9 BAB II LANDASAN TEORI A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea
1. Pengertian Eksistensi Diri
Eksistensi secara etimologi berasal dari bahasa Latin existo, yang terdiri
dari dua suku kata yaitu ex dan sister yang artinya menjadi, muncul atau hadir
(Misiak & Sexton, 2005). Menurut istilah dari psikologi eksistensial,
eksistensi adalah sebuah pandangan yang lebih mengurusi masalah-masalah
keberadaan manusia di dalam dunia dan kebebasan memilih merupakan hal
yang terpenting bagi hidupnya (Chaplin, 2011).
Eksistensi manusia dipahami sebagai sesuatu yang ‘bergerak’ atau
dinamis. Konteks eksistensi berdasarkan pada kenyataan bahwa seseorang itu
mengada pada saat ini dalam ruang dan waktu tertentu, sehingga masalah yang
sedang terjadi dihadapi secara sadar dan dapat mempersiapkan langkah yang
akan dilakukan selanjutnya (Abidin, 2002).
Eksistensi diri adalah segala kemungkinan yang apabila direalisasikan
dapat mengarahkan individu pada keberadaan yang otentik (Rodgers &
Thompson, 2015). Realisasi kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat
diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan
kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya.
Sedangkan otentik dalam hal ini berarti mempunyai kebebasan untuk memilih,
menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
9
10
Frankl (1964) menyatakan bahwa, esensi dari eksistensi diri adalah
tanggung jawab. Setiap manusia dipertanyakan oleh kehidupan, dan dia hanya
bisa menjawab pada hidup dengan menjawab untuk hidupnya sendiri,
hidupnya yang hanya bisa direspon dengan bertanggung jawab. Manusia harus
bertanggung jawab dan mengaktualisasikan potensi makna hidupnya, dengan
penekanan bahwa, kebenaran dari makna hidup adalah untuk ditemukan di
dunia dari pada dalam diri atau jiwa manusia itu sendiri, seolah-olah itu
merupakan sistem yang tertutup.
Berdasarkan berbagai definisi, penelitian ini melandaskan konstruksi
eksistensi diri sebagai pencapaian individu yang diraih melalui pemanfaatan
potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas bermakna sebagai wujud
keberadaan otentiknya.
2. Pengertian Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea
Cover dance merupakan dance performance dari penggemar K-pop yang
gerakannya sudah pernah ditampilkan oleh para artis Korea diikuti dan
ditampilkan kembali oleh mereka. Titik kesempurnaan dari cover dance bukan
pada kreativitas, namun kemiripan dengan penampilan sang idola, baik dari
segi detail gerakan, kostum, postur tubuh, serta ekspresi yang ditampilkan di
atas panggung (KapanLagi.com, 2011). Sebutan bagi para dancer atau penari
yang melakukan cover dance, baik secara individu/solo maupun secara
berkelompok/grup, adalah cover dancer. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cover
dancer boyband dan girlband Korea adalah dancer atau penari yang
11
menampilkan gerakan tarian yang sudah pernah ditampilkan oleh para
boyband dan girlband Korea.
3. Pengertian Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband
Korea
Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya
mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk
berlatih. Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu
kompetisi cover dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang
telah mereka keluarkan. Namun, keberadaan cover dancer boyband dan
girlband Korea ini semakin lama juga mengalami perkembangan. Hal ini
disebabkan oleh komitmen para cover dancer dalam melakukan kegiatannya
sebagai cover dancer boyband dan girlband Korea. Hasil wawancara yang
telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover dancer boyband dan
girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan kegiatan cover
dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi mereka
sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara pribadi,
Agustus, 2015).
Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai pencapaian individu yang
diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam kegiatan
bermakana sebagai wujud keberadaan otentiknya. Sehingga dalam memenuhi
eksistensi diri seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan
12
kegiatan-kegiatan
yang
dianggap
bermakna
bagi
dirinya
untuk
mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas dapat
disimpulkan bahwa eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband
Korea merupakan pencapaian cover dancer boyband dan girlband Korea yang
diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas
bermakna sebagai wujud keberadaan otentiknya.
4. Aspek-Aspek Eksistensi Diri
Langle dkk. (2003) merumuskan aspek-aspek dari eksistensi diri sebagai
berikut:
a. Perception
Perception berkaitan dengan bagaimana manusia memahami atau
mempersepsikan objek di dunia. Objek-objek tersebut dimengerti bukan
sebagai esensi, akan tetapi sebagai sebuah arti yang terus berkembang.
Individu diharapkan mampu untuk membedakan diri dari dunia sekitarnya,
tidak bergantung pada orang lain atau keadaan dan menerima segala hal apa
adanya dari lingkungan. Dalam berinteraksi dengan dunia, penting bagi
individu untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan mempelajari
berbagai kondisi maupun situasi yang dihadapi. Sebuah kehidupan yang
bermakna selalu berhadapan dengan perubahan-perubahan factual dan
kemungkinannya, sampai individu memperoleh kebenaran yang hakiki atau
persepsi realistis.
13
Langle (2003) menjelaskan lebih lanjut, bahwa terdapat tiga hal yang
diperlukan: protection, space dan support. Jika seseorang bisa memenuhi
tiga hal tersebut, maka ia akan dapat merasa percaya berada di dunia, dan
kepercayaan diri muncul, bahkan mungkin akan tumbuh kepercayaan
terhadap Tuhan. Keseluruhan pengalaman ini adalah kepercayaan
fundamental (a fundamental trust), sebuah kepercayaan bahwa individu
mempunyai support yang mendalam dan abadi di dalam hidupnya.
