S OSIOLOGI P ERUBAHAN E KONOMI ASUMSI TEORI MODERNISASI K ELOMPOK B5 E MIRSYAH M UHAMMAD F AUZAN (0806347744) R ANDI R UDIANANDA (0806463870) 1. Asumsi Dasar Modernisasi Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang berkembang secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-ulang. Pada tahap pertama muncul teori modernisasi yang berada dalam kerangka teori evolusi. Teori ini muncul di Amerika Serikat yang mengaplikasikannya dalam program Marshal Plan. Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir teori ketergantungan (dependency theory) yang memiliki sisi pandang dari negaranegara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna, lahir teori sistem dunia (the world system theory), dimana dunia dipandang sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme. Teori Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu teori pendekatan psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori pendekatan psikologis menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang gagal pada negara berkembang disebabkan oleh mentalitas masyarakatnya. Menurut teori ini, keberhasilan pambangunan mensyaratkan adanya perubahan sikap mental penduduk negara berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih melihat kegagalan pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya. .Kegagalan modernisasi membawa kemajuan bagi negara dunia ketiga telah menumbuhkan sikap kritis beberapa ilmuan sosial untuk memberikan suatu teori pembangunan yang baru, yang tentu saja mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teori yang telah ada. Kritikan terhadap modernisasi yang dianggap sebagai “musang berbulu domba” dan cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya negara-negara Amerika Latin menjalankan modernisasinya. Frank sebagai pelopor kemunculan teori dependensi, pada awalnya menyerang pendapat Rostow. Frank menganggap Rostow telah mengabaikan sejarah. Sejarah mencatat bagaimana perkembangan dunia ketiga yang tatanan ekonominya telah dihancurkan oleh negara dunia pertama selama masa kolonial. Pemikiran Frank terus bergulir dan disambut oleh pemikir sosial lainnya seperti Santos, Roxborough, Cardoso dan Galtung. ketergantungan dalam aspek kapitalisme, hubungan negara pusat dengan negara pinggiran ,penjelasan teori modernisasi diambil dari pendapat-pendapat Karl Marx. Meskipun teori struktural seringkali dianggap bersumber dari teori yang dilontarkan Marx sama sekali tidak berarti teori-teori pembangunan yang dilahirkan oleh teori struktural (ketergantungan) mengikuti pendapat-pandapat Marx. Bahkan dalam membahas hubungan antara negara industri maju (pusat) dengan negara-negara pertanian (pinggiran), teori-teori yang disampaikan Marx cenderung mengarah ke teori modernisasi. Sehingga dalam pembahasan kedua ini, mengambil teori-teori Marx yang cenderung kearah teori modernisasi. Solusi bagi keterbelakangan, menurut mereka membutuhkan suatu penetrasi lebih besar prinsip-prinsip ekonomi modern dan institusi-institusi ekonomi modern, seperti pasar bebas, perniagaan bebas dan sistem perpajakan modern, rasionalisasi negara, dan seterusnya. Dalam suasana sosial, “masyarakat tradisional” memiliki mobilitas sosial yang tidak cukup dan mendapatkan selayaknya “ascription” posisi sosial dan kurangnya motivation achievement di kalangan individu. Dalam kerangka kebudayaan, maka itu berarti bahwa nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, dan “orientasi achievement” yang berkaitan dengan “fondasi-fondasi filososfis” negara-negara maju tidak hadir pada negara-negara terbelakang. Dengan demikian, menurut teoritis ini, pembangunan membutuhkan program yang akan menanamkan nilai-nilai yang tetap ke dalam individu-individu