Ringkasan Khotbah - 25 Des'11 Nilai Kelahiran Pkh.3:1-15, Mat.1:21-23 Pdt. Andi Halim, S.Th. Sebuah koran beberapa waktu lalu mencatat sebuah musibah yang jika terjadi dalam kehidupan kita sangatlah mengerikan. Para imigran dari bermacam-macam negara naik kapal, kira-kira ada 200 orang. Kemudian kapal itu diterjang badai ombak yang besar dan terguling. Ratusan orang mati tetapi saat itu ada seorang nelayan yang datang menolong. Tragisnya adalah nelayan itu hanya dapat menolong sekitar 30 orang dari ratusan orang yang akan tenggelam. Banyak orang yang berteriak-teriak minta tolong untuk diselamatkan tetapi terpaksa ditolak oleh nelayan itu karena jika diterima maka mereka semua akan tenggelam bersama-sama. Nelayan itu harus memilih mana yang akan diselamatkan dan mana yang ditolak. Bagaimana jika kita berada di posisi orang yang ditolak itu? Setiap hari koran-koran mencatat peristiwa-peristiwa yang memilukan terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa inilah kehidupan manusia yang selalu berulang. Peristiwa demi peristiwa terjadi dari zaman ke zaman, bukan sesuatu yang baru. Inilah realita hidup yang kita perlu sadari. Pengkotbah pun mengatakan untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktunya untuk mati, ada waktu untuk hidup. Ada waktu senang, ada waktu susah. Inilah hidup. Pengkotbah mengatakan bahwa tidak ada yang baru dalam kehidupan ini. Sebetulnya kita tidak perlu takut mati jika mengingat kematian itu sudah ada sejak dulu. Semua orang yang hidup akan mati, termasuk kita. Lalu apa arti hidup kita? Kita semua lahir dan mati. Kita diciptakan dalam dunia yang penuh dengan kekejaman. Tidak satu pun dari antara kita yang lahir sudah memiliki tujuan hidup. Kita pun tidak meminta untuk dilahirkan. Setiap bayi yang lahir pasti berusaha disenangkan oleh orang tuanya dengan mainan-mainan. Mulai dari anak-anak, remaja bahkan sampai orang dewasa memiliki mainan-mainannya sendiri. Manusia suka dan terus berusaha membuat mainan-mainan untuk menyibukkan dirinya sendiri. Tanpa kesibukan-kesibukan itu mungkin manusia akan bunuh diri karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kemudian ia akan merasa itulah nilai hidup dan makna kelahirannya. Manusia tenggelam dalam kesibukannya dan lupa bahwa ia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan satu rencana. “Sori, tidak ada waktu” itulah yang dikatakan manusia jika diajak beribadah dan melayani Tuhan. Mengapa tidak ada waktu? Karena ia sibuk dengan ‘mainan-mainannya’ sendiri dan merasa dunia akan kiamat jika ia tidak melakukan pekerjaan tersebut. Seolah-olah tanpa dirinya dunia tidak bisa berjalan. Dimanakah nilai hidup yang sebenarnya? Bagaimanakah kita menilai hidup ini? Untuk apa saya lahir? Ini semua perlu dipertanyakan oleh setiap kita. 1/3 Ringkasan Khotbah - 25 Des'11 Kelahiran Kristus adalah nilai kelahiran yang paling agung dan mulia. Kelahiran Kristus berbeda dengan manusia yang tidak mengerti untuk apa ia lahir. Kelahiran Kristus memiliki misi yang jelas dan bukan tiba-tiba. Kelahiran Kristus sudah dinubuatkan dari Kej.3:15, “keturunan perempuan akan meremukkan kepala si ular.” Inilah nubuat kelahiran Yesus Kristus. Kristus datang untuk melakukan kehendak Bapa. Mat.1:21 – Inilah nilai kelahiran Yesus yang mempunyai misi, Yesus datang untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa. Tidak ada orang yang lahir dengan misi yang begitu jelas seperti ini. Yoh.4:34, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Yoh.17:4, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Inilah