internasional REPUBLIKA SENIN, 19 DESEMBER 2011 Badai di Filipina, Lebih 500 Tewas REUTERS/ERIK DE CASTRO Dyah Ratna Meta Novia Korsel Kembali Tekan Jepang Dyah Ratna Meta Novia Korban tewas diperkirakan masih akan bertambah. ILIGAN — Badai tropis Washi yang diikuti banjir bandang memorakporandakan wilayah Mindanao, Filipina Selatan, dan menewaskan setidaknya 521 orang, Sabtu (17/12) dini hari. Badai yang menerjang dengan kecepatan angin 80 km/ jam tersebut mengubah dua kota pantai menjadi gurun lumpur. Banyak mobil terbalik dan pohon-pohon yang tercerabut dari akarnya. Menteri Pertahanan Filipina Voltaire Gazmin dan sejumlah petinggi militer terbang menuju Kota Cagayan de Oro yang mengalami kerusakan paling parah. Mereka memantau upaya penyelamatan, pencarian orangorang yang hilang, dan melihat keadaan ribuan pengungsi. Kepala Badan Tanggap Bencana Pemerintah Filipina, Benito Ramos, mengatakan saat ini pihaknya membutuhkan peti mati dan kantong jenazah. “Korban kali ini benar-benar banyak. Kami tidak pernah memperkirakan korban akan sebanyak ini,” katanya, Ahad (18/12), seperti dilaporkan AP. Banyaknya korban, menurut Ramos, karena badai terjadi di tempat yang bukan merupakan jalur badai sehingga persiapan kurang. Namun, kata dia, pemerintah sebenarnya sudah memberikan peringatan. Edmund Rubio (44 tahun), salah seorang korban hidup, mengatakan dia, istri, dan dua anaknya langsung berlari menuju lantai dua saat banjir mulai ‘menelan’ lantai pertama rumahnya yang berada di Kota PERIKSA PUING: Seorang wanita, Ahad (18/12), memeriksa puing kendaraan yang terbawa air bah akibat badai tropis Washi yang menerjang wilayah Cagayan de Oro, Filipina Selatan. Hingga Ahad, lebih dari 100 orang masih hilang akibat bencana yang terjadi pada Sabtu (17/12) dini hari itu. Iligan. “Kami kehilangan TV, mobil, dan motor. Banjir menyapu barang-barang kami,” kata pria yang berprofesi sebagai insinyur ini sedih. Di tengah kepanikan, kata Rubio, beberapa tetangganya memohon untuk diperbolehkan memasuki lantai dua rumahnya. Maka itu, sebanyak 30 tetangganya berlindung di lantai dua rumahnya. Lantai rumahnya sempat bergetar hebat saat kayu yang dibawa air bah mengempas rumahnya. “Ada sebuah gubuk di dekat rumah yang tersapu banjir. Kami khawatir mereka tidak seberuntung kami.” Sekjen Palang Merah Filipina, Gwendolyn Pang, mengatakan sedikitnya 521 orang tewas, kebanyakan wanita dan anakanak. Selain itu, terdapat 458 orang hilang akibat bencana tersebut. Sepertinya, kata Pang, jumlah korban tewas masih akan bertambah. Sebab, banyak desa yang masih terisolasi dan tidak dapat dicapai oleh tim penyelamat. Di Cagayan de Oro, setidaknya 239 orang tewas. Sedangkan di Iligan sebanyak 195 orang dilaporkan tewas. “Kami khawatir banyak keluarga yang anggotanya meninggal semua. Sehingga tidak ada yang melaporkan apa yang terjadi terhadap keluarga-keluarga tersebut.” Iligan merupakan pusat industri yang berada 780 kilometer arah tenggara Manila. Mengawal Masa Depan Amerika di Asia Pasifik Oleh Rahmad Budi Harto merika adalah negara Pasifik sejak beberapa abad dan akan terus menjadi kekuatan Pasifik,’” kata Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat Urusan Angkatan Laut Ray Mabus kepada wartawan di kediaman Duta Besar AS untuk Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, pekan lalu. Pernyataan Mabus itu menjawab prasangka mengenai rencana penempatan 2.500 marinir AS di Darwin, Australia. Kebijakan itu dilontarkan bersamaan dengan kunjungan Presiden Barack Obama bersama Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dalam KTT Asia Timur dan KTT ASEAN di Bali November lalu. Selain menyiratkan makna penting kawasan Asia Pasifik bagi Amerika, kunjungan Obama ke Bali juga memberi nuansa geopolitik yang kental karena AS juga memberi