URGENSI PENDIDIKAN SEKS DALAM MENANGGULANGI

advertisement
URGENSI PENDIDIKAN SEKS DALAM MENANGGULANGI PENYIMPANGAN
SEKSUAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA
Sulfa Potiua1
Abstrak
Revolusi seks bebas dan penyimpangan seksual lainnya sudah menyebar di mana-mana.
Hampir tidak ada satu tempat di muka bumi ini yang sunyi dari rongrongan ini. Tatkala
wibawa para orang tua yang soleh di muka bumi ini lenyap, mereka tidak akan memiliki
daya dan kekuatan yang dapat digunakan untuk menjaga anak-anaknyadari rongrongan
penyelewengan seksual tersebut.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini dunia dipenuhi keliaran seksual yang hebat yang mengancam dengan
kehancuran dan kerusakan total, sehingga manusia hampir tidak dapat melihat ke kanan dan
ke kiri kecuali ia temukan rongrongan itu. Media massa, seperti televisi, radio, majalah, surat
kabar, menyulut seks laki-laki dan wanita. Semua media itu menjadi alat propaganda
perbuatan-perbuatan maksiat. Iklan-iklan di berbagai produk barang konsumtif hampir semua
menayangkan gambar-gambar maksiat, termasuk iklan-iklan yang mempromosikan mobilmobil yang memajang poster perempuan yang bugil. Hampir tidak ada iklan yang tanpa
perempuan telanjang atau semi telanjang.2
Masalah-masalah seksual dalam masyarakat muslim mulai memunculkan banyak
dimensi dan tampak dalam banyak fenomena. Penyimpangan-penyimpangan yang muncul
pada anak mumayiz (anak yang telah dapat membedakan antara yang baik dan buruk)
mencerminkan satu aspek, dan seks ideal merupakan aspek lainnya.
Pro-kontra tentang perlu dan tidaknya pendidikan seks diberikan kepada anak dan
remaja bermula dari keprihatinan terhadap pergaulan bebas saat ini. Seks bebas yang
sekarang menggejala salah satu penyebabnya adalah karena dangkalnya pengetahuan anakanak dan remaja tentang seksual. Seks bebas maupun penyimpangan seksual lainnya
1
Sulfa Potiua Adalah Tenaga Pengajar Pada STAIN Manado Jurusan Tarbiyah
Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak laki-laki, (Jakarta : Gema
Insani Press, 1996), h.384
2
merupakan penyakit sosial yang harus sangat berbahaya mengingat akibatnyaakan berbuntuk
pada kebejatan moralitas anak bangsa.
Karena itu, pendidikan seks merupakan solusi tepat dalam menanggulangi
penyimpangan seksual pada anak-anak dan remaja. Namun memberikan pendidikan seks
kepada anak-anak dan remaja tidaklah mudah, masih banyak orang tua yang merasa rikuh
dan tidak mengerti kapan dan bagaimana harus memulainya, bahkan sebagian diantara
mereka beranggapan bahwa membicarakan masalah seks, apalagi kepada anak-anak dan
remaja adalah sesuatu yang kotor dan tidak pantas. Mereka memandang bahwa pendidikan
seks tidak tepat ditanamkan sejak diri karena pemahaman tentang pendidikan seks itu sendiri
cenderung mengarah pada aktivitas hubungan seksual semata sehingga dalam kacamata
mereka pendidikan seks itu sama saja mengajarkan cara berhubungan kelamin kepada anak.
Latar belakang pemikiran pro terhadap pendidikan seks bagi anak-anak dan remaja
didasarkan pada tiga pertimbangan, sebagai berikut :
Pertama, bahwa adanya penyimpangan seksual, atau hubungan seks di luar nikah
yang dilakukan sebagian remaja pada masa ini, disebabkan karena mereka tidak diberikan
pendidikan seks sebelum menikah, baik dari segi kesehatan, sosial, moral, dan sebagainya.
Mereka tidak mengetahui tentang cara-cara mengendalikan diri agar tidak terjerumus ke
dalam perilaku seksual tersebut dan sebagainya.
Kedua, bahwa adanya rumah tangga yang kurang harmonis, tidak mampu bertahan
lama, penuh kegoncangan dan pertentangan antara lain disebabkan karena sebelum mereka
menikah, tidak diberikan pendidikan seks serta hal-hal lain yang ada hubungannya dengan
kehidupan rumah tangga.
Ketiga, bahwa manusiamemiliki potensi dan kecenderungan seks yang amat kuat,
yang apabila tidak dididik dengan sebaik-baiknya, maka boleh jadi potensi seks dan dorongan
biologis yang dimiliki manusia tersebut disalahgunakan pada hal-hal yang dapat merugikan
dirinya sendiri, seperti melakukan hubungan seks di luar nikah, pemerkosaan, hidup bersama
tanpa ikatan perkawinan dan lain sebagainya.3
3
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan : Mengatasi KelemahanPendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta : Prenada Media, 2003), h. 56
Selanjutnya bagi kelompok yang tidak setuju terhadap perlunya pendidikan seks
juga memiliki alasan-alasan yang cukup dapat dimengerti. Ada empat alasan mengapa
pendidikan seks tidak perlu diberikan kepada para remaja, yaitu :
Pertama, bahwa masalah seks termasuk kebutuhan dasar manusia, sebagaimana
kebutuhannya terhadap makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Dengan adanya
kebutuhan dasar tersebut, manusia tanpa disuruh dan diajaripun akan mencari sendiri sesuai
dengan kemampuan dan keahliannya. Demikian pula kebutuhan terhadap seks, jika ia sudah
memerlukan akan dengan sendirinya ia mencari saluran.
Kedua, bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada anak-anak dan remaja, justru
akan mendorong mereka untuk melakukannya. Mereka ingin mempraktekkannya segera,
sebagaimana pelajaran lainnya juga menghendaki praktek. Hal yang demikian jelas
berbahaya, mengingat dorongan seksual yang terdapat dalam diri manusia begitu kuat.
Ketiga, bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada anak-anak dan remaja
dibayangi oleh kehkawatiran akan penggunaan pendidikan seks tersebut sebagaimana telah
disinggung pada point kedua di atas. Hal ini dapat dimaklumi, karena anak-anak dan remaja
belum memiliki ketahanan mental yang cukup untuk mengendalikan hawa nafsunyayang
tengah bergelora. Mereka dikhawatirkan tidak kuat untuk menahan dorongan nafsu
biologisnya itu.
Keempat, para remaja secara psikilogis ditandai oleh keadaan serba ingin tahu, ingin
mengalami, ingin merasakan dan seterusnya. Mereka kurang berpikir panjang, karena dirinya
yang masih serba bebas tanpa ikatan apapun, belum ada beban dan sebagainya.4
Padahal menurut Dr.H. Boyke Dian Mugraha, bahwa pendidikan seks anak-anak dan
remaja bukan mengajarkan cara-cara berhubungan seks semata, melainkan lebih kepada
upaya memberikan pemahaman kepada anak sesuai usianya mengenai fungsi-fungsi alat
kelamin seksual dan masalah naluri alamiah yang mulai timbul, bimbingan mengenai
pentingnya menjaga dan memelihara organ intim mereka, disamping juga memberikan
pemahaman tentang perilaku pergaulan yang sehat serta resiko-resiko yang dapat terjadi
seputar masalah seksual.5
4
Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab...Op.cit, h.57-58
Yusuf Madani, Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Zahra, 2003), h.7
5
Dengan demikian diharapkan anak-anak dan remaja dapat lebih melindungi diri dan
terhindar dari bahaya pelecehan seksual. Sementara para remaja dapat lebih bertanggung
jawab dalam mempergunakan dan mengendalikan hasrat seksualnya.