Bagaimanapun hal tersebut tidak cukup untuk mendapatkan protection,
space, dan support. Individu juga harus meraih beberapa kondisi ini,
membuat keputusan terhadapnya, serta menerimanya. Peran aktif individu
pada kondisi fundamental dari ‘being here’ adalah untuk menerima aspek
positif dan bertahan terhadap efek negatifnya. Menerima berarti siap untuk
mengisi ‘space’ tempat keberadaan diri, mengandalkan support yang
didapat dan percaya terhadap protection yang dianugrahkan pada diri
individu. Bertahan berarti mengharuskan diri untuk menerima kesulitan
apapun, ancaman dan menoleransi apa-apa yang tidak dapat diubah. Hidup
menentukan kondisi-kondisi pasti terhadap individu dan dunia mempunyai
hukumnya sendiri, sehingga ia harus beradaptasi terhadapnya.
b. Recognition of values
Recognition of values merupakan keadaan seseorang dapat memahami
hubungan kualitatif antar objek dan antara objek dengan dirinya sendiri.
Tingkatan dari tujuan-tujuan berdasarkan nilai (konten, kemungkinan) juga
semakin berkembang. Hal ini dilandasi oleh pengenalan individu terhadap
14
perasaan atau emosi serta evaluasi dari reaksi-reaksi dalam menerima dan
mengimajinasikan objek. Individu kini mengorientasikan dan mengalihkan
perhatian kepada hal-hal di luar dirinya, yaitu menjalin hubungan dengan
orang lain maupun objek lain, menilainya, sampai ia memperoleh
keharmonisan antara dunia dan dirinya. Perhatian individu yang semula
semata-mata terarah pada kepentingan pribadi pun dialihkan pada
kepentingan sosial.
Langle (2003) menjelaskan ketika seseorang memiliki ‘space’ di
dunia, ia dapat mengisinya dengan kehidupan secara sederhana. ‘being
there’ tidaklah cukup, kita menginginkan eksistensi kita menjadi baik.
Untuk mendapatkan hidup yang diinginkan dan dicintai, terdapat tiga hal
yang harus diraih: relationship, time, dan closeness. Jika ketiganya
terpenuhi, ia akan mendapatkan keharmonisan antara dunia dengan dirinya,
dan ia akan merasakan kedalaman hidup. Pengalaman ini merupakan
bentuk ‘fundamental value’, sebuah perasaan yang paling dalam terhadap
nilai kehidupan (value of life). Hal ini mewarnai emosi individu dan
merepresentasikan ukuran terhadap apapun yang mungkin dirasakan untuk
menjadi berharga. Tidak hanya relationship, time, dan closeness, namun
partisipasi aktif serta persetujuan diri juga diperlukan. Ketika individu
berpaling pada sesuatu atau seseorang, membiarkan diri tersentuh, ia akan
merasakan pengalaman hidup yang bersemangat. Tidak hanya pengalaman
hidup bersemangat, secara seimbang ia juga mengalami pengalaman seperti
kehilangan dan kesedihan.
15
c. Freedom
Freedom atau kebebasan adalah kemampuan manusia dalam
menentukan sikap terhadap dirinya sendiri dan dunianya, termasuk
menentukan tindakan-tindakan dan arah hidupnya. Individu harus
menghilangkan beberapa kemungkinan lain untuk memenuhi satu pilihan
yang diambil. Individu harus sadar dengan pilihan yang ia ambil dan
konsekuensinya. Ada suatu saat ketika seseorang akan dipaksa untuk
memutuskan sebuah pilihan, akan tetapi diri individu lah yang menyadari
dan memutuskan pilihannya sendiri. Pada intinya, keputusan ini bisa berarti
sebagai kesetiaan hidup seseorang atas tujuan yang ia pilih.
Langle (2003) menjelaskan bahwa, terdapat singularitas yang membuat
diri individu menjadi 'aku' dan membedakannya dari orang lain. Individu
menyadari bahwa dirinya harus menguasai keberadaan dirinya dan bahwa
ia pada dasarnya sendirian, bahkan mungkin terkucilkan (solitary). Tapi,
sebenarnya ada lebih banyak lagi hal-hal yang sama tunggal (equally
singular). Keragaman, keindahan dan keunikan yang ada di semua dimensi
kehidupan menghasilkan perasaan kagum dan hormat pada diri individu.
Hal ini adalah plane of identity, mengetahui diri sendiri dan etika. Untuk
mencapai hal ini, maka terdapat tiga hal yang harus dipenuhi: attention
(perhatian), justice (keadilan), dan appreciation (apresiasi). Jika, individu
telah mengalami ketiga hal tersebut, ia akan menemukan dirinya,
menemukan keaslian dan harga dirinya. Keseluruhan pengalaman ini
membangun harga diri individu dan inti dirinya.
