9 BAB II LANDASAN TEORI A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea 1. Pengertian Eksistensi Diri Eksistensi secara etimologi berasal dari bahasa Latin existo, yang terdiri dari dua suku kata yaitu ex dan sister yang artinya menjadi, muncul atau hadir (Misiak & Sexton, 2005). Menurut istilah dari psikologi eksistensial, eksistensi adalah sebuah pandangan yang lebih mengurusi masalah-masalah keberadaan manusia di dalam dunia dan kebebasan memilih merupakan hal yang terpenting bagi hidupnya (Chaplin, 2011). Eksistensi manusia dipahami sebagai sesuatu yang ‘bergerak’ atau dinamis. Konteks eksistensi berdasarkan pada kenyataan bahwa seseorang itu mengada pada saat ini dalam ruang dan waktu tertentu, sehingga masalah yang sedang terjadi dihadapi secara sadar dan dapat mempersiapkan langkah yang akan dilakukan selanjutnya (Abidin, 2002). Eksistensi diri adalah segala kemungkinan yang apabila direalisasikan dapat mengarahkan individu pada keberadaan yang otentik (Rodgers & Thompson, 2015). Realisasi kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya. Sedangkan otentik dalam hal ini berarti mempunyai kebebasan untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. 9 10 Frankl (1964) menyatakan bahwa, esensi dari eksistensi diri adalah tanggung jawab. Setiap manusia dipertanyakan oleh kehidupan, dan dia hanya bisa menjawab pada hidup dengan menjawab untuk hidupnya sendiri, hidupnya yang hanya bisa direspon dengan bertanggung jawab. Manusia harus bertanggung jawab dan mengaktualisasikan potensi makna hidupnya, dengan penekanan bahwa, kebenaran dari makna hidup adalah untuk ditemukan di dunia dari pada dalam diri atau jiwa manusia itu sendiri, seolah-olah itu merupakan sistem yang tertutup. Berdasarkan berbagai definisi, penelitian ini melandaskan konstruksi eksistensi diri sebagai pencapaian individu yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas bermakna sebagai wujud keberadaan otentiknya. 2. Pengertian Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dance merupakan dance performance dari penggemar K-pop yang gerakannya sudah pernah ditampilkan oleh para artis Korea diikuti dan ditampilkan kembali oleh mereka. Titik kesempurnaan dari cover dance bukan pada kreativitas, namun kemiripan dengan penampilan sang idola, baik dari segi detail gerakan, kostum, postur tubuh, serta ekspresi yang ditampilkan di atas panggung (KapanLagi.com, 2011). Sebutan bagi para dancer atau penari yang melakukan cover dance, baik secara individu/solo maupun secara berkelompok/grup, adalah cover dancer. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cover dancer boyband dan girlband Korea adalah dancer atau penari yang 11 menampilkan gerakan tarian yang sudah pernah ditampilkan oleh para boyband dan girlband Korea. 3. Pengertian Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk berlatih. Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu kompetisi cover dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan. Namun, keberadaan cover dancer boyband dan girlband Korea ini semakin lama juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh komitmen para cover dancer dalam melakukan kegiatannya sebagai cover dancer boyband dan girlband Korea. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover dancer boyband dan girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan kegiatan cover dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi mereka sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara pribadi, Agustus, 2015). Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai pencapaian individu yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam kegiatan bermakana sebagai wujud keberadaan otentiknya. Sehingga dalam memenuhi eksistensi diri seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan 12 kegiatan-kegiatan yang dianggap bermakna bagi dirinya untuk mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea merupakan pencapaian cover dancer boyband dan girlband Korea yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas bermakna sebagai wujud keberadaan otentiknya. 4. Aspek-Aspek Eksistensi Diri Langle dkk. (2003) merumuskan aspek-aspek dari eksistensi diri sebagai berikut: a. Perception Perception berkaitan dengan bagaimana manusia memahami atau mempersepsikan objek di dunia. Objek-objek tersebut dimengerti bukan sebagai esensi, akan tetapi sebagai sebuah arti yang terus berkembang. Individu diharapkan mampu untuk membedakan diri dari dunia sekitarnya, tidak bergantung pada orang lain atau keadaan dan menerima segala hal apa adanya dari lingkungan. Dalam berinteraksi dengan dunia, penting bagi individu untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan mempelajari berbagai kondisi maupun situasi yang dihadapi. Sebuah kehidupan yang bermakna selalu berhadapan dengan perubahan-perubahan factual dan kemungkinannya, sampai individu memperoleh kebenaran yang hakiki atau persepsi realistis. 