bursa komoditi dalam perspektif hukum islam

advertisement
BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
NURLAILA
107043101983
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H /2014 M
ii
iii
iv
ABSTRAK
Nurlaila, 107043101983, “BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM”.Skripsi Strata Satu (S1) Konsentrasi Perbandingan Mazhab
Fikih Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.
Tujuan penulisan skripsi adalah untuk mengetahui proses transaksi jual
beli dalam bursa komoditi, faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam
bursa komoditi dan mengetahui pandangan dalam hukum Islam tentang bursa
komoditi.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan objek penelitian dengan
metode normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan-bahan pustaka dan internet.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrak berjangka
memiliki pengertian mirip dengan kontrak forward yaitu sebuah kontrak untuk
membeli atau menjual suatu komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga
yang telah ditetapkan sekarang karena transaksi semacam kontrak berjangka jelas
memperdagangkan sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan
oleh segelintir orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis
terbesar di dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah
uang yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi
maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan kontribusi
langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya kesejahteraan
masyarakat.
Kata kunci
: Kontrak, Gharar, dan Perdagangan Bursa Berjangka
Pembimbing
: Dr.H.Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc,MA
Daftar Pustaka : Tahun 1372 s.d.Tahun 2013
v
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih
terdapat kekurangan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya menuju kehidupan
bahagia di dunia dan akhirat.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang
terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan
terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala kepedulian mereka yang telah
memberikan berbagai bentuk bantuan baik berupa sapaan moril, kritik, masukan,
dorongan semangat, maupun sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. JM.Muslimin, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M,Ag., dan Bapak Fahmi Muhammad
Ahmadi, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum.
3. Bapak Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc.MA., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan waktu luang, motivasi serta pikiran untuk
vi
memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak.
4. Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum,
Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Umum Islam Iman Jama’ yang telah memberikan pinjaman
buku kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang, Ayahanda H.Ahmad
Thofandi, Ms., BA., dan Ibunda Hj.Siti Sarah yang telah memberikan doa,
motivasi dan dukungannya baik dalam bentuk materil dan immateril, dan juga
nasihat yang disampaikan selalu memberikan cahaya inspirasi dalam melewati
setiap langkah kehidupanku. Penulis memohon maaf atas segala perilaku
penulis yang tidak berkenan di hati, penulis juga mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga atas kasih dan sayang keduanya kepada penulis yang telah
merawat dan membesarkan dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan kasih
sayang.
7. Kakak-kakak penulis yang tersayang Ahmad Shobirun, Nur Salim, Siti
Rofi’ah Nurul Husna,Ridlwanullah dan Nurur Rahmah dan kepada kakakkakak iparku Elin Miranti, Nur Aulia, Angka Utama, Lathifah dan Anshori
yang telah memberikan sindiran-sindirannya yang memberikan semangat
kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini.
vii
8. Suami tercinta Muzakir Imam Rifa’i yang telah memberikan doa, motivasi
dan semangat kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini baik dalam
bentuk materil dan immateril. Dan yang selalu menemani kehidupan penulis
baik dalam suka maupun duka.
9. Ibu Mertua penulis, Aisyah dan Segenap Keluarga Besar suami penulis, yang
tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan
kepada
penulis agar menyelesaikan skripsi ini.
10. Nenek penulis, Hj. Sri Habibah, Paman penulis, Zikri dan Harisun Alaikum
dan Bibi-Bibi penulis, Siti Maryam, Nurhidayati,S.Pd., Fatimah S.Pd., dan Sri
Hastuti, yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis
agar menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya mahasiswa Perbandingan Mazhab Fikih Kelas A angkatan
2007 yang saya tidak sebutkan satu persatu.
Terima kasih atas semua bantuan yang tak akan penulis lupakan.
Semoga silaturahmi kita dapat terus terjalin dan semoga Allah Swt.
memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas seluruh
bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.Amiiin.
Jakarta: 08
08
Mei
Rajab
Penulis
viii
2014 M
1435 H
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK .........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I :
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
7
D. Metode Penelitian.....................................................................
8
E. Review Studi Terdahulu ........................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11
BAB II
: LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI ... 13
A. Akad ......................................................................................... 13
1. Pengertian Akad ................................................................. 13
2. Rukun-Rukun Akad ........................................................... 14
3. Syarat-Syarat Akad ............................................................ 15
4. Macam-Macam Akad ......................................................... 15
5. Hal-hal yang dapat Merusak Akad .................................... 16
ix
6. Berakhirnya Akad .............................................................. 19
B. Jual Beli.................................................................................... 20
1. Pengertian Jual Beli............................................................ 21
2. Dasar Hukum Jual Beli ...................................................... 21
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................ 22
4. Macam-Macam Jual Beli ................................................... 24
5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli ....................................... 31
BAB III
: GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA .. 33
A. Pengertian Pasar Modal…… ................................................... 39
B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka..................................... 41
C. Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa .................................... 43
D. Jenis – Jenis Bursa ................................................................... 45
E. Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi) ............. 48
F. Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka ................................. 49
G. Visi dan Misi Bursa Komoditi ................................................. 50
H. Produk Bursa Komoditi ........................................................... 52
BAB IV
: TINJAUAN
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
BURSA
KOMODITI BERJANGKA........................................................ 55
A. Risiko Pasar.............................................................................. 55
B. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko pada Bursa
Komoditi .................................................................................. 56
C. Prinsip-Prinsip Islam Dalam Perdagangan .............................. 62
D. Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam . 64
x
BAB V
: PENUTUP ..................................................................................... 87
A. Kesimpulan .............................................................................. 78
B. Saran-saran ............................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman, saat ini banyak sekali ditemukan
berbagai jenis transaksi keuangan Islam berkembang mulai dari yang paling
sederhana hingga yang konsepnya sangat kompleks. Mulai dari industri
perbankan syari‟ah, asuransi syari‟ah, pasar modal dan bursa efek.1 Selain itu
Indonesia juga memiliki bursa komoditi berjangka yang dikenal dengan Bursa
Berjangka Jakarta (BBJ) yang baru mendapat ijin resmi sejak 21 November
2000 dan memulai kegiatan transaksi secara resmi pada tanggal 15 Desember
2000. Pasar barang berjangka atau Bursa Berjangka adalah badan usaha yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/ atau sarana untuk kegiatan
jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Kontrak
Berjangka.
Bursa komoditi merupakan tempat pertemuan antara permintaan dan
penawaran komoditas dan derivatifnya. Pihak penjual dan pihak pembeli
barang-barang komoditas bertemu di bursa tersebut. Selain pembeli dan
penjual, ada pula pedagang perantara yang dikenal dengan komisioner dan
makelar. Komisioner mengambil posisi sendiri, sedangkan makelar tidak
dapat memegang posisi.2
1
Soewardi Yusuf, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi Likuiditas
Pada Perbankan Syariah, (Jakarta:Karim review, special edition January 2008), h.6.
2
Bursa Komoditi, diakses pada 9 Desember 2010 dari http://id.wikipedia. org/wiki
/Komoditi
1
2
Komoditi yang umumnya ditransaksikan adalah CPO (crude palm
oil/ minyak sawit mentah), logam (emas, perak, nikel) dan juga kontrak
berjangka yang menggunakan komoditi sebagai aset acuannya. Kontrak
berjangka ini mencakup harga spot, kontrak serah atau kontrak berjangka.3
Spekulator juga melakukan pembelian dan penjualan kontrak
berjangka untuk mendapatkan keuntungan dan menyediakan likuiditas
terhadap sistem perdagangan berjangka. Pengenalan komoditi sebagai barang
dagangan atau bahan yang memiliki nilai ekonomis. Sejarah dari perdagangan
komoditi mulai dari awalnya di Eropa kemudian berkembang ke Amerika dan
Asia diteruskan dengan pembahasan lebih lanjut dari sistem perdagangan
komoditas, dari mulai pelaku pasarnya, siklus perdagangannya dan prospek
perdagangannya berdasarkan hasil survey.
Bursa komoditi (Commodity Exchange) ialah suatu asosiasi atau
gabungan pedagang-pedagang yang mengadakan pasaran yang terurus dan
teratur untuk pembelian dan penjualan komoditi tertentu. Komoditi yang
diperdagangkan itu tidak dibawa ke tempat transaksi dan tentang benar adanya
komoditi
disaksikan
atau
dinyatakan
oleh
dokumen-dokumen
yang
menerangkan banyaknya serta mutunya. Perdagangan dalam Commodity
Exchange pada mulanya adalah tujuan hedging (lindung nilai) melalui
pembelian serta penjualan dengan syarat penyerahan di kemudian hari apa
yang dikenal dengan future trading.
3
“Bursa Komoditi”,diakses pada 9 Desember 2010 dari http://id.wikipedia.
org/wiki /Komoditi
3
Lazimnya, sistem perdagangan ini, pembeli (buyer) tidak melihat
secara
langsung
jenis
barang
(komoditi)
yang
biasanya
banyak
diperdagangkan dalam bursa ini adalah CPO (crude palm oil, minyak sawit
mentah), logam (emas, perak, nikel), dan bahan-bahan baku serta hasil-hasil
bumi lainnya yang dapat digolongkan dengan cermat berdasarkan mutu
(kualitasnya). Dalam hal ini, pembeli melalui sebuah komisi dagang tertentu
dapat mengetahui sifat, jenis dan mutu barang yang ditransaksikan. Dengan
kemajuan teknologi telekomunikasi, pelaksanaan transaksi dapat dilakukan
dengan menggunakan telex, fax, telepon dan internet. Kesepakatan antara
pembeli dan penjual terhadap ketentuan harga jual beli suatu komoditi
pertanda transaksi telah mencapai final, yang dilanjutkan dengan penyerahan
barang di kemudian hari (future). Atau customer dapat menyimpannya pada
commision house sebagai stock commodity yang dapat dijadikan objek
transaksi oleh customer lainnya.4
Future trading oleh para produsen dijadikan sarana untuk melakukan
hedging, yaitu strategi untuk mengurangi resiko yang diakibatkan oleh
fluktuasi harga. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya, para spekulator
atau spekulan dari pemilik modal mulai melihat bahwa kontrak ini sangat
menarik untuk dikembangkan menjadi instrumen untuk spekulasi. Seorang
spekulator dapat saja membeli kontrak futures untuk penyerahan di masa
datang dan mulai spekulasi dengan perkiraan harga komoditas pada saat
penyerahan. Sehingga dalam hal ini para spekulator mengambil alih resiko
4
Ustadz Setiawan Budi Utomo,”Hukum Bursa Berjangka (Future Market) &
Bursa Commodity (Commodity Exchange)” diakses pada April 2009 dari
http://ustadzbu.blogspot.com/2009/04/hukum-bursa-berjangka-future-market.html
4
dari para petani. Sejak saat itulah terjadinya futures market sebagai pasar
untuk spekulasi para spekulan.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi sebagai landasan hukum pelaksanaan perdagangan berjangka (future
trading) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi yang
penyerahannya dilakukan kemudian berdasarkan kontrak berjangka atau opsi
atas kontrak berjangka. Perdagangan berjangka berlangsung hanya di pasarpasar yang terorganisasi atau dikenal sebagai Bursa Berjangka.
Di Indonesia telah beroperasi Bursa Komoditi Berjangka. Komoditi
pertanian dibeli secara pesanan, artinya uang dibayar di muka sedangkan
barang diterima kemudian. Di pedesaan pun transaksi jenis ini banyak ditemui
dan dikenal sebagai jual beli ijon. Tentu saja ijon sangat berbeda dengan
Bursa Komoditi Berjangka, karena dalam jual beli ijon terdapat gharar
(ketidakjelasan/ ketidakpastian) akan kuantitas yang diperjualbelikan. Gharar
sendiri didefinisikan sebagai suatu jual beli dimana penjual tidak tahu apa
yang dijual dan pembeli tidak tahu apa yang dibeli. Dalam jual beli komoditi
berjangka di pasar primer, memang tidak terdapat gharar, oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa jual beli komoditi berjangka boleh dilakukan. Secara fikih,
jual beli komoditi berjangka di pasar primer dapat dikategorikan sebagai Bai‟
as-Salam yang halal hukumnya.
Namun demikian, yang terjadi di bursa komoditi berjangka bukanlah
jual beli komoditi berjangka di pasar primer. Yang terjadi adalah jual beli
komoditi berjangka di pasar sekunder, artinya seseorang membeli komoditi
5
pertanian secara future (uang diserahkan di awal, barang diterima kemudian),
kemudian barang yang belum diserahterimakan tersebut ia jual pada investor
di bursa komoditi berjangka. Secara fikih ini berarti jual beli Salam, yaitu
menjual barang yang belum diserahterimakan. Nah bila demikian keadaannya,
transaksi ini haram dilakukan, bukan karena terdapat gharar dalam transaksi di
pasar primernya, namun karena tidak dibolehkan menjual barang yang belum
diserahterimakan sebagaimana terjadi di pasar sekunder. Begitu pula transaksi
lain di bursa komoditi berjangka di mana pembayarannya tidak dilakukan
dengan uang tunai, namun dibayar dengan utang. Ini pun diharamkan karena
mirip dengan riba jahiliyah.
Target pasar bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinu di
mana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hendak melakukan
perjanjian jual beli dipertemukan. Namun di sisi lain ia mengandung banyak
sekali unsur kezhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang
dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil,
mempermainkan keseimbangan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu,
banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam
pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa
bumi atau bencana alam lainnya.5
Seperti yang telah dijelaskan diatas, Tidak boleh menjual barang
dagangan sebelum ia membeli barang tersebut karena hal itu masuk kategori
jual beli barang yang tidak dimilikinya. Adapun jual beli yang belum dimiliki
5
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
Penerjemah Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq,2004), h.291
6
oleh penjual mengandung gharar (tipuan) karena ia belum tentu bisa
menghadirkan barang itu kepada pembeli. Dalam kitab Al-Muwattha‟
diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: “Janganlah engkau menjual barang
yang tidak kau miliki”. Dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam
disebutkan bahwa ia bertanya:”Ya Rasulullah, telah datang kepadaku
seseorang yang ingin membeli barang padaku padahal barang itu belum aku
miliki kemudian aku pun membelinya di pasar.
