Dari pengertian para ahli diatas, dapat dipahami

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Manajemen operasional
Manajemen operasional adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai
dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan manajemen operasional berfokus pada
proses produksi baik barang maupun jasa (Heizer & Render, 2009), dengan
pengertian Manajemen menurut Richard L. Daft yang menyatakan bahwa
manajemen merupakan kegiatan perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi
dengan cara yang efisien dan efektif, maka penting untuk memastikan operasi bisnis
berlangsung secara efektif dan efesien.
Menurut Stevenson Manajemen Operasional adalah sistem manajemen atau
serangkaian proses dalam pembuatan prosuk atau penyediaan jasa (J.Stevenson,
2009). Sedangkan Menurut Richard B. Chase, “Operations management is defined as
the design, operation, and improvement of the system that create and deliver the
firm’s primary product and services” (Chase, 2004) dari pengertian tersebut maka
dapat dipahami bahwa manajemen operasional mencakup kegiatan mendesain suatu
sistem, mengoperasikan sistem dan kemudian mengembangkan sistem untuk
menghasilkan dan mendistribusikan produk perusahaan yang dapat berupa barang
ataupun jasa.
Sedangkan menurut James Evan dan David Collie , manajemen operasional
adalah ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan
berhasil dikirim ke pelanggan (Evans & Collier, 2007).
2.1.2 Pengertian SCM
Oliver & Weber pertama kali mengemukakan Istilah Supply Chain
Management pada tahun 1982 dimana dikatakan bahwa Supply Chain adalah
jaringan fisik, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan
baku,
memproduksi
barang,
maupun
9
mengirimkannya
ke
pemakai
akhir
10
(Crimi, 2002) “Supply chain management encompasses the planning and
management of all activities involved in sourcing and procurement, conversion, and
all logistics management activities. Importantly, it also includes coordination and
collaboration with channel partners, which can be suppliers, intermediaries, third
party service providers, and customers. In essence, supply chain management
integrates supply and demand management within and across companies.” (Council
of Supply Chain Management Professionals, 2013). Dari pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa supply chain management merupakan suatu bentuk koordinasi antar
sebuah perusahaan dengan perusahaan lain yang bertujuan untuk mengingkatkan
performa antar perusahaan sehingga terbentuk suatu kesatuan kinerja
Adapun
pengertian Supply Chain Management menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut :
1.
Supply Chain Management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk
mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi
untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke
pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif
yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional (A.Fitzsimmons & J.Fitzsimmons,
2006).
2.
Supply Chain Management terdiri dari setiap mata rantai persediaan baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi permintaan pelanggan
(Chopra & Meindl, 2007).
3.
Supply Chain Management mencakup kegiatan mengelola arus informasi,
produk dan pelayanan di seluruh jaringan baik itu pelanggan, perusahaan hingga
pemasok (S.Russell & W.Taylor, 2009)
Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah pendekatan untuk integrasi
yang effisien antara pemasok (supplier), pabrik (manufactur), pusat distribusi,
wholesaler, pengecer (retailer) dan konsumen akhir, dimnana produk diproduksi dan
didistribusikan dalam jumlah yang benar/tepat, lokasi yang tepat dan waktu yang
tepat dalam rangka meminimalkan sistem biaya dan meningkatkan tingkat keuasan
pelayanan. (Putri, 2012)
Menurut Stevenson, supply chain management adalah suatu koordinasi
strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mengintegrasikan manajemen
penawaran dan permintaan (J.Stevenson, 2009).
11
Dari pengertian para ahli diatas, dapat dipahami bahwa Supply Chain
Management merupakan suatu perancangan atau desain arus aliran barang baik itu
bahang mentah dari pemasok yang kemudian diolah menjadi barang jadi oleh
perusahaan dan barang tersebut pada akhirnya sampai pada konsumen akhir baik
melalui distributor atau secara langsung.
2.1.3 Komponen SCM
Komponen dari supply chain management terdiri dari tiga komponen utama
yaitu (Turban, Rainer, & Potter, 2004):
1. Upstream Supply Chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
manufacturing dengan para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers,
assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur
mereka (para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas
kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih
tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas
yang utama adalah pengadaan.
