PERAN SERANGGA DALAM EKOSISTEM (BAB VIII – BUKU INSECT ECOLOGY) 8.1. Defenisi Ekosistem Ekologi Ekosistem : semua interaksi diantara organisme yang hidup bersama pada daerah tertentu, dan antara organisme lain dan lingkungan fisiknya (Tansley, 1935). Dasar ekologi ekosistem adalah bahwa ekosistem digambarkan sebagai aliran energi dan materi dari subsistem ke subsitem lainnya. Contohnya kita dapat lihat pada Gambar 8.1. Pada kenyataannya, energi yang hilang akan memberi efek panas selama terjadinya pertukaran antara tingkatan trofik (lihat gambar di bawah). Ahli ekologi ekosistem mempelajari tentang pergerakan energi dan materi diantara komponen. Meskipun serangga hanya merupakan konsumen sekunder dan tersier dalam ekosistem, akan tetapi mereka merupakan partisipan dalam proses dekomposisi baik dalam ekosistem air tawar maupun ekosistem darat. Ada beberapa bukti yang menggambarkan keragaman organisme dalam ekosistem yang dapat mempengaruhi aliran energi dan peredaran materi (Tilman dkk, 1994; Loreau dkk, 2001). Bila kita mengamati suatu ekosistem yang kompleks seperti hutan hujan atau danau pada daerah temperata, kita akan mengetahui bahwa semua spesies yang berada di dalamnya tergantung kepada ketersediaan materi dan energi (mis. Makanan) yang beredar dalam sistem. 8.2. Beberapa Dasar dalam Ekologi Ekosistem Sebelum kita lebih jauh melihat peranan serangga dalam ekosistem, kita sebaiknya mempelajari beberapa aturan atau hukum dasar yang menjelaskan pergerakan materi dan energi dalam sistem. Hukum ini mengatur batasan-batasan dalam struktur (biologi) dan fungsi (energi dan aliran energi) dengan penekanan pada efek terhadap serangga dalam proses ekosistem. 8.2.1. Energi dan Ekosistem Darimanakah asalnya energi yang terdapat dalam ekosistem? Apakah sumber dari semua energi yang dibutuhkan oleh semua organisme termasuk didalamnya serangga yang dipakai untuk bertumbuh, bergerak, berkembangbiak dan memperbaiki jaringan yang rusak? Energi yang ada di alam tersedia dalam berbagai bentuk, yaitu : panas; energi radian (radiasi elektromagnet dari matahari); energi kimia (tersimpan dalam ikatan kimia dalam molekul); energi mekanik; dan energi listrik. Satu aturan dasar yang menyangkut energi dikenal sebagai Hukum Termodinamika I, yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Energi dapat dikonversi dari satu bentuk ke bentuk yang lain atau dipindahkan dari satu sistem ke sistem yang lain, tetapi jumlah totalnya tidak pernah bertambah atau berkurang. Itu artinya bahwa saat bumi diciptakan lima belas juta tahun yang lalu, jumlah energi yang ada pada saat itu akan sama dengan jumlah energi yang ada saat ini. Energi mengalami perubahan sejalan dengan waktu, akan tetapi tidak ada yang bisa diambil atau hilang. Bila suatu organisme tidak dapat menciptakan energi yang dibutuhkan untuk hidup, maka organisme tersebut harus melakukan transformasi energi dari beberapa sumber yang ada. Tumbuhan (autotrof, termasuk beberapa bakteri dan Protista) termasuk kritis terhadap proses ini pada hampir semua ekosistem. Mereka menangkap energi dari matahari, melakukan konversi energi elektromagnetik menjadi energi kimia melalui peristiwa fotosintesis. Energi kimia yang diperoleh kemudian disimpan dalam molekul yang menyusun jaringan tumbuhan. Serangga herbivora termasuk kebanyakan serangga fitofag dapat mengkonversi energi kimia ini menjadi energi mekanik untuk terbang. Konsumer sekunder dan tersier seperti serangga predator dan parasitoid kemudian memanfaatkan atau mengkonversi energi kimia yang tersimpan pada serangga herbivora untuk pertumbuhan, pergerakan dan reproduksinya. Bagaimanapun transformasi energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain akan selalu mengakibatkan hilangnya beberapa energi yang berguna. Contohnya, saat belalang melakukan transformasi energi kimia dari jaringan tumbuhan menjadi energi mekanik untuk menghindari serangan predator, maka