1 MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM Departemen Pembahas Dosen Pembimbing/NIP Judul Rencana Penelitian : : : : : Tanggal dan Waktu : Ferdi Tri Wahyudi / I34100100 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Adrian Soemantadiredja / I34100158 Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA / 19590506 198703 001 Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Tingkat Kesejahteraan dan Sosial Budaya Masyarakat Lokal 25 Maret 2014, 11.00-12.00 WIB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara umum pariwisata telah menjadi industri sipil yang terpenting di dunia. Menurut Dewan perjalanan dan pariwisata Dunia (World Travel and Tourism Council-WTTC). Saat ini pariwisata merupakan industri terbesar di dunia dengan menghasilkan pendapatan dunia lebih dari $3,5 trillun pada tahun 1993 atau 6% dari pendapatan kotor dunia. Pariwisata merupakan industri yang lebih besar dari industry kendaraan, baja, elektronik maupun pertanian. Industri pariwisata memperkerjakan 127 juta pekerja (satu dalam 15 pekerja di dunia). Secara keseluruhan industri pariwisata diharapkan meningkat dua kali pada tahun 2005 (WTTC, 1992). Berperannya pariwisata sebagai salah satu industri penting ini juga terjadi di wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.290 km. Dengan luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia1 membuat negara ini secara otomatis memiliki keanekaragaman fauna yang begitu besar. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara nomor dua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman fauna terbesar di dunia. Keanekaragaman ini yang kemudian dibedakan lewat adanya Garis Wallace yang menjelaskan bahwa Indonesia memiliki fauna kawasan Asiatis, Australis dan Peralihan. Sehingga keanekaragaman fauna ini kemudian menjadi daya tarik pariwisata negara ini. Daya tarik Indonesia sebagai target pariwisata bagi dunia mendatangkan banyak sekali wisatawan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah wisatawan mancanegara yang mencapai 1,29 juta orang pada Januari-Februari 2013, naik 3,82% dibanding periode yang sama tahun lalu. Berdasar catatan BPS (Badan Pusat Statistik), pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6,02% di triwulan pertama tahun 2013. Diharapkan secara keseluruhan perekonomian Indonesia akan naik sekitar 6,2% dibanding tahun 2012, yaitu sebesar Rp671,3 triliun. Sektor pariwisata yang menempati urutan kelima sebagai penyumbang devisa negara tahun 2012 juga mengalami peningkatan progresif pada triwulan pertama 2013. Bagi Indonesia, industri pariwisata dapat menjadi salah satu ujung tombak bagi perkembangan perekonomian. Melihat keindahan alam yang luar biasa membuat banyak sekali daerah yang cocok dijadikan tempat pariwisata di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah wisatawan mancanegara yang mencapai 1,29 juta orang pada Januari-Februari 2013, naik 3,82% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pada tahun 2004, pariwisata telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 113,78 trilyun rupiah atau sebesar 5 persen dari total PDB nasional. Pada tahun 2005 kontribusi sektor pariwisata meningkat sebesar 33,02 trilyun rupiah sehingga menjadi 146,8 trilyun rupiah atau sebesar 5,27 persen dari total PDB nasional. Kontribusi pariwisata sempat mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 143,62 trilyun rupiah atau sebesar 4,30 persen dari total PDB nasional. Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2007 kontribusi pariwisata kembali mengalami peningkatan menjadi 169,67 trilyun rupiah atau sebesar 4,29 persen dari total keseluruhan PDB nasional. Data tersebut menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata Menurut Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012 1 2 merupakan suatu langkah yang positif karena dapat memberikan kontribusi terhadap PDB nasional. Manfaat ini yang membuat pemerintah gencar melakukan pengembangan khususnya di bidang pariwisata. Menurut Purwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna dan berguna. Moeliono (1990: 414) mengungkapkan, yang dimaksud dengan pengembangan adalah proses, cara, pembuatan mengembangkan. Pengembangan pariwisata memiliki karakter aktivitas yang bersifat multisectoral, dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata harus terencana secara terpadu dengan pertimbangan-pertimbangan terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan fisik dan politik. Jadi pengembangan dapat diartikan sebagai perbuatan menjadikan sesuatu baik yang ada maupun yang belum ada menjadi lebih baik dari sebelumnya. Berkembangnya pariwisata akan memberikan banyak pengaruh bagi masyarakat yang tinggal di lokasi pariwisata itu sendiri. Retnowati (2004) menjelaskan bahwa pariwisata juga berpotensi memicu terjadinya perubahan perilaku masyarakat, memudarnya nilai dan norma sosial, kehilangan identitas, konflik sosial, pergeseran mata pencaharian dan pencemaran lingkungan. Berbagai hal tersebut rentan terjadi di masyarakat sebagai akibat dari perkembangan pariwisata. Selain memiliki dampak negatif, pengembangan pariwisata juga dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat ekonomi masyarakat. Adapun pengembangan pariwisata di Indonesia memiliki delapan keuntungan, yaitu meningkatkan kesempatan berusaha, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan penerimaan pajak, meningkatkan pendapatan nasional, mempercepat proses pemerataan pendapatan, meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan, memperluas pasar produk dalam negeri, dan memberikan dampak multiplier effect dalam perekonomian sebagai akibat pengeluaran wisatawan, para investor maupun perdagangan luar negeri (Bappenas 2008). Dampak-dampak inilah yang kemudian akan dirasakan baik langsung ataupun secara tidak langsung oleh masyarakat yang tinggal di Desa Cibereum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dikarenakan di wilayah ini terdapat Taman Safari Indonesia (TSI) yang merupakan salah satu lokasi pariwisata yang berfungsi sebagai lembaga konservasi eks-situ yang banyak dikunjungi wisatawan baik lokal maupun asing. Taman Safari Indonesia yang dibangun sejak tahun 1986 adalah “Taman Margasatwa Terbuka” satu-satunya di Indonesia yang memperagakan satwa-satwa langka dari seluruh dunia di dalam suasana yang mendekati habitat alaminya (Divisi Humas TSI, 2005). Taman Safari Indonesia Cisarua adalah Taman Safari yang pertama kali didirikan di Indonesia selain Taman Safari di