BAB II GAMBARAN TENTANG DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA DAN AGENDA WORLD OCEAN CONFERENCE (WOC) Diplomasi memiliki peranan penting dalam mendukung pencapaian kepentingan nasional suatu negara. Pada era globalisasi realisasi diplomasi tidak hanya ditujukan untuk menindaklanjuti berbagai persoalan high politic, diantaranya konflik/sengketa antar negara, namun juga masalah-masalah yang berkaitan dengan kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Salah satunya adalh diplomasi publik, dimana konsep diplomasi ini merupakan transformasi dan titik temu antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha dan lain-lainnya. Keberadaan WOC memiliki peranan penting sebagai upaya negara-negara partisipan, khususnya Indonesia dalam memperkenalkan potensi kelautan dan sumber daya maritim di Indonesia. WOC merupakan konferensi yang diselenggarakan untuk menindaklanjuti agenda rezim kelautan internasional PBB. Pada bab II ini akan diuraikan lebih lanjut tentang diplomasi publik sebagai representasi institusi negara, serta keberadaan WOC sebagai agenda penting diplomasi publik. A. Diplomasi Publik Sebagai Institusi Negara Diplomasi publik sebagai berhubungan dengan upaya memengaruhi sikap publik, meliputi dimensi-dimensi dalam hubungan internasional. Dimensi-dimensi 36 tersebut selain dimensi penanaman opini publik oleh pemerintah kepada masyarakat di negara lain, juga termasuk interaksi kelompok kepentingan suatu negara kepada kelompok kepentingan di negara lain. Dimensi publik sangat memiliki arti dalam suatu perubahan, dan berpengaruh terhadap perilaku diplomasi. Tidak ada masalah besar luar negeri atau inisiatif dalam negeri yang diambil saat ini tanpa pertama-tama diuji oleh opini publik, dan dimensi publik tidak hanya menyangkut opini publik, tetapi juga konsultasi, keterlibatan, dan tindakan publik. Opini publik sangat berhubungan dengan dukungan rakyat terhadap suatu kebijakan negara. Salah satu ciri dari opini publik baik dalam lingkup domestik ataupun internasional adalah bahwa rakyat akan kurang melakukan penentangan terhadap keputusan-keputusan yang diambil pimpinan negara, khususnya dalam keadaan krisis apabila dengan cara-cara tertentu mereka merasa diikutsertakan dalam pengambilan keputusan-keputusan tersebut. Hubungan diplomasi publik dengan citra suatu negara adalah, bahwa citra dibangun berdasarkan pengalaman yang dialami suatu bangsa. Citra dapat berubah setiap waktu di saat orang menerima pesan baru. Citra adalah sebuah kesatuan mental atau interpretasi sensual suatu bangsa didasarkan kepada bukti yang tersedia, dikondisikan oleh adanya kesan, kepercayaan, gagasan, dan emosi. Dengan demikian citra yang baik dapat menumbuhkan opini publik yang menguntungkan yang akan menjadi modal utama untuk melaksanakan diplomasi publik yang menguntungkan pula 37 Pada era globalisasi ini merupakan masa yang penting bagi dinamika orientasi politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan politik luar negeri tidak hanya didominasi oleh aktor-aktor formal, namun juga aktor non-formal. Beberapa aktor non-formal yang terlibat antara lain adalah perseorangan (personality) hingga organisasi non-formal (INGOs, international non government organization). Dengan menggunakan kekuatan lunak (soft power) sebagai alat eksekusi kebijakan, negara akan memperoleh bukan hanya simpati, tetapi juga keuntungan-keuntungan politik, ekonomi, strategis dari masyarakat internasional. Setidaknya ada tiga wilayah dimana kekuatan lunak (soft power) sangat memungkinkan penggunaannya, yaitu :1 a. stabilitas kawasan. b. perang melawan isu-isu non-tradisional. c. hubungan sebuah negara dengan kawasan secara keseluruhan. Ada satu diplomasi yang menggunakan kekuatan lunak (soft power) yaitu diplomasi sosial-budaya. Diplomasi ini telah berkembang yang dikenal dengan diplomasi publik yang dapat diartikan sebagai berikut : “Usaha suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, dan kesenian, ataupun secara makro sesuai dengan ciri-ciri khas yang utama, misalnya propaganda dan Joseph S. Nye, “The Means to Success in World Politics”, Soft Power, Public Affairs, New York, 2004, hal 680. 