KONSEP DASAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ANITA RAKHMAN M.Pd TUJUAN Mata kulian ini bertujuan agar pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat memahami dan mempraktekan teori, prinsip dan strategi pengembangan social dan pembangunan masyarakat sebagai pendukung kompetensi pendidikan luar sekolah DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini mengkaji kehidupan masyarakat negara Dunia Ketiga yang memiliki ketergantungan pada negara industri maju dengan segala permasalahannya, serta upaya untuk mengatasi permasalahan–pemasalahan tersebut melalui proses pemberdayaan masyarakat. Dalam mata kuliah ini dibahas tentang makna dan lingkup pemberdayaan masyarakat, berbagai kondisi yang melatarbelakangi / mendorong lahirnya konsep pemberdayaan masyarakat beserta pendekatan dan implementasinya, berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya proses pemberdayaan dan arti pentingnya partisipasi masyarakat; serta bagaimana peran pengembang masyarakat ( change agent ) dan pemimpin masyarakat dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tersebut, sehingga terwujud suatu masyarakat yang mampu berswadaya Rincian Materi Pertemuan 1 Pembangunan. Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4 Pertemuan 5 Pembangunan. Pertemuan 6 Pemberdayaan Pertemuan 7 Pertemuan 8 Pertemuan 9 Pertemuan 10 Pertemuan 11 Pertemuan 12 Pertemuan 13 Pertemuan 14 Pertemuan 15 Pertemuan 16 : Pengenalan Pengertian Pemberdayaan, Masyarakat dan : Partisipasi dan Ruang Lingkup Masyarakat : Konsep, Tujuan dan Teori Pembangunan : Pemberdayaan Masyarakat; Konsep Dasar : Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaaan Dalam : Latar Belakang Pemberdayaan Masyarakat, Proses dan Tahapan : Perkembangan Pemberdayaan di Indonesia : UTS : Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat : Implementasi, Teori dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat : Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan : Diskusi : Perspektif Pemberdayaan dan Pembangunan Masyarakat : Praktek Penerapan Hasil Tugas : Praktek lanjutan : UAS DAFTAR BUKU J, Nasikun, 1995, Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma Ganda, dalam Jefta Leibo, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta : Andi Offset. Kutut Suwondo, 2005, Civil Society Di Aras Lokal: Perkembangan Hubungan Antara Rakyat dan Negara di Pedesaan Jawa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar & Percik. Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Bandung : Fokus Media. Sunyoto Usman,2004, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda, Desember 2002. Dr. H Karna SobahiM.MPd & Dr. Cucu Suhana M.MPd. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pendidikan Di Era Otonomi Daerah. Bandung: CV Cakra PENDAHULUAN 1. Pengenalan pengertian Pemberdayaan dan Pembangunan. PEMBERDAYAAN Pemberdayaan : Empowerment Power artinya yang punya kekuatan untuk memberdayakan. Peberdayaan: memberi kemampuan kepada orang yang lemah (Sobahi dan Suhana, 2011) Definisi Pemberdayaan Menurut Para Ahli Kindervatter “People gaining and understanding of and control over social, economic, and/or political forces in order to improve their standing in society”. Wallerstein (1992) “Empowerment is a social action process that pramates participation of people, organizations, and communities, toward the goal of increasing individual and community control, political effeciency, improved quality of community life and social justice”. Chambers (1995) Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” Steward (1994) Pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu atau masyarakat lemah agar dapat mengeidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. Pengertian pemberdayaan Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Di samping itu pemberdayaan hendaknya jangan menjebak masyarakat dalam perangkap ketergantungan (charity), pemberdayaan sebaliknya harus mengantarkan pada proses kemandirian Masyarakat ... adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adatistiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama • ... sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. • Segi statis : Struktur Masyarakat; Segi dinamis: Fungsi Masyarakat • Masyarakat Masyarakat : sistem sosial Menurut Tatang M Amirin (1984): 1. Suatu hubungan yang tersusun dari sekian banyak bagian. 2. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponenkomponen secara teratur. Evolusi Masyarakat Struktur Sosial ... merujuk pada pola interaksi tertentu yang kurang lebih tetap dan mantap, yang terdiri dari jaringan relasi-relasi sosial hirarkis dan pembagian kerja tertentu dan ditopang oleh kaidah-kaidah, peraturan-peraturan, dan nilainilai budaya • Jaringan relasi sosial : sejumlah kegiatankegiatan interaksi antara pelaku-pelaku tertentu • Pembagian pekerjaan : kombinasi atau susunan sejumlah “posisi” sosial yang berhubungan dan saling mengisi Pranata (Institusi Sosial dan Lembaga Kemasyarakatan) • • ... Suatu ‘pola regulatif untuk interaktif’, yang kurang lebih mantap, dan terdiri dari sejumlah kaidah atau peraturan, nilai, ideologi, dan sebagainya. Fungsi: – – – • Pedoman bagi anggota masyarakat untuk bertingkah laku dan bersikap Menjaga keutuhan masyarakat Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan pengendalian sosial (social control) Wujud konkritnya adalah ASOSIASI Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan dan memandirikannya. Masyarakat harus didorong untuk dapat menyelenggarakan, menikmati dan bertanggungjawab sendiri terhadap pembangunannya. PEMBANGUNAN Pembangunan : kemajuan, pertumbuhan dan perubahan. Pembangunan: upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu negara untuk menciptakan suatu negara yang lebih baik. Definisi Pembangunan Menurut Para Ahli Katz Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terencana dari situasional yang satu kesituasional yang lain yang dinilai lebih baik. Phillip Roupp (1953) Adanya proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Pembangunan yang berhasil Dikatakan 1. 2. berhasil apabila: Pertumbuhan ekonomi yang tinggi Berkesinambungan ; tidak terjadi kerusakan sosial, tidak terjadi kerusakan alam. 2. Partisipasi dan Ruang Lingkup Masyarakat Partisipasi dan Ruang Lingkup Masyarakat Thomas (1995) mengartikan partisipasi masyarakat (sipil) sebagai keterlibatan masyarakat (sipil) dalam pemerintahan. Terdapat bentuk-bentuk yang dapat dibangun menurut Thomas (1995: 12) dalam partisipasi masyarakat sipil antara lain: key contact, public meeting, advisory committees, citizen surveys, citizen contact, negotiation and mediation. Partisipasi Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan proses pemberdayaan (Craig dan May, 1995 dalam Hikmat, 2004). Lebih lanjut Hikmat (2004) menjelaskan pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini, pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Partisipasi menurut Hoofsteede (1971) yang dikutip oleh Khairuddin (2000) berarti ”The taking part in one or more phases of the process” atau mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses, dalam hal ini proses pembangunan. Sedangkan menurut Fithriadi, dkk. (1997) Partisipasi adalah pokok utama dalam pendekatan pembangunan yang terpusat pada masyarakat dan berkesinambungan serta merupakan proses interaktif yang berlanjut Arnstein yang dirujuk oleh Buns (1994) membuat tangga partisipasi yang terdiri dari: citizen control, delegated power, partnership (persekutuan) untuk kelompok pertama (citizen power); placation (peace), consultation, information, untuk kelompok kedua (tokenism); therapy, dan manipulation untuk kelompok ketiga/ paling bawah (non-participation). Antoft dan Novack (1998) mengartikan partisipasi masyarakat (sipil) sebagai keterlibatan secara terus-menerus dan aktif dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhinya. Dalam pikiran kedua pakar tersebut, tidak mungkin seluruh warga memiliki akses terhadap pengambilan keputusan di setiap bidang, yang ada adalah sekelompok orang/warga terhadap bidang-bidang tertentu yang dianggap dapat mempengaruhinya. Dan yang paling penting menurut kedua pakar tersebut adalah terdengarnya suara publik. Empat Aspek Penting dalam partisipasi (Bintoro) Terlibatnya dan ikut sertanya masyarakat sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara turut menentukan arah, strategi, dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan yang sebaiknya. Lanjutan Partisipasi masyarakat dalam kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi, dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang berencana. Tiga masalah penting dalam Partisipasi (Bintoro) Kepemimpinan kualitas kepemimpinan menjadi kata kunci. Komunikasi Gagasan pembangunan akan mendapat sambutan jika diketahui, dan ini ditentukan oleh komunikasi pembangunan (politik). Pendidikan kesadaran masyarakat ditentukan oleh pendidikan masyarakat sebagai faktor penting dalam pengembangan identifikasi tujuan-tujuan pembangunan Ruang Lingkup Masyarakat Masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yaitu sudut struktural dan sudut dinamika. Segi struktural dinamakan pula struktur sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompokkelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial. Yang dimaksud dengan dinamika masyarakat adalah apa yang disebut sebagai proses sosial dan perubahan-perubahan sosial. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Dengan kata lain, proses sosial adalah cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orangperorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dengan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang terjadi apabila ada perubahanperubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orangperorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orangperorangan dengan kelompok manusia. Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan sendiri merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus. Istilah pemberdayaan (empowerment) muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran pada perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Diasumsikan bahwa kegiatan pembangunan itu seharusnya mampu merangsang proses kemandirian masyarakat (self sustaining process). Tanpa partisipasi masyarakat, proses kemandirian tersebut tidak akan memperoleh kemajuan. Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan simultan sampai ambang tercapainya keseimbangan yang dinamis antara pemerintah dan yang diperintah. Menurut Ndraha dalam I Nyoman sumaryadi (2005:145) diprlukan berbagai program pemberdayaan: Pemberdayaan Politik Pemberdayaan politik bertujuan meningkatkan bargaining position yang diperintah terhadap pemerintah. Melalui bargaining tersebut, yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa merugikan orang lain. Pemberdayaan Ekonomi Pemberdayaan ekonomi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang diperintahsebagai konsumen untuk berfungsi sebagai penanggung dampak negative pertumbuhan, pemikul beban pembangunan, dan penderita kerusakan lingkungan. Pemberdayaan Social Budaya Pemberdayaan social budaya bertujuan meningkatkan kemampun sumber daya manusia melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia dan perilaku seadil-adilnya terhadap manusia. Pemberdayaan Lingkungan Pemberdayaan lingkungan dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, supaya antara yang diperintah dan lingkungannya terdapat hubungan saling menguntungkan. Pengertian pemberdayaan masyarakat; konsep dasar. Pengertian pemberdayaan masyarakat Empowerment; power: punya kekuatan untuk memberdayakan Pemberdayaan: memberi kemampuan kepada orang yang lemah. Kemampuan ini bukan hanya berarti mampu memiliki uang, tapi kekuatan atau mobilitas yang tinggi, atau aktifitas yang bersifat partisipatif pun disebut pemberdayaan. Pemberdayaan Masyarakat Negara Vis-a-vis Publik Manajemen Baru Perluasan Demokrasi BEBAS MEMILIH Mengatur DIri Bebas Bersuara Konsumen Kelompok Sosial Perluasan Pasar Warga Negara Paradigma Pemberdayaan Masyarakat Tampaknya pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan nasional merupakan pilihan yang harus diambil. Jika tidak menempuh cara ini maka pembangunan akan semakin jauh dari visi dan misi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Dalam pembangunan perekonomian rakyat untuk memberdayakan rakyat hendaklah disertai tranformasi secara seimbang, baik itu tranformasi ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan dalam masyarakat antar kekuatan ekonomi, sosial budaya, dan politik. Pemikiran demikian diperkuat oleh sistem perekonomian kerakyatan. 3. Konsep, Tujuan dan Teori Pembangunan Konsep Pembangunan 1. 2. 3. Secara etimologik : Berasal dari kata bangun, diberi awalan pem- dan akhiran –an guna menunjukkan perihal pembangunan. Kata bangun mengandung arti : aspek fisiologi bangun dalam arti sadar atau siuman, aspek perilaku bangun dalam arti bangkit atau berdiri. aspek anatomi bangun dalam arti bentuk, gabungan aspek fisiologi, aspek perilaku dan aspek bentuk bangun dalam arti kata membuat Lanjutan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Secara ensiklopedik : kata pembangunan telah menjadi bahasa dan konsep dunia. Konsep itu antara lain dianalogikan dengan konsep: pertumbuhan (growth) rekontruksi (reconstruction) modernisasi (modernization) westernisasi (westernization) perubahan sosial (social change) pembebasan (liberation) pembaharuan (innovation) pembangunan bangsa (nation building) pembangunan nasional ( national development) pembanunan (development) pengembangan (progress/developing pembinaan ( construction) Tujuan dan Manfaat Teori Pembangunan Secara Umum teori pembangunan bertujuan untuk : Menganalisis kelayakan teori-teori pembangunan yang berkembang selama ini dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat kontemporer (theoritical adequacy) Membandingkan antara teori dengan kenyataan fakta dan data dilapangan (emperical validity) Menganalisis konsistensi dan relevansi teori dengan kebijakan (policy effectiveness) Menjelaskan dan membuktikan seberapa kuat (intensitas) pengaruh teori terhadap metodelogi penelitian (methodological soundness) Sebagai landasan kritik teori dan debat teori (critical analysis) Tujuan Secara khusus tujuan mempelajari teori pembangunan adalah : Memperkenalkan beberapa teori tentang proses terjadinya under development di negara yang sedang berkembang atau negara yang sedang membangun. Memperkenalkan beberapa teori tentang bagaimana merubah keadaan under development menjadi negara dan masyarakat yang development (maju). Mengaitkan kajian-kajian teori tersebut dengan fenomena-fenomena pembangunan yang terjadi di Indonesia. Teori Pembangunan Teori Pembangunan, terbagi atas 3 teori, yakni antara lain: 1. Teori modernisasi, 2. Teori dependensi dan 3. Teori dunia. Modernisasi Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi. Dalam rangka mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai tradisional secara total diganti dengan seperangkat struktur dan nilai-nilai modern. Modernisasi merupakan proses sistematik. Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir segala aspek tingkah laku sosial, termasuk di dalamnya industrialisasi, diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi dsb. Lanjutan Perspektif teori Modernisasi Klasik menyoroti bahwa negara Dunia Ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya. Sementara negara-negara Barat dilihat sebagai negara modern. aliran modernisasi memiliki ciri-ciri dasar antara lain: ”Sumber perubahan adalah dari dalam atau dari budaya masyarakat itu sendiri (internal resources) bukan ditentukan unsur luar”. Ciri-ciri pokok teori modernisasi: Modernisasi merupakan proses bertahap. Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi. Modernisasi terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi dan Amerikanisasi, atau modernisasi sama dengan Barat. Modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur. Modernisasi merupakan perubahan progresif Modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner, dan bukan perubahan revolusioner. Tokoh-tokoh teori modernisasi: 1. Harrod-Domar Bependapat bahwa masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. Prinsip dasar : kekurangan modal, tabungan dan investasi menjadi masalah utama pembangunan. 2, Walt .W. Rostow Teori Pertumbuhan Tahapan Linear ( linear-stages-of growthmodels) proses pembangunan bergerak dalam sebuah garis lurus yakni masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju dengan tahap2 sebagai berikut: Masyarakat Tradisional è masyarakat pertanian. Ilmu pengetahuan masih belum banyak dikuasai. Prakondisi untuk Lepas Landas è masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.. contoh adanya campur tangan u/ meningkatkan tabungan masyarakat terjadi, dimana tabungan tsb dimanfaatkan u/ sektor2 produktif yang menguntungkan. Misal Pendidikan Lepas Landas è ditandai dengan tersingkirnya hambatanhambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5%-10 %. Bergerak ke Kedewasaan è teknologi diadopsi secara meluas. Jaman Konsumsi Masal yang Tinggi è Pada tahap ini pembangunan sudah berkesinambungan 3, David McClelland Teori: need for Achievement (n-Ach). kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga. 4, Max Weber Hasil analisis: salah satu penyebab utamanya adalah “Etika Protestan”. Etika Protestan: Lahir melalui agama Protestan yg dikembangkan oleg Calvin Keberhasilan kerja di dunia akan menentukan seseorang masuk surga/neraka. Berdasarkan kepercayaan tsb kemudian mereka bekerja keras u/ menghilangkan kecemasan. Sikap inilah yg diberi nama “etika protestan”. 5, Bert F. Hoselitz Membahas faktor-faktor non ekonomi yg ditinggalkan Rostow yang disebut faktor “kondisi lingkungan”. Kondisi lingkungan maksudnya adalah perubahanperubahan pengaturan kelembagaan yg terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga, dan motivasi. 6, Alex Inkeles & David H. Smith Ciri-ciri manusia modern: Keterbukaan thd pengalaman dan ide baru Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan Punya kesanggupan merencanakan Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam Teori Dependensi Teori Dependensi lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Munculnya teori dependensi lebih merupakan kritik terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia Ketiga dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara sentral. 3 bentuk ketergantungan, yakni: Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif. Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financialindustri. Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri. Teori Sistem Dunia teori sistem dunia yang dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein. Hal ini dikarenakan bahwa dalam suatu sistem sosial perlu dilihat bagian-bagian secara menyeluruh dan keberadaan negara-negara dalam dunia internasional tidak boleh dikaji secara tersendiri karena ia bukan satu sistem yang tertutup. Teori ini berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. Wallerstein menyatakan sistem dunia modern adalah sistem ekonomi kapitalis. Menurut Wallerstein, sistem dunia kapitalis dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu negara core atau pusat, è mengambil keuntungan yang paling banyak, karena kelompok ini dapat memanipulasikan sistem dunia sampai batas-batas tertentu semi-periferi atau setengah pinggiran è mengambil keuntungan dari negaranegara pinggiran yang merupakan pihak yang paling dieksploitir negara periferi atau pinggiran. 4. Pemberdayaan Masyarakat; Konsep Dasar Hakikat dari konseptualisasi empowerment berpusat pada manusia dan kemanusiaan. Konsep pemberdayaan sebagai upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan,yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”(Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkansebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Lanjutan Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) diseb ut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty”.(Ginanjar K., “Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan”, 1997:55) Lanjutan Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pem berdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Lanjutan Mubyarto (1998) menekankan bahwa terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberday aan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pe desaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu. Berikut tujuan pemberdayaan menurut Tjokowinoto dalam Christie S (2005: 16) yang dirumuskan dalam 3 (tiga) bidang yaitu ekonomi, politik, dan sosial budaya ; “Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan secara menyeluruh mencakup segala aspek kehidupan masyarakat untuk membebaskan kelompok masyarakat dari dominasi kekuasan yang meliputi bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya”. Lanjutan Konsep pemberdayaan dibidang ekonomi adalah usaha menjadikan ekonomi yang kuat, besar, mandiri, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang besar dimana terdapat proses penguatan golongan ekonomi lemah. Sedang pemberdayaan dibidang politik merupakan upaya penguatan rakyat kecil dalam proses pengambilan keputuan yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya atau kehidupan mereka sendiri. Konsep pemberdayaan masyarakat di bidang sosial budaya merupakan upaya penguatan rakyat kecil melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan nilai-nilai, gagasan, dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya organisasi sosial yang mampu memberi kontrol terhadap perlakuan-perlakuan politik dan ekonomi yang jauh dari moralitas Tujuan Maka dapat kita simpulkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, kesempatan pengambilan keputusan yang terbatas. Lanjutan Kemudian ketidakberdayaan adalah melemahnya kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, kepedulian, musyawarah, dan kswadayaan) yang pada gilirannya dapat mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan, dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama. 5. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaaan Dalam Pembangunan Konsep pemberdayaan sebagai upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, dan awal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teori-teori yang berkembang belakangan. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995)menyatakan bahwa : Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995). Definisi tersebut di atas mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Paul (1987) dalam Prijono dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan.” Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu (Sumodiningrat, Gunawan, 2002) . Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995). Pengertian Pemberdayaan 1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995). 2. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987). 3. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984). 4. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya…Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994). 5. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Definisi pemberdayaan yang dikemukakan para pakar sangat beragam dan kontekstual. Akan tetapi dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik suatu benang merah bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat. Atau dengan kata lain adalah bagaimana menolong masyarakat untuk mampu menolong dirinya sendiri. Partisipasi Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan proses pemberdayaan (Craig dan May, 1995 dalam Hikmat, 2004). Hikmat (2004) menjelaskan pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini, pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Lanjutan Partisipasi menurut Hoofsteede (1971) yang dikutip oleh Khairuddin (2000) berarti ”The taking part in one or more phases of the process” atau mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses, dalam hal ini proses pembangunan. Menurut Fithriadi, dkk. (1997) Partisipasi adalah pokok utama dalam pendekatan pembangunan yang terpusat pada masyarakat dan berkesinambungan serta merupakan proses interaktif yang berlanjutan. Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian, sejak dari awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi suatu proses yang baik dan benar. Dengan demikian, Abe (2005) mengasumsikan bahwa hal ini menyebabkan masyarakat telah terlatih secara baik. Tanpa adanya pra kondisi, dalam arti mengembangkan pendidikan politik maka keterlibatan masyarakat secara langsung tidak akan memberikan banyak arti. Partisipasi... Banyak definisi yang dikemukakan para ahli tentang partisipasi. Namun secara harfiah, partisipasi berarti "turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan" Kelembagaaan Dalam Pembangunan Kata kelembagaan merupakan padanan dari kata bahasa Inggris institution atau lebih tepatnya social institution. Institusi merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat. Kajian kelembagaan Menurut Knight (1952) kelembagaan memiliki 2 bentuk: 1. Sesuatu yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri 2. Sesuatu yang datang dari luar yang sengaja dibentuk. Polanya: Folksway – mores – customs – norm Lembaga atau Kelembagaan Istilah kelembagaan memberi tekanan kepada 5 hal: 1. Kelembagaan berkenaan dengan sesuatu yang permanen 2. Berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku. 3. Berkaitan dengan perilaku atau seperangkat mores ( tata kelakuan ), atau cara bertindak yang mantap yang berjalan di masyarakat ( establish way of behaving). 4. Kelembagaan juga menekankan pola perilaku yang disetujui dan memiliki sanksi. 5. Kelembagaan merupakan cara-cara yang standar untuk memecahkan masalah. Analisis kelembagaan Kelembagaan dibagi atas 2 aspek: 1. Aspek kelembagaan (nilai, norma, aturan, etika, dll) 2. Aspek keorganisasian (otoritas, keanggotaan, struktur, peran, wewenang dll) Komponen Kelembagaan 1. 2. 3. 4. Person (=orang). Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas. Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu kepentingan/tujuan, sehingga mereka terpaksa harus saling berinteraksi. Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut. Struktur. Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa merubah-rubah posisinya dengan kemauan sendiri. Sumber : Syahyuti, 2006 Prinsip Pengembangan Kelembagaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Bertolak atas existing condition Kebutuhan Berpikir dalam kesisteman Partisipatif Efektifitas Efisiensi Fleksibilitas Nilai tambah atau keuntungan Desentralisasi Keberlanjutan Sumber : Syahyuti (2006). 6. Latar Belakang Pemberdayaan Masyarakat,Proses dan Tahapan Pemberdayaan STRATEGI DAN TAHAPAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT STRATEGI 1. Pengetahuan dan pengertian tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana melaksanakannya 2. Pengetahuan dan pengertian tentang sikap dan kemungkinan tanggapan terhadap upaya pemberdayaan masy. Termasuk kecenderungan atau kemauan untuk melaksanakan rancangan yang dikehendaki 3. Kemampuan sasaran atau khalayak untuk melaksanakan citacita yang dikembangkan tersebut setelah dapat diterimanya. TAHAPAN 1. Perluasan jangkauan (Expansion Program) 2. Pembinaan (Maintenance Program) 3. Pelembagaan dan pembudayaan KERANGKA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBERDAYAAN SASARAN FUNGSI Masyarakat Kelembagaan Masyarakat FASILITASI Keluarga Pasangan Suami -Istri PENGGERAKAN Individu Pria/Perempuan dan Anak PENDAMPINGAN Proses pemberdayaan Proses pemberdayaan masyarakat untuk melahirkan masyarakat yang memiliki sifat ataupun ciri-ciri masyarakat berdaya seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan. Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi (Sobahi dan Suhana, 2011: 105). Lanjutan Pranaka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa “proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”. A. B. Watson (Adi,2003) menyatakan beberapa kendala dalam pembangunan masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial: Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit), seleksi Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan (Depedence), Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima pembaharuan, dan rasa yang tak percaya diri (Self-Distrust). Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms), yang “mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan dan kepaduansistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok kepentingan (Vested Interest), hal yang bersifat sakral (The sacrosanct), dan penolakan terhadap “orang luar” (Rejection of Outsiders) (Sobahi dan Suhana, 2011:106). Tahapan pemberdayaan Tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimulai dari dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat. Secara rinci masingmasing tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1. Seleksi lokasi Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat: • Kajian keadaan pedesaan partisipatif • Pengembangan kelompok • Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan • Monitoring dan evaluasi partisipatif Tahap 4. Pemandirian Masyarakat Tahapan Pemberdayaan Tahap 1 : Seleksi Lokasi Dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait dan masyarakat. Tahap 2 : Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan ini untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat. Sosialisai membantu untuk meningkatkan pengertian dan pihak terkait tentang program. Proses sosialiasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat daam program Tahap 3 : Proses Pemberdayaan Masyarakat Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi dan peluang. Meliputi 1. Persiapan desa dan masyarakat 2. Persiapan dalam tim 3. Pelaksanaan kajian keadaan 4. Pembahasan hasil dan penyusunan rencana tindak lanjut 1. 2. 