Pasuruan dan Taman Safari di Bali. Taman Safari Indonesia I dibangun pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan teh yang sudah tidak produktif. Taman Safari Indonesia Cisarua menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Taman Safari Indonesia I ini terletak di ketinggian 900-1800 meter di atas permukaan laut (dpl) dan mempunyai suhu ratarata 16 – 24 derajat Celsius. TSI telah ditetapkan sebagai Obyek Wisata Nasional oleh Soesilo Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada masa itu. kemudian TSI juga telah diresmikan menjadi Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap, Menteri Kehutanan pada masa itu, pada tanggal 16 Maret 1990. Keberadaan TSI yang terletak di Desa Cibereum membuat Desa Cibereum menjadi salah satu tujuan wisata para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Wilayah Desa Cibereum memiliki luas mencapai 1.128,62 hektar dan juga merupakan salah satu dari 9 desa yang terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk mencapai angka 14.613 jiwa pada tahun 2010, terdiri dari 7.617 laki – laki dan 6.996 perempuan. Sedangkan jumlah rumah tangga mencapai total 3.261 kepala keluarga (BPS, 2010). Sebagian besar dari wilayah ini digunakan untuk lahan pertanian dalam arti luas, dimana artinya digunakan untuk perkebunan, persawahan dan perikanan. Selain dari segi pertanian, Desa Cibereum tergolong daerah yang memiliki suasana sejuk dengan bernuansa kebudayaan Sunda, karena seperti daerah-daerah lain di Jawa Barat yang pada umumnya memiliki kebudayaan Sunda. Aspek barusan menjadi aspek pendukung kedatangan wisatawan ke Desa Cibereum meskipun tujuan utamanya menuju Taman Safari Indonesia. Keberadaan TSI di Desa Cibereum yang juga mendorong banyak warga desa 3 membuka usaha dalam bidang perdagangan, baik dalam bentuk konsumsi, oleh – oleh atau cinderamata. Serta, beberapa warga juga membuka jasa penyewaan rumah sebagai tempat singgah sementara. Selain memberikan peluang usaha, Taman Safari Indonesia seperti pada umumnya pariwisata lain pasti akan memberikan dampak bagi Desa Cibereum. Sehingga menjadi menarik untuk dianalisis dampak keberadaan Taman Safari Indonesia terhadap tingkat kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat di Desa Cibereum. 1.2. MASALAH PENELITIAN Pengembangan pariwisata di Desa Cibereum akibat adanya Taman Safari Indonesia memberikan dampak baik itu negatif ataupun positif bagi masyarakat sekitar. Dampak ini kemudian akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik apabila dampak positif akibat pengembangan pariwisata dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sekitar. Terjadinya kenaikan tingkat kesejahteraan merupakan salah satu dampak positif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat apabila peningkatan tersebut terdistribusi dengan baik. Hal ini terjadi karena dengan adanya pengembangan pariwisata maka terbuka lapangan pekerjaan baru yakni di sektor pariwisata itu sendiri. Oleh karena itu menjadi menarik untuk melihat apa dampak pengembangan pariwisata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar? Sedangkan dampak lain akibat pengembangan pariwisata dapat mendorong terjadinya perubahan sikap dan budaya pada masyarakat lokal. Perubahan budaya yang terbentuk akan tergantung pada manfaat yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Doxey (dalam Ryan, 1991: 136) menyimpulkan, bahwa terjadi perilaku spesifik pada masyarakat lokal atas pengaruh pariwisata dari waktu ke waktu yang disebutnya Tingkat iritasi masyarakat (level of host irritation). Adapun tingkatan yang dimaksud ialah tingkatan euphoria, apathy, annoyance dan antagonism/xenophobia. Adanya berbagai tingkatan ini membuktikan terjadi perubahan aspek sosial akibat adanya pengembangan pariwisata. Sehingga penting untuk dianalisis bagaimana pengaruh pengembangan pariwisata terhadap perubahan sosial budaya masyarakat sekitar? Keberadaan Taman Safari Indonesia yang memberikan dampak bagi masyarakat lokal juga akan membentuk sikap pada masyarakat terhadap keberadaan TSI itu sendiri. Baik positif atau negatif dampak yang ada akibat TSI akan mempengaruhi sikap masyarakat itu sendiri. Sehingga menarik untuk dianalisis bagaimana sikap masyarakat yang terbentuk terhadap keberadaan Taman Safari Indonesia? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Pada umumnya perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat akibat adanya pengembangan pariwisata terjadi di berbagai komponen kehidupan salah satunya adalah pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu, adanya perubahan sosial budaya juga dapat digolongkan menjadi salah satu dampak pengembangan pariwisata terlepas dari baik atau buruknya perubahan yang terjadi, hal ini akan sangat tergantung dari seberapa jauh terjadinya pertukaran budaya antara wisatawan dengan penduduk lokal. Untuk itu, tujuan dari penulisan studi pustaka ini adalah: 1. Menganalisis dampak pengembangan pariwisata terhadap tingkat kesejahteraan 2. Menganalisis dampak pengembangan pariwisata terhadap sosial budaya masyarakat. 3. Menganalisis sikap masyarakat lokal terhadap keberadaan Taman Safari Indonesia 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya kepada : 1. Peneliti dan mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai perubahan sosial akibat pengembangan pariwisata dan mampu memaknai secara ilmiah fenomena yang terlihat. 4 2. Kalangan non akademisi, seperti perusahaan untuk menjadi bahan pertimbangan dan data untuk merencanakan keterlibatannya dalam kegiatan pariwisata. Selain itu perusahaan dapat memiliki data dan informasi terbaru yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas . 3. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan serta gambaran mengenai beberapa dampak yang disebabkan oleh pengembangan pariwisata bagi masyarakat sekitar. 