Bagi masyarakat kita yang mayoritas muslim, pendidikan seks seyogyanya tidak
lepas dari kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam agama Islam, namun juga tetap
mempunyai nilai ilmiah populer dan mudah dicerna oleh masyarakat awam pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang perlu dibahas
adalah : sejauhmana pengaruh pendidikan seks dalam menanggulangi penyimpangan seksual
di kalangan anak-anak dan remaja ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Seks Pada Anak-Anak dan Remaja
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Sehingga
pengertian pendidikan seks erat kaitanya dengan pendidikan pada umumnya. Pendidikan seks
mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya hal yang berhubungan dengan alat kelamin
saja, akan tetapi mencakup segala upaya memenuhi pengetahuan perubahan biologis,
psikologis dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Dalam tulisan ini, penulis mengemukakan beberapa pengertian pendidikan seks dari
beberapa pakar, diantaranya adalah :
a. Menurut Nashih Ulwan, pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan
penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak ia
mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga
jika anak telah tumbuh menjadi seorang pemuda, dan dapat memahami urusan-urusan
kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan bahkan
mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan dan tidak akan
mengikuti syahwat dan cara-cara hedonisme.6
b. Menurut Abineno, pendidikan seks adalah pendidikan yang diberikan kepada anak
tentang pengetahuan seks dan bagaimana menggunakan seks dalam hidupnya.7
6
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Semarang : CV. Asy Syifa, 1981),
h.572
7
Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksual, (Jakarta : Gunung Mulia, 1980), h. 48
c. Menurut Sarlito, secara umum pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas yang jelas dan benar yang meliputi terjadinya perubahan, kehamilan
sampai perkawinan, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan,
kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seks yang diberikan sepatutnya
berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di
masyarakat.8
d. Menurut Syamsuddin, pendidikan seks sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar
dapat dimengerti benar-benar tentang arti dan fungsi kehidupan seksnya, sehingga dapat
mempergunakannya dengan baik selama hidupnya.
e. Menurut Calderone, pendidikan seks adalah pengajaran untuk menguatkan kehidupan
keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri, untuk mengembangkan kemampuankemampuan bersosialisasi dengan orang lain secara sehat, dan untuk membangun
tanggung jawab seksual dan sosial
f. Pada international conference of sex education
and familly planning tahun 1962,
melahirkan kesepakatan mengenai pendidikan seks sebagai berikut : Pendidikan seks
adalah suatu usaha untuk menghasilkan manusia dewasa yang dapat menjalankan
kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan
lingkungannya serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain. 9
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pendidikan seks di atas, menulis dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan seksual selain memberikan pengajaran, penyadaran, dan
penerangan mengenai aspek-aspek anatomis dan biologis yang menerangkan tentang aspekaspek psikologis, sosial, moral dan religius.
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak-Anak dan Remaja.
a. Dasar Pendidikan Seks Pada Anak-Anak dan Remaja
Dalam hubungannya dengan proses pendidikan, maka dasar adalah landasan
dilaksanakannya pendidikan, fungsinya adalah menjamin agar bangunan itu teguh berdirinya
dan juga usaha-usaha yang terlingkup di dalam bangunan pendidikan mempunyai dasar
8
Sarlito Wirawan Sarwono, Seksualitas dan Furtilitas Remaja (Jakarta : Rajawali, 1992) h. 71
Ibid
9
keteguhan. Suatu sumber keyakinan agar jalan menuju kepada tujuan dapat terlihat jelas,
tidak mudah dikesampingkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar.10
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan akhlak, sedangkan pendidikan
akhlak merupakan bagian dari pendidikan agama Islam. Oleh karena itu, dasar pendidikan
seks sama dengan dasar pendidikan agama Islam yaitu al Quran dan Hadis.11
Yang menjadi dasar dan petunjuk pelaksanaan pendidikan seks sesuai dengan hadis
riwayat Hakim dan Abu Daud,
Artinya : perintahkanlah anak-anakmu untuk melakukan sholat pada waktu mereka telah
berumur tujuh tahun, dan pukullah ia untuk mengerjakan sholat itu (apabila ia
malas) padawaktu mencapai umur sepuluh tahun, serta pisahkanlah mereka dalam
tidurnya (H.R. Hakim dan Abu Daud).
Dalam hadis tersebut, tersirat bahwa ada perintah untuk memberikan bimbingan dan
penyelenggaraan pendidikan,baik terhadap dirinya sendiri maupun kepada keluarga agar tetap
berada di jalan yang diridhoi Allah SWT dan terhindar dari godaan-godaan yang dapat
menyesatkan dan memasukkan merekake dalam neraka.
Pendidikan seks harus didasarkan pada keimanan dan diberikan oleh setiap muslim
semenjak kecil. Adapun orang pertama bertanggung jawab terhadap pendidikan seks tersebut
adalah orang tua. Tanggung jawab orang tua dalam pembentukan pribadi anak tidak hanya
mencakup masalah keimanan sajatetapi juga pembentukan akhlakul karimah, baik dalam
akhlak seksual maupun dalam akhlak lainnya.12
b. Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak-Anak dan Remaja.
Setiap jenis pendidikan mempunyai tujuan. Dengan adanya tujuan pendidikan,,
pendidik akan mengetahui dengan jelas kemana arahnya siterdidik hendak dibawah. Tiap-tiap
usaha selalu diarahkan untuk membimbing siterdidik ke arah tujuan itu.13
10
h.14
11
Syahminan Zain, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1986),
Suraji dan Sufi Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak : Panduan Keluarga Muslim, (Yogyakarta :
Pustaka Fahima, 2008), h. 109
12
Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau Dari Hukum Islam, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981), h. 41
13
Muh. Zein, Azas dan Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta : Sumbangsih Offset, 1985),h. 0
Pendidikan seks sebagai bagian dari pendidikan secara keseluruhan mempunyai
tujuan sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa pakar sebagai berikut :
a) menurut Abineno, tujuan pendidikan seks adalah menciptakan sikap yang sehat pada diri
seseorang terhadap seks dan seksualitas.14 Sikap yang sehat dalam seks tidak hanya
diungkap lewat perkataannya tetapi juga ekspresi-ekspresi non-verbalnya. Pendidikan
seks diharapkan membentuk anak memiliki sikap yang benar tentang seks. Tidak
menganggap seks sebagai persoalan yang tabu untuk dibicarakan, tetapi juga tidak
merendahkan nilai-nilai kesucian seks.
b) Menurut Johan Suban Tukan, tujuan pendidikan seks adalah untuk mengartikan
kehidupan seks yang ada pada manusia, yaitu untuk memberikan penjelasan dan
informasi tentang seks manusia serta menegakkan nilai-nilai manusiawi terhadap seks
tersebut.15
c) Menurut Siskon Pribadi, tujuan pendidikan seks adalah mendidik anak menjadi pribadi
dewasa yang dapat mengadakan hubungan heteroseksual yang sehat.16 Hubungan seks
yang sehat adalah yang tidak mempunyai efek yang merugikan bagi dirinya dan
pasangannya baik jasmani dan rohani dan tidak menimbulkan konflik psikis pada kedua
belah pihak. Hubungan seks yang sehat juga berarti hubungan seks yang bertanggung
jawab, artinya masing-masing pribadi menyadari segala konsekuensi dari hubungan seks
tersebut.
d) Menurut Sarlito Wirawan, pendidikan seks secara umum yang dilakukan baik secara
formal maupun non formal melalui pusat konsultasi dan pelayanan terpadu harus
diarahkan kepada tujuan berikut :
1. Membentuk pengetahuan tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam
keluarga, pekerjaan dan seluruh kehidupan yang selalu berubah-ubah dan berbeda
dalam tiap masyarakat dan kebudayaan.