2. Internal Supply Chain
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang
digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam
keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan ke dalam
organisasi. Di dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah
manajemen produksi, pabrikasi dan pengendalian persediaan.
3. Downstream supply chain
Downstream (hilir) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan
pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply
chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan transportasi dan
after-sale service.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan Supply Chain
Management (SCM) merupakan sebuah alur yang meliputi kegiatan pengadaan
bahan baku dari pemasok, kemudian hingga proses produksi dimana bahan baku
dijadikan input untuk menghasilkan output, hingga output didistribusikan sampai
kepada pelanggan akhir
12
2.1.4 Pengertian Pemasok
Pemasok atau yang biasa disebut sebagai supplier adalah pihak-pihak yang
berkepentingan,
lebih
relevan
terhadap
keberhasilan
manufaktur/produsen
dibandingkan bisnis lainnya, semua perusahaan mengandalkan tingkat produk dan
jasa dari bisnis lain untuk mendukung kemampuan mereka untuk melayani
pelanggan mereka. Supplier secara intensif mendukung proses manufacturing;
bentuk kualitas mereka dari kualitas produk akhir yang menjual bisnis ke pelanggan
mereka, harga supplier akan berpengaruh terhadap biaya manufacturing produk. Dan
supplier harus mampu mengantisipasi para pesaing berusaha meniru, menduplikasi
atau mengalahkan saingan di berbagai variable diferensiasi yang menghasilkan
keuntungan yang kompetitif (David, 2011).
Dalam konsep rantai pemasok, supplier merupakan salah satu bagian supply
chain yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu
pabrik dimana supplier menjadi pihak yang memasok bahan mentah (raw material)
bagi pabrik. Apabila supplier kurang bertanggung jawab dalam merespon terhadap
pemenuhan permintaan bahan mentah pabrik, maka akan menimbulkan masalahmasalah yang cukup serius salah satunya stockout ataupun lead time yang tentunya
akan merugikan pabrik. Untuk itu perusahaan yang memiliki banyak pemasok harus
selektif dalam memilih supplier-nya (Suciadi, 2013)
Perkembangan terhadap segmentasi konsumen dan peluang saluran distribusi
menghadapkan perusahaan untuk menentukan sistem distribusi lebih dari satu
supplier. Akan tetapi, semakin banyak supplier yang digunakan oleh perusahaan
maka akan semakin sulit untuk dikontrol dan dapat tercipta konflik akibat bersaing
memperebutkan pelanggan dan penjualan. (Hardianti, 2011)
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pemasok memang merupakan elemen
yang penting bagi perusahaan dan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Dalam memenuhi kebutuhan pabrik terkadang
perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok dan hal tersebut akan menimbulkan
konflik sehingga perusahaan harus selektif dalam memilih pemasok dan bisa
menjalin kerjasama dengan para pemasok.
13
2.1.5 Perkembangan ilmu pemasok
Desakan bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara baru dalam
memenangkan persaingan dan memberikan nilai tambah bagi konsumennya semakin
kuat. Perusahaan dituntut untuk dapat menyampaikan produknya dengan efektif,
lebih cepat dan lebih efisien. Salah satunya dengan mengintegrasikan mata rantai
pasokan (Suplly Chain) dan wawasan serta pengetahuan terkini tentang manajemen
rantai pasokan diakui dapat meningkatkan kompetensi tersebut (Deitiana, 2009).
Sejalan dengan praktek manajemen rantai pasokan dalam dunia bisnis yang
berkembang pesat, ilmu Supply Chain Management atau biasa disingkat dengan
SCM mengalami perkembangan yang signifikan. Hubungan baik dengan pemasok
ini dikembangkan dengan tidak hanya melibatkan pemasok saja akan tetapi seluruh
rantai yang terlibat dalam pergerakan bakal bahan baku sampai dengan pihak yang
membuat produk jadi diterima konsumen akhir (anggota supply chain). (Syarif,
2012). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasok bukan satu satunya
pihak yang berperan penting dalam Supply Chain Management, karena terdapat
banyak pihak yang berhubungan dengan pergerakan bahan baku sampai barang jadi
diterima oleh konsumen
2.1.6 Pengambilan Keputusan
Definisi Pengambilan keputusan menurut G.R.Terry adalah sebagai suatu
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua
atau lebih alternatif yang
mungkin (Terry, 2006) .
