46 BAB IV KESIMPULAN Berakhirnya Perang Dingin

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN
Berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
menyebabkan polaritas dunia yang pada mulanya berupa bipolar pun berubah menjadi
unipolar dengan superiornya kekuatan ekonomi dan militer Amerika Serikat setelah
runtuhnya Uni Soviet. Ketika masyarakat internasional beranggapan bahwa dunia
internasional akan dipimpin oleh satu negara super power, para akademisi melihat dari
sisi lain dan menganggap bahwa akan muncul negara lain yang akan menggantikan
posisi Uni Soviet sebagai negara “penyeimbang” Amerika Serikat. Kenaikan ekonomi
China, modernisasi militer dan sikap kebijakan luar negerinya telah menyebabkan
berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik untuk melihatnya sebagai ancaman.
Meningkatnya anggaran belanja militer merupakan refleksi dari perkembangan ekonomi
secara umum. Minimnya laporan resmi mengenai perkembangan pesat militer Cina
dengan peningkatan anggaran militer serta anggapan bahwa Cina sedang menargetkan
peningkatan kemampuan yang akan mengubah balance of power kawasan Asia Pasifik.
Cukup wajar bila banyak akademisi, terutama akademisi realis menganggap
bahwa meningkatnya ekonomi dan militer Cina memberikan rasa terancam terhadap
keamanan kawasan yang juga dirasakan oleh Jepang. Dengan Jepang yang sudah
beraliansi dengan Amerika Serikat demi merasakan keamanan karena memiliki militer
yang bersifat pasif, kebangkitan Cina dirasakan akan membuat Cina menjadi lebih
agresif dengan menggantikan posisi Uni Soviet. Baik dalam kekuatan untuk ekspansi
ekonomi maupun untuk keamanan. Selain dari Cina sendiri, kawasan Asia Pasifik
semakin merasakan ancaman dengan meningkatnya intensitas penelitian serta percobaan
senjata nuklir oleh Korea Utara. Cina dan Korea Utara yang merupakan tetangga bagi
Jepang semakin dianggap membahayakan situasi keamanan kawasan Asia Pasifik.
Jepang merasakan bahwa selain dengan Amerika Serikat, diperlukan pula partner lain
dalam kerja sama keamanan dan berada di posisi serta merasakan ancaman yang sama
dengan Jepang. Jepang yang berupaya untuk bersikap lebih ekslusif dalam menjalin
kerja sama luar negeri pun mencapai persetujuan dengan Australia yang juga merasakan
ancaman dengan kebangkitan Cina. Hingga akhirnya Jepang bersama dengan Australia
46
menyatakan deklarasi untuk kerja sama keamanan, Japan-Australia Joint Declaration
on Security Cooperation.
Bukan karena tanpa pertimbangan mengapa Jepang memilih Australia sebagai
pertner kerja sama keamanan. Hubungan baik antar kedua negara yang telah lama
terjalin melalui kerja sama ekonomi membuat Jepang berupaya untuk membentuk kerja
sama keamanan dengan Australia. Didukung oleh upaya Jepang yang bersikap ekslusif,
Jepang melakukan pilihan tepat dengan memilih Australia yang (sama seperti Jepang)
memiliki aliansi keamanan dengan Amerika Serikat. Hubungan kerja sama dengan
negara yang sama memberikan peluang lebih besar untuk terbentuknya kerja sama
kemanan bilateral yang baru. Selain itu, Jepang dengan pengaruh politik yang didapat
pula dari Amerika Serikat juga berupaya untuk menjadi negara yang labih demokratis
dan siap untuk mempromosikan nilai-nilai liberal. Upaya tersebut merupakan tujuan
yang sama dengan Australia yang juga mendukung nilai-nilai demokrasi dan liberal
seperti Amerika Serikat. Bukan antar pemerintah saja yang merasakan kebaikan dari
kerja sama Jepang dan Australia yang telah terjalin sejak lama, warga negara
menganggap bahwa kerja sama antar dua negara tersebut sangat baik dan masih
dianggap penting. Hal tersebut terlihat ketika pada tahun 2006 Kementerian Luar Negeri
Jepang melakukan survei di Australia, dan hasilnya banyak warga negara Australia
menganggap Jepang sebagai partner kerja sama yang penting. Dengan adanya dukungan
dari warga negara pula, maka pembentukan kerja sama akan dianggap sebagai langkah
yang baik untuk menghadapi perubahan situasi keamanan yang terjadi, terutama di
kawasan Asia Pasifik.
Sebagai perkembangan lebih lanjut dari pembaharuan / perkembangan pada area
kerjasama dari JADSC, pemerintah Jepang dan Australia melakukan entry into force
pada dua perjanjian baru yang telah dibentuk, yakni Acquisition and Cross-Servicing
Agreement (ACSA – 19 Mei 2010) dan Japan-Australia Information Security
Agreement (ISA – 17 Mei 2012). Entry into force ACSA dilakukan pada tanggal 31
Januari 2013, yang kemudian disusul dengan entry into force ISA pada tangal 22 Maret
2013. Selain pelaksanaan ACSA dan ISA, militer Jepang dan Australia masih terus
melakukan latihan bersama sesuai dengan kesepakatan dalam JADSC dengan dibantu
oleh militer Amerika Serikat dalam latihan bersama bilateral maupun trilateral. Dan
47
perjanjian antar dua pemerintah yang terbaru yang berkaitan dengan JADSC adalah
perjanjian mengenai transfer perlengkapan pertahanan dan teknologi pertahanan antara
Jepang dan Australia yang ditandatnagani pada 8 Juli 2014.
Sejak terbentuknya Joint Declaration on Security Cooperation antara Jepang
dan Australia, kedua negara semakin intens dengan melakukan berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan sektor keamanan. Baik melalui pertemuan antar menteri,
pertukaran pertahanan, latihan militer bersama, dan lain sebagainya. Tidak hanya
melalui hubungan bilateral saja, kedua negara juga berupaya bekerja sama secara
trilateral dengan negara Amerika Serikat yang diamana Jepang dan Australia masingmasing sudah mebentuk kerja sama keamanan dengan Amerika Serikat.
48
Download