Nabi Muhammad Saw.bersabda:
6
(
)
Artinya ”Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui
Rasulullah Saw, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku
meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya,
saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya
menjualnya kepada orang tersebut. Rasulullah Saw. menjawab:
”Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu.
(HR.Tirmidzi).
Jadi dapat disimpulkan, barang yang diperjualbelikan dalam
transaksi perdagangan harus jelas dari sisi nilai, harga, sifat, zat, kualitas dan
ukurannya.7
Tertarik terhadap masalah di atas maka penulis akan mencoba
mengangkat permasalahan dan menuangkannya dalam tulisan yang diberi
judul ”BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”
6
Imam Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar syarh muntaqa al-Akhbar
(Mathba‟ah al-Babi al-Halbi,1372), h.164
7
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syari’ah, cet.I, (Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta, 2009), h.210
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan permasalahan merupakan hal yang penting untuk
menghindari dari melebar dan meluasnya objek kajian skripsi. Untuk itu,
penulis akan membatasi permasalahan tentang hukum perdagangan di
dalam bursa komoditi.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan-rumusan masalah penulisan skripsi ini, tertuang
dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli?
b. Faktor-faktor apakah yang dapat menimbulkan risiko dalam Bursa
Komoditi?
c. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang bursa komoditi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam
Bursa Komoditi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap bursa
komoditi.
8
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan:
1. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah
ilmu yang terdapat dalam hukum Islam terhadap bursa komoditi.
2. Sebagai
motivator
dalam
rangka
meningkatkan
khazanah
ilmu
pengetahuan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya
dan bagi masyarakat luas pada umumnya.
3. Untuk memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) Pada Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data
yang diperlukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi,
disamping itu metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai
satu tujuan, sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
kepustakaan (library research), yaitu mencari data-data dari referensi yang
berhubungan dengan judul skripsi ini. Referensi diambil dari kitab-kitab,
buku-buku Hukum Islam, artikel, internet, jurnal serta dokumen-dokumen
yang secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan
pembahasan yang ada dalam skripsi ini.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penyusunan penelitian, penulis melakukan pendekatan
terhadap permasalahan dengan “metode normatif”, yaitu penelitian hukum
9
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Tentunya terkait
dengan berbagai macam referensi yang berdasarkan kajian tentang topik
pembahasan yang penulis teliti, dengan menggunakan landasan atau dasar
dari Hukum Islam.
3. Data Penelitian
Yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni
penelitian yang berusaha menyajikan pemaparan dan penjelasan terhadap
masalah yang diangkat dari data yang telah diperoleh peneliti sehingga
pada akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan-kesimpulan dari
permasalahan yang ada. Adapun data-data tersebut didapatkan tanpa
menggunakan instrumen, atau alat lainnya seperti angket, kuesioner dan
lainnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian
library research (studi pustaka) yaitu kajian kepustakaan yang dilakukan
untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep yang akan
dikaji. Bahan yang digunakan untuk kajian pustaka adalah buku, AlQur‟an, Hadits, majalah, internet dan beberapa makalah yang berkaitan
dan relevan dengan kajian ini.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini penulis menggunakan buku
pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari‟ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
10
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Artikel dengan judul”Commodity Murabahah Product (CMP) Dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Islam” yang ditulis oleh Luqman Hakim
Handoko. Perbedaannya dengan skripsi penulis adalah artikel tersebut
melihat komoditi murabahah dari sudut pandang ekonomi Islam.
Sedangkan skripsi ini fokus pada hukum bursa komoditi dalam pandangan
hukum Islam.
2. Skripsi tahun 2003 yang berjudul”Bursa berjangka komoditi : sebuah
tinjauan etika bisnis Islami” yang merupakan skripsi tahun 2003 dari Deny
Pribadi mahasiswa program studi Mu‟amalat FSH UIN Jakarta. Adapun
skripsi ini hanya membahas tentang bursa berjangka komoditi dam etika
bisnis Islami tanpa menjelaskan bagaimana hukum Islam terhadap Bursa
Komoditi sebagaimana yang ingin penulis sampaikan.
3. Skripsi tahun 2011 yang berjudul “Tinjauan Syari‟ah Terhadap Deposito
Berbasis Komoditi Murabahah yang merupakan skripsi tahun 2011 dari
Fitoyo Pambudi (107046101953) mahasiswa program studi Mu‟amalat
FSH UIN Jakarta. Skripsi hanya menjelaskan pada komoditi murabahah
dalam bentuk penghimpunan dana serta penjelasan terkait bursa komoditi
berjangka dari aspek fikih mu‟amalat tanpa menjelaskan bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap bursa komoditi sebagaimana yang ingin
penulis sampaikan.
11
4. Skripsi tahun 2008 yang berjudul “Kajian Hukum Islam Tentang Tindak
Pidana Penggelapan Bisnis Komoditi CPO” merupakan skripsi tahun 2008
dari Karunial Achyar (103045128145) mahasiswa program studi Pidana
Islam. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum Islam terhadap Tindak
Pidana Penggelapan Bisnis CPO. Sedangkan skripsi ini fokus terhadap
bagaimana hukum bursa komoditi dalam perspektif hukum Islam.
F. Sistematika Penulisan
Agar karya ilmiah tersusun dengan rapi dan sistematis, maka penulis
membagi pembahasan dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai
berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian,
Tinjauan (review) Terdahulu serta Sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori Tentang Akad dan Jual beli
Bab ini menjelaskan tentang Pengertian „Akad, Rukun-rukun Akad,
Syarat-syarat Akad, Macam-Macam Akad, Hal-hal yang dapat merusak Akad,
Berakhirnya Akad, Pengertian Jual Beli, Dasar Hukum Jual Beli, Rukun dan
Syarat Jual Beli, Macam-Macam Jual Beli dan Bentuk-Bentuk Khusus Jual
Beli.
Bab III: Gambaran Umum Bursa Komoditi Berjangka
Bab ini menjelaskan tentang Pengertian Pasar Modal, Pengertian
Bursa Komoditi Berjangka, Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa, Jenis-jenis
12
Bursa, Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi), Sekilas Sejarah
Perdagangan Berjangka, Visi dan Misi Bursa Komoditi dan Produk Bursa
Komoditi.
Bab IV: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bursa Komoditi
Bab ini menjelaskan tentang Risiko Pasar, Faktor-faktor yang dapat
menimbulkan risiko pada Bursa Komoditi, Prinsip-Prinsip Islam dalam
Perdagangan dan Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam.
Bab V: Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI
A. Akad
1. Pengertian Akad
Secara bahasa Akad berarti ikatan (ar-Ribthu), perikatan,
perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq). Dalam fikih didefinisikan
dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul
(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada objek perikatan. Akad juga dapat didefinisikan sebagai
kontrak antara dua belah pihak.1
2. Rukun-Rukun Akad
Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:
a. „Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak
terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya
penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing satu pihak
satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak
yang lain yang terdiri dari beberapa orang.
b. Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda
yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam
akad gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.
c. Maudhu‟al-„aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
1
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, cet.I, (Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.18
13
14
d. Sighat al‟aqd ialah ijab dan qabul.2 Bentuk dari ijab dan kabul ini
dapat diungkapkan dengan beberapa cara, yakni dengan:
1) Lisan, Cara ini paling banyak dan biasa dilakukan mayoritas orang
dalam melaksanakan akad, sebab lebih mudah dilakukan dan cepat
diketahui oleh pihak yang berakad.
2) Perbuatan, yaitu suatu perikatan yang menunjukkan rasa saling
meridhai atau biasa kita sebut dengan tha’ati atau mutha’ah (saling
memberi dan menerima).
3) Isyarat, hal ini biasanya dilakukan bagi orang yang tidak mampu
untuk berbicara (cacat) atau lemah dalam berbicara, sedangkan
bagi orang yang bisa berbicara tidak boleh berakad dengan
menggunakan isyarat. Isyarat ini dilakukan asalkan para pihak
memahami perikatan yang dilakukan.
4) Tulisan, cara ini biasa kita sebut dengan Surat Perjanjian, yang
berisikan identitas para pihak, objek perjanjian, hak dan kewajiban
para pihak, mulai dari permulaan hingga berakhirnya perjanjian.
Cara ini boleh dilakukan baik oleh orang yang bisa berbicara dan
dalam satu tempat maupun yang tidak bisa berbicara dan dalam
satu tempat ataupun tidak, dengan syarat bahwa tulisan itu haruslah
jelas dan dapat dipahami oleh kedua pihak yang berakad.3
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, cet.V,(Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2010), h.47
3
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya
pada Lembaga Keuangan Syari’ah, cet.I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h.46
15
3. Syarat-Syarat Akad
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad:
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah
akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang
berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros atau yang
lainnya.
b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang mempunyai
hak melakukannya walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang.
d. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara‟.
e. Akad dapat memberikan faidah.
f. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila
orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka
batallah ijabnya.
g. Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab
sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi
batal.4
4. Macam-Macam Akad
Akad dapat dibagi dilihat dari beberapa segi. Jika dilihat dari segi
keabsahannya menurut syara‟, akad terbagi dua yaitu:
a. Akad Shahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syaratsyaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh
4
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.50
16
akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat kepada pihakpihak yang berakad.
b. Akad yang tidak Shahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada
rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu
tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.5
5. Hal-Hal Yang Dapat Merusak Akad
Akad yang dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat
dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Keterpaksaan atau dures (al-Ikrah)
Salah satu asas akad menurut Hukum Islam adalah kerelaan
(al-ridha) dari para pihak yang melakukan akad. Implementasi asas ini
diwujudkan dalam bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting
dalam akad. Jika sebuah akad dilakukan tanpa adanya kerelaan, berarti
akad tersebut dibuat dengan secara terpaksa.6
Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, para ulama membagi
ikrah menjadi dua macam, yaitu:
1) Pemaksaan sempurna (ikrah tam), yaitu yang berakibat pada
hilangnya jiwa, atau anggota badan, atau pukulan keras yang bisa
mengakibatkan cacat fisik pada dirinya atau kerabatnya.
2) Pemaksaan tidak sempurna (ikrah naqish), yaitu mengakibatkan
rasa sakit yang ringan atau berupa pukulan yang ringan.
5
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid IV, (Beirut: Dar
al-Fikr,1984), h.240
6
Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, cet.I, (Jakarta:UIN Press, 2005), h.69
17
Para
ulama
mensyaratkan
bahwa
pemaksaan
yang
berpengaruh pada akad adalah pemaksaan yang tidak disyariatkan
(tidak dibenarkan secara hukum). Namun jika pemaksaan itu
dikehendaki secara hukum, maka pemaksaan itu tidak berpengaruh.
Misalnya, pemaksaan hakim terhadap seseorang yang berhutang untuk
menjual kelebihan hartanya (dari kebutuhan) untuk membayar hutang.
b. Kesalahan mengenai obyek akad (Ghalath)
Ghalath berarti kesalahan, yakni kesalahan orang yang
berakad dalam menggambarkan obyek akad, baik kesalahan dalam
menyebutkan sifatnya. Misalnya, seseorang membeli perhiasan yang
diduganya adalah emas, namun ternyata tembaga. Akad seperti ini
sama dengan akad pada sesuatu yang tidak ada obyeknya. Dengan
demikian, status hukum jual beli tersebut adalah batal, karena obyek
akad yang dikehendaki oleh pembeli tidak ada.
c. Penipuan (Tadlis) atau ketidakpastian (Taghrir) pada obyek akad
Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada
obyek akad dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya untuk menyesatkan pihak yang berakad dan
merugikan salah satu pihak yang berakad tersebut. Upaya ini disebut
juga dengan tadlis (penipuan).7
Tadlis ada tiga macam:
1) Tadlis perbuatan, yakni menyebutkan sifat yang tidak nyata pada
obyek akad.
7
Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, cet.I, h.69
18
2) Tadlis ucapan, seperti berbohong yang dilakukan oleh salah
seorang yang berakad untuk mendorong agar pihak lain mau
melakukan akad. Tadlis kadang terjadi juga pada harga barang
yang dijual, atau menipu dengan memberi penjelasan yang
menyesatkan.
3) Tadlis dengan menyembunyikan cacat pada obyek akad padahal ia
sudah mengetahui kecacatan tersebut.
Akad yang mengandung tipuan (tadlis) dilarang oleh hukum
Islam, tetapi tidak berpengaruh pada akad, kecuali jika disertai tipuan
besar. Dalam hal disertai tipuan besar, maka pihak yang ditipu berhak
membatalkan akad, untuk menyelamatkan dirinya dari kerugian,
artinya ia sebagai pihak yang ditipu diberi hak khiyar mem-fasakh
akad jual belinya, disebabkan adanya tipu daya yang disertai rayuan.
d. Ketidakseimbangan obyek akad (Ghaban) disertai ketidakpastian
(Taghrir)
Pengertian
ghaban
di
kalangan
ulama
adalah
tidak
terwujudnya keseimbangan antara obyek akad (barang) dengan
harganya, seperti harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga
sesungguhnya.
Sedangkan
taghrir
(ketidakpastian)
adalah
menyebutkan keunggulan pada barang tetapi tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya. Namun Ghaban kurang berpengaruh pada akad,
karena hal itu sering terjadi sehingga sulit menghindarinya sehingga ia
tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan akad. 8
8
Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat , h.70
19
6. Berakhirnya Akad (Intiha’ al-‘Aqd)
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya.
Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila
barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi
milik penjual. Dalam akad gadai dan pertanggungan (kafalah), akad
dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar. Selain telah tercapai
tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan)
atau telah berakhir waktunya.
Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut:
a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan
syara‟, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli
barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.
b. Dengan sebab adanya khiyar. Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu
atau kedua belah pihak yang melaksanakan kontrak untuk meneruskan
atau tidak meneruskan kontrak dengan mekanisme tertentu. Baik
khiyar rukyat, khiyar „aib, khiyar syarth atau majelis. Khiyar rukyat
adalah hak pilih salah satu pihak berkontrak, pembeli misalnya untuk
menyatakan bahwa kontrak yang dilakukan terhadap suatu objek yang
belum ia lihat ketika kontrak berlangsung, berlaku atau tidak berlaku
(tidak diteruskan). Khiyar „aib yaitu hak untuk membatalkan atau
melangsungkan kontrak bagi kedua belah pihak yang berakad apabila
terdapat suatu cacat pada objek kontrak dan cacat itu tidak diketahui
pemiliknya ketika kontrak berlangsung. Khiyar syarth adalah hak pilih
yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad, keduanya atau
20
bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan kontrak dalam
selang waktu yang ditentukan. Khiyar majelis adalah hak pilih masih
dalam majelis akad dan belum berpisah.9
c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena
menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini
disebut iqalah.
d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi
oleh pihak bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran (khiyar
naqd) penjual mengatakan, bahwa ia menjual barangnya kepada
pembeli, dengan ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya
tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam
waktu yang ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi
apabila ia tidak membayar, akad akan menjadi rusak (batal).
e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka
waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
f. Karena tidak dapat izin pihak yang berwenang.
g. Karena kematian.10
B. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli
)‫ ( البيع‬menurut bahasa artinya
menjual, menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang
tertentu (akad).11 Sebagaimana Allah Swt. Berfirman:
9
Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.77-79
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2007),
10
h.99-100
11
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Bandung, 1992), h.262
21
          
       
 
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.(Q.S.Al-Fathir: 29).
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli
adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu dengan yang
sepadan menurut cara yang dibenarkan.12
2. Dasar Hukum Jual Beli
Al-Qur‟an Allah Swt. Berfirman:
          
              
                 
              
     
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba. Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.(Q.S.Al-Baqarah: 275).
12
Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.100
22
Hadits
13
Artinya: ”Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya: Apakah profesi yang paling baik?
Rasulullah menjawab:”Seseorang berusaha dengan tangannya sendiri dan
setiap jual beli yang diberkahi.”
Jual beli yang diberkahi adalah jual beli yang tidak mengandung
unsur penipuan dan merugikan orang lain.
3. Rukun Dan Syarat Jual Beli
Jual beli yang sah menurut Islam harus memenuhi rukun dan
syarat sebagai berikut:
a. Orang yang berakad (Penjual dan Pembeli). Syarat bagi orang yang
melakukan akad adalah berakal, baligh,atas kehendak sendiri dan tidak
pemboros. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan selama
terpenuhi syarat tersebut, ia berhak melakukan jual beli tanpa ada
seorangpun yang boleh menghalanginya, termasuk wali maupun
suaminya.
b. Obyek jual beli, yang terdiri dari barang yang diperjualbelikan dan
harga barang. Barang yang diperjualbelikan disyaratkan suci
(bersihnya barang), dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
Oleh sebab itu, bangkai, khamar dan benda-benda haram lainnya, tidak
sah menjadi obyek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak
13
Muhammad bin Ismail al-Shan‟ani, Subul al-Salam, Juz III, (Kairo: Syirkah
Maktabah wa Mathba‟ah Musthafa al-Babi al-Halabi,1960), h.4
23
bermanfaat bagi manusia dalam pandangan syara‟. Selanjutnya, barang
tersebut memang milik penjual atau yang mewakilinya. Barang itu
diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar
(ukuran/nilai), maupun sifat-sifatnya sehingga di antara keduanya tidak
terjadi penipuan. 14
c.
Nilai tukar (harga barang) hendaknya merupakan harga yang
disepakati kedua belah pihak. Harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan
pada waktu akad (transaksi) sekalipun secara hukum (seperti
pembayaran dengan cek atau kartu kredit). Apabila barang itu dibayar
kemudian (berhutang), maka harus jelas waktu pembayarannya.
Apabila
jual
beli
itu
dilakukan
secara
barter
atau
saling
mempertukarkan barang (al-muqayyadhah), maka barang yang
dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara‟ seperti
babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam
pandangan syara‟. 15
d. Lafal atau sighat ijab dan kabul. Ijab adalah ucapan penjual bahwa ia
menjual barangnya, sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan akan
penjualan barang dengan harga tertentu. Dalam ilmu ekonomi, ijab dan
kabul merupakan proses transaksi antara penjual dan pembeli hingga
ada kesepakatan antara kedua pihak. Ini dilakukan dengan prinsip suka
sama suka.16
14
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2009), h.82
15
Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 102
16
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, h.82
24
4. Macam-Macam Jual Beli
Macam-macam bentuk jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi.
a. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli terdapat tiga
macam bentuk jual beli:
1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad
jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan
penjual dan pembeli. Jual beli ini boleh karena lazim dilakukan
masyarakat.
2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual
beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam
adalah jual beli yang tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya
berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan
harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan
barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai
imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual
beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu
atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh
dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan
kerugian salah satu pihak. 17
b. Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga:
1) Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang
dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan
17
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi,
Kifayatul Akhyar, (Surabaya: Bina Iman, 1995), h.329
25
isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam
menampakkan kehendak.
2) Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau
surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan,
misalnya via Pos dan Giro. 18
3) Jual beli dengan perbuatan (saling membutuhkan) atau dikenal
dengan istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang
tanpa ijab dan kabul, seperti seseorang mengambil baju yang sudah
bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian
diberikan uang pembayarannya kepada penjual.
c. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam:
1) Jual beli yang sah menurut hukum. Jual beli dikatakan sah, apabila
sesuai dengan rukun dan syarat jual beli, barang yang dijual bukan
milik orang lain dan tidak terikat oleh Khiyar. Namun jual beli
yang sah dapat juga dilarang (batil) oleh syariat apabila melanggar
ketentuan pokok, yakni merugikan salah satu pihak, memonopoli
pasar dan merusak mekanisme pasar.
2) Jual beli yang batil menurut hukum. Jual beli dikatakan sebagai
jual beli yang batil atau tidak sah (batal), apabila salah satu atau
seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan
sifatnya tidak disyariatkan.19
18
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya
pada Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h.71-72
19
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya
pada Lembaga Keuangan Syariah, h. 72
26
Selain pembelian di atas, ada juga jual beli yang dilarang. Jual
beli yang dilarang terbagi dua:
Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu
jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Bentuk jual beli yang
termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:
a. Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh
diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga
untuk diperjualbelikan, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan
khamar. Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang
tidak boleh diperjualbelikan adalah air mani (sperma) binatang. Jual
beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram
hukumnya.
b. Jual beli yang belum jelas
Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk
diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual,
maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar adalah tidak jelas,
baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun
ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang dilarang karena samar-samar
antara lain:
1) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya. Misalnya,
menjual putik mangga untuk dipetik kalau telah tua/ masak nanti.
Termasuk dalam kelompok ini adalah larangan menjual pohon
secara tahunan.
27
2) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya, menjual ikan di
kolam/ laut, menjual ubi/ singkong yang masih ditanam, atau jual
beli dengan Habalul Habalah yaitu jual beli anak binatang yang
masih berada dalam kandungan induknya. 20
Rasulullah Saw.bersabda:
21
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a., katanya:” Orang-orang jahiiliyah
mengadakan jual beli daging dengan menjanjikan
habalil habalah, yaitu apabila anak unta yang dalam
kandungan telah lahir, kemudian anak unta itu
mengandung pula. Maka Rasulullah Saw. melarang
mereka melakukan jual beli seperti itu. (H.R.Muslim).
c. Jual beli bersyarat
Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat
tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsurunsur yang merugikan dilarang oleh agama. Contoh jual beli bersyarat
yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab kabul si pembeli berkata:
”Baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak gadismu harus
menjadi istriku”. Atau sebaliknya si penjual berkata: Ya, saya jual
mobil ini kepadamu sekian asal anak gadismu menjadi istriku. 22
20
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid V, cet ke-8
(Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu‟ashir, 2005), h.3496
21
Ma‟mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta:
Widjaya, 1984 ), h.141
22
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, h. 3501
28
d. Jual beli yang menimbulkan kemudaratan.
Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan,
bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli
patung, salib dan buku-buku bacaan porno. Memperjualbelikan
barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.
Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya
minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari perbuatan dosa
dan maksiat.
e. Jual beli yang dilarang karena dianiaya
Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan
hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih
membutuhkan (bergantung) kepada induknya. Menjual anak binatang
seperti ini, selain memisahkan anak dari induknya juga melakukan
penganiayaan terhadap anak binatang.
f. Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di
sawah atau di ladang. Hal ini dilarang agama karena jual beli ini masih
samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan.
g. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga
yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena
barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut
jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si
pembelinya.
29
h. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.
Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di
waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti
telah membeli kain ini. Hal ini dilarang agama karena mengandung
tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu
pihak.
i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar. Seperti
seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti
kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi
lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena
mengandung tipuan dan tidak ada ijab kabul.
Rasulullah Saw.bersabda:
23
)
Artinya: ”Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah Saw.
melarang dua macam cara jual beli. Yaitu mulamasah dan
munabadzah. Mulamasah adalah menjual dengan cara
menyentuh barang dagangan tanpa diteliti oleh pembeli.
Munabadzah adalah menjual dengan cara melemparkan
barang dagangan kepada si pembeli tanpa meneliti barang
itu. (H.R. Muslim).
j. Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang
kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah sedang
23
Ma‟mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta:
Widjaya, 1984 ), h.931
30
ukurannya dengan ditimbang (dikilo) sehingga akan merugikan
pemilik padi kering.24
Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli
yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang
menghalangi kebolehan proses jual beli:
a. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari pasar, ia membeli
barang itu semata-mata agar lain tidak dapat membelinya.
b. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam proses
transaksi
c. Menghambat orang-orang desa di luar kota dan membeli barangbarang mereka sebelum sampai ke pasar sementara mereka belum
mengetahui harga di pasar. Tindakan itu dilarang karena merugikan
penjual yang sedang menuju pasar dan merusak mekanisme pasar.
d. Membeli barang untuk ditahan (ditimbun) agar dapat dijual dengan
harga yang lebih mahal sedangkan masyarakat umum sangat
membutuhkannya. Tindakan itu dilarang karena dapat merusak dan
mengganggu ketenteraman umum.
e. Menjual barang untuk keperluan maksiat.
f. Jual beli dengan penipuan
g. Menjual yang bukan atau belum menjadi miliknya dan tidak punya hak
akan barang tersebut.
h. Jual beli utang dengan utang.25
24
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh
Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h.85
25
Muhammad Nafik,Bursa Efek dan Investasi Syariah ,h.82-83
31
5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli
Beberapa bentuk jual beli yang pada saat ini populer dipraktikkan
di masyarakat, yaitu antara lain jual beli salam, jual beli isthisna‟, jual beli
sharf dan jual beli murabahah.
a. Jual Beli Salam
As-Salam atau bai‟us salam adalah transaksi jual beli dengan
pembayaran di depan sedang barang yang sifat-sifatnya sudah jelas
diserahkan di kemudian hari.26
Sedangkan syarat jual beli salam adalah:
1) Pihak yang berakad salam, pembeli (Muslam), penjual (Muslam
alaih), disyaratkan harus cakap hukum, baligh dan berakal,
sukarela.
2) Modal atau uang (al-tsaman), hendaknya jelas harganya baik
berupa uang, barang atau manfaat, dan modal harus segera
diserahkan pada saat aqad. Modal dalam bentuk hutang tidak
diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan
hutang. Demikian pula jika modal berupa pembebasan hutang
penjual, hal ini tidak dibolehkan sebab menimbulkan riba.
3) Barang (Muslam fih). Barang yang menjadi obyek salam
disyaratkan tidak termasuk barang yang diharamkan, jelas
spesifikasinya (jenis, warna, sifat dan lain-lain), jelas ukurannya
(timbangan, panjang, kualitas dan kuantitas), harus berwujud
sehingga dapat diakui sebagai hutang, jelas waktu dan tempat,
26
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid,
cet.III, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h.15
32
pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya dan
tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan dan harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk
mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang
macam-macam barang tersebut, baik kualitas maupun kuantitas.
4) Shighat akad, hendaknya shighat akad dilakukan dengan jelas dan
disebutkan secara spesifik dengan siapa beraqad, antara ijab qabul
harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang
disepakati,
dan
tidak
mengandung
hal-hal
yang
bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan
datang.27
b. Jual Beli Isthisna’
Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna‟ berasal dari kata
‫( ص نع‬shana‟a) yang artinya membuat.28 Kemudian ditambah huruf
alif, sin dan ta‟ menjadi ‫( إستصناع‬Istishna‟) yang berarti minta membuat
(sesuatu). Istishna‟ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli.29 Menurut Moh.Rifa‟i, Istishna‟ ialah kontrak/
transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan
produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu
perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum
27
Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 111
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia
Terlengkap, cet ke- 14, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h.796
29
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113
28
33
ada.30 Jadi, Kesimpulannya isthisna‟ merupakan kontrak penjualan
antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat
barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli
akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem
pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka melalui cicilan,
atau ditangguhkan sampai suatu waktu yang akan datang.31
Ketentuan mengenai barang pada akad pembiayaan isthisna‟
adalah sebagai berikut:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5) Pembeli (musthasni‟) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
30
Moh.Rifa‟i, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: Wicaksana,
2002), h.73
31
Abu Bakar Ibn Mas‟ud al- Kasani, al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib
al-Shara’i (Beirut: Darul Kitab al-Arabi edisi ke-2), review buku Muhammad
Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2009), h.113
34
Ketentuan pembayaran pada isthisna‟ adalah sebagai berikut:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.32
c. Jual Beli Mata Uang (Sharf)
Menurut bahasa, ash-sharf memiliki beberapa arti, yaitu
kelebihan, tambahan, menolak. Adapun menurut terminologis, sharf
adalah pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan
uang atau disebut juga Valas. Atau jual beli antara barang sejenis
secara tunai. Atau jual beli atau pertukaran antara mata uang suatu
negara dengan mata uang negara lainnya. Misalnya rupiah dengan
dolar atau sebaliknya.33
Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata
uang terutama jual beli valuta asing. Akan tetapi tidak semua bentuk
yang ada tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam. Landasan
operasional jual beli valuta asing yaitu berdasarkan keputusan Fatwa
Dewan Syari‟ah Nasional MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 Tentang
Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) antara lain:
Pertama: Ketentuan Umum: Transaksi jual beli mata uang pada
prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
32
Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, h. 359
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2010), h.94
33
35
2) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
3) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka
nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqbudh).
