BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: NURLAILA 107043101983 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H /2014 M ii iii iv ABSTRAK Nurlaila, 107043101983, “BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.Skripsi Strata Satu (S1) Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Tujuan penulisan skripsi adalah untuk mengetahui proses transaksi jual beli dalam bursa komoditi, faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam bursa komoditi dan mengetahui pandangan dalam hukum Islam tentang bursa komoditi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan objek penelitian dengan metode normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka dan internet. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrak berjangka memiliki pengertian mirip dengan kontrak forward yaitu sebuah kontrak untuk membeli atau menjual suatu komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga yang telah ditetapkan sekarang karena transaksi semacam kontrak berjangka jelas memperdagangkan sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan oleh segelintir orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis terbesar di dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah uang yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan kontribusi langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya kesejahteraan masyarakat. Kata kunci : Kontrak, Gharar, dan Perdagangan Bursa Berjangka Pembimbing : Dr.H.Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc,MA Daftar Pustaka : Tahun 1372 s.d.Tahun 2013 v بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih terdapat kekurangan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala kepedulian mereka yang telah memberikan berbagai bentuk bantuan baik berupa sapaan moril, kritik, masukan, dorongan semangat, maupun sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. H. JM.Muslimin, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M,Ag., dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum. 3. Bapak Dr. H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc.MA., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu luang, motivasi serta pikiran untuk vi memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak. 4. Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama’ yang telah memberikan pinjaman buku kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang, Ayahanda H.Ahmad Thofandi, Ms., BA., dan Ibunda Hj.Siti Sarah yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungannya baik dalam bentuk materil dan immateril, dan juga nasihat yang disampaikan selalu memberikan cahaya inspirasi dalam melewati setiap langkah kehidupanku. Penulis memohon maaf atas segala perilaku penulis yang tidak berkenan di hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kasih dan sayang keduanya kepada penulis yang telah merawat dan membesarkan dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan kasih sayang. 7. Kakak-kakak penulis yang tersayang Ahmad Shobirun, Nur Salim, Siti Rofi’ah Nurul Husna,Ridlwanullah dan Nurur Rahmah dan kepada kakakkakak iparku Elin Miranti, Nur Aulia, Angka Utama, Lathifah dan Anshori yang telah memberikan sindiran-sindirannya yang memberikan semangat kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini. vii 8. Suami tercinta Muzakir Imam Rifa’i yang telah memberikan doa, motivasi dan semangat kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini baik dalam bentuk materil dan immateril. Dan yang selalu menemani kehidupan penulis baik dalam suka maupun duka. 9. Ibu Mertua penulis, Aisyah dan Segenap Keluarga Besar suami penulis, yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini. 10. Nenek penulis, Hj. Sri Habibah, Paman penulis, Zikri dan Harisun Alaikum dan Bibi-Bibi penulis, Siti Maryam, Nurhidayati,S.Pd., Fatimah S.Pd., dan Sri Hastuti, yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman seperjuangan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya mahasiswa Perbandingan Mazhab Fikih Kelas A angkatan 2007 yang saya tidak sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua bantuan yang tak akan penulis lupakan. Semoga silaturahmi kita dapat terus terjalin dan semoga Allah Swt. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.Amiiin. Jakarta: 08 08 Mei Rajab Penulis viii 2014 M 1435 H DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................... iii LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv ABSTRAK ......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................ 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7 D. Metode Penelitian..................................................................... 8 E. Review Studi Terdahulu ........................................................... 10 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11 BAB II : LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI ... 13 A. Akad ......................................................................................... 13 1. Pengertian Akad ................................................................. 13 2. Rukun-Rukun Akad ........................................................... 14 3. Syarat-Syarat Akad ............................................................ 15 4. Macam-Macam Akad ......................................................... 15 5. Hal-hal yang dapat Merusak Akad .................................... 16 ix 6. Berakhirnya Akad .............................................................. 19 B. Jual Beli.................................................................................... 20 1. Pengertian Jual Beli............................................................ 21 2. Dasar Hukum Jual Beli ...................................................... 21 3. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................ 22 4. Macam-Macam Jual Beli ................................................... 24 5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli ....................................... 31 BAB III : GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA .. 33 A. Pengertian Pasar Modal…… ................................................... 39 B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka..................................... 41 C. Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa .................................... 43 D. Jenis – Jenis Bursa ................................................................... 45 E. Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi) ............. 48 F. Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka ................................. 49 G. Visi dan Misi Bursa Komoditi ................................................. 50 H. Produk Bursa Komoditi ........................................................... 52 BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BURSA KOMODITI BERJANGKA........................................................ 55 A. Risiko Pasar.............................................................................. 55 B. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko pada Bursa Komoditi .................................................................................. 56 C. Prinsip-Prinsip Islam Dalam Perdagangan .............................. 