Struktur Bahasa Indonesia Semantik Hakikat Semantik • Semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya semaino yang berarti menandai atau melambangkan. • Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan di bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda dengan hal yang ditandai. • Selain istilah semantik, di dalam sejarah linguistik, ada pula istilah semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah lainnya memiliki objek yang cukup luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya, seperti makna tanda lalu lintas, kode mors,tanda-tanda dalam ilmu matematika, sedangkan cakupan semantik hanya berkanaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. MAKNA, INFORMASI, MAKSUD • Menurut Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik memiliki dua unsur, yakni yang diartikan (signifie) dan yang mengartikan (signifiant). • Signifie merupakan konsep atau makna dari suatu tanda, sedangkan signifiant merupakan bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. • Apakah semua kata memiliki referen? Kata-kata berkelas verba, adjektiva, dan nomina memang selalu memiliki referen, tetapi preposisi, konjungsi. • Dengan demikian, kata-kata yang memiliki referen disebut sebagai kata yang bermakna referensial, sedangkan kata yang tidak memiliki referen disebut sebagai kata yang tidak bermakna referensial • Bagaimana dengan referen kata kaki dalam kaki gunung, kaki meja? Verhaar mengungkapkan bahwa referen kata kaki tetap kaki sebagai anggota tubuh. • Pada kata kaki gunung, kata kaki digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang lain secara metaforis (secara perbandingan). Dengan demikian, referen sebuah kata selalu bersifat tetap atau tidak berubah. • Pada dasarnya, antara makna dan informasi merupakan dua hal yang berbeda. Makna merupakan gejala dalam ujaran (utterance-internal phenomenon), sedangkan informasi merupakan gejala dalam ujaran (utterance-external phenomenon), misalnya kata ayah dan bapak yang keduanya memiliki informasi yang sama, yakni ’orang tua laki-laki’ tetapi maknanya jelas berbeda. Bandingkan makna antara kata bapak presiden dengan # ayah presiden. • Selain informasi sebagai bagian dari gejala luar ujaran, maksud pun pada dasarnya merupakan gejala luar ujaran. Kalau informasi dilihat dari objeknya, maksud dilihat segi konteks pembicaraan, misalnya bagus sekali nilaimu nak! TIGA PANDANGAN FILOSOFIS Realisme beranggapan bahwa manusia selalu memiliki jalan pikiran tersendiri terhadap duania luar dan menusia selalu memberi gagasan tertentu terhadap dunia luar sehingga antara makna dan wujud dimaknai memiliki hubungan yang hakiki. Konseptualis beranggapan bahwa makna dan kata dapat dilepaskan dari dunia luar karena pemakaian sepenuhnya ditentukan oleh adanya asosiasi (gambaran dalam anganangan) dan konseptualisasi pemakainya. Nominalis berangggapan bahwa makna dan kata dengan dunia semata-mata bersifat arbitrer. Meskipun demikian penentuan hubungan oleh para penutur harus dilatari oleh adanya konvensi. Aspek makna dalam hal ini dibedakan dengan aspek sebagai kategori gramatikal sebuah verba yang biasanya mengungkapkan lama dan jenis kegiatan. Oleh karena itu, aspek makna yang dimaksud di sini lebih cederung mengarah kepada aspek makna tertentu dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa pada konteks situasi dan sosial tertentu. Dilihat dari fungsinya, aspek semantik kata, kelompok kata, frasa, klausa, dan kalimat dibedakan menjadi empat macam, yakni: (1) Aspek makna pengertian (Sense), (2) Aspek makna perasaan (Feeling), (3) Aspek makna nada (Tone), dan (4) Aspek makna tujuan (Intension). Keempat aspek makna tersebut akan dipaparkan di bawah ini. Aspek Makna • Aspek makna pengertian disebut juga tema karena ketika seseorang berbicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan tertentu. Perhatikan contoh berikut: Hari ini hujan Hari ini mendung Ketika komunikasi berjalan dengan tema di atas, tentu terdapat unsur pembicara dan pendengan dalam ragam lisan, unsur penulis dan pembaca pada ragam tulisan yang memiliki pengetahuan atau pengertian yang sama terhadap