GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS NEONATORUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGADIREJO KABUPATEN TEMANGGUNG ARTIKEL Oleh ULFA AYU RAHMAWATI NIM. 040111a080 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2014 Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 0 Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung The Description of Puerperal Womens’ Knowledge About Jaundice Neonatorum in Ngadirejo Health Center, Temanggung Regency. Ulfa ayu rahmawati1, Heni Hirawati Pranoto2, Ari Widyaningsih3 [email protected] Program Studi D III Kebidanan, STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Ikterus adalah perubahan warna kulit dan sclera menjadi kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Ibu nifas perlu mendeteksi dan menangani secara dini untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung”. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi 56 ibu nifas, tehnik sampling yang digunakan total sampling dengan jumlah 56 ibu nifas. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian ibu nifas mempunyai pengetahuan cukup tentang ikterus neonatorum, yaitu sebanyak 25 responden (44,6%), pengetahuan baik tentang pengertian ikterus neonatorum yaitu 31 responden (55,4), pengetahuan kurang tentang penyebab ikterus neonatorum yaitu 26 responden (42,9%), pengetahuan kurang tentang tanda gejala ikterus neonatorum yaitu 25 responden yaitu (44,6%), pengetahuan cukup tentang penanganan ikterus neonatorum yaitu 32 responden (57,1%), dan pengetahuan cukup tentang komplikasi ikterus neonatorum yaitu 35 responden (62,5%). Diharapkan ibu nifas dapat menambah informasi tentang ikterus neonatorum melalui buku KIA, atau melalui penyuluhan agar ibu dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan khususnya tentang ikterus neonatorum dan diharapkan dapat memahami dan mengerti sehingga dapat diterapkan di kemudian hari. Kepustakaan : 25 daftar pustaka (2003-2013) Kata Kunci : pengetahuan, ibu nifas, ikterus neonatorum ABSTRACT Jaundice is the discoloration of the skin and the sclera becomes yellow due to increased levels of bilirubin in the blood (hyperbilirubinemia). Puerperal women need to detect and handle it early to prevent unwanted complications. This study aims to describe the knowledge of puerperal women about neonatal jaundice in Ngadirejo Health Center Temanggung Regency ". This research was a descriptive study with cross sectional approach, with she population of 56 puerperal women, the sampling technique used total sampling to 56 sampling with puerperal women. The technique of data collecting used questionnaires and analysis used univariate frequency distribution. The results showed that most puerperal women had sufficient enough knowledge about neonatal jaundice, as many as 25 respondents (44.6%), good knowledge about the Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 1 understanding of neonatal jaundice as many as 31 respondents (55.4), lack of knowledge about the causes of neonatal jaundice as many as 26 respondents (42.9%), lack of knowledge about the signs and symptoms of neonatal jaundice as many as 25 respondents (44.6%), insufficient knowledge about treatment of neonatal jaundice as many as 32 respondents (57.1%), and insufficient knowledge about the complications of neonatal jaundice as many as 35 respondents (62.5%). Puerperal women are expected to add information about neonatal jaundice through KIA books, or through counseling so that mothers can increase their knowledge and insights, especially about neonatal jaundice and are expected to understand to be implemented in the future. Bibliograph’es: 25 (2003-2013) Keywords: knowledge, puerperal women, neonatal jaundice PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus adalah salah satu penyerupa penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubin. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang lahir pada bayi baru lahir sebanyak 52-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Nanny, 2012). Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu pertama, selambat-lambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg % pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg % untuk neonatus yang kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg % (Hidayat, 2011). Ikterus patologis timbul pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg % pada neonatus yang kurang bulan, terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg % perhari, ikterusnya menetap sesudah dua minggu pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg % (Hidayat, 2011). Faktor – faktor yang bisa menyebabkan terjadinya ikterus secara garis besar adalah produksi bilirubin berlebih, gangguan proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan transportasi dalam metabolism dan gangguan dalam ekskresi (Muslihatun, 2010). Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun, sulit larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubinin direct (bebas) menjadi indirect yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut (Dhafinshisyah, 2008). Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan. Menurut data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena Asfiksia 37 %, Prematuritas 34 %, Sepsis 12 %, Hipotermi 12 %, Ikterus 6 %, Post matur 3 %, dan Kelainan congenital 1 %. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2012, Angka Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 2 Kematian Neonatal (AKN) di Jawa Tengah sebesar 10,75/1000 kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena Asfiksia 38 % , BBLR 30 %, Ikterik 9 %, Kelainan Kongenital 2 %, Sepsis 11 %, dan Hipotermi 10 %. Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung tahun 2013, angka kematian pada neonatal sebanyak 131 bayi, 62 bayi karena BBLR, 21 bayi karena Asfiksia, 1 bayi karena sepsis, 19 bayi karena kelainan konginetal, 4 bayi karena ikterik, dan 24 bayi karena hal lain. Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung tahun 2013, angka kematian pada neonatus di Kabupaten Temanggung sebanyak 4 bayi karena ikterus neonatorum, 1 bayi dari wilayah kerja puskesmas paraan dan 3 bayi dari wilayah kerja puskesmas ngadirejo. Ikterus neonatorum ini biasanya ditandai dengan perubahanperubahan pada bayi, seperti perubahan warna kuning pada kulit bayi baru lahir, malas menyusu, dan dengan BAK > dari 6 kali, merupakan tanda-tanda ikterus fisiologis, sedangkan tanda-tanda pada ikterus patologis biasanya disertai demam atau berat badan tidak bertambah, dan tingginya kadar bilirubin dalam darah walau bayi sudah berusia 14 hari (Maryanti, 2008). Dampak yang terjadi dalam jangka pendek bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis contohnya ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat (Tarigan, 2008). Hampir semua ibu nifas pasti menginginkan bayi yang baru dilahirkannya dalam keadaan sehat. Untuk mewujutkan keinginan tersebut ibu perlu mengetahui dan melakukan deteksi dini jika ada komplikasi terhadap bayinya seperti ikterus neonatorum, dengan cara mengenali tanda dan gejala yang penyertai ikterus neonatorum serta dengan diketahuinya hal-hal mengenai ikterus neonatorum diharapkan ibu lebih bisa mengantisipasi dan mengetahui penanganan apabila terjadi ikterus neonatorum. Penanganan ikterus fisiologis sangat mudah dan tidak perlu membutuhkan biaya. Ibu nifas perlu memberikan ASI sesuai keinginan bayi dan tidak dijadwal, serta bayi dijemur pada pagi hari antara jam 8-9. Apabila perubahan dan penanganan tidak disadari oleh ibu nifas bisa berakibat menjadi komplikasi yang serius, yaitu kern ikterus dan ikterus berkepanjangan. Sedangkan penanganan ikterus patologi jika setelah 3 sampai 4 hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera dibawa ketenaga kesehatan untuk mendapatkan terapi seperti terapi sinar (foto terapi), terapi tranfusi, dan obat-obatan disesuaikan dengan kadar hiperbilirubin yang ada (Mansjoer, 2007). Pada ibu nifas banyak hal yang dapat menimbulkan kecemasan terhadap kondisi bayinya, karena kurangnya pengetahuan akan hal-hal yang berkenaan dengan ikterus neonatorum, terkadang kurang memperhatikan bayinya, dan sebagian besar ibu nifas juga masih sibuk dengan perubahan fisiologis maupun psikologis yang dialaminya, yaitu kurang lebih 5 hari pertama setelah melahirkan, padahal saat-saat tersebut sangat berpengaruh penting, karena neonatus masih sangat rentang terhadap perubahan organ-organnya. Kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum dapat mempengaruhi sikap atau perilaku ibu dalam menghadapi hal tersebut, masalah yang sering didapatkan pada bayi yang terkena ikterus adalah Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 3 kurangnya masukan cairan dan nurisi karena bayi malas minum, tesiko terjadi kernikterus, gangguan rasa aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua atau ibu mengenai penyebab dan bahaya ikterus (Ngastiyah, 2005). Dari kejadian yang saya peroleh berkaitan dengan ikterus pada bayi baru lahir, selama saya praktek di BPM Ny. Nur aini, ada pasien datang ke BPM dengan keluhan bayinya mengalami perubahan warna kulit sedikit kekuningan ketika sedang dijemur dipagi hari, padahal bayi tersebut terlihat baik, menyusu baik, dan pertambahan berat badan juga baik. tapi ibu merasa takut jika anaknya mempunyai penyakit yang bisa mengancam kesehatan bayinya, ketika saya tanya tentang penyakit kuning pada bayi, ibu tersebut tidak tahu. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan pada bulan maret 2014 di wilayah kerja puskesmas ngadirejo kabupaten Temanggung didapatkan data dari bidan bahwa terdapat 63 ibu nifas dengan bayinya, dari jumlah ibu nifas tersebut dilakukan penelitian pada 6 ibu nifas dan bayinya, 2 diantaranya mengalami ikterus fisiologis dan 4 bayi sehat, kemudian peneliti mewawancarai 6 ibu nifas tentang ikterus neonatorum. Didapatkan hasil bahwa 4 ibu nifas hanya mengetahui sebatas warna kuning merupakan perubahan warna yang wajar, untuk soal dari penyebab, perubahan fisik, komplikasi dan tanda gejala masih belum mengetahuinya, sedangkan 2 ibu nifas mengetahui sebatas warna kuning dan terkadang menjemur bayinya di pagi hari, selainnya ibu tidak mengetahuinya. Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pengertian Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. b. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penyebab Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. c. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Tanda Gejala Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. d. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penanganan Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung.. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Responden Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada ibu nifas tentang ikterus neonatorum. 2. Bagi Tempat Peneliti Sebagai bahan masukan di Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambil keputusan dalam menentukan langkah berikutnya guna Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 4 memecahkan masalah tentang ikterus neonatorum. 3. Bagi Institusi Sebagai penambah bahan bacaan di perpustakaan dan juga sebagai masukan ilmu pengetahuan mengenai ikterus neonatorum. 