62 D. Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam . 64 x BAB V : PENUTUP ..................................................................................... 87 A. Kesimpulan .............................................................................. 78 B. Saran-saran ............................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman, saat ini banyak sekali ditemukan berbagai jenis transaksi keuangan Islam berkembang mulai dari yang paling sederhana hingga yang konsepnya sangat kompleks. Mulai dari industri perbankan syari‟ah, asuransi syari‟ah, pasar modal dan bursa efek.1 Selain itu Indonesia juga memiliki bursa komoditi berjangka yang dikenal dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang baru mendapat ijin resmi sejak 21 November 2000 dan memulai kegiatan transaksi secara resmi pada tanggal 15 Desember 2000. Pasar barang berjangka atau Bursa Berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/ atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka dan Opsi atas Kontrak Berjangka. Bursa komoditi merupakan tempat pertemuan antara permintaan dan penawaran komoditas dan derivatifnya. Pihak penjual dan pihak pembeli barang-barang komoditas bertemu di bursa tersebut. Selain pembeli dan penjual, ada pula pedagang perantara yang dikenal dengan komisioner dan makelar. Komisioner mengambil posisi sendiri, sedangkan makelar tidak dapat memegang posisi.2 1 Soewardi Yusuf, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi Likuiditas Pada Perbankan Syariah, (Jakarta:Karim review, special edition January 2008), h.6. 2 Bursa Komoditi, diakses pada 9 Desember 2010 dari http://id.wikipedia. org/wiki /Komoditi 1 2 Komoditi yang umumnya ditransaksikan adalah CPO (crude palm oil/ minyak sawit mentah), logam (emas, perak, nikel) dan juga kontrak berjangka yang menggunakan komoditi sebagai aset acuannya. Kontrak berjangka ini mencakup harga spot, kontrak serah atau kontrak berjangka.3 Spekulator juga melakukan pembelian dan penjualan kontrak berjangka untuk mendapatkan keuntungan dan menyediakan likuiditas terhadap sistem perdagangan berjangka. Pengenalan komoditi sebagai barang dagangan atau bahan yang memiliki nilai ekonomis. Sejarah dari perdagangan komoditi mulai dari awalnya di Eropa kemudian berkembang ke Amerika dan Asia diteruskan dengan pembahasan lebih lanjut dari sistem perdagangan komoditas, dari mulai pelaku pasarnya, siklus perdagangannya dan prospek perdagangannya berdasarkan hasil survey. Bursa komoditi (Commodity Exchange) ialah suatu asosiasi atau gabungan pedagang-pedagang yang mengadakan pasaran yang terurus dan teratur untuk pembelian dan penjualan komoditi tertentu. Komoditi yang diperdagangkan itu tidak dibawa ke tempat transaksi dan tentang benar adanya komoditi disaksikan atau dinyatakan oleh dokumen-dokumen yang menerangkan banyaknya serta mutunya. Perdagangan dalam Commodity Exchange pada mulanya adalah tujuan hedging (lindung nilai) melalui pembelian serta penjualan dengan syarat penyerahan di kemudian hari apa yang dikenal dengan future trading. 3 “Bursa Komoditi”,diakses pada 9 Desember 2010 dari http://id.wikipedia. org/wiki /Komoditi 3 Lazimnya, sistem perdagangan ini, pembeli (buyer) tidak melihat secara langsung jenis barang (komoditi) yang biasanya banyak diperdagangkan dalam bursa ini adalah CPO (crude palm oil, minyak sawit mentah), logam (emas, perak, nikel), dan bahan-bahan baku serta hasil-hasil bumi lainnya yang dapat digolongkan dengan cermat berdasarkan mutu (kualitasnya). Dalam hal ini, pembeli melalui sebuah komisi dagang tertentu dapat mengetahui sifat, jenis dan mutu barang yang ditransaksikan. Dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, pelaksanaan transaksi dapat dilakukan dengan menggunakan telex, fax, telepon dan internet. Kesepakatan antara pembeli dan penjual terhadap ketentuan harga jual beli suatu komoditi pertanda transaksi telah mencapai final, yang dilanjutkan dengan penyerahan barang di kemudian hari (future). Atau customer dapat menyimpannya pada commision house sebagai stock commodity yang dapat dijadikan objek transaksi oleh customer lainnya.4 Future trading oleh para produsen dijadikan sarana untuk melakukan hedging, yaitu strategi untuk mengurangi resiko yang diakibatkan oleh fluktuasi harga. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya, para spekulator atau spekulan dari pemilik modal mulai melihat bahwa kontrak ini sangat menarik untuk dikembangkan menjadi instrumen untuk spekulasi. Seorang spekulator dapat saja membeli kontrak futures untuk penyerahan di masa datang dan mulai spekulasi dengan perkiraan harga komoditas pada saat penyerahan. Sehingga dalam hal ini para spekulator mengambil alih resiko 4 Ustadz Setiawan Budi Utomo,”Hukum Bursa Berjangka (Future Market) & Bursa Commodity (Commodity Exchange)” diakses pada April 2009 dari http://ustadzbu.blogspot.com/2009/04/hukum-bursa-berjangka-future-market.html 4 dari para petani. Sejak saat itulah terjadinya futures market sebagai pasar untuk spekulasi para spekulan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi sebagai landasan hukum pelaksanaan perdagangan berjangka (future trading) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi yang penyerahannya dilakukan kemudian berdasarkan kontrak berjangka atau opsi atas kontrak berjangka. Perdagangan berjangka berlangsung hanya di pasarpasar yang terorganisasi atau dikenal sebagai Bursa Berjangka. Di Indonesia telah beroperasi Bursa Komoditi Berjangka. Komoditi pertanian dibeli secara pesanan, artinya uang dibayar di muka sedangkan barang diterima kemudian. Di pedesaan pun transaksi jenis ini banyak ditemui dan dikenal sebagai jual beli ijon. Tentu saja ijon sangat berbeda dengan Bursa Komoditi Berjangka, karena dalam jual beli ijon terdapat gharar (ketidakjelasan/ ketidakpastian) akan kuantitas yang diperjualbelikan. Gharar sendiri didefinisikan sebagai suatu jual beli dimana penjual tidak tahu apa yang dijual dan pembeli tidak tahu apa yang dibeli. Dalam jual beli komoditi berjangka di pasar primer, memang tidak terdapat gharar, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jual beli komoditi berjangka boleh dilakukan. Secara fikih, jual beli komoditi berjangka di pasar primer dapat dikategorikan sebagai Bai‟ as-Salam yang halal hukumnya. Namun demikian, yang terjadi di bursa komoditi berjangka bukanlah jual beli komoditi berjangka di pasar primer. Yang terjadi adalah jual beli komoditi berjangka di pasar sekunder, artinya seseorang membeli komoditi 5 pertanian secara future (uang diserahkan di awal, barang diterima kemudian), kemudian barang yang belum diserahterimakan tersebut ia jual pada investor di bursa komoditi berjangka. Secara fikih ini berarti jual beli Salam, yaitu menjual barang yang belum diserahterimakan. Nah bila demikian keadaannya, transaksi ini haram dilakukan, bukan karena terdapat gharar dalam transaksi di pasar primernya, namun karena tidak dibolehkan menjual barang yang belum diserahterimakan sebagaimana terjadi di pasar sekunder. Begitu pula transaksi lain di bursa komoditi berjangka di mana pembayarannya tidak dilakukan dengan uang tunai, namun dibayar dengan utang. Ini pun diharamkan karena mirip dengan riba jahiliyah. Target pasar bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinu di mana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hendak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Namun di sisi lain ia mengandung banyak sekali unsur kezhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, mempermainkan keseimbangan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana alam lainnya.5 Seperti yang telah dijelaskan diatas, Tidak boleh menjual barang dagangan sebelum ia membeli barang tersebut karena hal itu masuk kategori jual beli barang yang tidak dimilikinya. Adapun jual beli yang belum dimiliki 5 Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq,2004), h.291 6 oleh penjual mengandung gharar (tipuan) karena ia belum tentu bisa menghadirkan barang itu kepada pembeli. Dalam kitab Al-Muwattha‟ diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: “Janganlah engkau menjual barang yang tidak kau miliki”. Dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam disebutkan bahwa ia bertanya:”Ya Rasulullah, telah datang kepadaku seseorang yang ingin membeli barang padaku padahal barang itu belum aku miliki kemudian aku pun membelinya di pasar. Nabi Muhammad Saw.bersabda: 6 ( ) Artinya ”Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui Rasulullah Saw, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut. Rasulullah Saw. menjawab: ”Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR.Tirmidzi). Jadi dapat disimpulkan, barang yang diperjualbelikan dalam transaksi perdagangan harus jelas dari sisi nilai, harga, sifat, zat, kualitas dan ukurannya.7 Tertarik terhadap masalah di atas maka penulis akan mencoba mengangkat permasalahan dan menuangkannya dalam tulisan yang diberi judul ”BURSA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” 6 Imam Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar syarh muntaqa al-Akhbar (Mathba‟ah al-Babi al-Halbi,1372), h.164 7 Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syari’ah, cet.I, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h.210 7 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembatasan permasalahan merupakan hal yang penting untuk menghindari dari melebar dan meluasnya objek kajian skripsi. Untuk itu, penulis akan membatasi permasalahan tentang hukum perdagangan di dalam bursa komoditi. 2. Perumusan Masalah Adapun rumusan-rumusan masalah penulisan skripsi ini, tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimanakah proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli? b. Faktor-faktor apakah yang dapat menimbulkan risiko dalam Bursa Komoditi? c. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang bursa komoditi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses transaksi bursa komoditi dalam akad jual beli. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko dalam Bursa Komoditi. 3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap bursa komoditi. 8 Adapun manfaat penelitian ini diharapkan: 1. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu yang terdapat dalam hukum Islam terhadap bursa komoditi. 2. Sebagai motivator dalam rangka meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya. 3. Untuk memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) Pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. D. Metode Penelitian Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi, disamping itu metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai satu tujuan, sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu mencari data-data dari referensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Referensi diambil dari kitab-kitab, buku-buku Hukum Islam, artikel, internet, jurnal serta dokumen-dokumen yang secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan dengan pembahasan yang ada dalam skripsi ini. 2. Pendekatan Penelitian Dalam penyusunan penelitian, penulis melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan “metode normatif”, yaitu penelitian hukum 9 yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Tentunya terkait dengan berbagai macam referensi yang berdasarkan kajian tentang topik pembahasan yang penulis teliti, dengan menggunakan landasan atau dasar dari Hukum Islam. 3. Data Penelitian Yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni penelitian yang berusaha menyajikan pemaparan dan penjelasan terhadap masalah yang diangkat dari data yang telah diperoleh peneliti sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan-kesimpulan dari permasalahan yang ada. Adapun data-data tersebut didapatkan tanpa menggunakan instrumen, atau alat lainnya seperti angket, kuesioner dan lainnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian library research (studi pustaka) yaitu kajian kepustakaan yang dilakukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep yang akan dikaji. Bahan yang digunakan untuk kajian pustaka adalah buku, AlQur‟an, Hadits, majalah, internet dan beberapa makalah yang berkaitan dan relevan dengan kajian ini. 5. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. 10 E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Artikel dengan judul”Commodity Murabahah Product (CMP) Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam” yang ditulis oleh Luqman Hakim Handoko. Perbedaannya dengan skripsi penulis adalah artikel tersebut melihat komoditi murabahah dari sudut pandang ekonomi Islam. Sedangkan skripsi ini fokus pada hukum bursa komoditi dalam pandangan hukum Islam. 2. Skripsi tahun 2003 yang berjudul”Bursa berjangka komoditi : sebuah tinjauan etika bisnis Islami” yang merupakan skripsi tahun 2003 dari Deny Pribadi mahasiswa program studi Mu‟amalat FSH UIN Jakarta. Adapun skripsi ini hanya membahas tentang bursa berjangka komoditi dam etika bisnis Islami tanpa menjelaskan bagaimana hukum Islam terhadap Bursa Komoditi sebagaimana yang ingin penulis sampaikan. 3. Skripsi tahun 2011 yang berjudul “Tinjauan Syari‟ah Terhadap Deposito Berbasis Komoditi Murabahah yang merupakan skripsi tahun 2011 dari Fitoyo Pambudi (107046101953) mahasiswa program studi Mu‟amalat FSH UIN Jakarta. Skripsi hanya menjelaskan pada komoditi murabahah dalam bentuk penghimpunan dana serta penjelasan terkait bursa komoditi berjangka dari aspek fikih mu‟amalat tanpa menjelaskan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap bursa komoditi sebagaimana yang ingin penulis sampaikan. 11 4. Skripsi tahun 2008 yang berjudul “Kajian Hukum Islam Tentang Tindak Pidana Penggelapan Bisnis Komoditi CPO” merupakan skripsi tahun 2008 dari Karunial Achyar (103045128145) mahasiswa program studi Pidana Islam. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum Islam terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO. Sedangkan skripsi ini fokus terhadap bagaimana hukum bursa komoditi dalam perspektif hukum Islam. F. Sistematika Penulisan Agar karya ilmiah tersusun dengan rapi dan sistematis, maka penulis membagi pembahasan dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Bab ini berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Tinjauan (review) Terdahulu serta Sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Tentang Akad dan Jual beli Bab ini menjelaskan tentang Pengertian „Akad, Rukun-rukun Akad, Syarat-syarat Akad, Macam-Macam Akad, Hal-hal yang dapat merusak Akad, Berakhirnya Akad, Pengertian Jual Beli, Dasar Hukum Jual Beli, Rukun dan Syarat Jual Beli, Macam-Macam Jual Beli dan Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli. Bab III: Gambaran Umum Bursa Komoditi Berjangka Bab ini menjelaskan tentang Pengertian Pasar Modal, Pengertian Bursa Komoditi Berjangka, Macam-Macam Transaksi Pasar Bursa, Jenis-jenis 12 Bursa, Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi), Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka, Visi dan Misi Bursa Komoditi dan Produk Bursa Komoditi. Bab IV: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bursa Komoditi Bab ini menjelaskan tentang Risiko Pasar, Faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko pada Bursa Komoditi, Prinsip-Prinsip Islam dalam Perdagangan dan Hukum Bursa Komoditi Berjangka Dalam Pandangan Islam. Bab V: Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI TENTANG AKAD DAN JUAL BELI A. Akad 1. Pengertian Akad Secara bahasa Akad berarti ikatan (ar-Ribthu), perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq). Dalam fikih didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Akad juga dapat didefinisikan sebagai kontrak antara dua belah pihak.1 2. Rukun-Rukun Akad Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut: a. „Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing satu pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang. b. Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah. c. Maudhu‟al-„aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. 1 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, cet.I, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.18 13 14 d. Sighat al‟aqd ialah ijab dan qabul.2 Bentuk dari ijab dan kabul ini dapat diungkapkan dengan beberapa cara, yakni dengan: 1) Lisan, Cara ini paling banyak dan biasa dilakukan mayoritas orang dalam melaksanakan akad, sebab lebih mudah dilakukan dan cepat diketahui oleh pihak yang berakad. 2) Perbuatan, yaitu suatu perikatan yang menunjukkan rasa saling meridhai atau biasa kita sebut dengan tha’ati atau mutha’ah (saling memberi dan menerima). 3) Isyarat, hal ini biasanya dilakukan bagi orang yang tidak mampu untuk berbicara (cacat) atau lemah dalam berbicara, sedangkan bagi orang yang bisa berbicara tidak boleh berakad dengan menggunakan isyarat. Isyarat ini dilakukan asalkan para pihak memahami perikatan yang dilakukan. 4) Tulisan, cara ini biasa kita sebut dengan Surat Perjanjian, yang berisikan identitas para pihak, objek perjanjian, hak dan kewajiban para pihak, mulai dari permulaan hingga berakhirnya perjanjian. Cara ini boleh dilakukan baik oleh orang yang bisa berbicara dan dalam satu tempat maupun yang tidak bisa berbicara dan dalam satu tempat ataupun tidak, dengan syarat bahwa tulisan itu haruslah jelas dan dapat dipahami oleh kedua pihak yang berakad.3 2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, cet.V,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h.47 3 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syari’ah, cet.I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.46 15 3. Syarat-Syarat Akad Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad: a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros atau yang lainnya. b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya. c. Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang. d. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara‟. e. Akad dapat memberikan faidah. f. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya. g. Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.4 4. Macam-Macam Akad Akad dapat dibagi dilihat dari beberapa segi. Jika dilihat dari segi keabsahannya menurut syara‟, akad terbagi dua yaitu: a. Akad Shahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syaratsyaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh 4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.50 16 akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat kepada pihakpihak yang berakad. b. Akad yang tidak Shahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.5 5. Hal-Hal Yang Dapat Merusak Akad Akad yang dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Keterpaksaan atau dures (al-Ikrah) Salah satu asas akad menurut Hukum Islam adalah kerelaan (al-ridha) dari para pihak yang melakukan akad. Implementasi asas ini diwujudkan dalam bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting dalam akad. Jika sebuah akad dilakukan tanpa adanya kerelaan, berarti akad tersebut dibuat dengan secara terpaksa.6 Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, para ulama membagi ikrah menjadi dua macam, yaitu: 1) Pemaksaan sempurna (ikrah tam), yaitu yang berakibat pada hilangnya jiwa, atau anggota badan, atau pukulan keras yang bisa mengakibatkan cacat fisik pada dirinya atau kerabatnya. 2) Pemaksaan tidak sempurna (ikrah naqish), yaitu mengakibatkan rasa sakit yang ringan atau berupa pukulan yang ringan. 5 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid IV, (Beirut: Dar al-Fikr,1984), h.240 6 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, cet.I, (Jakarta:UIN Press, 2005), h.69 17 Para ulama mensyaratkan bahwa pemaksaan yang berpengaruh pada akad adalah pemaksaan yang tidak disyariatkan (tidak dibenarkan secara hukum). Namun jika pemaksaan itu dikehendaki secara hukum, maka pemaksaan itu tidak berpengaruh. Misalnya, pemaksaan hakim terhadap seseorang yang berhutang untuk menjual kelebihan hartanya (dari kebutuhan) untuk membayar hutang. b. Kesalahan mengenai obyek akad (Ghalath) Ghalath berarti kesalahan, yakni kesalahan orang yang berakad dalam menggambarkan obyek akad, baik kesalahan dalam menyebutkan sifatnya. Misalnya, seseorang membeli perhiasan yang diduganya adalah emas, namun ternyata tembaga. Akad seperti ini sama dengan akad pada sesuatu yang tidak ada obyeknya. Dengan demikian, status hukum jual beli tersebut adalah batal, karena obyek akad yang dikehendaki oleh pembeli tidak ada. c. Penipuan (Tadlis) atau ketidakpastian (Taghrir) pada obyek akad Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada obyek akad dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya untuk menyesatkan pihak yang berakad dan merugikan salah satu pihak yang berakad tersebut. Upaya ini disebut juga dengan tadlis (penipuan).7 Tadlis ada tiga macam: 1) Tadlis perbuatan, yakni menyebutkan sifat yang tidak nyata pada obyek akad. 7 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, cet.I, h.69 18 2) Tadlis ucapan, seperti berbohong yang dilakukan oleh salah seorang yang berakad untuk mendorong agar pihak lain mau melakukan akad. Tadlis kadang terjadi juga pada harga barang yang dijual, atau menipu dengan memberi penjelasan yang menyesatkan. 