklim di Indonesia, misalnya dengan “injeksi” air dengan dam parit, sumur resapan dan channel reservoir yang dapat dikelola sendiri oleh masyarakat; 5) Realisasi adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian, misalnya dengan memasyarakatkan hasil-hasil studi jenis tanaman dan pola tanam yang hemat air; 6) Rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur irigasi serta melanjutkan program sejenis yang belum selesai pada periode sebelumnya; 7) Pencegahan penurunan produksi pangan, merumuskan skema perlindungan petani produsen dan konsumen secara sistematis.66 Pemaparan kebijakan di atas sangat mengharapkan agar Pemerintah Indonesia dan masyarakat petani memperhatikan dan mengantisipasi terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Karena ancaman dan krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim global. Dampak perubahan iklim global adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. 66 Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014”. 2010. Jakarta.hlm.28 72 4. Menjamin Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat. Cadangan pangan dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan, kelebihan pangan, gejolak harga dan keadaan darurat. Cadangan pangan diutamakan berasal dari produksi dalam negeri dan pemasukan atau impor pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi. Cadangan pangan pemerintah dapat direalisasikan melalui rencana aksi berikut: a. Pengembangan cadangan di setiap lapis pemerintah: dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai tingkat desa untuk membantu mewujudukan cadangan pangan yang bersifat pokok di setiap daerah dan di setiap desa dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia; b. Pengembangan lumbung pangan di tingkat masyarakat agar tercipta dan terintegrasi sistem cadangan pemerintah dan masyarakat; c. Peningkatan kerjasama antar-daerah otonom, terutama aliran pangan pokok dari daerah surplus ke daerah defisit pangan, agar terjalin kerjasama antar daerah dengan satuan kluster ekonomi yang saling mendukung; d. Pada keadaan darurat, masing-masing kelompok masyarakat mampu memanfaatkan dan mengelola sistem cadangan pangannya untuk mengatasi masalah kerawanan pangannya secara mandiri dan berkelanjutan. Fasilitas dilakukan dalam aspek manajemen kelompok 73 maupun aspek teknis pengelolaan pangan sehingga kualitas dan nilai ekonominya dapat ditingkatkan.67 Dengan mengarah pada kebijakan di atas maka Pemerintah Indonesia diharapkan menjaga stabilitas pasokan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena produksi pangan tidak dihasilkan merata sepanjang waktu. Sehingga dengan adanya cadangan pangan yang dikembangkan untuk menjamin ketersediaan pangan yang cukup, bermutu, aman, merata dan terjangkau di desa dan dikelola atau dikuasai oleh pemerintah desa, untuk konsumsi masyarakat dan meningkatkan akses pangan kelompok masyarakat rawan pangan khususnya pada kondisi darurat karena bencana, dan gejolak harga pangan di tingkat masyarakat. 5. Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Adil dan Efisien. Sistem distribusi pangan menyangkut pengelolaan mekanisme yang adil antar pelaku mulai dari petani produsen, pedagang, pengolah, dan konsumen. Sistem distribusi pangan dilaksanakan untuk menjamin penyediaan pangan setiap rumah tangga di seluruh wilayah sepanjang waktu secara efisien dan efektif. Sistem distribusi pangan yang adil dan efisien dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pengembangan infrastruktur distribusi yang meliputi pembangunan dan rehabilitasi sarana dasar, jalan desa dan jalan usahatani agar tercapai target 67 Ratu Atut Chosiyah. Artikel. “Laporan Hasil Pertemuan Pengelolaan Cadangan dan Lumbung Pangan di Provinsi Bali”. 04 November 2009. Diunduh melalui http://bkpd.banten.go.id/view_artikel.php?id=155%20&%20idcat=43 diakses pada tanggal 21 Desember 2012 74 pengerasan jalan desa dan jalan usahatani, dengan perioritas pada daerah lumbung pangan; 2) Pemberdayaan organisasi petani di tingkat pedesaan untuk membantu meningkatkan posisi tawar petani di hadapan pedagang pengumpul; 3) Pengawasan sistem persaingan pedagang yang tidak sehat dengan sasaran jelas, yakni berkurangnya kolusi harga antar pedagang yang merugikan petani; 4) Pengawasan dan pengembangan standar mutu pangan, untuk mendukung terjaminnya mutu produk pangan; 5) Penghapusan retribusi produk pertanian yang masih mentah dengan sasaran jelas, yakni hilangnya pajak atau retribusi yang memberatkan petani dan pedagang kecil.68 Dari data di atas dapat dipaparkan bahwa arah kebijakan dan program distribusi pangan adalah dalam rangka untuk mewujudkan distribusi pangan yang efektif dan efisien sehingga dapat dijangkau secara merata untuk memenuhi akses pangan masyarakat sepanjang waktu baik jumlah, mutu, aman dan beragam untuk mendukung hidup yang aktif, sehat dan produktif. Implementasi pemberdayaan kebijakan masyarakat dan program sehingga tersebut memiliki ditempuh kemampuan melalui untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dikuasai serta dikembangkan koordinasi, komunikasi dan konsultasi dengan para pihak sehingga dapat 68 Laporan Badan Ketahanan Pangan Dan penyuluhan.”Bidang Distribusi Pangan”. Diunduh melalui. http://bkpp.jogjaprov.go.id/content/page/244/Bidang-Distribusi-Pangan 2013 diakses pada tanggal 25 Januari 2013 75 berjalan dengan baik dan lancar dalam rangka untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. 6. Meningkatkan Aksebilitas Rumah Tangga terhadap Pangan Akses rumah tangga terhadap pangan diwujudkan melalui pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian bantuan pangan dan pangan bersubsidi. Bantuan pangan dan pangan bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga miskin untuk meningkatkan kualitas gizinya. Rencana aksi untuk memperbaiki aksebilitas pangan dapat diikhtisarkan sebagai berikut: a) Penguatan kelembagaan di tingkat desa untuk membantu aksebilitas, agar semakin solid rasa saling percaya di antara masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan; b) Pembangunan pangan lokal untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan daya beli masyarakat, agar semakin terintegrasi budaya dan kearifan pangan lokal dengan pengentasan kemiskinan secara umum; c) Peningkatan efektivitas program subsidi pangan seperti beras untuk keluarga miskin agar tingkat salah-sasaran semakin berkurang dan kriteria tepat lainnya semakin baik; d) Identifikasi secara dini dan pemantauan berkala gejala kurang pangan dan surplus pangan, dengan sasaran jelas, yakni tersedianya peta defisist dan surplus pangan di seluruh Indonesia.69 69 Laporan World Food Programme. “Akses Terhadap Pangan dan Penghidupan”. Fsva 2009. Diunduh melalui http://www.foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009-peta-ketahanandan-kerentanan-pangan-indonesia/bab-3-akses-terhadap-pangan-dan-penghidupan diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 76 Penjelasan di atas menjukkan bahwa akses pangan merupakan kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga yang ditentukan oleh penghidupan rumah tangga tersebut. Penghidupan terdiri dari kemampuan rumah tangga, modal/aset (sumber daya alam, fisik, sumber daya manusia, ekonomi dan sosial) dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar – penghasilan, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Rumah tangga yang tidak memiliki sumber penghidupan yang memadai dan berkesinambungan, sewaktu-waktu dapat berubah, menjadi tidak berkecukupan, tidak stabil dan daya beli menjadi sangat terbatas, yang menyebabkan tetap miskin dan rentan terhadap kerawanan pangan. 7. Menjaga Stabilitas Harga Pangan Stabilitas harga pangan tertentu yang bersifat pokok diarahkan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang mengakibatkan keresahan masyarakat. Rencana aksi untuk mewujudkan stabilitas harga pangan tersebut dapat ditempuh melalui: a) Pemantauan secara mingguan dan bulanan harga pangan strategis (beras, jagung, gula, kedelai dan daging) agar tersedia data yang konsisten serta 77 sebaran harga pangan strategis di tingkat produsen dan tingkat konsumen yang dapat dipercaya; b) Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyanggah untuk menjaga stabilitas harga pangan, agar tersedia pasokan pangan, terutama pada saat paceklik, gagal panen dan bencana alam; c) Pengembangan sistem pangadaan pangan pokok yang melibatkan lembaga usaha ekonomi pedesaan, agar kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengadaan pangan semakin meningkat.70 Masalah stabilitas pangan saat ini memang belum banyak disinggung padahal persoalan stabilitas juga sangat penting mendapat perhatian, karena individu dapat mengalami kehilangan akses terhadap pangan secara temporer dan permanen. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya pemberian perlindungan pada produsen agar resiko kegagalan tidak ditanggung sendiri. Serta mengantisipasi ketersediaan bahan pangan secara berkelanjutan diperlukan program bantuan terutama dalam mengantisipasi bencana alam serta kenaikan harga yang mengancam ketersediaan pangan. 8. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan dan Gizi. Pencegahan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui pengembangan dan pemantapan sistem isyarat dini dan intervensi yang memadai. Rencana aksi untuk mencegah dan menangani keadaan rawan pangan dan gizi di atas dapat dirinci sebagai berikut: 70 Radi A.Gany. Gagasan, Pikiran, dan Harapan Alumni Fakultas Pertanian, UNHAS Terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia. “ Pertanian, Pangan, dan Energi”. Makassar. Identitas Universitas Hasanuddin. hlm. 278 78 a) Pengembangan sistem isyarat dini keadaan rawan pangan dan gizi, (SKPG dan sejenisnya) agar tercipta sistem isyarat dini yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan oleh segenap lapisan masyarakat; b) Pemantauan secara berkala tentang perkembangan pola pangan rumah tangga, karena gagal panen dan paceklik, untuk membangkitkan kembali kelembagaan masyarakat dengan sistem monitoring sederhana yang dilakukan oleh setiap rumah tangga di seluruh Indoensia; c) Fasilitasi pemerintah daerah untuk membangun kemampuan merespon isyarat tersebut secara tepat dan cepat untuk mencegah dan mengatasi terjadinya kerawanan pangan; d) Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan bimbingan sosial kepada keluarga yang membutuhkan melalui sistem komunikasi, informasi dan edukasi yang sesuai dengan situasi sosial budaya dan ekonomi setempat; e) Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga, agar tersedianya pangan dengan kandungan gizi seimbang yang mudah dijangkau; f) Pemanfaatan cadangan pangan pemerintah di seluruh lapisan untuk dapat menanggulangi keadaan rawan pangan dan gizi untuk mempercepat langkah penanganan gejala rawan pangan, terutama pada kantong-kantong kemiskinan di pedesaan dan perkotaan.71 71 Suryo Kusumo. Adikarsa's Blog. “Kedaulatan Pangan atau Ketahanan Pangan yang sesuai untuk Indonesia dalam mengatasi rawan pangan”. Mei 17, 2009 . dunduh melalui http://adikarsa.wordpress.com/2009/05/17/berbicara-tentang-pembangunan-pasti-tidakakan-terlepas-dari-pembangunan-ekonomi-masyarakat-dalam-masa-orde-baru-kita- 79 Indonesia merupakan salah satu negara rawan pangan, disisi lain belum terlihat kepekaan para pejabat publik dalam kesigapannya mengatasi masalah rawan pangan dan gizi buruk secara sistemik dan seolah kondisi ini harus diterima sebagai sesuatu yang mesti terjadi dan harus diterima dengan sabar dan tawakal karena merupakan cobaan. Prioritas pembangunan yang lebih memfokuskan pada penyediaan infrastruktur dasar akan sangat berpengaruh baik dari sisi pemenuhan kebutuhan akan pangan, transpor yang murah untuk mobilitas warga, layanan informasi yang mudah dan murah, ketersediaan energi yang cukup untuk industri maupun rumah tangga, ketersediaan akan air yang memadai. 