Desain Primer Multiplex Polymerase Chain Reaction (PCR) Gen E6

advertisement
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Desain Primer Multiplex Polymerase Chain Reaction (PCR) Gen E6
HPV Tipe 45 dan HPV Tipe 52
(Primer Design of Multiplex Polymerase Chain Reaction (PCR) Gen E6 HPV Tipe 45
and HPV Tipe 52)
Marlina1; Prima Ramadhani1; Andani Eka Putra2; Rustini1; Yufri Aldi1
1Faculty
of Pharmacy, Andalas University, Post Code 25163, Padang, Indonesia
2
Faculty of Medicine, Andalas University, Post Code 25163, Padang, Indonesia.
*Corresponding email: [email protected]
ABSTRAK
Human Papillomavirus (HPV) merupakan penyebab utama kanker serviks. Terdapat lebih dari 200
tipe HPV. Penentuan tipe HPV dilakukan menggunakan primer spesifik untuk masing-masing tipe. Saat
ini primer untuk HPV tipe 45 dan HPV tipe 52 masih jarang dipublikasikan. Penelitian ini desain sebuah
primer multiplex untuk mendeteksi HPV tipe 45 dan HPV tipe 52. Primer didesain menggunakan
software AmplifX 1.5.4, Oligo Analyzer serta beberapa situs resmi seperti NCBI dan primer3plus.
Keseluruhan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria desain primer sehingga diperoleh
primer yang terbaik. Primer multiplex gen E6 yang diperoleh memiliki panjang amplikon 129 bp untuk
HPV tipe 45 dan 402 bp untuk HPV tipe 52.
Kata Kunci: Kanker serviks, desain primer, HPV tipe 45, HPV tipe 52, Multiplex PCR
PENDAHULUAN
Polymerase chain reaction (PCR) adalah
Bioinformatika
teknik
suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA yang
komputasi untuk mengelola dan menganalisis
dapat menjawab tantangan ini. Primer adalah
informasi
metode
salah satu unsur penting, merupakan deretan
fisika,
protein yang akan melipatgandakan DNA target.
biologi, dan ilmu kedokteran yang saling
Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA
menunjang satu sama lain (Utama, 2003). Seiring
target yang akan diamplifikasi dan sekaligus
berkembangnya bioteknologi molekuler saat ini,
menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’
bioinformatika
menjadi
karena
yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA
perkembangan
teknologi
dan
(Handoyo & Rudiretna, 2001; Haswan, dkk.,
biologis,
matematika,
merupakan
mencakup
statistika,
informatika,
penting
informasi
peningkatan ilmu komputer membuka sudut
2012).
pandang baru dalam menyeleaikan berbagai
Kanker serviks merupakan suatu tumor
persoalan biologi molekuler, terutama dengan
ganas yang diawali dengan pertumbuhan sel
menggunakan sequence DNA dan asam amino
yang tidak normal yang terjadi pada permukaan
(Baxevanis & Ouelette, 2005).
epitel leher rahim atau mulut rahim (Sarwono,
2008;
Manuaba,
2009).
Kanker
serviks
158
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
menduduki peringkat ketiga diseluruh dunia dan
kedua daerah ujung yang diamplifikasikan (Aris,
peringkat kedua di Indonesia sebagai penyakit
dkk., 2013).
yang menyebabkan kematian pada perempuan
(Bruni, et al., 2014). Penyebab utama kanker
METODE PENELITIAN
serviks adalah Human papillomavirus (HPV)
Pencarian isolat primer
(WHO, 2010). Virus ini dapat ditularkan melalui
hubungan
seksual.
Berdasarkan
Langkah awal dalam pembuatan primer
tingkat
adalah mencari isolat primer yang akan di desain.
keparahannya dalam menyebabkan infeksi, virus
Isolat primer HPV tipe 45 dan HPV tipe 52
ini dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu
didapat
HPV tipe high risk dan low risk. HPV tipe high risk
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov),
antara lain tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51,
untuk isolat reference HPV tipe 45 dan HPV tipe
52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 82. HPV tipe inilah yang
52
seringkali menyebabkan terjadinya kanker,
(http://www.hpvcenter.se).
dari
diambil
database
dari
situs
NCBI
sedangkan
HPV
center
terutama kanker serviks (WHO, 2010).