2. Membentuk pengetahuan tentang peranan seks dan cinta, peranan seks dalam
perkawinan dan sebagainya.
3. Mengembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan
seksual.
14
Abineno, Seksualitas ...Op.Cit,h. 48
Johan Suban Tukan, Metode Pedidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga, (Jakarta : Erlangga,1994),
15
h.17
16
Siskon Pribadi, Mutiara-Mutiara Pendidikan, (Bandung : Jummara,tt), h. 35
4. Membantu mengembangkan kepribadiannya agar mampu mengambil keputusan yang
bertanggung jawab, misalnya dalam hal memilih jodoh, menentukan pilihan antara
hidup berkeluarga atau sendirian, perceraian, kesusilaan dalam seks dan lain-lain.
5. Mampu mengantisipasi dampak buruk akibat penyimpangan seksual dan diharapkan
dapat menjadi generasi yang sehat.17
Bila tujuan-tujuan pedidikan seks ini dapat dicapai maka orang akan dapat
menghargai kepuasan yang didapatkan dari hubungan seks yang berdasarkan cinta dan
perhatian terhadap orang lain dan bukannya semata-semata pemuasan nafsu seks belaka.
Kapan pendidikan seks bisa dimulai diberikan kepada anak ? biasanya orang tua
sering menjawab pertanyaan seks dengan jawaban singkat “tunggu kamu besar ya?”.
Sebenarnya waktu terbaik memberikan pendidikan seks adalah sejak masih balita. Jika kita
menunda memberikan pendidikan seks pada anak kita mulai memasuki usia remaja, maka itu
sudah terlambat. Karena pada masa remaja informasi mudah didapat dari internet dan teman
sebaya, maka saat anak usia remaja mereka telah mengetahui lebih banyak tentang seks dan
kemungkinan besar dari sudut pandang yang salah.
C. Contoh Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual merupakan suatu pola seksualitas yang tidak beragama,
artinya semua tindakan yang mengatasnamakan seks tidak bisa berlangsung tanpa mendapat
legitimasi dari agama. Adapun contoh penyimpangan seksual secara umum yang penulis
paparkan dalam tulisan ini adalah : homoseksual, onani, pedofilia, Sadisme seksual, dan
perzinahan.
a. Homoseksual
Homoseksual, (limith) merupakan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan
pelakunya seorang yang mengalami penyimpanganpsikologis dan tidak normal. Berbicara
tentang homoseksual di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Di negara-negara tersebut kegiatan homoseksual sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan
lagi, bahwa virus ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia.
Problem homoseksual dewasa ini tidak terbatas hanya pada pribadi-pribadi yang
berkelainan di belahan dunia. Tetapi mereka yang menyimpang ini sudah memiliki
17
Sarlito Wirawan Sarwono, Seksualitas dan.... Op.Cit h.22
ornagisasi-organisasi resmi yang melindunginya dan mengatur perbuatan kejinya itu.
Kegiatan ormanisasinya tidak terbatas pada orang-orang dewasa saja, tetapi melibatkan anak
dibawah umur.
Di New York lebih dari 20 ribu anak kecil dilibatkan untuk tujuan-tujuan seksual
melalui perusahaan-perusahaan pelacuran yang terorganisasi. Dari statisktik menunjukkan
bahwa 10% dari anak-anak kecil di Amerika melakukan pelanggaran-pelanggaran seksual
setiap tahunnya.18
Di Inggris, negara yang perundang-undangannya memperbolehkan homoseksual,
terdapat hampir 60 ribu anak-anak melakukan perbuatan homoseksual untuk mendapatkan
uang. Di Jerman juga diperbolehkan perbuatan keji ini dengan syarat adanya kerelaan atara
kedua belah pihak, sedangkan untuk anak-anak kecil yang menjadi objek perbuatan ini
disyaratkan ada izin dari orang tuanya.19
Penyajian statistik Barat seperti ini bukan berarti bahwa masalah itu tidak menimpa
masyarakat Islam. Dunia sekarang ini sudah dianggap satu kampung (mengglobal), berkat
luasnya hubungan, adanya kepentingan bersama, mudahnya sarana transportasi dan
komunikasi, pergaulan antara orang-orang Islam dengan non-muslim, baik di negara-negara
Islam maupun di luar nagara-negara Islam itu sendiri. Untuk itu perlu diwaspadai
kemungkinan tersebarnya perbuatan-perbuatan dosa besar yang mengerikan ini di kalangan
kaum muslimin.
Allah dalam al Quran telah menceritakan kisah Nabi Luth a.s. yang tatkala perbuatan
homoseks telah marajalela di kalangan umatnya, seperti yang telah Allah firmankan dalam
Q.S an Naml : 54-55 :
Artinya : Dan ingatlah kisah Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya ‘mengapa
kamu mengerjakan fahisyah sedang kamu memperlihatkan. Mengapa kamu
mendatangi laki-laki untuk memenuhi nafsumu, bukan mendatangi wanita ?
sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui akibat perbuaranmu’.
18
Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, (Jakarta : Gema Insani Press,
1996), h. 388
19
Ibid, h.388-389
Bahaya perbuatan keji ini tidak terbatas pada aspek kejiwaan saja, tetapi banyak
juga bahaya jasmaninya. Minimal terserang penyakit kurangnya kekebalan tubuh yang
disebut AIDS.
b. Onani
Onani adalah apa yang menurut fuqaha disebut “istimna”, yaitu memperlakukan
alat-alat kelamin secara teratur dan terus menerus, dengan harapan dapat merangsang
syahwat dan mendapatkan kenikmatan disaat mengeluarkan sperma. Proses kegiatan ini bagi
anak-anak yang sudah baligh berakhir dengan mengeluarkan mani, sedangkan
bagi anak-
anak berakhir dengan kenikmatan saja tidak sampai mengeluarkan mani.
Beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa sebagian anak-anak kecil dapat
melakukan kegiatan seksual sebelum baligh terbukti perilaku memainkan alat-alat kelamin
untuk mendatangkan kenikmatan. Ditemukan bahwa 53 kegiatan dari seribu kegiatan anak
yang diteliti secara berulang di Berlin, Jerman adalah kegiatan melakukan onani, dan porsi
terbesar adalah melanda anak-anak yang berusia antara tujuh sampai sembilan tahun.