3. Menyusun Rencana Kegiatan Kelompok, berdasarkan hasil kajian, Meliputi Meprioritaskan dan menganalisa masalah-masalah Indentifikasi sumberdaya yang tersediauntuk pemecahan masalah Pengembangan rencana kegiatan serta pengorganisasisan pelaksanaannya Menerapkan Kegiatan Kelompok Memantau Proses dan Hasil Kegiatan Secara Terus Menerus ( Monitoring dan Evaluasi) Tahap 4 : Pemandirian Masyarakat Mempersiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya. Sosialisasi adalah ... • Upaya memperkenalkan atau menyebar- luaskan informasi mengenai penyelenggaraan pengembangan (program pemberdayaan) kepada : – masyarakat sebagai penerima penyelenggaraan, maupun kelompok masyarakat lainnya serta – para pelaku dan instansi atau lembaga- lembaga pendukung disemua tingkatan. Rembug Masyarakat adalah ... • Proses penting dari wujud pembangunan partisipatif, karena masyarakatlah yang berhak untuk menentukan apakah mereka akan melakukan upaya penganggulangan dalam program pemberdayaan di lingkungannya sendiri. • Keputusan untuk menerima atau menolak pembangunan harus merupakan kesepakatan seluruh warga masyarakat, bukan hanya ditentukan oleh beberapa orang tertentu. Pemetaan Swadaya • Dalam pemetaan swadaya juga terdapat proses pemilihan lokasi yang akan dibangun dengan menggunakan Rapid Participatory Assessment (RPA). • RPA adalah penilaian partisipasi secara cepat yang dimulai dari daftar panjang dan daftar pendek sampai dengan penetapan lokasi terpilih yang dilaksanakan serta diikuti oleh: – pendamping, – pemangku kepentingan, atau – dinas/instansi terkait dari kabupaten/kota Pembentukan Kelompok Masyarakat • Kegiatan pembentukan kelompok masyarakat diselenggarakan oleh inisiator atau dinas/instansi penanggung jawab kegiatan dan difasilitasi oleh pendamping masyarakat. • Kegiatan ini juga disaksikan oleh kelurahan dengan mengundang pemangku kepentingan ditingkat desa/ kelurahan dan lingkungan yang terpilih maupun lokasi calon penerima program pemberdayaan. Penyusunan Rencana Strategis • Rencana ini merupakan perencanaan partisipatif warga untuk pengembangan penyelenggaraan program pemberdayaan skala individu maupun skala komunal. • Rencana strategis ini disusun untuk jangka waktu 5 tahun. • Dikembangkan berdasarkan hasil kajian masalah (kebutuhan) dan analisa potensi dalam pemetaan swadaya. Rencana Kerja Masyarakat • Rencana kegiatan masyarakat disusun oleh kelompok masyarakat dan masyarakat dengan difasilitasi oleh pendamping. • Rencana kegiatan masyarakat ini berisi antara lain : profile lokasi, gambaran kondisi lokasi, kebutuhan dan keinginan masyarakat akan fasilitas air limbah domestik, dan surat dan dokumen pendukung lainnya. • Rencana Kerja Masyarakat (RKM) merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan/pembangunan program pemberdayaan berbasis masyarakat, sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/material dari berbagai pemangku kepentingan yang telah memberikan komitmen Pendampingan • Pelaksanaan pengembangan program pemberdayaan skala komunal yang dilakukan masyarakat dimulai dengan pemilihan teknologi sanitasi dan penyusunan detail engineering design (DED) beserta rencana anggaran biaya (RAB), dengan pendampingan dari : – pemerintah, – lembaga swadaya masyarakat, – kontraktor dan – fasilitator yang berpengalaman OPERASI, PEMELIHARAAN DAN MONEV Kegiatan operasi dan pemeliharaan (O & P) ini bertujuan untuk keberlanjutan pelayanan dan pelestarian aset yang telah dibangun oleh masyarakat. Pelestarian & Keberlanjutan Program Pemerintah, dinas/instansi terkait dan/atau lembaga swadaya masyarakat, dan/atau badan usaha sebagai pembina atau fasilitator diharapkan dapat meneruskan bantuannya pada tahap pelestarian/ keberlanjutan Program. • Bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan dapat berupa bantuan teknis dan/atau bantuan pendanaan. Pemandirian Masyarakat Proses Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran terus menerus bagi masyarakat dengan tujuan kemandirian masyarakat dalam upaya-upaya peningkatan taraf hidupnya. Yang perlu diperhatikan adalah masyarakat dari awal proses sadar bahwa hal ini akan terjadi Perkembangan Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia Sudah lebih lima belas tahun Indonesia merintis dan menjalankan berbagai proyek dan program pembangunan berbasis masyarakat (community-driven development, CDD). Mulai 1997, ketika Program Pengembangan Kecamatan (PPK) diujicobakan di 25 desa, Indonesia telah merintis rancangan, pengelolaan, dan perluasan proyek-proyek yang memberi masyarakat lebih banyak kendali atas perencanaan dan sumber daya yang membangun kota dan desanya. Tahun 2007, Pemerintah memutuskan untuk menjadikan PPK program nasional di seluruh Indonesia dan mengubah namanya menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), yang pada akhirnya menjangkau lebih dari 70,000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia. Dengan disahkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa upaya pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat di Indonesia memasuki fase baru, dan karenanya kini adalah saat yang tepat untuk mengilas balik dan mendata kembali pembelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman Indonesia memulai program pemberdayaan masyarakat dan membawanya sampai ke skala nasional Pemerintah Aceh menjalankan program PNPM versi lokal yang disebut Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong, atau BKPG, pada tahun 2009. Sampai 2012, BKPG telah menyalurkan lebih dari 1,5 trilyun rupiah (sekitar USD 120 juta) untuk mendukung investasi untuk infrastruktur desa, kelompok simpan pinjam untuk perempuan, pendidikan, kesehatan, dan tata kelola desa, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Berbeda dengan PNPM nasional, BKPG memberikan jumlah bantuan langsung masyarakat yang sama untuk setiap desa di propinsi tersebut. Evaluasi ini mengkaji keseluruhan kinerja BKPG, pengetahuan masyarakat tentang program ini secara umum, dan persepsi publik tentang efektifitasnya. Dengan ditandatanganinya UU Desa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau UU Desa) pada awal tahun 2014, Indonesia telah membawa prinsip-prinsip pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat dari PNPM Mandiri (program) menjadi kebijakan. Sebagai program nasional, PNPM memiliki potensi yang sangat besar untuk mengatasi hambatan bagi kesetaraan gender; tetapi besarnya skala PNPM ini juga menghambat program sehingga tidak selalu mampu menangkap berbagai perbedaan dalam tiap komunitas atau menjawab kebutuhan kelompok-kelompok tertentu. Sensus infrastruktur dasar desa, termasuk kesehatan dan pendidikan, dilakukan menggunakan Sensus Potensi Desa 2011 (PODES) secara nasional. Sensus ini memberikan informasi rinci tentang 166.506 fasilitas kesehatan dan 164.561 sekolah di seluruh Indonesia, menggunakan tujuh indikator dari tiga sisi: (i) ketersediaan dan aksesibilitas; (ii) keberadaan dan kualifikasi personel; dan (iii) karakteristik fisik fasilitas. Data masuk ke tingkat lebih dalam dari provinsi, sehingga memungkinkan analisis kabupaten dan kecamatan. Pada tahun 2010, Presiden memerintahkan seluruh program pembangunan berbasis masyarakat untuk dilebur menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan menginstruksikan PNPM untuk berintegrasi dengan mekanisme perencanaan jangka menengah sampai jangka panjang yang ada, yakni Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). PEMBANGUNAN DI INDONESIA 1988 1993 1998 (Reformasi) Bidang Ekonomi Bidang Ekonomi Pembangunan (Pertanian (Pertanian & terpusat & 1.Bidang& Ekonomi (Pertanian & yang Indust) Indust) Indust) tdk merata selama 2.Bid. Sosbud Bid.Agama & Bid. Kesra, Dikbud ini hanya Keperc Bid.Agama & mengutamakan 3.Bidang PolitikKeperc Bid. Sosbud khdp ekonomi Bidang tidak diimbangi 4.Bid.Politik Hukum Bid. Iptek Bid. Hukum Bid. Hukum khdp Sospol, Bidang Politik, Ekonomi yang Aprtur Negara, demokratis & Penerangan, Kom berkeadilan. & Media Massa Bid. Hukum S/d. Sekarang .... ??? UTS Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Shelippe konsep “Pembangunan Masyarakat” dengan “Pemberdayaan Masyarakat” serta “Pengembangan Masyarakat” pada dsarnya serupa atau setara. Terdapat perubahan peristilahan yang digunakan oleh pemerintah khususnya di Negara kita yang pada awalnya menggunakan istilah “Pembangunan Masyarakat Desa”. Hadad, salah seorang ilmuan social di Indonesia melihat bahwa dari sudut pandang historis, istilah pembangunan pada intinya tidak berbeda dengan istilah perubahan. Dalam teori pembangunan dikenal beberapa pendekatan utama sebagaimana disebutkan oleh Troeller yang mengungkapkan ilmu pendekatan tersebut yakni pendekatan pertumbuhan, pendekatan pertumbuhan dan pemerataan, paradigma ketergantugan, pendekatan kebutuhan pokok, dan pendekatan kemandirian. 