HPV tipe 16, 18, 31 dan 33 merupakan
Analisis penjajaran primer
HPV peringkat teratas sebagai penyebab kanker
Analisis penjajaran primer dilakukan
serviks. Studi di Indonesia menunjukan 76.9%
terhadap isolat primer HPV tipe 45 dan HPV tipe
kanker serviks invasif dikaitkan dengan HPV tipe
52 terhadap masing-masing isolat reference
16 dan 18 (Bruni, et al., 2014). Pada penelitian
menggunakan program BLAST yang dapat
Marlina (2014) telah didesain primer HPV tipe
diakses
16, 18, 31 dan 33 untuk mendeteksi kanker
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST). Analisis
serviks HPV tipe 16, 18, 31 dan 33. Tidak hanya
penjajaran ini dilakukan untuk mengetahui
HPV tipe 16, 18, 31 dan 33, namun HPV tipe 45
posisi basa yang tidak mengalami mutasi. Hal ini
dan 52 juga menjadi penyebab terjadinya kanker
dapat diamati dengan tidak adanya kekosongan
serviks.
yang
garis vertikal pada urutan basanya, selain itu
disebabkan oleh HPV tipe 45 adalah 7.4%
untuk mempermudah penentuan pemilihan
sedangkan HPV tipe 52 adalah 8.3 % (ICO HPV
posisi
information centre, 2014). Aldi, Y., et al (2015)
sequence dalam rentang 50 basa. Berdasarkan
menyatakan bahwa tingkat prevalensi HPV tipe
pemisahan ini dapat diketahui daerah tanpa
45 untuk daerah sumatera barat dan Riau adalah
mutasi (conversed) yang dapat dijadikan acuan
60,47%.
dalam pemilihan posisi kandidat primer.
Prevalensi
Pada
kanker
penelitian
serviks
ini
dengan
memanfaatkan bioinformatika dilakukan desain
pada
primer
website
dapat
dilakukan
NCBI
pemisahan
Pemilihan kandidat primer
Pemilihan
kandidat
primer
dapat
primer multiplex PCR gen E6 HPV tipe 45 dan
dilakukan dengan memasukan sequence gen E6
HPV tipe 52. Desain primer dilakukan untuk
HPV tipe 45 dan HPV tipe 52 pada AmplifiX 1.5.4
memperoleh primer yang spesifik dengan gen
dan situs Primer3plus (www.primer3plus.com).
target,
harus
Hal ini bertujuan agar diperoleh kandidat primer
komplementer atau kurang lebih memiliki
dengan sifat yang bervariasi. Pada kedua
homologi yang cukup tinggi dengan urutan
perangkat yang digunakan tersedia sifat-sifat
sehingga
urutan
basanya
primer seperti ukuran primer, posisi primer,
159
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
komposisi GC, dan amplikon. Pemilihan kandidat
primer pada kedua perangkat didasarkan pada
Tabel 1. Kriteria Desain Primer
Kriteria Desain Primer
Nilai
Tm (ºC)
50 ºC -65 ºC
sebelumnya.
Komposisi GC
40 % - 60 %
Analisis struktur sekunder dan sifat lainnya
Panjang Primer
18 bp – 20 bp
GC Clamp
< 3 basa
lainnya dilakukan pada kandidat primer yang
Hairpin (kcal/mol)
< -3 kcal/mol
terpilih menggunakan perangkat Oligo Analyzer.