9. Melakukan Diversifikasi Pangan Diversifikasi pangan sebenarnya meliputi diversifikasi produksi dan diversifikasi konsumsi pangan. Diversifikasi produksi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan usahatani terpadu, pelestarian sumberdaya alam, konservasi lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya air, dan keanekaragaman hayati. Diversifikasi konsumsi pangan diarahkan untuk mencapai konsumsi pangan yang bergizi seimbang. Pemerintah memfasilitasi diversifikasi usaha dan konsumsi pangan melalui pengembangan teknologi dan industri pangan sesuai sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Diversifikasi usaha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan dapat ditempuh melalui rencana aksi sebagai berikut: telahmenikmati-hasil-pembangunan-ekonomi-dengan-dibangunnya-infrastruktur-dan-sa/ diakses pada tanggal 18 Desember 2012 80 a) Pengembangan diversifikasi usaha melalui usahatani terpadu bidang pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain untuk ”menyebar-ratakan” risiko gagal panen karena iklim dan cuaca serta karena fluktuasi harga yang sulit diantisipasi; b) Pelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati di daerah kawasan hutan sebagai sumber pangan alternatif bagi masyarakat miskin, terutama yang berada di sekitar kawasan hutan; c) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk mengembangkan pangan lokal, terutama yang memiliki sifat khas dan eksotis; d) Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan prinsip gizi seimbang agar tercipta sinergi saling menguntungkan antara diversifikasi pangan dan pengembangan pangan lokal; e) Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai tambah dalam rangka diversikasi pangan untuk semakin mengembangkan sumber energi dan protein dari pangan alternatif yang ada; f) Perbaikan sistem komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) gizi untuk mewujudkan pangan alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap pangan pokok seperti beras.72 72 Feryanto w.k. Diversifikasi Pangan. “Kelaparan dan Diversifikasi Pangan (suatu Tinjaun Kritis Terhadap Revitalisasi Pertanian dalam Konteks Ketahanan Pangan)”. January 12th, 2011. Diunduh melalui http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/tag/diversifikasi-pangan/ diakses pada tanggal 23 Desember 2012 81 Kebijakan di atas sangat penting untuk dilaksanakan. Pemerintah sebagai penjamin terhadap ketersediaan pangan bagi warga negaranya, tidak bisa hanya terpaku kepada ketersediaan beras saja. Harus ada suatu diversifikasi pangan untuk menjamin ketahanan pangan. Indonesia harus mampu dirubah bahwa pangan itu bukan hanya beras saja. Diversifikasi harus dilaksanakan dengan berusaha mengkonsumsi atau mengganti pola makan nasi dengan pangan lainnya seperti mie, ubi, sagu, dan lainnya yang nilai gizi dan kalorinya setara dengan nasi. 10. Meningkatkan Keamanan dan Mutu Pangan. Penanganan keamanan dan mutu pangan diarahkan untuk menjamin produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya bagi kesehatan. Rencana aksi peningkatan keamanan dan mutu pangan dapat diwujudkan sebagai berikut: a) Pembinaan sistem produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, produsen pangan besar dan usaha kecil menengah tentang pangan bermutu dan aman bagi kesehatan; b) Pencegahan dini, penegakan hukum bagi penanggulangan dampak pangan yang tidak aman untuk menekan peredaran pangan tidak mutu dan tidak aman dan tidak berkualitas, sekaligus untuk menciptakan mekanisme penanganan dampak negatif pangan; c) Penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta perdagangan pangan, untuk secara keseluruhan meningkatkan kualitas 82 kemananan, mutu pangan, kehalalan pangan dalam sistem perdagangan pangan.73 Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan. 11. Melaksanakan Kerjasama Internasional. Kerjasama internasional pembangunan ketahanan pangan dilakukan melalui diplomasi ekonomi, politik dan budaya dengan prinsip kesetaraan, keadilan dan kedaulatan yang bermartabat. Rencana aksi menuju kerjasama internasional yang lebih beradab dan saling menguntungkan dapat dirinci sebagai berikut: a) Penggalangan kerjasama ekonomi baik dalam kerangkan bilateral maupun multilateral, untuk memperkokoh posisi Indonesia dalam perdagangan pangan di ASEAN, dan Asia Pasifik; 73 Prawira. Laporan WordPress.com. “Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan”. Diunduh melalui http://yprawira.wordpress.com/manajemen-mutu-dan-keamanan-pangan/ diakses pada tanggal 19 November 2012 83 b) Peningkatan jumlah atase pertanian dan perdagangan yang berkualitas dan bertanggung jawab agar mampu membawa misi kepentingan nasional dalam kancah internasional; c) Diplomasi ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan pangan domestik dengan sasaran jangka menengah yang jelas, yakni semakin dihormatinya Indonesia dalam arena perdagangan dan kerjasama ekonomi tingkat internasional.74 Menanggapi hal di atas bahwa dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat seperti yang telah dipaparkan pada halaman 60, sehingga Indonesia perlu adanya inovasi pola konsumsi yang di iringi dengan peningkatan produksi dan kepemimpinan serta kerjasama internasional dari berbagai negara ataupun organisasi internasional untuk mengatasi kelangkaan pangan yang mengancam dunia di masa yang akan datang. Pemerintah Indonesia juga perlu menyadari pentingnya sinergi dari berbagai pihak, kemitraan regional dan global untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. 12. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat. Peran serta masyarakat diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan, melalui pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan distribusi pangan, pengelolaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang, 74 Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014” Draf ke-3 Oktober 2009. Diunduh melalui http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf diakses pada tanggal 19 September 2012 84 serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Rencana aksi untuk meningkatkan peran serta masyarakat dapat dirinci sebagai berikut: a) Pemberian insentif bagi mereka yang berjasa pada pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi, agar masyarakat semakin bergairah untuk berpartisipasi membantu menanggulangi masalah pangan dan gizi; b) Peningkatan motivasi masyarakat dan kapasitas dan kelembagaan yang mendukung proses pencapaian ketahanan pangan, agar semakin besar tingkat kapasitas kelembagaan masyarakat di pedesaan dan perkotaan; c) Pengembangan lembaga dan kebijakan pendukung, seperti lembaga simpan-pinjam desa dan usaha kecil menengah (UKM) serta koperasi, untuk berkontribusi pada bangkitnya kembali lembaga simpan pinjam desa dan partisipasi UKM dan koperasi dalam penyediaan pangan.75 Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. 75 Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Diunduh melalui http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_14.htm diakses pada tanggal 04 Desember 2012 85 13. Mengembangkan Sumberdaya Manusia. Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara lebih komprehensif. Rencana aksi yang dapat dilaksanakan untuk menunjang pengembangan sumberdaya manusia (SDM) meliputi: a) Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan secara lebih komprehensif agar tersusun program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan yang lebih komprehensif; b) Penyusunan dan sosialisasi peraturan penyuluhan, penata kelembagaan penyuluhan pertanian, peningkatan ketenagaan penyuluhan pertanian, peningkatan mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dan penerapan secara meluas pendekatan pemberdayaan/pendampingan kepada kelompok masyarakat petani/ nelayan; c) Pemberian muatan pangan dan gizi pada kurikulum pendidikan di sekolah dasar dan kejuruan untuk meningkatklan kesadaran masyarakat tentang pangan bermutu sejak usia dini; d) Peningkatan kerjasama dengan lembaga non-pemerintah (LSM) dan kelompok masyarakat lain yang peduli terhadap peningkatan sumberdaya manusia (SDM) agar tercipta suatu kerjasama sinergis antara lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan lembaga masyarakat yang peduli pada mutu pangan dan gizi.76 76 Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Diunduh melalui http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_14.htm diakses pada tanggal 04 Desember 2012 86 Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan kehidupan mereka. Dalam proses ini, masyarakat dituntut untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan perikehidupan mereka sendiri. Selain itu mereka juga menemukan solusi yang tepat dan mengakses sumberdaya yang diperlukan, baik sumberdaya eksternal maupun sumberdaya internal. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tantangan utama pembangunan mereka dan mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah, regional dan bahkan program nasional. Pemaparan diatas mengimplikasikan bahwa program pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh masyarakat, dimana lembaga pendukung hanya memiliki peran sebagai fasilitator. Pelaksanaan Inpres No 9 Tahun 2001 dinilai cukup efektif dalam meningkatkan ekonomi beras nasional tahun 2002, karena diikuti dengan penetapan tarif dalam melindungi harga beras dalam negeri, pembelian gabah dalam negeri oleh pemerintah, dan penyaluran beras untuk masyarakat miskin. Penetapan Inpres No 2 Tahun 2005 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan sebagai pengganti Inpres No 9 Tahun 2001 dan Inpres No 9 Tahun 2002 87 menunjukkan arah kebijakan perberasan nasional yang komprehensif yaitu tentang upaya-upaya sebagai berikut77: a. Peningkatan produktivitas dan produksi padi/beras; tujuan utama dari adanya kebijakan ini adalah untuk membantu petani agar dapat menerapkan teknologi baru pertanian dengan biaya produksi yang rendah sehingga peningkatan produksi padi/beras dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat. b. Pengembangan diversifikasi usaha pertanian; Pengembangan dan percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal melalui pengkajian berbagai teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan aneka pangan lokal lainnya. c. Penetapan kebijakan harga gabah/beras; Kebijakan harga melalui jaminan harga dasar dapat memperkecil resiko dalam berusahatani, karena petani terlindungi dari kejatuhan harga jual gabah/beras di bawah ongkos produksi, yang sering terjadi dalam musim panen raya. sehingga resiko suatu usaha dapat ditekan sekecil mungkin, maka ketersediaan beras dari produksi dalam negeri lebih terjamin. d. Penetapan kebijakan impor beras yang melindungi produsen dan konsumen; kebijakan impor berkaitan erat dengan pembatasan impor komoditas pertanian yang sudah dihasilkan di dalam negeri. Diharapkan 77 Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014” Draf ke-3 Oktober 2009. Diunduh melalui http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan2009-2014.pdf diakses pada tanggal 19 September 2012 88 petani produsen komoditas yang bersangkutan dapat dirangsang untuk meningkatkan produksinya. Sedangkan kebijakan ekspor adalah untuk mendorong petani terutama pengusaha perkebunan besar swasta ataupun BUMN meningkatkan komoditas ekspornya sehingga pendapatan devisa dari komoditas pertanian terus meningkat dari tahun ke tahun. e. Pemberian jaminan penyediaan beras/pangan lain bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan. Kebijkaan ini memacu pada pemanfaatan cadangan pangan pemerintah untuk menanggulangi keadaan rawan pangan dan gizi. Kegiatan ini berupa pengeluaran cadangan beras pemerintah, yang dikelola Perum Bulog, oleh menteri sosial atas permintaan daerah, untuk menanggulangi masalah kerawanan pangan dan gizi di daerahnya. 