Penyebaran kebiasaan ini pada anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan.20
Anak laki-laki mengenal kebiasaan buruk ini melalui banyak cara, antara lain,
adanya buku-buku yang membicarakan secara rinci tentang masalah ini. Cara yang lain
adalah pengalaman kebetulan, yakni ia sendiri mengetahui nikmatnya mempermainkan alat
kelaminnya. Ada juga cara yang paling hebat dan berbahaya yaitu mempelajari kebiasaan ini
melalui teman-teman yang nakal, seperti anak laki-laki kerabat, tetangga atau teman sekolah
yang tidak mendapatkan pendidikan Islam dan kurang mendapatkan perhatian, anak-anak
yang tertekan, yang tersisihkan, atau mereka yang tidak memperoleh apa yang mereka
inginkan, yaitu penghargaan, baik di sekolah maupun di tempat bermain.
c. Pedofilia.
Pedofilia adalah orang dewasa yang menyalurkan kepuasan seksnya pada anak
berupa memperlihatkan alat kelamin, membelai, mencium, mendekap, menimang anak
dengan ‘greng’ (gairah nafsu) dan merasa melakukan sesangga.21
Kebanyakan pakar kesehatan mental membatasi definisi pedofilia sebagai aktivitas
seksual dengan anak-anak praremaja, yang umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda.
Sebahagian ahli menganggap pedofilia timbul karena faktor psikososial dari pada
karakteristik biologi. Sebagian orang berpendapat pedofilia timbul akibat pelecehan seksual
20
Ibid,h.399
Moh. Rasyid, Pendidikan seks : Mengubah Seks Abnormal Menuju Seks Yang Lebih Bermoral,
(Semarang : Syiar Media, 2007), h.149
21
yang dialami seseorang ketika kecil. Sementara itu, ada yang berpikir perilaku itu berasal dari
interaksi pelaku dengan orang tua selama tahun-tahun awal kehidupannya.22
Seorang pedofilia sering tampak sangat menarik bagi anak-anak yang menjadi
korban potensialnya, mereka sering menawarkan jasa sukarela ke berbagai organisasi yang
melayani atau memungkinkan untuk berdekatan dengan anak-anak muda.
d. Sadisme atau penyiksaan seksual
Sadisme adalah pola bercinta dengan menyiksa pasangannya secara fisik dan
mental.23 Bagi pasangan suami istri, hubungan seksual seyogianya bukan saja merupakan
kebutuhan biologos semata, namun juga merupakan satu jalan bentuk keharmonisan rumah
tangga. Hubungan seksual mestinya mampu menambah kemestaan, keintiman dan
keharmonisan hubungan suami istri. Dilakukan penuh cinta dan kasih sayang memperlakukan
pasangan lebih baik saat melakukan hubungan seksual. Namun ada pula hubungan seksual
yang disertai dengan penyiksaan dan kekerasan. Penyiksaan dilakukan ketika berhubungan
seks.
Penyiksaan seksual yang sering terjadi biasa juga disebut sadomasokis yakni
merupakan salah satu penyimpangan atau kelainan dalam melakukan hubungan seksual.
Pengidap sadomasokis akan melakuakan penyiksaan dan penganiayaan dalam melakukan
hubungan seksual. Penyiksaan seksual ini biasanya menimpa wanita, sebab penderita
sadomasokis kebanyakan adalah laki-laki meskipun tidak menutup kemungkinan wanita
mengidap kelainan seksual jenis ini pula. Penyiksaan seksual ini biasanya berupa korbannya
diikat, dicambuk, ditampar, ditendang juga bentuk penyiksaan lainnya.
Penyiksaan seksual ini memunculkan kesan senang, melayang, dan nyaman bagi
penderitanya. Penderita sadomasokis ini hanya akan mendapatkan puncak kenikmatan jika
hubungan seksualnya disertai dengan penyiksaan. Penyiksaan seksual ini bisa saja
menimbulkan efek lain yang berbahaya bagi pihak yang disiksa sebab luka-luka yang
ditimbulkan bisa saja menjadi infeksi.
e. Zina
Zina secara harfiyah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian
istilah adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para fuqaka (ahli hukum Islam)
mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin
22
pedofilia.
23
www.mediaindonesia.com/mediaperempuan/read/2010/05/05/3127//7/deteksi-dini-pelaku-
Moh. Rasyid, Pendidikan seks..Op.Cit.h.157
pria) ke dalam vagina wanina yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat dan atas dasar
syahwat.24
Perbuatan tercela dan menjijikkan ini telah menyebabkan munculnya berbagai
keributan dalam diri individu dan masyarakat pengikut hawa nafsu. Kasus-kasus yang banyak
ditulis dan dinukil dari sebagian kondisi yang ada dalam lingkungan buruk dan pusat
kemaksiatan
telah
menjelaskan
realitas
ini
secara
gamblang,
dimana
terjadinya
penyelewengan seksual senantiasa dibarengi pula dengan kriminal. Pengalaman telah
memperlihatkan dan sains juga telah membuktikan bahwa perbuatan zina ini telah
menyebabkan tersebarnya berbagai macam penyakit, dan meskipun telah dipersiapkan
seluruh usaha untuk memerangi dan menghambat resiko perbuatan ini, data yang ada tetap
saja
masih menunjukkan betapa masih banyaknya orang yang bersedia mengerbankan
keselamatan dirinya ini.
Sudah tentu, perzinaan memiliki banyak implikasi negatif, seperti pertengkaran
pezina dengan keluarganya atau percampuran nasab (keturunan), karena dari perzinaan
muncul kehamilan baru yang tidak memiliki ayah menurut syariat dan kejatuhan seseorang ke
dalam pergaulan kejiwaan, cercaan, dan perasaan berdosa.25
Dan maraknya perbuatan zina ini biasanya akan diikuti dengan kenaikan data aborsi,
pembunuhan anak-anak dan pemutusan keturunan. Lantaran pelaku wanita itu sama sekali
tidak akan bersedia untuk memelihara anak-anak yang mereka hasilkan dari perbuatan
mereka sendiri. Justru hadirnya anak dianggap penghalang besar bagi mereka dalam
meneruskan perbuatan yang menjijikan ini.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuhnya Penyimpangan Seksual di Kalangan
Anak-Anak dan Remaja
Masalah penyimpangan seksual pada remaja puber dan kaum muda tidak terjadi
begitu saja. Seperti masalah perilaku apa pun yang mengancam masyarakat muslim, masalah
penyimpangan seksual itu dipengaruhi beberapa faktor yang saling berinteraksi. Walaupun
setiap masalah memiliki sebab-sebab tersendiri, tetapi terdapat beberapa faktor kolektif yang
memberikan andil terhadap munculnya masalah-masalah perilaku. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tumbuhnya penyimpangan seksual dikalangan anak-anak dan remaja, antara
lain adalah :
a. Gangguan hormonal
24
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007 ), h. 37
Yusuf Madani, Pendidikan Seks.... Op.Cit, h. 26
25
Kelenjar yang mengandung zat kimia dalam tubuh akan bereaksi ke dalam dan ke
luar sehingga menjadi zat aktif bagi pertumbuhan manusia dalam berbagai aspeknya.