beberapa dari energi kimia dan mekanik tersebut akan dirubah menjadi energi panas, dan hilang pada sistem tumbuhan-serangga herbivora-predator. Ini sebenarnya tidak hilang (ngat Hukum Termodinamika I), energi tersebut masih berada dalam lingkungan tetapi dalam bentuk dimana kehidupan biologi tidak siap untuk digunakan kembali. Ini adalah Hukum Termodinamika II; bahwa selama terjadinya transformasi energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, ada suatu kehilangan energi yang kontinyu dari bentuk energi berguna atau bentuk yang digunakan kembali. Itu artinya bahwa jumlah energi berguna yang tersedia untuk dipakai bekerja di bumi berkurang sejalan dengan waktu. Pada kenyataannya, transformasi energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik yang lain hanya kira-kira 10% yang efisien dan 90% dari energi tersebut hilang diantara tingkatan trofik (Gambar 8.2). 8.2.2. Materi dan Ekosistem Serangga merupakan komponen dari beberapa siklus biogeokimia sebagaimana halnya mediator bagi transformasi energi 8.3. Serangga dan Siklus Carbon Daratan Siklus karbon menggambarkan bagaimana carbon mengalir dari lingkungan fisik kedalam kehidupan dan kembali lagi. Gambar 8.3. merupakan diagram sederhana dari siklus carbon global termasuk penyimpanan carbon dalam bentuk batubara, minyak, dan gas alam yang dihasilkan dari dekomposisi sebagian material tumbuhan dan hewan. Carbon bergabung dari lingkungan fisik ke dalam kehidupan melalui proses fotosintesis. CO2 dari atmosfer ditangkap oleh tumbuhan dan masuk ke dalam komponen organik dalam jaingan tumbuhan dengan memanfaatkan cahaya matahari. Kira-kira sebanyak 0,03% dari dari atmosfer bumi berupa CO2. Sekali carbon bergabung ke dalam jaringan tumbuhan, maka akan mengikuti beberapa lintasan. Pertama, beberapa akan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi dari tumbuhan itu sendiri dan kedua adalah beberapa carbon yang ditangkap oleh tumbuhan dikonsumsi oleh konsumen primer seperti serangga herbivora dan akhirnya sampai kepada predator yang memakan serangga herbivora tersebut. Pada setiap tingkatan trofik, carbon yang awalnya ditangkap oleh tumbuhan kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dari organisme pada tingkatan trofik tersebut. Misalnya, elang yang memakan tikus yang sedang memakan belalang yang memakan tumbuhan akan mengembalikan sebagian carbon yang awalnya diperoleh dari tumbuhan kedalam atmosfer selama proses respirasi (Gambar 8.4). 8.3.1 Dekomposer Serangga Serangga berperan dalam siklus carbon selama proses dekomposisi. Tumbuhan mati dan lapuk, jaringan hewan atau produk limbah berperan sebagai sumber makanan bagi berbagai macam dekomposer termasuk serangga, tungau, jamur dan bakteri. Lalat blow dan lalat flesh (Diptera : Calliphoridae dan Sarcophagidae) dikenal luas sebagai dekomposer karena larvanya sering ditemukan memakn bangkai atau hasil ekskresi. Kumbang bangkai (Coleoptera : Silphidae) genus Necrophorus membuat lubang diantara bagian tubuh mamalia kecil dan meletakkan telur di dalamnya. Kumbang kotoran (dung beetles) memakan sejumlah kotoran hewan, membuatnya menjadi bentuk bola-bola kecil dan menendangnya masuk ke dalam lubang-lubang yang terdapat di dalam tanah dimana sudah terdapat telur yang akan menetas dan selanjutnya memakan kotoran tersebut (Gambar 8.5). Kumbang kotoran ini dikenal sebagai agen dekomposer pengontrol di Australia yang berperan mengurangi tumpukan kotoran ternak. Serangga dekomposer lain yang sangat menarik adalah rayap (Gambar 8.6) (Jouquet dkk, 2006). Seperti halnya semut, cacing, mikroba, hewan ini berperan utama dalam sistem tanah karena disamping memakan materi organik yang terdapat dalam tanah, juga memakan material tumbuhan yang mati, lapuk, daun, akar dan kayu (Whitford dkk., 1988; Moorhead & Reynold, 1991). Material tumbuhan yang sudah mati menimbulkan masalah bagi dekomposer karena mengandung lignin dan