89 BAB IV DIPLOMASI PANGAN INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL A. Strategi Diplomasi Pangan Indonesia Sebagai tindak lanjut penjabaran kebijakan yang telah dirumuskan pada bab tiga maka dapat disusun berbagai strategi yang dapat menjaga serta meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui kerjasama-kerjasama Indonesia dengan negara-negara lain utamanya memecahkan masalah mengenai ketahanan pangan (food security). Dimana, strategi itu harus diawali dengan mengaktualisasikan kebijakan diversifikasi pangan dan pengembangan produk unggulan melalui metode regulasi atau deregulasi, sosialisasi, edukasi, fasilitasi, koordinasi agar dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktualisasikan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pembangunan dalam sektor pertanian. Perwujudan strategi ini memerlukan sinergi antara suprastruktur, infrastruktur, dan substruktur, khususnya dari pihak-pihak pemerintah serta masyarakat. Meningkatkan kualitas SDM sektor pertanian dan pangan, beserta dukungan ketersediaan sarana dan prasarana khususnya, pertanian dan pangan merupakan salah satu strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kualitas SDM di sektor pertanian dan pangan sangat mempengaruhi proses dan hasil prroduksi pertanian dan pangan. Kualitas SDM ini diperlukan karena partisipasi masyarakat dimulai dari proses produksi, industri pengolahan, pemasaran, dan jasa-jasa pelayanan di bidang pertanian pangan. Selain itu, 90 harus diadakan pengoptimalisasian fungsi lahan pertanian yamg dilaksanakan dalam satu keterkaitan dengan pengembangan sektor lainnya, terutama terkait dengan penataan lahan dan pengembangan wilayah yang dapat meningkatkan hasil produksi pangan sehingga tercipta kondisi ketahanan pangan nasional. Intinya Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam bidang ketahanan pangan dilakukan melalui berbagai strategi lima-pilar yaitu: 1. Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian; 2. Pemberdayaan petani; 3. Revitalisasi kegiatan industri jasa terkait dengan pertanian; 4. Memperbaiki akses bagi para petani untuk memperoleh fasilitas pendanaan usaha; 5. Memperbaiki akses pasar bagi produk-produk pertanian.78 Melalui strategi tersebut, Indonesia berhasil meningkatkan produksi pertaniannya pada tahun 2008, terjadi peningkatan produksi secara signifikan untuk produk-produk beras, jagung, gula, minyak kelapa sawit, peternakan dan perikanan. Khususnya pada produksi beras mengalami peningkatan yang cukup baik, yaitu sebesar 5,41 persen tahun 2008 sehingga pada tahun tersebut Indonesia mencapai swasembada beras. Tahun 2009, Indonesia sudah mulai melakukan ekspor beras berkualitas baik sebanyak 100 ribu ton.79 Di samping melakukan peningkatan produksi beras, Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan kemudahan akses bahan makanan, khususnya kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dicapai dengan strategi: Ade Petranto.”Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”. Jurnal Diplomasi (Ketahanan Pangan Dan Energi). Volume 3. No.3. September 2011.hlm .25 79 Ade Petranto. Ibid.hlm.26 78 91 1. Pembangunan pedesaan dan pertanian secara berkesinambungan guna menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan; 2. Bantuan pangan untuk masyarakat miskin di pedesaan serta pemberdayaan melalui program usaha kelompok tani di 10 ribu desa tahun 2008 dan 11 ribu desa 2009 dari sebanyak 90 ribu pedesaan di Indonesia.80 Kegiatan-kegiatan tersebut didukung oleh kalangan pengusaha, LSM, akademisi dan lembaga riset. Upaya pemerintah juga dibantu melalui kerjasama dengan asosiasi produsen komoditi pertanian dan industri agrobisnis yang memberikan rekomendasi kepada pemerintah bagi peningkatan produksi pertanian, akses pasar dan peningkatan kesejahteraan, khususnya bagi para petani smallholders dan masyarakat miskin pedesaan. Salah satu keberhasilan yang patut dicatat adalah terbentuknya’ Program Sekolah Petani’ mengenai teknologi pertanian terbaru, perolehan bibit dan pupuk serta masukan-masukan mengenai produk pertanian lainnya yang diberikan khusus kepada kalangan petani. Salah satu target yang akan dicapai kementerian pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada beras. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% bandingkan dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%. Dalam rencana strategis 80 Didit Herdiawan. “Ketahanan Pangan & Radikalisme”. Jakarta. Republika. 2012.hlm.139 92 Kementerian Pertanian menempatkan beras, sebagai satu dari lima komoditas pangan utama. Kementerian Pertanian mentargetkan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan pada tahun 2010-2014 yakni padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar Karena padi sudah pada posisi swasembada mulai 2007, maka target pencapaian selama 2010-2014 adalah swasembada berkelanjutan dengan sasaran produksi padi sebesar 75,7 juta ton GKG (Gabah Kering Giling).81 Secara strategis, Indonesia telah melakukan tindakan yang tepat dan memilki komitmen yang tinggi. Sekarang Indonesia mempunyai beberapa agenda besar dalam hal kebijakan pangan, yakni peningkatan produksi dan produktivitas pangan, peningkatan koherensi dalam pembuatan kebijakan, dan penerapan safety-net policy. Walaupun demikian, potensi pengembangan strategi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik tetap ada di masa mendatang, seperti perlunya kebijakan konversi lahan yang lebih kuat. Sehingga saat ini dapat dikatakan bahwa untuk pengembangan sektor pertanian juga bisa dilakukan melalui strategi jangka pendek, strategi jangka menengah, dan strategi jangka panjang. Dalam strategi jangka pendek, salah satu aspek yang bisa dipertimbangkan adalah bagaimana pemerintah bisa memperkenalkan integrated farming system atau consolidated farming system. Kedua farming system tersebut akan menguntungkan petani Indonesia karena mereka adalah 81 Pdf. “kebijakan pemerintah dalam pencapaian swasembada beras pada program peningkatan ketahanan pangan” diunduh melalui http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf diakses pada tanggal 25 November 2012 93 produsen sekaligus konsumen di saat yang bersamaan.82 Ketika petani dapat memproduksi komoditas yang bervariasi dan meningkatkan produksinya melalui inovasi yang cukup, petani tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga mendapatkan peningkatan pendapatan yang sangat signifikan sehingga posisi mereka sebagai konsumen akan lebih aman. Mengingat tujuan jangka menengah pembangunan pertanian yakni: pertama, membangun SDM aparatur professional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh. Kedua, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan. Ketiga, memantapkan ketahanan dan keamanan pangan. Keempat, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Kelima, menumbuh kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi di pedesaan. Dan keenam, membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.83 Dimana, dapat dinyatakan bahwa dalam pencapaian tujuan tersebut pemerintah menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai kegiatan pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor. Selain itu juga, peran strategi tersebut dapat digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa upaya pemenuhan Ageng S. Herianto.”Ketahanan Pangan Global dan Indonesia”. Jurnal Diplomasi. Volume 3 No. 3.September 2011.hlm 159 83 Esven L F Girsang. “Ketahanan Pangan Indonesia” diunduh melalui http://esvenlf.blogspot.com/2012/11/ketahanan-pangan-di-indonesia.html diakses pada tanggal 28 November 2012 82 94 kebutuhan pangan sebagai salah satu peran strategi pertanian merupakan salah satu tugas yang sangat sulit untuk dicapai. Sementara Kementerian Pertanian RI telah memiliki 4 aspek atau target utama sebagai strategi jangka panjang dalam mencapai ketahanan pangan nasional yakni: pertama, pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Kedua, peningkatan nilai tambah, atau daya saing dan ekspor. Ketiga, peningkatan diversifikasi pangan. Keempat, peningkatan kesejahteraan petani. Dari keempat target tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya dimana tujuannya adalah pencapaian ketahanan pangan yang kokoh dalam jangka panjang.84 Dari target tersebut dapat dijelaskan bahwa pencapaian swasembada akan mendukung percepatan penganeka ragaman konsumsi pangan. Tercapainya penganeka ragaman pangan akan berdampak kepada penurunan konsumsi beras sehingga swasembada padi lebih terjamin keberlanjutannya. Pencapaian swasembada tersebut juga berpeluang menurunkan impor pangan karena ketersediaannya telah terpenuhi secara lokal. Akan tetapi untuk pencapaian sasaran penganeka ragaman pangan, dibutuhkan suatu kondisi meningkatnya kesadaran masyarakat akan perlunya pangan beragam dan gizi berimbang serta berubahnya kebijakan pemerintah mengenai impor pangan. Darwin Khadarisma. Laporan Departemen Perdagangan dan Bulog. “ Ketahanan Pangan Indonesia: Beberapa Isu Strategis”. Ilmu dan Teknologi pangan. 25 Mei 2012. Diunduh melalui http://ilmudanteknologipangan.com/2012/05/25/ketahanan-pangan-indonesiabeberapa-isu-strategis/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 84 95 Pencapaian swasembada pangan juga akan meningkatkan nilai tambah komoditi pangan, membuka lapangan kerja pada berbagai usaha di berbagai rantai pangan mulai dari budidaya, penanganan pasca panen, transportasi dan penyimpanan serta pengolahan. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh dari hasil usaha pengolahan bahan pangan (tepung-tepungan, bahan pangan pokok olahan, kuliner dan sebagainya). Pada saat swasembada mencapai surplus, tidak tertutup peluang untuk ekspor pangan. Peningkatan nilai tambah dan ekspor juga akan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan sehingga akan meningkatkan daya beli dan akses untuk memperoleh pangan yang bermutu. Peningkatan pendapatan petani yang jumlahnya cukup besar, diharapkan berdampak pada pola konsumsi yang semakin beragam. Untuk itu perlu juga program pendidikan manfaat konsumsi pangan beragam dan gizi seimbang. Tingkat nasional strategi yang bisa dilakukan dan dikembangkan seperti strategi intensifikasi harus tetap dilaksanakan. Strategi benih unggul, strategi saran manajemen budidaya tanaman pertanian yang pas yang baik yang edukasional yang dilandasi pada satu pemikiran berlandaskan hasil penelitian yang baik dan benar. Dimana, Indonesia harus mampu bersaing mengingat padi kualitas lokal, produktivitasnya sudah cukup baik dibandingkan dengan Thailand. Strategi lainnya dapat dilakukan yaitu : Pertama, strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Kedua adalah merupakan keperluan yang 96 mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta pembangunan pedesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Ketiga, sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya pertanian, termasuk menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan, perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.85 Menanggapi hal tersebut bahwa strategi tersebut sangatlah penting untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin khususnya dalam memenuhi kebutuhan pangannya. B. Bentuk-bentuk Diplomasi Pangan Indonesia di Fora Internasioanal Kedaulatan pangan menjadi isu mutakhir dan prioritas bagi seluruh negara di dunia untuk mengantisipasi rawannya krisis pangan internasional. Sehingga, kesiapan dan ketersediaan pangan juga mempengaruhi Indonesia. Perkembangan dan orientasi hubungan internasional mutakhir tidak terbatas kepada isu konvensional seperti perang, militer dan isu-isu keras lainnya (hard issues) tetapi sudah meluas kepada isu-isu non konvensional seperti politik ekonomi, pangan global, perdagangan bebas dan isu-isu lunak lainnya (soft issues). Oleh karena itu, diplomasi suatu negara juga ikut bergeser bukan hanya diplomasi politik dan diplomasi ekonomi tetapi perlu ada juga diplomasi pangan. Diplomasi pangan terjadi karena tuntutan bahwa situasi pangan domestik atau nasional sudah dipengaruhi oleh kebijakan pangan dari 85 Aep Saefullah “Indonesia Butuh Strategi Revolusioner Untuk Ketahanan Pangan”.Kompasiana. 