3) Tadlis dengan menyembunyikan cacat pada obyek akad padahal ia sudah mengetahui kecacatan tersebut. Akad yang mengandung tipuan (tadlis) dilarang oleh hukum Islam, tetapi tidak berpengaruh pada akad, kecuali jika disertai tipuan besar. Dalam hal disertai tipuan besar, maka pihak yang ditipu berhak membatalkan akad, untuk menyelamatkan dirinya dari kerugian, artinya ia sebagai pihak yang ditipu diberi hak khiyar mem-fasakh akad jual belinya, disebabkan adanya tipu daya yang disertai rayuan. d. Ketidakseimbangan obyek akad (Ghaban) disertai ketidakpastian (Taghrir) Pengertian ghaban di kalangan ulama adalah tidak terwujudnya keseimbangan antara obyek akad (barang) dengan harganya, seperti harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga sesungguhnya. Sedangkan taghrir (ketidakpastian) adalah menyebutkan keunggulan pada barang tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Namun Ghaban kurang berpengaruh pada akad, karena hal itu sering terjadi sehingga sulit menghindarinya sehingga ia tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan akad. 8 8 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat , h.70 19 6. Berakhirnya Akad (Intiha’ al-‘Aqd) Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai dan pertanggungan (kafalah), akad dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut: a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara‟, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan. b. Dengan sebab adanya khiyar. Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan kontrak untuk meneruskan atau tidak meneruskan kontrak dengan mekanisme tertentu. Baik khiyar rukyat, khiyar „aib, khiyar syarth atau majelis. Khiyar rukyat adalah hak pilih salah satu pihak berkontrak, pembeli misalnya untuk menyatakan bahwa kontrak yang dilakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika kontrak berlangsung, berlaku atau tidak berlaku (tidak diteruskan). Khiyar „aib yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan kontrak bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek kontrak dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika kontrak berlangsung. Khiyar syarth adalah hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad, keduanya atau 20 bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan kontrak dalam selang waktu yang ditentukan. Khiyar majelis adalah hak pilih masih dalam majelis akad dan belum berpisah.9 c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut iqalah. d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran (khiyar naqd) penjual mengatakan, bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar, akad akan menjadi rusak (batal). e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang. f. Karena tidak dapat izin pihak yang berwenang. g. Karena kematian.10 B. Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Perdagangan atau jual beli ) ( البيعmenurut bahasa artinya menjual, menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).11 Sebagaimana Allah Swt. Berfirman: 9 Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.77-79 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2007), 10 h.99-100 11 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Bandung, 1992), h.262 21 Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.(Q.S.Al-Fathir: 29). Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu dengan yang sepadan menurut cara yang dibenarkan.12 2. Dasar Hukum Jual Beli Al-Qur‟an Allah Swt. Berfirman: Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba. Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(Q.S.Al-Baqarah: 275). 12 Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.100 22 Hadits 13 Artinya: ”Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya: Apakah profesi yang paling baik? Rasulullah menjawab:”Seseorang berusaha dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang diberkahi.” Jual beli yang diberkahi adalah jual beli yang tidak mengandung unsur penipuan dan merugikan orang lain. 3. Rukun Dan Syarat Jual Beli Jual beli yang sah menurut Islam harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut: a. Orang yang berakad (Penjual dan Pembeli). Syarat bagi orang yang melakukan akad adalah berakal, baligh,atas kehendak sendiri dan tidak pemboros. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan selama terpenuhi syarat tersebut, ia berhak melakukan jual beli tanpa ada seorangpun yang boleh menghalanginya, termasuk wali maupun suaminya. b. Obyek jual beli, yang terdiri dari barang yang diperjualbelikan dan harga barang. Barang yang diperjualbelikan disyaratkan suci (bersihnya barang), dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar dan benda-benda haram lainnya, tidak sah menjadi obyek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak 13 Muhammad bin Ismail al-Shan‟ani, Subul al-Salam, Juz III, (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba‟ah Musthafa al-Babi al-Halabi,1960), h.4 23 bermanfaat bagi manusia dalam pandangan syara‟. Selanjutnya, barang tersebut memang milik penjual atau yang mewakilinya. Barang itu diketahui oleh penjual dan pembeli, baik zat, bentuk, kadar (ukuran/nilai), maupun sifat-sifatnya sehingga di antara keduanya tidak terjadi penipuan. 14 c. Nilai tukar (harga barang) hendaknya merupakan harga yang disepakati kedua belah pihak. Harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi) sekalipun secara hukum (seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit). Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka harus jelas waktu pembayarannya. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter atau saling mempertukarkan barang (al-muqayyadhah), maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara‟ seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara‟. 15 d. Lafal atau sighat ijab dan kabul. Ijab adalah ucapan penjual bahwa ia menjual barangnya, sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan akan penjualan barang dengan harga tertentu. Dalam ilmu ekonomi, ijab dan kabul merupakan proses transaksi antara penjual dan pembeli hingga ada kesepakatan antara kedua pihak. Ini dilakukan dengan prinsip suka sama suka.16 14 Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h.82 15 Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 102 16 Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, h.82 24 4. Macam-Macam Jual Beli Macam-macam bentuk jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. a. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli terdapat tiga macam bentuk jual beli: 1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Jual beli ini boleh karena lazim dilakukan masyarakat. 2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah jual beli yang tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad. 3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. 17 b. Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga: 1) Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan 17 Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: Bina Iman, 1995), h.329 25 isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. 2) Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan Giro. 18 3) Jual beli dengan perbuatan (saling membutuhkan) atau dikenal dengan istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan kabul, seperti seseorang mengambil baju yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. c. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam: 1) Jual beli yang sah menurut hukum. Jual beli dikatakan sah, apabila sesuai dengan rukun dan syarat jual beli, barang yang dijual bukan milik orang lain dan tidak terikat oleh Khiyar. Namun jual beli yang sah dapat juga dilarang (batil) oleh syariat apabila melanggar ketentuan pokok, yakni merugikan salah satu pihak, memonopoli pasar dan merusak mekanisme pasar. 2) Jual beli yang batil menurut hukum. Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batil atau tidak sah (batal), apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan.19 18 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.71-72 19 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syariah, h. 72 26 Selain pembelian di atas, ada juga jual beli yang dilarang. Jual beli yang dilarang terbagi dua: Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut: a. Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga untuk diperjualbelikan, seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar. Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh diperjualbelikan adalah air mani (sperma) binatang. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukumnya. b. Jual beli yang belum jelas Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual, maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang dilarang karena samar-samar antara lain: 1) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya. Misalnya, menjual putik mangga untuk dipetik kalau telah tua/ masak nanti. Termasuk dalam kelompok ini adalah larangan menjual pohon secara tahunan. 27 2) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya, menjual ikan di kolam/ laut, menjual ubi/ singkong yang masih ditanam, atau jual beli dengan Habalul Habalah yaitu jual beli anak binatang yang masih berada dalam kandungan induknya. 20 Rasulullah Saw.bersabda: 21 Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a., katanya:” Orang-orang jahiiliyah mengadakan jual beli daging dengan menjanjikan habalil habalah, yaitu apabila anak unta yang dalam kandungan telah lahir, kemudian anak unta itu mengandung pula. Maka Rasulullah Saw. melarang mereka melakukan jual beli seperti itu. (H.R.Muslim). c. Jual beli bersyarat Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsurunsur yang merugikan dilarang oleh agama. Contoh jual beli bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab kabul si pembeli berkata: ”Baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak gadismu harus menjadi istriku”. Atau sebaliknya si penjual berkata: Ya, saya jual mobil ini kepadamu sekian asal anak gadismu menjadi istriku. 22 20 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid V, cet ke-8 (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu‟ashir, 2005), h.3496 21 Ma‟mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta: Widjaya, 1984 ), h.141 22 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, h. 3501 28 d. Jual beli yang menimbulkan kemudaratan. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib dan buku-buku bacaan porno. Memperjualbelikan barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. e. Jual beli yang dilarang karena dianiaya Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung) kepada induknya. Menjual anak binatang seperti ini, selain memisahkan anak dari induknya juga melakukan penganiayaan terhadap anak binatang. f. Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau di ladang. Hal ini dilarang agama karena jual beli ini masih samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan. g. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya. 29 h. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain ini. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu pihak. i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar. Seperti seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab kabul. Rasulullah Saw.bersabda: 23 ) Artinya: ”Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah Saw. melarang dua macam cara jual beli. Yaitu mulamasah dan munabadzah. Mulamasah adalah menjual dengan cara menyentuh barang dagangan tanpa diteliti oleh pembeli. Munabadzah adalah menjual dengan cara melemparkan barang dagangan kepada si pembeli tanpa meneliti barang itu. (H.R. Muslim). j. Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah sedang 23 Ma‟mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid III, cet.I, (Jakarta: Widjaya, 1984 ), h.931 30 ukurannya dengan ditimbang (dikilo) sehingga akan merugikan pemilik padi kering.24 Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli: a. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari pasar, ia membeli barang itu semata-mata agar lain tidak dapat membelinya. b. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam proses transaksi c. Menghambat orang-orang desa di luar kota dan membeli barangbarang mereka sebelum sampai ke pasar sementara mereka belum mengetahui harga di pasar. Tindakan itu dilarang karena merugikan penjual yang sedang menuju pasar dan merusak mekanisme pasar. d. Membeli barang untuk ditahan (ditimbun) agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal sedangkan masyarakat umum sangat membutuhkannya. Tindakan itu dilarang karena dapat merusak dan mengganggu ketenteraman umum. e. Menjual barang untuk keperluan maksiat. f. Jual beli dengan penipuan g. Menjual yang bukan atau belum menjadi miliknya dan tidak punya hak akan barang tersebut. h. Jual beli utang dengan utang.25 24 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h.85 25 Muhammad Nafik,Bursa Efek dan Investasi Syariah ,h.82-83 31 5. Bentuk-Bentuk Khusus Jual Beli Beberapa bentuk jual beli yang pada saat ini populer dipraktikkan di masyarakat, yaitu antara lain jual beli salam, jual beli isthisna‟, jual beli sharf dan jual beli murabahah. a. Jual Beli Salam As-Salam atau bai‟us salam adalah transaksi jual beli dengan pembayaran di depan sedang barang yang sifat-sifatnya sudah jelas diserahkan di kemudian hari.26 Sedangkan syarat jual beli salam adalah: 1) Pihak yang berakad salam, pembeli (Muslam), penjual (Muslam alaih), disyaratkan harus cakap hukum, baligh dan berakal, sukarela. 2) Modal atau uang (al-tsaman), hendaknya jelas harganya baik berupa uang, barang atau manfaat, dan modal harus segera diserahkan pada saat aqad. Modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pula jika modal berupa pembebasan hutang penjual, hal ini tidak dibolehkan sebab menimbulkan riba. 3) Barang (Muslam fih). Barang yang menjadi obyek salam disyaratkan tidak termasuk barang yang diharamkan, jelas spesifikasinya (jenis, warna, sifat dan lain-lain), jelas ukurannya (timbangan, panjang, kualitas dan kuantitas), harus berwujud sehingga dapat diakui sebagai hutang, jelas waktu dan tempat, 26 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet.III, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h.15 32 pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya dan tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan dan harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam-macam barang tersebut, baik kualitas maupun kuantitas. 4) Shighat akad, hendaknya shighat akad dilakukan dengan jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa beraqad, antara ijab qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati, dan tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.27 b. Jual Beli Isthisna’ Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna‟ berasal dari kata ( ص نعshana‟a) yang artinya membuat.28 Kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta‟ menjadi ( إستصناعIstishna‟) yang berarti minta membuat (sesuatu). Istishna‟ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.29 Menurut Moh.Rifa‟i, Istishna‟ ialah kontrak/ transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum 27 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h. 111 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cet ke- 14, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h.796 29 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113 28 33 ada.30 Jadi, Kesimpulannya isthisna‟ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu yang akan datang.31 Ketentuan mengenai barang pada akad pembiayaan isthisna‟ adalah sebagai berikut: 1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang. 2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3) Penyerahannya dilakukan kemudian. 