13 Langle (2003) menjelaskan lebih lanjut, bahwa terdapat tiga hal yang diperlukan: protection, space dan support. Jika seseorang bisa memenuhi tiga hal tersebut, maka ia akan dapat merasa percaya berada di dunia, dan kepercayaan diri muncul, bahkan mungkin akan tumbuh kepercayaan terhadap Tuhan. Keseluruhan pengalaman ini adalah kepercayaan fundamental (a fundamental trust), sebuah kepercayaan bahwa individu mempunyai support yang mendalam dan abadi di dalam hidupnya. Bagaimanapun hal tersebut tidak cukup untuk mendapatkan protection, space, dan support. Individu juga harus meraih beberapa kondisi ini, membuat keputusan terhadapnya, serta menerimanya. Peran aktif individu pada kondisi fundamental dari ‘being here’ adalah untuk menerima aspek positif dan bertahan terhadap efek negatifnya. Menerima berarti siap untuk mengisi ‘space’ tempat keberadaan diri, mengandalkan support yang didapat dan percaya terhadap protection yang dianugrahkan pada diri individu. Bertahan berarti mengharuskan diri untuk menerima kesulitan apapun, ancaman dan menoleransi apa-apa yang tidak dapat diubah. Hidup menentukan kondisi-kondisi pasti terhadap individu dan dunia mempunyai hukumnya sendiri, sehingga ia harus beradaptasi terhadapnya. b. Recognition of values Recognition of values merupakan keadaan seseorang dapat memahami hubungan kualitatif antar objek dan antara objek dengan dirinya sendiri. Tingkatan dari tujuan-tujuan berdasarkan nilai (konten, kemungkinan) juga semakin berkembang. Hal ini dilandasi oleh pengenalan individu terhadap 14 perasaan atau emosi serta evaluasi dari reaksi-reaksi dalam menerima dan mengimajinasikan objek. Individu kini mengorientasikan dan mengalihkan perhatian kepada hal-hal di luar dirinya, yaitu menjalin hubungan dengan orang lain maupun objek lain, menilainya, sampai ia memperoleh keharmonisan antara dunia dan dirinya. Perhatian individu yang semula semata-mata terarah pada kepentingan pribadi pun dialihkan pada kepentingan sosial. Langle (2003) menjelaskan ketika seseorang memiliki ‘space’ di dunia, ia dapat mengisinya dengan kehidupan secara sederhana. ‘being there’ tidaklah cukup, kita menginginkan eksistensi kita menjadi baik. Untuk mendapatkan hidup yang diinginkan dan dicintai, terdapat tiga hal yang harus diraih: relationship, time, dan closeness. Jika ketiganya terpenuhi, ia akan mendapatkan keharmonisan antara dunia dengan dirinya, dan ia akan merasakan kedalaman hidup. Pengalaman ini merupakan bentuk ‘fundamental value’, sebuah perasaan yang paling dalam terhadap nilai kehidupan (value of life). Hal ini mewarnai emosi individu dan merepresentasikan ukuran terhadap apapun yang mungkin dirasakan untuk menjadi berharga. Tidak hanya relationship, time, dan closeness, namun partisipasi aktif serta persetujuan diri juga diperlukan. Ketika individu berpaling pada sesuatu atau seseorang, membiarkan diri tersentuh, ia akan merasakan pengalaman hidup yang bersemangat. Tidak hanya pengalaman hidup bersemangat, secara seimbang ia juga mengalami pengalaman seperti kehilangan dan kesedihan. 15 c. Freedom Freedom atau kebebasan adalah kemampuan manusia dalam menentukan sikap terhadap dirinya sendiri dan dunianya, termasuk menentukan tindakan-tindakan dan arah hidupnya. Individu harus menghilangkan beberapa kemungkinan lain untuk memenuhi satu pilihan yang diambil. Individu harus sadar dengan pilihan yang ia ambil dan konsekuensinya. Ada suatu saat ketika seseorang akan dipaksa untuk memutuskan sebuah pilihan, akan tetapi diri individu lah yang menyadari dan memutuskan pilihannya sendiri. Pada intinya, keputusan ini bisa berarti sebagai kesetiaan hidup seseorang atas tujuan yang ia pilih. Langle (2003) menjelaskan bahwa, terdapat singularitas yang membuat diri individu menjadi 'aku' dan membedakannya dari orang lain. Individu menyadari bahwa dirinya harus menguasai keberadaan dirinya dan bahwa ia pada dasarnya sendirian, bahkan mungkin terkucilkan (solitary). Tapi, sebenarnya ada lebih banyak lagi hal-hal yang sama tunggal (equally singular). Keragaman, keindahan dan keunikan yang ada di semua dimensi kehidupan menghasilkan perasaan kagum dan hormat pada diri individu. Hal ini adalah plane of identity, mengetahui diri sendiri dan etika. Untuk mencapai hal ini, maka terdapat tiga hal yang harus dipenuhi: attention (perhatian), justice (keadilan), dan appreciation (apresiasi). Jika, individu telah mengalami ketiga hal tersebut, ia akan menemukan dirinya, menemukan keaslian dan harga dirinya. Keseluruhan pengalaman ini membangun harga diri individu dan inti dirinya. 16 Untuk dapat menjadi diri sendiri, mengalami pengalaman attention, justice dan appreciation secara sederhana saja tidak cukup. Individu juga memerlukan partisipasi aktif, ia harus melihat orang lain dan bertemu dengan mereka. Pada saat yang sama individu harus menggambarkan dirinya sendiri, berdiri sendiri dan menolak apa pun yang tidak sesuai dengan akalnya sendiri. Encounter (pertemuan) dan regret (penyesalan) adalah dua cara yang dilakukan individu agar bisa hidup otentik tanpa berakhir dalam kesendirian. Encounter merupakan jembatan yang diperlukan untuk menghubungkan pada orang lain. Itu membuat individu memahami esensi orang lain serta dirinya sendiri; menemukan 'I' pada 'you'. Dengan partisipasi diri dan apresiasi dari orang lain menciptakan apresiasi yang sama bagi ‘siapa saya’. d. Responsibility Responsibily atau tanggung jawab dalam hal ini berarti ketetapan hati untuk menempatkan sebuah keputusan ke dalam tindakan dan dapat konsisten serta menanggung konsekuensi-konsekuensi dari tindakan tersebut. Langle (2003) mengemukakan jika individu bisa berada di sini, mencintai