Kelebihan dan kekurangannya akan berpengaruh pada metabolisme otak dan tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian ilmiah, kerusakan hormon biasanya disebabkan kelenjar. Oleh
karena itu, seluruh kelenjar bagian dalam akan menyebabkan terpisahnya hormon. Hal itu
berimplikasi dan memberi pengaruh yang nyata pada manusia.26 Tidak diragukan bahwa
tempramen seseorang, baik anak-anak maupun orang dewasa, berkaitan dengan hormon
terpisah dari kelenjar genetik. Namun realitas kehidupan menunjukkan terpendamnya
aktivitas seksual hingga usia baligh. Munculnya kelenjar genetik yang bertanggung jawab
terhadap aktivitas seksual berkaitan erat dengan terpendamnya dua kelenjar kanak-kanak
yang tersimpan, yakni kelenjar thymus27 dan kelenjar pineal28. Selama kedua kelenjar
tersebut aktif, maka aktivitas seksual terpendam sehingga takaran keduanya akan terus
berkurang seiring dengan kematangan seseorang, dan pada akhirnya menghilang. Hal itu
merupakan kesempatan bagi tumbuhnya keri kelenjar seksual yang akan lebih aktif yang
berpengaruh pada perilaku.29
Para ilmuwan menamai kelenjar thymus dan pineal dengan “dua kelenjar kanakkanak” sebab keduanya bekerja sebelum baligh. Apabila keduanya tidak tersembunyi, maka
seseorang walaupun badannya tumbuh, tetapi ia akan menjadi kenak-kanakan, baik dari segi
perilaku maupun sikapnya. Ia juga akan ber IQ rendah, badannya lemah, bertubuh tinggi,
kurus dan suaranya meninggi. Oleh karenanya, kedua kelenjar ini dianggap sebagai lawan
dari kelenjar kelamin. Dan aktivitas keduanya akan menghentikan kelenjar kelamin dan
membantu pertumbuhan seorang anak, baik dari segi berat maupun tinggi badannya. Namun
ketika keduanya tidak aktif, maka hal itu memberi kesempatan kelenjar kelamin untuk
memunculkan pengaruhnya, khususnya yang berkaitan dengan masalah seksual dengan
segala bentuknya.
Jika potensi seksual seorang anak tetap tersimpan, selama dua kelenjar anak terus
bekerja yang mengekang muculnya kelenjar kelamin. Namun mengapa kadang-kadang
potensi seksual tersebut datang pada masa kecil ? jawabannya mungkin saja karena potensi
ini datang terlalu dini. Sepertinya dimaklumi bahwa sebenarnya dalam hidup ini tidak ada
26
Ibid, h. 30
Kelenjar pertumbuhan yang turut membangun sistem kekebalan tubuh
28
Kelenjar yang memproduksi hormon melatonin yang mengatur ritme tubuh dalam periode 24
jam, seperti siklus tidur-jaga, fluktuasi suhu tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Para peneliti
berspekulasi bahwa hormon ini merupakan hormon antipenuaan.
29
Ibid. h. 31
27
kaidah umum perkembangan seksual. Dan para ilmuwan selalu berusaha untuk mendapatkan
kejelasan tentang adanya kematangan seks dini pada diri anak-anak.
Profesor Kahn berpendapat, “jika seorang anak merasakan kecenderungan seksual
sebelum kematangan, maka kecenderungan dipandang mendahului masanya.” Artinya
kematangan seksual dini merupakan fenomena pertumbuhan yang tidak alamiah dan terjadi
pada kasus-kasus yang tidak normal serta karena sebab-sebab yang aneh.
Kematangan seksual yang muncul secara dini tidak menutup kemungkinan akan
menyebabkan anak yang masih kecil tersebut melakukan penyimpangan, khususnya jika
orang tua tidak perduli terhadap munculnya ciri-ciri di atas, sehingga anak tersebut tidak
memperoleh pengawasan dari orang dewasa, baik dari bapaknya maupun pengajarnya.
Dengan demikian, kematangan seksual dini sebagian akibat perkembangan hormon
yang pesat nerupakan kondisi yang mendukung munculnya masalah penyimpangan seksual.
Sebab, kematangan seksual seorang anak menjadikan setiap perilaku seksual yang dilakukan
anak-anak tersebut diiringi aktivitas seksual sebenarnya, yang akan berpengaruh pada
kepribadian seorang anak dimasa yang akan datang juga hubungan dengan teman-temannya.
b. Pengaruh Kecenderungan Genetik Terhadap Penyimpangan Seksual
Menurut Yusuf Madani, kecenderungan genetik ditentukan oleh tiga hal, yaitu :
Pertama, sifat, tempramen, dan moral orang tua. Kedua, penyusuan. Ketiga hubungan
seksual.30 Sebagian orang telah melalaikan pemahaman faktor-faktor ini dalam pembentukan
kecenderungan genetik yang berpotensi menimbulkan penyimpangan-penyimpangan seksual
yang mungkin dihadapi seseorang di masa depannya.
a) Sifat, temperamen, dan Moral Orang Tua
Biasanya orang tua membawa sifat-sifat yang berkaitan dengan akhlak tempramen,
dan kecerdasan. Hal itu terkadang turun-temurun dari generasi ke generasi, seperti sifat
khianat, rasa permusuhan, kikir, dan hal-hal yang bersifat kejiwaan, yakni adanya unsur
keturunan yang menjadikan seorang anak melakukan penyimpangan seksual. Oleh karena itu,
syariat Islam melarang untuk menikahi wanita tuna susila dan wanita wanita yang dikenal
suka berzina sampai diketahui bahwa wanita tersebut telah bertobat. Dengan demikian, tidak
diragukan bahwa kesucian pasangan benar-benar memegang peranan penting untuk
mencegah pada penyimpangan seksual. Tampaknya, sebagian bapak kurang memperhatikan
efek psikis dibanding ibu dalam mempersiapkan keturunannya supaya tidak melakukan
penyimpangan seksual yang diharamkan. Namun para ibu juga terkadang kurang selektif
30
Ibid. h. 33
dalam memilih pasangannya, sehingga ia rela sekalipunlaki-laki yang menikahinya itu
memiliki syahwat kepada perempuan lain, atau rela menikah dengan laki-laki yang dikenal
suka berzina. Ia tidak khwatir bahwa keturunannya akan suka melakukan aktivitas seksual
yang diharamkan karena mendapat pengaruh kejiwaan yang buruk. Hal itu akan terjadi sering
dengan gejola hormon yang ditopang lingkungan keluarga, sehingga mendorong seorang
individu memiliki kecenderungan seksual yang sangat besar. Pentingnya kesucian dan
sterilisasi ketika menyusui seorang anak. Hal itu merupakan sesuatu yang sangat penting
untuk menjauhkan anak dari beragam penyimpangan yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang.
b) Penyusuan
Demikian juga, penyimpangan seksual dapat diturunkan melalui penyusuan, baik
dari seorang ibu atau perempuan lain yang dipercaya menyusui anak, baik dari seorang ibu
atau perempuan lain yang dipercaya menyusui anak, sebab hal itu akan memberi andil dalam
menurunkan beragam perilaku kepada anak yang disusuinya. Pengaruh tersebut sangat sulit
untuk dicegah, dan akan tetap menimpa anak yang disusuinya, baik yang positif maupun
yang negatif. Dampak buruk dari penyusuan tersebut adalah penularan sifat-sifat bodoh,
penyelewengan, dan apa-apa yang tertanam di dagingnya melalui persusuan tersebut. Dengan
demikian, menyusui anak memberi andil terhadap munculnya penyimpangan dan beragam
keadaan lain yang akan dialami seorang anak di masa akan datang. Dan tidak tertutup
kemungkianan bahwa kondisi tersebut, yang dapat memunculkan kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan seksual terdapat dalam diri kita.
c) Hubungan Seksual
Sangat disayangkan bahwa perhatian Islam yang begitu besar terhadap aturan
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan selama ini masih dianggap tabu, dan
mereka
terus
terkungkung
dalam
kesalahan.