nilai kelahiran. Nilai kelahiran bukan seperti orang atheis yang menganggap bahwa hidup itu adalah bagian dari partikel-partikel yang berkumpul, bersenyawa dan menjadi suatu organisme yang membentuk kehidupan. Waktu mati, partikel-partikel itu kembali terurai dalam unsurnya masing-masing. Jadi nilai manusia bagi seorang atheis hanya sebatas partikel-partikel yang nantinya akan terurai waktu ia mati. Lalu apa nilai hidup kita sesuai firman? Hidup kita adalah untuk melakukan kehendak Bapa. Hidup kita bukan untuk melakukan kehendak diri sendiri melainkan kehendak Bapa. Bagaimana kita seharusnya merenungkan dan menjalani hidup sesuai dengan nilai kehidupan yang Tuhan tetapkan? Apakah sudah sesuai dengan apa yang Tuhan mau? W.S. Rendra dalam salah satu puisinya mengatakan bahwa segala sesuatu adalah titipan Tuhan. Tidak ada satu pun yang dapat kita pegang sampai selama-lamanya. Satu saat nanti semua yang kita miliki akan terlepas. Istri, anak, bahkan tubuh kita semuanya adalah titipan Allah. Tetapi waktu terjadi suatu musibah yang menimpa istri, anak atau tubuh kita, kita menyalahkan Tuhan. Padahal semua itu adalah pemberian, bukan milik kita. Dapatkah kita marah jika sesuatu yang memang bukan milik kita diambil? Sadarlah bahwa segala sesuatu hanya bersifat sementara. Jika Tuhan mau ambil, itu hak Tuhan. Seharusnya kita bersyukur karena Tuhan sudah meminjamkan semua itu secara gratis bagi kita selama ini. Ingat, kematian dapat datang kepada siapa pun dari kita tanpa terkecuali. W.S. Rendra kembali mengatakan, “Aku tidak pernah bertanya kepada yang meminjamkan padaku untuk apa ia meminjamkan semua ini.” Tetapi seharusnya kita bertanya, “Apa maunya Sang Pencipta meminjamkan semua yang sementara ini kepada saya?” Tuhan mengingatkan kita bahwa hidup yang paling berarti adalah saat kita kembali kepada Sang Pencipta. Carilah maksud Pencipta menciptakan kita dan jangan melupakannya. Orang-orang yang dipakai Allah dan bijaksana adalah orang yang merenungkan nilai kelahirannya (Mzm.139:13-16). Daud begitu memikirkan bahwa kejadian hidupnya bukan suatu kebetulan. Ia sadar Tuhan menenunnya sejak dalam kandungan. Tenunan adalah hasil karya yang begitu teliti, bukan asal-asalan atau kebetulan. Demikian juga kelahiran kita orang-orang percaya bukanlah kebetulan. 2/3 Ringkasan Khotbah - 25 Des'11 Biarlah dalam Natal ini kita kembali merenungkan nilai kelahiran kita. Jangan kita meremehkan dan sembarangan menjalani hidup. Kita lihat Yoh.1:12, 13. Ada perbedaan kualitas besar antara orang pilihan Allah dan mereka yang bukan pilihan Allah. Orang-orang pilihan Allah diperanakkan dari Allah bukan dari darah atau daging atau secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki. Kita adalah anak-anak Allah. Kelahiran kita ada dalam rencana kehendak Allah! Rasul Paulus pun sadar akan nilai kelahirannya (Gal.1:15). Paulus merenungkan nilai kelahirannya. Demikian juga Yeremia (Yer.1:5). Rencana Allah bagi Yeremia ditetapkan sebelum ia lahir. Begitu juga bagi semua orang percaya, kita lahir dari Allah, sesuai dengan kehendak-Nya. Marilah kita merenungkan nilai kehidupan yang ditetapkan bagi kita (1Yoh.2: 15-17). Dunia sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya. Nilai kelahiran Kristus sudah menjadi contoh bagi kita, Ia lahir untuk melakukan kehendak Bapa. Kita pun lahir bukan untuk melakukan kehendak diri sendiri tetapi untuk melakukan kehendak Pencipta kita. (Ringkasan belum diperiksa pengkotbah. VP) 3/3