hidup dan menemukan diri didalamnya, maka terpenuhilah kondisi untuk menuju kondisi fundamental keempat, keberadaan individu mengakui hidupnya dan apa saja tentangnya. Hal ini tidak cukup untuk hanya berada di sini dan telah menemukan diri sendiri. Individu harus melampaui diri sendiri jika ia ingin mencari pemenuhan dan menjadi matang. Kalau tidak, ia akan seolah-olah hidup di rumah yang tak seorang 17 pun pernah mengunjunginya. Terdapat tiga hal yang diperlukan untuk memenuhinya: field activity (bidang aktivitas), a structural context (konteks struktural) dan a value to be realized in the future (nilai yang akan dicapai di masa depan). Jika kondisi ini terpenuhi, individu akan mampu berdedikasi dan bertindak, yang akhirnya, membentuk keyakinannya sendiri (my own form of religious belief). Keseluruhan pengalaman ini menambahkan kehidupan yang bermakna (meaning of life) dan mengarahkan pada rasa pemenuhan (sense of fulfillment). Hal bermakna tidak hanya apa yang bisa individu harapkan dari hidup. Sesuai dengan struktur dialogis eksistensi, adalah sama pentingnya dengan apa yang hidup inginkan dari individu, apa yang saat ini diharapkan dari individu dan apa yang individu bisa dan harus lakukan sekarang untuk orang lain serta untuk dirinya sendiri. Bagian aktif dalam sikap keterbukaan individu adalah untuk membawa diri ke dalam persetujuan dengan situasi, untuk memeriksa apakah yang dilakukan adalah benar-benar hal yang baik: untuk orang lain, untuk masa depan dan untuk lingkungan. Jika seorang individu bertindak, jika ia menanggapi pertanyaan-pertanyaan ini, maka eksistensinya akan terpenuhi. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek eksistensi diri yang dikemukakan oleh Langle dkk. (2003), yang meliputi perception, recognition of values, freedom dan responsibility. 18 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Diri Abidin (2002) menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi eksistensi diri antara lain adalah: a. Kematian (Ketiadaan) Eksistensi manusia tidak lepas dari kematian. Kematian merupakan akhir dari eksistensi manusia. Namun, kematian dapat membuat seseorang menjadi diri yang otentik apabila ia dapat menerima kematian sebagai suatu fakta yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensinya. Apabila manusia dapat menerima kematian yang identik dengan ketiadaan dan kesendirian yang mencekam dan menyeluruh, maka ia akan berusaha melepaskan diri dari kontrol orang lain. Kuasa atau kontrol orang lain inilah yang membuat eksistensi seseorang dangkal dan tidak autentik. b. Kecemasan Kecemasan (angst atau anxiety) dalam hal ini berhubungan dengan kebebasan. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bebas di dunia ini (we are condemned to freedom). Namun, kebebasan tersebut justru menimbulkan kecemasan. Manusia selalu dihadapkan pada kemungkinankemungkinan yang tidak diketahui akan menguntungkan atau justru menghancurkan eksistensi diri manusia. Dengan kata lain, kecemasan tersebut disebabkan karena adanya kesadaran manusia akan kebebasan dan semua risikonya menuntut pertanggung jawaban. 19 c. Kehendak bebas Setiap saat manusia dihadapkan pada kondisi untuk memilih satu atau beberapa kemungkinan-kemungkinan yang ada. Manusia berhak sepenuhnya untuk memilih apa yang ia inginkan, dan karenanya manusia disebut sebagai makhluk yang bebas. Tindakan-tindakan yang mengisyaratkan kehendak bebas dari manusia antara lain adalah: 1) Penentuan diri (self determination). Dalam menentukan sebuah pilihan dalam hidup, manusia dapat menerima masukan dari orang lain tentang baik atau buruknya hal-hal yang sedang dihadapi. Walaupun demikian, pada akhirnya penentuan pilihan tersebut bukan berasal dari orang lain, melainkan keputusan dari diri sendiri. 2) Pilihan. Pilihan yang diambil akan menghasilkan tindakan yang dilakukan saat ini. 3) Konsekuensi. Tidak semua konsekuensi sesuai dengan yang diprediksikan. Terkadang, ada tindakan yang baik namun malah berakibat buruk. 4) Pertanggungjawaban. Setiap manusia bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari tindakan yang dikerjakannya. 5) Karakter. Setiap pilihan tindakan yang diambil merupakan pilihan karakter. Ketika memilih, seseorang akan melakukan tindakan dan tindakan tersebut dapat membentuk karakter dirinya. 20 d. Waktu (Temporalitas) Waktu dalam hal ini berkaitan dengan pengalaman manusia, tidak ada kaitannya dengan waktu objektif yang diukur dengan satuan jam. Pengalaman manusia dihayati tidak secara objektif, melainkan secara subjektif. Setiap manusia menghayati masa lalu, masa kini, dan masa depan secara berbeda. Masa depan merupakan sebuah ancaman bagi orang yang cemas, namun merupakan peluang dalam membuka berbagai kemungkinan bagi orang yang optimis. e. Ruang (Spasialitas) Ruang dalam hal ini adalah ruang yang dihayati. Setiap individu menghayati ruang secara berbeda. Ruang spasial ditentukan oleh nada (perasaan) dan detak (emosional) seseorang. Detak atau nada ruang batin yang dihayati dapat dirasakan sebagai sesuatu yang penuh atau kosong, bisa dirasakan sebagai sesuatu yang luas atau justru malah membatasi. Cinta merupakan contoh perluasan ruang, walaupun berada jauh namun terasa dekat dengan orang yang dikasihi. Sebaliknya, perasaan putus asa membuat ruang terasa kosong dan