Manusia
selama
bertahun-tahun,
mengesampingkan pemahaman yang benar tentang jima’, sehingga mereka salah dalam
menentukan waktu dan situasi dalam melakukannya, mereka melakukannya ketika mereka
sedang bersama-sama anak-anak mereka. Mereka menyadari tentang adanya hubungan
antara proses hubungan seksual itu sendiri dengan perkembangan individu. Bahkan satu
tetes sperma pun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak dan berpotensi besar dalam
pembentukan karakter dan penerimaan unsur genetik seseorang.
Kesadaran manusia terhadap pengaruh sperma pada moral manusia di masa ini
belum berkembang. Hal itu bukan saja bertentangan dengan pandangan yang telah digariskan
syariat Islam, bahkan sains pun sampai saat ini belum mampu mengungkapkan hubungan
antara kondisi ketika melakukan hubungan seksual dan perkembangan kepribadian yang
salah. Sementara ini, sains baru mampu mendefinisikan pengaruh alkohol, kondisi takut dan
khawatir terhadap janin. Padahal masih banyak hal lain yang dapat mewariskan
penyelewengan seksual di kalangan manusia.
c. Unsur Lingkungan Yang Bersifat Kompleks
Beragam faktor yang mempengaruhi penyimpangan seks dikalangan anak-anak dan
remaja yang sedang puber tersebut bisa dipilah ke dalam dua faktor mendasar, yang masingmasing mencakup beragam faktor cabang, yaitu :
a.) Pendidikan seks yang salah
Pada umumnya, kalangan
peneliti berpendapat bahwa metode pendidikan dan
pemahaman yang salah merupakan penyebab utama munculnya perilaku salah, yang bukan
hanya terjadi dalam aspek seks saja, tapi terjadi pula dalam berbagai aspek kehidupan, adat,
dan nilai-nilai akhlak. Berdasarkan pengamatan terhadap realitas pendidikan kalangan anak
muda kaum muslimin, tampak jelas pengaruh lingkungan sosial dalam membentuk perilaku
seksual yang salah dilakukan anak puber dan remaja muslim. Ada argumen yang kuat bahwa
pengaruh tersebut pertama-tama dibawah dari rumah, yang merupakan lembaga masyarakat
pertama. Kemudian hal itu disokong oleh beragam pendukung lainnya dari berbagai
lembanga lainnya yang ada di masyarakat, khususnya seksual, pergaulan jalanan, tempattempat hiburan. Nilai-nilai pendidikan Islam telah disamakan di lembaga-lembaga tersebut,
dan disembunyikan agar hukum-hukum Islam tersebut tidak dilaksanakan dengan tanggung
jawab yang benar.
b.) Faktor-faktor pendidikan seks yang keliru
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak-anak dan remaja terdiri dari
beragam faktor yang masih berkaitan dengan lingkungan, seperti yang akan dijelaskan
berikut ini :
1. Ketidaktahuan Ayah Akan Pendidikan Seks
Jika kalangan dewasa khususnya ayah tidak mengetahui konsep Islam, konteksnya,
dan model pendidikan seksual, maka hal ini akan berimplikasi pada kepribadian anak. Lebih
jelasnya bahwa kelemahan bapak dalam menguasai masalah kaidah-kaidah tentang aturan
perilaku seksual dan perkembangannya, akan menyebabkan munculnya beberapa
penyimpangan seksual yang akan berkembang di kalangan para remaja muslim. Dengan
demikian, kebodohan seorang anak terhadap konsep Islam. Dengan demikian, kebodohan
seorang anak terhadap konsep Islam dalam masalah seksual disebabkan oleh lemahnya orang
dewasa dalam melatih anak-anak tersebut mengenai halal dan haram tentang masalah ini.
Bagaimana mungkin seorang anak-anak dan remaja dalam usia puberitas dapat mengetahui
hukum-hukum aurat, istinja, mandi, haid, masalah melihat lawan jenis dan menutup aurat,
serta izin ketika akan masuk kamar orang lain sebelum ia mencapai usia akil baligh dan
sesudahnya misalnya, jika seorang bapak, pengajar, dan para cendekiawan pendidikan tidak
mengarahkan pandangan anak-anak dan remaja usia puberitas, serta melewati anak tersebut
dan mengikatnya dengan kaidah-kaidah kesucian diri yang islami. Tentu saja, seorang
pendidik tidak boleh merasa cukup dengan melihat adanya aib, tanpa memberikan pelajaran
bagi anak tentang hukum-hukum yang bersifat khusus, seperti hukum taharah (bersuci), aurat,
najis, dan sebagainya.
2. Rangsangan Seksual Dalam Keluarga
Anak-anak dan remaja terkadang melihat aktifitas jima’secara jelas dilakukan oleh
kedua orang tuanya ataupun orang dewasa lain. Orang tua menyangka bahwa anak tersebut
tidak mengetahui aktifitas seksual ini, misalnya, ia melihat orang tuanya berciuman, atau ia
melihat aurat yang terbuka, atau seorang anak tidur di kamar kakak perempuannya yang
sudah matang fungsi seksualnya, sehingga ia benar-benar bisa melihat kematangan seksual
kakaknya tersebut atau mendengar darinya pembicaraan yang sangat jauh tentang seks, atau
ia melihat secara jelas aurat salah satu dari orang tuanya secara langsung atau tidur dengan
adik perempuannya yang umurnya tidak beda jauh dengan dirinya dalam satu selimut,
sehingga tubuhnya saling bersentuhan dan menempel. Jika kebiasaan seperti itu terus
berlanjut sampai usia akil baligh, maka kedekatan tersebut akan memalingkannya pada
kesukaan yang bersifat seksual yang dibarengi unsur kenikmatan di dalamnya. Mungkin juga
seorang anak-anak dan remaja sering melihat organ-organ seksual laki-laki dan perempuan
hingga mendorong anak tersebut untuk bertanya-tanya tentang organ-organ tersebut yang
asing bagi dirinya. Namun bukannya mendapat jawaban dan penjelasan dari orang tuanya, hal
itu (pertanyaan) malah menyebabkan anak tersebut diberi sangsi atau dibentak.
3. Anak Tidak Terlatih Untuk Minta Izin
Mengapa, misalnya, seorang anak dapat melihat aktivtas seksual di antara suami istri
? jelas bahwa hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri merupakan suatu
rahasia, sehingga harus dijauhkan dari pandangan anak-anak mereka. Dan tidak diragukan
lagi bahwa setiap orang dewasa sangat menginginkan agar aktivitas seksualnya tidak dilihat
orang lain akan halnya beberapa orang dewasa yang berkeinginan agar akitivitas seksualnya
bisa terlihat merupakan masalah.