16
Untuk dapat menjadi diri sendiri, mengalami pengalaman attention,
justice dan appreciation secara sederhana saja tidak cukup. Individu juga
memerlukan partisipasi aktif, ia harus melihat orang lain dan bertemu
dengan mereka. Pada saat yang sama individu harus menggambarkan
dirinya sendiri, berdiri sendiri dan menolak apa pun yang tidak sesuai
dengan akalnya sendiri. Encounter (pertemuan) dan regret (penyesalan)
adalah dua cara yang dilakukan individu agar bisa hidup otentik tanpa
berakhir dalam kesendirian. Encounter merupakan jembatan yang
diperlukan untuk menghubungkan pada orang lain. Itu membuat individu
memahami esensi orang lain serta dirinya sendiri; menemukan 'I' pada
'you'. Dengan partisipasi diri dan apresiasi dari orang lain menciptakan
apresiasi yang sama bagi ‘siapa saya’.
d. Responsibility
Responsibily atau tanggung jawab dalam hal ini berarti ketetapan hati
untuk menempatkan sebuah keputusan ke dalam tindakan dan dapat
konsisten serta menanggung konsekuensi-konsekuensi dari tindakan
tersebut. Langle (2003) mengemukakan jika individu bisa berada di sini,
mencintai hidup dan menemukan diri didalamnya, maka terpenuhilah
kondisi untuk menuju kondisi fundamental keempat, keberadaan individu
mengakui hidupnya dan apa saja tentangnya. Hal ini tidak cukup untuk
hanya berada di sini dan telah menemukan diri sendiri. Individu harus
melampaui diri sendiri jika ia ingin mencari pemenuhan dan menjadi
matang. Kalau tidak, ia akan seolah-olah hidup di rumah yang tak seorang
17
pun pernah mengunjunginya. Terdapat tiga hal yang diperlukan untuk
memenuhinya: field activity (bidang aktivitas), a structural context
(konteks struktural) dan a value to be realized in the future (nilai yang akan
dicapai di masa depan). Jika kondisi ini terpenuhi, individu akan mampu
berdedikasi dan bertindak, yang akhirnya, membentuk keyakinannya
sendiri (my own form of religious belief). Keseluruhan pengalaman ini
menambahkan kehidupan
yang bermakna (meaning of life) dan
mengarahkan pada rasa pemenuhan (sense of fulfillment).
Hal bermakna tidak hanya apa yang bisa individu harapkan dari hidup.
Sesuai dengan struktur dialogis eksistensi, adalah sama pentingnya dengan
apa yang hidup inginkan dari individu, apa yang saat ini diharapkan dari
individu dan apa yang individu bisa dan harus lakukan sekarang untuk
orang lain serta untuk dirinya sendiri. Bagian aktif dalam sikap keterbukaan
individu adalah untuk membawa diri ke dalam persetujuan dengan situasi,
untuk memeriksa apakah yang dilakukan adalah benar-benar hal yang baik:
untuk orang lain, untuk masa depan dan untuk lingkungan. Jika seorang
individu bertindak, jika ia menanggapi pertanyaan-pertanyaan ini, maka
eksistensinya akan terpenuhi.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek
eksistensi diri yang dikemukakan oleh Langle dkk. (2003), yang meliputi
perception, recognition of values, freedom dan responsibility.
18
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Diri
Abidin
(2002)
menjelaskan
bahwa,
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi eksistensi diri antara lain adalah:
a. Kematian (Ketiadaan)
Eksistensi manusia tidak lepas dari kematian. Kematian merupakan akhir
dari eksistensi manusia. Namun, kematian dapat membuat seseorang
menjadi diri yang otentik apabila ia dapat menerima kematian sebagai
suatu fakta yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensinya. Apabila
manusia dapat menerima kematian yang identik dengan ketiadaan dan
kesendirian yang mencekam dan menyeluruh, maka ia akan berusaha
melepaskan diri dari kontrol orang lain. Kuasa atau kontrol orang lain
inilah yang membuat eksistensi seseorang dangkal dan tidak autentik.
b. Kecemasan
Kecemasan (angst atau anxiety) dalam hal ini berhubungan dengan
kebebasan. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bebas di dunia
ini (we are condemned to freedom). Namun, kebebasan tersebut justru
menimbulkan kecemasan. Manusia selalu dihadapkan pada kemungkinankemungkinan yang tidak diketahui akan menguntungkan atau justru
menghancurkan eksistensi diri manusia. Dengan kata lain, kecemasan
tersebut disebabkan karena adanya kesadaran manusia akan kebebasan dan
semua risikonya menuntut pertanggung jawaban.
19
c. Kehendak bebas
Setiap saat manusia dihadapkan pada kondisi untuk memilih satu atau
beberapa
kemungkinan-kemungkinan
yang
ada.
Manusia
berhak
sepenuhnya untuk memilih apa yang ia inginkan, dan karenanya manusia
disebut
sebagai
makhluk
yang
bebas.
Tindakan-tindakan
yang
mengisyaratkan kehendak bebas dari manusia antara lain adalah:
1) Penentuan diri (self determination). Dalam menentukan sebuah pilihan
dalam hidup, manusia dapat menerima masukan dari orang lain tentang
baik atau buruknya hal-hal yang sedang dihadapi. Walaupun demikian,
pada akhirnya penentuan pilihan tersebut bukan berasal dari orang lain,
melainkan keputusan dari diri sendiri.
2) Pilihan. Pilihan yang diambil akan menghasilkan tindakan yang
dilakukan saat ini.
3) Konsekuensi. Tidak semua konsekuensi sesuai dengan
yang
diprediksikan. Terkadang, ada tindakan yang baik namun malah
berakibat buruk.
4) Pertanggungjawaban. Setiap manusia bertanggung jawab atas semua
konsekuensi dari tindakan yang dikerjakannya.
5) Karakter. Setiap pilihan tindakan yang diambil merupakan pilihan
karakter. Ketika memilih, seseorang akan melakukan tindakan dan
tindakan tersebut dapat membentuk karakter dirinya.
20
d. Waktu (Temporalitas)
Waktu dalam hal ini berkaitan dengan pengalaman manusia, tidak ada
kaitannya dengan waktu objektif yang diukur dengan satuan jam.