4) Apabila berlainan jenis maka dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Kedua: Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
1) Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter atau
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu
dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa
dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2) Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas
yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan
untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan
satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan
adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya
dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan
tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali
dilakukan dalam bentuk forward aggreement untuk kebutuhan
yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3) Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan
valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian
antara penjualan valas yang sama dengan harga forward.
Hukumnya haram karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
36
4) Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena
mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ciri-ciri option adalah sebagai berikut:
1) Transaksi terjadi pada hak untuk memilih menjual atau membeli
sekuritas sehingga objeknya bukan sekuritas itu sendiri. Eksistensi
objek jual beli yang sebenarnya tidak ada, karena begitu batas
waktunya jatuh tempo maka option-nya otomatis tidak ada. Islam
melarang jual beli dengan adanya batas waktu yang otomatis
berakhir dengan jatuh temponya batas waktu itu.
2) Kenyataannya, transaksi jual beli ini jarang terlaksana, melainkan
diselesaikan dengan perolehan pembeli atas option atau perjual atas
perbedaan harga. Jika terjadi perbedaan sehingga keuntungan
diperoleh, itu bukan karena kemanfaatan barang yang dimiliki.
Islam membolehkan jual beli barang karena barang itu memang
memiliki manfaat bagi pemiliknya.
3) Jenis perdagangan ini saat spekulasi dengan naiknya harga bagi
pembeli dan turunnya harga bagi penjual, sehingga apabila
keuntungan terjadi, maka dapat dipastikan ada pihak yang
mengalami kerugian.
37
Berdasarkan karakteristik itu maka memperdagangkannya
adalah haram. Sebab, syarat dan rukun jual beli tidak terpenuhi. Ini
dapat menjurus pada perdagangan yang taghrir, gharar, dan maysir
(perjudian). Namun, pemberian hak (opsi atau dalam fikih disebut
syuf‟ah) kepada pemegang sekuritas lama diperbolehkan, bahkan
wajib. Apabila opsi itu tidak digunakan oleh pemiliknya, sebaiknya
opsi itu diberikan atau dialihkan kepada orang lain atas persetujuan
pemiliknya. Opsi itu boleh dialihkan untuk menghindari perbuatan
menyia-nyiakan sesuatu yang bermafaat menjadi tidak bermanfaat.
d. Jual Beli Murabahah
Jual beli murabahah adalah jual beli barang seharga modal
pembelian/ kulakan ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya,
seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan
keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat
dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk
persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10 % atau 20 %.34
Murabahah adalah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh
syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi
bisnis).
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah
meliputi hal-hal berikut:
1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah
dimiliki/ hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya
34
Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.118
38
bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual
sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang
sah.
2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga
pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan
dalam jual beli (capital outlay) pada suatu komoditi, semuanya
harus diketahui oleh pembeli saat akad dan ini merupakan salah
satu syarat sah murabahah.
3) Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal
maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah
satu syarat sah murabahah.
4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada
pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada
barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena
pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk
menjaga kepercayaan.
5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah
sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah
(antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan
pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan
harga pertama disertai tambahan keuntungan.35
35
Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.119-120
BAB III
GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA
A. Pengertian Pasar Modal
Sebelum membahas tentang bursa komoditi berjangka, kita harus
mengetahui terlebih dahulu tentang pasar modal.
Pengertian pasar modal, sebagaimana pasar konvensional pada
umumnya, adalah merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar
(market) merupakan sarana yang mempertemukan aktivitas pembeli dan
penjual untuk suatu komoditas atau jasa. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pengertian pasar modal adalah seluruh kegiatan yang
mempertemukan penawaran dan permintaan atau merupakan aktivitas yang
memperjualbelikan surat-surat berharga.
Modal atau dana yang diperdagangkan dalam pasar modal
diwujudkan dalam bentuk surat berharga atau dalam terminologi financial
market disebut efek yang berupa saham, obligasi atau sertifikat atas saham
atau dalam bentuk surat berharga lainnya.1
Dalam aktivitas sehari-hari pasar modal kebanyakan dilakukan di
suatu tempat yang disebut dengan Bursa Efek. Perdagangan efek dalam
Bahasa Inggris disebut Securities Exchange atau Stock Market atau Capital
Market. Kendati istilah itu berbeda, tetapi esensinya sama, yaitu tempat
1
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004), h.10
39
40
bertemunya penjual dan pembeli dana yang di pasar modal tersebut
diperantarai oleh anggota bursa yang disebut sebagai pedagang perantara atau
broker atau pialang. Dalam kegiatan perdagangan dan perekonomian ada
beberapa macam bursa yang dikenal seperti bursa uang, bursa komoditas di
samping bursa efek sendiri. Bursa uang adalah pasar jual beli surat berharga
untuk jangka pendek (Kurang dari satu tahun). Yang diperdagangkan pada
pasar uang antara lain surat-surat pemerintah (bills and notes), sekuritas
badan-badan pemerintah, sertifikat deposito, perjanjian imbal beli dan surat
perusahaan (company commersial paper), antara lain: promes, aksep dan
wesel. Lembaga-lembaga yang aktif di pasar uang adalah Bank Komersial,
Merchants Banks, Bank Dagang, Penyalur Uang dan Bank Sentral.2
Bursa komoditas adalah pasar tempat aktivitas jual beli produksi
pertanian dan perkebunan, sedangkan bursa efek adalah pasar di mana
diadakan jual beli efek. Dua pasar terakhir mempunyai tempat permanen,
sementara pasar uang tidak mempunyai tempat resmi. Istilah exchange
merupakan istilah lain dari kata pasar, karena di tempat itulah terjadi
pertukaran atau exchange, yaitu kegiatan jual dan kegiatan beli yang
membutuhkan peran pedagang perantara karena tata cara jual beli efek
mengharuskan adanya pedagang perantara.3
Pasar modal menyediakan sumber pembiayaan dengan jangka waktu
yang lebih panjang, yang diinvestasikan sebagai modal untuk menciptakan
2
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.19
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.12
3
41
dan memperluas lapangan kerja yang akan meningkatkan volume aktivitas
perekonomian yang profitable dan sehat.4
Perbedaan antara pasar uang dan pasar modal bisa menjadi samar jika
dikaitkan dengan pembiayaan jangka panjang. Pada pasar yang modern dan
canggih, mungkin sekali perusahaan memperoleh pembiayaan jangka panjang
di pasar uang melalui emisi commercial paper secara terus menerus. Selain
itu, pinjaman jangka panjang pemerintah dan sekuritas badan pemerintah
dapat juga dijual di pasar uang. Namun demikian satu hal yang tetap berbeda
adalah semua instrumen pasar uang adalah utang dan jangka waktunya lebih
pendek, sedangkan pembiayaan jangka panjang dan atas modal sendiri
(securities) yang sesungguhnya hanya dapat diperoleh dari pasar modal.5
B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka
Kata Bursa diambil dari kata bourse,
6
yang berarti tempat
bertemunya penjual dan pembeli komoditas tertentu dengan penyelenggaranya
melalui prosedur perantara. 7
Sedangkan menurut istilah bursa memiliki sejumlah definisi karena
mempertimbangkan sejumlah tinjauan (tempat, pertemuan dan jenis kinerja
yang dilakukan). Ditinjau dari segi tempat, bursa adalah tempat di mana
sejumlah
perusahaan
melangsungkan
perdagangan
seputar
hasil-hasil
pertanian, industri dan surat-surat berharga (sekuritas).8
4
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.14
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.19-20
6
Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990), h.10
7
M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.11
8
Sya’ban M.Islam al-Barwary, Bursoh al-Auraq al-Maliyah min Mandhury Islamiy
(Damaskus: Dar al-Fikr, 2002), h.23
5
42
M.Irsan Nasarudin, menyebutkan bahwa kata bursa berasal dari kata
kota Brugge (Belgia) pada abad ke-15 di mana keluarga Van der Burse
mempergunakan tempat itu sebagai tempat transaksi antara pedagang wesel
dan valuta asing dari Italia.9
Sedangkan komoditi, memiliki beberapa definisi, di antaranya:
Pertama; Sesuatu benda nyata yang relatif mudah diperdagangkan,
dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu
tertentu dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang
sama, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa
berjangka.
Kedua; Secara lebih umum, suatu produk yang diperdagangkan
termasuk valuta asing, instrument keuangan dan indeks. Karakteristik dari
komoditi yaitu harga adalah ditentukan penawaran dan permintaan pasar
bukan ditentukan oleh penyalur ataupun penjual dan harga tersebut adalah
berdasarkan perhitungan harga masing-masing pelaku komoditi. Contohnya
adalah produk pertanian seperti kopi, kakao, gula, kedelai, jagung, minyak
sawit mentah atau crude palm oil (CPO), olein, dan emas.10
Bursa komoditi adalah sebuah pasar terbuka yang terorganisir di
mana penjual dan pembeli saling berhubungan untuk bertransaksi komoditi
dan instrumen keuangan secara langsung maupun berjangka. Kontrak
berjangka ialah kontrak yang memiliki opsi penyerahan fisik atau
9
M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.11
Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010), h.415
10
43
penyelesaian tunai dengan harga, waktu dan tempat yang telah distandarisasi
oleh Bursa Komoditi.11
Dalam perdagangan berjangka, komoditas itu digantikan dengan
kontrak dan nilai satuan yang digunakan adalah lot. Apabila kontrak berjangka
dilakukan dengan cara penyelesaian tunai (tanpa penyerahan barang) maka
pelaku perdagangan berjangka yang mengalami kerugian wajib untuk
mentransfer sejumlah uang tunai kepada pelaku perdagangan yang
memperoleh keuntungan. Kontrak berjangka dengan penyerahan tunai hanya
diperbolehkan kalau harga penyelesaian aset acuan sudah dapat diterima
umum seperti misalnya harga saham yang diperdagangkan di bursa saham. 12
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bursa komoditi berjangka adalah
tempat/ fasilitas memperjualbelikan kontrak spot dan berjangka komoditi atau
instrumen finansial dengan harga yang telah disepakati dan penyerahan
barangnya dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. 13
C. Macam-macam Transaksi Pasar Bursa
1. Dari segi waktu
Dilihat dari sisi waktu, transaksi bursa terbagi menjadi dua macam:
a. Transaksi Spot (tunai/ langsung). Yakni transaksi dimana dua pihak
yang melakukan transaksi melakukan serah terima jual beli secara
langsung atau paling lambat dua kali 24 jam.
11
PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX:
Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future),
(Jakarta: PT. BKDI/ICDX, 2013), h. 3
12
Abe Layman, Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk
Keuntungan Dari Pasar Uang, cet.I, (Jakarta: Visimedia, 2010), h.4
13
PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX:
Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future),
(Jakarta: PT.BKDI/ICDX, 2013), h.20
44
b. Transaksi Forward (berjangka). Yakni transaksi yang diputuskan
setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan disepakati saat
transaksi. Bahkan terkadang harus diklarifikasi lagi pada hari-hari yang
telah ditetapkan oleh komite bursa dan ditentukan serah terimanya di
muka.14
Adapun yang dimaksud dengan transaksi spot atau transaksi
langsung adalah serah terima barang secara nyata bukan sekedar
transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa disertai barang ril
sebagai objek yang diperjualbelikan.
Sementara transaksi forward pada umumnya bertujuan untuk
semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk
melakukan jual beli secara ril, dimana jual beli ini pada umumnya
hanya transaksi pada naik turun harga saja. Bahkan di antara transaksi
forward ada yang bersifat permanen bagi kedua belah pihak yang
melakukan jual beli. Ada juga yang memberikan beberapa bentuk hak
pilih sesuai dengan bentuk transaksi. Transaksi yang memberikan hak
pilih harus membayar biaya kompensasi bila ia menggunakan hak pilih
tersebut.
2. Dari Segi Objek
Adapun jika dilihat dari segi objek, transaksi bursa terbagi
menjadi dua macam:
a. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (bursa efek)
Bursa Efek sendiri objeknya adalah saham, obligasi, serta
surat-surat berharga lainnya. Dimana saham merupakan jumlah satuan
14
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan
Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h.292
45
dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan
berbagai cara transaksi dan harganya bisa berubah-ubah sewaktuwaktu tergantung keuntungan dan kerugian berdasarkan kinerja
perusahaan tersebut.
b. Transaksi
yang
menggunakan
barang-barang
komoditi
(bursa
komoditi)
Adapun objek jual beli pada bursa komoditi umumnya berasal
dari alam, namun komoditas tersebut tidak dihadirkan pada saat
transaksi. Jual beli dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau
berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan
penyerahan tertunda.15
D. Jenis-Jenis Bursa
Jenis-jenis bursa terdiri dari beberapa segi:
1. Jenis bursa dari segi nilai yang diperdagangkan dan barang-barangnya:
a. Bursa barang (komoditi siap jadi). Transaksi yang terjadi di bursa ini
adalah hasil-hasil industri alam yang mempunyai kualiti khusus dan
antarbangsa seperti kopi, gula, susu, gandum, getah dan sebagainya.