27 oktoeber 2011. Diunduh melalui http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/27/indonesia-butuh-strategirevolusioner-untuk-ketahanan-pangan-407190.html diakses pada tanggal 23 November 2012 97 negara-negara produsen pangan besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China, India, Australia, Thailand dan juga Vietnam. Perdagangan internasional yang dibangun dari sistem multilateral WTO telah membentuk saling keterkaitan antara aktor-aktor negara dan swasta (perusahan multinasional) dalam transaksi dan hubungan dagang untuk komoditas-komoditas pangan strategis seperti beras, kedelai, gula, terigu dan gandum. Dengan meningkatnya situasi krisis pangan dunia saat ini, maka Indonesia sebagai salah satu negara yang juga masuk ke dalam sistem perdagangan internasional sangat mungkin akan terkena dampak naiknya harga pangan akibat langkanya produk pangan itu di pasar internasional. Kebijakan ketahanan pangan menyeluruh (holistic food security) yang diharapkan bisa tercipta bagi seluruh rakyat di Indonesia yaitu tercakupnya ketahanan pangan, ketersediaan pangan, keamanan pangan dan akses terhadap pangan. Berdasarkan kebijakan yang telah dipaparkan pada bab tiga mengenai perlu diadakannya kerjasama internasional sehingga pada bab empat ini akan dipaparkan mengenai bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia. Pada tingkatan internasional, Pemerintah Indonesia dan masyarakat perlu membangun diplomasi pangan yaitu bekerja sama untuk meyakinkan negaranegara produsen pangan strategis terutama negara-negara berkembang seperti Thailand, Vietnam, India, dan Brasil berminat mengalokasikan residual goods-nya terutama beras untuk Indonesia jika langkah-langkah pembangunan pertanian nasional betul-betul telah gagal. Pemerintah Indonesia dan 98 masyarakat mulai mendekati Brasil atau India untuk bekerja sama untuk tukarmenukar teknologi pengolahan bahan-bahan pangan. Kemudian, Indonesia perlu mendorong dan memperkuat kerja sama regional untuk mencegah minimnya pasokan pangan di wilayah Asia Tenggara melalui ASEAN. Kerja sama regional bisa dilakukan dengan memberdayakan para produsen pangan seperti Thailand dan Vietnam untuk memastikan dua negara tersebut menjaga pasokan pangan di kawasan tersebut. Sesungguhnya krisis pangan merupakan ancaman regional yang bisa mengakibatkan instabilitas kawasan. Pada organisasi multilateral, Indonesia harus menggalang koalisi dengan negaranegara berkembang untuk meminta adanya keleluasaan dan koreksi atas kebijakan-kebijakan pertanian dalam sistem perdagangan multilateral WTO khususnya dari negara-negara maju seperti AoA dan TRIPs (Hak Kekayaan Intelektual/HAKI) yang terkait dengan ketahanan pangan demi menyelamatkan ratusan juta manusia di negara-negara berkembang dan miskin.86 a. Fora Multilateral Indonesia merupakan salah satu negara pengagas yang mendorong agar masalah ketahanan pangan mendapatkan perhatian global. Presiden RI dalam suratnya kepada sekjen PBB menyerukan agar masyarakat internasional mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya mengakhiri krisis pangan global yang terjadi pada tahun 2008. Bagi Indonesia, masalah ketahanan 86 Baginda Pakpahan. “Diplomasi Pangan dan Pertanian”. Citation. Saturday 14 june 2008. Diunduh melalui http://c-tinemu.blogspot.com/2008/06/diplomasi-pangan-danpertanian.html diakses pada tangga 17 Oktober 2012 99 pangan adalah suatu hal yang sangat penting dan merupakan kebutuhan pokok manusia. Indonesia menyerukan agar dunia internasional menata ulang kebijaksanaan dibidang pertanian, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Masalah ketahanan pangan dan pembangunan pertanian hendaknya menjadi pusat dari arus utama pembangunan nasional dan global. Indonesia bersama dengan Mesir dan Chile merupakan negara-negara yang memprakarsai diangkatnya masalah ketahanan pangan dalam agenda global. Sidang ke-63 Majelis Umum (MU) PBB tahun 2008 telah mengesahkan resolusi mengenai “Agriculture Development and Food Security”. Resolusi ini menggarisbawahi pentingnya kemitraan global dalam rangka menciptakan ketahanan pangan dunia serta pentingnya pembangunan pertanian pada tingkat nasional, regional, dan internasional. Dengan dimasukkannya isu Food Security dalam agenda MU PBB, maka isu ini mendapatkan perhatian dengan bobot politis yang cukup tinggi. Berbagai upaya global untuk memerangi bahaya krisis pangan global dapat diwujudkan melalui dukungan banyak negara anggota PBB yang ditujukan kepada Indonesia selaku inisiator dalam agenda tersebut. Indonesia selaku penggagas isu Food Security dalam agenda global terus aktif mengangkat isu-isu pertanian yang membutuhkan perhatian dari kemitraan internasional. Saat ini, upaya diplomasi Indonesia dalam forum multilateral terkait masalah food security selalu diarahkan untuk mendorong terlaksananya global governance for food security. Indonesia terus mendorong agar FAO secara efektif merumuskan kebijakan global di sektor pertanian dan 100 perbaikan nutrisi. Melalui berbagai pendekatan dan partisipasi aktif, Indonesia juga menyerukan agar negara-negara maju dapat merealisasikan berbagai komitmen mereka untuk memberikan pendanaan bagi pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Secara khusus, Indonesia mendesak agar negara maju berkomitmen untuk mengeluarkan dana bagi penanganan kerawanan pangan dan dapat segera dilaksanakan. b. Food and Agriculture Organization (FAO) Dalam forum FAO dan forum multilateral lainnya, terkait food security seperti World Food Programme (WFP) dan Internastional Fund For Agriculture Development (IFAD), Indonesia menyerukan agar penanganan masalah kerawanan pangan dunia di berbagai negara dan wilayah oleh berbagai organisasi internasional hendaknya dilakukan secara koheren, efektif, dan sinergis guna menghindari duplikasi dan tumpang tindih. Kegiatan FAO, WFP, dan IFAD di beberapa negara berkembang juga hendaknya memperhatikan kemitraan yang efektif antara host-country dengan pihak donor dalam rangka memobilisasi sumber daya keuangan maupun sumber daya teknis dalam upaya pembangunan sektor pertanian dan pengamanan ketersediaan pangan. Diplomasi Indonesia juga aktif menyuarakan upaya penanganan masalah ketahanan pangan, termasuk peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat miskin pedesaan, di berbagai organisasi internasional atau kelompok lainnya, seperti: World Trade Organization (WTO) khususnya Common Fund for Commodities (CFC); World Food Programme (WFP); 101 International Fund for Agriculture Development (IFAD); dan lainnya.87Setiap organisasi pertanian dan komoditi tersebut, diplomasi Indonesia utamanya ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan para petani smallholders, masyarakat miskin pedesaan yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan sektor pertanian dan komoditi tersebut. Melalui keterlibatan Indonesia dalam berbagai organisasi tersebut diupayakan agar terdapat jaminan akses untuk mendapatkan bahan makanan maupun kesempatan memperoleh pelatihan dan peningkatan kapasitas serta investasi. c. World Trade Organization (WTO) Dalam forum WTO, khususnya pada pembahasan agenda Agriculture Negotiations, Indonesia senantiasa memperjuangkan pentingnya upaya liberalisasi perdagangan produk pertanian dipasaran global dan reformasi kebijakan pertanian melalui penghapusan subsidi ekspor, pengurangan subsidi domestik dan peningkatan akses pasar. Kegagalan penyelesaian perundingan sektor pertanian di Putaran Doha mengakibatkan berbagai praktek subsidi dan subsidi ekspor di negara maju masih akan berlanjut. Hal ini berarti perdagangan sektor pertanian masih akan terus mengalami distorsi. Indonesia selalu aktif memperjuangkan sistem perdagangan global yang terbuka, khususnya untuk produk pertanian, dan menunjang keamanan pangan. Indonesia menyerukan agar segala bentuk hambatan perdagangan harus dihapuskan untuk meningkatkan akses pasar. Indonesia berkeyakinan 87 Eddi Santoso. Laporan dari Roma.” Swasembada Pangan Indonesia Naikkan Stabilitas dan Posisi Diplomasi. Minggu 01/03/2009 diunduh melalui http://finance.detik.com/read/2009/03/01/121057/1092286/4/swasembada-panganindonesia-naikkan-stabilitas-dan-posisi-diplomasi diakses pada tanggal 12 November 2012 102 bahwa tatanan perdagangan dunia mempunyai peran yang besar dalam menciptakan ketahanan pangan dunia. Namun, sangat disesalkan bahwa upaya untuk menciptakan perdagangan bebas, adil, dan terukur mengalami hambatan karena negara-negara maju menolak melepaskan subsidi dan subsidi ekspor bagi sektor pertanian. d. The Group Of Twenty (G-20) Indonesia turut aktif mendorong upaya ketahanan pangan global melalui forum G-20 dengan menyerukan agar negara-negara G-20 tidak memberlakukan kebijakan hambatan ekspor untuk keperluan kemanusiaan ataupun pangan darurat. Pada pertemuan Menteri Pertanian G-20, Indonesia menggarisbawahi bahwa tujuan utama kerjasama G-20 harus difokuskan pada upaya peningkatan berkesinambungan food dan and nutrion pengentasan security; kemiskinan pertanian melalui yang peningkatan pendapatan petani, khususnya smallholders farmers. Indonesia mengusulkan bahwa strategi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengembangan riset dan inovasi, policy coherence, serta mendorong public-private partnership (PPP). Indonesia menekankan pula pentingnya geo-monitoring dan kerjasama antar lembaga riset internasional. Menanggapi pendapat yang berbeda dari beberapa negara anggota G20, Indonesia berpandangan bahwa mekanisme cadangan pangan untuk keamanan pangan dapat dilakukan secara efisien dan tidak mendistorsi pasar. Argumentasi yang diberikan adalah bahwa cadangan pangan tidak dibangun melalui stockpiling, tetapi melalui komitmen pasokan bahan makanan pada 103 keadaan darurat. Beberapa negara menunjukkan keengganan mengenai usulan emergency food reserve karena khawatir adanya kemungkinan distorsi pasar serta tidak efisien. Walau demikian, negara anggota G-20 dapat mendukung usulan agar ekspor pangan bagi program kemanusiaan tidak dikenakan trade block, kuota ataupun tarif. Indonesia sepenuhnya mendukung implementasi G-20 Action Plan yang menyerukan upaya global untuk mengatasi volatilitas harga bahan pangan serta ketahanan pangan. Indonesia didukung oleh Prancis dan Amerika Serikat, mengharapkan agar isu pertanian dapat terus menjadi agenda G-20 kedepan. Indonesia juga menyambut baik capaian konkret Action Plan antara lain pembentukan AMIS (Agriculture Market Information System); Rapid Response Forum; International Research Initiative for Wheat Improvemen; dan Global Agriculture Geo-Monitoring Initiative. e. Asia – Pacific Economic Cooperation (APEC) Sementara di forum APEC, Indonesia turut aktif mendorong upaya ketahanan pangan seperti pada saat pertemuan First APEC Ministerial Meeting on Food Security di Niligata, Jepang, pada 2010 lalu. Melalui forum ini Indonesia turut mendorong upaya untuk memperkokoh ketahanan pangan mengingat terjadinya penambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan Asia Pasifik juga sering terjadi bencana alam dan perubahan iklim yang berdampak langsung pada ketahanan pangan.88 88 Ade Petranto. Op.Cit. 31 104 Menanggapi hal tersebut, negara anggota APEC memandang perlu pembangunan sektor pertanian dilakukan secara berkelanjutan dengan dukungan investasi, perdangan dan pasar. Negara anggota APEC sepakat bahwa perluasan kapasitas pasokan pangan perlu dilakukan melalui peningkatan produktivitas, pemanfaatan teknologi pascapanen, perluasan areal tanaman, rehabilitasi lahan pertanian, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan usulan Indonesia yang menyampaikan bahwa investasi di bidang pertanian harus sejalan dan dapat mendukung pengembangan infrastruktur di daerah pedesaan dan pentingnya partisipasi aktif penduduk lokal di dalam kegiatan investasi. Bagi Indonesia, investasi dan perdagangan di bidang pertanian harus dapat memberikan keuntungan bagi para petani, terutama small-scale farmers. Dalam hal ini, Indonesia konsisten menyuarakan supaya perdagangan global produk pertanian harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan dan menengah kerusakan lingkungan. Pada Nigita Declaration on APEC Food Security, Indonesia berkontribusi dengan memasukkan usulan mengenai pentingnya dilakukan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal dan pentingnya kerja sama regional dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan melalui penyediaan cadangan pangan. 