Berikut pengertian Pengambilan Keputusan menurut beberapa ahli (Hasan,
2004):
1. Ralph C. Davis memberikan definisi atau pengertian keputusan sebagai hasil
pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan
merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan.Keputusan harus dapat
menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan
perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang
sangat menyimpang dari rencana semula
2. Sedangkan menurut Claude S.George,Jr proses pengambilan keputusan itu
dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran
yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah
alternatif.
14
Selain itu Pengambilan keputusan juga didefinisikan sebagai suatu
pendekatan
sistematis terhadap fakta dan dana, penelitian yang matang atas alternatif dan
tindakan (P.Siagian, 2004)
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan kebanyakan
dilakukan oleh manajer dengan melakukan pemilihan diantara beberapa alternatif
dimana pemilihan alternatif tersebut dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan
dan penilaian terhadap alternatif yang ada.
2.1.7 Pemilihan Pemasok
Pemilihan pemasok merupakan sebuah permasalahan dimana supplier harus
dipilih dari sejumlah alternatif yang ada berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Pemilihan supplier merupakan sebuah masalah multi-kriteria yang didalamnya
termasuk faktor kualitas dan kuantitas. Pada dasarnya, terdapat 2 jenis masalah
pemilihan supplier yaitu (Hardianti, 2011):
1. Pemilihan supplier tanpa kendala.
Supplier dapat memenuhi permintaan, kualitas dan pengiriman yang diinginkan
perusahaan (single sourcing). Manajemen hanya perlu membuat satu keputusan
mana supplier yang baik.
2. Pemilihan supplier dengan batas limit yang dimiliki supplier.supplier tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan perusahaan. Dalam hal ini manajemen memutuskan
sebuah kebutuhan perusahaan. Dalam hal ini manejemen memutuskan untuk
mempertimbangkan lebih dari satu supplier. Dalam keadaan ini manajemen perlu
membuat dua keputusan mengenai mana supplier terbaik dan berapa banyak item
yang dapat dibeli dari masing-masing supplier. Supplier akan dipilih berdasarkan
beberapa kriteria yang telah ditentukan perusahaan
2.1.8 Kriteria Pemilihan Pemasok
Terdapat 23 kriteria yang telah didefinisikan dalam literatur penelitian
sebagai rating kriteria yang dapat digunakan sebagai panduan mengambil keputusan
untuk menurutkan kepentingan kriteria. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah
(Shah & Gorty, 2011, pp. 283-291)
1. Biaya bersih (net price) termasuk potongan dan tagihan pengangkutan, yang
ditawarkan oleh masing-masing supplier.
15
2. Kemampuan masing-masing supplier untuk memenuhi spesifikasi kualitas
(quality) secara konsisten.
3. Pelayan perbaikan (repair service) yang diberikan oleh masing masing supplier.
4. Kemampuan masing-masing supplier untuk memenuhi jadwal pengiriman
(delivery) tertentu.
5. Lokasi geografis (geographical location) dari masing-masing supplier.
6. Posisi keuangan (financial position) dan tingkat kredit dari masing masing
supplier.
7. Fasilitas dan kapasitas produksi (production facilities and capacity) dari masingmasing supplier.
8. Jumlah bisnis masa lalu (amount of past business) yang dilakukan dengan
masing-masing supplier.
9. Kemampuan teknis (technical capability), termasuk fasilitas riset dan
pengembangan dari masing-masing supplier.
10. Manajemen dan organisasi (management and organization) dari masing-masing
supplier.
11. Perusahaan yang akan dilakukan (future purchase) oleh masingmasing dari
perusahaan.
12. Sistem komunikasi (communication system) dari masing-masing supplier.
13. Pengendalian
operasional
(operational
controls),
termasuk
pelaporan,
pengendalian kualitas, dan sistem pengendalian persediaan masingmasing
supplier.