satuan-satuan: hari, ini, hujan, dan mendung. Pada perinsipnya, aspek makna pengertian dalam hal ini baru bisa tercapai apabila pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca memiliki bahasa yang sama dalam arti saling memahami tentang apa yang disampaikan melalui bahasa yang digunakan. • Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara terhadap situasi pembicaraan, misalnya perasaan sedih, gembira, panas, dingin, dan lain-lain. Pernyataan dalam bentuk bahasa yang sesuai untuk megungkapkan situasi- situasi seperti itu disebut mengandung makna aspek perasan. • Aspek makna nada merupakan aspek makna yang mengungkapkan sikap pembicara terhadap mitra wicara dalam komunikasi lisan atau sikap penyair/penulis terhadap pembaca dalam komunikasi tulisan. Aspek makna nada dalam sebuah proses komunikasi melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan pembicara dan mitra wicara. Katakata yang dipilih sesuai dengan nada-nada yang dianggap sesuai setelah memperhitungkan siapa yang bicara, siapa mitra wicara, dalam situasi sosial budaya seperti apa (usia yang sama atau berbeda, daerah yang sama atau berbeda, status sosial yang sama atau berbeda, dan lain-lain. Aspek makna nada ini berhubungan dengan aspek makna perasaan, karena jika kita jengkel terhadap seseorang maka sikap kita akan berlainan dan hal itu mempengaruhi pula pilihan kata yang sesuai dengan nadanya. • Aspek makna tujuan menekankan bahwa apa yang kita ungkapkan dalam bentuk tuturan itu mengandung tujuan tertentu, misalnya dengan mengatakan penipu kau bertujuan agar mitra wicara merubah kelakuannya yang tidak diinginkan tadi. Ada beberapa jenis sifat-sifat pernyataan yang bisa digunakan dalam mengungkapkan aspek makna tujuan ini, antara lain: #deklaratif > Pemeliharaan kesehatan dapat menunjang program pemerintah di dalam memelihara lingkungan dan meningkatkan taraf kehidupan bangsa #persuasif/membujuk> Dengan pola makan empat sehat lima sempurna di tiap kampung akan menjamin kesehatan masyarakat # Imperatif > Halaman-halaman rumah di tiap tempat agar ditanami dengan apotek hidup # Naratif > Manusia hidup panjang dengan memelihara kesehatan dan memeperhatikan sikap pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup sehat # Politis > Rakyat bersatu, negara maju # Paedagogis > Membina hidup sehat supaya kita selamat JENIS-JENIS SEMANTIK • Bagian-bagian dari tataran analisis yang mengandung makna menurut Verhaar (1978) sebagai berikut: Semantik bahasa=> 1. tatabahasa gramatikal = a. sintaksis= fungsi kosong dari arti, katagori dan peran semantik gramatikal; b. morfologi=semantik gramatikal. 2. fonemik(tidak ada semantik tetapi setiap fonem membedakan makna, fonetik (tidak ada semantik). 3. leksikon=semantik leksikal. • Kalau yang menjadi objek kajiannya adalah leksikon, jenis semantiknya adalah semantik leksikal. • Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada dari masing-masing leksem bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem disebut makna leksikal. • Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan-satuan bermakna. • Istilah leksem kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Sebagai satuan semantik, leksem dapat berupa sebuah kata dan juga berupa gabungan kata, seperti meja hijau, bertekuk lutut. Dalam studi morfologi, sering diartikan sebagai satuan abstrak yang setelah melalui proses morfologi akan membentuk kata, misalnya ANGKAT =>mengangkat, angkati, angkatkan (Lihat Lyons, 1975 dan Matthews, 1974). Tataran garamatikal digolongkan menjadi dua, yakni morfologi dan sintaksis. Satuan-satuan morfologi meliputi kata dan morfem, sedangkan satuan-satuan kalimat meliputi frasa, kalausa, dan kalimat. Keseluruhan satuan-satuan tersebut seluruhnya mengandung makna. Secara tersendiri, terdapat pula istilah semantik sintaktikal yang sasarannya tertumpuh pada hal-hal yang berkaitan dengan sintaksis. Di dalam sintaksis, ada pula tataran bawaan berupa fungsi gramatikal, katagori gramatikal, dan peran gramatikal. Fungsi gramtikal berupa kotak-kotak kosong yang diberi nama subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap yang keseluruhannya