105 Indonesia mengusulkan khususnya yang terkait dengan perdagangan dan investasi di bidang pertanian, tidak sepenuhnya dapat diterima oleh negara-negara maju yang menganggap isi-isu tersebut sensitif. Oleh karena itu, perundingan multilateral di bidang perdagangan produk pertanian dan investasi mengalami kebuntuan. Meskipun demikian, semangat APEC yang bersifat voluntary dan non-binding diharapkan dapat mendorong confidence building di antara negara anggota APEC dalam mengembangkan kerja sama di bidang pertanian serta adanya pengertian bahwa kerja sama tersebut diarahkan pada pemenuhan pangan dan ketahanan pangan di kawasan. f. Asssociation of the South east Asia Nation (ASEAN) Dalam kerangka ASEAN, Indonesia secara aktif mendorong upaya kerja sama di bidang ketahanan pangan dengan disepakatinya ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework dan Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS) 2009. Melalui kerja sama ini, Indonesia bersama dengan negara ASEAN lainnya berupaya untuk memberdayakan berbagai kerja sama yang telah dicetuskan sebelumnya guna mencegah timbulnya krisis pangan di kawasan ASEAN. Upaya yang dilakukan anggota ASEAN, antara lain meniadakan larangan ekspor produk makanan, tidak melakukan mekanisme pengendalian harga dan subsidi bahan pangan, serta memberikan fasilitas impor untuk kelancaran distribusi bahan pangan terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan ketahanan pangan. 106 Melalui AIFS dan SPA-FS 2009, Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya melakukan kerja sama ketahanan pangan melalui penguatan kebijakan nasional ketahanan pangan masing-masing negara, mengembangkan sistem cadangan pangan, mendorong perdagangan dan pasar bahan pangan yang kondusif, dan memperkuat keterkaitan dan keterpaduan sistem jaringan data terkait informasi mengenai harga, distribusi dan logistik bahan pangan. Berkaitan dengan hal ini, Indonesia berperan aktif dalam ASEAN Food Security Reserve Board (AFSRB) dan East Asia Emergency Rice Reserve (EAERR). Indonesia turut bekerja sama membentuk ASEAN Food Security Information System (AFSIS) dan upaya bersama dalam rangka produksi yang berkesinambungan untuk bahan pangan. Melalui kerja sama AIFS dan SPAFS 2009, Indonesia mendorong peningkatan kerja sama di sektor pertanian, seperti optimalisasi penggunaan mendorong kerja sama dengan pihak swasta, fasilitasi pemerintah untuk investasi di bidang produksi bahan pangan serta penelitian dan pengembangan kerja sama bio-teknologi. g. Fora Bilateral Diplomasi Indonesia dalam pencapaian ketahanan pangan juga dilakukan melalui kerja sama bilateral di bidang pertanian. Kerja sama Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat ditandai dengan kunjugan Wakil Menteri Pertanian RI ke AS Mei 2011 yang menyepakati kerja sama bilateral dalam kerjasama pengembangan bio-teknologi, investasi di bidang penanganan pascapanen dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui kerja sama antar-universitas. Dimana, pada saat kunjungan Presiden 107 Obama ke Indonesia dalam rangka menghadiri East Asia Summit di Bali 2011, tindak lanjut konkret kerja sama pertanian tersebut dapat direalisasikan.89 Kerja sama Indonesia di bidang ketahanan pangan juga dilakukan dengan negara-negara di Benua Afrika, dimana Pemerintah Indonesia memberikan pelatihan teknis bagi para petani Afrika. Indonesia cukup banyak mengirim tenaga ahli pertaniannya ke Tanzania, Gambia, Zambia, Madagaskar dan Ethiopia dalam rangka meningkatkan kapasitas para petani setempat untuk berswasembada pangan. Indonesia juga memberikan bantuan dana dan alat-alat pertanian kepada para petani di Afrika. Merujuk pada bab sebelumnya dan menanggapi dari kebijakan ketahanan pangan yang telah dipaparkan pada bab tiga halaman 65 hingga 89, dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia tersebut tidak sejalan dengan fakta yang terjadi pada saat ini, dimana di satu sisi Indonesia membuat kebijakan yang untuk dengan tujuan melakukan swasembada pangan khususnya beras yang berarti harus meningkatkan produksi dalam negeri tanpa mengharapakan bantuan pangan dari luar negeri sedangkan disisi lain dimana sesuai dengan penjelasan yang telah dipaparkana pada bab empat halaman 97 hingga 108 menyatakan bahwa Indonesia sangat menginginkan adanya liberalisasi perdagangan, telah dijelaskan juga bahwa Indonesia telah menjalin kerjasama dengan negaranegara produsen pangan lainnya, dan Indonesia telah menerima bantuan89 Ade Petranto. Jurnal Diplomasi.”Peran Diplomasi Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”. Vol 3. No.3 September 2011 108 bantuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Sehingga dapat di simpulkan bahwa Indonesia tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan mengenai ketahanan pangan, di satu sisi ingin berswasembada dan di sisi lain Indonesia juga menerima dan mengharapkan bantuan serta impor pangan khususnya beras dari luar negeri untuk mencapai ketahanan pangan nasional. C. Peluang Dan Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia Perubahan lingkungan strategis yang mencakup perubahan kondisi global maupun domestik yang dapat membawa dampak terhadap kondisi Indonesia secara menyeluruh. Sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan nasional, pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan guna mencapai ketahanan pangan juga harus memperhitungkan pengaruh dinamika perkembangan lingkungan strategis. Perubahan lingkungan strategis global terlihat dari globalisasi yang melanda hampir seluruh dunia. Dengan terjadinya globalisasi, seluruh dunia menjadi saling terhubung satu sama lain (interconnected) dalam aspek kehidupan, seperti budaya, ekonomi, politik, teknologi dan lingkungan. Terkait dengan liberalisasi/pasar bebas, dengan diberlakukannya perdagangan bebas dunia secara bertahap di beberapa kawasan dunia. Pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan menghadapi tantangan, karena dengan perdagangan bebas produk pertanian akan menghadapi persaingan dari negara lain, tidak hanya dari daerah lain. Adapun pengaruh pada lingkungan strategis regional, dimana terjadinya perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dalam bentuk AFTA, yang pada esensinya 109 menghilangkan hambatan tarif bagi produk barang dan jasa suatu negara untuk memasuki pasar negara lain. Pada pertemuan tingkat pejabat senior dalam Asean Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF) dibahas 5 hal penting, yaitu soal cadangan beras, ketahanan pangan, peternakan, kerja sama ASEAN dengan FAO, dan kerja sama ASEAN dengan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). ASEAN mengupayakan tercapainya Ketahanan Pangan seluruh negara anggotanya melalui pembinaan kerja sama yang melibatkan pemerintahan maupun swasta.90 Dengan demikian, pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan guna mencapai ketahanan pangan yang efektif, komprehensif dan efisien akan meningkatkan daya saing petani, hal ini akan sangat berperan dan menentukan daya saing Indonesia pada era perdagangan bebas di kawasan ASEAN ini. Pengaruh perkembangan lingkungan nasional merupakan lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan guna mencapai ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Sehingga, dari ketiga pengaruh lingkungan strategis tersebut dapat dipaparkan peluang dan tantangannya yakni:91 Hermawan Eriadi.Kerisauan Adalah Tunas Perubahan.”Pemberdayaan Petani dan Nelayan Dalam Distribusi Pangan”. Jakarta. September 2012. Diunduh melalui http://hermawaneriadi.com/pemberdayaan-petani-nelayan-dalam-distribusi-pangan/ diakses pada tanggal 12 November 2012 91 Suswono Laporan Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. “Potensi, Permasalahan, dan Tantangan Pertanian Indonesia”. 3 November 2010.hlm.23 90 110 1. Peluang Pertama, dengan pelaksanaan AFTA maka arus investasi, barang, jasa, dan export dari suatu negara anggota Asean ke negara anggota Asean lainnya praktis akan hampir dapat bergerak bebas. Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing produk dengan produk pertanian yang berkualitas, efektif dan efisien. Kedua, Indonesia dengan SKA yang berlimpah tetapi belum terkelola dengan baik sehingga belum optimal mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, peluang kayanya SKA dapat dimanfaatkan khususnya bagi peningkatan kesejahteraan petani dengan cara memberdayakan para kaum petani. Ketiga, akar sosial budaya yang luhur dan tradisi sebagai negara agraris menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan. Hal ini dapat dilakukan dengan salah satunya memberdayakan petani dalam sistem distribusi pangan. Keempat, situasi politik nasional yang cukup kondusif, khususnya dalam proses legislasi revisi Undang-Undang Pangan dan penyusunan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menjadi peluang bagi peningkatan pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan. 2. Tantangan Pertama, Dengan pelaksanaan Asean Economic Community (AFTA) menyatakan bahwa ketika Indonesia tidak memiliki keunggulan dalam sektor pertanian dibandingkan dengan negara lain, maka Indonesia akan kalah dalam perdagangan bebas. Kedua, Indonesia dengan SKA yang berlimpah tetapi jika 111 tidak dikelola dengan baik dengan memberdayakan petani, maka SKA Indonesia akan terabaikan, bahkan sangat mungkin akan terjadinya “pencurian “ secara illegal oleh pihak-pihak asing. Ketiga, meskipun Indonesia memiliki akar sosial budaya yang luhur, namun pengaruh luar dan situasi kesenjangan ekonomi masyarakat dapat mempengaruhi dan menyebabkan konflik sosial dan kericuhan yang dapat menimbulkan kerawanan sosial. Beberapa persoalan agraria yang berujung pada konflik dan perampasan tanah pertanian. Dan permasalahan seperti itu merupakan salah satu permasalahan yang cukup sulit untuk diselesaikan. Sehingga ini merupakan tantangan bagi Indonesia dalam pencapaian ketahanan pangan. Keempat, kuatnya kepentingan asing dan kelompokkelompok kepentingan yang ingin mempertahankan hegemoni dalam sistem pertanian dapat menjadi kendala penyusunan revisi Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Karena akan dapat mengintervensi proses penyusunan sehingga dapat merugikan petani. 1. Peluang Diplomasi Pangan Indonesia a. Internasional 1) Liberalisasi Pasar Global dan Ketidakadilan Perdagangan Internasional. Dimana, Kesadaran akan manfaat peranan perdagangan internasional bagi kesejahteraan penduduknya mendorong sejumlah negara bertetangga membentuk organisasi kerja sama ekonomi regional yang memiliki kepentingan untuk membangun kekuatan ekonomi bersama. Beberapa kerjasama ekonomi negara yang menonjol yaitu North American Free Trade 112 Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan yang lebih luas lagi adalah Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Melalui integrasi ekonomi, diharapkan hambatan-hambatan perdagangan (trade barriers), berupa tariff maupun non-tariff barrier, yang mungkin ada di antara sesama negara anggota dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan, sehingga lalu lintas atau mobilitas perdagangan barang dan jasa serta investasi antar negara di dalam suatu kawasan menjadi lebih baik. Kondisi ini akan semakin menyulitkan ekspor produk pertanian Indonesia dan negara-negara lain di luar Eropa, karena sudah pasti akan mendapat perlakuan yang berbeda (peraturan ekspor-impor yang sangat ketat) dengan negara-negara yang berada di kawasan yang sama. Untuk menghadapi masalah ini, Indonesia harus mulai mengembangkan produk pertanian olahan dan mengutamakan pangsa pasar dalam negeri yang potensinya juga sangat besar. Sebagai konsekuwensi dari negara yang turut meratifikasi perjanjian General on Tariff and Trade dan World Trade Organization (GATT/WTO), Indonesia harus mengikuti aturan yang telah disepakatinya. Kebijakan proteksi yang dapat dilakukan antara lain penetapan tarif impor dan pengaturan impor, subsidi sarana produksi, pengaturan harga output maupun subsidi bunga kredit untuk modal usahatani. Untuk kebijakan promosi pemerintah memfasilitasi upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk pertanian, peningkatan akses pasar melalui kegiatan promosi baik di dalam maupun di luar negeri. 