Self dimer (kcal/mol)
< -6 kcal/mol
Perangkat ini menampilkan sifat-sifat seperti
Cross dimer (kcal/mol)
< -6 kcal/mol
nilai haipin, self dimer dan cross dimer. Selain itu
Runs
< 4 basa
dilakukan penghitungan nilai Tm primer secara
Repeats
< 4 basa
manual dengan rumus :
Tm mismatch (ºC)
< 5 ºC
daerah
conversed
yang
telah
di
ketahui
Analisis struktur sekunder dan sifat
HASIL DAN DISKUSI
Penelitian tentang desain primer untuk
Penentuan jumlah GC clamp dilakukan
mendeteksi gen E6 pada HPV tipe 45 dan HPV
dengan cara menghitung jumlah basa G dan C
tipe 52 pada pasien kanker serviks telah
pada 5 basa terakhir ujung 3’ primer dengan
dilakukan. Primer yang diperoleh bertutut-turut
ketentuan jumlah optimal G dan C tidak lebih dari
adalah forward 5’-TGC GGT GCC AGA AAC CAT
3 basa. Penentuan run dilakukan dengan
TGA-3’; reverse 3’-TTT CTT GCC GTG CCT GGT
menghitung jumlah pengulangan basa sejenis
CA-5’ untuk HPV tipe 45 dengan panjang aplikon
yang terjadi pada setiap sequence dengan
129 dan forward 5’-CAC GAA TTG TGT GAG GTG
ketentuan pengulangan tidak boleh lebih dari 5
CTG-3’; reverse 3’-GGT CAC AGG TCG GGG TCT-5’
basa
untuk HPV tipe 52 dengan panjang amplikon 402
(contoh:
GGGGG).
Penentuan
repeat
dilakukan dengan menghitung pengulangan 2
basa yang terjadi tidak boleh lebih dari 4 kali
pengulangan (contoh: CTCTCTCT).
Pemilihan
primer
bp.
Penelitian rancangan dan pengujian primer
HPV tipe 45 dan 52 telah dilakukan. Rancangan
ditentukan
primer dilakukan untuk pencarian primer terbaik
berdasarkan analisis sifat-sifat kandidat primer
yang akan digunakan untuk mengidentifikasi
yang paling sesuai dengan kriteria desain primer
HPV tipe 45 dan 52 menggunakan Multiplex
seperti tabel berikut :
Polymerase Chain Reaction (MPCR). Primer ini
didesain dengan menggunakan situs resmi dan
beberapa software seperti NCBI, primer3plus,
AmplifX 1.5.4 dan Oligo Analyzer. Pencarian
primer dilakukan pada situs resmi NCBI
(www.ncbi.nlm.nih.gov) dengan kata kunci isolat
gen E6 HPV tipe 45 dan isolat gen E6 HPV tipe 52.
Isolat gen E6 HPV tipe 45 dan HPV tipe
52 telah diperoleh dari gene bank NCBI masing-
160
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
masing sebanyak 4 isolat. Isolat ini dianalisis
secara
molekuler
untuk
Setiap
primer
dianalisis
hingga
mempermudah
didapatkan primer dengan kriteria terbaik yang
pemilihan kandidat primer. Hal pertama yang
dianalisis berdasarkan karakteristik primer yang
dilakukan adalah penjajaran isolat HPV tipe 45
meliputi
dan HPV tipe 52 dengan isolat reference. Isolat
komposisi primer (% GC) dan panjang amplikon
reference
telah
yang diperoleh dari primer3plus, sedangkan sifat
dipublikasikan dan dijadikan acuan dalam
sekunder primer yang meliputi haipin, self dimer,
mendesain primer yang diperoleh dari situs
dan cross dimer diproleh dari oligo analyzer. Nilai
resmi
Tm (time melting), run, repeat dilakukan secara
merupakan
international
isolat
HPV
yang
reference
center
(www.hpvcenter.se).
posisi
primer,
panjang
primer,
manual.
Penjajaran (alignment) dilakukan pada
Primer yang didesain memiliki posisi
program BLAST nukleotida (BLASTn) dalam
conserved 100% sehingga dapat menghindari
laman web NCBI. Berdasarkan penjajaran ini
terjadinya mutasi pada saat amplifikasi. Panjang
diperoleh daerah conserved, yaitu daerah yang
primer yang diharapkan masuk dalam rentang
memiliki homologi tinggi pada suatu isolat.