tidak bermakna karena berupa kotak kosong atau tempat yang kosong. Yang memiliki makna adalah pengisi kotak-kotak itu yang disebut katagori, seperti nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya. Katagori-katagori inilah yang sesungguhnya telah memiliki makna Leksikal dan memiliki peran gramatikal, seperti peran agentif, pasien, objek, benefaktif, lokatif, instrumental, dan sebagainya. Adapun masalah-masalah yang terkait dengan semantik dan bukan termasuk semantik gramatikal, seperti topikalisasi kalimat. Verhaar (1978:126) memberi wadah sendiri yang disebut semantik kalimat. Semantik kalimat menurut Verhaar belum mendapat perhatian para ahli bahasa. Ada juga satu jenis semantik yang lain, yakni semantik maksud. Semantik ini berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa, seperti metafora, ironi, litotes, dan sebagainya. Apakah seluruh maksud yang berbeda dengan makna ujaran yang kita ungkap termasuk semantik maksud? Menurut Verhaar, selama masih menyangkut masalah lingual tentu dapat dijawab iya, misalnya ketika ada orang bertanya dan kita tidak menjawab dengan maksud memberitahukan bahwa Pertanyaannya kasar. Hal itu tidak termasuk semantik maksud. Semantik maksud yang diungkapkan Verhaar sama dengan semantik pragmatik yang dikemukakan pakar lain dan lazim diartikan sebagai bidang studi yang mempelajari makna sesuai dengan konteksnya. PENAMAAN DAN PENDIFINISIAN Secara kontenporer kita dapat menelusuri sebab-sebab atau halhal yang melatarbelakangi penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah kata yang ada dalam leksikon bahasa Indonesia. Berikut akan dibicarakan beberapa di antaranya. 1. Peniruan Bunyi (Anomatope) Di dalam bahasa Indonesia, terdapat sejumlah kata yang terbentuk dari hasil peniruan buyi, misalnya cecak, tokek, meong, gukguk. Selain itu, terdapat pula bentuk kata kerja atau nama perbuatan dari tiruan bunyi itu, misalnya menggonggong, berkotek, mendesis, meringkik, berdering, mencicit, dan sebagainya. 2. Penyebutan Bagian Dalam bidang Sastra terdapat istilah pars pro toto = gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu benda atau hal padahal yang dimaksud keseluruhan benda itu. Adapun yang lain, yakni totem pro parte = keseluruhan untuk sebagian. 3. Penyebutan Sifat Khas Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang diberi nama sesuai dengan sifat khasnya, seperti si kikir, si botak, si gendut, golongan kiri, si hitam, dan sebaginya. 4. Penemu dan Pembuat Banyak nama yang lahir berdasarkan nama penemu dan pembuatnya. Kata-kata yang dimaksud, seperti kondom = Dr. Condom, mujair yang mula-mula ditemukan oleh seorang petani bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur, volt dari nama penciptanya seorang ahli fisika bangsa Italia, bayangkara dari nama pasukan pengawal kerajaan pada zaman Majapahit, laksamana nama seorang tokoh dalam cerita Ramayana, boikot dari nama seorang tuan tanah di Inggris yang memiliki tindakan yang keras pada tahun 1880. 5. Tempat Asal Magnet berasal dari nama suatu tempat yakni Magnesia, burung kenari dari nama pulau Kenari di Aprika, sarden dari nama pulau Sardenia di Italia. 6. Bahan Kata goni berasal dari nama serat di dalam tumbuh-tumbuhan, kaca adalah nama bahan. Benda lain yang terbuat dari kaca disebut kaca, misalnya kaca mata, perak sebagai nama bahan kemudian muncul uang perak. 7. Keserupaan Kaki gunung, kaki meja, kaki kursi. Dalam hal ini, kata kaki memiliki keserupaan makna yakni sebagai penopang tubuh. Raja dangdut, raja makan, dsb. 8. Pemendekan Abri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, KONI = komite olahraga nasional Indonesia, dll. 9. Penamaan Baru Pariwisata mengganti torisme, suku cadang mengganti onderdil, darmawisata mengganti piknik. Penggantinya lebih nasionalis. 