4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 5) Pembeli (musthasni‟) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 30 Moh.Rifa‟i, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: Wicaksana, 2002), h.73 31 Abu Bakar Ibn Mas‟ud al- Kasani, al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al-Shara’i (Beirut: Darul Kitab al-Arabi edisi ke-2), review buku Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113 34 Ketentuan pembayaran pada isthisna‟ adalah sebagai berikut: 1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. 3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.32 c. Jual Beli Mata Uang (Sharf) Menurut bahasa, ash-sharf memiliki beberapa arti, yaitu kelebihan, tambahan, menolak. Adapun menurut terminologis, sharf adalah pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan uang atau disebut juga Valas. Atau jual beli antara barang sejenis secara tunai. Atau jual beli atau pertukaran antara mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya.33 Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang terutama jual beli valuta asing. Akan tetapi tidak semua bentuk yang ada tersebut diperbolehkan menurut hukum Islam. Landasan operasional jual beli valuta asing yaitu berdasarkan keputusan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) antara lain: Pertama: Ketentuan Umum: Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) 32 Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, h. 359 Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), h.94 33 35 2) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan) 3) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqbudh). 4) Apabila berlainan jenis maka dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Kedua: Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing 1) Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. 2) Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward aggreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). 3) Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram karena mengandung unsur maisir (spekulasi). 36 4) Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ciri-ciri option adalah sebagai berikut: 1) Transaksi terjadi pada hak untuk memilih menjual atau membeli sekuritas sehingga objeknya bukan sekuritas itu sendiri. Eksistensi objek jual beli yang sebenarnya tidak ada, karena begitu batas waktunya jatuh tempo maka option-nya otomatis tidak ada. Islam melarang jual beli dengan adanya batas waktu yang otomatis berakhir dengan jatuh temponya batas waktu itu. 2) Kenyataannya, transaksi jual beli ini jarang terlaksana, melainkan diselesaikan dengan perolehan pembeli atas option atau perjual atas perbedaan harga. Jika terjadi perbedaan sehingga keuntungan diperoleh, itu bukan karena kemanfaatan barang yang dimiliki. Islam membolehkan jual beli barang karena barang itu memang memiliki manfaat bagi pemiliknya. 3) Jenis perdagangan ini saat spekulasi dengan naiknya harga bagi pembeli dan turunnya harga bagi penjual, sehingga apabila keuntungan terjadi, maka dapat dipastikan ada pihak yang mengalami kerugian. 37 Berdasarkan karakteristik itu maka memperdagangkannya adalah haram. Sebab, syarat dan rukun jual beli tidak terpenuhi. Ini dapat menjurus pada perdagangan yang taghrir, gharar, dan maysir (perjudian). Namun, pemberian hak (opsi atau dalam fikih disebut syuf‟ah) kepada pemegang sekuritas lama diperbolehkan, bahkan wajib. Apabila opsi itu tidak digunakan oleh pemiliknya, sebaiknya opsi itu diberikan atau dialihkan kepada orang lain atas persetujuan pemiliknya. Opsi itu boleh dialihkan untuk menghindari perbuatan menyia-nyiakan sesuatu yang bermafaat menjadi tidak bermanfaat. d. Jual Beli Murabahah Jual beli murabahah adalah jual beli barang seharga modal pembelian/ kulakan ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10 % atau 20 %.34 Murabahah adalah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi bisnis). Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi hal-hal berikut: 1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/ hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya 34 Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.118 38 bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah. 2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli (capital outlay) pada suatu komoditi, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah. 3) Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah. 4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan. 5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan.35 35 Ah.Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, h.119-120 BAB III GAMBARAN UMUM BURSA KOMODITI BERJANGKA A. Pengertian Pasar Modal Sebelum membahas tentang bursa komoditi berjangka, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang pasar modal. Pengertian pasar modal, sebagaimana pasar konvensional pada umumnya, adalah merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar (market) merupakan sarana yang mempertemukan aktivitas pembeli dan penjual untuk suatu komoditas atau jasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian pasar modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan atau merupakan aktivitas yang memperjualbelikan surat-surat berharga. Modal atau dana yang diperdagangkan dalam pasar modal diwujudkan dalam bentuk surat berharga atau dalam terminologi financial market disebut efek yang berupa saham, obligasi atau sertifikat atas saham atau dalam bentuk surat berharga lainnya.1 Dalam aktivitas sehari-hari pasar modal kebanyakan dilakukan di suatu tempat yang disebut dengan Bursa Efek. Perdagangan efek dalam Bahasa Inggris disebut Securities Exchange atau Stock Market atau Capital Market. Kendati istilah itu berbeda, tetapi esensinya sama, yaitu tempat 1 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.10 39 40 bertemunya penjual dan pembeli dana yang di pasar modal tersebut diperantarai oleh anggota bursa yang disebut sebagai pedagang perantara atau broker atau pialang. Dalam kegiatan perdagangan dan perekonomian ada beberapa macam bursa yang dikenal seperti bursa uang, bursa komoditas di samping bursa efek sendiri. Bursa uang adalah pasar jual beli surat berharga untuk jangka pendek (Kurang dari satu tahun). Yang diperdagangkan pada pasar uang antara lain surat-surat pemerintah (bills and notes), sekuritas badan-badan pemerintah, sertifikat deposito, perjanjian imbal beli dan surat perusahaan (company commersial paper), antara lain: promes, aksep dan wesel. Lembaga-lembaga yang aktif di pasar uang adalah Bank Komersial, Merchants Banks, Bank Dagang, Penyalur Uang dan Bank Sentral.2 Bursa komoditas adalah pasar tempat aktivitas jual beli produksi pertanian dan perkebunan, sedangkan