Bursa komoditi disebut juga dengan bursa barang atau bursa
perdagangan.
b. Bursa akad (sewa). Transaksi yang terjadi di bursa akad ini adalah
sewa menyewa bilateral, jaminannya adalah komitmen atas contoh
15
Islam, h.293
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan
46
barang-barang yang mana barang-barang tersebut belum ada secara
aktual, namun boleh diproduksi dengan membayar perbedaan harga
yang tetap pada penyelesaian transaksi.
c. Bursa Mata Uang Asing. Transaksi yang terjadi di bursa ini adalah
mata uang, transaksi ini boleh dilakukan dengan cara cepat ataupun
lambat.
d. Bursa Barang Tambang yang berharga. Transaksi yang terjadi di bursa
ini adalah barang-barang tambang yang bernilai tinggi seperti emas,
perak, platinium dan intan.
e. Bursa Pelayanan. Bursa yang memberikan layanan kepada berbagai
pihak yang boleh dilayan seperti perhotelan, bursa insuran, bursa
pengangkutan, penyewaan kapal laut dan sebagainya.
f. Bursa Pemikiran. Bursa yang menciptakan jenis-jenis bursa dan yang
berhubungan dengan barang, menjual hak-hak seperti hak cipta, hak
penemuan barang dagang dan sebagainya.
g. Bursa Saham. Pasaran dengan sistem tertentu, disana diedarkan saham,
obligasi dan saham pendiri. Harga ditentukan oleh kekuatan persediaan
barang dan permintaan (supply and demand).16
Bursa saham dari segi aktiviti terbagi menjadi dua bentuk:
a. Pasar Perdana (Primary Market). Adalah pasaran yang mengeluarkan
saham-saham baru melalui beberapa cara:
16
Sya’ban Muhammad Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut
Pandangan Islam,cet.I, (Kuala Lumpur : Jasmin Enterprise, 2007), h.32
47
1) Penawaran umum pertama sekali dari pihak perusahaan yang akan
didirikan atau dari pihak perusahaan yang telah berdiri, dengan
tujuan menambah modalnya.
2) Penawaran tertutup yang bertujuan untuk penambahan modal bagi
perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri secara sempurna dari
perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran tertutup.17
b. Pasar Sekunder. Pasar Sekunder adalah tempat diadakannya transaksitransaksi saham yang telah dikeluarkan sebelumnya. Oleh karena itu
para pedagang di pasar ini sebagai pemegang saham. Pasar sekunder
ini juga terbagi menjadi dua bentuk:
1) Pasar
yang terorganisasi
(organized market).
mempunyai peraturan-peraturan sendiri
Pasaran ini
dan prosedur-prosedur
resmi, hanya melayani transaksi di bursa yang telah terdaftar
kepada mereka saja.
2) Pasar yang tidak terorganisasi (over the counter). Pasaran ini terdiri
dari kumpulan agen-agen, mereka melakukan saling tukar menukar
tentang saham-saham yang tidak terdaftar di dalam jadwal harga
pasar resmi.
2. Jenis-jenis bursa dari segi wilayah transaksinya
a. Bursa-bursa tempatan. Transaksi bursa ini tidak menjangkau ruang
lingkup antarbangsa, pelaksanaannya sangat terbatas.
b. Bursa Antarbangsa. Transaksi bursa ini menjangkau ruang lingkup
antarbangsa dan mempunyai jaringan yang sangat kuat.
17
Sya’ban Muhammad Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut
Pandangan Islam, h.33
48
3. Jenis-jenis bursa dari segi pengakuan pemerintahan
a. Bursa Resmi. Transaksi bursa ini di dalam bentuk-bentuk yang resmi
dan pelaksanaannya di dalam peraturan-peraturan tertentu serta sistem
yang diawali di bawah pengawasan pemerintah.
b. Bursa yang Tidak Resmi. Transaksi bursa ini berjalan dalam bentuk
yang tidak resmi, dia mempunyai aturan sendiri tidak di dalam
pengawasan pemerintah dan tidak melakukan transaksi-transaksi di
dalam bentuk yang resmi. Bursa ini terjamin dari risiko-risiko tertentu
seperti bursa Pasaran Tempatan (Suq Al-Manakh) di Kuwait. 18
E. Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi)
Perubahan yang terjadi dari sistem pertanian kepada sistem
perindustrian dan perpindahan buruh ke kota, membawa kepada pertumbuhan
penduduk di sana. Semua ini menjadikan bahan makanan di kota mengalami
perubahan kepada sistem yang lebih teratur dan terbebas dari kesulitan.
Terciptanya pasaran ini adalah karena perdagangan antarbangsa terhadap
hasil-hasil pertanian. Kemudian muncul kelompok baru dari para pedagang,
yang disebut dengan spekulan. Mereka mengawasi akan perubahan-perubahan
harga yang terjadi. Muncullah sejumlah pedagang untuk mengawasi
kekhawatiran tersebut. Banyak bank-bank yang melakukan kerjasama untuk
membantu para pedagang ini. Maka muncullah bursa-bursa di berbagai tempat
yang dinamakan dengan Bursa Barang (Bursa Komoditi). Bursa barang
18
Sya’ban M. Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, h.33-35
49
pertama kali muncul di Paris pada tahun1304 M, kemudian di Amsterdam
tahun 1608 M, yang merupakan pusat perdagangan jangka panjang barangbarang.19
F. Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka
Perdagangan berjangka dimulai dan digunakan oleh pedagang
komoditas dari abad ke-20. Di Jepang, petani beras dan pedagang beras mulai
berdagang kontrak berjangka beras sejak tahun 1910, yang kemudian
melahirkan Japanese Candlestick. Prinsip perdagangan berjangka adalah
perdagangan kontrak yang sudah dibakukan dan distandarisasikan oleh bursa.
Komoditas yang masuk kontrak akan mempunyai jumlah, kualitas, dan
tanggal penyerahan yang ditentukan oleh bursa sehingga jika seorang
pedagang ingin membeli atau menjual kontrak berjangka, yang disepakati
hanya harga. Contohnya, petani jagung. Pada bulan Juni, para petani menanam
jagung dan akan panen pada bulan September. Pabrik pakan ternak membeli
jagung untuk pakan hewan ternaknya. Petani ingin menjual dengan harga
tinggi, pabrik ingin membeli dengan harga rendah. Disini, petani sebagai
penjual dan pabrik sebagai pembeli. Bentuk fisiknya akan diserahterimakan
pada bulan September. Untuk melindungi nilainya, kontrak berjangka jagung
yang jatuh tempo pada bulan September, mulai diperdagangkan pada bulan
Juni. Jadi, si petani akan membeli dan si pabrik akan menjual kontrak
berjangkanya demi melindungi nilai pengeluaran dan pemasukan.20
19
Sya’ban M. Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, h.27
Abe Layman, Scalping The Art of Science: Cara Dahsyat Mengeruk
Keuntungan,cet.I, (Jakarta: Visimedia, 2010), h.1
20
50
Konsep lindung nilai ini mulai dilirik oleh bursa efek Amerika. Pada
1982, Kansas City Board of Trade mulai menawarkan Value Line Index,
karena jika harga saham turun,bagaimana investor bisa melindungi nilai
investasi mereka? Dengan adanya indeks saham, mereka bisa mengambil
posisi jual beli di indeks sebelum harga saham mulai naik, mereka bisa
melikuidasikan posisi jualnya dan mengambil keuntungan untuk menutup
kerugian harga saham mereka yang telah menurun.
Konsep seperti ini memang awalnya sangat kontroversial, sehingga
beberapa anggota kongres berusaha menyatakan perdagangan berjangka
seperti ini sebagai ilegal. Namun, para investor merasa melindungi nilai
investasi mereka, sehingga kongres gagal dengan gagasan itu. Legislator
memang kurang arif dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.
Pada tahun 1986, kontrak Standard and Poors (S & P) merupakan
kontrak yang mempunyai volume transaksi terbesar di Amerika. Disebabkan
sifat lindung nilai tersebut, beberapa manajer investasi dan reksadana mulai
membuatnya menjadi bagian dari portofolio mereka. Dari sana pula lahirlah
suatu industri dan beberapa instansi yang dibentuk oleh pemerintah guna
mengawasi dan mengatur perdagangan berjangka.21
G. Visi dan Misi Bursa Komoditi
Visi Bursa global untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa,
menyusul pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil selama dekade
21
Abe Layman, Scalping The Art of Science: Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan, h.2
51
terakhir. Misi mewujudkan pembentukan harga yang menjadi acuan harga
komoditi dunia maka permintaan atas komoditas akan terus meningkat yang
mengakibatkan kenaikan harga komoditas tersebut. Harga komoditas akan
terus meningkat sejalan dengan laju inflasi melalui Bursa Berjangka para
pelaku pasar dapat melindungi harga komoditas terhadap inflasi. 22
Otoritas bursa harus berupaya menciptakan pasar yang sehat dan adil
dengan menetapi beberapa ketentuan berikut:
1. Menerapkan
larangan
mempermainkan
harga
dengan
merekayasa
permintaan (bay’ najasy) dan rekayasa penawaran (ikhtikar).
2. Melarang perdagangan komoditi yang tidak pasti (taghrir atau gharar).
3. Melarang penjualan sesuatu yang tidak dimiliki.
4. Melarang semua bentuk riba.
5. Mengatur setiap transaksi sehingga terjadi transfer atau akad pemindahan
kepemilikan aset.
6. Bentuk paling umum dalam transaksi jual beli adalah perdagangan di
tempat
pertukaran
komoditi
dan
harga
(bay’al-mu’ajjal)
atau
menangguhkan pemberian atau penyerahan komoditi (bay’al-salam atau
bay’ al-isthisna’).
7. Suatu transaksi tidak dianggap sah secara hukum bila seseorang
melakukan pembayaran terhadap yang lain tanpa mempertimbangkan
imbalan jasa (iwadh) atau keuntungan.
22
PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX:
Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta:
PT.BKDI/ICDX, 2013), h.1
52
8. Transaksi dianggap tidak sah jika penjual membuat kesalahan statement
secara materiil sehingga pembeli percaya dan membeli komoditi tersebut.
Penjual seharusnya memberikan pilihan kepada pembeli untuk mencabut
perjanjian atau kontrak. Sistem ekonomi Islam tidak membolehkan suatu
periklanan atau informasi yang mengandung kesalahan.
9. Keuntungan yang disebabkan oleh kebutuhan pembeli tidak dibolehkan.
Apabila si penjual menukar dengan harga yang lebih tinggi dari harga
pasar, si penjual harus mengganti kerugian pembeli karena ia mengambil
untung yang berlebihan.
10. Harga, objek jual beli, waktu, tempat penyerahan harus mengikuti aturan
yang spesifik, yaitu adanya hak khiyar (meneruskan atau membatalkan)
jual beli bagi pembeli atau penjual ketika terdapat sesuatu yang
meragukan.
11. Uang bukanlah barang dagangan (komoditi) tetapi hanya alat tukar.
Karena itu, Islam melarang transaksi ribawi yang mengaggap uang sebagai
komoditi.23
H. Produk Bursa Komoditi
Bursa komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) menawarkan aneka
produk komoditi yang dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Soft Agri: Minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan olein,
kopi dan coklat.
2. Logam: emas dan timah
23
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah ,cet.I, (Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta, 2009), h-241-242
53
3. Energi: batubara, minyak mentah
CPO dan OLEIN, Indonesia adalah penghasil Crude Palm Oil (CPO)
terbesar di dunia. Hampir 60: dari produksi CPO dunia berasal dari Indonesia.
Dan olein merupakan produk olahan minyak sawit. Dengan meningkatnya
kegiatan hilirisasi, sehingga peran bursa menjadi penting bagi peserta industri
untuk mengelola risiko harga. Sebagai respon terhadap kebutuhan pasar
minyak sawit.
Gold, Emas adalah logam mulia kuning yang telah digunakan selama
ribuan tahun sebagai penyimpan nilai, sebagai alat pertukaran dan perhiasan.
Mayoritas konsumsi emas berasal dari sektor perhiasan. Emas juga
diperdagangkan sebagai alat lindung nilai bagi produsen komersial dan
pengguna emas.
TIN adalah logam putih keperakan. Fungsi timah sangat penting
sebagai lapisan pelindung pada logam agar lebih kuat seperti baja dan
tembaga, sebagian besar sebagai tinplate. Indonesia sebagai eksportir terbesar
di dunia, maka suadah seharusnya menjadi timah penentu harga dunia, maka
sudah seharusnya menjadi timah penentu harga dunia.
Mata Uang Asing Multilateral, guna memenuhi ketersediaan valuta
asing di Indonesia BKDI menawarkan perdagangan mata uang asing. Hal ini
untuk sekaligus memfasilitasi masyarakat internasional yang menjadikan
Indonesia sebagai tempat bisnis utama.
PALN adalah singkatan dari Penyaluran Amanat Luar Negeri. Secara
umum berarti produk-produk yang diperdagangkan di bursa luar negeri juga
54
dapat ikut ditransaksikan di BKDI oleh investor/trader nasabah begitu juga
sebaliknya produk-produk yang diperdagangkan di BKDI dapat ditransaksikan
di bursa yang berada di luar negeri. Produk-produk PALN adalah sebagai
berikut:
1. Cocoa Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Buah Coklat
Berjangka(
2. Corn Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Jagung
Berjangka)
3. Mini Crude Oil Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak
Minyak Sawit Mentah Mini Berjangka)
4. Mini Corn Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Jagung
Mini Berjangka)
5. Gasoline Futures Contract Specification (Spesifikasi Kotrak Gasoline
Berjangka) 24
24
PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX: Peluang
Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta:
PT.BKDI/ICDX, 2013), h. 2- 3
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BURSA KOMODITI
BERJANGKA
A. Risiko Pasar
Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akibat yang
kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau
tindakan.1 Sedangkan dalam Kamus Manajemen, risiko adalah ketidakpastian
yang mengandung kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan
keuntungan atau kemampuan ekonomis.2 Risiko sering dikatakan sebagai
uncertainly atau ketidakpastian. Ketidakpastian atau uncertainly sering
diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian dan
setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda.3 Dari pengertian yang
telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwasanya risiko adalah peluang dari
kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan (merugikan) baik
bagi perusahaan/lembaga, maupun bagi orang per orang.