4. Bagi Peneliti Dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan atau wawasan mengenai gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. variabelnya adalah pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum. Penelitian dilakukan pada tanggal 19 juli – 25 juli 2014. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas di wilayah kerja puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung yang berjumlah 56 ibu nifas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode total sampling. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Dilakukan uji instrumen penelitian yaitu uji validitas dengan teknik korelasi product moment dan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha cronbrach. analisis univarat digunakan distribusi frekuensi untuk menggambarkan pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagaimana tujuan penelitian, bab ini menyajikan hasil analisis mengenai gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung, dimana sebagai respondennya adalah para ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung, yang berjumlah 56 orang. Kemudian dari hasil pengolahan diperoleh hasil-hasil dari berikut ini. A. Gambaran Karakteristik Responden 1. Umur Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur responden disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Umur Frekuensi < 20 Th 20-35 Th > 35 Th Jumlah 6 48 2 56 Persenta se (%) 10,7 85,7 3,6 100,0 Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 56 responden ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu sejumlah 48 orang (85,7%). Hal ini dikarenakan usia ibu masih cenderung muda sehingga pengetahuan yang didapatkan belum terlalu banyak dimana semakin bertambah usia maka akan semakin bertambah baik pengetahuannya dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh dari hasil membaca dapat dirangkai dan dimengerti khususnya tentang ikterus neonatorum. Sesuai dengan Mubarak (2007), bahwa dengan bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikis(mental). Hal ini sependapat dengan Hurlock yang dikutip oleh Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 5 Nursalam (2006), bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih dipercaya dari orang – orang yang belum cukup tinggi dewasanya. Sehingga pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatarum cukup. 2. Pendidikan Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan responden disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pendidika n SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Frekuens i 16 18 21 1 Persentas e (%) 28,6 32,1 37,5 1,8 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 56 responden ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar berpendidikan SMA, yaitu sejumlah 21 orang (37,5%). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden pernah mendapatkan pendidikan bersifat formal, akan tetapi ibu kurang mendapatkan pendidikan non formal tentang ikterus neonatorum misalnya pada saat kunjungan masa nifas atau di posyandu. Sehingga responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang ikterus neonatorum. Sesuai dengan teori Sumantri (2007), bahwa latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan / informasi yang dimiliki menjadi lebih baik. Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 3. Pekerjaan Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pekerjaan PNS Wiraswasta Buruh Swasta IRT Frekue nsi 1 7 1 18 29 Persentas e (%) 1,8 12,5 1,8 32,1 51,8 Jumlah 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 56 responden ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga, yaitu sejumlah 29 orang (51,8%). Dilihat dari faktor pekerjaan, sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 29 responden, sehingga Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 6 mereka mempunyai banyak waktu luang untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk mencari informasi baik dengan tetangga, sahabat, atau dari saudara yang sudah pernah melahirkan. Selain itu juga karena semakin berkembangnya teknologi ibu yang tidak bekerja juga bisa mendapatkan informsi kesehatan baik dengan mengakses internet, menonton televisi dan mendengarkan radio serta bisa juga dengan membaca buku, majalah, koran dll. Banyaknya sumber informasi yang diperoleh maka sangat mendukung pemahaman mereka tentang ikterus neonatorum. Sesuai dengan teori Wawan dan Dewi (2003), bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai macam sumber diantara adalah dari media cetak ( majalah, buku, koran, MMT, Poster, Pamflet, dll) dan dari media elektronik (televisi, radio. Internet dll). Pekerjaan responden juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan responden dalam memperoleh informasi khususnya tentang ikterus neonatorum, hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003), bekerja bagi ibu – ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Pekerjaan akan mempermudah seseorang dalam memperoleh pengetahuan dari interaksi rekan – rekan yang berada pada tempat kerjanya. Ibu yang bekerja juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuannya dan kesempatan ibu dalam memperoleh informasi khususnya tentang ikterus neonatorum, hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003), bekerja bagi ibu – ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Pekerjaan akan mempermudah seseorang dalam memperoleh pengetahuan dari interaksi rekan – rekan yang berada pada tempat kerjanya. 4. Paritas Distribusi frekuensi responden berdasarkan paritas responden disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Paritas Primipara Multipara Frekuens i 33 23 Persentas e (%) 58,9 41,1 Jumlah 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 56 responden ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar adalah primipara yaitu sejumlah 33 orang (58,9%). A. Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung, pengetahuan tersebut meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan, dan komplikasi ikterus neonatorum. 1. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neonatorum Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 7 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pengetahua n Baik Cukup Kurang Frekuen si 20 25 11 Persentas e (%) 35,7 44,7 19,6 Jumlah 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 25 orang (44,7%). 2. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pengertian Ikterus Neonatorum Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang pengertian ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pengertian Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pengetahua n ttg Pengertian Baik Cukup Kurang Jumlah Frekuen si Persentas e (%) 31 22 3 56 55,4 39,3 5,4 100,0 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari pengetahuan ibu nifas tentang pengertian ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, paling banyak dalam kategori baik, yaitu sejumlah 31 orang (55,4%). Hal ini dikarenakan ada beberapa responden yang kurang mengerti tentang ikterus neonatorum seperti responden menganggap bahwa penyakit kuning pada bayi merupakan perubahan warna kulit yang wajar, sehingga responden mengalami pemahaman yang salah dengan pernyataan tentang pengertian ikterus neonatorum. Sedangkan menurut teori Ngastiyah (2005), Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Sedangkan Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditangulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. 3. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penyebab Ikterus Neonatorum Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang penyebab ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penyebab Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 8 Pengetahua n ttg Penyebab Baik Cukup Kurang Jumlah Frekuen si Persentas e (%) 6 24 26 56 10,7 42,9 46,4 100,0 Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa dari pengetahuan ibu nifas tentang penyebab ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, lebih banyak dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 26 orang (46,4%). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden kurang mengerti tentang penyebab ikterus neonatorum seperti responden menganggap bahwa penyakit kuning pada bayi merupakan perubahan warna kulit yang disebabkan karena kurangnya paparan sinar matahari secara langsung, sehingga responden mengalami pemahaman yang salah dengan pernyataan tentang penyebab ikterus neonatorum. Ikterus neonatorum juga biasa terjadi karena beberapa kondisi klinis, menurut Maryunani (2013) penyebab ikterus neonatorum yang sering timbul karena fungsi hati bayi lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bisa juga dikarenakan kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum bayak, bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Menurut Muslihatun (2010), hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam2 keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO atau difisiensi enzim GGPD. Hemolis ini juga dapat timbul akibat perarahan tertutup (hematomcepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia, keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dihidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia. 4. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Tanda dan Gejala Ikterus Neonatorum. Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang tanda dan gejala ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Tanda dan Gejala Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pengetahua n ttg Tanda dan Gejala Baik Cukup Kurang Frekuen si Persentas e (%) 12 19 25 21,4 33,9 44,7 Jumlah 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa dari pengetahuan ibu nifas tentang tanda dan gejala ikterus neonatorum di wilayah Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 9 kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 25 orang (44,7%). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden belum terlalu mengerti tentang tanda dan gejala ikterus neonatorum seperti responden menganggap bahwa penyakit kuning pada bayi merupakan perubahan warna kulit yang wajar dan akan menghilang dengan sendirinya, sehingga responden mengalami pemahaman yang salah dengan pernyataan tentang ikterus neonatorum. Menurut Maryunani (2013) ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki, kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak sakit, demam dan malas minum. Ikterus fisiologis akan timbul pada hari kedua dan ketiga serta akan menghilang pada 10 hari pertama dengan kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 pada neonatus kurang bulan. Sedangkan untuk ikterus patologis akan timbul dalam 24 jam pertama dan akan menetap setelah 2 minggu pertama dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg % pada neonatus kurang bulan. Hasil penelitian menunjukkan masih kurangnya perhatian ibu nifas tentang perubahan bayi pada mingguminggu pertama. Dimana pada bayi masih rentan akan terjadinya suatu masalah bayi sakit. 5. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penanganan Ikterus Neonatorum Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang penanganan ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Penanganan Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pengetahuan ttg Penanganan Baik Cukup Kurang Jumlah Frekue nsi Persenta se (%) 12 32 12 56 21,4 57,2 21,4 100,0 Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui bahwa dari pengetahuan ibu nifas tentang penanganan ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 32 orang (51,2%). Dari hasil penelitian pengetahuan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 32 orang (57,2%) tentang penanganan ikterus neonatorum dan sebanyak 12 responden (21,4%) berpengetahuan kurang. Hal ini dikarenakan ada beberapa responden yang kurang mengerti tentang penanganan ikterus neonatorum seperti responden menganggap bahwa penyakit kuning pada bayi bisa ditangani hanya dengan menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi secara langsung. Sedangkan menurut Maryunani (2013) untuk melakukan pejemuran bayi dibawah sinar matahari dilakukan Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 10 dengan menempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapatkan matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari secara langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan. Menurut Maryunani (2013), untuk penanganan ikterus fisiologis bisa ditangani sendiri dirumah seperti memberikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari), menjemur bayi antara jam 7-8 pagi. Untuk penanganan ikterus patologis dapat ditangani dengan melakukan terapi sinar (phototherapy), pemberian obat-obatan dan transfuse tukar. 6. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Komplikasi Ikterus Neonatorum Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi ikterus neonatorum disajikan berikut ini. Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Komplikasi Ikterus Neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kab Temanggung, 2014. Pengetahuan ttg Komplikasi Baik Cukup Kurang Jumlah Freku ensi 15 35 6 56 Persent ase (%) 26,8 62,5 10,7 100,0 Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi ikterus neonatorum di wilayah kerja Puskesmas Ngadirejo, Kab. Temanggung, sebagian besar dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 35 orang (62,5%). Menurut Maryunani (2013), sebagian besar kasus ikterus tidak berbahaya, tetapi kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin didalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak. Dalam jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli dan mata tidak bisa digerakkan keatas. PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian yang dilakukan pada 56 ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung tentang “Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang Ikterus Neoantorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung ”. pada tanggal 19 - 25 juli 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 25 responden (44,7%). 2. Pengetahuan ibu nifas tentang pengertian ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 31 responden (55,4%). 3. Pengetahuan ibu nifas tentang penyebab ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori kurang yaitu sebanyak 26 responden (46,4%). Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 11 4. Pengetahuan ibu nifas tentang tanda dan gejala ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori kurang yaitu sebanyak 25 responden (44,7%). 5. Pengetahuan ibu nifas tentang penanganan ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 32 responden (57,2%). 6. Pengetahuan ibu nifas tentang komplikasi ikterus neonatorum sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 35 responden (55,4%). B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka peneliti mempunyai pandangan yang dapat dijadikan saran yaitu sebagai berikut : 1. Bagi peneliti selanjutnya Untuk penelitian berikutnya perlu diteliti lebih lanjut tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum, serta menggunakan kuesioner terbuka. Sehingga responden lebih terbuka dalam mengemukakan pendapatnya, 2. Bagi Puskesmas Diharapkan dari tenaga kesehatan memberikan penyuluhan pada saat kunjungan masa nifas tentang pengertian, penyebab, tanda gejala, penanganan dan komplikasi ikterus neonatorum, sehingga ibu nifas bisa mendeteksi lebih dini apabila terjadi ikterus neonatorum. 3. Bagi Ibu Nifas Bagi ibu nifas agar lebih aktif mencari informasi kesehatan dari berbagai sumber yang terpercaya seperti tenaga kesehatan khususnya bidan, atau dokter. yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan khususnya tentang ikterus neonatorum dan diharapkan dapat memahami dan mengerti sehingga dapat diterapkan jika bayinya mengalami hal tersebut. 4. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat digunakan sebagai wacana, referensi, serta kepustakaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan sehingga dapat meningkatkan wawasan di bidang penelitian. DAFTAR PUSTAKA Dhafinshisyah. 2008. Ragam Terapi Untuk Bayi Kuning. http://dhafinshisyah.multiple.com/r ewlews/item/25. diakses tanggal 16 februari 2014. Hidayat, A.Aziz Alimul. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Mansjor, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. Maryanti. 2008. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Dan Balita. Yogyakarta : Nuha Medika. Maryunani, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Trans Info Medika. Nanny, Vivian Lia dan Dewi. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba Medika. Ngastiyah. 2005. Perawata Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. 2003. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta. SDKI. (2012). Angka Kematian Neonatal, Bayi dan Balita di Indonesia tahun 2012. www.infodokterku.com. Diakses tanggal 21 februari 2014. Wawan dan Dewi. 2011. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang ikterus neonatorum di Wilayah Kerja Puskesmas Ngadirejo Kabupaten Temanggung 12