4. Pemerintah dan pengembang pariwisata, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan serta pola pikir yang berkaitan tentang pariwisata dan dampaknya terhadap masyarakat 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Lokal Menurut para ahli bahasa, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas dua suku kata, yaitu pari dan wisatawan. Pari berarti seluruh, semua dan penuh. Wisata berarti perjalanan. Dengan demikian pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan penuh, yaitu berangkat dari suatu tempat, menuju dan singgah, di suatu di beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal semula Istilah “pariwisata” konon untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden Soekarno dalam suatu percakapan padanan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Semua kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan angkutan dan sebagainya semua itu dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang dengan kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan para wisatawan akan datang (Soekadijo, 1997: 2). Undang-Undang No.10 Tahun 2009 menyatakan bahwa usaha pariwisata meliputi daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, jasa informasi wisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta, spa dan penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran. Sedangkan beberapa komponen fasilitas pariwisata adalah : (1) fasilitas pelayanan, antara lain akomodasi, rumah makan, dan hotel, (2) fasilitas pendukung, antara lain perbelanjaan dan hiburan, (3) fasilitas umum dan infrastruktur, antara lain air bersih, jalan, dan tempat parkir, (4) fasilitas rekreasi yakni rekreasi obyek wisata dalam dan luar kawasan ( Fadil, 2013) Nyoman S. Pendit (1999: 42-48) memperinci penggolongan pariwisata menjadi beberapa jenis yaitu : 1. Wisata Budaya Merupakan perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka. 2. Wisata Kesehatan Hal ini dimaksudkan dengan perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang memiliki iklim udara menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya. 3. Wisata Olah Raga Wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau. memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam peserta olahraga disuatu tempat atau Negara seperti Asian Games, Olympiade, Thomas Cup, Uber Cup dan lainlain. Bisa saja olahraga memancing, berburu, berenang 4. Wisata Komersial Dalam jenis ini termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya. 5. Wisata Industri Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian dimana terdapat pabrik- 5 pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. Misalnya, rombongan pelajar yang mengunjungi industri tekstil. 6. Wisata Politik Perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian aktif dalam peristiwa kegiatan politik. Misalnya, ulang tahun 17 Agustus di Jakarta, Perayaan 10 Oktober di Moskow, Penobatan Ratu Inggris, Perayaan Kemerdekaan, Kongres atau konvensi politik yang disertai dengan darmawisata. 7. Wisata Konvensi Perjalanan yang dilakukan untuk melakukan konvensi atau konferensi. Misalnya APEC, KTT non Blok. 8. Wisata Sosial Merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah serta mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainya. 9. Wisata Pertanian Merupakan pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyekproyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimananwisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka ragam warna dan suburnya pembibitan di tempat yang dikunjunginya. 10. Wisata Maritim (Marina) atau Bahari Wisata yang dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih-lebih danau, bengawan, teluk atau laut. Seperti memancing, berlayar, menyelam, berselancar, balapan mendayung dan lainnya. 11. Wisata Cagar Alam Wisata ini biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, tanaman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya. 12. Wisata Buru Wisata untuk buru, ditempat atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan, seperti di Baluran, Jawa Timur untuk menembak babi hutan atau banteng. 13. Wisata Pilgrim Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat-istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat Ini banyak dilakukan oleh rombongan atau perorangan ketempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pimpinan yang dianggap legenda. Contoh makam Bung Karno di Blitar, Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti di Candi Borobudur, Pura Besakih di Bali, Sendang Sono di Jawa Tengah dan sebagainya. 14. Wisata Bulan Madu Suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan, pengantin baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka. Peran penting yang dipegang oleh sektor pariwisata membuat sektor ini gencar mangalami pengembangan dari pemerintah. Banyak para ahli berpendapat bahwa sektor pariwisata kini menjadi salah satu sektor industri terbesar di dunia setelah minyak dan perdagangan senjata. Selain dapat meningkatkan pendapatan negara, sektor pariwisata dianggap perlu untuk dikembangkan karena akan membuat beberapa sektor lainnya ikut berkembang seperti disebutkan dalam GBHN 1999 bahwa pengembangan pariwisata akan ikut mendorong pemerataan kesempatan kerja, peningkatan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperkaya kebudayaan nasional, dan tetap mempertahankan kepribadian bangsa demi terpilihnya nilai-nilai agama, mempererat persahabatan antar bangsa, memupuk cinta tanah air, serta mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. Indikator pengembangan pariwisata dalam Afrianto (2013) terdiri dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, lama kunjungan wisatawan, peningkatan sarana dan prasarana pariwisata, aktivitas wisatawan serta jenis dan macam usaha berkaitan dengan pariwisata. Dalam hal pengembangan pariwisata dibutuhkan pengembangan secara menyeluruh dalam artian berjalan selaras dengan komponen pariwisata lainnya. Kegiatan pariwisata secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kepada aktor-aktor di dalamnya terutama bagi masyarakat. Dampak ini yang kemudian akan mempengaruhi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari entah itu menjadi semakin baik atau bahkan semakin buruk. Hal ini dikarenakan kegiatan pariwisata tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga memberikan dampak negatif, yang paling mudah dilihat adalah rusaknya lingkungan akibat penumpukan sampah atau pemanfaatan lahan yang tidak bersahabat dengan 6 ekologi. Pembangunan jalan raya, pembebasan tanah dan perubahan fungsi lahan merupakan beberapa contoh dampak pariwisata yang berpotensi untuk merusak ekologi. John M.Bryden (1973) dalam soekadijo (1997) membedakan dampak positif pariwisata menjadi empat yaitu : 1. Menyumbang neraca pembayaran Neraca pembayaran merupakan perbandingan antara semua mata anggaran yang diterima oleh negara dari negara-negara asing sebagai pemasukan dan semua anggaran yang harus dibayar kepada negara asing sebagai pengeluaran. 