10. Peristilahan Tangan yang secara kedokteran terbagi menjadi lengan dan tangan. Lengan dari ketiak sampai pergelangan, tangan dari pergelangan sampai jari. 11. Pendifinisian Difinisi yang dibuat oleh manusia digolongkan menurut taraf kejelasannya. Taraf paling rendah disebut difinisi sinonimis. Ketidakjelasan yang dimaksud dalam hal ini karena difiinisi yang diberikan bersifat putar balik, misalnya antara ayah dengan bapak. Kedua difinis logis= adalah suatu difinisi yang dibuat secara tegas sehingga objek tersebut berbeda secara nyata dengan objek-objek lainnya, difinisi dalam bidang ilmu tertentu. Ketiga difinisi ensiklopedi= difinisi ini lebih jelas dari difinisi logis karena menerangkan secara lengkap, jelas, dan cermat berkenaan dengan kata yang didefinisikan. Adapun difinisi lain, yakni difinisi oprasional/batasan= difinisi ini digunakan untuk membatasi konsep yang digunakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan, misalnya: 1) Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah cairan untuk keperluan hidup sehari-hari; 2. Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah segala zat cair yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan baik yang terdapat di dalam batang (seperti air tebu), maupun yang terdapat di dalam buah. Jenis Makna Misalnya: kata amplop yang pada konstruksi tertentu mengandung makna denotatif (kognitif), pada konstruksi tertentu dapat mengandung makna konotatif. Perhatikan contoh berikut: Saya membeli amplop di warung. Beri saja dia amplop, persoalannya akan beres. Makna denotatif (kognitif) kita jumpai pada kalimat (1) sedangkan makna denotatif kita jumpai pada kalimat (2). • Semantik Leksikal merupakan bidang Semantik yang meneliti makna leksikal menurut azas-azas dinamis leksikologi. Makna leksikal dalam diskripsi Linguistik lazimnya ditandai dengan tanda petik tunggal, misanya kita mengatakan kata rumah memiliki makna ‘rumah’. Oleh karena itu, makna leksikal sebenarnya merupakan makna dari satuan terkecil sebuah leksikon. Semantik leksikal secara leksikologis mencakup beberapa segi, yakni: (a) makna dan referensi, (b) denotasi dan konotasi, (c) analisis ekstensional dan analisis intensional, (d) analisis komponensi, (e) makna dan pemakaiannya, (f) senonim, (g) antonim, (h) homonim, (i) hiponim, dan (j) polisemi. • Makna refrensial lazimnya dipandang sebagai sifat kata. Misalnya kata roti memiliki makna tertentu, akan tetapi selain dari makna tersebut, kata roti memiliki sifat yang namanya referensi, yaitu kemapuan kata roti untuk mengacu pada benda tertentu atau referen. Istilah referensi membawa dua arti yang agak berbeda, yakni referensi ekstralingual seperti contoh di atas, karena referen dari kata roti adalah sesuatu di luar bahasa dan referensi intralingual, karena referensi tadi menujuk sesuatu yang ada di dalam tuturan, misalnya Roti yang kita beli kemarin, saya sudah memakannya. Kata ganti – nya pada kata memakannya bereferensi pada kata roti yang ditemukan pada sebagai kata pertama tuturan tadi Selain penunjukan yang bersifat anaforis tadi, dijumpai pula penunjukan yang bersifat kataforis yakni penunjukan pada teks yang mengikutinya, misalnya kata orang dalam klausa orang yang mendaptarkan diri harus membawa kartu penduduk. Ektoforis (Ekstralingual) (Semantik leksikal hampir seluruhnya) Referensi Endoforis (Intralingual) (Semantik gramatikal hampir seluruhnya) • Makna denotasi adalah referensi pada suatu yang ekstralingual menurut makna kata yang bersangkutan. • Makna konotasi adalah makna yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian afektif (perasaan) atau emosional. Misalnya denotasi kata penjara adalah kemampuan kata tersebut untuk mereferensi pada sebuah penjara. Sedangkan konotasi kata penjara adalah negatif untuk semua penutur karena penghuni penjara sudah tidak memiliki kebebasan lagi untuk hidup menurut kehendaknya sendiri (sebagai alasan dari pandangan penutur). • Makna Komponensial > makna suatu kata dalam hubungannya dengan makna yang lain. Misalnya penamaan seorang anak dengan kata anak memiliki hubungan yang sestematis dengan kata-kata bapak, ibu, adik, kakak, keluarga, dan lain-lain. Katakanlah sistem kekerabatan yang sepsrti adik, kakak di dalam bahasa Indonesia penamaannya berdasarkan usia sedangkan penamaan brother, sister di dalam bahasa Inggris berdasarkan jenis kelamin • Makna Kontekstual > makna kata sesuai dengan pemakaiannya. Misalnya: ketika kita memakai kata mimbar dalam referensinya