18-30 basa. Jika panjang primer kurang dari 18
Daerah
daerah
basa dapat mengakibatkan spesifisitas primer
terjadinya mutasi, sehingga untuk mendesain
rendah dan dapat memungkinkan terjadinya
sebuah primer daerah non-conserved harus
mispriming (penempelan primer ditempat yang
dihindari. Sequence nukleotida dianalisis lebih
tidak diinginkan), sedangkan untuk primer yang
lanjut dengan membagi sequence dalam rentang
lebih dari 30 basa tidak akan meningkatkan
50 nukleotida untuk mempermudah pencarian
spesifisitas primer secara bermakna dan ini akan
daerah conserved yang akan dijadikan sebagai
menyebabkan biaya produksi yang lebih besar.
posisi target desain primer. Tahap selanjutnya
Panjang primer HPV tipe 45 forward adalah 21
dilakukan analisis molekuler, dimana dari hasil
basa dan reverse adalah 20 basa, sedangkan HPV
pemilahan daerah conserved, dipilih sequence
tipe 52 forward adalah 21 basa dan reverse 18
dengan daerah conserved 100% (Widowati,
basa (Handoyo & Rudiretna, 2001; Sasmito, dkk.,
2013).
2014)
non-conserved
merupakan
Pencarian kandidat primer dilakukan
Perancangan
sebuah
primer
perlu
setelah menemukan daerah conserved untuk
memperhatikan nilai Tm (Time melting) primer
kedua tipe HPV. Pencarian kandidat primer
yang merupakan temperatur dimana 50% untai
dilakukan
ganda terpisah sehingga primer dapat masuk dan
pada
(www.primer3plus.com)
situs
primer3plus
dan AmplifX
1.5.4
beramplifikasi. Pemilihan Tm primer sangat
dengan kriteria posisi primer termasuk dalam
penting karna berpengaruh terhadap pemilihan
daerah conserved. Berdasarkan daerah conserved
suhu annealing pada proses PCR. Penentuan Tm
dari masing-masing sequence didapatkan 3
primer dihitung secara manual menggunakan
primer HPV tipe 45 yaitu 2 dari primer3plus dan
rumus
1 dari AmplifX 1.5.4, sedangkan untuk HPV tipe
Sebaiknya Tm primer berkisar antara 50 – 65 oC
52 berjumlah 8 primer dari primer3plus dan
(Handoyo & Rudiretna, 2001). Primer HPV tipe
tidak ada primer yang memenuhi syarat dari
45 dan HPV tipe 52 memiliki Tm yang sesuai
AmplifX 1.5.4.
dengan karakteristik Tm optimal, yaitu Tm HPV
[2(A+T)
+
4(C+G)]
(lampiran
2).
161
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
tipe 45 forward 62
oC
dan reverse 62
oC
terjadi pada primer sejenis maupun dengan
sedangkan HPV tipe 52 forward 62 oC dan reverse
primer lainnya. Interaksi primer-primer harus
60 oC. Nilai Tm untuk primer HPV tipe 45 dan
dihindari, demikian juga dengan mispriming
HPV tipe 52 memenuhi kriteria rentang yang
pada daerah lain yang tidak dikehendaki. Hal ini
ditentukan yaitu 50-65 oC, sedangkan Tm diatas
dapat menyebabkan spesifisitas primer menjadi
65 oC akan mengurangi efektivitas annealing
rendah
sehingga proses amplifikasi DNA kurang berjalan
berpengaruh pada efisiensi proses PCR.
baik (Widowati, 2013).
dan
terjadinya
Analisis
hairpin
mispriming
dilakukan
dapat
untuk
Komposisi primer juga merupakan salah
mengetahui ada tidaknya struktur sekunder
satu pertimbangan penting. Deretan nukleotida
yang terbentuk. Terbentuknya loop/hairpin
yang sama pada setiap primer perlu dihindari
sebaiknya dihindari agar tidak mengurangi
karna dapat menurunkan spesifisitas primer dan
spesifisitas primer. Batas nilai hairpin yang
memungkinkan
di
diizinkan adalah kurang dari -3 kcal/mol
tempat lain. Kandungan GC sebaiknya pada
(Widowati, 2013). HPV tipe 45 hanya memiliki 1
rentang 40% - 60%. Primer dengan GC rendah
hairpin yaitu pada primer forward dengan nilai
tidak dapat berkompetisi untuk menempel
∆G= -1.08 kcal/mol, sedangkan HPV tipe 52
secara efektif pada tempat tujuan, sedangkan
memiliki 3 hairpin pada primer forward yaitu
primer dengan komposisi GC terlalu tinggi dapat
dengan nilai ∆G = 0.04 kcal/mol, 0.04 kcal/mol,
menyebabkan hasil menjadi tidak spesifik.