penderitaan membuat ruang terasa sempit. f. Tubuh Tubuh dalam hal ini bukanlah merupakan tubuh secara fisiologis, melainkan tubuh yang dihayati, tubuh yang bermakna dan yang memberi makna pada dunia. Makna terhadap tubuh bersifat subjektif. Tubuh bermakna sebagai tubuh-subjek bagi diri sendiri, karena setiap tindakan 21 dilakukan melalui tubuh. Sedangkan bagi orang lain, tubuh merupakan tubuh-objek, misalnya objek untuk dibedah saat operasi atau objek pemenuhan kebutuhan seksual. g. Diri sendiri Manusia memberi makna tidak hanya pada dunia, namun juga pada diri sendiri. Makna terhadap diri sendiri juga dapat berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Beberapa orang memaknai dirinya sebagai orang yang kuat, namun beberapa lainnya memaknai dirinya sebagai orang yang lemah. Tidak hanya kuat dan lemah, namun makna diri sendiri juga dapat berupa optimistik atau pesimistik, menarik atau menyebalkan, berkuasa atau tidak berdaya. h. Rasa Bersalah Manusia pada umumnya memiliki rasa bersalah ketika melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Rasa bersalah juga muncul ketika manusia merasa telah membuang waktu dan merasa gagal dalam mengaktualisasikan potensipotensi, bakat-bakat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliknya. Kegagalan tersebut dapat terjadi bila seseorang terlalu konformis dengan lingkungan sekitarnya, sehingga bakat dan potensinya termatikan. Perasaan bersalah juga muncul ketika terjadi putusnya keintiman, komunikasi, atau berkurangnya rasa cinta terhadap sesama. 22 Rollo May (dalam Bastaman, 1996), membedakan tiga faktor yang mempengaruhi eksistensi diri, yaitu : a. Umwelt Umwelt secara harfiah berarti dunia sekitar (world-around), yaitu dunia fisik biologi yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut lingkungan (environment). Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa Umwelt merupakan dunia kebutuhan biologis, naluri tidak sadar, dan segala sesuatu yang dinamakan ‘lingkungan’. Umwelt merupakan dunia objekobjek di sekitar kita, yang bersifat objektif. Umwelt adalah sesuatu yang mempengaruhi kita, yang membuat kita sakit dan menderita, membuat kita tua dan tak berdaya. Sebagai organisme, manusia mempunyai umwelt. b. Mitwelt Mitwelt secara harfiah berarti dunia bersama (with world), sedangkan secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai masyarakat. Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa mitwelt merupakan dunia perhubungan antar manusia, yang khas manusia. Dalam perhubungan antar manusia terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan benci. Baik cinta maupun benci, tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat biologis. Baik cinta maupun benci tergantung pada sejumlah faktor yang bersifat manusiawi, misalnya keputusan pribadi dan komitmen pada orang lain. Oleh sebab itu, istilah-istilah seperti ‘penyesuaian diri’ dan ‘adaptasi’ hanya cocok dala umwelt, tapi tidak dalam mitwelt. 23 c. Eigenwelt Eigenwelt secara harfiah berarti dunia pribadi (own-world), sedangkan secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai diri. Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa eidenwelt adalah kesadaran diri, perhubungan diri, dan secara khas hadir dalam diri manusia. Eigenwelt adalah pusat dari perspektif diri dan pusat perhubungan diri dengan bendabenda atau orang lain. Tanpa perspektif diri dan tanpa keberadaan diri sebagai pusat referensi bagi dunianya sendiri, individu akan merasa tidak ada apapun dalam dunianya. Eigenwelt juga merupakan kesadaran, bahwa ‘aku ada’ dan ‘keberadaanku’ tidak dapat disangkal. Tanpa kesadaran itu manusia kehilangan orientasi dan dengan demikian kehilangan eksistensi. B. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga. Harga diri merupakan pengalaman subjektif yang diungkapkan individu kepada orang lain melalui komunikasi verbal dan perilaku-perilaku yang nyata. Bentuk sikap yang mencerminkan hal ini di antaranya sikap menerima atau menolak dan keyakinan terhadap kemampuan, keberartian, keberhasilan, dan kelayakan (Coopersmith, 1967). 24 Chaplin (2011) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu. Lebih lanjut Branden (2005) menilai harga diri sebagai kecenderungan seseorang memandang dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan dan mencapai hak untuk merasa bahagia. Santrock (2007) menjelaskan, bahwa harga diri merujuk pada evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu. Harga diri juga disebut sebagai self worth atau self image. Beberapa peneliti terkadang tidak selalu membuat perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri, terkadang mereka mencampur-adukkan istilah-istilah tersebut. Terdapat perbedaan yang jelas mengenai harga diri dan konsep diri, istilah harga diri lebih menekankan evaluasi diri yang bersifat global, sedangkan konsep diri merupakan suatu bentuk evaluasi diri yang menyangkut bidang tertentu. Santrock (2007) menyebutkan, bahwa harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi pertumbuhan eksistensi seseorang. Menurut Guindon (2010), harga diri adalah sikap, komponen evaluasi diri; penilaian afektif yang ditempatkan pada konsep diri terdiri dari rasa berharga dan penerimaan yang dikembangkan dan dipertahankan sebagai konsekuensi dari kesadaran kompetensi dan umpan balik dari dunia luar. Harga diri bersifat situasional, tinggi pada satu saat atau rendah di lain, tergantung pada yang elemen identitas atau domain tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah keseluruhan evaluasi diri yang dinyatakan dalam sikap 25 individu atas dirinya dan menunjukkan tingkat di mana ia meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang berharga. 