lampu hijau bagi program hibah 24 F-16 untuk TNI AU. Asia Pasifik baru kembali menjadi fokus perhatian negara adidaya itu setelah Obama menduduki kursi presiden akhir 2008 lalu. Selama dua periode kepemimpinan Presiden George W Bush, Amerika mencurahkan sumber dayanya ke kawasan Timur Tengah terutama Irak dan Afghanistan. Kini, pasukan AS hampir rampung menarik diri dari Irak dan sudah memulai rencana mundur dari Afghanistan. “Dan, kita mencari tempat baru untuk menempatkan pasukan kita. Ini adalah salah satu wilayah penting di dunia dan masa depan Amerika akan banyak terfokus di Asia,” kata Mabus. Kedatangan Mabus seakan melengkapi meningkatnya lobi AS ke kawasan ini dengan mempererat kerja sama dalam bidang pertahanan, terutama dengan TNI AL. Kerja sama AL AS dengan TNI AL memang sudah berlangsung lama, salah satunya adalah program hibah radar maritim yang banyak dipasang di sekitar Selat Malaka. Bagi Amerika, kata Mabus, hibah radar itu penting untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam memerangi bajak laut di perlintasan kapal da- “A KEMENTERIAN PERTAHANAN AS ● 8 Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat Urusan Angkatan Laut, Ray Mabus gang tersibuk di dunia ini. Mabus menegaskan, kehadiran pasukan AS di Asia Pasifik bukanlah hal yang baru karena armada sudah hadir di kawasan sejak dulu. Apalagi, kehadiran marinir AS di Darwin bukanlah dalam bentuk pangkalan permanen karena mereka hanya ditempatkan secara rotasi untuk melakukan latihan dengan militer Australia. Namun, penempatan pasukan di Darwin merupakan bagian dari rencana gelar pasukan yang lebih merata secara geografis. Mabus menyebut rencana pemindahan pasukan Marinir dari Okinawa ke Guam. Michael Klare, Guru Besar Studi Keamanan di Hampshire College di Massachusetts AS, menyatakan, meningkatnya kehadiran militer AS di Asia Pasifik terutama dengan penempatan Marinir di Darwin merupakan salah satu strategi untuk mengurung kekuatan Cina. Setelah lebih dari satu dekade ‘melupakan’ kawasan ini, AS menemukan bahwa Cina telah memperkuat militer pengaruh geopolitiknya di Asia Pasifik. Apalagi, Asia akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia di masa depan. Untuk pertama kali sejak Perang Dunia II, Amerika bukan lagi kekuatan dominan di wilayah Asia Pasifik. “Jika Amerika tetap ingin mempertahankan pengaruhnya sebagai kekuatan utama dunia, dia harus mengembalikan pengaruhnya di kawasan ini dan membendung pengaruh Cina,” tulis Klare di kolom opini Aljazirah, dua pekan lalu. Penyebaran pasukan Amerika di kawasan Pasifik Barat dengan memindahkan posisi marinir dari Okinawa ke Guam bisa dibaca sebagai cara Amerika memitigasi risiko potensi konflik dengan Cina. Okinawa hanya terletak 700 kilometer dari daratan Cina, sementara Guam mundur sejauh 1.800 kilometer tenggara kepulauan Jepang, namun cukup dekat untuk menuju Filipina yang menjadi salah satu sekutu utama AS. Namun, membendung Cina tentu tak cukup dengan Guam atau Darwin yang relatif jauh dari lokasi potensi hot spot seperti Spratly di Laut Cina Selatan. Bulan lalu, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen dalam wawancara dengan Kantor Berita Jepang Kyodo mengatakan, Amerika akan menempatkan kapal perang perairan dangkal (littoral combat ship/LCS) di negerinya sebagai bagian dari strategi pertahanan di Asia. Selama ini, AS memang tak punya pangkalan di Singapura, namun hanya memakai fasilitas perawatan kapal di negeri kota itu yang rutin dikunjungi kapal perang AL AS. Untuk meredam kekhawatiran ASEAN, Ng menegaskan bahwa kehadiran kapal LCS itu sebagai penempatan kekuatan militer Amerika secara besar di Singapura. Dia juga berharap Singapura bukanlah pelabuhan satu-satunya yang akan disinggahi LCS AS itu di kawasan ini. Ng juga menambahkan, keamanan