0.04 kcal/mol.
terajadinya
mispriming
Komposisi GC primer HPV tipe 52 reverse
Self dimer merupakan ikatan yang
termasuk tinggi yaitu 66.7 % dibandingkan
terbentuk antar primer sejenis, batas nilai self
dengan forward 52.4%, HPV tipe 45 forward 55%
dimer yaitu ∆G= -6 kcal/mol (Widowati, 2013).
dan reverse 52%, namun primer HPV tipe 52
Pada HPV tipe 45 terbentuk 1 self dimer pada
reverse memiliki struktur sekunder yang lebih
primer forward dengan nilai ∆G= -1.20 kcal/mol
baik dibandingkan dengan kandidat primer yang
sedangkan pada HPV tipe 52 terbentuk 4 self
lain. Selain itu nilai GC yang tinggi dapat diatasi
dimer pada primer forward dengan nilai ∆G= -
dengan pemilihan supermix yang tepat. Terdapat
2.16 kcal/mol, -0.08 kcal/mol, -0.08 kcal/mol, -
berbagai macam supermix yang tersedia untuk
0.08 kcal/mol.
membantu hasil amplifikasi PCR menjadi lebih
Cross dimer merupakan ikatan yang
speifik, salah satunya adalah Supermix KAPA2G
terbentuk antar primer, yaitu antara primer
Fast Multiplex PCR kit. Supermix ini khusus
forward dan reverse HPV tipe 45 maupun HPV
digunakan untuk multiplex PCR dan mengizinkan
tipe 52. Batas nilai cross dimer yaitu ∆G= -6
nilai GC yang digunakan lebih dari 70% dengan
kcal/mol (Widowati, 2013). Pada HPV tipe 45
ketentuan penambahan DMSO 5-10% pada
primer nomor 3 terbentuk 5 cross dimer (∆G= -
komposisi PCR (Handoyo & Rudiretna, 2001;
3.86,
Sasmito, dkk., 2014; KAPA biosystem, 2014).
sedangkan pada HPV tipe 52 primer nomor 8
Analisis struktur sekunder dilakukan dengan
terbentuk 4 cross dimer (∆G= -3.61, -2.04, -0.34, -
menggunakan Oligo Analyzer, diperoleh nilai
0.08 kcal/mol).
-3.47,
-3.41,
-3.16,
-0.31
kcal/mol)
hairpin, self dimer dan cross dimer. Analisis ini
Analisis cross dimer selanjutnya dilakukan
sangat penting untuk mengetahui reaksi yang
antar primer HPV tipe 45 dan HPV tipe 52. Ini
162
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
merupakan tahapan lanjutan untuk menemukan
AAC CAT TGA-3’ dan reverse 3’-TTT CTT GCC GTG
primer Multipex Polymerase Chain Reaction
CCT GGT CA-5’ dan primer nomor 8 dengan
(MPCR). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
urutan forward 5’-CAC GAA TTG TGT GAG GTG
ikatan yang terjadi diantara kedua primer
CTG-3’ dan reverse 3’-GGT CAC AGG TCG GGG
tersebut. Berdasarkan kandidat primer HPV tipe
TCT-5’. Primer nomor 3 dan primer nomor 8 ini
45 (primer nomor 2 dan 3) dengan HPV tipe 52
memiliki ikatan yang paling sedikit dan nilai
(Primer nomor 4, 7, 8), diperoleh primer nomor 3
cross dimer yang memenuhi syarat yaitu ∆G <-6
urutan nukleotida forward 5’-TGC GGT GCC AGA
kcal/mol.