Tidak adanya pelatihan bagi anak-anak dan remaja untuk selalu meminta izin ketika
akan masuk ke ruangan orang tuanya menjadi sumber terbukanya rahasia hubungan seksual
suami-istri, sebab anak anak masuk ke ruangan orang tuanya tampa memberikan aba-aba
terlebih dahulu ataupun peringatan sehingga secara tiba-tiba menemukan kedua orang tuanya
sedang melakukan aktivis seksual, yang tentu saja kondisi tersebut tidak dikehendaki oleh
keduanya. Walaupun keduanya berusaha untuk memalingkannya agar anak tidak melihat,
namun peristiwa peristiwa sekilas tersebut akan memberikan bekas pada pikiran si anak. Dan
perilaku kedua orangtuanya tersebut akan mendorongnya untuk melihat peristiwa lainnya
yang sama.
Seorang anak-anak dan remaja harus dilatih agar selalu meminta izin ketika akan
memasuki kamar orang dewasa, terutama kamar kedua orang tuanya pada tiga waktu, yaitu
sebelum terbit matahari, saat tidur siang, dan sesudah waktu isya. Pada waktu-waktu tersebut
kebanyakan orang dewasa menanggalkan pakaian dan sering menggunakan pakaian minim.
Sementara itu, ketika anak sudah memasuki usia baligh, maka hendaklah ia meminta izin
dalam berbagai kondisi jika akan memasuki kamar mereka. Hal itu untuk memberikan
keleluasaan kepada anggota keluarga lainnya dalam menikmati kebebasan mereka tanpa ada
mengganggu.
4. Tempat tidur Yang Berdekatan
Ada sejumlah orang tua muslim yang membiarkan anak-anaknya tidur dalam satu
ranjang, atau satu selimut, atau tempat tidur saling berdekatan sehingga tubuh mereka saling
bersentuhan, yang terkadang menggiring mereka untuk melakukan permainan seksual
walaupun tanpa dibarengi emosi. Bagaimanapun juga hal itu adalah berbahaya, karena
permainan seks tersebut akan berganti sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan hari
sehingga menjadi suatu kebiasaan yang sesuai dengn syariat dan ilmu pengetahuan. Bahaya
tempat tidur anak yang berdekatan tersebut baru disadari oleh para bapak setelah melihat
dampk negatif dari perilaku salah tersebut atau karena sudah bapak terpelajar dari kalangan
Islam yang mengkaji pandangan Islam dalam masalah ini.
Dampak yang lebih serius dari kondisi tersebut adalah akan membiasakan seorang
anak-anak dan remaja untuk selalu terikat dengan perempuandan condong pada sifat-sifat
keperempuanan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila tabiatnya mirip perempuan,
bahkan berfikir sesuai dengan apa yang lazim dipikirkan oleh perempuan. Berdasarkan hal
itulah kita tahu bahwa menjauhkan tempat tidur anak laki-laki dengan anak perempuan
sangatlah penting untuk mencegah adanya pengaruh seksual.
5. Peniruan Perilaku Seksual
Sesungguhnya anak-anak dan remaja akan lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa
nonverbal (gerakan) dari pada bahasa verbal yang diterimanya. Olehnya itu, faktor-faktor
yang telah disebutkan di atas memiliki bahaya sangat besar terhadap kepribadian anak.
Dalam etika yang telah digariskan syariat, sangat ditekankan tentang makruhnya
berhubungan badan di antara suami istri dekat anak kecil yang belum mumayiz. Sebab hal itu
akan menimbulkan bahaya terhadap kepribadian anak, kebiasaannya, dan dalam pergaulan
dengan teman-temannya, karena apa yang dia lihat di hadapannya akan dipraktekkannya
dalam kesehariannya. Bahaya ini kurang diperhatikan oleh orang tua, khususnya yang
memiliki rumah kecil, di mana hal-hal seperti itu sering terjadi. Apa yang dilihat anak-anak
akan terus membekas. Hal itu akan mempengaruhinya sampai mereka mencapai usia akil
baligh.
6. Melarang Anak Bertanya Masalah Seks
Bagaimanapun juga, kenikmatan seksual tidak mungkin bisa dirasakan anak kecil
karena ada organ khusus seks yang belum matang, kecuali dalam dua kondisi, yaitu bila ada
perubahan hormon dan kematangan seksual sebelum waktunya. Hanya saja, hal itu tidak
seharusnya menghambat orang tua untuk mengajarkan masalah seks kepada anak, baik yang
mumayiz maupun yang belum mumayiz. Banyak orang tua yang melarang anaknya untuk
bertanya mengenai masalah seks, sehingga larangan tersebut menjadikan anak berpikir dan
rasa ingin tahunya tergugah. Padahal tidak diragukan lagi bahwa melarang anak dan remaja
untuk bertanya seputar masalah seks akan membuat ia semakin penasaran untuk memecahkan
masalah tersebut.
Larangan bagi anak kecil untuk bertanya tentang masalah seksual adalah sesuatu
yang menjadikan para penulis Barat menyerang Islam. Mereka mengira bahwa Islam
mengekang pemikiran dan merintangi jiwa dalam merespons proses alami keinginan seks.
Mereka juga menuduh Islam sebagai sumber pengekangan perilaku seksual. Dan mereka
mengisi jiwa para generasi mudadengan kedurhakaan terhadap perintah-perintah agama,
dengan pandangan-pandangan yang membolehkan mengikuti hasrat dengan sewenangwenang dan memakai cara apapun yang mungkin mereka lakukan
7. Berciuman dan Menyentuh Organ Seksual
Sebagian keluarga muslim memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan
pada periode terakhir masa kanak-kanak mereka atau menjelang masa akil baligh. Anak lakilaki mencium pipi seorang anak perempuan, atau mungkin mencium mulutnya sebagai tanda
tali persahabatan, kasih sayang dan cinta. Fenomena seksual yang merangsang ini terkadang
tidak dibarengi kenikmatan seks. Namun, meniru perilaku seperti itu khususnya yang biasa
dilakukan orang dewasa akan berbahaya bagi perilaku anak ketika ia mencapai usia akil
baligh. Juga akan mendorongnya untuk mencium perempuan yang diharamkan lantaran ia
sudah sering menghadapinya dengan nafsu yang belum terlaksana sebelumnya. Hal itu akan
menimbulkan rangsangan urat syarafnya.
8. Keluarga Mengabaikan Pengawasan Terhadap Media Informasi
Lantaran kesibukan sebagian orang tua, atau kesadaran mereka yang rendah
terhadap bahaya daya tarik yang dimunculkan media massa, mereka lepas tangan dari
kewajiban mengawasi anak-anak mereka, serta membiarkan anak-anak mereka mendapat
pengarahan dan pengajaran tentang perilaku seks yang haram dari orang yang tidak
bertanggung jawab. Tidak ada pengawasan dan bimbingan para orang tua ketika anak-anak
mereka menonton televisi, tidak ada yang melarang mereka dan memberi batasan-batasan
tentang perilaku yang benar dan yang tidak dibolehkan. Hal itu menyebabkan dapat melihat
aktivitas yang menimbulkan rangsangan seksual haram di depan mata.
9. Teman Berakhlak Buruk
Anak-anak dan remaja dalam usia puber akan menghadapi situasi yang sulit dalam
memilih teman, sebab pengalaman pribadi mereka dalam bidang ini masih kurang. Juga
disebabkan adanya perubahan dalam pertumbuhan mereka yang begitu cepat dan saling
berkaitan yang muncul di tengah-tengah gejolak kejiwaan mereka. Pada situasi tersebut,
emosi seseorang mengalahkan daya pikirnya. Berdasarkan hal itu, tidaklah mengherankan
jika mereka banyak salah dalam memilih teman.