Pengalaman manusia dihayati tidak secara objektif, melainkan secara
subjektif. Setiap manusia menghayati masa lalu, masa kini, dan masa
depan secara berbeda. Masa depan merupakan sebuah ancaman bagi orang
yang cemas, namun merupakan peluang dalam membuka berbagai
kemungkinan bagi orang yang optimis.
e. Ruang (Spasialitas)
Ruang dalam hal ini adalah ruang yang dihayati. Setiap individu
menghayati ruang secara berbeda. Ruang spasial ditentukan oleh nada
(perasaan) dan detak (emosional) seseorang. Detak atau nada ruang batin
yang dihayati dapat dirasakan sebagai sesuatu yang penuh atau kosong,
bisa dirasakan sebagai sesuatu yang luas atau justru malah membatasi.
Cinta merupakan contoh perluasan ruang, walaupun berada jauh namun
terasa dekat dengan orang yang dikasihi. Sebaliknya, perasaan putus asa
membuat ruang terasa kosong dan penderitaan membuat ruang terasa
sempit.
f. Tubuh
Tubuh dalam hal ini bukanlah merupakan tubuh secara fisiologis,
melainkan tubuh yang dihayati, tubuh yang bermakna dan yang memberi
makna pada dunia. Makna terhadap tubuh bersifat subjektif. Tubuh
bermakna sebagai tubuh-subjek bagi diri sendiri, karena setiap tindakan
21
dilakukan melalui tubuh. Sedangkan bagi orang lain, tubuh merupakan
tubuh-objek, misalnya objek untuk dibedah saat operasi atau objek
pemenuhan kebutuhan seksual.
g. Diri sendiri
Manusia memberi makna tidak hanya pada dunia, namun juga pada diri
sendiri. Makna terhadap diri sendiri juga dapat berbeda antara individu
satu dengan individu lainnya. Beberapa orang memaknai dirinya sebagai
orang yang kuat, namun beberapa lainnya memaknai dirinya sebagai orang
yang lemah. Tidak hanya kuat dan lemah, namun makna diri sendiri juga
dapat berupa optimistik atau pesimistik, menarik atau menyebalkan,
berkuasa atau tidak berdaya.
h. Rasa Bersalah
Manusia pada umumnya memiliki rasa bersalah ketika melakukan
tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan. Rasa bersalah juga muncul ketika manusia merasa telah
membuang waktu dan merasa gagal dalam mengaktualisasikan potensipotensi, bakat-bakat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliknya.
Kegagalan tersebut dapat terjadi bila seseorang terlalu konformis dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga bakat dan potensinya termatikan.
Perasaan bersalah juga muncul ketika terjadi putusnya keintiman,
komunikasi, atau berkurangnya rasa cinta terhadap sesama.
22
Rollo May (dalam Bastaman, 1996), membedakan tiga faktor yang
mempengaruhi eksistensi diri, yaitu :
a.
Umwelt
Umwelt secara harfiah berarti dunia sekitar (world-around), yaitu dunia
fisik biologi yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut lingkungan
(environment). Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa Umwelt
merupakan dunia kebutuhan biologis, naluri tidak sadar, dan segala
sesuatu yang dinamakan ‘lingkungan’. Umwelt merupakan dunia objekobjek di sekitar kita, yang bersifat objektif. Umwelt adalah sesuatu yang
mempengaruhi kita, yang membuat kita sakit dan menderita, membuat kita
tua dan tak berdaya. Sebagai organisme, manusia mempunyai umwelt.
b.
Mitwelt
Mitwelt secara harfiah berarti dunia bersama (with world), sedangkan
secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai masyarakat. Abidin (2002)
menjelaskan lebih lanjut bahwa mitwelt merupakan dunia perhubungan
antar manusia, yang khas manusia. Dalam perhubungan antar manusia
terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan benci. Baik cinta maupun
benci, tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat
biologis. Baik cinta maupun benci tergantung pada sejumlah faktor yang
bersifat manusiawi, misalnya keputusan pribadi dan komitmen pada orang
lain. Oleh sebab itu, istilah-istilah seperti ‘penyesuaian diri’ dan ‘adaptasi’
hanya cocok dala umwelt, tapi tidak dalam mitwelt.
23
c. Eigenwelt
Eigenwelt secara harfiah berarti dunia pribadi (own-world), sedangkan
secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai diri. Abidin (2002)
menjelaskan lebih lanjut bahwa eidenwelt adalah kesadaran diri,
perhubungan diri, dan secara khas hadir dalam diri manusia. Eigenwelt
adalah pusat dari perspektif diri dan pusat perhubungan diri dengan bendabenda atau orang lain. Tanpa perspektif diri dan tanpa keberadaan diri
sebagai pusat referensi bagi dunianya sendiri, individu akan merasa tidak
ada apapun dalam dunianya. Eigenwelt juga merupakan kesadaran, bahwa
‘aku ada’ dan ‘keberadaanku’ tidak dapat disangkal. Tanpa kesadaran itu
manusia kehilangan orientasi dan dengan demikian kehilangan eksistensi.
B. Harga Diri
1. Pengertian Harga Diri
Harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan suatu bentuk sikap setuju
atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat di mana individu meyakini dirinya
sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga. Harga diri
merupakan pengalaman subjektif yang diungkapkan individu kepada orang
lain melalui komunikasi verbal dan perilaku-perilaku yang nyata. Bentuk
sikap yang mencerminkan hal ini di antaranya sikap menerima atau menolak
dan keyakinan terhadap kemampuan, keberartian, keberhasilan, dan kelayakan
(Coopersmith, 1967).