Tabel 2. Accession number isolat gen E6 HPV 45 yang diakses pada NCBI
Nomor Isolat
1
2
3
4
Isolat
Accession Number
B3587
B3730
B8463
B2408
KC662573.1
KC662572.1
KC662571.1
KC662570.1
Tabel 3. Accession number isolat gen E6 HPV tipe 52 yang diakses pada NCBI
Nomor Isolat
1
2
3
4
Isolat
Accession Number
CZ52E429
CZ52A1023
CZ52A336
CZ52A277
JN874452.1
JN874451.1
JN874450.1
JN874449.1
Tabel 4. Posisi urutan nukleotida yang conserved dari gen E6 HPV tipe 45
No
Urutan Nukleotida
Jumlah isolat
Persentase (%)
1
1-50
4
100
2
51-100
4
100
3
101-150
3
75
4
151-200
1
25
5
201-250
4
100
6
251-300
4
100
7
301-350
4
100
8
351-400
0
0
9
401-450
4
100
10
451-477
4
100
Keterangan :
- Posisi adalah daerah conserved sequence isolat.
- Jumlah isolat adalah banyak isolat yang memiliki posisi conserved
- Persentase (%) adalah persentase jumlah isolat yang memiliki posisi conserved dari jumlah
seluruh isolat yang digunakan
163
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Tabel 5. Posisi urutan nukleotida yang conserved dari gen E6 HPV tipe 52
No
Urutan Nukleotida
Jumlah isolat
Persentase (%)
1
1-50
4
100
2
51-100
4
100
3
101-150
4
100
4
151-200
4
100
5
201-250
0
0
6
251-300
0
0
7
301-350
4
100
8
351-400
3
75
9
401-450
4
100
10
451-477
4
100
Keterangan :
- Posisi adalah daerah conserved sequence isolat.
- Jumlah isolat adalah banyak isolat yang memiliki posisi conserved
- Persentase (%) adalah persentase jumlah isolat yang memiliki posisi conserved dari jumlah
seluruh isolat yang digunakan
Tabel 6. Karakteristik Primer HPV Tipe 45
No
Primer
Panjang
Posisi
1
F
gacgatccaaagcaacgacc
20
13
R
cgaagtctttcttgccgtgc
20
452
2
F
acgaccctacaagctaccag
20
27
R
tccctacgtctgcgaagtct
20
464
3
F
tgcggtgccagaaaccattga
21
317
R
tttcttgccgtgcctggtca
20
426
Keterangan :
- Posisi adalah letak primer pada sequence target
Tm
(ºC)
62
62
62
62
63
62
GC
(%)
55
55
55
55
52
55
Amplikon
(bp)
440
Primer3plus
438
Primer3plus
129
AmplifX
Metoda
Tabel 7. Karakteristik Primer HPV Tipe 52
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Primer
Panjang
Posisi
F tgaggatccagcaacacgac
20
6
R ttacacttgggtcacaggcc
20
447
F gatccagcaacacgacccc
19
10
R tccaacactctgaacagcgc
20
421
F tgtttgaggatccagcaacac
21
2
R ccctgtccaacgacccataa
20
402
F cggaccctgcacgaattgt
19
28
R cggggtctccaacactctga
20
428
F cggggtctccaacactctga
21
37
R gtcacaggccggggtctc
18
437
F tgaggatccagcaacacgac
20
6
R tacacttgggtcacaggtcg
20
446
F cggaccctgcacgaattgt
19
28
R tcggggtctccaacactct
19
429
F cacgaattgtgtgaggtgctg
21
37
R ggtcacaggtcggggtct
18
438
Keterangan :
- Posisi adalah letak primer pada sequence target
Tm
(ºC)
62
62
62
62
62
62
60
64
64
62
62
62
60
60
62
60
GC (%)
55
55
63.2
55
47.6
55
57.9
60
52.4
72.2
55
55
57.9
57.9
52.4
66.7
Amplikon
(bp)
Metoda
442
Primer3plus
412
Primer3plus
401
Primer3plus
401
Primer3plus
401
Primer3plus
441
Primer3plus
402
Primer3plus
402
Primer3plus
164
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
KESIMPULAN
CCT GGT CA-5’ sedangkan primer HPV tipe 52
Berdasarkan kriteria desain primer
mempunyai
panjang
amplikon
402
bp
terhadap kandidat primer HPV tipe 45 dan HPV
mempunyai urutan basa nukleotida forward 5’-
tipe 52 diperoleh primer HPV tipe 45 dengan
CAC GAA TTG TGT GAG GTG CTG-3’ dan reverse
panjang amplikon 129 bp mempunyai urutan
3’-GGT CAC AGG TCG GGG TCT-5’.