14. Posisi dalam industri (position in the industry), termasuk kepemimpinan barang
(product leadership) dan reputasi dari masingmasing supplier.
15. Catatan hubungan dengan karyawan(labor relations record) dari masing-masing
supplier.
16. Sikap (atitude) masing-masing supplier terhadap perusahaan.
17. Tujuan usaha (desire of business) yang ditunjukkan oleh masingmasing supplier.
18. Jaminan dan kebijakan klaim (waranty and claim policies) dari masing-masing
supplier.
19. Kemampuan
dari
masing-masing
supplier
utuk
memenuhi
pembungkusan (packaging).
20. Kesan (impression) dari masing-masing supplier dalam pertemuan.
persyaratan
16
21. Upaya-upaya pelatihan (training aids) mengenai penggunaan barang dari
masing-masing supplier.
22. Kepatuhan terhadap prosedur perusahaan (compliance with company procedure)
termasuk penawaran dan pelaksanaan dari masing-masing supplier.
23. Sejarah performansi (history performance) masing-masing supplier.
Namun tidak semua dari kriteria-krieria diatas dipakai seluruhnya, hanya
beberapa kriteria umum yang biasanya dipakai oleh perusahaan, dan perusahaan
juga boleh menambahkan kriteria lain yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
bisnis.
2.1.9 Pengertian Analisis Faktor
Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles Spearman untuk
memecahkan persoalan psikologi dalam tulisannya pada American Journal of
Psychology pada tahun 1904 mengenai pengukuran intelektual.
Menurut (J. Supranto, 2010) Analisis faktor merupakan nama umum yang
menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data
atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi variabel yang sedikit,
misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang
disebut faktor dan masih memuat sebagian informasi yang terkandung dalam varibel
asli (original variable).
Jadi kesimpulannya analisis faktor adalah alat analisis statistik yang
digunakan untuk mereduksi atau mengurangi variabel yang banyak jumlahnya dan
mengubahnya menjadi hanya beberapa faktor, karena variabel-variabel tersebut
dibagi dan dikelompokkan menjadi beberapa faktor saja namun tetap dapat mewakili
variabel awal yang banyak jumlahnya.
Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur hubungan di
antara banyak variabel dalam bentuk faktor atau variabel laten atau variabel
bentukan. Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak (random quantities) yang
sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur atau ditentukan secara langsung. Selain
tujuan utama analisis faktor tersebut, terdapat tujuan lainnya adalah (Rachman,
2013):
1. Tujuan pertama untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya
banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari
17
variabel asal, dan variabel baru tersebut dinamakan faktor atau variabel laten
atau konstruk atau variabel bentukan.
2. Tujuan kedua adalah untuk mengidentifikasi adanya hubungan antarvariabel
penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk, dengan
menggunakan pengujian koefisien korelasi antarfaktor dengan komponen
pembentuknya. Analisis faktor ini disebut analisis faktor kofirmatori.
3. Tujuan ketiga adalah untuk menguji valisitas dan reliabilitas instrumen
dengan analisis faktor konfirmatori.
4. Tujuan keempat salah satu tujuan analisis faktor adalah validasi data untuk
mengetahui apakah hasil analisis faktor tersebut dapat digeralisasi ke dalam
populasinya, sehingga setelah terbentuk faktor, maka peneliti sudah
mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor.
2.1.10 Pengetian AHP
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi
Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie
Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970. Menurut Saaty “The
Analytic Hierarchy Process is a general theory of measurement. It is used to derive
ratio scales from both discrete and continuous paired comparisons in multilevel
hierarchic structures” (Saaty, 2012) yang berarti bahwa AHP adalah suatu teori
tentang pengukuran, yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari
perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu.
AHP memiliki keuntungan tersendiri dimana keuntungan utama AHP adalah
bahwa AHP tidak memerlukan ukuran sampel yang signifikan secara statistik.