24
Chaplin (2011) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian diri yang
dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain
terhadap individu. Lebih lanjut Branden (2005) menilai harga diri sebagai
kecenderungan seseorang memandang dirinya memiliki kemampuan untuk
mengatasi tantangan kehidupan dan mencapai hak untuk merasa bahagia.
Santrock (2007) menjelaskan, bahwa harga diri merujuk pada evaluasi
keseluruhan atas diri seorang individu. Harga diri juga disebut sebagai self
worth atau self image. Beberapa peneliti terkadang tidak selalu membuat
perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri, terkadang mereka
mencampur-adukkan istilah-istilah tersebut. Terdapat perbedaan yang jelas
mengenai harga diri dan konsep diri, istilah harga diri lebih menekankan
evaluasi diri yang bersifat global, sedangkan konsep diri merupakan suatu
bentuk evaluasi diri yang menyangkut bidang tertentu. Santrock (2007)
menyebutkan, bahwa harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa
yang merupakan sarana bagi pertumbuhan eksistensi seseorang.
Menurut Guindon (2010), harga diri adalah sikap, komponen evaluasi diri;
penilaian afektif yang ditempatkan pada konsep diri terdiri dari rasa berharga
dan penerimaan yang dikembangkan dan dipertahankan sebagai konsekuensi
dari kesadaran kompetensi dan umpan balik dari dunia luar. Harga diri bersifat
situasional, tinggi pada satu saat atau rendah di lain, tergantung pada yang
elemen identitas atau domain tertentu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
harga diri adalah keseluruhan evaluasi diri yang dinyatakan dalam sikap
25
individu atas dirinya dan menunjukkan tingkat di mana ia meyakini dirinya
sendiri sebagai individu yang berharga.
2. Aspek-Aspek Harga Diri
Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek dari harga diri, yaitu:
a. Power
Power adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku
diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya
pengakuan, penghargaan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang
lain. Apabila individu mampu mengontrol diri sendiri dan orang
lain dengan baik maka hal tersebut akan mendorong terbentuknya harga diri
yang positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya. Power juga dikaitkan
dengan inisiatif. Pada individu yang memiliki power tinggi akan memiliki
inisiatif yang tinggi, demikian pula sebaliknya individu yang memiliki
power rendah akan menunjukan inisiatif yang rendah pula.
b. Significance
Significance atau keberartian adalah perasaan yang didapat dari adanya
penerimaan, penghargaan, kasih sayang dan perhatian dari orang-orang
disekitar individu tersebut. Perhatian dan penerimaan akan ditunjukkan
dengan adanya sikap hangat dari lingkungan, popularitas dan dukungan dari
keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu,
maka individu tersebut akan semakin merasa berarti dan harga diri akan
terdorong semakin tinggi.
26
c. Virtue
Virtue atau kebajikan adalah ketaatan mengikuti standar moral, etika dan
ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Bahasan
tentang kebajikan juga tidak terlepas dari segala macam perbincangan
mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat, serta hal-hal
yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketaatan beragama.
Ketaatan individu terhadap aturan dalam masyarakat serta tidak melakukan
tindakan yang menyimpang dari norma dan ketentuan yang berlaku di
masyarakat akan membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh
masyarakat. Demikian juga bila individu mampu memberikan contoh atau
dapat menjadi panutan yang baik bagi lingkungannya, akan diterima secara
baik oleh masyarakat. Jadi, ketaatan individu terhadap aturan masyarakat
dan kemampuan individu memberi contoh bagi masyarakat dapat
menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi terhadap individu
tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini mendorong terbentuknya
harga diri yang tinggi.
d. Competence
Competence atau kemampuan dapat diartikan sebagai kesuksesan dalam
memenuhi tuntutan prestasi atau dengan kata lain berhasil dalam memiliki
tuntutan capaian. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu akan
merasa yakin untuk dapat mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Apabila
usaha individu sesuai dengan tuntutan dan harapan, itu berarti invidu
memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang
27
tinggi. Sebaliknya apabila individu sering mengalami kegagalan dalam
meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, maka individu
tersebut merasa tidak kompeten. Hal tersebut dapat membuat individu
mengembangkan harga diri yang rendah.
Tafarodi dan Swann (dalam Richardson dkk., 2009) menyatakan, bahwa
harga diri global terdiri dari dua aspek berbeda namun saling behubungan,
yaitu:
a. Self Competence
Self competence merupakan penilaian terhadap diri sendiri sebagai agen
penyebab, disengaja sebagai usaha untuk mencapai hasil yang dinginkan.
Self competence mengarah pada orientasi positif atau negatif individu
terhadap dirinya secara keseluruhan yang menjadi sumber efikasi dan
kekuasaan. Indikator dari self competence adalah merasa memiliki
kemampuan yang baik, dan merasapuas dengan kemampuan diri sendiri.