dan memodernkan institusiinstitusi, dan dalam prosesnya, negara-negara ini akan beralih dari suasana “tradisionalitas” ke suasana “masyarakat modern”. Teori difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan budaya tertentu. Hal ini akan semakian tampak dan jelas kalau perpindahan manusia itu secara kelompok dan atau besar-besaran, dikemudian hari akan menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Akibat pengaruh kemajuan teknologi-komunikasi, juga akan mempengaruhi terjadinya difusi budaya. Keadaan ini memungkinkan kebudayaan semakin kompleks dan bersifat multikultural. Dengan adanya penelitian difusi, maka akan terungkap segala bentuk kontak dan persebaran budaya sampai ke wilayah yang kecil-kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kontribusi pengkajian difusi terhadap kebudayaan manusia bukan pada aspek historis budaya tersebut, melainkan pada letak geografi budaya dalam kewilayahan dunia.Seperti telah disebutkan pada paparan mengenai lanjutan teori evolusi sepeninggal Tylor dan Morgan bahwa teori evolusi mendapat dua jenis kritikan yang salah satunya menentang keras pandangan teori tersebut. Ide awal adanya teori difusi kebudayaan ini dilontarkan pertama kali oleh G. Elliot Smith (1871-1937) dan WJ. Perry (1887-1949), dua orang ahli antropologi asal Inggris. Setelah membaca dan mempelajari banyak catatan sejarah serta benda-benda arkeologis mengenai kebudayaan-kebudayaan besar yang pernah ada di muka bumi, kedua tokoh ini sampai pada suatu tekad untuk mengajukan sebuah teori yang mereka namakan Heliolithic Theory. Setelah masuknya tokoh antropolog asal Amerika ini barulah terjadi perselisihan dan mencuatnya beragam kritikan yang dialamatkan oleh para pengusung teori difusi terhadap teori evolusi. Franz Boas pada dasarnya adalah seorang ahli geografi yang hidup antara tahun 1858-1942 dan berasal dari Jerman. Tokoh yang dianggap pendekar ilmu antropologi Amerika ini banyak melakukan ekspedisi ke wilayah-wilayah pedalaman Amerika dan mengumpulkan bahan-bahan etnografi yang digunakannya untuk menyusun beragam karangannya mengenai kebudayaan. Untuk menguatkan pandangan-pandangannya mengenai kebudayaan, Boas menyatakan bahwa penelitian difusi kebudayaan harus diarahkan hanya pada daerah-daerah tertentu saja dan apa yang mengemuka dalam komunitas kebudayaan tertentu tersebut harus diperhatikan secara seksama dan seteliti mungkin. Model Boas ini kemudian dikenal dengan nama ‘partikularisme historis’ dimana di dalamnya telah melahirkan konsep-konsep baru mengenai kajian kebudayaan, seperti kulturkreis atau daerah atau lingkungan dan kulturschichten atau lapisan kebudayaan. Dalam kajian kebudayaan ala difusi Boas ini, unsur-unsur persamaan yang dimiliki oleh sebuah kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat untuk kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kategori yang disebutkan dengan dua istilah yang dikemukakan di atas. 2. Parsons dan Neo-Evolutionism Gagasan dari Neo-evolusionisme hampir sama dengan teori modernisasi. Neoevolusionisme menggunakan analisis konteks historis dalam membedah masyarakat tradisional dan modern, teori ini menyatakan masyarakat modern lambat laun akan terjadi dari tahap tradisional melalui proses diferensiasi sosial. Misalnya, dalam masyarakat tradisional fungsi politik, ekonomi, dan pendidikan dijalankan dibawah satu institusi saja, sedangkan didalam masyarakat modern antara struktur sosial dan organisasi harus dipisahkan untuk menjalankan fungsi politik, ekonomi, dan pendidikan. Secara singkatnya, masyarakat merubah struktur masyarakat sederhana menjadi lebih kompleks dengan adanya diferensiasi kerja. Disebut neo-evolusionisme dikarenakan teori ini menentang pandangan teori