Pendekatan AHP tidak membutuhkan desain survei yang kompleks sehingga dengan
demikian pendekatan ini dapat diterapkan walau hanya dengan satu responden
(Baby, 2013)
Dalam metode AHP, ada 3 prinsip pokok yang harus diperhatikan, yaitu (Saaty,
2012):
1. Prinsip Penyusunan Hirarki
Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan
masalah rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Untuk
mempermudah penelitian sehingga menjadi lebih jelas maka peneliti akan
18
terlebih dahulu membuat model hirarki. Berikut contoh Model Hirarki pada
penelitian AHP:
Gambar 2. 1 Hirarki Keputusan
Sumber: (Saaty, 2012)
2. Prinsip Menentukan Prioritas
Menurut Saaty prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai
bobot atau kontribusi sebagai elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan
keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode
perbandingan berpasangan antara 2 elemen sehingga semua elemen yang
tercakup.
3. Prinsip Konsistensi Logis
Konsistensi jawaban para responden dalam menentukan prioritas elemen
merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil
pengambilan keputusan
Adapun responden akan memberikan skala penilaian yang sering digunakan
dalam metode AHP, yakni skala Saaty. Berikut tabel skala penilaian perbandingan
Saaty:
19
Tabel 2. 1 Tabel Skala Perbandingan Saaty
Nilai
Keterangan
9
Elemen A mutlak lebih penting dibandingkan Elemen B
8
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
7
Elemen A sangat lebih penting dibandingkan Elemen B
6
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
5
Elemen A lebih penting dibandingkan Elemen B
4
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
3
Elemen A sedikit lebih penting dibandingkan Elemen B
2
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
1
Elemen A sama pentingnya dengan Elemen B
1/2
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
1/3
Elemen B sedikit lebih penting dibandingkan Elemen A
1/4
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
1/5
Elemen B lebih penting dibandingkan Elemen A
1/6
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
1/7
Elemen B sangat lebih penting dibandingkan Elemen A
1/8
Perbandingan antar elemen memiliki nilai yang berdekatan
1/9
Elemen B mutlak lebih penting dibandingkan Elemen A
Sumber: (Saaty, 2012)
2.1.11 Langkah Perhitungan AHP
Langkah – langkah dalam Metode AHP adalah sebagai berikut (Setyaningsih,
2011):
1. Menentukan jenis-jenis kriteria yang digunakan
Penulis akan melakukan diskusi dengan pihak pengelolah terutama yang pihak yang
memutuskan keputusan pembelian
2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan
aij 
wi
, i, j  1, 2,..., n
wj
Dimana n menyatakan jumlah kriteria yang dibandingkan, wi bobot untuk kriteria
ke-i, dan aij perbandingan bobot kriteria ke-i dan j.
3. Menormalkan setiap kolom dengan cara membagi setiap nilai pada kolom ke-i dan
baris ke-j dengan nilai terbesar pada kolom i.
20
aij 
aij
max aij
4. Menjumlahkan nilai pada setiap kolom ke-i yaitu:
aij   i aij
5. Menentukan bobot prioritas setiap kriteria ke-i, dengan membagi setiap nilai a
dengan jumlah kriteria yang dibandingkan (n), yaitu:
wi 
ai
n
6. Menghitung nilai lamda max (eigen value) dengan rumus:
 max  
a
n
7. Menghitung konsistensi Index (CI)
Perhitungan konsistensi adalah menghitung peyimpangan dari konsistensi nilai, dari
penyimpangan ini disebut indeks Konsistensi dengan persamaan:
CI 
 max  n
n 1
Dimana :  max
=eigen value
n
= ukuran matriks
Indeks konsistensi (CI); matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai 9)
beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Berdasarkan perhitungan Saaty
dengan menggunakan 500 sampel, jika “judgement” numerik diambil secara acak
dari skala 1/9, 1/8, ... , 1, 2, ... , 9, akan diperoleh rata-rata konsisten untuk matriks
dengan ukuran yang berbeda, pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Nilai Index Random (RI)
3
0.5
RI 0 0 8
N
1 2
4
0.9
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
Sumber: (Setyaningsih, 2011)
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio
konsistensi, CR 
15
CI
RI
Matriks Perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensi (CR) < 0,1
Download