Yth. Direksi Bank Umum Konvensional, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5848) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.03/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929), yang selanjutnya disebut POJK KPMM, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko Kredit mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk), dan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk). 2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik: a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar; -2- b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu; c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan; dan d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu: 1) jika nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan; atau 2) jika nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari Bank. 3. Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk) timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. 4. Sesuai POJK KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung ATMR untuk Risiko Kredit. Bank dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, yaitu: a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based Approach). Untuk penerapan tahap awal, Bank harus melakukan perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar (Standardized Approach). 5. ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar (Standardized Approach), yang selanjutnya disebut ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, secara umum dihitung berdasarkan hasil peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan. -3- II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR A. CAKUPAN PERHITUNGAN Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar yang dihitung oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.4 mencakup sebagai berikut: 1. Eksposur aset dalam neraca serta kewajiban komitmen dan kontinjensi dalam transaksi rekening administratif, namun tidak termasuk: a. posisi Trading Book yang telah dihitung dalam ATMR untuk Risiko Pasar sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar; b. penyertaan yang telah diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sesuai POJK KPMM; c. tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan, terdiri dari: 1) tagihan derivatif dan kewajiban komitmen yang timbul dari transaksi derivatif; dan 2) d. tagihan reverse repo; tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan yang akan penjualan diperhitungkan atau pembelian dalam eksposur instrumen transaksi keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari 4 (empat) hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk). 2. Eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) antara lain transaksi derivatif Over The Counter (OTC) dan transaksi repo atau reverse repo, baik atas posisi Trading Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book maupun Banking Book mengacu pada POJK KPMM. -4- 3. Eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan penyelesaian lebih (kegagalan dari 4 settlement) (empat) hari pada tanggal kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan settlement, antara lain transaksi penjualan atau pembelian surat berharga atau valuta asing. Meskipun ATMR hanya diperhitungkan atas transaksi yang mengalami kegagalan settlement lebih dari 4 (empat) hari kerja, Bank memantau Risiko Kredit akibat kegagalan settlement atas transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan sejak hari pertama terjadi kegagalan settlement. B. TATA CARA PERHITUNGAN 1. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 merupakan hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko. 2. Tagihan Bersih atas eksposur sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada butir II.C. 3. Bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan: a. berdasarkan peringkat terkini dari debitur atau pihak lawan dalam transaksi atau surat berharga, sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, dan butir II.E.9; b. sebesar persentase tertentu untuk kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, butir II.E.10, dan butir II.E.11. 4. Penetapan bobot risiko berdasarkan peringkat terkini dan persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Pemerintah sampai dengan Tabel 7 Penetapan Bobot Risiko Tagihan yang Tidak Didasarkan Pada Peringkat dalam Lampiran I. 5. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 yaitu eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) adalah: -5- a. Untuk eksposur transaksi derivatif Over The Counter (OTC) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar merupakan penjumlahan dari: 1) hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana diatur pada angka 3 dan angka 4, dalam hal ini Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi derivatif OTC mengacu pada butir II.C.3.a; dan 2) eksposur tertimbang dari Credit Valuation Adjustment (CVA risk weighted assets) yang dihitung dengan formula: 2 12,5 × 2,33 . β . 0,5 . π€π . π ππ . πΈπ΄π·ππ‘ππ‘ππ 0,75 . π€π2 . ππ . πΈπ΄π·ππ‘ππ‘ππ + 2 π Keterangan: h b. = jangka waktu dalam satuan tahun, h = 1 = bobot dari pihak lawan i yang ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 3 dalam Lampiran II = total Tagihan Bersih transaksi derivatif OTC sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.a untuk pihak lawan i setelah pengakuan Mitigasi Risiko Kredit (MRK), yang dikalikan dengan faktor diskonto [ ] = rata-rata tertimbang sisa jangka waktu nosional (notional weighted average maturity) dari transaksi derivatif OTC untuk pihak lawan i Untuk eksposur transaksi repo, ATMR Risiko KreditPendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi repo mengacu pada butir II.C.3.b. c. Untuk eksposur transaksi reverse repo, ATMR Risiko KreditPendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian -6- antara Tagihan Bersih dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4. Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi reverse repo mengacu pada butir II.C.3.c. 6. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 yaitu eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) lebih dari 4 (empat) hari kerja adalah: a. untuk transaksi Delivery versus Payment (DvP), ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian antara selisih positif antara nilai wajar transaksi dan nilai kontrak (positive current exposure), persentase tertentu, dan 12,5 (dua belas koma lima). Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah hari kerja pelampauan tanggal penyelesaian (settlement date) mengacu pada Tabel 4 dalam Lampiran II; atau b. untuk transaksi non-Delivery versus Payment (non-DvP), Risiko Kredit diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sebesar nilai kas atau nilai wajar instrumen keuangan yang telah diserahkan oleh Bank. C. TAGIHAN BERSIH 1. Untuk eksposur aset dalam neraca sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah nilai tercatat aset ditambah dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika ada) setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas aset tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku, dengan formula: Tagihan Bersih = {Nilai tercatat aset + tagihan bunga yang belum diterima (jika ada)} – CKPN Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas aset yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. 2. Untuk eksposur transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah hasil perkalian antara nilai kewajiban komitmen atau kewajiban -7- kontinjensi setelah dikurangi dengan Penyisihan Penghapusan Aset (PPA) Khusus sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan Faktor Konversi Kredit (FKK) sebagaimana dimaksud dalam butir II.D, dengan formula: Tagihan Bersih = (nilai kewajiban komitmen atau kewajiban kontinjensi – PPA Khusus) x FKK 3. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2, Tagihan Bersih adalah: a. untuk eksposur transaksi derivatif OTC, merupakan: 1) penjumlahan dari nilai tercatat tagihan derivatif dan potensi eksposur pada masa mendatang (potential future exposure), untuk transaksi derivatif dengan positif marked to market; atau 2) potensi eksposur pada masa mendatang, untuk transaksi derivatif dengan negatif marked to market. Potensi eksposur pada masa mendatang dihitung dari hasil perkalian antara nilai notional transaksi derivatif dan persentase tertentu. Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan variabel yang mendasari (underlying variable) dan sisa jangka waktu dari transaksi derivatif mengacu pada Tabel 2 Penetapan Persentase Tertentu dalam Perhitungan Risiko Kredit Akibat Kegagalan Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk) untuk Transaksi Derivatif dalam Lampiran II; b. untuk eksposur transaksi repo, merupakan selisih positif antara nilai tercatat bersih surat berharga yang menjadi underlying transaksi repo dan nilai tercatat kewajiban repo. Nilai tercatat bersih surat berharga adalah nilai tercatat surat berharga setelah dikurangi dengan CKPN atas surat berharga tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang dapat diperhitungkan hanya CKPN atas surat berharga yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Selain itu, Risiko Kredit dari penerbit surat berharga yang menjadi underlying transaksi repo diperhitungkan pula sebagai Tagihan Bersih untuk eksposur aset dalam neraca, sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1. -8- Perhitungan eksposur transaksi repo dilakukan dengan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam teknik Mitigasi Risiko Kredit (MRK)-agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6; dan c. untuk eksposur transaksi reverse repo, merupakan nilai tercatat dari tagihan reverse repo setelah dikurangi dengan CKPN atas tagihan tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas tagihan yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Untuk transaksi reverse repo, keberadaan agunan berupa surat berharga yang menjadi underlying dari transaksi reverse repo dan/atau uang tunai diperhitungkan sebagai bentuk MRK atas transaksi dimaksud. Perhitungan eksposur transaksi reverse repo dilakukan dengan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam Teknik MRK-Agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6. D. FAKTOR KONVERSI KREDIT UNTUK EKSPOSUR TRANSAKSI REKENING ADMINISTRATIF Dalam rangka menghitung Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi rekening administratif, penetapan FKK untuk transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2 adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban uncommitted komitmen yang memenuhi sesuai ketentuan yang kriteria mengatur sebagai mengenai penilaian kualitas aset bank umum, diberikan FKK sebesar 0% (nol persen). 2. Kewajiban komitmen dalam bentuk Letter of Credit (L/C) yang masih berlaku namun tidak termasuk standby L/C, baik terhadap Bank penerbit (issuing bank) maupun Bank yang melakukan konfirmasi (confirming bank), diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). 3. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). -9- 4. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 5. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk jaminan yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds, performance bonds atau advance payment bonds, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 6. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk: a. jaminan yang diterbitkan dalam rangka pemberian kredit atau pengambilalihan risiko gagal bayar, termasuk berupa bank garansi dan standby L/C; atau b. akseptasi, termasuk endosemen atau aval atas surat-surat berharga, diberikan FKK sebesar 100% (seratus persen). 7. Pos transaksi rekening administratif yang timbul dari transaksi derivatif tidak diberikan FKK dan perhitungan Tagihan Bersih atas eksposur tersebut dilakukan sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.a. E. BOBOT RISIKO Dalam menentukan bobot risiko, Bank menggolongkan seluruh eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2 dalam kategori portofolio yang penetapannya didasarkan pada debitur atau pihak lawan transaksi sebagai berikut: 1. Tagihan Kepada Pemerintah a. Tagihan Kepada Pemerintah terdiri dari: 1) Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia yang mencakup tagihan kepada: a) Pemerintah Pusat Republik Indonesia; b) Bank Indonesia; dan c) Badan dan lembaga Pemerintah Indonesia yang seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Republik Indonesia; 2) Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain yang mencakup tagihan kepada pemerintah pusat dan bank sentral negara lain. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), baik mata uang - 10 - Rupiah maupun mata uang valuta asing, adalah 0% (nol persen). c. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir a.2), baik dalam mata uang negara tersebut maupun valuta asing, ditetapkan sesuai dengan peringkat internasional negara tersebut mengacu pada Tabel 1 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Pemerintah dalam Lampiran I. 2. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik a. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik mencakup tagihan kepada: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai BUMN, kecuali BUMN berupa Bank; 2) Pemerintah Daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Pemerintahan Daerah; 3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan 4) Badan atau lembaga Pemerintah Republik Indonesia yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 2 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dalam Lampiran I. 3. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional a. Bank Pembangunan keuangan Multilateral internasional yang merupakan antara lain lembaga memiliki karakteristik khusus: 1) didirikan atau dimiliki oleh beberapa negara; dan 2) menyediakan pembiayaan jangka panjang, hibah, dan/atau bantuan teknis dalam rangka pembangunan. b. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional mencakup tagihan kepada: - 11 - 1) Bank Pembangunan Multilateral yang terdiri dari: a) Bank Pembangunan Multilateral tertentu yang telah ditetapkan oleh Basel Committee on Banking Supervision, yaitu World Bank Group yang terdiri dari International Bank for Reconstruction and Development Guarantee (IBRD), Multilateral Agency (MIGA), dan Investment International Finance Corporation (IFC), serta Asian Development Bank (ADB), African Development Bank (AfDB), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), Inter-American Development Bank (IADB), European Investment Bank (EIB), European Investment Fund (EIF), Nordic Investment Bank (NIB), Caribbean Development Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB), Council of Europe Development Bank (CEDB), dan International Finance Facility for Immunization (IFFIm); dan b) 2) Bank Pembangunan Multilateral lainnya; dan Lembaga Internasional yaitu Bank for International Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan European Central Bank. c. Bobot risiko Multilateral Tagihan dan Kepada Lembaga Bank Internasional Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, mengacu pada Tabel 3 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional dalam Lampiran I. 4. Tagihan Kepada Bank a. Tagihan Kepada Bank mencakup tagihan kepada: 1) bank yang beroperasi di wilayah Indonesia, yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; dan 2) bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia, yang terdiri dari bank yang berbadan hukum asing dan kantor cabang dari bank yang berkantor pusat di Indonesia. - 12 - b. Tagihan Kepada Bank dibedakan menjadi: 1) Tagihan Jangka Pendek yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan, termasuk tagihan yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo namun dapat ditarik sewaktu-waktu; atau 2) Tagihan Jangka Panjang yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 3 (tiga) bulan. Tagihan Kepada Bank dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan namun dapat dipastikan akan diperpanjang (roll-over) sehingga keseluruhan jangka waktu menjadi lebih dari 3 (tiga) bulan, digolongkan sebagai Tagihan Jangka Panjang. c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank, baik Tagihan Jangka Pendek maupun Tagihan Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 4 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank atau Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I. Penggunaan Tabel 4 dan Tabel 6 mengacu pada ketentuan mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.b. 5. Kredit Beragun Rumah Tinggal a. Kredit Beragun Rumah Tinggal mencakup: 1) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal/apartemen atau kredit konsumsi yang dijamin dengan agunan berupa rumah tinggal/apartemen (tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor), serta memenuhi kriteria: a) diberikan kepada debitur perorangan; b) agunan diikat dengan hak tanggungan atau fidusia sehingga memberikan kedudukan yang diutamakan (hak preferensi) kepada Bank; c) Bank memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk menilai dan memantau nilai agunan secara berkala; dan - 13 - d) rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan-to-value) atau rasio LTV paling tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen); dan 2) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal dalam rangka program Pemerintah Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan dan rasio LTV paling tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen). b. Rasio LTV sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)d) dan butir a.2) menggunakan rasio pada posisi dilakukan perhitungan ATMR. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut: 1) nilai kredit ditetapkan berdasarkan nilai tercatat kredit di neraca Bank pemberi kredit; dan 2) nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai pasar agunan yang dinilai ulang secara berkala paling lama 30 (tiga puluh) bulan sekali. Dalam hal penilaian kembali nilai pasar agunan dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan terakhir maka agunan ditetapkan tidak memiliki nilai. c. Penilaian agunan dilakukan oleh: 1) penilai independen untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen atau penilai intern Bank untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). d. Bobot risiko untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima persen). 6. Kredit Beragun Properti Komersial a. Kredit Beragun Properti Komersial adalah kredit yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada perorangan atau badan usaha; 2) tujuan penggunaan dana untuk konstruksi atau pembangunan properti. pembiayaan - 14 - Contoh: Pembangunan perumahan, apartemen, rumah susun, ruang perkantoran, ruang komersial multifungsi, ruang komersial yang disewa banyak pihak, atau pergudangan; dan 3) sumber utama pembayaran kredit berasal dari arus kas dari penyewaan atau penjualan properti yang dibiayai. b. Bobot risiko Kredit Beragun Properti Komersial adalah 100% (seratus persen). 7. Kredit Pegawai atau Pensiunan a. Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah kredit yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada pegawai atau pensiunan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI), pegawai lembaga negara, pegawai BUMN atau pegawai Badan Usaha Milik Daerah; 2) total plafon pembiayaan adalah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap pegawai atau pensiunan; 3) pegawai atau pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN, atau perusahaan asuransi swasta yang memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan; 4) pembayaran angsuran atau pelunasan kredit bersumber dari gaji atau pensiun berdasarkan surat kuasa memotong gaji atau pensiun kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji atau pensiun dilakukan Bank lain atau BUMN lain maka Bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank lain atau BUMN lain pembayar gaji - 15 - atau pensiun untuk melakukan pemotongan gaji atau pensiun dalam rangka pembayaran angsuran atau pelunasan kredit; dan 5) Bank pemberi pengangkatan kredit menyimpan pegawai atau asli surat surat keputusan jabatan/pangkat yang terakhir atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur. b. Bobot risiko Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah 50% (lima puluh persen). 8. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel a. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel merupakan tagihan yang memenuhi kriteria: 1) diberikan kepada debitur yang merupakan: a) badan usaha yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dimaksud dan dalam usaha kecil sebagaimana Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; atau b) 2) perorangan; plafon pembiayaan (agregat eksposur) kepada 1 (satu) debitur paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari hasil penjumlahan plafon pembiayaan untuk seluruh debitur yang merupakan: a) badan usaha dan perorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan b) perorangan, yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan yang Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10. Plafon pembiayaan (agregat eksposur) adalah total seluruh fasilitas kepada debitur yang memenuhi kriteria pada angka 1), angka 3), angka 4), angka 5), dan angka 6) tanpa memperhitungkan Teknik MRK. Dalam hal terdapat paling sedikit 2 (dua) debitur berupa badan usaha sebagaimana dimaksud dalam - 16 - huruf a) yang berada dalam 1 (satu) kelompok kepemilikan dan mempunyai hubungan keuangan maka diperlakukan sebagai debitur yang sama; 3) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); 4) debitur tidak tergolong sebagai 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank; 5) tagihan tidak dalam bentuk surat berharga; dan 6) tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal, Kredit Beragun Properti Komersial atau Kredit Pegawai atau Pensiunan. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). 9. Tagihan Kepada Korporasi a. Tagihan Kepada Korporasi merupakan tagihan yang tidak memenuhi kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 8. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Korporasi ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi atau Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I. Penggunaan Tabel 5 atau Tabel 6 mengacu pada ketentuan dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.c. 10. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo a. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo adalah seluruh tagihan sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1 sampai dengan butir II.E.9, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/atau pembayaran bunga. b. Bobot risiko Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo ditetapkan: 1) 100% (seratus persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5; dan - 17 - 2) 150% (seratus lima puluh persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, atau butir II.E.9. 11. Aset Lainnya a. Aset berupa uang tunai, emas yang dimiliki Bank dan tidak disimpan di Bank lain, dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, diberikan bobot risiko sebesar 0% (nol persen). b. Penyertaan yang bukan merupakan faktor pengurang modal dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, dalam bentuk: 1) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 100% (seratus persen); 2) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen); dan 3) penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit, diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen). c. Perhitungan bobot risiko dan/atau faktor pengurang modal terhadap tagihan atau transaksi rekening administratif dalam bentuk eksposur sekuritisasi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum. Untuk tagihan eksposur sekuritisasi selain yang diatur dalam pengaturan tersebut, seperti credit link notes maka penetapan bobot risiko didasarkan pada peringkat tagihan eksposur sekuritisasi mengacu pada Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I. Khusus untuk tagihan eksposur sekuritisasi yang tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko ditetapkan secara konservatif yaitu bobot risiko paling tinggi diantara bobot risiko dari aset yang mendasari dan bobot risiko dari penerbit eksposur sekuritisasi. - 18 - d. Aset Yang Diambil Alih (AYDA) diberikan bobot risiko sebesar 150% (seratus lima puluh persen). e. Aset lainnya, seperti tanah, bangunan, inventaris, dan aset tetap lainnya, setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan diberikan bobot risiko sebesar 100% (seratus persen). III. PENGGUNAAN PERINGKAT Untuk jenis kategori portofolio yang penetapan bobot risikonya didasarkan pada peringkat maka penggunaan peringkat memenuhi ketentuan sebagai berikut: A. UMUM 1. Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam satu kelompok usaha, peringkat suatu perusahaan tidak dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari perusahaan lain dalam kelompok tersebut. 3. Bank harus memiliki pedoman dan prosedur untuk memastikan bahwa peringkat yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar adalah peringkat terkini yang telah memperhitungkan seluruh eksposur risiko kredit, dan harus memelihara dokumentasi terkait peringkat terkini yang digunakan. 4. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa peringkat yang digunakan Bank dalam penetapan bobot risiko mencerminkan risiko yang lebih rendah dari kondisi terkini atas debitur atau pihak lawan transaksi maka Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk menetapkan bobot risiko yang lebih tinggi dari yang digunakan Bank. - 19 - B. TATA CARA PENGGUNAAN PERINGKAT 1. Peringkat Domestik (Local Rating/Domestic Currency Rating) dan Peringkat Internasional (International Rating/Foreign Currency Rating) a. Peringkat domestik digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam mata uang Rupiah. b. Peringkat internasional digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam valuta asing. 2. Peringkat Surat Berharga (Issue Rating) dan Peringkat Debitur (Issuer Rating) a. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga dimaksud (issue rating). Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. b. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain surat berharga, dilakukan: 1) didasarkan pada peringkat debitur (issuer rating) dalam hal: a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) sama dengan atau lebih besar dari bobot risiko tagihan tanpa peringkat; atau b) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) lebih kecil peringkat dari dan bobot tagihan risiko bersifat tagihan tanpa senior (tidak bersifat subordinasi); 2) didasarkan pada bobot risiko tagihan tanpa peringkat dalam hal: a) bobot risiko atas peringkat debitur (issuer rating) lebih kecil dari bobot risiko tagihan tanpa peringkat dan tagihan bersifat subordinasi; atau b) 3. debitur tidak memiliki peringkat (issuer rating). Peringkat Jangka Pendek dan Peringkat Jangka Panjang a. Peringkat jangka pendek sebagaimana dimaksud pada Tabel 6 Penetapan Bobot Risiko Surat Berharga yang Memiliki Peringkat Jangka Pendek dalam Lampiran I, - 20 - digunakan untuk penetapan bobot risiko dari surat berharga yang memiliki peringkat jangka pendek dan diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada Korporasi. b. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Bank yang tergolong sebagai Tagihan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4.b.1) dalam bentuk surat berharga namun tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 4 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Bank dalam Lampiran I. c. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Korporasi yang tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 5 Penetapan Bobot Risiko Tagihan Kepada Korporasi dalam Lampiran I. 4. Peringkat Tunggal dan Multi Peringkat Dalam hal debitur, pihak lawan atau instrumen keuangan: a. memiliki 1 (satu) peringkat maka Bank menggunakan hasil peringkat dimaksud; b. memiliki 2 (dua) peringkat dan masing-masing memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko tertinggi; c. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih dan memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua. Contoh: Surat Berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X dan tergolong sebagai Tagihan Kepada Korporasi memiliki peringkat AA-, A-, dan BBB+ sehingga berturut-turut setara dengan bobot risiko 20% (dua puluh persen), 50% (lima puluh persen), dan 100% (seratus persen). Untuk perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menggunakan peringkat A- yaitu peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua sebesar 50% (lima puluh persen). Penggunaan peringkat sebagaimana diatur pada huruf a, huruf b, dan huruf c harus secara konsisten digunakan untuk mengukur risiko dari eksposur yang sama untuk berbagai kepentingan. - 21 - IV. METODE DAN TEKNIK MITIGASI RISIKO KREDIT A. UMUM 1. Dalam menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank dapat mengakui keberadaan agunan, garansi, penjaminan, atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK. 2. 3. Teknik MRK sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup: a. Teknik MRK-Agunan; b. Teknik MRK-Garansi; dan/atau c. Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit. Prinsip utama dalam pengakuan Teknik MRK adalah: a. Teknik MRK hanya diakui dalam hal ATMR Risiko Kredit dari eksposur yang menggunakan Teknik MRK lebih rendah dari ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut yang tidak menggunakan Teknik MRK. Hasil perhitungan ATMR Risiko Kredit setelah memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah sebesar 0 (nol). b. Dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang diakui sebagai Teknik MRK tidak boleh diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit. Contoh: Dalam hal peringkat surat berharga telah memperhitungkan dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit maka perhitungan ATMR Risiko Kredit atas surat berharga dimaksud tidak boleh memperhitungkan kembali keberadaan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang sama. c. Masa berlaku pengikatan agunan, garansi, dan/atau jaminan atau asuransi kredit, paling sedikit sama dengan sisa jangka waktu eksposur. 4. Selain memenuhi prinsip utama sebagaimana dimaksud pada angka 3, Teknik MRK juga harus memenuhi kriteria: a. seluruh dokumen agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang digunakan dalam Teknik MRK memenuhi persyaratan undangan; sesuai ketentuan peraturan perundang- - 22 - b. Bank secara berkala melakukan kaji ulang untuk memastikan bahwa agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit tetap memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan c. dokumentasi yang digunakan dalam Teknik MRK harus memuat klausula yang menetapkan jangka waktu yang wajar untuk eksekusi atau pencairan agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit yang didasarkan pada terjadinya kondisi yang menyebabkan debitur tidak mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). 5. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 tidak dipenuhi maka keberadaan MRK tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 6. Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan Teknik MRK, Bank harus memiliki mengukur, prosedur memantau, tertulis dan untuk mengidentifikasi, mengendalikan risiko yang timbul dari penggunaan Teknik MRK, seperti risiko hukum, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko pasar, termasuk prosedur untuk memastikan bahwa eksekusi agunan, garansi, jaminan atau asuransi kredit dilakukan dalam jangka waktu yang wajar. B. TEKNIK MRK-AGUNAN 1. Pendekatan Teknik MRK-Agunan Pengakuan Teknik MRK-Agunan dapat menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Sederhana (simple approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1; atau b. Pendekatan Komprehensif (comprehensive approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. 2. Persyaratan Pengakuan a. Selain memenuhi dalam butir persyaratan IV.A.3 dan butir sebagaimana IV.A.4, dimaksud agunan yang digunakan dalam Teknik MRK-Agunan harus memenuhi persyaratan: 1) agunan tidak diterbitkan oleh debitur atau pihak lawan transaksi yang sama; dan - 23 - 2) kualitas agunan tidak berkorelasi secara positif dengan kualitas eksposur, sehingga agunan dapat memberikan perlindungan yang memadai dalam hal debitur atau pihak lawan transaksi tidak mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). Contoh: Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X yang memiliki keterkaitan arus kas secara signifikan dengan perusahaan Y yang merupakan debitur atau pihak lawan transaksi dari Bank, dianggap memiliki korelasi positif sehingga surat berharga tersebut tidak diakui dalam Teknik MRK-Agunan. b. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak terpenuhi maka keberadaan agunan dalam Teknik MRK-Agunan tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar. 3. Jenis Agunan Keuangan yang Diakui a. Jenis agunan keuangan yang diakui (eligible financial collateral) dalam Teknik MRK-Agunan baik pada Pendekatan Sederhana maupun Pendekatan Komprehensif adalah: 1) uang tunai yang disimpan pada Bank penyedia dana; 2) giro, tabungan atau deposito yang diterbitkan oleh Bank penyedia dana; 3) emas yang disimpan pada Bank penyedia dana; 4) Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Surat Utang Negara; 5) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Surat Berharga Syariah Negara; 6) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS); dan - 24 - 7) surat-surat berharga yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan peringkat minimal: a) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2); b) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2; c) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.3; d) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4; e) setara dengan A- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.9; atau f) b. setara A-2 untuk surat berharga jangka pendek. Instrumen yang mendasari (underlying) atau agunan dari transaksi reverse repo dapat diakui sebagai bentuk mitigasi risiko kredit atas transaksi reverse repo sepanjang termasuk sebagai jenis agunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 4. Penggunaan Nilai Agunan a. Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 terhadap perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menggunakan nilai agunan sebesar nilai yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dan nilai wajar atau nilai pasar agunan. b. Dalam hal pengikatan agunan dilakukan atas beberapa Tagihan Bersih maka nilai agunan yang dapat diakui - 25 - sebagai Teknik MRK-Agunan untuk seluruh Tagihan Bersih paling tinggi sebesar nilai agunan. Contoh: Bank A memberikan kredit kepada debitur X dan debitur Y masing-masing sebesar Rp500 juta dan Rp800 juta dengan agunan berupa deposito senilai Rp1 miliar. Agunan tersebut sebesar Rp400 juta diikat untuk kredit kepada debitur X dan sebesar Rp600 juta diikat untuk kredit kepada debitur Y. Dampak MRK atas agunan berupa deposito dimaksud yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas debitur X adalah sebesar Rp400 juta dan atas debitur Y adalah sebesar Rp600 juta. 5. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana Penggunaan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan sebagai berikut: a. Penilaian kembali terhadap nilai wajar atau nilai pasar agunan dilakukan paling sedikit 1 (satu) bulan sekali. b. Perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4.a. memperhitungkan haircut nilai tukar (Hfx) sebagai faktor pengurang sebesar 8% (delapan persen) dalam hal: 1) tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang yang berbeda; atau 2) c. agunan dalam bentuk emas. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang MRK-Agunan pada telah memperhitungkan Pendekatan Sederhana Teknik dilakukan sebagai berikut: 1) Dampak MRK diakui menggunakan prinsip substitusi yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko eksposur sebagai berikut: a) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin (secured portion), dikenakan: i. bobot risiko sebesar 0% (nol persen), jika agunan dalam bentuk sebagaimana - 26 - dimaksud dalam butir IV.B.3.a.1) sampai dengan butir IV.B.3.a.6). Nilai agunan yang digunakan dalam Teknik MRK-Agunan harus dikurangkan dengan haircut sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai pasar agunan dalam hal agunan berupa SUN, SBSN, SBI, dan/atau SBIS; ii. bobot risiko dari agunan, apabila agunan dalam bentuk surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.3.a.7), dengan batas bawah sebesar 20% (dua puluh persen). b) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang tidak mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin (unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2) Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa jenis agunan dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan agunan lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan agunan dalam Teknik MRK-Agunan diprioritaskan menggunakan jenis agunan dengan bobot risiko dari yang terendah. 3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Sederhana merupakan penjumlahan dari: a) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dan bobot risiko agunan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1)a); dan b) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dan bobot dimaksud pada butir c.1)b). risiko sebagaimana - 27 - 6. Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif a. Jenis dan Besaran Haircut 1) Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif, dilakukan dengan cara mengurangi nilai Tagihan Bersih dengan nilai agunan, setelah memperhitungkan haircut untuk masing-masing nilai. 2) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan sebagai berikut: a) haircut terhadap merupakan nilai Tagihan faktor Bersih penambah (He) untuk mengantisipasi peningkatan nilai Tagihan Bersih; dan b) haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan faktor pengurang untuk mengantisipasi penurunan nilai agunan, yang disebabkan karena perubahan faktor pasar, seperti suku bunga. 3) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 2) mengacu pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRKAgunan pada Pendekatan Komprehensif dalam Lampiran II, dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) valuasi dan/atau remargining atas Tagihan Bersih dan agunan dilakukan secara harian. 4) Dalam hal eksposur dan agunan dalam denominasi mata uang dikenakan yang haircut berbeda, nilai sebagaimana agunan selain dimaksud pada butir 2)b), juga dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) b. valuasi atas agunan dilakukan secara harian. Penyesuaian Haircut Dalam hal frekuensi valuasi dan/atau remargining aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi sebagaimana - 28 - dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4) maka haircut pada Tabel 1 Haircut untuk Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif dalam Lampiran II dan/atau butir a.4), disesuaikan dengan formula sebagai berikut: Keterangan: = penyesuaian haircut = haircut berdasarkan Tabel 1 dalam Lampiran II dan/atau butir a.4) = periode aktual pelaksanaan valuasi dan/atau remargining (dinyatakan dalam hari kerja) = asumsi holding period minimum yaitu 10 (dinyatakan dalam hari kerja) c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar 1) Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Agunan pada Pendekatan Komprehensif adalah hasil perkalian antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dan bobot risiko. 2) Nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK ( ) sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung dengan formula: Keterangan: 3) = nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK = nilai Tagihan Bersih sebelum pengakuan MRK = haircut untuk Tagihan Bersih = nilai agunan = haircut untuk nilai agunan = haircut untuk nilai tukar Penetapan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1) mengacu pada penetapan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. portofolio - 29 - C. TEKNIK MRK-GARANSI 1. Persyaratan Pengakuan Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, garansi yang diakui dalam Teknik MRK-Garansi harus memenuhi persyaratan: a. Bank memiliki hak tagih langsung kepada pihak pemberi jaminan tanpa harus melakukan tindakan hukum terlebih dahulu terhadap debitur dalam hal terjadi events of default; b. tagihan atau transaksi rekening administratif yang diberikan garansi harus dinyatakan secara spesifik dan jelas dalam perjanjian garansi; c. perjanjian garansi bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); d. garansi dicairkan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak eksposur tergolong dalam kategori portofolio Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10; dan e. garansi yang diterbitkan oleh pihak pemberi jaminan telah diakui sebagai kewajiban dalam pembukuan pihak pemberi jaminan. 2. Penerbit Garansi yang Diakui Dampak Teknik MRK-Garansi hanya diakui dalam hal pihak pemberi garansi adalah: a. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.1); b. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2), dalam hal pihak tersebut memiliki: 1) bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; dan 2) c. peringkat paling rendah BBB- atau yang setara; Bank umum yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang memiliki bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; - 30 - d. bank yang berbadan hukum asing yang tergolong sebagai prime bank sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit; dan/atau e. lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan atau asuransi yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dan Tagihan Kepada Korporasi. 3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar a. Garansi yang diakui dalam Teknik MRK-Garansi untuk perhitungan bobot risiko dari Tagihan Bersih dilakukan sebagai berikut: 1) Bagian dari Tagihan Bersih yang dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Dijamin diberikan bobot risiko pihak penerbit garansi sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Tidak Dijamin diberikan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. b. Dalam hal eksposur dan garansi dalam denominasi mata uang yang berbeda maka nilai garansi dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan formula sebagai berikut: Keterangan: = nilai Garansi setelah memperhitungkan haircut nilai tukar = nilai Garansi = haircut nilai tukar c. Penggunaan haircut nilai tukar sebesar 8% (delapan persen) menggunakan asumsi 10 (sepuluh) hari kerja holding period dan valuasi nilai pasar secara harian. Dalam hal frekuensi valuasi aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi tersebut maka Bank harus - 31 - menyesuaikan haircut nilai tukar dengan formula sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.b. d. Dalam hal eksposur dijamin oleh beberapa penerbit garansi dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan garansi lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan garansi dalam Teknik MRKGaransi diprioritaskan menggunakan garansi dari pihak penerbit garansi dengan bobot risiko dari yang terendah. e. ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Garansi merupakan penjumlahan dari: 1) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan bobot risiko dari pihak penerbit garansi sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan 2) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. D. TEKNIK MRK-PENJAMINAN ATAU ASURANSI KREDIT Pengakuan penjaminan atau asuransi kredit sebagai Teknik MRK dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar dilakukan sebagai berikut: 1. Persyaratan Pengakuan Selain memenuhi persyaratan pengakuan Teknik MRK-Garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1, penjaminan atau asuransi kredit yang diakui dalam Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3. 2. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh lembaga penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN harus memenuhi persyaratan: a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam perjanjian antara Bank dan lembaga penjamin atau asuransi kredit, yaitu: - 32 - 1) pangsa penjaminan atau asuransi kredit oleh lembaga penjamin atau perusahaan asuransi berstatus BUMN, paling sedikit sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari kredit yang diberikan oleh Bank; 2) Bank mengajukan klaim kepada lembaga penjamin atau asuransi kredit paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadi tunggakan pokok, bunga dan/atau tagihan lain yang menjadikan kualitas kredit paling baik dinilai “Diragukan” sesuai ketentuan yang berlaku walaupun kredit belum jatuh tempo; 3) pembayaran penjaminan atau asuransi kredit paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah klaim diajukan oleh Bank dan dokumen diterima secara lengkap oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit; 4) jangka waktu penjaminan atau asuransi kredit paling sedikit sama dengan jangka waktu kredit; dan 5) penjaminan atau asuransi kredit bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); c. lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus BUMN memenuhi persyaratan: 1) didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku paling tinggi 10 (sepuluh) kali; dan 2) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. 3. Penjaminan atau Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus Bukan BUMN harus memenuhi persyaratan: a. penjaminan atau asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. skema penjaminan atau asuransi kredit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2.b; - 33 - c. lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan BUMN memenuhi persyaratan: 1) pendirian lembaga penjamin atau asuransi kredit sesuai ketentuan yang mengatur mengenai lembaga penjamin atau ketentuan yang mengatur mengenai asuransi kredit; 2) memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit setara dengan BBB-; 3) didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku paling tinggi 10 (sepuluh) kali; 4) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjamin atau asuransi kredit yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan 5) bukan merupakan pihak terkait dari Bank kecuali keterkaitan tersebut karena hubungan kepemilikan dengan Pemerintah Daerah. Penentuan pihak terkait Bank didasarkan pada hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan hubungan keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit. 4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar a. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan telah memenuhi persyaratan dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 adalah: 1) bagian dari Tagihan Bersih yang mendapat perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin, dikenakan bobot risiko: a) sebesar 20% (dua puluh persen) dalam hal dijamin oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus BUMN dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.2; dan - 34 - b) sesuai dengan bobot risiko lembaga penjamin atau asuransi kredit dalam hal dijamin oleh lembaga penjamin atau asuransi kredit berstatus bukan BUMN dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.3. Penetapan bobot risiko tersebut didasarkan pada peringkat lembaga penjamin atau asuransi kredit sesuai kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2. 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak mendapat perlindungan dari lembaga penjamin atau asuransi kredit, yang selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin, dikenakan bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 3) ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit merupakan penjumlahan dari: a) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a) atau butir 1)b); dan b) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2). b. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar atas eksposur yang dijamin oleh Penjaminan atau Asuransi Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 namun memenuhi persyaratan garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1 dan butir IV.C.2 dilakukan mengacu pada perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3. - 35 - E. PERHITUNGAN ATAS ATMR EKSPOSUR RISIKO YANG KREDIT-PENDEKATAN MENGGUNAKAN STANDAR BEBERAPA JENIS TEKNIK MRK Dalam hal eksposur Tagihan Bersih memiliki beberapa jenis Teknik MRK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2 maka: 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar merupakan penjumlahan dari: a. hasil perkalian: 1) antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Agunan dan bobot risiko dari agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5.c.1)a); dan/atau 2) antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.c; b. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Garansi dan bobot risiko dari pihak penerbit garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3.a.1); c. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK-Penjaminan atau Asuransi Kredit dan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.4.a.1); dan d. hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan Teknik MRK dan bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2. Dalam hal nilai total perlindungan dari MRK lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih maka perhitungan ATMR sebagaimana dimaksud pada angka 1 diprioritaskan menggunakan jenis Teknik MRK dengan bobot risiko dari yang terendah. - 36 - V. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT-PENDEKATAN STANDAR BAGI BANK YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH DAN/ATAU ATMR RISIKO KREDIT SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MEMILIKI PERUSAHAAN ANAK 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu bagi Bank yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) dilakukan dengan cara menggabungkan eksposur UUS dalam eksposur Bank secara keseluruhan. Cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II, angka III, dan angka IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Perhitungan ATMR Risiko Kredit secara konsolidasi untuk Bank yang memiliki Perusahaan Anak dilakukan sebagai berikut: a. Untuk Bank yang seluruh perusahaan anaknya beroperasi secara konvensional maka perhitungan ATMR Risiko KreditPendekatan Standar secara konsolidasi didasarkan pada laporan keuangan konsolidasi yaitu penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu; dan 2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV, dan butir V.1 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. b. Untuk Bank yang sebagian perusahaan anaknya melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah maka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar secara konsolidasi, merupakan penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; 2) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan - 37 - cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK mengacu pada angka II sampai dengan angka IV dan butir V.1 (khusus untuk Perusahaan Anak berbentuk Bank) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini; dan 3) ATMR Risiko Kredit untuk Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum Syariah, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. VI. PELAPORAN 1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar, Bank menyampaikan: a. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individu disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan; dan b. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara konsolidasi disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember, bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak, dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam Lampiran III dan Lampiran IV Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. 2. Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit-Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan secara online melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal sistem pelaporan online kepada Otoritas Jasa Keuangan belum tersedia maka laporan disampaikan secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum. Tata cara penyampaian dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 3. Khusus untuk hasil perhitungan CVA risk weighted assets disampaikan mulai posisi bulan Januari 2017 melalui surat kepada Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Regional Otoritas - 38 - Jasa Keuangan setempat. Penyampaian hasil perhitungan CVA risk weighted assets dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. VII. LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2016 KEPALA EKSEKUTIF PENGAWAS PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Yuliana ttd NELSON TAMPUBOLON