kawasan perlu dikelola dengan baik, terutama di Laut Cina Selatan yang masih dipersengketakan dan terutama jalur perdagangan laut Selat Malaka. Kepada Mabus, Republika sempat meminta konfirmasi apakah memang berniat meningkatkan kehadiran militernya di Singapura. “Yang benar adalah kami akan lebih memperhatikan wilayah ini dengan menjalin kerja sama bersama dengan negara sahabat dan juga sekutu kami, apakah itu dalam bentuk kunjungan kapal perang maupun penempatan marinir di Australia,” jawab Mabus diplomatis. ■ Sedangkan kondisi Cagayan de Oro tampak sangat mengenaskan. Kerusakan terjadi di mana-mana. Siklus 12 tahun Peramal Cuaca Leny Ruiz mengatakan, hanya dalam 12 jam, badai tropis Washi menumpahkan hujan jauh lebih banyak dari volume rata-rata hujan bulanan di Mindanao. “Berdasarkan catatan, badai yang memiliki ciri-ciri sama dengan badai tropis Washi hanya terjadi sekali dalam setiap 12 tahun.” Menyusul terjadi bencana ini, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyampaikan belasungkawanya. “Kami siap membantu pemerintah Filipina meng- atasi bencana yang terjadi,” katanya seperti dilansir BBC. Pantauan terakhir, kondisi di lokasi bencana sangat mengenaskan. Seorang laki-laki terlihat mengambang menggunakan ban di tengah banjir. Pada saat yang sama, tampak 10 orang berdiri di atap rumah yang tergenang air. Mereka menunggu kedatangan tim penyelamat. Air berlumpur pekat juga menyeruak ke jalan-jalan. Saat ini ribuan tentara, ratusan polisi, penjaga pantai, dan sukarelawan berupaya melakukan penyelamatan. Namun, mereka terkendala oleh kondisi jalan-jalan yang masih tergenang air bah dan kurangnya suplai listrik. ■ ed: wachidah handasah TOKYO — Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Myung-bak kembali menekan Jepang untuk segera menuntaskan masalah wanita Korsel, yang dijadikan budak seks tentara Jepang pada Perang Dunia II (PD II). Selama ini, masalah budak seks menjadi batu sandungan hubungan di antara kedua negara. Sejarah mencatat, sebanyak 200 ribu wanita, terutama dari semenanjung Korea dan Cina dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang saat berkecamuknya PD II. Jepang menyatakan, masalah tersebut telah diselesaikan dengan perjanjian bilateral tahun 1965 yang berisi normalisasi hubungan antara Jepang dan Korsel. Hal itu juga ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda dalam pertemuannya dengan Presiden Korsel di Kyoto, Ahad (18/12). Dalam beberapa kali kesempatan, para pejabat Jepang telah meminta maaf kepada para mantan budak seks tersebut. Namun, para korban yang menjadi budak seks pada masa penjajahan Jepang tersebut tetap menginginkan kompensasi dari Pemerintah Jepang. Presiden Lee Myung-bak mengatakan, hanya terdapat 63 wanita yang secara terang-terangan mengaku pernah menjadi budak seks tentara Jepang. Rata-rata wanita korban kekerasan seksual dalam perang tersebut sekarang berusia 86 tahun. Sebanyak 16 dari 63 wanita tersebut meninggal dunia tahun ini. “Karena itu, masalah ini harus diselesaikan sekarang,” kata Lee seperti dilaporkan kantor berita AP. Korsel dan Jepang, terang Lee, harus menjadi teman yang sesungguhnya dalam meraih kemakmuran, perdamaian, dan stabilitas kawasan. Karena itu, diperlukan penyelesaian masalah terkait budak seks Jepang untuk menenangkan para wanita yang menjadi korban. “Masalah ini menjadi batu sandungan kedua negara selama ini,” tegasnya. Lee menekan Jepang agar menyelesaikan masalah tersebut karena Mahkamah Konstitusi Korsel pada Agustus lalu meminta pemerintah melakukan upaya diplomatik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan para pengunjuk rasa di Seoul, Rabu (14/12) lalu, menempatkan patung seorang gadis sebagai simbol korban perbudakan seks di depan Kedutaan Besar Jepang. ■ ed: wachidah handasah