Peristiwa
yang
menyebabkan
terjadinya
risiko
(risk
event)
didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi
kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Peristiwa tersebut dapat berasal dari
kejadian internal ataupun eksternal. Kejadian internal yang dimaksud adalah
kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan
sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur, dan lain-lain. Kejadian
internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi. Sebaliknya, kejadian
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h.959
2
BN.Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: CV. Muliasari, 2003), h.317
3
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, (Jakarta: PPM, 2006), h.16
55
56
eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat
dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi perusahaan yang
bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia
seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis eekonomi regional
dan krisis ekonomi lokal hingga dampak sistemik yang ditimbulkan oleh
masalah pada lembaga keuangan atau Bank lain.
Risiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari
portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel
pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar.4
B. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Risiko dalam Bursa Komoditi
Pengalaman krisis ekonomi yang berpengaruh pada ketidakpastian
arah perekonomian dan tingkat inflasi yang tinggi membuat para investor
beralih ke investasi emas yang dirasa lebih aman. Emas dipercaya oleh
sebagian
besar
masyarakat
sebagai
investasi
yang
aman
karena
kecenderungannya untuk terus menerus naik dari periode ke periode. Namun
pada prakteknya beberapa spekulan beranggapan naik turun atau volatilitas
harga emas dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar dibandingkan
komoditas-komoditas lainnya, sehingga emas dalam bursa komoditas menjadi
salah satu pilihan yang banyak diminati.5
Perdagangan di dalam bursa komoditi dapat dilakukan dengan caracara berikut:
4
Imam Ghozali, Manajemen Risiko Perbankan, (Semarang: Pusat Penerbit
Universitas Diponegoro, 2007), h.17
5
Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari
http://daudario.wordpress.com
57
1. Perdagangan Fisik (Lelang) yang bersifat efektif : Transaksi perdagangan
yang segera diikuti dengan penyerahan barang secara tunai dari penjual
kepada pembelinya.
2. Perdagangan future dan forward : Perdagangan atau transaksi yang telah
dilakukan namun tidak segera diikuti dengan penyerahan barangnya.
Penyerahan barang biasa dilakukan beberapa bulan kemudian, sesuai
dengan perjanjian yang tertera dalam kontrak.
Future Trading atau Future Komoditi adalah mirip dengan akad Bai’
Salam atau salaf, yaitu jual beli dengan pembayaran harga yang disepakati
secara tunai, sedang penyerahan barangnya ditangguhkan kemudian pada
waktu yang dijanjikan oleh penjual dan disetujui pembeli (jatuh tempo).
Dalam akad salam harga sudah final/tetap, tidak dikenal padanya penambahan,
kenaikan ataupun penurunan.
Dalam Future Trading disamping ada orang yang motivasinya
membeli barang, tetapi banyak juga yang motivasinya bukan membeli barang
tetapi melihat fluktuasi harga. Saat harga barang tinggi maka ia melepas surat
tanda kepemilikan barang, dan jika harga rendah maka ia tahan. Dan begitulah
berpindah-pindah dari satu orang ke-orang lain menjual surat berharga
tersebut tanpa mengetahui barangnya. Unsur penambahan/kenaikan harga atau
penurunan/pengurangan harga setelah transaksi dan pembayaran dilunasi
disebut capital gain. Unsur penambahan atau pengurangan ini mengandung
karakter gambling (maysir/perjudian), baik perusahaan yang untung atau
merugi, hukum maysir/qimar adalah haram. 6
6
Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari
htp://daudario.wordpress.com
58
Jelasnya, dalam future trading target pembeli adalah bergambling
(qimar/maysir) dengan naik turunnya harga barang yang ditentukan oleh
pasar, dan bukan barang itu sendiri yang menjadi target pembeli. Kemudian,
hal yang tidak diterima pula oleh syariat adalah pembeli menjual kembali
barang yang belum ia terima kepada pembeli kedua atau orang lain. Adapun
memberikan jasa konsultasi untuk keperluan Future Trading yang
mengandung unsur praktek haram seperti diatas termasuk memberikan
dukungan untuk suatu kema’siatan atau manivestasi ta’awun ‘alal itsmi.
Maka, penghasilan yang diperoleh dari jasa konsultasi ini hukumnya adalah
haram.
Hal yang hampir mirip terjadi juga pada bursa saham dan money
changer. Kedua model akad ini secara mendasar adalah halal. Tetapi hukum
itu berubah jika sudah mengarah pada maisir (perjudian), yaitu motivasi jual
beli saham untuk mencari selisih keuntungan, bukan penyertaan modal. Begitu
juga pada jual beli mata uang, motivasinya untuk mencari keuntungan dari
selisih harga tersebut bukan untuk kebutuhan, misalnya keluar negeri dll.
Maka hukum kedua jenis transaksi tersebut berubah dari halal menjadi haram,
karena sudah masuk pada judi yang diharamkan Allah.7
Commodity position risk (risiko perubahan nilai komoditi) adalah
suatu situasi dan kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga
barang komoditi di pasar yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana
kondisi ini akan semakin parah pada saat barang komoditi tersebut telah
7
Pusat Konsultasi Syariah, Artikel diakses pada syariahonline.com
59
terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity contrack) serta
informasi tersebut telah sampai ke pasar.
Jual beli di bursa komoditi bersifat fluktuatif, naik dan turun terjadi
dalam waktu yang cepat. Kondisi ini sering dijadikan keuntungan oleh pihak
spekulan yaitu dengan cara membeli pada saat harga rendah dan menjual pada
saat harga tinggi, dimana jarak ini dilihat sebagai capital gain yaitu
keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual. Kasus di
lapangan sering sekali para spekulan melakukan aksi ambil untung dengan
harga informasi yang tidak lengkap. Kondisi informasi yang tidak lengkap
menciptakan pasar yang tidak efisien. Pasar tidak efisien adalah dimana suatu
kondisi berbagai informasi tidak dapat diperoleh dengan mudah dan cepat.
Adapun pengertian dari pasar efisien adalah suatu kondisi dimana informasi
tentang semua harga dapat diperoleh secara terbuka dan cepat tanpa ada
hambatan yang khusus.8
Memang harus diakui mendapatkan berbagai informasi bukan sesuatu
yang mudah. Dan lebih jauh salah satu masalah dalam informasi adalah
menyangkut berbagai data dan informasi yang ada seperti:
1. Seluruh informasi yang diterima adalah informasi masa lalu termasuk
informasi keuangan, karena catatan-catatan akuntansi merupakan catatan
masa lalu.
2. Data-data masa lalu tersebut bersifat time series.
8
Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni 2012 dari http://resikopasar.blogspot.
com/ 2012/06/resikopasar.html
60
3. Data-data tersebut kemudian dipakai untuk diprediksi guna mengetahui
kondisi yang akan terjadi kedepannya, artinya data-data tersebut sebagai
alat prediksi.
4. Perusahaan tidak pernah memiliki data masa depan karena belum tercatat
dan belum terjadi.
Kondisi pasar tidak efisien ini memiliki ruang besar untuk melakukan
spekulasi. Dan spekulasi ini tidak selamanya kita memperoleh kondisi seperti
yang kita perkirakan. Ada waktu dimana itu benar-benar di luar kendali dan
rencana yang dibuat.
Equity position risk (risiko perubahan kekayaan) adalah suatu kondisi
dimana kekayaan perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari
biasanya sehingga perubahan tersebut memberi dampak pada keuntungan dan
kerugian karyawan.9
Pemerintah Indonesia memiliki fungsi dan peran sunting. Pemerintah
Indonesia menyadari pentingnya sebuah sarana lindung nilai (Bursa
Berjangka) di Indonesia. Sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alam
(Indonesia disebutkan sebagai Negara agraris) yang ditandai dengan
perkembangan perkebunan/pertanian seperti kopi, kayu lapis, lada, cokelat,
jagung, padi dan masih banyak sumber daya alam lainnya, merupakan tempat
yang sangat strategis dan potensial untuk perdagangan kontrak berjangka atas
sumber daya alam tersebut. Akan tetapi peran perdagangan berjangka yang
diharapkan mampu untuk menunjang perekonomian secara umum berlaku
9
Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni 2012 dari Resikopasar.blogspot.
com/ 2012/06/resiko-pasar.html
61
mulai pada tahun 1982 pemerintah mengeluarkan aturan tentang perdagangan
berjangka yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1982 tentang Bursa
Komoditi, yang diikuti dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 1982 tentang Pendirian dan Pokok-pokok Organisasi Bursa Komoditi.
Dan pada waktu itu pengawasan perdagangan komoditi dilakukan
oleh Badan Pelaksana Bursa Komoditi (BAPEBTI) yang berada di bawah
kewenangan Departemen Perdagangan pada waktu itu. Untuk sekarang ini
Perdagangan Berjangka Komoditi diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 1997 dan perubahannya. Perdagangan Berjangka baru mulai dikenal
sebagai tempat investasi secara luas oleh masyarakat pada awal tahun 2001
yaitu setelah mulai beroperasinya Bursa Berjangka pertama di Indonesia,
dimana setelah itu terjadi perkembangan yang pesat Perdagangan Berjangka
dengan munculnya anggota bursa yaitu sebagai Pedagang Berjangka dan
Pialang Perdagangan Berjangka.
Peran Bursa Berjangka dalam perekonomian suatu Negara yaitu
Manajemen risiko dan lindung nilai, Instrumen derivatif dapat menjadi sarana
pengelolaan risiko. Dalam dunia bisnis ada suatu risiko yang umum terjadi
yaitu fluktuasi harga. Fluktuasi harga ini merupakan akibat ketidakpastian
akan kondisi pasar dan iklim bisnis. Kondisi fluktuasi harga ini dalam jangka
panjang dapat menyebabkan para pelaku ekonomi baik domestik dan dunia
internasional.
Seperti misalnya produsen CPO yang terkadang sulit menentukan
harga jual CPO untuk beberapa bulan mendatang. Jika harganya CPO turun
62
maka produsen CPO akan menderita kerugian. Sebaliknya jika harga CPO
meningkat maka ia akan mendapatkan banyak keuntungan. Dari sini kita
melihat bahwa ada unsur judi jika pelaku bisnis tidak melakukan pengelolaan
risiko dan lindung nilai. Risiko juga semakin bertambah dengan adanya
perubahan nilai kurs, gejolak politik, dan inflasi atau perubahan suku bunga.
Instrumen derivatif dan Bursa Berjangka dapat memfasilitasi pengelolaan
risiko tersebut karena harga instrumen derivatif mempunyai harga yang sangat
berkaitan erat dengan harga underlying asset. Dalam investasi, investor atau
pelaku pasar memiliki tingkat penerimaan risiko (risk tolerance) yang
berbeda-beda. Ada pelaku pasar yang menginginkan kepastian (hedgers)
seperti pada contoh sejarah perdagangan berjangka pada masa Aristoteles
dimana pemilik pengolahan zaitun menginginkan kepastian dan ada yang
menginginkan keuntungan dan berani mengambil risiko yang tinggi pula
(speculators).10
C. Prinsip-Prinsip Islam dalam Perdagangan
Apapun bentuk perdagangan yang dilakukan seseorang selama tidak
lepas dari kendali nilai-nilai tersebut dibenarkan dalam Islam. Demikian pula
Islam mendukung perdagangan yang membawa manfaat apapun untuk
kesejahteraan manusia dengan tetap mendasarkan diri pada sejumlah prinsip
tertentu. Dalam Islam prinsip-prinsip utama dalam perdagangan ini
dikemukakan M.A.Mannan selain kejujuran dan kepercayaan serta ketulusan
juga diperlukan beberapa prinsip lain, seperti:
10
Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, diakses dari http://id.m.wikipedia.org/
wiki/ Bursa_Komoditi_dan_Derivatif_Indonesia
63
1. Tidak melakukan sumpah palsu
Sumpah palsu biasanya dilakukan pedagang dewasa ini dengan
motif dan tujuan untuk meyakinkan pihak lain (konsumen) bahwa barang
dan jasa yang diperdagangkannya tidak mengandung cacat meskipun
dalam kenyataannya tidak demikian merefleksikan prinsip dan nilai –nilai
moral dan spiritual dalam transaksi perdagangan.
2. Takaran yang benar dan baik.
Prinsip ini mendapat sorotan tajam dalam Islam sejak ribuan
tahun yang lalu, bahkan secara eksplisit ditegaskan gambaran tentang
kondisi dan keadaan yang dialami oleh pedagang yang (tidak melakukan
takaran dengan baik dan benar).
Landasan perdagangan yang mengedepankan nilai kejujuran
dengan cara memenuhi takaran dengan baik dan sempurna sesungguhnya
menunjukkan bahwa Islam menetapkan dan menempatkan pelaku
perdagangan (manusia) dalam kerangka yang terhormat. Cara pandang
yang demikian berlawanan dengan cara pandang sistem lain yang secara
melulu memandang manusia sebagai homo economicus. Perdagangan
dalam Kapitalisme, misalnya memandang manusia atas dasar dua asumsi.
Pertama,
manusia
sebagai
makhluk
ekonomi
yang
memiliki
kecenderungan alamiah untuk melakukan pertukaran (barang dan jasa).
Kedua, manusia akan selalu bertindak demi mengejar kepentingan
rasionalnya sendiri, atau setidaknya mengejar apa yang dprediksi akan
menguntungkannya.