evolusionisme yang menyatakan bahwa masyarakat tradisional akan berkembang dengan satu arah (unilinear) menuju masyarakat modern. Para ahli neo-evolusionisme beranggapan banyak jalur yang dapat ditempuh untuk menuju masyarakat modern seperti jalan kapitalis melalui demokrasi plural yang terjadi di Amerika Serikat. Pada tahun 1950an dan 1960an, teori-teori para fungsionalis seperti modernisasi dan neo-evolusionisme sangat dominan, namun gerakan anti-imperialisme yang terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin mengangkat teori neo-Marxis untuk menentang dominasi Fungsionalis orthodox. Dalam penelitian mengenai neo evolusionis dan struktural fungsionalis pada dasarnya menekankan pada ketakterelakan modernisasi dan modernisasi yang unilinear. Dalam penelitian mengenai teori modernisasi seperti yang dilakukan oleh Lerner, Inkeles dan Smith dan Smelser bersama Hoselitz, Rostow dan McClelland, yang paling sering muncul adalah tipe dari evolusi yang lebih banyak menjelaskan mengenai sesuatu yang implisit dibandingkan eksplisit. Namun hal ini berubah ketika para sosiolog Amerika menerbitkan jurnal the American Sosiological Review yang merubah banyak pandangan mengenai teori evolusionisme. Secara umum ada empat aspek utama dalam jurnal itu yang dapat dianggap sebagai re-appraisal terhadap teori evolusionisme yang dikembangkan diawal yaitu (1) Masyarakat adalah sebuah sistem adaptasi yang dipersiapkan untuk bertahan (2) Secara garis besar memiliki sebuah sistem normatif (3) Inovasi dan difusi merupakan bagian penting dari sebuah proses modernisasi (4) Masyarakat modern merupakan sebuah masyarakat yang unik, khususnya karena terus berjalannya proses differensiasi secara internal Berdasarkan dari konsensus diatas dapat dilihat artikel ini membawa teori neo evolusionisme yang sebelumnya sangat implisit untuk kemudian berada pada level abstraksi.tujuan utama ini adalah untuk merubah tendensi diantara para neo evolusionis yang mengasumsikan uni-direksional dan konsistensi didalam evolusi, sementara perubahan sosial sendiri berkarakter lewat siklus dan perputaran dan berisi proses-proses didalamnya. Hal ini dibantah oleh Parsons yang menyatakan bahwa untuk masyarakat primitif bisa mencapai hingga ketahapan masyarakat modern diperlukan sebuah evolutionary universals harus dimunculkan, yang dimaksud evolutionary universals adalah sebuah struktur yang kompleks dan berisikan proses yang mana dapat meningkatkan kemampuan adaptasi dari sebuah sistem kehidupan sosial, lebih jauh oleh Parsons didalam masyarakat untuk dapat bertahan setidaknya perlu munculnya institusi seperti agama, bahasa, dan organisasi sosial dan sistem kekerabatan maupun teknologi. Lebih jauh lagi Parsons menjelaskan bahwa masyarakat primitif memang mampu menguasai lingkungannya namun hal ini menjadi sulit ketika keperluan untuk mempertahankan keteraturan sosial dan tradisi budaya didalam sistem yang mementingkan askriptif seperti pada masyarakat primitif, baru ketika perkembangan bahasa tulisan, dua kelas dari stratifikasi sosial yang mana menyebabkan dimensi politik dan dimensi agama disentralisasikan kedalam yang pada kelanjutannya membentuk sebuah masyarakat modern yang menurut Parson memiliki organisasi yang telah terbirokrasi dan spesialisasi pada pekerjaan individu dan akan semakin melemahkan askripsi yang merupakan ciri khas dari budaya sebelum modern. menurut Harrisson, perlu dibuat dua kualifikasi tentang pandangan Parson terhadap modernisasi ini. Pertama Parson tidak memaksakan agar setiap masyarakat menjalankan proses yang sama bentuk-bentuk inovasi tergantung pada proses diffusi yang terjadi disetiap masyarakat. kedua masyarakat yang tidak berhasil mencapai tahap modern dan gagal