2. Menyebarkan pembangunan ke daerah-daerah non industri Daerah yang memiliki potensi pantai yang indah dan sejuk apabila daerah tersebut dikembangkan menjadi kawasan wisata, dibangunlah hotel-hotel, dibuat jalan yang bagus, muncuk tempat makan, dan sarana prasarana yang menunjang pariwisata sehingga terjadilah pembangunan. 3. Menciptakan kesempatan kerja Sarana pariwisata seperti hotel dan perusahaan perjalanan adalah usaha-usaha yang padat karya. Untuk perbandingan yang sering diterapkan di hotel-hotel di Indonesia untuk setiap kamar hotel dibutuhkan kira-kira 2 orang tenaga kerja. 4. Dampak pada pembangunan ekonomi pada umumnya melalui dampak penggandaan (multiplier effect) Sejumlah uang yang diterima dalam masyarakat akan menimbulkan beberapa transaksi yang jumlahnya tergantung pada kondisi ekonomi, misalnya uang Rp. 500.000,- yang akan beredar selama 10 kali, sehingga akibatnya didalam ekonomi masyarakat akan terjadi pertambahan uang beranda, proses seperti inilah yang disebut dampak penggandaan. Dilihat secara umum, dampak positif pengembangan pariwisata yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia sama yaitu bergesernya pola mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian atau pariwisata sehingga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Kesempatan kerja yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sebagai karyawan hotel, losmen/wisma, penginapan sederhana dan yang lainnya. Sedangkan dalam bidang usaha yang memberikan kesempatan kerja adalah kios cinderamata, warung, bar/restoran, café, toko dan swalayan. Sisanya adalah di bidang jasa seperti jasa perahu tradisional, penyewaan speedboat, penyewaan kano dan penyewaan berbagai alat wisata lainnya. Namun melihat kesempatan kerja dan usaha yang terbuka jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan adalah pekerjaan yang memang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Berkorelasi dengan tingkat pendidikan, Hilyana (2001) menyatakan lewat tesisnya di wilayah Lombok bahwa adanya peningkatan persepsi masyarakat terhadap pendidikan karena masyarakat sadar akan konsekuensi dari tuntutan pekerjaan sektor pariwisata yang membutuhkan keahlian dan pendidikan tinggi. Beberapa hasil penelitian tentang pariwisata memberikan gambaran bahwa sektor pariwisata tidak saja memberi dampak pada sektor sosial ekonomi masyarakat, tetapi juga memberi dampak pada sektor-sektor lain. Mantra (1993) menyebutkan bahhwa industri pariwisata akan mempercepat arus perubahan, karena wisatawan yang datang dengan berbagai budaya yang berbeda dan lebih lanjut akan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Perubahan sosial yang muncul bisa berupa diversifikasi pekerjaan dan pola pembagian kerja. Perubahan secara umum terjadi pada runtuhnya nilai-nilai lokal yang selama ini dipertahankan dan menjadi landasan hidup sebagian masyarakat adat akibat pariwisata. Misalnya pada Komunitas Kampung Adat Cireundeu berdasarkan tesis Tishaeni (2010) dimana dimensi kearifan lokal pada komunitas adat Cirendeu yang ditandai dengan dipeliharanya etika solidaritas yang dibangun oleh tata karma adat, berubah menjadi etika persaingan sebagai akibat perubahan sosial yang ikut menyertainya; orang saling beradu kekuasaan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya ketimbang menjunjung nilai-nilai solidaritas yang lebih mengutamakan kepentingan umum/orang lain. Pariwisata sendiri kemudian berdampak terhadap kependudukan dengan masuknya imigran-imigran dari luar negeri hingga bahkan memicu terjadinya urbanisasi. Urbanisasi adalah bagian dari kompleksitas perubahan-perubahan sosial seperti yang dikemukakan oleh Ogburn (Marius 2006). Bertambahnya jumlah penduduk berpotensi untuk menimbulkan konflik antara masyarakat lokal dan pendatang. Seperti yang diungkapkan Byczek (2011) dalam jurnalnya bahwa 7 sudah sering muncul ketegangan antara penduduk lokal di Bali dengan penduduk pendatang baik dari dalam maupun luar negeri. Adanya urbanisasi dapat menyebabkan terjadinya akulturasi budaya dan juga proses peniruan budaya dimana seseorang beradaptasi, mengalami dan mempelajari cara hidup di kota. Akhirnya semua aspek kota yang terinternalisasi dalam dirinya melalui suatu proses yang oleh Tarde dalam Marius (2006) dinamakan “imitation process” (proses peniruan). Perubahan struktur, sistem sosial, nilai, sikap dari bergaya lama (gaya desa) menjadi gaya baru (gaya kota) ini merupakan elemen-elemen perubahan sosial kemasyarakatan baik yang dianut secara individual maupun secara bersama-sama dalam suatu sistem sosial. Konsep Kesejahteraan Permasalahan yang ada dalam konsep kesejahteraan pada keluarga bukan hanya menyangkut permasalahan pada satu bidang saja melainkan terdapat berbagai bidang dalam kehidupan di dalamnya. Hal ini yang membuat indikator kesejahteraan serta cara pengukurannya menjadi hal yang sulit untuk ditetapkan. Karena banyak yang dipertimbangkan seperti keadaan demografis, geografis dan sebagainya. Konsep kesejahteraan menurut Sukirno (1985) adalah sesuatu yag bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda, sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Sajogyo (1984) dalam Gohong (1993) mengemukakan bahwa konsepsi kesejahteraan masyarakat atau keluarga didefinisikan sebagai penjabaran “Delapan Jalur Pemerataan” dalam Trilogi Pembangunan sejak Repelita III, yang meliputi peluang berusaha dan peluang bekerja sebagai jalur pembuka yang kemudian menentukan jalur tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan layanan kesehatan yang dapat dijangkau. BPS (2003) menentukan tingkat kesejahteraan menyangkut segi-segi yang dapat diukur (measurable well-fare). Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah : Pendapatan rumah tangga Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga Keadaan tempat tinggal Fasilitas tempat tinggal Kesehatan anggota rumah tangga Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi Kemudahan memasukan anak ke jenjang pendidikan Kehidupan beragama Rasa aman dari gangguan kejahatan Kemudahan dalam melakukan kegiatan olah raga Tingkat kesejahteraan sosial kemudian dapat diukur dengan melihat pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan atau aset rumah tangga lainnya. Sedangkan penilaian terhadap tempat tinggalnya sendiri berdasarkan jenis dinding, jenis lantai, jenis atap serta kepemilikan rumah. Untuk menilai kondisi kesehatan dapat dilihat dari kondisi sanitasi serta kondisi air minum, mandi, cuci dan kakus (BPS, 2003). Menurut Cahyat A (2004) mengemukakan bahwa indikator yang digunakan BKKBN dalam pentahapan keluarga sejahtera antara lain : 1) Pra sejahtera (sangat miskin) yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi satu atau lebih indikator yang meliputi : Indikator ekonomi : makan 2 kali sehari atau lebih sehari, memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas yang berbeda misalnya untuk bekerja, bersekolah dan lain-lain. Indikator non ekonomi antara lain melaksanakan ibadah, kemampuan berobat ke sarana kesehatan dan lain-lain. 2) Keluarga sejahtera I (miskin) adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tiidak dapat memenuh salah satu atau lebih indikator yang meliputi : 8 Indikator ekonomi antara lain minimal seminggu sekali keluarga makan daging atau ikan atau telur, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian baru serta luas lantai rumah paling kurang 8m² untuk tiap penghuni. Indikator non ekonomi antara lain ibadah yang teratur, sehat tiga bulan terakhir, memiliki penghasilan tetap, usia 10 - 60 tahun dapat baca tulis huruf latin, usia 6 – 15 tahun bersekolah, keluarga memiliki anak lebih dari 2 orang. 3) Keluarga sejahtera II adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : memiliki tabungan keluarga, makan bersama sambil komunikasi, mengikuti kegiatan masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali), meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV dan majalah; serta menggunakan sarana transportasi. 4) Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi beberapa indikator dalam tahapan keluarga sejahtera II, tetapi belum dapat memenuhi beberapa indikator lain, yakni aktif memberikan sumbangan material secara teratur, serta aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. 5) Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi beberapa indikator yang meliputi antara lain aktif memberikan sumbangan material secara teratur, serta aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. Pentingnya melihat pendidikan dan kesehatan juga menjadi unsur penting dalam kesejahteraan terutama kesejahteraan masyarakat. Unsur pendidikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai segi salah satunya adalah banyaknya jumlah penduduk yang dapat mengenyam pendidikan. Semakin banyak penduduk yang dapat mengenyam pendidikan maka semakin sejahtera atau semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah dicapainya juga dapat dikatakan semakin sejahtera masyarakat disana. Untuk keadaan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari sehat atau tidaknya setiap anggota masyarakat secara medis serta melihat segi kemudahan masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan yang ditunjukan dengan jumlah relatif pusat kesehatan dengan jumlah penduduk yang harus mendapat pelayanan kesehatan. Perubahan Sosial Budaya Dinamika dan perkembangan manusia selalu terjadi sejalan dengan perubahanperubahan yang terjadi pada sekitarnya. Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang terus mencari kepuasan dan selalu berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena tuntutan ini, manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan rasional selalu berpikir untuk menghadapi tuntutan-tuntutan ini. Dengan begitu maka perubahan sosial akan terjadi. Pada dasarnya perubahan sosial menurut Gillin dan Gillin adalah suatu variasi dari caracara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat (Soekanto, 1990). Pengertian ini menunjuk pada dinamika masyarakat dan reaksinya terhadap lingkungan sosialnya baik menyangkut tentang cara ia hidup, kondisi alam, cara ia berkebudayaan, dinamika kependudukan maupun filsafat hidup yang dianutnya setelah ia menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya. Menurut Prof. Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya. Pengertian perubahan sosial menurut Soemardjan ini tidak berbeda jauh dengan Kingsley Davis yang mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Soekanto, 1990). Ketika struktur masyarakat berubah, maka fungsi dan peran, pola pikir dan pola sikap masyarakat pun berubah. Pengertian perubahan sosial menurut Soemardjan dan Davis ini erat sekali kaitannya dengan pandangan klasik Durkheim (Kamanto, 2000) tentang perkembangan masyarakat dari sistem yang berkarakteristik mekanik (yang penuh kekeluargaan, keintiman, masing-masing orang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa memerlukan bantuan orang, belum adanya spesialisasi pekerjaan, adanya kesadaran kolektif bersama) ke sistem masyarakat yang berkarakteristik organik. Perubahan sosial sebagai modifikasi pola-pola kehidupan manusia seperti yang dikatakan oleh Koenig di atas 9 terjadi pada struktur kelembagaan dan sistem sosial desa. Kehidupan manusia desa tidak lagi statis, melainkan dinamis, bertumbuh, dan berkembang sebagai sebuah organisme sosial. Dieter Evers (1980) dalam Salim (1990) berhasil merekonstruksi berbagai temuan empiris di Asia Tenggara mengenai perubahan sosial. Secara garis besar ada lima konsep utama mengenai teori dasar dinamika perubahan sosial di Asia Tenggara : Teori Ganda Masyarakat, Teori Kemajemukan Masyarakat, Teori Longgarnya Struktur Masyarakat, Teori Involusi dan Teori Industrialisasi atau Modernisasi. Evers memahami perubahan sosial di Asia Tenggara dengan penilaian yang diambil akibat adanya pengaruh dari faktor eksternal atau “pengaruh luar” terhadap sendi-sendi kehidupan internal (unsur produktivitas masyarakat tradisional, sikap mental, kemampuan organisasi, ragam etnik, munurnya sektor ekonomi dan pengaruh modernisasi). Sektor pariwisata secara cepat atau lambat juga mendorong terjadinya pembangunan hingga industrialisasi atau modernisasi. Pembangunan dapat merubah berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat diantaranya dapat merubah alokasi sumber-sumber ekonomi, proses distribusi manfaat dan proses akumulasi sumberdaya yang pada gilirannya mennyebabkan peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan (Sumodiningrat, 1996). Dalam hal ini pembangungan menjadi fenomena yang kompleks karena membutuhkan interaksi yang baik antara alam, sosial, ekonomi, dan faktor politik. Menurut Kasiyanto (1984) pembangunan merupakan proses perubahan sosial budaya. Baik berdampak positif ataupun negatif, pembangunan mendorong terjadinya perubahan sosial budaya lewat adanya modernisasi atau industrialisasi. Proses modernisasi tidak hanya berarti pembangunan infrastruktur, keterbukaan komunikasi dan informasi, tapi berdampak lebih dari itu. Dengan adanya modernisasi juga akan mendorong terjadinya transformasi struktural (dari segi ekonomi) juga