Apabila individu menilai usahanya sesuai dengan tuntutan dan harapan,
berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk
harga diri yang tinggi. Sebaliknya, apabila individu sering mengalami
kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan
tuntutan, individu tersebut merasa tidak kompeten, sehingga individu
cenderung mengembangkan harga diri yang rendah.
b. Self Liking
Self Liking didefinisikan sebagai pengalaman valuatif seseorang sebagai
objek sosial, apakah dirinya merupakan seorang yang baik atau buruk
28
sesuai dengan kriteria yang telah diinternalisasikan. Self liking merupakan
nilai sosial yang dianggap berasal dari dalam diri. Indikator dari self liking
adalah memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, seperti merasa memiliki
sejumlah kualitas diri yang baik, merasa diri sebagai orang yang berharga,
merasa mampu melakukan hal-hal seperti kebanyakan orang lain lakukan
dan secara keseluruhan merasa puas dengan diri sendiri. Apabila individu
memiliki sikap positif terhadap diri dan merasa puas terhadap dirinya, maka
individu cenderung mengembangkan harga diri yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan aspek harga diri yang dikemukakan oleh
Coopersmith (1967), yang meliputi power, significance, virtue dan
competence. Alasan memakai aspek harga diri yang dikemukakan oleh
Coopersmith (1967) adalah karena aspek-aspek yang diungkapkan lebih
lengkap dan aspek harga diri yang dikemukakan Tafarodi dan Swann (dalam
Richardson dkk., 2009) sudah terwakilkan oleh aspek-aspek harga diri milik
Coopersmith (1967), seperti self competence yang telah terwakilkan oleh
competence dan self liking yang telah terwakilkan oleh significance.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Coopersmith (1967) membagi faktor yang mempengaruhi harga diri
menjadi dua, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Hubungan
dengan
orang
tua
atau
orang
tua
pengganti
sangat
mempengaruhi harga diri individu dalam masa-masa perkembangannya.
29
Harga diri positif merupakan hasil dari dukungan orang tua dan kebebasan
individu untuk berperilaku dalam cara yang realistis.
b. Lingkungan sosial
Lingkungan memberikan dampak yang besar terhadap seseorang, melalui
interaksi yang baik antara individu satu dengan individu yang lain dalam
lingkungan sosialnya. Ketika lingkungan memberikan respon yang positif
terhadap seseorang, maka dalam diri individu tersebut akan muncul rasa
aman dan nyaman berada dalam lingkungan sosialnya dan membentuk
harga diri yang positif bagi dirinya.
Faktor yang mempengaruhi harga diri menurut McKay dan Fanning
(2000) diuraikan sebagai berikut:
a. Emosi
Kesulitan mengendalikan emosi sangat berpengaruh pada pikiran yang
selanjutnya akan termanifestasikan dalam harga diri individu. Emosi
negative yang tidak dapat tertangani dengan baik biasanya akan
memberikan konsekuensi negatif pula.
b. Overgeneralization
Ketika menghadapi sekali kegagalan, individu terkadang cenderung
menjadi patah semangat lalu menyamarkan bahwa setiap usaha yang akan
dilakukannya juga pasti akan gagal lagi.
c. Global labeling
Mengkotak-kotakkan pikiran dengan memberi stereotip pada diri sendiri
dan orang lain berdasarkan kelas social, perilaku dan pengalaman. Individu
30
dengan harga diri rendah biasanya memposisikan dirinya dalam masyarakat
sebagai tokoh yang negatif.
d. Filtering
Kekakuan individu dalam menerima kritik atau saran dari orang lain.
Individu tersebut cenderung menolak untuk menerima kritikan orang lain
atau hal yang tidak ia sukai dan ketika ia menerima kritikan tersebut hal itu
akan membuatnya patah semangat dan berfokus pada kekurangannya saja.
e. Polarized thinking
Memiliki pola berpikir yang beragam dalam sekali waktu namun
bertentangan satu sama lain. Pola berpikir ini akan membuat individu
merasa kebingungan akan sikap yang harus ia lakukan.
f. Self-blame
Sikap menyalahkan diri sendiri atas setiap permasalahan yang dihadapi,
baik
tindakannya
benar
ataupun
salah,
individu
tersebut
selalu
menempatkan diri sebagai orang yang bertanggung jawab pada
permasalahan yang terjadi. Sikap seperti ini membuat individu tidak dapat
melihat sisi positif dan kualitas dari dirinya sendiri.
g. Personalization
Kebiasaan mengukur dan membanding-bandingkan segala sesuatu dengan
diri sendiri.
h. Mind reading
Menganggap orang lain memiliki pikiran sesuai dengan yang ia kehendaki,
pada individu dengan harga diri rendah biasanya ia cenderung menganggap
31
orang lain selalu menyetujui setiap opini negatif individu tersebut terhadap
dirinya sendiri.
4. Klasifikasi Harga Diri
Coopersmith (1967) mengklasifikasikan harga diri ke dalam tiga
tingkatan, yaitu harga diri tinggi, sedang, dan rendah. Berikut merupakan
penjelasan pengklasifikasian harga diri:
a. Harga diri tinggi
Harga diri tinggi ditandai dengan sikap tidak bergantung (independent),
kreatif, ekspresif, asertif, terlibat secara aktif dalam diskusi, tidak hanya
sebagai pendengar, berani mengungkapkan pendapat, cenderung tidak
mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mau menerima kritik dan
perbedaan pendapat, perhatian dan optimis.
b. Harga diri sedang
Harga diri sedang memiliki ciri sikap yang hampir mirip dengan ciri sikap
harga diri tinggi, hanya bedanya, pada harga diri sedang seseorang masing
menunjukkan kebimbangan dalam menilai dirinya sehingga masih
memerlukan dukungan sosial.
c. Harga diri rendah
Harga diri rendah ditandai dengan sikap rendah diri, kurang ekspresif,
kurang aktif, lebih suka sebagai pendengar dan pengikut saat melakukan
aktivitas sosial, kurang berani mengemukakan pendapat, takut terhadap
32
pendapat yang bertentangan dengan dirinya, merasa tidak dicintai, kurang
dapat menerima kritikan dan mudah tersinggung.