tehadap sebuah mimbar sebagai makna harafiah dari kata tadi. Pada sisi lain kata mimbar tadi dapat pula digunakan dalam makna kiasan seperti tampak pada ungkapan kebebasan mimbar. Pada contoh terakhir tadi kata mimbar tidak lagi bereferensi terhadap sebuah mimbar akan tetapi lebih bereferensi terhadap sebuah kebebasan berbicara di depan umum. • Makna Gramatikal > makna sebuah kata yang ditentukan oleh adanya pembentukan kata baru. Relasi Makna • Polisemi merupakan suatu bentuk bahasa yang mengandung makna lebih dari satu, misalnya frasa orang tua yang dapat bermakna; (1) Ayah dan Ibu, (2) orang yang sudah tua, dan (3) orang yang dituakan atau dihormati. Polisemi pada sebuah bahasa dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) spesifikasi dalam ilmu, misalnya kata bentuk dalam bidang bahasa berbeda maknanya dengan kata bentuk dalam bidang seni rupa, dan bidang arsitektur, (2) spesialisai pemakaian dalam kehidupan sosial masyarakat yang beraneka ragam, misalnya kata jalan bagi seorang sopir angkot atau bus kota dapat berarti bekerja, bagi seorang pedagang dapat berarti laris, atau dalam sebuah seminar dapat berarti berlangsung dengan lancar, (3) adanya pemakaian dalam kesastraan misalnya penggunaan kata kaki gunung, kaki langit, dan kaki tangan. •Homonim berasal dari bahasa Yunani Kuno anoma ‘nama’ dan homo ‘sama’.Secara Semantik, Verhaar (1978) mengungkapkan bahwa homonim merupakan ungkapan (berupa kata, frasa, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (kata, frasa, atau kalimat) tetapi memiliki makna yang tidak sama. Misalnya : antara kata bisa yang ‘racun’ dengan bisa ‘dapat, baku ‘standar’ dengan baku ‘ saling’, bandar ‘pelabuhan’ dengan bandar ‘pemegang uang dalam perjudian’. Homonim dengan polisemi memiliki perbedaan pada derajat kesamaan makna. Contoh polisemi: Jangan berdiri di jalan masuk! Jalanlah lebih dahulu, sebentar lagi saya menyusul! Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homonim, yakni : (1) kata-kata atau bentuk-bentuk yang berhomonim tadi berasal dari dialek atau bahasa yang berlainan, misalnya kata bisa ‘racun’ berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata bisa ‘sanggup’ berasal dari bahasa Jawa, (2) kata-kata yang berhomonim tadi muncul karena adanya proses morfologi, misalnya : kata mengukur ‘memarut’ dengan mengukur ‘menghitung’. Homonim selain terjadi dalam tataran kata juga terjadi dalam tataran frasa maupun kalimat, misalnya : cinta anak ‘cinta terhadap anak’ dengan cinta anak ‘cinta anak terhadap…’, isteri lurah yang baru itu cantik ‘isteri lurah yang baru diangkat itu cantik’, isteri lurah yang baru itu cantik ‘isteri baru dari lurah itu cantik’. Secara garis besar, homonim dibedakan menjadi dua macam, yakni: (1) homofon dan (2) homograf. Homofon adalah dua kata yang memiliki makna dan bentuk penulisan yang berbeda akan tetapi dilafalkan dengan bunyi yang sama, misalnya anatara sah dan syah, syarat dan sarat, antara bang dan bank. Pada sisi lain, homograf merupakan dua kata yang memiliki perbedaan makna dan cara pelafalan akan tetapi memiliki kesamaan dalam cara penulisan, misalnya antara tahu ‘sesuatu makanan’ dengan tahu ‘mengerti’, antara teras ‘bagian rumah’ dengan teras ‘inti’. • Hiponim berasal dari bahasa Yunani Kuno anoma ‘nama’ dan hypo ‘di bawah. Verhaar, (1993) mengungkapkan bahwa secara semantis, hiponim merupakan ungkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang meknanya dianggap merupakan bagian dari ungkapan lain. Ungkapan yang maknanya menjadi bagian dari ungkapan lain disebut hiponim sedangkan ungkapan yang membawahi makna hiponim tadi disebut superordinat. Perhatikan contoh berikut. Warna hijau kuning merah merah jambu merah hati ungu putih biru merah muda Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa kata-kata hijau, kuning, merah, ungu, putih, dan biru berhiponim terhadap kata warna. Dengan demikian, maka hubungan antara hiponim terhadap superordinatnya bersifat searah. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kata yang menjadi hiponim dari sebuah kata yang superordinat dapat pula menjadi superordinat bagi semua hiponim di bawahnya.