e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA Komang Dina Yanti1, Desak Putu Parmiti2, Ignatius I Wayan Suwatra3 1,2,3Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dan menggunakan desain Non-equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 136. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD N 2 Pemaron yang berjumlah 24 orang dan siswa kelas IV SD N 3 Tukadmungga yang berjumlah 21 orang. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes pilihan ganda/obyektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan hasil yaitu terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional (thitung = 20,58 dan ttabel = 2,021, sehingga thitung > ttabel). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng. Kata kunci: NHT, hasil belajar IPA Abstract This research aimed to know the differences of science learning outcomes between students who are follows the type of cooperative larning model Numbered Head Together (NHT) with the students who are follows conventional learning model in the fourth grade students of XIV cluster, Buleleng subdistrict. This research is an quasi experiment using Non-equivalent post-test only control group design. The population in this research are all the fourth grade students of XIV cluster, Buleleng district, Buleleng regency academic year 2015/2016 which are consis of 136. Sample of this research are the fourth SD N 2 Pemaron which are amounts of 24 students and the foruth SD N 3 Tukadmungga which are amounts of 21 students. The data of students science learning outcomes are collected using objective test. The data which are collected analyzed using descriptive statistic analysis and inferensial statistic (t-test). Based on data analysis, the researcher finds significant differen ces of science learning outcomes between the students who are follows the type of cooperative larning model Numbered Head Together (NHT) with the students who are follows conventional learning (tcount = 20,58 and ttabel = 2,021, with the result that tcount> ttabel). Based on the result of the analysis above, it can be concluded that the type of cooperative larning model Numbered Head Together (NHT) effect on students science learning outcomes of grade fourth in XIV cluster Buleleng subdistric. 1 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Keywords: NHT, Science learning outcomes PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan pada jenjang SD diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan bermasyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu tersebut adalah IPA. IPA merupakan suatu ilmu teoritis yang didasarkan atas pengamatan, percobaanpercobaan, terhadap gejala-gejala alam (Aly & Rahma, 2009). Dalam penerapannya pembelajaran IPA di sekolah dasar sebaiknya dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA (Susanto, 2013). Dalam hal ini para guru diharapkan mengetahui dan mengerti tentang hakikat pembelajaran IPA. Hakikat pembelajaran IPA dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA pada usia sekolah dasar harus benar-benar dilakukan secara mendasar dan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget, bahwa pada anak sekolah dasar yang berkisar antara 6 atau 7 sampai 11 atau 12 tahun berada pada fase operasional konkret (Susanto, 2013:170). Pada tahap ini anak sekolah dasar belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Pada kenyataannya, proses pembelajaran IPA di sekolah dasar masih banyak dilaksanakan secara konvensional. Rasana (2009:20) menyatakan bahwa, “Penyampaian materi dalam pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus”. Para guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam melibatkan siswa, sehingga keterlibatan siswa dalam pembelajaran masih terbatas pada penerimaan materi yang disampaikan oleh guru. Hasil Pencatatan dokumen yang dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016, menunjukkan bahwa nilai UAS mata pelajaran IPA kelas IV Gugus XIV pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 masih rendah. Hasil pencatatan dokumen yang dilakukan di SD N 1 Pemaron terdapat 22 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dengan presentase kelulusan yaitu 31%, di SD N 2 Pemaron terdapat 16 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dengan presentase kelulusan yaitu 33%, di SD N 1 Tukadmungga terdapat 25 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dengan presentase kelulusan yaitu 29%, di SD N 2 Tukadmungga menunjukkan bahwa terdapat 16 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dengan presentase kelulusan yaitu 33%, dan di SD N 3 Tukadmungga terdapat 10 orang siswa yang nilainya di bawah KKM dengan presentase kelulusan yaitu 52%. Hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru IPA, diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya hasil belajar. Pertama, pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini dikarenakan guru dalam proses pembelajaran masih cenderung menggunakan model yang bersifat konvensional daripada model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Padahal dalam kegiatan pembelajaran yang baik, aktivitas pembelajaran harus lebih banyak berpusat pada siswa. Kedua, kurangnya keaktifan siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran di kelas hanya beberapa siswa yang aktif mengikuti pembelajaran, siswa lainnya hanya duduk di kelas, mendengarkan, mencatat, sehingga pada saat di berikan pertanyaan oleh guru hanya beberapa siswa yang mampu menjawab. Berdasarkan masalah yang ada mengenai rendahnya hasil belajar perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi siswa sekolah dasar dan karakteristik materi pembelajaran IPA. Model pembelajaran kooperatif diterapkan di sekolah dasar karena 2 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 pembelajaran NHT ini diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan semua siswa, mampu memperdalam pengetahuan siswa , melatih kerjasama siswa, melatih tanggung jawab, meningkatkan rasa percaya diri, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan tolak ukur yang dapat menunjukkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kusumojanto & Herawati (2009:94) menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar”. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. diharapkan dapat membuat siswa yang belajar dalam kelompok akan belajar lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang kelasnya dikelola secara tradisional. Model pembelajaran kooperatif adalah, “Sebuah model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran” (Kurniasih & Sani, 2015:117). Hal ini sesuai dengan pendapat Vigotsky, bahwa dalam pembelajaran IPA, dikehendakinya suasana kelas yang berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif (Susanto, 2013). Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) Trianto (2009:82) menyatakan bahwa, “Numbered Head Together atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional”. Model pembelajaran NHT terdiri dari empat fase yaitu fase penomoran, fase mengajukan pertanyaan, fase berpikir bersama, dan fase menjawab. Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran dengan membentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor. Model pembelajaran ini memiliki ciri khas dimana guru hanya menunjuk seorang siswa untuk mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang mewakili kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) diterapkan dalam pembelajaran IPA karena memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yaitu (1) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) menuntut siswa harus aktif semua, (3) mampu memperdalam pengetahuan siswa, (4) melatih tanggung jawab siswa, (5) menyenangkan siswa dalam kegiatan belajar, (6) mengembangkan rasa ingin tahu, dan (7) meningkatkan rasa percaya diri siswa. Dengan penerapan METODE Jenis penelitian ini merupakan eksperimen semu (quasi experiment) dengan menggunakan desain penelitian Non-equivalent Posttest-Only Control Group Design. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Gugus XIV Kecamatan Buleleng, pada rentang waktu semester II (genap) tahun pelajaran 2015/2016. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Gugus ini terdiri dari lima sekolah sehingga terdapat lima kelas IV dengan jumlah seluruh siswanya sebanyak 136 siswa. Untuk mengetahui kesetaraan hasil belajar pada populasi penelitian maka dilakukan uji t-Scheffe. Hasil analisis dengan uji t-Scheffe menunjukkan bahwa lima sekolah dasar tersebut setara. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2014). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sample random sampling. Teknik ini 3 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 dengan cara mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama, semua subjek mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi anggota sampel. Berdasarkan lima sekolah dasar yang ada di Gugus XIV Kecamatan Buleleng dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang akan dijadikan subjek penelitian. Hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu siswa kelas IV SD N 2 Pemaron sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV SD N 3 Tukadmungga sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Desain Penelitian yang digunakan adalah non-equivalent post-test only control group design. Pemilihan desain ini karena peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA ranah kognitif yang dikumpulkan melalui tes objektif atau pilihan ganda. Tes tersebut telah di ujicobakan, sehingga teruji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif dan uji prasyarat. Teknik analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada analisis deskriptif, data dianalisis dengan menghitung mean, median, modus, dan standar deviasi. Dalam penelitian ini data disajikan dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol. Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas sebaran data dimaksudkan untuk mengetahui data kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas untuk hasil belajar IPA digunakan analisis chi-kuadrat. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data benar-benar homogen. Uji homogenitas untuk kedua kelompok digunakan uji F. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t dengan menggunakan rumus polled varians (n1≠n2 dan varians homogen dengan db=n1+n2– 2). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar IPA, data dianalisis dengan analisis deskriptif agar dapat diketahui Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) dan Standar Deviasi. Rangkuman hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Kelompok Eksperimen Kontrol Mean (M) 21,50 17,28 Median (Md) 21,92 16,85 Modus (Mo) 23,00 16,1 Varians 25,50 16,20 Standar Deviasi 5,05 4,02 4 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Data diatas selanjutnya disajikan dalam bentuk kurva poligon. Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi seperti pada Gambar 1. F 10 8 6 4 F x 2 8 0 14 Mo= 16,1 6 17 20 23 M = 17,28 26 29 Md = 16,85 4 2 x Gambar 2. 29 Skor Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam kurva poligon. Berdasarkan kurva poligon di atas, dapat diketahui bahwa nilai modus lebih kecil dari median, dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M) atau 16,1<16,85<17,28. Data di atas termasuk pada distribusi juling positif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar IPA cenderung rendah. Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol selanjutnya dikonversi kedalam PAP skala lima untuk menentukan tinggi rendahnya sebaran data. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M =17,28 tergolong kriteria sedang. Setelah mengetahui hasil analisis deskriptif kemudian dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data tes hasil belajar IPA. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh 2 hit hasil belajar IPA siswa kelompok 0 14 17 20 23 26 Mo = 23,00 M = 21,50 Md = 21,92 Gambar 1. Kurva Poligon Post-test Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen Skor Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam kurva poligon. Berdasarkan kurva poligon di atas, dapat diketahui bahwa nilai modus lebih besar dari median, dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M) atau 23,00>21,92> 21,50. Data di atas termasuk pada distribusi juling negatif yang berarti sebagian besar skor hasil belajar IPA cenderung tinggi. Hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen selanjutnya dikonversi kedalam PAP skala lima untuk menentukan tinggi rendahnya sebaran data. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M=21,50 tergolong kriteria tinggi. Distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok kontrol yang telah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disajikan pada Gambar 2. Kurva Poligon Post-test Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol eksperimen adalah 5,465 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 2 7,815. Hal ini berarti, hit hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih kecil dari 2 tab ( 2 hit 2 tab ) sehingga data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen 2 5 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 berdistribusi normal. Sedangkan, hit hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 2 5,050 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2 hit hasil post-test kelompok kontrol lebih Berdasarkan hasil analisis uji prasyarat, diperoleh bahwa data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen, sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Hipotesis penelitian yang diuji adalah terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik uji-t dengan rumus polled varians. Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung > ttabel. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan (dk) = n1 + n2 – 2. Hasil perhitungn uji-t dapat dilihat dalam Tabel 2. 2 kecil dari tab ( hit tab ) sehingga data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians. Uji homogenitas varians data hasil belajar IPA dianalisis menggunakan uji F dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh Fhit hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,57. Sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 23, dbpenyebut = 21, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,12. Hal ini berarti, varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. 2 2 2 Hasil Belajar N Eksperimen 24 Kontrol 21 Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis db s2 X 43 21,50 25,50 17,28 16,20 Hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh thitung sebesar 20,58. Sedangkan, ttabel dengan db = 43, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung> ttabel) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional pada siswa kelas IV di Gugus XIV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016. Pembahasan hasil pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan hasil analisis pengaruh variabel bebas, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap variabel terikat yaitu hasil belajar IPA pada materi thitung ttabel (t.s. 5%) 20,58 2,021 perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. Hasil penelitian ini dapat dideskripsikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hasil ini didasarkan pada perbedaan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Apabila skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam kurva poligon tampak bahwa kurva sebaran 6 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 bahwa, “Penggunaan model pembelajaran NHT akan lebih bermakna dibandingkan dengan model pembelajaran yang dikelola secara tradisional karena model pembelajaran ini dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Model pembelajaran ini dapat menjamin keterlibatan semua siswa, mampu memperdalam pemahaman siswa, melatih tanggung jawab siswa, dan meningkatkan rasa percaya diri. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Hal tersebut ditunjukkan pada saat guru memberikan pertanyaan semua siswa aktif angkat tangan dan mau berbicara untuk mengemukakan pendapat. Dalam proses pembelajaran semua siswa berantusias dan memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan belajar, sehingga terlihat semua siswa aktif untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Sadirman (2011:97) menyatakan bahwa, “Dalam kegiatan belajar, siswa harus aktif berbuat, dengan kata lain bahwa dalam proses belajar sangat diperlukan adanya aktivitas”. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan tanggung jawab yang dimiki siswa, baik tanggung jawab dalam kelompok maupun individu. Dalam kelompok siswa bertanggung jawab untuk berdiskusi dalam mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kegiatan berdiskusi dalam kelompok menyebabkan siswa lebih serius dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) juga dapat meningkatkan tanggung jawab siswa secara individu. Siswa akan memiliki tanggung jawab terhadap nomor yang dimiliki. Pada saat nomor siswa dipanggil secara acak oleh guru, siswa yang memiliki nomor yang sesuai mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan kemampuannya dan berusaha melakukan yang terbaik agar dapat memperoleh nilai tertinggi tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi kelompok. Kurniasih & Sani (2015:29) menyatakan bahwa, “Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dapat data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa cenderung tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan kelompok kontrol, apabila skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol digambarkan dalam kurva poligon tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa cenderung rendah. Hasil analisis data menggunakan uji-t, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional disebabkan oleh perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran, keaktifan siswa, dan tanggung jawab siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbeda dengan pembelajaran konvensional. Trianto (2009:82) menyatakan bahwa, “Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri dari empat fase”. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu (1) fase penomoran. Pada fase ini siwa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 orang secara heterogen. Masing-masing siwa dalam kelompok diberikan penomoran oleh guru dan siswa memasang nomor tersebut, (2) fase berpikir bersama. Pada fase ini setiap kelompok diberikan pertanyaan berupa LKS, (3) fase berpikir bersama. Pada fase ini siswa bersama kelompok berdiskusi untuk mengerjakan pertanyaan yang terdapat di LKS, (4) fase menjawab. Pada fase ini guru menyebut salah satu nomor yang sudah dipilih dan siswa yang memiliki nomor tersebut, mengacungkan tangan, dan menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru. Trianto (2009:82) menyatakan 7 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok”. Adanya tanggung jawab menyebabkan seseorang selalu berusaha melakukan yang terbaik agar mendapatkan hasil yang terbaik pula. Berbeda halnya dalam pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan model konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru pada umumnya dengan cara memberikan informasi tentang materi suatu mata pelajaran. Rasana (2009:20) menyatakan bahwa, “Penyampaian materi dalam pembelajaran konvensional lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung terus-menerus”. Model pembelajaran ini membuat siswa cenderung belajar lebih pasif, membuat siswa cepat bosan, karena dalam proses pembelajaran siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan ceramah atau penjelasan yang disampaikan oleh guru. Jika hal ini, dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam mengikuti pelajaran IPA. Suasana kelas terkesan monoton, tidak ada suasana menyenangkan bagi siswa saat mengikuti pelajaran. Secara tidak langsung hal ini juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Meskipun secara umum model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa, namun dalam pelaksanaan masih terdapat kendala. Adapun kendala-kendala awal yang dialami saat pembelajaran adalah keributan pada saat pembagian kelompok, kurangnya kerjasama dalam kelompok, dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam berdiskusi kelompok. Berkurangnya kendala yang dihadapi pada pembelajaran karena dilakukan berbagai cara. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah 1) membimbing siswa dalam membagikan kelompok agar kelompok yang dibentuk heterogen, 2) kegiatan berdiskusi hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Kerjasama dalam kelompok sangat membantu siswa untuk menyelesaikan tugas dengan lebih cepat, 3) diskusi dalam kelompok dilakukan secara sungguh-sungguh, sehingga waktu yang disediakan dapat dimanfaatkan seefektif mungkin. Kendala tersebut dialami pada awal pertemuan, namun kendala yang dihadapi semakin berkurang dan mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian, hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Penelitian menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) sebelumnya telah dilakukan oleh Dewi (2014). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together berlandaskan Tri Kaya Parisudha berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan model konvensional, yang dapat dilihat dari nilai rata-rata eksperimen 21,39 dan ratarata kontrol yaitu 15,67. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA siswa kelas V SD Dajan Peken Kecamatan Tabanan Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian lainnya dilakukan oleh Wulandari (2012). Penelitian ini menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) telah berhasil meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas V A SD N 2 Pemecutan Denpasar. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Dharma (2014). Penelitian ini juga menyatakan bahwa model pembelajaran 8 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 kooperatif tipe NHT berbantuan media kongkret dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus 1 Kuta Badung Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diinterprestasikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. pembelajaran, sehingga mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalaman dan kerja kelompok untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa, (2) disarankan kepada guru di sekolah dasar agar terus melakukan inovasi pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA, salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan kualitas pembelajaran, (3) disarankan kepada sekolah, agar hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk tetap menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah tersebut dalam melakukan inovasi pembelajaran, (4) disarankan kepada peneliti lain, yang ingin mengadakan penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPA maupun bidang ilmu lainnya, hendaknya memperhatikan kendala-kendala dalam penelitian ini dan meneliti lebih lanjut variabel dan sampel yang lebih luas sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester II di Gugus XIV Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, tahun pelajaran 2015/2016, yang diperoleh dari hasil perhitungan uji-t, thitung sebesar 20,58 sedangkan ttabel dengan db = 24 + 21 – 2 = 43 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti, (thitung> ttabel) atau (20,58 > 2,021), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, yang dapat dilihat dari nilai rata-rata ( X ) eksperimen > rata-rata ( X ) kontrol yaitu ( 21,50 > 17,28). Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) disarankan kepada siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) diharapkan seluruh siswa mampu terlibat aktif, kreatif, dan memiliki tanggung jawab dalam proses DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Undiksha. Aly, Abdullah & Eny Rahma. 2009. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Dewi, Ni Kadek Candra. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Numbered Head Together Berlandaskan Tri Kaya Parisudha Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Dajan Peken Kecamatan Tabanan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha. Dharma, GM. Putra Aristya Dharma. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Media Kongkret Terhadap Hasil 9 e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus I Kuta Badung Tahun Pelajaran 2013/2014”.Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha. Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Jogjakarta: Kata Pena. Kusumojanto, D.D. & Popy Herawati. 2009. “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat Manajemen Perkantoran Kelas X APK di SMK Ardjuna 01 Malang”. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 4 , No.1 (hlm. 91--107). Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009. Modelmodel Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sadirman, A. M. 2011. Interaksi Dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar &Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wulandari, Agung Ayu. 2012. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V A SD N 2 Pemecutan Denpasar”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha. 10