basa nukleotida forward 5’-TGC GGT GCC AGA
AAC CAT TGA-3’ dan reverse 3’-TTT CTT GCC GTG
DAFTAR PUSTAKA
Aldi, Y., Trisnawati, A.N., Putra, A.E., Djamaan, K.,
Marlina. (2015). Detection of hpv type 45 L2 gene in
cervical cancer patients by polymerase chain
reaction method. Int. J. Phram and Pharmaceutical
Sci., 7(11).
Aris, M., Sukenda, Enang Haris., M.Fatuchri., Munti
Yuhana. (2013). Identifikasi molekular bakteri
patogen dan desain primer PCR. Bioteknologi
1(3):43-50.
Baxevanis, A.D., & Ouelette, B.F.F. (2005). Bioinformatics
A Practical Guide to The Analysisof Genes and
Protein, 3rd edition. Wiley Interscience.
Bruni, L., Barrionuevo-Rosas L, Serrano B, Brotons M,
Albero G, Cosano R, Muñoz J, Bosch FX, de Sanjosé
S, & Castellsagué X. (2014). Human Papillomavirus
and Related Diseases Report in Indonesia.
Barcelona: ICO Information Centre on HPV and
Cancer (HPV Information Centre).
Handoyo, D., & Ari Rudiretna, (2001). Prinsip Umum Dan
Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
[General Principles and Implementation of
Polymerase Chain Reaction]. Unitas, 9 (1): 17-29.
Haswan, N., Syahrul R., & Mardiah T. (2012). Infeksi
Human Papilloma Virus dengan Perubahan Sitologi
Serviks Pada Ibu Hamil. [cited 21 November 2014]
tersedia dari URL : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal.
Kapa biosystem. (2014). KAPA2G Fast Multiplex PCR Kit.
Technical Data Sheet. United States: Boston.
Manuaba. (2009). Understanding the Female
Reproductive Health. Jakarta: EGC.
Marlina, Putra, A. E., & Burlis, T. (2014). Desain Primer
Human Papillomavirus (HPV) Tipe 16 dan HPV Tipe
18 Penyebab Kanker Serviks secara Multiplex
Polymerase Chain Reaction. Skripsi . Padang :
Fakultas
Farmasi
Universitas
Andalas
(Unpublished).
Marlina, Putra, A. E., & Yusal, C. M. (2014). Desain Primer
Human Papillomavirus (HPV) Tipe 31 dan HPV Tipe
33 Penyebab Kanker Serviks untuk Metode Multiplex
Polymerase Chain Reaction (PCR). Skripsi. Padang:
Fakultas
Farmasi
Universitas
Andalas
(Unpublished).
Sarwono, P. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
Sasmito, D.E.K., Rahardian K., & Izzati M., Karakteristik
Primer pada Polymerase Chain Reaction (PCR)
untuk Sequencesing DNA : Mini Review di Seminar
Nasional Infoematika Medis (SNIMed) V, 6
Desember 2014 : 90-102.
Utama, A. (2003). Peranan Bioinformatika Dalam Dunia
Kedokteran. [cited 20 September 2014] tersedia dalri
URL: www.ilmukomputer.com.
WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical
Cancer (HPV Information Centre). (2010). Human
papillomavirus and related cancers. Summary
Report Update. 3rd edition. Available from URL :
http://www.who.int/hpvcentre.
Widowati, E.W. (2013). Desain Primer Sitokrom B (cyt b)
sebagai salah satu komponen PCR (Polymerase
Chain Reaction) untuk Deteksi DNA Babi.
Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
165
Download
Study collections