113 2) Perubahan Sistem dan Manajemen Produksi Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa pasar, para pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan (Supply Chain Management, SCM) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasokan secara vertikal ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasokan. Kunci daya saing produk antar rantai pasokan itu adalah efisiensi pada setiap segmen rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Mekanisme ini juga merupakan salah satu wahana baru bagi perusahaan multinasional untuk menguasai atau mengendalikan sektor agribisnis Indonesia. Di samping mengandung aspek negatif, franchising dan sewa merek dagang dapat bermanfaat dalam meningkatkan daya saing dan perluasan pangsa pasar produk-produk pertanian, yang berarti berdampak positif bagi perkembangan agribisnis di dalam negeri. 3) Perwujudan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan (Millenium Development Goals) Pada tahun 1996, melalui pertemuan World Food Summit (WFS), dunia telah bersepakat untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang dan menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara. Sasarannya adalah mengurangi jumlah penduduk rawan pangan menjadi setengahnya paling lambat tahun 2015. Dunia menyadari bahwa pembangunan pertanian dan pedesaan mempunyai peran penting dalam pemantapan ketahanan pangan, 114 karena 70 persen penduduk miskin dunia hidup di pedesaan dan mengandalkan sumber penghidupannya dari sektor pertanian. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan hanya dapat dilakukan melalui pembangunan pertanian dan pedesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian, produksi pangan dan daya beli masyarakat. 4) Kemajuan Pesat dalam Penemuan dan Pemanfaatan Teknologi Kemajuan pesat terjadi di bidang bioteknologi tanaman dan hewan yang didukung dengan kemajuan ilmu biologi molekuler dan berbagai ilmu pendukungnya. Pemetaan berbagai organisme, keberhasilan transformasi dan regenerasi organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO) membuka peluang bagi pengembangan industri berbasis sumberdaya hayati. Penggunaan GMO dalam kaitan dengan keamanan pangan dan keamanan hayati masih kontroversial. Tidak adanya pengetahuan konseptual dan empiris yang kuat dan meyakinkan menghasilkan sikap raguragu dari penentu kebijakan terhadap GMO. Maka negara-negara di dunia menempuh kebijakan permissive policy atau precautionary policy terhadap penggunaan GMO. Situasi yang kontroversial tersebut menyulitkan posisi negara-negara berkembang. Secara umum posisi status teknologi Indonesia pada beberapa komoditas pertanian masih relatif tertinggal dibandingkan dengan negara di kawasan ASEAN. Untuk padi dan unggas Indonesia lebih unggul dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara maupun Asia Tengah. Namun 115 demikian untuk komoditas perkebunan relatif tertinggal dari Malaysia dan hortikultural tertinggal dari Thailand. Untuk produk olahan pangan, produk Indonesia relatif tertinggal dibanding dengan Thailand dan Vietnam. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh perhatian pemerintah yang lebih konsisten dalam membangun rantai agrobisnis komoditas dengan kemudahan dalam pemasaran produk maupun olahannya. b. Nasional 1. Dinamika Permintaan Pangan dan Bahan Baku Industri Dinamika penduduk Indonesia ditinjau dari kualitas, pasar tenaga kerja, tingkat pendidikan, mobilitas, dan aspek gender akan sangat berpengaruh terhadap keragaman pembangunan pertanian di masa mendatang. Dalam kaitan ini ada 3 (tiga) aspek yang perlu mendapat perhatian lebih yaitu: pertama, meningkatnya permintaan terhadap produk-produk pertanian, baik dalam jumlah, kualitas, dan keragamannya. Kedua, meningkatnya ketersediaan tenaga kerja. ketiga meningkatnya tekanan permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non-pertanian (pemukiman, tapak industri, infrastruktur ekonomi). Meningkatnya permintaan terhadap produk-produk pertanian dapat dipandang sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan pembangunan pertanian. Peningkatan permintaan mengandung arti tersedianya pasar bagi produk-produk pertanian. Di sisi lain, peningkatan permintaan produk pertanian akan menimbulkan tekanan yang lebih besar untuk memacu peningkatan produksi. Walau melimpahnya ketersediaan tenaga kerja di 116 pedesaan kondusif bagi pertumbuhan sektor pertanian, namun di sisi lain merupakan beban bagi sektor pertanian karena pendapatan buruh tani dan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian semakin sulit ditingkatkan. Selain itu, melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian justru menciptakan persoalan baru yaitu terjadinya penurunan luas penguasaan lahan per rumah tangga yang akan melahirkan lebih banyak kemiskinan di sektor pertanian untuk masa yang akan datang. Sebagai akibatnya, penduduk miskin di sektor pertanian akan melimpah pula. Kesenjangan perekonomian pedesaan dan perkotaan masih tetap tinggi, sehingga penduduk miskin di pedesaan tetap lebih banyak dibanding perkotaan. 2. Kelangkaan dan Degradasi Kualitas SDA Meningkatnya permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas lahan pertanian juga meningkatkan intensitas usahatani di daerah aliran sungai (DAS) hulu. Penurunan luas lahan pertanian, khususnya lahan sawah, yang telah berlangsung sejak lama, saat ini cenderung semakin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non-pertanian, khususnya di pulau Jawa. Dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan pangan juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pangan telah dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian pangan. 3. Manajemen Pembangunan: Otonomi Daerah dan Partisipasi Seiring dengan pelaksanaan era otonomi daerah yang telah dimulai sejak tahun 2001, telah terjadi beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah yang 117 sebelumnya sangat dominan, saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pada era otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap daerah. Oleh karena itu, berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, masalah ketahanan pangan nasional mestinya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pemantapan sistem ketahanan pangan merupakan salah satu tantangan serius di masa mendatang. 2. Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, tampak jelas bahwa pemecahan masalah ketahanan pangan global merupakan suatu persoalan yang cukup kompleks yang erat kaitannya dengan aspek ketersediaan, misalnya produksi dan distribusi serta akses terhadap produk pangan. Upaya menciptakan ketahanan pangan global menghadapi berbagai tantangan, terutama karena belum terbentuknya tata-perdagangan global yang adil, yang kemudian justru dijadikan sebagai pra-syarat terpenuhinya ketahanan pangan global maupun nasional. ‘kebutuhan’ Perundingan Putaran Doha WTO tahun ini akan menyebabkan negara-negara kembali memberlakukan kebijakan proteksionisme melalui penerapan subsidi domestik dan subsidi ekspor. Akibatnya, sektor pertanian tetap menjadi bagian dari perdagangan dunia yang paling mengalami distorsi perdagangan. Dampaknya, sebagian besar masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, semakin sulit memperoleh akses pasar produk pertanian. 118 Kondisi ini diperburuk oleh volatilitas harga pangan dan komoditi di pasaran akibat dari tindakan beberapa negara yang melakukan kebijakan export prohibition or restriction. Tantangan untuk menciptakan sistem perdagangan bebas yang terbuka juga disebabkan oleh permasalahan sanitary dan phytosanitary (SPS) serta berbagai ketentuan teknis lainnya termasuk persyaratan terkait food labeling; aturan-aturan yang masih terlalu “ketat” bagi negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut terus menerapkan upaya-upaya dalam pencapaian ketahanan pangan nasional, salah satunya adalah tetap disosialisasikannya upaya diplomasi untuk mendorong dilanjutkannya perundingan yang telah dilakukan selama ini. Dalam WTO Ministerial Conference 2011 lalu, Pemerintah Indonesia bersama negara berkembang lainnya perlu mendorong dilakukannya genuine reform sektor pertanian sesuai dengan mandat Doha Development Agenda. Melalui upaya diplomasi diharapkan negara-negara maju dapat menghentikan kebijakan proteksionisme. Indonesia bersama negara berkembang lainnya akan mendorong agar penerapan Technical Barrier to Trade (TBT) dikurangi. Perlu ditekankan pentingnya hak setiap negara dan masyarakatnya untuk mewujudkan kecukupan kebutuhan pangannya.92 Diplomasi Indonesia untuk memperjuangkan ketahanan pangan global dan ketahanan pangan nasional dapat lebih dioptimalkan melalui dukungan para stakeholder yang memilki peranan penting dalam menjalankan 92 Ade Petranto.”Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan”. Jurnal Diplomasi. Volume 3 No.3 September 2011. Hlm 34 119 kepentingan nasional suatu negara atau pemegang kepentingan nasional. Hal ini tentunya mencakup kementerian-kementerian teknis terkait sektor pertanian dan ketahanan pangan, lingkungan hidup, perdagangan, perindustrian, energi, keuangan maupun kelompok masyarakat pelaku pertanian dan perkebunan, asosiasi eksportir produk pertanian dan komoditi, importir bahan pangan, serta akademisi. Dukungan ini juga harus disertai ketersediaan infrastruktur, ketersediaan data mengenai peta kerawanan pangan, statistik dan data produksi pertanian terkini, kapasitas riset bidang bio-teknologi dan upaya peningkatan produksi serta kapasitas sumber daya manusia yang memadai. Kiranya melalui concerted effort dengan para pemegang kepentingan nasional, upaya kemitraan yang dilakukan masing-masing sektor dapat lebih terkoordinir dan terintegrasi sehingga melalui optimalisasi peran diplomasi untuk mencapai sasaran yakni ketahanan pangan nasional. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Indonesia jika melihat kondisi pangan nasional dan regional saat ini. Pertama, penduduk Indonesia sangat mengandalkan beras dalam struktur pangan nasional. Dengan demikian, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia, yang mencapai 113 kg per tahun, dan termasuk tingkat konsumsi tertinggi di dunia. Ketergantungan yang tinggi pada beras menyebabkan harga komoditas tersebut sangat fluktuatif. Selain itu juga, masyarakat pun menjadi tidak terbiasa dengan bahan pangan alternatif. Kondisi seperti ini tentu akan dirasakan sangat berat bagi masyarakat yang memilki penghasilan cukup rendah. 120 Kedua adalah dengan memperhatikan pertimbangan laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1,4% per tahun. Dimana, pertumbuhan penduduk ini akan menuntut pembukaan lahan baru untuk perumahan, pendidikan, dan kegiatan usaha. Tingginya alih fungsi lahan pertanian tentu akan semakin menyulitkan dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional.93 Indonesia juga mengalami masalah besar dalam sektor pertanian dan pangan, terutama karena: pertama kurangnya kedaulatan atas sumber daya, modal, faktor produksi utama, dan teknologi serta pengetahuan mengenai pangan. Kedua, buruknya penanganan pascapanen dan pengolahan hasil. Ketiga, ketegantungan impor pada beberapa komoditas strategi utamanya beras. Keempat, kurangnya peranan petani dalam menentukan kebijakan pertanian walaupun jumlahnya masih signifikan di Indonesia.94 Pengakuan dan perlindungan lebih lanjut terhadap hak-hak asasi petani dan rakyat yang bekerja di daerah pedesaan akan menjadi lompatan besar dalam memerangi kelaparan dan kemiskinan serta mewujudkan hak atas pangan untuk semua petani. Rahmat Pramono. “Ketahanan Pangan dan Energi: Peluang Diplomasi Indonesia dalam Kerangka ASEAN”. Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3 September 2011.hlm 72 94 Muhammad Ikhwan. “ Kondisi Pangan Global dan Agenda Pangan Untuk Indonesia”. Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3.hlm 116 93 121 Proyeksi Ketahanan Pangan Indonesia 1. Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan a. Swasembada 1. Kedelai: Produksi 2,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05 % per tahun) 2. Gula: Produksi 5,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 17,63 % per tahun) 3. Daging sapi: Produksi 0,55 juta di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 7,30 % tahun) b. Swasembada Berkelanjutan 1. Padi: Produksi 75,70 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,22 % per tahun) 2. Jagung: Produksi 29 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02 % per tahun) Dukungan Utama: a) Penyediaan pupuk: Kebutuhan pupuk (subsidi dan non-subsidi): urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23 juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta ton, dan organik 53,09 juta ton. b) Subsidi: pupuk, benih/bibit dan kredit/bunga c) Perluasan lahan baru 2 juta ha untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan makanan ternak dan padang penggembalaan. d) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp. 1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA). e) Dukungan kementerian atau lembaga lain 122 Pencapaian target utama Kementerian Pertanian 2010-2014 dibarengi dengan upaya antisipasi, mitigasi, dan adptasi terhadap fenomena variabilitas dan perubahan iklim (seperti perakitan teknologi adaptif dan pemetaan daerah rentan perubahan iklim) dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 84,9 juta ton CO2 selama 2010-2014. 2. Peningkatan Diversifikasi Pangan a) Konsumsi beras menurun sekurang-kurangnya 1,5 % per tahun, dibarengi peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan sayur-sayuran. b) Skor pola pangan harapan naik dari 86,4 (2010) menjadi 93,3 (2014) c) Peningkatan keamanan pangan Dukungan utama: a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp. 1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA). b) Dukungan kementerian atau lembaga lain. 3. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor a) Tersertifikasinya semua produk pertanian organic, kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan sertifikat wajib). b) Meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan dari 20 % menjadi 50 % tahun 2014 c) Pengembangan tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20 % gandum/terigu impor pada tahun 2014 123 d) Memenuhi semua sarana pengolahan kakao fermentasi bermutu untuk industri coklat dalam negeri tahun 2014 e) Meningkatnya surplus neraca perdagangan US$ 24,3 milyar menjadi US$ 54,5 milyar tahun 2014 Dukungan utama: a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp. 1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA). b) Dukungan kementerian atau lembaga lain. 4. Peningkatan KesejahteraanPetani a) Pendapatan per kapita pertanian Rp.7,93 juta di tahun 2014 b) Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun Dukungan utama: a) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian (target investasi untuk mendukung pencapaian target 1,2 dan 3 selama 2010-2014 adalah: Rp. 1.021.907 milyar untuk PMDN dan Rp.337.071 milyar untuk PMA). b) Dukungan kementerian atau lembaga lain yang berpihak kepada petani. 124 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Strategi Diplomasi Pangan Indonesia Ada Tiga Yakni Strategi Jangka Pendek, Strategi Jangka Menengah, dan Strategi Jangka Panjang. Strategi jangka pendek; dalam strategi jangka pendek salah satu aspek yang bisa dipertimbangkan adalah pemerintah diharapkan agar bisa mensosialisasikan integrated farming system atau consolidated farming system. Karena kedua farming sistem tersebut dapat menguntungkan kelompok petani Indonesia dalam dua waktu yang bersamaan. Dimana petani dapat memproduksi pangan lain dan meningkatkan produksinya melalui inovasi-inovasi yang cukup bagus. Strategi jangka menengah; dalam menerapkan strategi jangka menengah ini tujuan utamanya adalah membangun sumber daya manusia yang profesional dengan cara melibatkan petani dalam kelembagaan. Sehingga dalam lembaga tersebut kelompok petani dapat membuat kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta mengembangkan usaha tani yang dapat memacu aktivitas pertanian. Strategi jangka panjang; dalam strategi ini dikatakan bahwa setelah periode strategi jangka menengah. Maka tahap ke-2 yakni startegi jangka panjang yang memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian khususnya strategi dalam perekonomian nasional. Dimana, diharapkannya Indonesia serta petani bersama-sama dalam mengusahakan pencapaian 125 swasembada khususnya beras dengan cara memperhatikan sarana dan prasarana dalam pertanian. Selain itu juga pemerintah juga diharapkan mengarahkan petani agar dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta dapat menciptakan diversifikasi pangan, bahwa bukan hanya beras yang bagus untuk dikonsumsi melainkan banyak komoditas lainnya. 2. Bentuk-Bentuk Diplomasi Pangan Indonesia Di Fora Internasional Bentuk-bentuk diplomasi pangan yang telah dilakukan oleh Negara Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan nasional sangatlah beragam dalam setiap forum. Dimana pada tingkat internasional, Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan negara-negara penghasil padi seperti Thailand, Vietnam, India, dan Brasil dengan tujuan agar negara-negara tersebut dapat membantu Indonesia dalam pembangunan pertanian khususnya mengenai ketersediaan beras dalam negeri. Di fora multilateral Pemerintah Indonesia bersama PBB menginstruksikan kepada masyarakat internasional bahwa pentingnya mencapai ketahanan pangan (food security) serta menyerukan kepada dunia agar berupaya keluar dari krisis pangan. Dengan cara menata ulang kebijakan dalam sektor pertanian, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Indonesia juga kerja sama dengan FAO, WFP, IFAD, dimana Indonesia sebagai penggagas dalam mendorong terciptanya ketahanan pangan sehingga dalam hal ini Indonesia bersama ke-3 forum tersebut menyerukan agar setiap organisasi internasional dalam menangani rawan pangan dunia harus dilakukan dengan baik dan efisien. Guna untuk mencapai ketersediaan 126 pangan di setiap negara serta wilayah yang kekurangan pangan khususnya beras. Kerja sama Indonesia dalam forum WTO, dimana Indonesia sebagai inisiator dalam memperjuangkan perdagangan produk pertanian di pasar terbuka atau pasar global serta memperjuangkan reformasi kebijakan pertanian melalui penghapusan subsidi ekspor, pengurangan subsidi domestik dan peningkatan akses pasar. Indonesia percaya bahwa tatanan perdagangan dunia mempunyai peran yang besar dalam menciptakan ketahanan pangan dunia. Selain itu, Indonesia melalui forum G-20 memilki peranan penting dalam mendorong tercapainya ketahanan pangan global dengan menyuarakan kepada negara-negara G-20 agar berhenti memberlakukan kebijakan mengenai hambatan ekspor untuk keperluan kemanusiaan ataupun pangan darurat. Dengan tujuan peningkatan food and nutrion security; pertanian yang berkesinambungan dan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan petani, khususnya smallholders farmers. Sementara di forum APEC, dengan melihat terjadinya peningkatan laju pertambahan penududuk dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di kawasan Asia Pasifik sehingga melalui forum tersebut Indonesia berperan aktif dalam memperkokoh ketahanan pangan yang telah dicapai. Dimana, negara anggota APEC memandang perlu pembangunan sektor pertanian dilakukan secara berkelanjutan dengan dukungan investasi, perdagangan dan pasar. Sedangkan dalam kerangka ASEAN, Indonesia menyepakati ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework dan Strategic Plan of Action on 127 Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS) mengenai upaya kerja sama di bidang ketahanan pangan. Dengan tujuan untuk mendorong pelaksanaan berbagai kerja sama yang selama ini belum direalisasikan dengan baik untuk mencegah terjadinya krisis pangan di kawasan ASEAN. Adapun kerja sama Indonesia di fora bilateral dalam bidang pertanian yakni kerja sama Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat dengan menyepakati kerjasama mengenai pengembangan bio-teknologi, investasi di bidang penanganan pascapanen dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui kerjasama antar-universitas. Selain itu juga, Indonesia melakukan kerjasama dengan negara di Benua Afrika dengan metode Pemerintah Indonesia memberikan pelatihan teknis bagi para petani Afrika. Indonesia juga memberikan bantuan dana dan alat-alat pertanian kepada para petani di Afrika. 3. Peluang dan Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia di Fora Internasional Peluang Diplomasi Pangan Indonesia; Dimana dengan terjadinya perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dalam bentuk AFTA, yang pada esensinya menghilangkan hambatan tarif bagi produk barang dan jasa suatu negara untuk memasuki pasar negara lain. Sehingga dapat meningkatkan daya saing produk. Hal tersebut juga harus di dukung dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam yang akan dikelola oleh para petani selain itu dengan adanya undang-undang pangan perlindungan dan pemberdayaan petani yang akan memberikan peluang bagi peningkatan pemberdayaan petani dalam sistem distribusi pangan. 128 Tantangan Diplomasi Pangan Indonesia; dimana dipaparkan bahwa AFTA menyatakan Indonesia harus dapat menciptakan hal-hal baru yang dapat menunjang sektor pertanian. Sehingga dapat bersaing dengan negara lain dalam perdagangan bebas. Hal yang dapat menunjang peningkatan sektor pertanian agar menjadi lebih baik yakni dengan mengelola sumber kekayaan alam dengan memberdayakan petani. Tantangan lainnya adalah kuatnya kepentingan asing yang dapat mempertahanakan hegemoni dalam sistem pertanian menjadi kendala penyusunan revisi undang-undang pangan dan undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani. B. Saran Strategi diplomasi pangan Indonesia; melaksanakan dengan baik startegi-strategi Indonesia hendaknya yang telah direncanakan khususnya strategi jangka panjang yang telah berlangsung hingga saat ini. Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sebagaimana mestinya serta dapat meningkatkan pencapaian swasembada pangan yang selama ini masih belum bisa dicapai dengan optimal khususnya komoditas beras sebagai kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan melaksanakan strategi tersebut Indonesia akan bisa terhindar dari kemiskinan dan kelaparan walaupun tidak sepenuhnya. Bentuk-bentuk diplomasi pangan Indonesia; Indonesia diharapkan akan terus berusaha melakukan kerjasama-kerjasama dengan negara-negara penghasil padi lainnya, agar dapat mencukupi stok cadangan pangan, selain itu dengan adanya kerjasama dengan negara lain melalui tujuan pencapaian 129 ketahanan pangan maka akan memudahkan Indonesia dalam perdagangan bebas. Serta diharapkan untuk tatap menjalin kerjasama dan tetap menjadi inisiator dalam organisasi-organisasi internasional dalam menyuarakan pentingnya mencapai ketahanan pangan global dan nasional. Peluang dan tantangan diplomasi pangan Indonesia; mengenai peluang Indonesia dalam diplomasi pangan yakni Indonesia sangat berpeluang dalam kepemilikan komoditas pangan, serta sumber daya manusia. Sehingga indonesia harus memilki kesadaran akan manfaat peranan perdagangan internasional bagi kesejahteraan penduduknya dengan membentuk kerjasama ekonomi regional yang memiliki kepentingan untuk membangun kekuatan ekonomi bersama. Sementara tantangan dalam diplomasi ini adalah kondisi saat ini diperburuk oleh volatilitas harga pangan dan komoditi di pasaran akibat dari tindakan beberapa negara yang melakukan kebijakan ekspor. Sehingga menciptakan tantangan untuk memasuki perdagangan bebas. 130 DAFTAR PUSTAKA Buku: Alatas, Ali, Diplomasi Dalam Aksi “Sebelas Diplomat Indonesia”, Bandung: Angkasa, 2008. Djelantik, Sukawarsini, Diplomasi Antara Teori Dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. Diamond, Louise, McDonald, Multi-Track Diplomacy, A System Approach to Peace, 3rd Edition Gany, Radi A. “Gagasan, Pikiran, dan Harapan Terhadap Pembangunan Pertanian Indonesia”. Kampus Unhas Tamalanrea Makassar. Identitas Universitas Hasanuddin. 2012. Herdiawan, Didit .Ketahanan Pangan & Radikalisme, Jakarta: Republika, 2012 Jhamtani, Hira. Lumbung Pangan: Menata INSISTpress: Yogyakarta. 2008. Ulang Kebijakan Pangan. Jackson, Robert. dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Khudori. Lapar: Negeri Salah Urus!. Resist Book: Yogyakarta. 2005. Morghenthau, Hans.J. Politik Antar Bangsa, Edisi Revisi, Buku Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor. 1991 Nurmala, Tati .dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. Roy, S.L., Diplomasi, Jakarta : Rajawali Press. 