E. Tahapan dan Materi Pendidikan Seks Yang Sesuai Dengan Anak-Anak dan
RemajaMenurut Islam
Islam telah memerintahkan pendidikan seks pada anak secara bertahap, yaitu dengan
tidak memulai langkah-langkah baru sebelumnya selesai dan tertanam pada diri anak.
Pendidikan tersebut juga harus sesuai dengan prinsip al Quran dan Sunnah. Seorang pendidik
harus memulainya dengan yang sesuai dengan umur anak, diantaranya dengan mengajarkan
tentang pentingnya menghargai privasi orang lain.
Sebagai orang tua yang paling bertanggung jawab atas pendidikan seks terhadap
anaknya, maka orang tua harus memahami betul tentang materi dan metode yang akan
digunakan, sehingga harapan orang tua memberikan pendidikan seks yakni untuk
menghindari penyimpangan seksual akan terwujud. Berikut ini beberapa pendapat dari para
tokoh tentang materi pendidikan seks :
a. Abdullah Nashih Ulwan, pendidikan seksual yang harus mendapatkan perhatian secara
khusus dari para pendidik, dilaksanakan berdasarkan fase-fase berikut :
Fase pertama, usia 7-10 tahun, disebut masa tamyiz (masa pra-pubertas). Pada masa
ini, anak diberi pelajaran tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu.
Fase kedua, 10-14 tahun, disebut masa murahaqah (masa peralihan atau pubertas)
pada masa ini anak dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual.
Fase ketiga, usia 14-16 tahun, disebut masa bulugh (masa adolesen). Jika anak sudah
siap untuk menikah, maka pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika
mengadakan hubungan seksual.
Fase keempat, setelah masa adolesen, disebut masa pemuda. Pada masa ini anak
diberi pelajaran tentang adab (etika) melakukan isti’raf (bersuci), jika memang ia
belum mampu melangsungkan pernikahan.
b. Menurut Muhammad Syarif, pendidikan seks menurut tingkat usia dan kebutuhan setiap
tingkatan, yaitu :
a) Dari usia 6-9 tahun, diajarkan tentang adab minta izin dan menjaga pandangan.
b) Dari usia 10-14 tahun, anak dijauhkan dari hal-hal yang erat kaitannya dengan
hubungan seks, dan diajarkan kepadanya pengetahuan dasar tentang tanda-tanda
baligh dan mandi besar
c) Dari usia 15-16 tahun, diajarkan kepada anak tentang hakekat hubungan seksual dan
macam-macam cairan yang keluar dari kemaluan.31
c. Beberapa materi pendidikan seks secara umum adalah :
a) Nilai-nilai seksual ditinjau dari moral dan hukum
b) perkembangan manusia dan reproduksinya, meliputi kehamilan, kelahiran, perubahanperubahan anatomi, dan fisiologi manusia, seks dan alkohol, serta penyakit-penyakit
kelamin.
c) Keterampilan dan perkembangan sosial, meliputi berkencan, cinta dan perkawinan
juga masalah-masalah penyimpangan seksual.
d) Kontrasepsi dan peraturan kesuburan.32
Sedangkan dalam Islam materi pendidikan seks pada anak-anak dan remaja ada yang
bersifat umum dan bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah penanaman aqidah, akhlak
dan ibadah. Yang bersifat khusus adalah sebagai berikut :
31
Muhammad Syarif Ash Shawwaf, ABG Islam : Kiat-Kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja,
(Bandung : Pustaka hidayah, 2003), h.210
32
Sarlito Wirawan Sarwono, Seksualitas dan..., h. 186-187
Pertama, Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa fenimitas
pada anakperempuan.Kedua, Mengenalkan mahramnya. Ketiga, Mendidik agar selalu
menjaga
pandangan
mata.
Keempat,
Mendidik
agar
tidak
melakukan
ikhtilat.
Kelima,Mendidik agar tidak melakukan khalwat. Keenam,Mendidik agar tidak jabatan tangan
atau tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya.Ketujuh, Mendidik etika
berhias. Kedelapan, Mendidik cara berpakaian Islami. Kesembilan,Mendidik agar menjaga
kebersihan kelaminnya. Kesepuluh,Mengenalkan waktu-waktu berkunjung dan tata tertibnya,
Kesebelas,
Memisahkan
tempat
tidur.
Keduabelas,
Ikhtilam.
Ketigabelas,Khitan.
Keempatbelas, Haidh.
KESIMPULAN
Pendidikan seks mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya hal yang
berhubungan dengan alat kelamin saja, akan tetapi mencakup segala upaya memenuhi
pengetahuan perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
Yang menjadi dasar dan petunjuk pelaksanaan pendidikan seks sesuai dengan hadis
riwayat Hakim dan Abu Daud,Artinya : perintahkanlah anak-anakmu untuk melakukan
sholat pada waktu mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah ia untuk mengerjakan
sholat itu (apabila ia malas) pada waktu mencapai umur sepuluh tahun, serta pisahkanlah
mereka dalam tidurnya (H.R. Hakim dan Abu Daud).
Beragam faktor yang mempengaruhi penyimpangan seks dikalangan anak-anak dan
remaja yang sedang puber tersebut bisa dipilah ke dalam beberapa faktor mendasar, yakni:
(1) Ketidaktahuan Ayah Akan Pendidikan Seks, (2) Rangsangan Seksual Dalam Keluarga,
(3) Anak Tidak Terlatih Untuk Minta Izin, (4) Tempat tidur Yang Berdekatan, (5) Peniruan
Perilaku Seksual, (6) Melarang Anak Bertanya Masalah Seks, (7) Berciuman dan Menyentuh
Organ Seksual, (8) Keluarga Mengabaikan Pengawasan Terhadap Media Informasi,
(9)Teman Berakhlak Buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksual, Jakarta : Gunung Mulia, 1980
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Semarang : CV. Asy
Syifa, 1981
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia,
Jakarta : Prenada Media, 2003
Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta :
Gema Insani Press, 1996
Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Johan Suban Tukan, Metode Pendidikan Seks : Perkawinan dan Keluarga, Jakatra :
Erlangga, 1994
Muhammad Rasyid, Pendidikan Seks : Mengubah Seks Abnormal Menuju Seks Yang Lebih
Bermoral, Semarang : Syiar Media, 2007
Muhammad Syarif Ash Shawaf, ABG Islam : Kiat-Kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja,
Bandung : Pustaka Hidayah, 2003
Mohammad Zein, Azas dan Pengembangan Kurikulum, Yogyakarta : sumbangsih Offset,
1985
Sarlito Wirawan Sarwono, Seksualitas dan Furtilitas Remaja, Jakarta : Rajawali, 1992
Siskon Pribadi, Mutiara-Mutiara Pedidikan, Bandung : Jummara, tt.
Syahminan Zain, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia,
1986
Suraji dan Sufi Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak : Panduan Keluarga Muslim,
Yogyakarta : Pustaka Fahima, 2008
Yusuf Madani, Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam, Jakarta : Pustaka Zahra, 2003
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2007
Download