2. Aspek-Aspek Harga Diri Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek dari harga diri, yaitu: a. Power Power adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan, penghargaan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. Apabila individu mampu mengontrol diri sendiri dan orang lain dengan baik maka hal tersebut akan mendorong terbentuknya harga diri yang positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya. Power juga dikaitkan dengan inisiatif. Pada individu yang memiliki power tinggi akan memiliki inisiatif yang tinggi, demikian pula sebaliknya individu yang memiliki power rendah akan menunjukan inisiatif yang rendah pula. b. Significance Significance atau keberartian adalah perasaan yang didapat dari adanya penerimaan, penghargaan, kasih sayang dan perhatian dari orang-orang disekitar individu tersebut. Perhatian dan penerimaan akan ditunjukkan dengan adanya sikap hangat dari lingkungan, popularitas dan dukungan dari keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu, maka individu tersebut akan semakin merasa berarti dan harga diri akan terdorong semakin tinggi. 26 c. Virtue Virtue atau kebajikan adalah ketaatan mengikuti standar moral, etika dan ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Bahasan tentang kebajikan juga tidak terlepas dari segala macam perbincangan mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat, serta hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketaatan beragama. Ketaatan individu terhadap aturan dalam masyarakat serta tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari norma dan ketentuan yang berlaku di masyarakat akan membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Demikian juga bila individu mampu memberikan contoh atau dapat menjadi panutan yang baik bagi lingkungannya, akan diterima secara baik oleh masyarakat. Jadi, ketaatan individu terhadap aturan masyarakat dan kemampuan individu memberi contoh bagi masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi terhadap individu tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini mendorong terbentuknya harga diri yang tinggi. d. Competence Competence atau kemampuan dapat diartikan sebagai kesuksesan dalam memenuhi tuntutan prestasi atau dengan kata lain berhasil dalam memiliki tuntutan capaian. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu akan merasa yakin untuk dapat mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Apabila usaha individu sesuai dengan tuntutan dan harapan, itu berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang 27 tinggi. Sebaliknya apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, maka individu tersebut merasa tidak kompeten. Hal tersebut dapat membuat individu mengembangkan harga diri yang rendah. Tafarodi dan Swann (dalam Richardson dkk., 2009) menyatakan, bahwa harga diri global terdiri dari dua aspek berbeda namun saling behubungan, yaitu: a. Self Competence Self competence merupakan penilaian terhadap diri sendiri sebagai agen penyebab, disengaja sebagai usaha untuk mencapai hasil yang dinginkan. Self competence mengarah pada orientasi positif atau negatif individu terhadap dirinya secara keseluruhan yang menjadi sumber efikasi dan kekuasaan. Indikator dari self competence adalah merasa memiliki kemampuan yang baik, dan merasapuas dengan kemampuan diri sendiri. Apabila individu menilai usahanya sesuai dengan tuntutan dan harapan, berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang tinggi. Sebaliknya, apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, individu tersebut merasa tidak kompeten, sehingga individu cenderung mengembangkan harga diri yang rendah. b. Self Liking Self Liking didefinisikan sebagai pengalaman valuatif seseorang sebagai objek sosial, apakah dirinya merupakan seorang yang baik atau buruk 28 sesuai dengan kriteria yang telah diinternalisasikan. Self liking merupakan nilai sosial yang dianggap berasal dari dalam diri. Indikator dari self liking adalah memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, seperti merasa memiliki sejumlah kualitas diri yang baik, merasa diri sebagai orang yang berharga, merasa mampu melakukan hal-hal seperti kebanyakan orang lain lakukan dan secara keseluruhan merasa puas dengan diri sendiri. Apabila individu memiliki sikap positif terhadap diri dan merasa puas terhadap dirinya, maka individu cenderung mengembangkan harga diri yang tinggi. Penelitian ini menggunakan aspek harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967), yang meliputi power, significance, virtue dan competence. Alasan memakai aspek harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) adalah karena aspek-aspek yang diungkapkan lebih lengkap dan aspek harga diri yang dikemukakan Tafarodi dan Swann (dalam Richardson dkk., 2009) sudah terwakilkan oleh aspek-aspek harga diri milik Coopersmith (1967), seperti self competence yang telah terwakilkan oleh competence dan self liking yang telah terwakilkan oleh significance. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Coopersmith (1967) membagi faktor yang mempengaruhi harga diri menjadi dua, yaitu: a. Lingkungan keluarga Hubungan dengan orang tua atau orang tua pengganti sangat mempengaruhi harga diri individu dalam masa-masa perkembangannya. 29 Harga diri positif merupakan hasil dari dukungan orang tua dan kebebasan individu untuk berperilaku dalam cara yang realistis. b. Lingkungan sosial Lingkungan memberikan dampak yang besar terhadap seseorang, melalui interaksi yang baik antara individu satu dengan individu yang lain dalam lingkungan sosialnya. Ketika lingkungan memberikan respon yang positif terhadap seseorang, maka dalam diri individu tersebut akan muncul rasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan sosialnya dan membentuk harga diri yang positif bagi dirinya. Faktor yang mempengaruhi harga diri menurut McKay dan Fanning (2000) diuraikan sebagai berikut: a. Emosi Kesulitan mengendalikan emosi sangat berpengaruh pada pikiran yang selanjutnya akan termanifestasikan dalam harga diri individu. Emosi negative yang tidak dapat tertangani dengan baik biasanya akan memberikan konsekuensi negatif pula. b. Overgeneralization Ketika menghadapi sekali kegagalan, individu terkadang cenderung menjadi patah semangat lalu menyamarkan bahwa setiap usaha yang akan dilakukannya juga pasti akan gagal lagi. c. Global labeling Mengkotak-kotakkan pikiran dengan memberi stereotip pada diri sendiri dan orang lain berdasarkan kelas social, perilaku dan pengalaman. Individu 30 dengan harga diri rendah biasanya memposisikan dirinya dalam masyarakat sebagai tokoh yang negatif. d. Filtering Kekakuan individu dalam menerima kritik atau saran dari orang lain. Individu tersebut cenderung menolak untuk menerima kritikan orang lain atau hal yang tidak ia sukai dan ketika ia menerima kritikan tersebut hal itu akan membuatnya patah semangat dan berfokus pada kekurangannya saja. e. Polarized thinking Memiliki pola berpikir yang beragam dalam sekali waktu namun bertentangan satu sama lain. Pola berpikir ini akan membuat individu merasa kebingungan akan sikap yang harus ia lakukan. f. Self-blame Sikap menyalahkan diri sendiri atas setiap permasalahan yang dihadapi, baik tindakannya benar ataupun salah, individu tersebut selalu menempatkan diri sebagai orang yang bertanggung jawab pada permasalahan yang terjadi. Sikap seperti ini membuat individu tidak dapat melihat sisi positif dan kualitas dari dirinya sendiri. g. Personalization Kebiasaan mengukur dan membanding-bandingkan segala sesuatu dengan diri sendiri. h. Mind reading Menganggap orang lain memiliki pikiran sesuai dengan yang ia kehendaki, pada individu dengan harga diri rendah biasanya ia cenderung menganggap 31 orang lain selalu menyetujui setiap opini negatif individu tersebut terhadap dirinya sendiri. 4. Klasifikasi Harga Diri Coopersmith (1967) mengklasifikasikan harga diri ke dalam tiga tingkatan, yaitu harga diri tinggi, sedang, dan rendah. Berikut merupakan penjelasan pengklasifikasian harga diri: a. Harga diri tinggi Harga diri tinggi ditandai dengan sikap tidak bergantung (independent), kreatif, ekspresif, asertif, terlibat secara aktif dalam diskusi, tidak hanya sebagai pendengar, berani mengungkapkan pendapat, cenderung tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mau menerima kritik dan perbedaan pendapat, perhatian dan optimis. b. Harga diri sedang Harga diri sedang memiliki ciri sikap yang hampir mirip dengan ciri sikap harga diri tinggi, hanya bedanya, pada harga diri sedang seseorang masing menunjukkan kebimbangan dalam menilai dirinya sehingga masih memerlukan dukungan sosial. c. Harga diri rendah Harga diri rendah ditandai dengan sikap rendah diri, kurang ekspresif, kurang aktif, lebih suka sebagai pendengar dan pengikut saat melakukan aktivitas sosial, kurang berani mengemukakan pendapat, takut terhadap 32 pendapat yang bertentangan dengan dirinya, merasa tidak dicintai, kurang dapat menerima kritikan dan mudah tersinggung. 5. Fungsi Harga Diri Sedikedes (dalam Baron dan Byrne, 2004) menyatakan bahwa terdapat tiga tujuan seseorang memberikan penilaian terhadap diri sendiri. Masingmasing individu memiliki tujuan yang paling menonjol, tergantung dari lingkungan, kepribadian, dan budaya individu. Penilaian terhadap diri sendiri dalam hal ini dapat disebut juga sebagai harga diri, sehingga tujuan seseorang memberikan penilaian terhadap diri sendiri dapat dikatakan sebagai fungsi harga diri pada diri seseorang. Tiga fungsi harga diri pada diri seseorang yang dimaksud adalah: a. Self assesment Maksud dari self assesment dalam hal ini yaitu untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang diri sendiri. Tujuan ini banyak diterapkan oleh masyarakat pada budaya kolektivis untuk mendapatkan pandangan dari lingkungan sosial tentang dirinya dengan baik. b. Self enhancement Maksud dari self enhancement dalam hal ini yaitu untuk mendapatkan informasi positif tentang diri sendiri. Termasuk di dalam self-enhancement adalah preferensi positif di atas perasaan negatif pada diri sendiri. 