1991.hlm.4-5 Suryokusumo, Sumaryo, Praktik Diplomasi, Jakarta : STIH Iblam, 2004. Suswono. Laporan Kementerian Pertanian. “Rencana Strategi Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014”.Jakarta. 2010 Wellesley, Victor. Diplomacy in fetters, 1944 Winarno, Budi. Melawan Gurita Neoliberalisme. Dikutip dari Nur Utaminingsih:Global Agriculture And Food Security Program Sebagai Solusi Penanganan Krisis Pangan Negara Berkembang. Makassar.2011. 131 Jurnal: Ageng S. Herianto.”Ketahanan Pangan dan Energi: Ketahanan Pangan Global dan Indonesia”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3 No. 3.September 2011 Drajat, Ben Perkasa. “Integrasi Ekonomi ASEAN Jelang dan Selepas 2015:Diplomasi Multilateral Indonesia di Tengah Perubahan Dunia“. Dalam Jurnal Diplomasi Vol.2. No.3. September 2010. Fathonah, R.A. “Mengoptimalkan Foreign Direct Investment: Pelajaran dari Krisis Ekonomi Global 2008-2009.Membangun Ekonomi dengan Diplomasi”. Dalam Jurnal Diplomasi Vol.2, No.2. Juni 2010. Maxwell S. Food Security: A Post-Modern Perspective. Food Policy. Vol. 21. No.2. 1996 Muhammad Ikhwan. “ Ketahanan Pangan Dan Energi:Kondisi Pangan Global dan Agenda Pangan Untuk Indonesia”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3. September 2011 Maxwell S. dan Frankenberger T. Household Food Security Concept. Indicators, and measurements. UNICEF and IFAD: New York,USA. 1992 Natalegawa, R.M.Marty. “Mesin Diplomasi Cukup Tangguh Memperjuangkan Kepentingan Bangsa, Diterbitkan Jakarta oleh: Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I Bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama”. Dalam Tabloid Diplomasi, No.25 Tahun II 15 November – 14 Desember 2009 National Geographic Indonesia, “7 Milliar Manusia, Tantangan Mengintai Bumi Yang kian Sesak”, Edisi januari 2011 Petranto, Ade. “Ketahanan Pangan Dan Energi:Peran Diplomasi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”. Dalam Jurnal Diplomasi.Vol.3, No.3, September 2011. Rahmat Pramono. “Ketahanan Pangan dan Energi: Peluang Diplomasi Indonesia dalam Kerangka ASEAN”. Dalam Jurnal Diplomasi. Volume 3. No.3 September 2011. 132 Artikel : Agus M Tauchid. Laporan Departemen Pertanian. “Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Diunduh melalui http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artik el_14.htm diakses pada tanggal 04 Desember 2012 Agil asshofie “Krisis Pangan Dunia” di minggu april 15, 2012 di unduh dari http://agil-asshofie.blogspot.com/2012/04/krisis-pangan-dunia.html diakses pada tanggal 21 januari 2013 Andreas Maryoto “ Akar Krisis Pangan Dunia “dalam Kompas.com di unduh January 5, 2012 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/16/03335110/AkarKrisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 24 januari 2013 Aep Saefullah “Indonesia Butuh Strategi Revolusioner Untuk Ketahanan Pangan”.Kompasiana. 27 oktoeber 2011. Diunduh melalui http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/27/indonesia-butuhstrategi-revolusioner-untuk-ketahanan-pangan-407190.html diakses pada tanggal 23 November 2012 Baginda Pakpahan. “Diplomasi Pangan dan Pertanian”. Citation. Saturday 14 june 2008. Diunduh melalui http://c-tinemu.blogspot.com/2008/06/diplomasipangan-dan-pertanian.html diakses pada tangga 17 Oktober 2012 Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Tahun 2010, di unduh dari http://www.bps.indeks/, pada tanggal 25 januari 2013 Darwin Khadarisma. Laporan Departemen Perdagangan dan Bulog. “ Ketahanan Pangan Indonesia: Beberapa Isu Strategis”. Ilmu dan Teknologi pangan. 25 Mei 2012. Diunduh melalui http://ilmudanteknologipangan.com/2012/05/25/ketahanan-panganindonesia-beberapa-isu-strategis/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 Eddi Santoso. Laporan dari Roma.” Swasembada Pangan Indonesia Naikkan Stabilitas dan Posisi Diplomasi. Minggu 01/03/2009 diunduh melalui http://finance.detik.com/read/2009/03/01/121057/1092286/4/swasembadapangan-indonesia-naikkan-stabilitas-dan-posisi-diplomasi diakses pada tanggal 12 November 2012 Esven L F Girsang. “Ketahanan Pangan Indonesia” diunduh melalui http://esvenlf.blogspot.com/2012/11/ketahanan-pangan-di-indonesia.html diakses pada tanggal 28 November 2012 133 Feryanto w.k. Diversifikasi Pangan. “Kelaparan dan Diversifikasi Pangan (suatu Tinjaun Kritis Terhadap Revitalisasi Pertanian dalam Konteks Ketahanan Pangan)”. January 12th, 2011. Diunduh melalui http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/tag/diversifikasi-pangan/ diakses pada tanggal 23 Desember 2012 Hermawan Eriadi.Kerisauan Adalah Tunas Perubahan.”Pemberdayaan Petani dan Nelayan Dalam Distribusi Pangan”. Jakarta. September 2012. Diunduh melalui http://hermawaneriadi.com/pemberdayaan-petani-nelayan-dalamdistribusi-pangan/ diakses pada tanggal 12 November 2012 Hananni, AR, Nuhfil. Ketahanan Pangan, di unduh dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan2.pd, pada tanggal 25 januari 2013 Jimmy Hitipeuw, “Tahun 2012, Jumlah Penduduk Dunia Tembus 7 Milliar”, kompas,21 juni 2008, di unduh melalui http://nasional.kompas.com/read/2008/06/21/09053884/tahun.2012.jumlah . penduduk.dunia.tembus.7.miliar. diakses pada tanggal 02 November 2012 Laporan Bank Dunia “Advancing Food Security in a Changing Climate”, 15 Maret 2011, di unduh dari melalui http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/O,,contentMDK: 22858132~pagePK:64257043~piPK:437376~theSitePK:4607,00.html diakses pada tanggal 23 september 2012 Laporan dari BBC Indonseia berjudul “PBB Bahas Krisis Pangan Dunia”, 24 September 2010, diunduh melalui http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/09/100924_unfood.shtml diakses pada tanggal 20 november 2012 Lihat Zainal Abidin, “Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”, laporan Berita Antara, 20 April 2008, http://www.antaranews.com/view/?i=1208673076&c=EKB&s=html diakses pada tanggal 21 November 2012 Laporan Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. “Potensi, Permasalahan, dan Tantangan Pertanian Indonesia”. 3 November 2010.hlm.23 Laporan Badan Statistik. “boks 2 penguatan ketahanan pangan daerah di sulawesi tengah” diunduh melalui http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9A9375DB7B76-41E7-A97C1ECA12531564/26831/Boks2PenguatanKetahananPanganProvSulteng.pdf diakses pada tanggal 23 November 2012 134 Laporan Tempo.co.bisnis “Konsumsi Beras di Indonesia Tertinggi di Dunia” diunduh melalui http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/090371426/Konsumsi-Berasdi-Indonesia-Tertinggi-di-Dunia diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 Laporan World Food Programme. “Akses Terhadap Pangan dan Penghidupan”. Fsva 2009. Diunduh melalui http://www.foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009-peta-ketahanandan-kerentanan-pangan-indonesia/bab-3-akses-terhadap-pangan-danpenghidupan diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 Laporan Dewan Ketahanan Pangan. “Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 20102014” Draf ke-3 Oktober 2009. Diunduh melalui http://bkp.bangka.go.id/donlot/kebijakanumumketahananpangan20092014.pdf diakses pada tanggal 19 September 2012 Lihat Laporan Internasional Food Policy Research Institute,”2009 Global Hunger Index”, diunduh melalui http://www.ifpri.org/publication/2009-globalhunger-index diakses pada tanggal 20 November 2012 Mahela dan Adi Sutanto. Jurnal Protein. “Kajian Konsep Ketahanan Pangan” . Vol 13. No.2 2006. Diunduh melalui http://www.google.com/url?q=http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein /article/viewFile/66/66_umm_scientific_journal.doc&sa=U&ei=eZoXUZ mhBMeJrAeJr4G4DQ&ved=0CB8QFjAC&usg=AFQjCNEXEh4dOApb Q_WbxrK-5Eci58kUZw diakses pada tanggal 23 November 2012 PBB Peringatan Krisis Pangan”, artikel 12 Januari 2011,di unduh melalui http://www.epochtimes.co.id/internasional.php?id=986 diakses pada tanggal 12 oktober 2012 Prawira. Laporan WordPress.com. “Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan”. Diunduh melalui http://yprawira.wordpress.com/manajemen-mutu-dankeamanan-pangan/ diakses pada tanggal 19 November 2012 Pdf. “kebijakan pemerintah dalam pencapaian swasembada beras pada program peningkatan ketahanan pangan” diunduh melalui http://jdih.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf diakses pada tanggal 25 November 2012 Ratu Atut Chosiyah. Artikel. “Laporan Hasil Pertemuan Pengelolaan Cadangan dan Lumbung Pangan di Provinsi Bali”.. Diunduh melalui http://bkpd.banten.go.id/view_artikel.php?id=155%20&%20idcat=43 04 November 2009.diakses pada tanggal 21 Desember 2012 135 Sawit, Husein. Artikel Majalah Pangan.” Respon Negara Berkembang dan Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Pangan Global 2007 - 2008” diunduh melalui http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=139 , di akses pada sabtu 28 september 2012 Suryo Kusumo. Adikarsa's Blog. “Kedaulatan Pangan atau Ketahanan Pangan yang sesuai untuk Indonesia dalam mengatasi rawan pangan”. dunduh melalui http://adikarsa.wordpress.com/2009/05/17/berbicara-tentangpembangunan-pasti-tidak-akan-terlepas-dari-pembangunan-ekonomimasyarakat-dalam-masa-orde-baru-kita-telahmenikmati-hasilpembangunan-ekonomi-dengan-dibangunnya-infrastruktur-dan-sa/ Mei 17, 2009 .diakses pada tanggal 18 Desember 2012 Surjono Hadi Sudjahjo.”perubahan Iklim dan Ancaman Krisis Pangan Dunia”, Laporan Metro TV News, diunduh melalui http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/02/05/134/PerubahanIklim-dan-Ancaman-Krisis-Pangan-Dunia diakses pada tanggal 15 November 2012 Internet: Abdullah. Wordpress. “ Model Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui http://a270787.wordpress.com/model-ketahanan-pangan/ diakses pada tanggal 13 November 2012. Achmad,Suparman.”Globalisasi”.diunduh melalui http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21 januari 2013 Anonymous.2012.http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=faktor+yang+mem pengaruhi+globalisasi+pangan&sourcew.Diakses Tanggal 09 November 2012. Bratadharma, Angga. Laporan Infobank.News.com. “Pemerintah Jangan Anggap Remeh Isu Krisis Pangan Dunia”. diunduh melalui http://www.infobanknews.com/2012/08/pemerintah-jangan-anggapremeh-isu-krisis-pangan-dunia/ . Thu, 23 Aug 2012.Jakarta diakses pada tanggal 09 november 2012 Ezer Siadari, Eben. Jaring.News.com.”Dunia Diambang Krisis Pangan, Ini Strategi Indonesia.” Diunduh melalui http://jaringnews.com/ekonomi/umum/21266/dunia-diambang-krisispangan-ini-strategi-indonesia. diakses pada tangal 09 november 2012 Endri,Barcelonastisia. Gizi dan Pangan. “Pengertian ketahan pangan,Penganekaragaman pangan, Pola Pangan Harapan (PPH)”. 136 Diunduh melalui http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/pengertianketahan-panganpenganekaragam.html 28 Mei 2012. diakses pada tanggal 25 September 2012 Ketut Budastra. Inspirasi (Membawa Pencerahan Bangsa). “Ketahanan Pangan”. 30 April 2012. Diunduh melalui http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/ketahananpangan%E2%80%9D/ diakses pada tanggal 12 Oktober 2012 Moony Munawaroh. Be A Geograph. “Konsep Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui http://earthy-moony.blogspot.com/2011/05/konsep-ketahananpangan.html Tuesday, May 17, 2011. diakses pada tanggal 21 oktober 2012 Petikdua. kata.cerita.kita.” Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional”. 23 Agustus 2011. Diunduh melaui http://petikdua.wordpress.com/2011/08/23/analisis-teori-dan-konsepketahanan-pangan-dan-keterkaitannya-terhadap-krisis-pangan-globaldalam-ilmu-hubungan-internasional/ di akses pada tanggal 10 november 2012 Scholte di unduh dari http://www.scribd.com/doc/62991246/globalisasi di akses pada tanggal 21 januari 2013 Soetrisno Dalam Mulyana. Pakpahan dan Pasandaran. Diunduh melalui http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44569/A06aaa.pdf? sequence=1. 1998.diakses pada tanggal 12 november 2012 Usep Sobar Sudrajat. Usepdotcom. “ Membangun Ketahanan Pangan”. Diunduh melalui.http://usepsobars.wordpress.com/2010/02/21/membangunketahanan-pangan/ 21 Februari 2010. diakses pada tanggal 20 Oktober 2012