64
3. I’tikad yang baik
I’tikad yang baik dalam perdagangan dianggap sebagai hakikat
perdagangan. Menurut MA. Mannan hubungan buruk yang timbul dalam
dunia bisnis dan perdagangan modern disebabkan karena tidak adanya
i’tikad baik yang timbul dari dua belah pihak. I’tikad baik dalam
perdagangan dipandang sentral dalam ekonomi Islam sehingga di dalam
al-Qur’an terdapat perintah yang jelas untuk membina hubungan baik
dalam usaha, semua perjanjian transaksi perdagangan harus dinyatakan
secara tertulis. Dengan menguraikan syarat-syaratnya, yang demikian
dalam al-Qur’an dipandang”lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dapat mencegah keragu-raguan. 11
D. Hukum Bursa Komoditi Berjangka dalam Pandangan Islam
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa ada
yang bersifat tunai, pasti dan permanen, serta ada juga yang berjangka dengan
syarat uang di muka. Sedangkan jika dilihat dari objeknya bisa berupa jual
beli barang komoditi biasa ataupun saham dan obligasi. Oleh karena transaksi
yang terdapat dalam bursa ini bermacam-macam, maka tidak bisa ditetapkan
hukum syari’atnya sehingga bisa ditentukan hukumnya secara terpisah.12
Lembaga pengkajian Fikih yang menginduk kepada Rabithah alAlam al-Islami telah merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi
itu pada pertemuan ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H , di
11
Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat, cet.I, (Yogyakarta: Graha Ilmu
2007), h.105-107
12
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam.,
Penerjemah Abu Umar Basyir, cet.I, (Jakarta:Darul Haq,2004), h.296
65
Makkah al-Mukarramah. Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah
memberikan keputusan berikut:
Keputusan pertama menyatakan bahwa tujuan utama pasar modal
(bursa) adalah menciptakan pasar tetap dan stimulan dimana mekanisme pasar
(supply and demand) yang terjadi serta para pedagang dan pembeli dapat
saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini merupakan suatu hal baik
dan bermanfaat karena dapat mencegah para pengusaha yang mengambil
kesempatan terhadap orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin
melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak
mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.
Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa tersebut
tertutupi oleh berbagai macam transaksi yang sangat berbahaya menurut
syari’at seperti perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang lain, bahkan
memakan uang orang dengan cara yang bathil. Oleh sebab itu tidak mungkin
ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun
yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di
dalamnya satu persatu secara terpisah.
Keputusan kedua menyatakan bahwa transaksi spot atau transaksi
langsung terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk
diserahterimakan bila disyaratkan harus ada serah terima langsung pada saat
transaksi menurut syari’at adalah transaksi dibolehkan. Tentunya selama objek
transaksi tersebut bukan barang yang diharamkan syari’at. Namun, jika barang
yang diperjualbelikan tidak dalam kepemilikan penjual, maka harus dipenuhi
66
syarat-syarat jual beli Salam. Setelah itu barulah pembeli boleh menjual
barang tersebut meskipun belum dilakukan serah terima barang.
Keputusan ketiga menyatakan bahwa transaksi spot terhadap saham
diperbolehkan jika saham tersebut memang telah berada dalam kepemilikan
penjual. Tentunya hal tersebut diperbolehkan selama jenis usaha perusahaan
yang sahamnya diperjualbelikan tidak bertentangan dengan syari’at seperti
bank ribawi, perusahaan minuman keras dan sejenisnya.
Keputusan keempat menyebutkan bahwa transaksi spot maupun
forward terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam
bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah
aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.
Keputusan kelima menyatakan bahwa transaksi forward atau
transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni
saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan
penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan
menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan
dasar bahwa penjual tersebut baru akan membeli dan menyerahkan barang
tersebut di kemudian hari pada saat transaksi dilakukan. Cara ini jelas dilarang
oleh syari’at berdasarkan hadits shahih Rasulullah Saw yang berbunyi:
67
(
Artinya:” Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui
Rasulullah Saw, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku
meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya,
saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya menjualnya
kepada orang tersebut. Rasulullah Saw.menjawab:”Janganlah kamu
menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (H.R.Tirmidzi).
Adapun keputusan keenam menyatakan bahwa transaksi forward
dalam pasar bursa bukanlah jual beli Salam yang diperbolehkan dalam syari’at
Islam, karena terdapat perbedaan antara keduanya.
Perbedaan pertama yakni dalam bursa saham, harga barang tidak
dibayar langsung saat transaksi. Melainkan ditangguhkan pembayarannya
sampai penutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli Salam harga barang
harus dibayar terlebih dahulu.
Perbedaan kedua yakni dalam pasar bursa, barang transaksi dijual
beberapa kali penjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya
tidak lain hanyalah tetap memegang barang tersebut atau menjualnya dengan
harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan secara
sungguhan akan tetapi secara spekulatif dengan mempertimbangkan untung
ruginya. Sehingga hal tersebut dapat diqiyaskan dengan perjudian. Padahal
dalam jual beli Salam tidaklah diperbolehkan menjual barang tersebut
diserahterimakan.14 Berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis transaksi yang
tidak bisa dilepaskan dari bursa komoditi berjangka.
1. Menjual Sesuatu Untuk Masa Yang Akan Datang (future contract)
13
Imam Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar syarh muntaqa alAkhbar (Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372), h.164
14
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,
Penerjemah Abu Umar Basyir, cet.I, (Jakarta:Darul Haq,2004), h.296-298
68
Menjual sesuatu untuk masa yang akan datang jika dikaitkan
dengan fikih Islam merupakan jual beli sesuatu yang ma’dum (tidak ada
wujudnya). Adapun mayoritas ulama fikih melarang untuk melakukan jual
beli yang tidak ada wujudnya (ma’dum) secara mutlak. Meskipun ada
sebagian ulama fikih yang melarang jual beli sesuatu yang tidak ada
wujudnya tersebut dengan alasan mengandung unsur gharar saja.
Dalam pandangan fikih, jual beli dengan keberadaan komoditi
yang belum jelas tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi darurat.
Namun dalam hukum positif di berbagai negara Islam, hal tersebut tetap
dibolehkan untuk melakukan jual beli sesuatu yang dimungkinkan
komoditinya ada dalam bentuk apapun selama pihak penjual dan pembeli
saling rido, dan tidak ada pengecualian dalam hal ini kecuali jual beli harta
warisan untuk masa yang akan datang.15
Seluruh contoh transaksi seperti yang berkembang saat ini
tersebut dilarang dalam fikih, bahkan dalam sebagian transaksi tersebut
tidak ada lagi celah untuk melakukan ijtihad karena adanya nash yang
secara spesifik melarangnya dan ditambah dengan adanya dalil syar’i yang
bersifat umum tentang larangan jual beli sesuatu yang bersifat gharar.
Hal demikian karena adanya hadis yang melarang untuk menjual
buah yang belum layak panen, dan tidak ada perbedaan antara menjualnya
dengan ta’liq (bersyarat) jika panen berhasil ataupun secara munjizan
(sudah terlaksana) dan panennya ada, karena unsur gharar ada dalam dua
15
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al-Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, Penerjemah Saptono Budi Satryo dan Fauziah R, (Jakarta:
Visi Insani Publishing, 2005), h.230-231
69
kondisi tersebut. Dalam kondisi ta’liq, gharar muncul dari dua sisi, yaitu
sisi jahalah (ketidaktahuan) dalam wujud dari komoditi dan sisi jahalah
(ketidaktahuan) dalam ukurannya jika ada.
Misalnya seseorang menjual buah yang akan dihasilkan dari
kebunnya, dengan harga tertentu, maka dapat dikatakan bahwa
sesungguhnya jual beli dengan cara seperti ini sah menurut fikih, karena
tidak ada unsur gharar di dalamnya. Hal tersebut karena seorang pembeli
akan membayar komoditi seharga dengan buah yang dapat diambil. Dan
seandainya
kebun
tersebut
tidak
menghasilkan
apapun
maka
sesungguhnya pembeli tidak memiliki kewajiban untuk membayar
apapun.16 Di bawah ini akan dijelaskan dalil yang dimungkinkan dapat
digunakan untuk pelarangan transaksi jual beli buah sebelum layak panen
(future contract).
Yang pertama yakni bahwa jual beli dengan harga keseluruhan
sekaligus,
sekalipun
tidak
mengandung
unsur
gharar
dan
sisi
ketidaktahuan terhadap efek dari akad itu sendiri. Karena sesungguhnya
transaksi dalam kondisi tersebut menjadi mu’allaq (bergantung) atas
adanya buah, dan itu adalah perkara yang dapat dimungkinkan akan
keberadaannya. Dan kita telah mengetahui bahwa para ulama fikih tidak
membolehkan transaksi jual beli dengan adanya ta’alluq (penggantungan
bersyarat) karena mengandung unsur gharar dan juga interpretasi lainnya.
Dan dalam transaksi tersebut juga mengandung unsur gharar dari sisi
ketidaktahuan dalam takaran komoditi ataupun harga, yaitu ketika
16
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.234
70
seseorang tidak mengetahui ukuran dari apa yang akan dihasilkan oleh
kebun tersebut walaupun faktanya memang menghasilkan buah.
Dalil yang kedua yakni bahwa jual beli semacam ini dapat
dikategorikan sebagai transaksi al-kali bi al-kali (jual beli hutang dengan
hutang), atau juga salam akan tetapi untuk buah tertentu dalam sebuah
kebun, dan kedua transaksi tersebut dilarang dalam fikih. Hal demikian
karena jika pembeli tidak membayarkan uangnya maka hal ini bisa disebut
dengan transaksi al-kali bi al-kali, dan jika pembeli membayarkan uangnya
maka ini adalah akad salam untuk komoditi tertentu. 17
Para pendukung akad kedua membela akan sahnya transaksi
tersebut karena transaksi tersebut dianggap telah terlaksana. Dengan
kondisi yang sama bahwa jual beli yang diperdebatkan keabsahannya
adalah jual beli mu’allaq (menggantung/bersyarat) atas adanya buah. Dan
telah diketahui, bahwa transaksi bersyarat tidak akan terlaksana kecuali
dengan terlaksananya sesuatu yang disyaratkan. Dengan alasan ini, maka
pendapat kedua dianggap batal.
Sekarang tinggal landasan argumentasi yang dipakai oleh
pendapat pertama yang mengatakan bahwa unsur ta’liq dalam jual beli
tidak diperbolehkan. Dan pendapat yang dipilih adalah tidak bolehnya
memasukkan unsur penggantungan (bersyarat) dalam jual beli, walaupun
pendapat mayoritas telah menolak sebagian pendapat para ulama fikih
dengan membolehkan adanya ta’liq.
17
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.235
71
Adapun ta’liq dalam kondisi seperti itu tidak diperbolehkan
karena tidak adanya kebutuhan mendesak dan tidak adanya unsur
maslahah yang terbangun, bahkan terkadang dapat menimbulkan
kemudharatan, yaitu ketika hasil panen lebih banyak dari yang telah
disepakati oleh pembeli, karena ia akan merasa tidak mampu untuk
membayarnya. Terkadang juga harganya berubah dari hasil panen yang
dihasilkan dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Maka
kemudharatan dapat dipastikan akan menimpa salah satu pihak yang
berakad dengan penuh penyesalan dan kerugian. Hal ini dapat menjadi
alasan untuk membatalkan transaksi jual beli atau tetap melanjutkan
transaksi dengan tidak adanya saling ridho. Padahal saling ridho
merupakan hal yang sangat ditekankan oleh syaria’t dalam transaksi jual
beli. Oleh karenanya kemaslahatan dapat terbangun ketika larangan jual
beli hasil panen yang belum layak panen untuk waktu yang akan datang itu
tetap dilarang, sekalipun transaksi tersebut dapat diharapkan hasilnya dan
dijual dengan harga keseluruhan sekaligus.
2. Jual Beli Sesuatu Yang Belum Dimiliki Secara Penuh Oleh Penjual
Transaksi ini merupakan jual beli yang bertentangan dengan
aturan fikih. Karena fikih tidak membolehkan seseorang menjual sesuatu
yang belum dimilikinya pada waktu transaksi berlangsung terhadap objek
transaksinya yang utama.
Dalam hasyisyah (penjelasan) Ibnu Abidin yang dikutip oleh
Hussein Shahatah dikatakan:
72
Termasuk salah satu syarat dari jual beli adalah objek
transaksinya harus dimiliki secara penuh oleh penjual dari apa yang ia jual
untuk dirinya sendiri. Maka tidak diperkenankan menjual sesuatu yang
belum menjadi miliknya, walaupun pada akhirnya objek tersebut akan
menjadi miliknya setelah transaksi berlangsung, sebagai aplikasi dari
sebuah shahih tentang larangan seseorang menjual sesuatu yang bukan
miliknya.18
Adapun transaksi salam yang terjadi di pasar keuangan yang
dikenal dengan future contract, maka sesungguhnya transaksi tersebut
mengandung banyak hal merugikan (efek samping) secara syar’i.
Diantaranya adalah tidak disyaratkan dalam transaksi tersebut kepemilikan
bagi si penjual, akan tetapi cukup dengan adanya komitmen untuk
menyerahkan komoditi pada waktu tertentu, jika si pembeli memintanya.
Sebagaimana pula tidak disyaratkan adanya uang muka dalam
transaksinya, yang ada hanyalah syarat untuk membayar nishbah yang
tidak lebih dari 10%. Maka hal ini merupakan jual beli sesuatu yang bukan
miliknya yang dilarang dalam agama dan tidak termasuk dalam transaksi
salam yang telah mendapat rukhshah untuk menjalankannya.
Transaksi-transaksi seperti tersebut di atas jelas dilarang dalam
syari’ah, walaupun si penjual-memiliki suatu komoditi tertentu kemudian
diserahkan kepada sang pembeli. Akan tetapi, kenyataan yang ada tidak
demikian, karena transaksi ini hanya berakhir dengan pembayaran selisih
18
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.237
73
dari harga (agio), dan yang berakhir dengan serah terima komoditi tidak
lebih dari tiga persennya, sebagaimana dibatasi oleh para broker yang ada
dalam pasar tersebut. Dan inilah yang menjadikan transaksi ini lebih dekat
kepada perjudian daripada suatu transaksi jual beli.19
Sebuah permasalahan yang terkait dengan jual beli sesuatu yang
belum dimiliki secara penuh, sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis
yang melarang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya. Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah, apakah larangan tersebut termasuk setiap
apa yang tidak dimiliki oleh seorang penjual pada waktu transaksi
berlangsung, baik itu bentuk komoditi tertentu atau komoditi yang dalam
tanggungan yang tersifati kadar dan karakternya (mausuf fii dzimmah)
seperti salam, atau juga apakah untuk komoditi yang bersifat mausuf fii
dzimmah dan dapat diserahkan beberapa saat setelah transaksi berlangsung
atau hanya khusus untuk kondisi-kondisi tertentu?