33 c. Self verification Maksud dari self verification dalam hal ini yaitu untuk mengkonfirmasi informasi yang sudah diketahui tentang diri sendiri. Individu yang menonjol pada self verification memandang dirinya dalam perspektif negatif yang enggan untuk berubah. C. Penerimaan Sosial 1. Pengertian Penerimaan Sosial Hurlock (2007) mengartikan penerimaan sosial sebagai keberadaan seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu hubungan yang dekat dan hangat dalam suatu kelompok. Menurut Leary (2005), penerimaan sosial berarti adanya sinyal dari orang lain yang ingin menyertakan seseorang untuk tergabung dalam suatu relasi atau kelompok sosial. Leary juga menyatakan bahwa penerimaan sosial terjadi pada kontinum yang berkisar dari menoleransi kehadiran orang lain hingga secara aktif menginginkan seseorang untuk dijadikan partner dalam suatu hubungan. Penerimaan sosial merupakan penilaian kognitif yang spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan orang lain terhadap diri seseorang dan bahwa penghargaan orang lain tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku (Brock dkk., 1998). Penerimaan sosial terjadi karena adanya kematangan dalam hubungan sosial sebagai pencapaian proses pembelajaran 34 dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, moral dan tradisi yang mana individu dapat meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Yusuf, 2010). Menurut Grinder (2001) penerimaan sosial merupakan perhatian positif yang diterima individu dari orang lain. Penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan dan penyesuaian diri pada seseorang. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, penerimaan sosial adalah penilaian kognitif yang spesifik dan relatif stabil terhadap keberadaan seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu hubungan yang dekat dan hangat. 2. Aspek-Aspek Penerimaan Sosial Brock dkk. (1998) mengemukakan empat aspek dari penerimaan sosial, yaitu: a. Perceived acceptance of father Perceived acceptance of father adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ayah atau orang pengganti ayah terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ayah atau orang pengganti ayah tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau 35 berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. b. Perceived acceptance of mother Perceived acceptance of mother adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ibu atau orang pengganti ibu terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ibu atau orang pengganti ibu tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. c. Perceived acceptance of family Perceived acceptance of family adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari keluarga terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota keluarga tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. d. Perceived acceptance of friends Perceived acceptance of friends adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari kelompok teman terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota kelompok teman tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek penerimaan sosial yang dikemukakan oleh Brock dkk. (1998), yang meliputi 36 perceived acceptance of father, perceived acceptance of mother, perceived acceptance of family, dan perceived acceptance of friends. 3. Faktor-Faktor Penerimaan Sosial Hurlock (2007) mengungkapkan faktor-faktor penerimaan sosial, yaitu: a. Kesan pertama Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang dan gembira. b. Reputasi Reputasi sebagai seseorang yang sportif menyenangkan. c. Penampilan diri Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya. d. Perilaku Sosial Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang akal, kesenangan bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan. e. Matang Matang, terutama dalam hal pengendalian serta kemauan untuk mengikuti peraturan-peraturan. f. Penyesuaian sosial Suatu kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi. 37 g. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas anggota-anggota yang lain dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota-anggota keluarga. h. Tempat tinggal Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok. 4. Fungsi Penerimaan Sosial Mappiare (1997) menjelaskan bahwa penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan penyesuaian diri seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas masa remaja saja, melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau masa tua. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya. Hal ini menimbulkan perasaan senang, puas bahkan bahagia, yang pada gilirannya memberi rasa percaya diri yang besar. Selanjutnya, rasa percaya diri menimbulkan keberanian dan ketertarikan untuk berinisiatif memberikan sumbangan tenaga dan pikiran terhadap kondisi yang terjadi pada lingkungan sosial yang kemudian dapat membuatnya lebih populer atau lebih diterima oleh lingkungan sosialnya. Keadaan seperti ini membawa pengaruh positif bagi perkembangan pribadi dan sosial yang akan terus berlanjut pada masa-masa perkembangan berikutnya. 38 D. Hubungan antara Harga diri dan Penerimaan sosial dengan Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk berlatih. Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu kompetisi cover dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan. Namun, keberadaan cover dancer boyband dan girlband Korea ini semakin lama juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh komitmen para cover dancer dalam melakukan kegiatannya sebagai cover dancer boyband dan girlband Korea. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover dancer boyband dan girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan kegiatan cover dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi mereka sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara pribadi, Agustus, 2015). Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai kesadaran manusia atas keberadaannya di dunia sehingga dapat hidup secara otentik, yaitu mempunyai kebebasan untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. Sehingga dalam memenuhi eksistensi diri seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dianggap bermakna bagi dirinya. Harga diri mempunyai andil dalam pemenuhan eksistensi diri seseorang, Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007) yang menyebutkan bahwa harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi 39 pertumbuhan eksistensi seseorang. Harga diri dalam hal ini merujuk pada evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu (Santrock, 2007). Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti individu yang memandang dirinya positif. Semakin tinggi harga diri seseorang maka ia akan semakin sadar terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting dari kelemahannya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah cenderung memfokuskan diri terhadap kelemahan dirinya dan memandang dirinya secara negatif (Baron & Byrne dalam Aditomo, 2004). Dari pernyataan di atas, individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih menyadari akan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga ia akan berusaha untuk mengembangkannya. Menurut Binswanger dan Boss (dalam Brouwer, 1987), eksistensi diri dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa bila seseorang mampu merealisasikan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, maka semakin tinggi harga diri yang dimilikinya dan semakin tinggi pemenuhan eksistensi dirinya. Salah satu masalah utama pada eksistensi diri seseorang terletak pada orang lain. Manusia secara konstan berada dalam relasi dengan manusia lain yang menjadikan keberadaan dirinya (Misiak & Sexton, 2005). Senada dengan Misiak dan Sexton, Heidegger (dalam Bastaman, 1996) menyatakan bahwa, alles dasein ist mitsein yang berarti bahwa mengada sebagai pribadi (being person) selalu berarti mengada bersama pribadi lain (being with other person). 40 Pernyataan diatas mengungkapkan bahwa dalam pemenuhan eksistensi, manusia tidak akan lepas dari peran orang lain. Manusia selalu ada dan harus hidup di dalam lingkungan sosial, seperti keluarga, teman-teman, tetangga, organisasi, lingkungan kerja dan masyarakat pada umumnya. Penerimaan dan penolakan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap sikap, perasaan, pikiran, perbuatan dan penyesuaian diri seseorang. Penerimaan sosial bagi seseorang adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya (Sinthia, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap pemenuhan eksistensi diri seseorang. Sykes (2007) menjelaskan bahwa, eksistensi diri seseorang membutuhkan koordinasi yang baik antara realitas dalam diri (inner reality) dan realitas luar diri (outer reality). Respons terbaik individu dalam suatu pengalaman berasal dari realitas dalam diri (inner reality), yaitu penguatan subjektif yang positif terhadap level pengalaman tersebut. Penguatan subjektif secara positif dalam diri merupakan salah satu dari fungsi harga diri (Sedikedes dalam Baron & Byrne, 2004). Semakin baik fungsi harga diri dalam diri seseorang, maka akan semakin baik fungsi dari koordinasi inner reality yang dimilikinya dalam mencapai eksistensi diri. Respon positif dari dunia luar atau outer reality juga diperlukan untuk mencapai eksistensi diri (Sykes, 2007). Respons positif dari dunia luar (outer reality) dapat dikatakan sebagai penerimaan sosial yang positif. Mappiare (1997) menyatakan bahwa, penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan penyesuaian diri seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas masa remaja saja, 41 melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau masa tua. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya (Mappiare, 1997). Dengan kata lain, semakin baik penerimaan sosial seorang individu yang didapat dari orang-orang disekitarnya, maka semakin baik pula pencapaian eksistensi dirinya. Berdasarkan paparan teori yang telah diuraikan di atas, diasumsikan terdapat hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea. Semakin tinggi harga diri dan penerimaan sosial pada cover dancer boyband dan girlband Korea, akan semakin tinggi pula eksistensi diri mereka. Sebaliknya, eksistensi diri akan menurun bila harga diri dan penerimaan sosial yang dimiliki oleh cover dancer boyband dan girlband Korea menurun. E. Kerangka Pemikiran Hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut: 42 Bagan 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Harga Diri (x1) Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea (y) Penerimaan Sosial (x2) F. Hipotesis Ada hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea di Kota Malang.