1 38 lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer.”2 Diplomasi publik merupakan salah satu cara diplomasi dengan melalui pendekatan budaya. Koentjaraningrat telah mengemukakan pengertian kebudayaan dalam arti luas, yang mencakup satu kebulatan yang dapat dikategorikan dalam tiga aspek :3 a. Aspek Ideal Aspek ini dikenal dengan sistem budaya yang terwujud sebagai seperangkat ide dan gagasan manusia, dan menurut jenjang abstrakasinya terdiri atas sistem nilai, sistem norma, sistem hukum dan sosial, yang menata kehidupan manusia dan pola perilakunya. b. Aspek perilaku Aspek ini terdiri dari kelakuan yang berpola dalam kaitannya dengan status dan peran tertentu, yang berfungsi untuk interaksi antar manusia. Aspek ini dikenal pula dengan sistem sosial yang berintikan interaksi antar manusia. c. Aspek fisik Aspek ini yang disebut juga dengan istilah “material culture”, merupakan aspek yang paling konkret, yang dapat menjelaskan dan 2 3 Tulus Warsito, Diplomasi Kebudayaan, Universitas Muhammadiyah Press, Yogyakarta, 1998, hal 4. W.M Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, Gunung Mulia, Jakarta, 1984, hal. 14. 39 menunjukan tentang sistem sosial dan sistem budaya yang ada. Ketiga aspek tersebut terkait secara struktural fungsional. Dalam pengembangan diplomasi publik, maka faktor kebudayaan, aspirasi dan kepentingan nasional merupakan faktor yang dominan untuk dapat mengatasi hambatan dan kemacetan diplomasi politik. Banyak media yang dapat dipergunakan demi kelancaran pelaksanaan diplomasi seperti misalnya kesenian, pertukaran pemuda, pariwisata, dan berbagai forum lainnya. Perkembangan situasi dunia yang tidak menentu belakangan ini baik dalam tatanan politik maupun dalam dimensi ekonomi telah timbul berbagai krisis yang membawa dampak cukup serius dalam Hubungan Internasional. Keadaan tersebut telah meminta perhatian masyarakat Internasional bekerja sama untuk menanggulanginya. Diplomasi tidak selamanya menunjukan hasil yang optimal bagi hubungan antar negara. Untuk itu perlu dilengkapi antara lain dengan diplomasi publik. Indonesia adalah negara multikultural, multietnik, berpenduduk mayoritas muslim serta memiliki keragaman seni dan budaya yang luar biasa. Sehingga Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar dalam tatanan dunia global saat ini dengan menggunakan soft power yang dimiliki. Kebudayaan merupakan salah satu cara pelaksanaan diplomasi yang cenderung dianggap bebas kepentingan politik dan ekonomi, akan tetapi dampaknya kepada saling pengertian dan pengembangan 40 people to pleople contact yang sangat besar, yang pada gilirannya akan berdampak pada citra positif Indonesia dalam mengisi dan mengembangkan kerjasama diberbagai bidang lainnya. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia telah mengembangkan suatu konsep yang dikenal sebagai diplomasi kebudayaan, yaitu diplomasi yang bermakna kebudayaan. Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu cara pelaksanaan diplomasi dengan menggunakan pendekatan kebudayaan untuk mencapai sasaran dan tujuannya. Diplomasi publik sebagai rangkaian soft diplomasi yang dimaksud adalah suatu cara pelaksanaan diplomasi yang mempergunakan pendekatan kebudayaan sebagai sarana bantu dalam mencapai sasaran dan tujuan, baik dalam bidang diplomasi umum maupun diplomasi khusus. Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti berusaha dengan sengaja dan terarah menanamkan, mengembangkan dan memelihara citra suatu negara di luar negeri yaitu meliputi tiga hal yaitu :4 a. Menanamkan, bila citra yang baik belum ada. b. Mengembangkan, bila telah ada usaha untuk menumbuhkan citra tersebut. c. Memelihara, apabila di suatu tempat telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaan suatu negara. Bantoro Bandoro, “Aspek Soft Power dalam Hubungan Indonesia Pasifik”, Analisis CSIS. Vol. 36, No. 4, Jakarta, Desember 2007, Hal 412. 4 41 B. WOC (World Ocean Conference) Sebagai Sebuah Agenda Penting Diplomasi Publik WOC merupakan sebuah inisiatif pemerintah Indonesia bersama rezim kelautan internasional di bawah nauangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu UNEP (United Nations Enviroenment Programe). Konferensi ini diikuti oleh delegasi dari 72 negara dunia. Meliputi : a. 31 negara-negara dari wilayah Asia. b. 12 negara-negara dari wilayah Amerika. c. 18 negara-negara dari wilayah Afrika d. 7 negara-negara dari wilayah Eropa. e. 4 negara-negara dari wilayah Australia-Oceania. Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) merupakan pertemuan tingkat tinggi kepala pemerintahan yang memiliki wilayah laut dan pantai atau menjadi bagian dari komunitas kelautan dunia, yang diadakan untuk membahas masalah-masalah kompleks yang berkaitan dengan dunia kelautan internasional, antara lain terjadi penangkapan ikan yang berlebihan, pencemaran laut dan global warming, laut sebagai harapan masa depan yang diterima secara absolut untuk menunjang masa depan (perubahan paradigma) dan kecenderungan terjadinya masalah geopolitik yang bersumber dari laut. 42 Konferensi Kelautan Dunia WOC pertama kali diadakan di Indonesia pada tanggal 11-15 Mei 2009, di Manado Sulawesi Utara diharapkan dapat membahas isuisu di bidang kelautan yang berpengaruh pada perubahan iklim dan menghasilkan kesepakatan internasional serta strategi dalam menggunakan sumberdaya kelautan untuk kemanfaatan bagi kehidupan manusia. WOC merupakan ide Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dimana pada waktu itu Presiden mengharapkan agar Gubernur atau Pimpinan Daerah tidak hanya mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) dan bantuan dana dari pusat, tetapi harus mencari terobosan dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada. Bertitik tolak dari himbauan Presiden tersebut, Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundayang menjadi terpacu untuk mengangkat potensi alam di daerahnya khususnya potensi kelautan. Dengan dukungan dari pemerintah, awal 2007 Gubernur Sulawesi Utara berangkat ke Nairobi, Kenya, bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam rangka menghadiri Sidang Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nation Enviromental Program (UNEP). Dalam forum UNEP gagasan Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference) dilontarkan oleh Gubernur yang berkaitan dengan masalah kelautan bagi kepentingan masa depan dunia dimana laut harus dijaga, dipelihara dan dikelola dengan penuh tanggung jawab agar dunia kelautan tetap memiliki kemampuan untuk mendukung proses percepatan pembangunan yang berkelanjutan bagi penguatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengharapan itu tidaklah berlebihan karena dari 43 laut atau sumber daya perairan khususnya dalam hal lingkup hayati, laut menyimpan potensi perikanan dan organisme perairan lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, pakan, obat-obatan dan material. Gagasan WOC langsung mendapat dukungan dari Direktur UNEP, dan dibawa ke Sekjen PBB. Sebagai bentuk dan dukungan atas gagasan tersebut pada bulan April 2007 International Sea Bed Authority (ISBA) Conference digelar di Manado dan dari hasil konferensi ini ditetapkan kota Manado sebagai tuan rumah penyelenggara WOC untuk yang pertama kali dan siap menjadi tempat menerima tamu-tamu dari seluruh belahan dunia. Manado berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Kelautan Dunia atau dikenal dengan nama WOC pertama kalinya yang diikuti kurang lebih 7.000 delegasi dari 121 negara dengan dihadiri oleh enam kepala negara terkait, yakni Indonesia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Malaysia, dan Solomon Islands, serta Pejabat Tinggi negara pendukung, yakni Amerika Serikat dan Australia. Secara historis WOC merupakan bagian dari diplomasi publik Indonesia, dimana sebelumnya terdapat berbagai ratifikasi konferensi ataupun perundinganperundingan yang diikuti oleh berbagai entitas kelautan di Indonesia, diantaranya : a. Deklarasi Djoeanda diselenggarakan 13 Desember 1957, dengan tindak lanjut adanya konsep wawasan nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan dan UNCLOS 1982. Isi Deklarasi “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik 44 Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan UndangUndang”5 b. Deklarasi Benua Maritim Indonesia di Makassar diselenggarakan pada 18 Desember 1996, dengan tindak lanjut Konsep Pembangunan Benua Maritim Indonesia, Dewan Kelautan Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinennya sebagai Benua Maritim Indonesia. Pembangunan Maritim Indonesia (1998–2004) mencakup aspek : Perikanan, Pehubungan laut, Industri Maritim, Pertambangan dan Energi, Wisata Bahari, Pembangunan SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan Kelembagaan Maritim.6 c. Deklarasi Bunaken diselenggarakan pada 26 September 1998 dengan tidak lanjut The Ocean Charter.Isi Deklarasi: Mulai saat ini visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi laut. Semua jajaran “Deklarasi Djuanda dan Hari Nusantara”, dalam http://ksp.go.id/deklarasi-djuanda-dan-harinusantara/, diakses pada tanggal 10 April 2017. 