5. Fungsi Harga Diri
Sedikedes (dalam Baron dan Byrne, 2004) menyatakan bahwa terdapat
tiga tujuan seseorang memberikan penilaian terhadap diri sendiri. Masingmasing individu memiliki tujuan yang paling menonjol, tergantung dari
lingkungan, kepribadian, dan budaya individu. Penilaian terhadap diri sendiri
dalam hal ini dapat disebut juga sebagai harga diri, sehingga tujuan seseorang
memberikan penilaian terhadap diri sendiri dapat dikatakan sebagai fungsi
harga diri pada diri seseorang.
Tiga fungsi harga diri pada diri seseorang yang dimaksud adalah:
a. Self assesment
Maksud dari self assesment dalam hal ini yaitu untuk memperoleh
pengetahuan yang akurat tentang diri sendiri. Tujuan ini banyak diterapkan
oleh masyarakat pada budaya kolektivis untuk mendapatkan pandangan
dari lingkungan sosial tentang dirinya dengan baik.
b. Self enhancement
Maksud dari self enhancement dalam hal ini yaitu untuk mendapatkan
informasi positif tentang diri sendiri. Termasuk di dalam self-enhancement
adalah preferensi positif di atas perasaan negatif pada diri sendiri.
33
c. Self verification
Maksud dari self verification dalam hal ini yaitu untuk mengkonfirmasi
informasi yang sudah diketahui tentang diri sendiri. Individu yang
menonjol pada self verification memandang dirinya dalam perspektif
negatif yang enggan untuk berubah.
C. Penerimaan Sosial
1. Pengertian Penerimaan Sosial
Hurlock (2007) mengartikan penerimaan sosial sebagai keberadaan
seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu
hubungan yang dekat dan hangat dalam suatu kelompok.
Menurut Leary (2005), penerimaan sosial berarti adanya sinyal dari orang
lain yang ingin menyertakan seseorang untuk tergabung dalam suatu relasi
atau kelompok sosial. Leary juga menyatakan bahwa penerimaan sosial terjadi
pada kontinum yang berkisar dari menoleransi kehadiran orang lain hingga
secara aktif menginginkan seseorang untuk dijadikan partner dalam suatu
hubungan.
Penerimaan sosial merupakan penilaian kognitif yang spesifik dan relatif
stabil terhadap kepedulian dan penghargaan orang lain terhadap diri seseorang
dan bahwa penghargaan orang lain tersebut tidak bergantung pada sikap
tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama
lain berperilaku (Brock dkk., 1998). Penerimaan sosial terjadi karena adanya
kematangan dalam hubungan sosial sebagai pencapaian proses pembelajaran
34
dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, moral dan tradisi
yang mana individu dapat meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerja sama (Yusuf, 2010).
Menurut Grinder (2001) penerimaan sosial merupakan perhatian positif
yang diterima individu dari orang lain. Penerimaan sosial mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan dan
penyesuaian diri pada seseorang. Akibat langsung adanya penerimaan sosial
bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh
kelompoknya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa,
penerimaan sosial adalah penilaian kognitif yang spesifik dan relatif stabil
terhadap keberadaan seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain
dalam suatu hubungan yang dekat dan hangat.
2. Aspek-Aspek Penerimaan Sosial
Brock dkk. (1998) mengemukakan empat aspek dari penerimaan sosial,
yaitu:
a. Perceived acceptance of father
Perceived acceptance of father adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif
stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ayah atau orang pengganti
ayah terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ayah atau orang
pengganti ayah tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau
35
berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain
berperilaku.
b. Perceived acceptance of mother
Perceived acceptance of mother adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif
stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ibu atau orang pengganti
ibu terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ibu atau orang
pengganti ibu tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku
berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku.
c. Perceived acceptance of family
Perceived acceptance of family adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif
stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari keluarga terhadap diri
seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota keluarga tersebut tidak
bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana
biasanya mereka satu sama lain berperilaku.
d. Perceived acceptance of friends
Perceived acceptance of
friends adalah penilaian kognitif spesifik dan
relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari kelompok teman
terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota kelompok
teman tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda
dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek
penerimaan sosial yang dikemukakan oleh Brock dkk. (1998), yang meliputi
36
perceived acceptance of father, perceived acceptance of mother, perceived
acceptance of family, dan perceived acceptance of friends.
3. Faktor-Faktor Penerimaan Sosial
Hurlock (2007) mengungkapkan faktor-faktor penerimaan sosial, yaitu:
a. Kesan pertama
Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik
perhatian, sikap yang tenang dan gembira.
b. Reputasi
Reputasi sebagai seseorang yang sportif menyenangkan.
c. Penampilan diri
Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya.
d. Perilaku Sosial
Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang
akal, kesenangan bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan.
e. Matang
Matang, terutama dalam hal pengendalian serta kemauan untuk mengikuti
peraturan-peraturan.
f. Penyesuaian sosial
Suatu kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti
jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi.
37
g. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas anggota-anggota yang
lain dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota-anggota
keluarga.
h. Tempat tinggal
Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah
hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok.
4. Fungsi Penerimaan Sosial
Mappiare (1997) menjelaskan bahwa penerimaan sosial mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan
penyesuaian diri seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas
masa remaja saja, melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau
masa tua. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah
adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya.
Hal ini menimbulkan perasaan senang, puas bahkan bahagia, yang pada
gilirannya memberi rasa percaya diri yang besar. Selanjutnya, rasa percaya diri
menimbulkan keberanian dan ketertarikan untuk berinisiatif memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran terhadap kondisi yang terjadi pada lingkungan
sosial yang kemudian dapat membuatnya lebih populer atau lebih diterima oleh
lingkungan sosialnya. Keadaan seperti ini membawa pengaruh positif bagi
perkembangan pribadi dan sosial yang akan terus berlanjut pada masa-masa
perkembangan berikutnya.