selulose. Diantara kelompok serangga, beberapa kecoak dan rayap subfamili Nasutitermitinae satu-satunya taksa yang diketahui dapat mensintetis enzim yang mampu mendegradasi selulosa (Martin, 1991). Rayap merupakan dekomposer material tumbuhan pada habitat ekosistem padang pasir (Whitford dkk., 1998), savana (Wood & Sand, 1978) dan hutan (Bignel dkk., 1997) karena simbiosis dengan mikroorganisme yang terdapat dalam ususnya sehingga dapat memproduksi enzim sellulosa. Simbion dari beberapa kelompok rayap adalah protozoa flagellata Yoshimura dkk., 1993) dan bakteri (Basagla dkk., 1992). Beberapa penelitian melaporkan bahwa beberapa spirochaeta hidup dalam usus rayap dan mampu menyerap nitrogen dan memberikan kepada rayap sebagai nutrisi (Lilburn dkk, 2001). Sejumlah besar amonia (NH3) dibuat dalam sarang spesies rayap tertentu kandungannya 300 kali lebih tinggi dari tanah di sekelilingnya (Ji & Brune, 2006). 8.4. Serangga Daun dan Ekosistem Air Stream Shredder merupakan sekelompok larva serangga (kadang-kadang artropoda lain) yang memecah-mecah litter dalam stream menjadi partikel kecil yang dapat dimanfaatkan oleh hewan invertebrata lain. Serangga ini ditemukan di habitat air di daerah temperata (Wantzen & Wagner, 2006) dan didominasi oleh 3 ordo serangga yaitu lalat caddis (Trichoptera) (gambar 8.7), lalat stone (Plecoptera) (Gbr. 8.8). Serangga ini juga memakan alga dan bakteri yang menempel pada jaringan litter. Lalat caddis memakan daun dalam kolam yang sudah disterilisasi (dihilangkan mikroba dan alganya). Peran utama dari serangga ini dalam ekosistem adalah kemampuannya merubah partikel organik kasar dari litter menjadi partikel halus dari materi organik terlarut Gambar 8.9. 8.5. Serangga defoliator dan siklus Nutrien Serangga herbivora dapat mengkonsumsi, melakukan daur ulang carbon yang telah dimanfaatkan tumbuhan selama proses fotosintesis (Gbr. 8.4). Material tumbuhan mengandung banyak carbon. Nutrien penting seperti nitrogen, fosfor dan potassium diambil oleh tumbuhan untuk proses pertumbuhan dan reproduksinya. Material tumbuhN dimakan serangga herbivora mengandung nutrien selanjutnya diasimilasi dalam jaringan tubuh serangga, selebihnya didaur ulang dalam feses. Bila serangga herbivora ini mati atau dikonsumsi oleh predator selanjutnya nutriennya berpindah. Ada tujuh mekanisme dimana aktivitas serangga dapat menyebabkan perubahan dalam siklus nutrien dan ketersediaan nutrien di dalam tanah (Tabel 8.1). 1. Serangga herbivora dapat menyimpan sejumlah material feses dalam litter dan tanah. 2. Nutrien yang tiba dalam tanah pada serangga pemakan bangai lebih mudah dihancurkan dibandingkan dengan potongan daun. 3. Serangga defoliation merubah kandungan nutrien dari presipitasi melewati kanopi tumbuhan. 4. Serangga herbivora dapat merubah kualitas dan kuantitas potongan daun yang jatuh dari kanopi tumbuhan ke dalam tanah. 5. Serangga yang menengahi perubahan dalam komposisi komunitas tumbuhan tidak hanya mempengaruhi kualitas litter akan tetapi juga mempengaruhi pemanfaatan nutrien tanah 1997).dan simbionnya mellui adanya komunitas (Bardgrett dkk., 1998) yang baru (Kielland dkk., keduanya dikenal mempengaruhi dinamika nutrien. 6. Serangga herbivora dapat mempengaruhi eksudat akar atau interaksi antara akar 7. Serangga herbivora dapat mempengaruhi struktur kanopi tumbuhan dan menutupinya dengan merubah ketersediaan cahaya, suhu dan kelembaban. Perubahan terhadap iklim mikro tanah yang dihasilkan oleh aktivitas herbivora dapat merubah siklus nutrien (Mulder, 1999). Ketujuh mekanisme ini memiliki variasi kecepatan dalam mempengaruhi dinamika nutrien dan produksi primer. Siklus nutrien akan berespon dengan cepat terhadap input frass, cadaver, karena mereka tidak membutuhkan dekomposisi materi organik yang kompleks. Pengaruh ini analog dengan MCNaughton dkk (1998) yang disebut “ siklus cepat” atau hipotesis akselerasi (Ritchie dkk., 1998). Gambar 8.11