6 “Pengimplementasikan Konvensi Hukum Laut Internasional”, dalam http://jdih.ristekdikti.go.id/?q=berita/pengimplementasian-konvensi-hukum-laut-internasional-unclos1982-ke-dalam-sistem-hukum-nasional, diakses pada tanggal 10 April 2017. 5 45 pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.7 d. Berdirinya Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan (1999-2004) dengan tindak lanjut Departemen Eksplorasi Laut, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Dewan Maritim Indonesia. Visi Departemen Kelautan dan perikanan adalah Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Lestari dan bertanggung jawab bagi kesatuan dan kesejahteraan anak bangsa, sedangkan Misi Pembangunan Kelautan dan Perikanan : Misi Kesejahteraan : Meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya; Misi Pertumbuhan : Meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; Misi Kelestarian : Memelihara daya dukung dan meningkatkan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan.8 e. Seruan Sunda kelapa pada 27 Desember 2001, dengan tindak lanjut Gerbang Mina Bahari yang intinya adalah : Membangun Wawasan Bahari, Menegakkan Kedaulatan Hukum di laut, Mengembangkan Industri dan Jasa “Konsep Negara Maritim dan Ketahanan NAsional”, dalam http://pusjianmarseskoal.tnial.mil.id/portals/0/konsep%20negara%20maritim%20dan%20ketahanan%20nasional..pdf, diakses pada tanggal 8 April 2017. 8 “Keputusan Presiden : JDIHN”, dalam http://jdihn.bphn.go.id/?page=peraturan&section=produk_bphn&act=year&id=2008032915444799&y ear=, diakses pada tanggal 8 april 2017. 7 46 Maritim secara Optimal dan Lestari, Mengelola Kawasan Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Mengembangkan Hukum Nasional di Bidang Maritim.9 f. Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No 27 Tahun 2007), dengan tindak lanjut yang penting antara lain hak pengusahaan pesisir dan pulau-pulau kecil diharuskan adanya kelengkapan dokumen perencanaan (rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi.10 Konferensi Kelautan Dunia (WOC) yang mengambil tema “Climate Change Impacts to Ocean and The Role of Ocean to Climate Change” ini memfokuskan pembahasan pada agenda-agenda kelautan yakni, Tata kelola kelautan (Ocean Governance), Pengelolaan lingkungan laut berkelanjutan (Ocean environment and sustainability), Mitigasi Bencana Laut (Ocean disaster mitigation), dan laut sebagai harapan masa depan (Ocean as the Next Frontier). Secara umum tujuan penyelenggaraan World Ocean Conference antara lain :11 1. Meningkatkan saling pengertian berbagai pihak mengenai perubahan iklim dan dampaknya pada kesejahteraan sosial, kondisi ekonomi masyarakat dan “Pertempuran Laut Aru Sebagai Penggelora Optimalisasi Pemberdayaan Potensi Pulau-upau Terdepan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat NKRI”, dalam http://www.tnial.mil.id/Articles/KaryaTulis/tabid/93/articleType/ArticleView/articleId/7677/Default.as px, diakses pada tanggal 12 April 2017. 10 “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007”, dalam https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/rangkuman-undang-%E2%80%93-undangnomor-27-tahun-2007-tentang-pengelolaan-wilayah-pesisir-dan-pulau-%E2%80%93-pulau-kecil/, diakses pada tanggal 13 April 2017. 11 “Indonesia Tuan Rumah 3 Kegiatan Kelautan Internasional”, dalam http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3266&Itemid=29, diakses pada tanggal 12 April 2017. 9 47 kondisi ekologi laut serta peranan laut dalam menentukan fenomena perubahan iklim. Perlunya mitigasi dan penyesuaian yang terukur untuk menghadapi perubahan iklim. 2. Mengembangkan komitmen yang kuat dari masyarakat global dan mendiskusikan kemajuan kelautan dunia dalam hubungannya dengan peranan laut dalam proses perubahan iklim dan pengaruh perubahan iklim pada laut bukan hanya bagi Indonesia, namun juga seluruh negara dunia. 48