mengembangkan universalitas yang baru tidak menjadi punah namun tetap mampu bertahan meskipun akan terus menuju pada evolusi universal tersebut karena tekanan dari struktur. Ada empat mekanisme dasar evolusi: diferensiasi, peningkatan daya adaptasi, pemasukan dan generalisasi nilai1 Untuk dapat bertahan masyarakat tidak selamanya butuh aspek dari universal evolution yang disyaratkan oleh Parsons, karena ternyata perubahan sosial bisa bersifat parsial seperti yang dijelaskan oleh neo evolusionis pada awalnya. Karena pada negara dunia ketiga birokrasi tidak perlu dikaitkan dengan efisiensi dan pasar uang, karena contoh nyata yang terjadi di Indonesia ternyata birokrasi dapat dipengaruhi dari old tradition Indonesia itu sendiri seperti kekerabatan, agama atau bahkan uang yang lalu di beri terminologi sebagai bentuk prilaku birokrasi yang menyimpang oleh pihak barat sebagai akibat dari konsep modernisasi itu sendiri yang cenderung mengarah kepada barat sebagai poros dari dasar pemikirannya. Namun ternyata negara-negara dunia ketiga tetap dapat eksis dan bertahan dengan sistem birokrasi yang menyimpang dari sistem birokrasi ala parsonian. Selain itu Parson juga menjelaskan bahwa konsep puncak dari evolusi sosial yang ditawarkannya akan berujung pada asosiasi terhadap demokrasi yang mirip-mirip dengan demokrasi di Barat dan Amerika utara. Selain itu konsep Parsons juga tidak dapat menjelaskan bagaimana dalam skala yang lebih kecil dalam masyarakat. seperti masyarakat adat Badui yang dapat mengurung diri dengan produksi subsistennya atau masyarakat sinar resmi yang dapat memproduksi kebutuhan primernya dan tetap mempertahankan adat yang dapat dikatakan “primitif’ oleh kaum Parsonian namun tetap dapat bertahan. 1 Stompzka, Piotr “Sosiologi Perubahan Sosial” Prenada, Jakarta 2008 Hal 136 Dalam bukunya yang menuliskan tentang evolusi sosial pada puncak bukunya Parson semakin menegaskan bahwa Amerika Serikat adalah masyarakat yang paling unggul dalam tatanan dunia yang baru, sehingga Parsons terkesan begitu idealis dengan dan terjebak dalam etnosentris sehingga penggunaan teori Parsons dalam meneliti perkembangan negara dunia ketiga patut dipertanyakan relevansinya. 3. Ragam Jenis Teori Modernisasi Secara umum dalam disiplin ilmu sosiologi merupakan tanggapan intelektual atas periode historis tertentu. Sosiologi lahir di abad ke -19 dalam upaya menafsir dan memahami transisi besar yang melanda dunia Barat dari masyarakat tradisional ke tatanan sosial modern, urban, industrial, dan demokratis. Bagian terbesar dari pusat riset sosiologi adalah masyarakat pada era modern itu sendiri baik secara historis ataupun analisis namun hampir semua tokoh ilmu sosiologi berbicara mengenai modernitas baik hanya sekedar menaruhnya sebagai konteks atau menjadi sebuah kajian lewat berbagai perspektif. Dari mulai penafsiran masyarakat non-modern sebagai masyarakat primitif hingga muncul negasi-negasi atas perspektif seperti itu. Secara umum perkembangan teori modernisasi dapat dilihat sebagai sebuah fase yang akhirnya bersatu dalam kategori konsep modernisasi. Dari mulai Comte yang berbicara mengenai tiga tahapan dalam perkembangan masyarakat, Parsons yang memberikan penjabaran mengenai sebuah sistem masyarakat modern dan bagaimana suatu masyarakat non-modern dapat mencapainya, Weber yang menjelaskan peran agama dalam pembentukan kapitalisme, peran agama yang dikemukakan disini mempunyai peran yang menentukan dalam mempengaruhi tingkah laku individu. Kalau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dapat diarahkan kepada sikap yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan etika agama protestan, maka proses pembangunan masyarakat dapat terlaksana. dan modernisasi dalam