1. Pendekatan pertumbuhan Pembangunan antara 1950-1960 terasa ada optimisme dan harapan besar tentang konsep pembangunan. Berbekal teori bahwa pembangunan identik dengan pertumbuhan ekomoni di tempuh strategi pembangunan dengan sasaran tunggal untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu singkat. Oleh karena itu di tempuh jalan pintas untuk membuka lebar-lebar investasi modal asing beserta teknologinya. Rostow, mengasumsikan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sebagai konsekuensinya akan terjadi “trickle down effect”. Tetesan kebawah diharapkan juga akan mencapai lapisan rakyat kecil yang berada di desa maupun di daerah yang belum sempatdibangun. Namun pada kenyataannya sungguh menyedihkan, karena meskipun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional muncul persoalan lain berupa, pengangguran, peningkatan kejahatan, terjadi pula migrasi dari desa kekota. Penduduk miskin di pedesaan yang tidak terampil menyerbu ke kota besar yang semakin mempersubur tingkat kerawanan kota. Sektor informal menjadi incaran bagi migrant yang kurang terampil ini. Beserta dengan keluarga dan anak-anak mereka membantu bekerja penjaga barang dagangan, pengamen,pedagang asong, dan pengemis. Akibat kesenjaan ini muncul para kapitalis baru yang mempunyai pendekatan dengan elit politik dan memperoleh kemudahan dan regulasiregulasi yanga ada, mereka disebut ”pseudocapitalists” atau kapitalis semu karena menjadi kapitalis bukan karena kinerja mereka sendiri. Di samping samping itu tenaga-tenaga migran yang murah, oknum aparat yang memanfaatkan fasilitas dan sumber daya yang mereka awasi juga memberikan warna tersendiri pada pembangunan melalui pendekatan pertumbuhan ini. Meskipun demikian, hal seperti ini akan terlihat juga pada beberapa pendekatan yang lain dengan perbedaan intensitas dan kualitasnya. 2. Pendekatan pertumbuhan dan Pemerataan (Redistribution of growth Approach) Dalam rangka mengukur perkembangan pembangunan pada dasawarsa 1970-an, Adelman dan Moris, seorang ekonom Amerika Serikat, mengajukan tiga tipe indicator besar yaitu indicator social budaya, indicator politik, dan indicator ekonomi, dengan sub-sub indikatornya sebagai berikut : a. b. c. Indicator sub budaya mempunyai 13 sub indicator antara lain besar tidaknya sector pertanian tradisional, tinggi tendahnya tingkat urbanisasi dan penting tidaknya kelas menengah. Indicator politik terdiri dari 17 sub seperti misalnya tingkat integrasi dan semangat persatuan, tingkat sentralisasi kekuasaan politik, tingkat partisipasi politik dan kebebasan kelompok oposan dan pers. Indicator ekonomi mempunyai 18 sub misalnya pendapatan domestic bruto (PDB) perkapita, keterbengkalian sumber daya alam, tingkat penanaman modal, dan modernisasi industry. Dengan 48 sub indicator tersebut dapat dibedakan kelompok Negara belum berkembang, Negara sedang berkembang, dan Negara maju. Adelman dan Moris tidak percaya teori “ trickle down effect”, sebaliknya lebih menyakini terjadinya kesenjaan social akibat proses pemiskinan pada kelompok tersebut sebagai konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi atas dasar strategi pembangunan yang diterapkan di dunia Negara ketiga. Menurut hadad, kesenjaan social sangat terkait dengan pla masyarakat dalam mengelola kekayaan, pengetahuan dan kemampuan dalam pengambilan keputusan khususnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Dari sanalah berawal mentalitas korup dan materialistic bagi pengambil keputusan khususnya untuk kepentingan yang berdampak menambah tingginya tingkat kemiskinan. Hal inilah yang terjadi di Indonesia yang secara pelan tapi pasti berlangsung semenjak pertengahan dekada 1970 dan dirasakan akibatnya lebih mendalam pada era 1990 yang ditandai dengan krisis moneter yang di susul krisis lain yang multidimensi dan belum dapat diatasi sampai awal abad ke-21. Pendekatan “Pertumbuhan dengan Pemerataan “ tidaklah banyak berbeda dengan pendekatan “pertumbuhan “yang dilakukan perbaikan meskipun bersifat tambal sulam dengan memasukan unsure pembangunan social. Masuknya unsure social dalam pembangunan, secara teoritis memang mudah dipahami tetapi dalam penerapannya sangat sulit karena masalah kemiskinan bukanlah sekedar masalah pendistribusian barang/jasa kepada kelompok tertentu tetapi terkait dengan kekuasaan dan niat politik yang pada titik lain akan bertemu dengan masalah ketidakadilan ataupun kesenjangan social. Hal ini yang terlhat pada pembangunan di negara dunia ketiga adalah realitas bahwa pertumbuhan ekonomi yang ada hampir tidak menyentuh permasalahan pokok seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjaan sisial. Keterlibattan opnum aparat yang korup, kelemahan system pengawasan atau system secara keseluruhan sangat merusak upaya pendistribusian pendapatan secara merata, dan di lain pihak masih dipertanyakan kesiapan masyarakat untuk berperan dalam pelaksnaan, pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan sebagaimana diperlukan dalam pendekatan pertumbuhan pemerataan. 3. Paradigma ketergantungan a. b. Paradigm “ketergantungan” dalam teori pembangunan berawal dari pengalaman Negara-negara Amerika Latin. Konsep “dependencia” ini dipelopori oleh Cardoso pada 1970 karena melihat kelemahan dari konsep pembangunan yang ada yakni : Perlunya komponen-komponen dari luar negeri untuk menggerakan kegiatan industry, yang menyebabkan ketergantungan dari segi teknologi dan capital Karena distribusi pendapatan di Amerika Latiin menimbulkan pembatasan akan permintaan terhdap barang hasil industry,yang hanya mampu dinikmati sekelompok kecil kaum elite dan setelah permintaan terpenuhi maka proses pertumbuhan terhenti. munculnya sifat ketergantungan merupakan penyebab terjadinya keterbelakangan masyarakat, sehingga untuk membebaskannya diperlukan upaya “pembebasan” (liberation) dari rantai yang membelenggunya. 4. Tata Ekonomi Internasional Baru Pada awal 1972, “the club of rome” memunculkan hasil studi yang berjudul “the limits of growth” yang memprediksi akan munculnya bencana pada kurun waktu seratus tahun yang akan datang, bila pertumbuhan penduduk, eksploitasi bahan mentah, peningkatan polusi, masih tetap sama dengan tingkat pertumbuhan pada 1970-an. Terkait dengan isu tersebut negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC menambahkan bahwa ancaman akan tetap muncul bila dominasi dari perusahaan multinasional terhadap-negara-negara yang belum/sedang berkembang tetap dalam kondisi yang sama dengan tahun 1970-an. Negara-negara OPEC ini mengemukakan bahwa akar stagnasi pertumbuhan ekonomi internasional berasal dari bagaimana Negara-negara industry tersebut mengeksploitasi hubungan kerja sama mereka dengan Negara dunia ketiga. Lebih jauh pada 1974 negara-negara OPEC yang telah mempunyai”kekuatan” yang lebih besar dari sebelumnya menyatakan akan perlunya “tata ekonomi internasional baru” guna mengatasi ketidakseimbangan hubungan antara Negara-negara”utara”dan “selatan”. Negara-negara berkembang untuk melealisir tata ekonomi internasional baru selalu berhadapan dengan pikiran Negara maju yang cenderung menentang seperti yang dilakukan Amerika Serikat dengan menerapkan tiga strategi berikut : A. Strategi penolakan secara sepihak B. Startegi pengendoran, menyetujuan hal-hal kecil akan tetapi tidak terhadap yang pokok C. Strategi penyampaian yang bersifat samar dengan maksud menunda ataupun mengulur waktu. 