Larangan hadis terhadap seseorang untuk menjual sesuatu yang
bukan miliknya itu jika yang dimaksud dalam transaksi yang penyerahan
obyek transaksinya harus dilakukan pada waktu akad berlangsung maka
hal demikian dibolehkan, karena illat dari larangan hadis adalah adanya
unsur gharar yang timbul akibat ketidakmampuan dalam penyerahan
komoditi, dan gharar tersebut akan hilang atau berkurang tatkala ada
keyakinan dari pihak penjual untuk mendapatkan komoditi dan kemudian
diserahkan kepada pembeli.20
19
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.238
20
Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi
dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.239-240
74
Dalam masalah ini Ibnu Qudamah berkata bahwa tidak adanya
perbedaan pendapat ulama terkait hukum masalah ini. Adapun ‘illat
(penyebab) larangan dari hal tersebut adalah adanya unsur yang timbul
akibat
adanya
ketidakmampuan
penyerahan
komoditi.
Dalam
permasalahan ini transaksi salam dikatakan sebagai pengecualian dari
larangan untuk menjual sesuatu yang dikatakan hadis yang terkait dengan
salam merupakan mukhasis (pengkhususan) dari umumnya hadis tentang
larangan untuk menjual yang bukan miliknya. Islam menolak bisnis yang
melibatkan transaksi forward. Nabi Muhammad Saw. melarang penjualan
barang yang belum dimiliki.
Berdasarkan
hadits
tersebut
menunjukkan
bahwa
tidak
dibenarkan untuk menjual bahan pangan sebelum barang tersebut ada di
tangan penjual. Menurut Imam Syafi’i tidak dibenarkan untuk menjual
apapun, bahan pangan, tanah atau kebun sebelum mengambil alih hak
milik barang tersebut. Dalam masalah ini Imam Ahmad tidak
menyebutkan barang tertentu misalnya barang-barang yang mudah
membusuk, yang tidak ada di tangan penjual, oleh Nabi SAW dilarang
karena mengandung unsur yang meragukan untuk sampai ke tangan
pembeli. Terdapat semacam untung-untungan bahwa pengirimannya tidak
akan diselesaikan oleh penjualnya oleh karena berbagai alasan yang tidak
terduga. Kurang lebihnya ini sama halnya dengan judi, barang tersebut
mungkin dikirim, mungkin juga tidak. Dengan jelas disitu terdapat unsur
yang meragukan dan untung-untungan. Disamping itu, akan merugikan
75
pembeli apabila barang tersebut hilang atau rusak selama dalam
pengiriman kepadanya.21
3. Bisnis Spekulatif
Spekulatif dalam bahasa Indonesia ini berasal dari kata dalam bahasa
Inggris, yaitu speculative, yang juga berasal dari suatu kata dalam Bahasa
Latin, yaitu speculari, yang berarti melihat kedepan. Di Negara-Negara
Barat itu sendiri, bisnis spekulatif dapat diartikan sebagai bisnis yang
memperdagangkan barang/ komoditi yang tidak ada atau belum ada,
dengan kata lain, pelaku bisnis berspekulasi mengenai harga komoditi
tersebut di masa mendatang. Di Indonesia ini sendiri, arti bisnis spekulatif
adalah lebih luas, yaitu semua bisnis yang memiliki hasil yang tidak
pasti.22
Ciri-ciri bisnis spekulatif:
a. Memiliki hasil yang tidak pasti dan susah ditebak
b. Memperdagangkan sesuatu yang tidak ada atau belum ada
c. Money game
d. Menjanjikan keuntungan yang besar tanpa perlu berusaha
e. Mewajibkan pelaku bisnis/investor untuk membayar di muka
f. Keuntungan yang bersifat flat
g. Perdagangan structured product23
21
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid IV, (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1996), h.144
22
Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari
http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/
23
Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari
http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/
76
Kelebihan bisnis spekulatif:
a. Memungkinkan pebisnis untuk meraih keuntungan besar dengan
sedikit usaha dan modal
b. Melalui perdagangan spekulatif pada komoditi, harga pasaran dapat
terkontrol pada level tertentu, ketika panen berlebih dan harga turun,
spekulan akan mendorong komoditas tersebut, sehingga harga menjadi
lebih tinggi dan menguntungkan petaninya, ketika harga komoditi
tersebut menjadi sangat tinggi, spekulan akan menjual komoditas
tersebut secara besar-besaran sehingga menurunkan harga pasaran ke
level yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Kekurangan bisnis spekulatif:
a. Susah ditebak, sehingga pebisnis yang kurang familiar dengan
berspekulatif dapat rugi besar. Mungkin saja setelah spekulan membeli
suatu komoditas dalam jumlah banyak, harga pasaran komoditas
tersebut masih saja merosot.
b. Sering merupakan selubung atas money game yang bertujuan untuk
menyedot uang investornya.
c. Spekulasi terhadap komoditas dapat menyebabkan menggembungnya
ekonomi, dimana volume perdagangan terlihat besar walau pada
kenyataannya tidak seperti itu. Para pengamat ekonomi mengatakan
bahkan salah satu penyebab naiknya harga minyak dunia adalah karena
penggembungan ini.24
24
Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari
http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/
77
Spekulasi adalah suatu fenomena pembelian sesuatu pada harga
murah dengan harapan dapat menjualnya di masa yang akan datang
dengan harga mahal. Jika harga suatu objek di masa yang akan datang
diharapkan lebih tinggi daripada harga saat ini, maka seorang pembeli
spekulatif akan membelinya dengan sebuah harapan untuk menjualnya di
masa yang akan datang. Begitu pula, jika harga di masa yang akan datang
diharapkan lebih tinggi daripada harga saat ini, maka spekulan akan
menjual barangnya sekarang dalam rangka menghindari penjualan pada
harga murah di masa yang akan datang. Jenis bisnis ini ditolak oleh Islam.
Khususnya menahan bahan makanan utama karena ingin menaikkan harga
secara artifisial (yang disebut juga menimbun atu hoarding), amat dikutuk
oleh Nabi Muhammad.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisa beberapa hal yang menjadi fokus kajian penulis di
atas, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Transaksi multilateral atau many to many yaitu semua harga dan likuiditas
ditentukan oleh pembeli dan penjual dikarenakan Bursa hanyalah penyedia
tempat, sarana dan sistem untuk penjual dan pembeli yang mana penjual
dan pembeli tidak saling mengenal. Transaksi PALN, dimana client dan
nasabah melakukan transaksi order jual beli secara langsung melalui
perantara (pialang berjangka). Yang mana pialang berjangka akan
meneruskan ke Bursa. Kemudian Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
(BKDI) dan ISI berkoordinasi guna keperluan kliring. Dari BKDI maka
order jual beli client/ nasabah akan diteruskan / dilimpahkan ke pialang
berjangka luar negeri yang merupakan anggota bursa luar negeri akan
meneruskan order tersebut ke bursa luar negeri tersebut. Lembaga kliring
akan bertanggungjawab melakukan proses penyelesaian transaksi di bursa
menjamin hak dan kewajiban setiap pembeli dan penjual dalam
perhitungan rugi/ laba dan dalam proses penyerahan fisik.
2. Kurangnya informasi tentang bursa komoditi berjangka, seorang
spekulator dapat mengalami kerugian yang besar karena tidak memiliki
keahlian komoditi yang menjadi subjek dari kontrak berjangka, tidak
memiliki indeks saham atau produk lainnya. Dengan demikian kerugian
87
87
yang mereka alami sehubungan dengan perdagangan berjangkanya tidak
dapat ditutupi atau dikompensasi oleh keuntungan dari pasar fisiknya.
3. Dalam pandangan syari’ah, pembahasan yang dilakukan oleh ulama
mengenai kontrak berjangka dan instrumen turunan (derivative) lainnya
umumnya terletak pada kandungan gharar yang berlebihan di dalamnya.
Gharar mempunyai risiko berlebihan yang mana membuat perdagangan itu
menyerupai atau bahkan menjadi perjudian. Gharar timbul karena adanya
ketidakpastian
atau
ketidakcukupan
informasi
dalam
persyaratan-
persyaratan yang ada dalam suatu kontrak seperti harga, obyek transaksi,
jumlah obyek, waktu penyerahan, tempat penyerahan, dan lainnya.
Rasulullah Saw telah melarang jual beli yang mengandung gharar ini
karena kontrak berjangka memiliki pengertian mirip dengan kontrak
forward yaitu sebuah kontrak untuk membeli atau menjual suatu
komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga yang telah ditetapkan
sekarang. Transaksi semacam kontrak berjangka jelas memperdagangkan
sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan oleh segelintir
orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis terbesar di
dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah uang
yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi
maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan
kontribusi langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya
kesejahteraan masyarakat.
78
B. Saran
Perdagangan berjangka sering disebut perdagangan yang beresiko,
kompleks dan sangat bergejolak, sehingga hanya cocok bagi orang yang
memiliki ketrampilan bisnis yang tinggi. Karenanya sebelum melibatkan diri
dalam kegiatan ini penulis menyarankan terlebih dahulu hal-hal sebagai
berikut:
1. Mengerti dan memahami Kontrak Berjangka serta kewajiban apa saja yang
harus dipenuhi bila Anda melakukan perdagangan berjangka.
2. Mengerti dan memahami kemungkinan dihadapinya resiko dan berbagai
aspek perdagangan lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam Dokumen
Pemberitahuan Adanya Resiko (Risk Disclosure Statement) yang
disampaikan Pialang Berjangka kepada Anda.
3. Pedagang atau pelaku pasar adalah manusia, jadi yang menggerakkan
harga pasar adalah manusia. Pedagang atau pelaku pasar menggunakan
akal mereka untuk berpikir setelah mempelajari segala data dan analisis
untuk mengambil posisi beli atau jual. Dengan mengenali secara piawai
perangkat- perangkat yang digunakan oleh pelaku pasar, kita bisa berpikir
seperti pelaku pasar. Untuk bisa menghasilkan keuntungan dalam
perdagangan berjangka atau future trading kita harus bisa berpikir seperti
pedagang atau pelaku pasar. Menganalisis secara teknikal bukan untuk
membuktikan bahwa kita pintar, tetapi bisa menyelaraskan pemikiran kita,
seperti pemikiran pedagang sehingga kita bisa mengantisipasi pergerakan
harga sesuai dengan analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi. Kifayatul
Akhyar. Surabaya: Bina Iman, 1995.
Antonio, Muhammmad Syafi’i. Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press, 2009.
Daud, Ma’mur. Terjemah Shahih Muslim. Jilid III.cet.I. Jakarta: Widjaya, 1984.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2005.
Djohanoputro, Bramantyo. Manajemen Risiko Terintegrasi. Jakarta: PPM, 2006.
Ghazaly, Abdul Rohman, Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat.
Jakarta: Kencana, 2010.
Ghozali, Imam. Manajemen Risiko Perbankan. Semarang: Pusat Penerbit
Universitas Diponegoro, 2007.
Huda, Nurul dan Heykal, Muhammad. Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:
Kencana, 2010.
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqh Para Mujtahid, cet.III, Jakarta:
Pustaka Amani, 2007.
Kasani, Abu Bakar Ibn Mas’ud. al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al-Shara’i. Beirut:
Darul Kitab al-Arabi, edisi ke-2, review buku Muhammad Syafi’i
Antonio. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press, 2009.
Lathif, Ah. Azharuddin. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: UIN Press, 2005.
Layman, Abe. Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan
Dari Pasar Uang. Jakarta: Visimedia, 2010.
Marbun, BN. Kamus Manajemen. Jakarta: PPM, 2006.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana, 2007.
Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. cet.I. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2007.
81
82
Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursoh al-Auraq al-Maliyah min
Mandhury Islamiy. Damaskus: Dar al-Fikr, 2002
Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursa Saham Menurut Pandangan Islam.
cet.I. Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2007
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap,
cet.14. Jakarta: Pustaka Progresif, 1997.
Mushlih, Abdullah dan Shalah, Al-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Penerjemah Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq, 2004.
Nafik, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syari’ah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001.
Nasarudin, M. Irsan dan Indra, Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.
Jakarta: Prenada Media, 2004.
PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia. Sekilas Mengenai ICDX: Peluang
Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi/ Commodity Future.
Jakarta: PT.BKDI/ ICDX, 2013.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid IV. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1996.
Rais, Isnawati dan Hasanudin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syari’ah. cet.I. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah, 2011.
Rasyid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Bandung, 1992.
Rifa’i, Moh. Konsep Perbankan Syariah. Semarang : Wicaksana, 2002.
Shan’ani, Muhammad bin Ismail, Subul al-Salam, Juz III, Kairo: Syirkah
Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi,1960.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. cet.I. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, cet.V. Jakarta: UIN Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2010.
Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990.
Syahatah, Hussein dan Fayyad, Athiyyah. Bursa Efek: Tuntutan Islam Dalam
Transaksi di Pasar Modal. Penerjemah A. Syakur, Surabaya: Pustaka
Progressif, 2004.
83
Syahatah, Hussein dan adh- Dharir. Siddiq Muhammad al- Amin, Transaksi dan
Etika Bisnis dalam Islam. Penerjemah: Saptono Budi Satryo dan Fauziah
R, Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005.
Syaukani, Imam Muhammad Ibn Ali. Nailu al-Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar.
Tt. Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372.
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Jilid IV, Beirut: Dar-alFikr,1984
Yusuf, Soewardi, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi
Likuiditas Pada Perbankan Syari’ah, special edition, Jakarta: Karim
Review, 2008.
Internet
“Bursa Komoditi” Artikel diakses pada 9 Desember 2010, dari http:id/wikipedia.
org/wiki/komoditas
Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari
http://daudario.wordpress.com
Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari
http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/
Pusat Konsultasi Syariah,Artikel diakses pada syariahonline.com
Rahma
Setiana,
Artikel
diakses
pada
12
Juni
http://resikopasar.blogspot.com/2012/06/resikopasar.html
2012
dari
Utomo, Ustadz Setiawan Budi, “Hukum Bursa Berjangka (Future Market) dan
Bursa Commodity (Commodty Exchange)”, Artikel diakses pada April
http://ustadzbu.blogspot.com/2009/04/hukum-bursa-2009
dari
berjangka.future- market.html
Download