transformasi kultural ( perubahan perilaku baik sikap, keterampilan dan pengetahuan). Perilaku diartikan sebagai pola tindakan sebagai bentu respon terhadap obyek yang ada disekitar lingkungannya. Perilaku terdiri dari tiga komponen yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Sikap memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dalam menentukan perilaku manusia terhadap sesama dan lingkungan sosialnya. Hal-hal yang berasal dari sikap pada masyarakat yang sudah dilakukan secara terus-menerus bahkan turun-temurun kemudian tumbuh menjadi budaya. Koentjaraningrat (1977) mengemukakan bahwa orientasi nilai budaya masyarakat yang ditunjukan oleh persepsinya terhadap masalah kebutuhan dasar dalam hidupnya, sesungguhnya mempengaruhi perilaku seseorang terjadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupannya. Redfield (1976) mengemukakan bahwa pada masyarakat yang tertutup cenderung menyerahkan hidupnya oada nasib, sehingga terlalu pasrah. Pendapat Redfield merupakan salah satu aspek budaya pada masyarakat dan berpotensi untuk mengalami perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya yang terjadi akibat pembangunan, modernisasi ataupun pengembangan pariwisata pada umumnya adalah mulai memudarnya nilai sosial masyarakat, berkurangnya kekuatan berbagai norma-norma sosial sebagai pengikat dan pengatur masyarakat, sehingga mennimbulkan perilaku menyimpang serta ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain sebagai sistem intervensi pembangunan yang kurang proporsional (Soetomo, 1995). Menurut Hadi (1995) dalam Yuginta (2009) perubahan yang terjadi dapat meliputi beberapa aspek, antara lain : 1. Cara Hidup (way of life), bagaimana manusia itu hidup, bekerja dan berinteraksi satu dengan yang lainnya 2. Aspek budaya, termasuk di dalamnya sistem nilai, norma dan kepercayaan 3. Komunitas, termasuk di dalamnya struktur penduduk, kohesi sosial, stabilitas mayarakat, estetika, sarana dan prasarana yang diakui sebagai publik fasilitas oleh masyarakat yang bersangkutan Dampak sosial budaya akan selalu terjadi seiring dengan adanya pembangunan terlebih dalam pengembangan pariwisata karena dampak sosial dan budaya pada umumnya disebabkan adanya interaksi antara dua atau lebih masyarakat dari sistem sosial yang berbeda sehingga berpotensi terjadinya pertukaran budaya atau akulturasi. Dalam hal ini individu dengan sistem sosial yang lebih kompleks akan mempengaruhi individu dengan sistem sosial yang sederhana ataupun sebaliknya (Rachman 1986). 10 Sikap Sikap akan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang melalui caranya berperilaku sehari-hari terhadap sesama atau lingkungan. Rakhmat (2001) menjabarkan sikap sebagai kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Selain mempengaruhi perilaku, sikap juga dapat mempengaruhi pandangan atau persepsi individu terhadap suatu masalah yang ada dalam ruang lingkup sosialnya. Azwar (2005) memandang bahwa sikap merupakan korelasi antara ketiga komponen sikap yang saling bertautan pada ranah kognitif, afektif dan konatif pada suatu objek dan kemudian membantu menentukan sikap terhadap objek tersebut.Namun disisi lain, adanya ketidakpuasan terhadap atas penjelasan mengenai inkonsistensi antara ketiga komponen yang membentuk sikap, maka beberapa ilmuan seperti La Piere dan Calhoun dalam Azwar (2005), mengatakan bahwa dalam menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek perlu untuk adanya pembatasan konsep sikap hanya pada aspek afektif saja. Karena pada akhirnya sikap hanya dilihat sebagai tindakan yang bukan merupakan aspek inti pada individu. Sikap tidak terbentuk dengan sendirinya karena dipengaruhi karakteristik yang ada dalam individu itu sendiri. Azwar (2005) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, serta faktor emosi dalam diri individu. Soebiyanto (1998) menyatakan bahwa karakteristik sosial-ekonomi seperti tingkat pendidikan, umur, kekosmopolitanan dan tingkat kemampuan ekonomi mempengaruhi masyarakat desa dalam menanggapi ide atau informasi terhadap suatu hal. 2.2. KERANGKA PEMIKIRAN Kegiatan pariwisata sangat besar memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan negara sehingga menjadi salah satu sektor industri yang gencar dikembangkan. Sebagai salah satu negara yang memiliki luas hutan terbesar di dunia membuat Indonesia juga memiliki banyak sekali ragam fauna di dalamnya. Hal ini mendorong terbentuknya Taman Safari Indonesia sebagai perpaduan antara wisata alam dengan kebun wisata modern dan kemudian tumbuh menjadi salah satu Objek Daerah Tujuan Wisata di Indonesia khususnya di Desa Cibereum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Namun dengan berkembangnya pariwisata Taman Safari Indonesia kemudian banyak memberikan dampak bagi masyarakat sekitar baik itu dampak positif maupun negatif. Berkembangnya TSI di Desa Cibereum membuat banyak wisatawan datang untuk menikmati keanekaragaman fauna yang terdapat di dalamnya. Hal ini membuat peluang terjadinya interaksi antara masyarakat lokal dengan wisatawan semakin tinggi sehingga kemudian dapat memicu perubahan-perubahan sosial budaya dalam aspek-aspek tertentu. Terjadinya peningkatan kesejahteraan dan perubahan sosial budaya sebagai dampak dari keberadaan TSI juga akan membentuk sikap individu terhadap keberadaan TSI itu sendiri. Sikap yang terbentuk ini dipengaruhi beberapa faktor dari karakteristik individu, antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Yang kemudian secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada gambar di bawah ini. 11 Keberadaan Taman Safari Indonesia Masyarakat Lokal Sosial Budaya Pergeseran Nilai Budaya Perubahan Gaya Hidup Kekuasaan dan Kewenangan Pemimpin Informal Kohesi Sosial Sikap Individu Tingkat Kesejahteraan Karakteristik individu Pendapatan Akses Kesehatan Akses Pendidikan Hak Kepemilikan - Usia Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Keterangan : : : : Dianalisis dengan pendekatan kualitatif Menyebabkan Terdiri dari Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian yang didapatkan ialah: 1. Ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesejahteraan sebelum dan setelah berkembangnya Taman Safari Indonesia pada masyarakat Desa Cibereum. 2. Terjadi perubahan sosial budaya akibat pengembangan Taman Safari Indonesia. 3. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan sikap terhadap keberadaan Taman Safari Indonesia 2.4. DEFINISI KONSEPTUAL Hak kepemilikan merupakan aset, tanah, rumah atau kendaraan yang dimiliki sebelum dan sesudah adanya Taman Safari Indonesia. Kekuasaan dan kewenangan pemimpin informal adalah bagaimana peran dan status pemimpin adat dalam suatu daerah dipandang oleh masyarakatnya. 12 Nilai-nilai budaya adalah nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Gaya hidup (Lifestyle) adalah cara khas kehidupan seseorang, kelompok, atau budaya. Gaya hidup biasanya mencerminkan sikap individu, nilai-nilai atau pandangan dunia. Kohesi sosial merupakan kemampuan suatu kelompok untuk menyatu, dan merupakan hasil dari hubungan individu dan lembaga. 2.5. DEFINISI OPERASIONAL Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Berdasarkan data yang diperoleh usia maksimal responden adalah 59 tahun dan usia minimal 18 tahun, Digolongkan menjadi tiga berdasarkan data emik pada saat penelitian. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dengan penilaian sebagai berikut : a. Tua : usia responden 47-60 tahun b. Dewasa : usia responden 33-46 tahun c. Muda : usia responden 18-32 tahun Pendapatan menurut Badan Pusat Statistik adalah pendapatan / penghasilan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja / pekerja (upah dan gaji, keuntungan / untung, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). Jadi, diketahui sejahtera bila pendapatan kepala keluarga lebih dari Rp.900.000 per bulan dan diketahui tidak atau kurang sejahtera bila pendapatan kurang dari Rp.100.000, sebagai mana dikemukakan oleh Komarudin (1997:62-63) adalah: 1) Kurang dari Rp.150,000 = Penghasilan sangat rendah 2) Rp.150,000-Rp.300,000 = Penghasilan rendah 3) Rp.300,000-Rp.450,000 = Penghasilan menengah 1 4) Rp.450,000-Rp.600,000 = Penghasilan menengah 2 5) Rp.600,000-Rp.750,000 = Penghasilan menengah 3 6) Rp.750,000-Rp.900,000 = Penghasilan tinggi 1 7) Rp.900,000-Rp.3,000,000 = Penghasilan tinggi 2 8) Lebih dari Rp.3,000,000 = Penghasilan tinggi 3 Kemudian dikelompokan kembali menjadi : a. Kurang dari Rp.300,000 = Penghasilan rendah b. Diatas Rp.300,000 – Rp.750,000 = Penghasilan Menengah c. Lebih dari Rp.750,000 = Penghasilan Tinggi Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden, dikategorikan menjadi SD, SMP, SMA. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dengan penilaian sebagai berikut: a) Rendah untuk tingkat SD b) Menengah rendah untuk tingkat SMP/Sederajat c) Menengah untuk tingkat SMA/Sederajat d) Tinggi untuk tingkat D3/S1/S2/S3 13 Sikap adalah kecenderungan individu dalam menanggapi sesuatu yang terjadi. Sikap terhadap pengembangan pariwisata adalah kecenderungan individu dalam menanggapi keberadaan Taman Safari Indonesia. Pengukuran ini akan dilakukan dengan menggunakan Skala Likert; Sangat Setuju (5), Setuju (4), ragu-ragu (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju (1). Yang kemudian digolongkan secara ordinal menjadi : a) Sikap positif, total skor 80 – 100 b) Sikap netral, total skor 50 – 79 c) Sikap negatif, total skor 20 - 49 Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemampuan masyarakat dalam menjangkau dan memperoleh layanan kesehatan. Pengukuran ini dilakukan menggunakan skala ordinal 1-10 dimana 1 merupakan penggambaran akses kesehatan yang sulit dan 10 adalah mudah mengakses layanan kesehatan. Akses terhadap pendidikan adalah kemampuan masyarakat dalam menjangkau layanan pendidikan atau menyekolahkan anaknya setelah berkembangnya TSI yang dibandingkan dengan sebelum berkembangnya TSI di Desa Cibereum. Pengukuran ini dilakukan menggunakan skala ordinal 1 - 10 dimana 1 merupakan penggambaran akses pendidikan yang sangat sulit dan 10 adalah kemudahan mengakses pendidikan. 3. PENDEKATAN LAPANGAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif yang akan dilakukan merupakan penelitian survei. Metode kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab bagaimana pengaruh pengembangan pariwisata terhadap tingkat kesejahteraan dan pembentukan sikap terhadap keberadaan Taman Safari Indonesia di Desa Cibereum. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan observasi yang bertujuan untuk memperkuat data penelitian kuantitatif. 3.1. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilakukan di Desa Cibereum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya ialah: 1. Di Desa Cibereum terdapat lokasi wisata Taman Safari Indonesia yang merupakan taman safari pertama dan terbesar di Indonesia 2. Adanya Taman Safari Indonesia yang tidak hanya dikunjungi turis lokal tapi juga dari mancanegara berpotensi untuk memicu adanya akulturasi pada masyarakat lokal sehingga memungkinkan terjadi perubahan sosial budaya. Febuari Maret April Mei Juni Juli Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi 14 Pengambila n Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2014 3.2. TEKNIK PENGAMBILAN INFORMAN DAN RESPONDEN Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah masyarakat lokal yang tinggal di wilayah Desa Cibereum. Responden akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili masyarakat secara umumnya dimana responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Alasan pemilihan unit analisa ini dikarenakan untuk mengetahui keadaan sosial budaya maupun peningkatan kesejahteraan pada masyarakat setempat serta melihat sikap terhadap keberadaan Taman Safari Indonesia. Pemilihan responden menggunakan teknik stratified random sampling yang dikarenakan keadaan masyarakat yang heterogen dan dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan serta tingkat pendapatan. 3.3. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Wawancara mendalam diberikan kepada informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan pemikiran responden yang berhubungan dengan pertanyaan. Data sekunder diperoleh baik dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa, kantor kecamatan maupun dari instansi-instansi lainnya. Data sekunder juga diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya 3.4. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010 dan SPSS. for windows 20.0. Data mengenai tingkat kesejahteraan akan diolah menggunakan metode uji beda dengan membandingkan kesejahteraan sebelum dan setelah berdirinya Taman Safari Indonesia. Sedangkan data sikap akan diolah menggunakan tabulasi silang. Hubungan antara 15 baris dan kolom dianalisis menggunakan uji Rank Spearman dan menggunakan uji beda Chi square untuk membandingkan kesejahteraan sebelum dan sesudah berkembangnya Taman Safari Indonesia. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan yang nyata antara variabel dengan data berbentuk ordinal, seperti untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen) yang ada pada penelitian ini. 16 DAFTAR PUSTAKA Azwar S. 2005. Sikap manusia : Teori dan pengukurannya. Yogyakarta [ID] : Pustaka Belajar Byczek C. 2011. Blessings for All? Community-Based Ecotourism in Bali Between Global, National, and Local Interests – A Case Study. [internet]. 4(1):81-106. Dritasto A, Anggraeni AA. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat di Pulau Tidung. [internet]. [diunduh tanggal 30 Desember 2013]. 20(10):1-8. Dapat diunduh dari http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaloka/article/download/102/64. Faidillah E. 1994. Perubahan Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong Akibat Kegiatan Industri. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 30 Desember 2013]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/21437/1994efa.pdf?sequence=1. Hilyana S. 2001. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Karakteristik Kultural dan Struktural Masyarakat Lokal ( Studi Kasus di Kawasan Wisata Bahari Lombok Barat Propinsi NTB ). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [internet]. [diunduh tanggal 23 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/16052/A03dim.pdf?sequence=2 Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia, Jakarta. Kushendrawati SM. 2006. Masyarakat Konsumen Sebagai Ciptaan Kapitalisme Global: Fenomena Budaya Dalam Realitas Sosial. [internet]. [diunduh tanggal 7 Desember 2013]. 10(2):4957. Dapat diunduh dari : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/4540fb7822a695f9debee4568fde90ea27de401 8.pdf. Marius JA. 2006. Perubahan Sosial. [internet]. [diunduh tanggal 7 Desember 2013]. 2(2):125-132. Dapat diunduh dari : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/view/2190/1219. Prayogi PA. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran. [internet]. [diunduh tanggal 7 Desember 2013]. 1(1):64-79. Dapat diunduh dari : http://www.triatmajaya.triatma-mapindo.ac.id/files/journals/2/articles/19/public/19-62-1PB.pdf. Rakhmat J. 2001. Psikologi komunikasi. Cetakan ke 16. Bandung [ID] : Renja Kesdakarya. Setiawan IK. 2011. Dampak Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Pemanfaatan Pura Tirta Empul Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya. [ulasan]. [internet]. [Diunduh tanggal 7 Desember 2013]. Dapat diunduh dari : http://lppm.unud.ac.id/wp-content/uploads/Dampak-SosialEkonomi-dan-Sosial-Budaya-...-oleh-I-Kt.-Setiawan.pdf. Sidarta IWT. 2002. Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Kondisi lingkungan, Sosial dan Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus Kawasan Pariwisata Sanur, Denpasar-Bali). [Tesis]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. [internet]. [diunduh tanggal 7 Desember 2013]. Dapat diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/10986/1/2002MIL1729.pdf. Singarimbun M, Efendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3S 17 Soebiyanto FX. 1998. Peranan kelompok dalam mengembangkan kemandirian petani dan ketanguhan berusaha tani. [disertasi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor. Soekanto S. 2006. Sosiologi : suatu pengantar. Jakarta [ID] : Raja Grafindo Tishaeni H. 2010. Keberlanjutan Komunitas Adat Kampung Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [internet]. [diunduh tanggal 30 Desember 2013]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41066. Yuginta D. 2009. Dampak Pengembangan Kawasan Tambak Udang Terhadap Sosial, Ekonomi, Budaya dan Lingkungan Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Kawasan Tambak Udang PIR PT. CP Bahari Lampung) 18 Lampiran 1. Kuesioner KUISIONER Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Tingkat Kesejahteraan dan Sosial Budaya Masyarakat Lokal Peneliti bernama Ferdi Tri Wahyudi, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu dan Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu dan Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Jenis Kelamin* Usia Alamat Pendidikan Terakhir No. HP/Telp. : ……………………………………………...…… :L/P : …………tahun : …………………………………………………... : …………………………………………………... : …………………………………………………... * Lingkari salah satu jawaban yang sesuai! PETUNJUK PENGISIAN : 1. Isilah sesuai dengan pertanyaan yang diajukan 2. Berikan angka 1 – 10 dimana angka 1 adalah paling buruk dan angka 10 adalah paling bagus 3. Jika ada tanda *) lihat keterangan di bawah tabel 1. Tingkat Kesejahteraan A. Pendapatan Aspek Nilai Sebelum ada TSI Setelah ada TSI Besarnya pendapatan perbulan B. Akses Kesehatan Aspek Nilai Sebelum ada TSI Setelah ada TSI Pergi ke dokter umum ketika sakit Pergi ke rumah sakit ketika sakit Pergi ke pengobatan alternatif ketika sakit C. Akses Pendidikan Aspek Menyekolahkan anak hingga tingkat SMP/sederajat Menyekolahkan anak hingga tingkat SMA/sederajat Menyekolahkan anak hingga tingkat perguruan tinggi S1/Diploma D. Hak Kepemilikan* Nilai Sebelum ada TSI Setelah ada TSI 19 Aspek Nilai Sebelum ada TSI Setelah ada TSI Memiliki sepeda motor Memiliki mobil Memiliki tanah Memiliki televisi Memiliki kompor gas Memiliki kipas angin Keterangan : kolom nilai diisi dengan jumlah barang yang dimiliki 2. Sikap terhadap Keberadaan Taman Safari PETUNJUK PENGISIAN : 1. Isilah sesuai dengan pertanyaan yang diajukan 2. Beri tanda (X) pada kolom yang disediakan dengan keterangan sebagai berikut : a. SS = Sangat Setuju b. S = Setuju c. R = Ragu-ragu d. TS = Tidak Setuju e. STS = Sangat Tidak Setuju No. Pernyataan 1. 2. 3. 4. TSI membawa banyak dampak baik bagi saya Semenjak ada TSI, saya bisa membuka usaha baru Saya mendukung keberadaan TSI di Desa Cibereum Pihak TSI memperhatikan kesejahteraan masyarakat desa Saya merasa terbantu dengan adanya TSI TSI meningkatkan pendapatan saya Adanya TSI membuat saya bisa menyekolahkan anak saya Adanya TSI memberi pekerjaan baru untuk saya TSI memperhatikan kelestarian lingkungan Keberadaan TSI mendukung usaha yang saya jalankan TSI tidak membawa dampak yang baik bagi saya TSI membuat masyarakat meninggalkan adat setempat TSI merusak lingkungan sekitar Semenjak adanya TSI, banyak warga pindah dari Desa Cibereum Banyak lahan pertanian rusak semenjak adanya TSI Semenjak ada TSI, tingkat kriminalitas meningkat TSI mengganggu masyarakat saat malam hari TSI menghambat usaha milik saya Saya harus menjual tanah saya untuk pembangunan TSI Pihak TSI tidak ramah terhadap warga sekitar 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. SS S R TS STS