38
D. Hubungan antara Harga diri dan Penerimaan sosial dengan
Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea
Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya
mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk berlatih.
Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu kompetisi cover
dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan.
Namun, keberadaan cover dancer boyband dan girlband Korea ini semakin lama
juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh komitmen para cover
dancer dalam melakukan kegiatannya sebagai cover dancer boyband dan girlband
Korea. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover
dancer boyband dan girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan
kegiatan cover dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi
mereka sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara
pribadi, Agustus, 2015).
Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai kesadaran manusia atas
keberadaannya di dunia sehingga dapat hidup secara otentik, yaitu mempunyai
kebebasan untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan
hidupnya. Sehingga dalam memenuhi eksistensi diri seseorang memiliki
kebebasan untuk memilih dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dianggap
bermakna bagi dirinya.
Harga diri mempunyai andil dalam pemenuhan eksistensi diri seseorang,
Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007) yang menyebutkan bahwa harga
diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi
39
pertumbuhan eksistensi seseorang. Harga diri dalam hal ini merujuk pada
evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu (Santrock, 2007). Individu yang
memiliki harga diri tinggi berarti individu yang memandang dirinya positif.
Semakin tinggi harga diri seseorang maka ia akan semakin sadar terhadap
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan memandang kelebihan-kelebihan
tersebut lebih penting dari kelemahannya. Sebaliknya, individu dengan harga diri
rendah cenderung memfokuskan diri terhadap kelemahan dirinya dan
memandang dirinya secara negatif (Baron & Byrne dalam Aditomo, 2004). Dari
pernyataan di atas, individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih
menyadari akan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga ia akan berusaha
untuk mengembangkannya. Menurut Binswanger dan Boss (dalam Brouwer,
1987), eksistensi diri dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi
bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin
direalisasikannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa bila seseorang mampu
merealisasikan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, maka
semakin tinggi harga diri yang dimilikinya dan semakin tinggi pemenuhan
eksistensi dirinya.
Salah satu masalah utama pada eksistensi diri seseorang terletak pada
orang lain. Manusia secara konstan berada dalam relasi dengan manusia lain
yang menjadikan keberadaan dirinya (Misiak & Sexton, 2005). Senada dengan
Misiak dan Sexton, Heidegger (dalam Bastaman, 1996) menyatakan bahwa, alles
dasein ist mitsein yang berarti bahwa mengada sebagai pribadi (being person)
selalu berarti mengada bersama pribadi lain (being with other person).
40
Pernyataan diatas mengungkapkan bahwa dalam pemenuhan eksistensi, manusia
tidak akan lepas dari peran orang lain. Manusia selalu ada dan harus hidup di
dalam lingkungan sosial, seperti keluarga, teman-teman, tetangga, organisasi,
lingkungan kerja dan masyarakat pada umumnya. Penerimaan dan penolakan
dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap sikap, perasaan,
pikiran, perbuatan dan penyesuaian diri seseorang. Penerimaan sosial bagi
seseorang adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh
kelompoknya (Sinthia, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dalam lingkungan
sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap pemenuhan eksistensi diri seseorang.
Sykes (2007) menjelaskan bahwa, eksistensi diri seseorang membutuhkan
koordinasi yang baik antara realitas dalam diri (inner reality) dan realitas luar
diri (outer reality). Respons terbaik individu dalam suatu pengalaman berasal
dari realitas dalam diri (inner reality), yaitu penguatan subjektif yang positif
terhadap level pengalaman tersebut. Penguatan subjektif secara positif dalam diri
merupakan salah satu dari fungsi harga diri (Sedikedes dalam Baron & Byrne,
2004). Semakin baik fungsi harga diri dalam diri seseorang, maka akan semakin
baik fungsi dari koordinasi inner reality yang dimilikinya dalam mencapai
eksistensi diri. Respon positif dari dunia luar atau outer reality juga diperlukan
untuk mencapai eksistensi diri (Sykes, 2007). Respons positif dari dunia luar
(outer reality) dapat dikatakan sebagai penerimaan sosial yang positif. Mappiare
(1997) menyatakan bahwa, penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan penyesuaian diri
seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas masa remaja saja,
41
melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau masa tua. Akibat
langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan
berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya (Mappiare, 1997). Dengan
kata lain, semakin baik penerimaan sosial seorang individu yang didapat dari
orang-orang disekitarnya, maka semakin baik pula pencapaian eksistensi dirinya.
Berdasarkan paparan teori yang telah diuraikan di atas, diasumsikan
terdapat hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri
pada cover dancer boyband dan girlband Korea. Semakin tinggi harga diri dan
penerimaan sosial pada cover dancer boyband dan girlband Korea, akan semakin
tinggi pula eksistensi diri mereka. Sebaliknya, eksistensi diri akan menurun bila
harga diri dan penerimaan sosial yang dimiliki oleh cover dancer boyband dan
girlband Korea menurun.
E. Kerangka Pemikiran
Hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada
cover dancer boyband dan girlband Korea dalam penelitian ini dapat
digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:
42
Bagan 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Harga Diri
(x1)
Eksistensi Diri pada Cover
Dancer Boyband dan
Girlband Korea
(y)
Penerimaan Sosial
(x2)
F. Hipotesis
Ada hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi
diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea di Kota Malang.
Download