5. Pendekatan Kebutuhan Pokok(the Basic Needs Approach) Banloche Pundation di Argantina memperkenalkan pendekatan “kebutuhan pokok” sebagai salah satu alternative pelaksanaaan pembangunan. Pendekatan ini tumbuh karena kebutuhan akan adanya teori pembangunan yang baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjaan social pada Negara-negara dunia ketiga. Dalam pendekatan ini terdapat proporsi bahwa” kebutuhan pokok tidak mungkin dapat dipenuhi jika mereka masih berada dibawah garis kemiskinan serta tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik”oleh karena itu, ada tiga sasaran berikut yang coba dikembangkan secara bersamaan. a. Membuka lapangan pekerjaan b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan c. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat 6. Pendekatan Kemandirian (the self-Reliance approach) Hadad menyatakan bahwa “pendekatan kemandirian” dalam berbagai literature juga dikenal dengan mana pendekatan “self sustained”. Pendekatan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari berbagai upaya Negara dunia ketiga untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Negara industry. Sudjatmiko melihat bahwa konsep kemandirian menyajikan dua perspektif : a. Penekanan yang lebih diutamakan pada hubungan timbal balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan kerja sama pembangunan. b. Lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber daya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional tentang pembangunan Maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut: Pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut pemihakan. Iadi tujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu. Implementasi, Teori dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat IMPLEMENTASI Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun 1998/99 yang merupakan penguatan program-program pemberdayaan masyarakat. PPK bermaksud meningkatkan keterpaduan pengembangan kegiatan usaha produktif dan pembangunan prasarana dan sarana pedesaan. PPK dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme pelaksanaan yang bertumpu pada peranserta aktif masyarakat yang merupakan langkah nyata pemberdayaan masyarakat. Untuk itu khususnya aparat pemerintah daerah diharapkan dapat membantu pendamping dan memfasilitasi masyarakat untuk melaksanakan PPK. Pemberdayaan yang dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah suatu program yang didesain dengan pendekatan partisipatif dan informatif dengan menyediakan dana langsung bagi masyarakat melalui kecamatan dan melembagakan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) serta forum Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Dalam hal ini PPK berupaya mengembangkan hubungan yang lebih kuat antara kecamatan dan desa, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dan pelaksanaan di tingkat lebih bawah guna meningkatkan keterbukaan (transparansi), efisiensi, dan pengelolaan dana pembangunan secara lebih efektif. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pendekatan bantuan PPK ini diwujudkan dalam bentuk : partisipasimasyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, dan melestarikan pembangunan ; pemberian kepercayaan kepada masyarakat untuk memilih kegiatan yang dibutuhkan ; pemihakan pada penduduk miskin ; pemberian akses informasi kepada setiap penduduk desa mengenai peluang, kebebasan memilih, dan memutuskan ; penciptaan suasana kompetisi yang sehat dalam pengajuan usulan kegiatan ; penerapan teknologi tepat guna dan padat karya ; dan penggalakkan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan dan pelestarian pembangunan. Dalam PPK dikenal dengan Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang merupakan unit pengelola dana yang berada di tingkat kecamatan, di dalamnya terdapat pengurus yang sifatnya mewakili masyarakat. UPK ini berfungsi untuk mengelola keuangan dan mengawasi proses pengadaan pembangunan sarana/prasarana yang menunjang kegiatan sosial ekonomi di perdesaan. Dalam konsepsi normatifnya, lembaga UPK ini dapat diarahkan dalam berbagai model pengembangan kooperatif, yaitu : 1. pengembangan sistem ketahanan pangan nasional 2. pengembangan UKM dan industri kecil yang berjiwa koperasi, 3. pengembangan lembaga kredit mikro, dan 4. usaha ekonomi produktif lainnya sesuai potensi dan aspirasi masyarakat lokal. “Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan” Konsep pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam prosespemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan Pemberdayaan masyarakat (community empowerment ) kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development ). Karena prakteknya saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu pengertian yang serupa. Cook (1994) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju kearah yang positif. Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Bartle (2003) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya. Berdasarkan persinggungan dan saling menggantikannya pengertian community development dan community empowerment, secara sederhana, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”. Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan sustainable development. Deliveri (2004), proses pemberdayaan masyarakat mestinya juga didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisiplin. Tim pendamping ini merupakan salah satu external factor dalam pemberdayaan masyarakat. Peran tim pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri. Dalam operasionalnya inisiatif tim pemberdayaan masyarakat (PM) akan pelan-pelan dikurangi dan akhirnya berhenti. Peran tim PM sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat seharusnya diletakkan dan diorientasikan searah dan selangkah dengan paradigma baru pendekatan pembangunan. Paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down perlu direorientasikan menuju pendekatan bottom-up yang menempatkan masyarakat atau petani di pedesaan sebagai pusat pembangunan atau oleh Chambers dalam Anholt (2001) sering dikenal dengan semboyan “put the farmers first”. Menurut Nasikun (2000:27) paradigma pembangunan yang baru tersebut juga harus berprinsip bahwa pembangunan harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisitaif dan dorongan kepentingan-kepentingan masyarakat, masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya; termasuk pemilikan serta penguasaan aset infrastrukturnya sehingga distribusi keuntungan dan manfaat akan lebih adil bagi masyarakat. Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah: program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelajutan. Diskusi Perspektif Pemberdayaan dan Pembangunan Masyarakat Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama(Raharjo Adisasmita, 2006 : 116). Ada pula yang mengartikan bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisikondisi bagi kemajuan social ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Pakar lain memberikan batasan bahwa pembangunan masyarakat adalah perpaduan antara pembangunan social ekonomi dan pengorganisasian masyarakat(Raharjo Adisasmita, 2006). Pembangunan sector social ekonomi masyarakat perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didukung oleh organisasi dan partisipasi masyarakat yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kInerja yang secara terus menerus tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Program-program masyarakat yang disusun (disiapkan) harus memenuhi kebutuhan masyarakat. Perencanaan yang menyusun program-program pembangunan atau industri-industri yang membangun kegiatan usahanya di suatu daerah harus melakukan analisis kebutuhan masyarakat. Dalam melakukan analisis kebutuhan harus benar-benar dapat memenuhi kebutuah (Needs Analisis), dan bukan sekedar membuat daftar keinginan (list of Wants) yang bersifat sesaat. Analisis kebutuhan harus dilakukan secara cermat agar dapat menggali kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat banyak, bukan merupakan keinginan beberapa orang saja, apakah tokoh masyarakat, atau kepala desa yang mempunyai kewenangan menentukan keputusan. Dalam Community Development (pembangunan masyarakat) mengandung upaya untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki (participating and belonging together) terhadap program yang dilaksanakan, dan harus mengandung unsur pemberdayaan masyarakat. PARADIGMA COMMUNITY DEVELOPMENT. Paradigma diartikan sebagai suatu kesepakatan beberapa ilmuwan (pakar) dalam kurun waktu tertentu tentang “mengapa”, “apa”, dan “bagaimana” pembangunan itu dilaksanakan. Mengapa-apa-bagaimana itu dipengaruhi oleh ciri atau karakteristik yang menjiwai suatu masa tertentu. Waktu, tempat dan peristiwa memberi ciri atau warna tertentu terhadap suatu masa dimana para pakar hidup dan berkarya. Perkembangan paradigma umumnya berlangsung secara evolusioner, tetapi dapat pula secara revolusioner (drastis). Pembangunan masyarakat (pedesaan) pada masa yang lalu mendasarkan pada azas pemerataan yang penerapannya diarahkan secara sektoral dan pada setiap desa. Meskipun dana/anggaran/bantuan pembangunan pedesaan jumlahnya relative cukup besar, tetapi jika dibagi secara merata maka masing-masing desa memperoleh jumlah dana yang relative kecil, sehingga pemanfaatannya kurang berhasil(Raharjo Adisasmita, 2006). PRINSIP, DAN PENDEKATAN, PEMBANGUNAN MASYARAKAT Dalam rezim Orde Baru paradigma pembangunan mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan. Kapitalisasi sektor pertanian untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta integrasi dengan pemasaran yang lebih luas (ekspor) dilaksanakan melalui program antara lain yaitu Bimbingan Massal (Bimas) yang pada hakekatnya merupakan pendekatan “top down” yang berorientasi pada pencapaian target. Sentralistik dan uniformalitas yang dibangun oleh rezim orde baru telah menyebabkan lumpuhnya partisipasi dan kreatifitas masyarakat bawah. State formation yang sangat ekspansif telah merusak struktur dan kelembagaan social yang telah lama tergantikan dengan struktur dan kelembagaan birokrasi yang sumir dan formalitas.(Suparjan, 2003 : 20) Community power adalah roh dari masyarakat itu sendiri, sehingga seharusnya akan selalu muncul dan tampak dalam setiap satuan masyarakat yang ada. Sejak jatuhnya rezim orde baru khusunya ketika lahir Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang otonomi daerah. Hal ini menjadi landasan hukum bagi setiap daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Masyarakat diberikan peran yang lebih besar dalam pembangunan daerah dan dituntut berkreativitas dalam mengelola potensi daerah serta memprakarsai pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam era reformasi terjadi pergeseran paradigma pembangunan dimana peran pemerintah bukan lagi sebagai “provider” (penyedia) tetapi sebagai “enabler” (fasilitator). Peran sebagai enabler berarti tiap usaha pembangunan harus didasarkan pada kekuatan atau kemampuan masyarakat itu sendiri, yang berarti pula tidak terlalu mengharapkan pemberian bantuan dari pemerintah. Pembangunan masyarakat harusnya menerapakan prinsip-prinsip: 1. Transparansi (keterbukaan) 2. Partisipasi 3. Dapat dinikmati masyarakat 4. Dapat dipertanggung jawabkan (akuntanbilitas) 5. Berkelanjutan (sustainable)(Soelaiman M. Munandar, 1998 : 132) Pembangunan masyarakat dilakukan dengan pendekatan multisektor (holistik), partisipatif, berdasarkan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakn pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi, selaras dan sinergis sehingga tercapai secara optimal STRATEGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT. Dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi : 1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategi) 3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy) 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy)(Raharjo Adisasmita, 2006) Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan pedesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi. Adapun tujuan dalam pembangunan dapat dirumuskan, sebagai berikut: 1. Terciptanya kondisi umum yang mendorong pembangunan. 2. Termanfaatkannya potensi sumber daya sehingga memberikan manfaat bagi pembangunan oleh pemerintah setempat (yang bersangkutan), dunia usaha dan masyarakat umum. 3. Terlaksananya sejumlah investigasi dalam berbagai sektor. 4. Terlaksananya langkah-langkah dalam melaksanakan kemudi dan dorongan bagi kegiatan dan investasi swasta. Secara teknis perbedaan antara strategi dan kebijakan hanya terletak dalam ruang lingkup. Strategi merupakan siasat memenangkan suatu peperangan (the war) sedangkan kebijakan merupakan siasat untuk memenangkan suatu pertempuran (the battle), sering keduanya dipersatukan menjadi “strategi kebijakan”. Strategi kebijaksanaan pembangunan pedesaan diarahkan kepada: 1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat pedesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran. 2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan social masyarakat pedesaan. 3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana pedesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan social masyarakat. 4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat pedesaan secara berkelanjutan. Lanjutan 5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat pedesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan. 6. Penciptaan iklim social yang memberi kesempat masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya pemerintahan di pedesaan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengolahan sumber daya masyarakat secara lebih efektif dan efesien dilihat dari : (a) aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi. (b) aspek proses (pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan). (c) aspek keluaran atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efesien).(Raharjo Adisasmita, 2006) Keberhasilan pembangunan dalam masyarakat tidak selalu ditentukan oleh tersedianya sumber dana keuangan dan manajemen keuangan, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh peran serta dan respon masyarakat dalam pembangunan, atau dapat disebut sebagai “partisipasi masyarakat”. Untuk mencapai keberhasilan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan diperlukan kepemimpinan lokal yang cakap, berwibawa dan diterima oleh masyarakat (capable and acceptable local leadership) yang mampu mensinergiskan tradisi social budaya dengan proses pembangunan modern. Dapat diformulasikan dan dikonstruksikan suatu model Community Development dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. 1. Memberikan arahan pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan masyarakat secara optimal dan berkelanjutan. Arah yang jelas dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengendalikan dan mengevaluasi tingkat keberhasilan. 2. Membantu menyingkronisasikan kepentingan berbagai unsur masyarakat, dengan demikian dapat memberikan manfaat serentakdan serempak kepada seluruh kelompok masyarakat dan pelaku pembangunan Lanjutan 3. Dapat mengantisipasi terjadinya setiap perubahan internal dan regional dan lokal. Dengan demikian dapat menentukan langkah dan tindakan bagaimana memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan secara menyeluruh. 4. Berhubungan dengan efektifitas dan efisien secara perspektif adalah bagaimana mendorong keseimbangan pembangunan ekonomi dan social jangka panjang. Praktek Penerapan Hasil Tugas Tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Cara Sosialisasi (mengajak masyarakat untuk berpastisipasi) Merumuskan ide dalam memberdayakan masyarakat Praktek lanjutan UAS