bursa efek adalah pasar di mana diadakan jual beli efek. Dua pasar terakhir mempunyai tempat permanen, sementara pasar uang tidak mempunyai tempat resmi. Istilah exchange merupakan istilah lain dari kata pasar, karena di tempat itulah terjadi pertukaran atau exchange, yaitu kegiatan jual dan kegiatan beli yang membutuhkan peran pedagang perantara karena tata cara jual beli efek mengharuskan adanya pedagang perantara.3 Pasar modal menyediakan sumber pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih panjang, yang diinvestasikan sebagai modal untuk menciptakan 2 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.19 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.12 3 41 dan memperluas lapangan kerja yang akan meningkatkan volume aktivitas perekonomian yang profitable dan sehat.4 Perbedaan antara pasar uang dan pasar modal bisa menjadi samar jika dikaitkan dengan pembiayaan jangka panjang. Pada pasar yang modern dan canggih, mungkin sekali perusahaan memperoleh pembiayaan jangka panjang di pasar uang melalui emisi commercial paper secara terus menerus. Selain itu, pinjaman jangka panjang pemerintah dan sekuritas badan pemerintah dapat juga dijual di pasar uang. Namun demikian satu hal yang tetap berbeda adalah semua instrumen pasar uang adalah utang dan jangka waktunya lebih pendek, sedangkan pembiayaan jangka panjang dan atas modal sendiri (securities) yang sesungguhnya hanya dapat diperoleh dari pasar modal.5 B. Pengertian Bursa Komoditi Berjangka Kata Bursa diambil dari kata bourse, 6 yang berarti tempat bertemunya penjual dan pembeli komoditas tertentu dengan penyelenggaranya melalui prosedur perantara. 7 Sedangkan menurut istilah bursa memiliki sejumlah definisi karena mempertimbangkan sejumlah tinjauan (tempat, pertemuan dan jenis kinerja yang dilakukan). Ditinjau dari segi tempat, bursa adalah tempat di mana sejumlah perusahaan melangsungkan perdagangan seputar hasil-hasil pertanian, industri dan surat-surat berharga (sekuritas).8 4 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.14 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.19-20 6 Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), h.10 7 M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.11 8 Sya’ban M.Islam al-Barwary, Bursoh al-Auraq al-Maliyah min Mandhury Islamiy (Damaskus: Dar al-Fikr, 2002), h.23 5 42 M.Irsan Nasarudin, menyebutkan bahwa kata bursa berasal dari kata kota Brugge (Belgia) pada abad ke-15 di mana keluarga Van der Burse mempergunakan tempat itu sebagai tempat transaksi antara pedagang wesel dan valuta asing dari Italia.9 Sedangkan komoditi, memiliki beberapa definisi, di antaranya: Pertama; Sesuatu benda nyata yang relatif mudah diperdagangkan, dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa berjangka. Kedua; Secara lebih umum, suatu produk yang diperdagangkan termasuk valuta asing, instrument keuangan dan indeks. Karakteristik dari komoditi yaitu harga adalah ditentukan penawaran dan permintaan pasar bukan ditentukan oleh penyalur ataupun penjual dan harga tersebut adalah berdasarkan perhitungan harga masing-masing pelaku komoditi. Contohnya adalah produk pertanian seperti kopi, kakao, gula, kedelai, jagung, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), olein, dan emas.10 Bursa komoditi adalah sebuah pasar terbuka yang terorganisir di mana penjual dan pembeli saling berhubungan untuk bertransaksi komoditi dan instrumen keuangan secara langsung maupun berjangka. Kontrak berjangka ialah kontrak yang memiliki opsi penyerahan fisik atau 9 M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, h.11 Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.415 10 43 penyelesaian tunai dengan harga, waktu dan tempat yang telah distandarisasi oleh Bursa Komoditi.11 Dalam perdagangan berjangka, komoditas itu digantikan dengan kontrak dan nilai satuan yang digunakan adalah lot. Apabila kontrak berjangka dilakukan dengan cara penyelesaian tunai (tanpa penyerahan barang) maka pelaku perdagangan berjangka yang mengalami kerugian wajib untuk mentransfer sejumlah uang tunai kepada pelaku perdagangan yang memperoleh keuntungan. Kontrak berjangka dengan penyerahan tunai hanya diperbolehkan kalau harga penyelesaian aset acuan sudah dapat diterima umum seperti misalnya harga saham yang diperdagangkan di bursa saham. 12 Jadi, dapat disimpulkan bahwa bursa komoditi berjangka adalah tempat/ fasilitas memperjualbelikan kontrak spot dan berjangka komoditi atau instrumen finansial dengan harga yang telah disepakati dan penyerahan barangnya dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. 13 C. Macam-macam Transaksi Pasar Bursa 1. Dari segi waktu Dilihat dari sisi waktu, transaksi bursa terbagi menjadi dua macam: a. Transaksi Spot (tunai/ langsung). Yakni transaksi dimana dua pihak yang melakukan transaksi melakukan serah terima jual beli secara langsung atau paling lambat dua kali 24 jam. 11 PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta: PT. BKDI/ICDX, 2013), h. 3 12 Abe Layman, Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan Dari Pasar Uang, cet.I, (Jakarta: Visimedia, 2010), h.4 13 PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta: PT.BKDI/ICDX, 2013), h.20 44 b. Transaksi Forward (berjangka). Yakni transaksi yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan disepakati saat transaksi. Bahkan terkadang harus diklarifikasi lagi pada hari-hari yang telah ditetapkan oleh komite bursa dan ditentukan serah terimanya di muka.14 Adapun yang dimaksud dengan transaksi spot atau transaksi langsung adalah serah terima barang secara nyata bukan sekedar transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa disertai barang ril sebagai objek yang diperjualbelikan. Sementara transaksi forward pada umumnya bertujuan untuk semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk melakukan jual beli secara ril, dimana jual beli ini pada umumnya hanya transaksi pada naik turun harga saja. Bahkan di antara transaksi forward ada yang bersifat permanen bagi kedua belah pihak yang melakukan jual beli. Ada juga yang memberikan beberapa bentuk hak pilih sesuai dengan bentuk transaksi. Transaksi yang memberikan hak pilih harus membayar biaya kompensasi bila ia menggunakan hak pilih tersebut. 2. Dari Segi Objek Adapun jika dilihat dari segi objek, transaksi bursa terbagi menjadi dua macam: a. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (bursa efek) Bursa Efek sendiri objeknya adalah saham, obligasi, serta surat-surat berharga lainnya. Dimana saham merupakan jumlah satuan 14 Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h.292 45 dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara transaksi dan harganya bisa berubah-ubah sewaktuwaktu tergantung keuntungan dan kerugian berdasarkan kinerja perusahaan tersebut. b. Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditi (bursa komoditi) Adapun objek jual beli pada bursa komoditi umumnya berasal dari alam, namun komoditas tersebut tidak dihadirkan pada saat transaksi. Jual beli dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan penyerahan tertunda.15 D. Jenis-Jenis Bursa Jenis-jenis bursa terdiri dari beberapa segi: 1. Jenis bursa dari segi nilai yang diperdagangkan dan barang-barangnya: a. Bursa barang (komoditi siap jadi). Transaksi yang terjadi di bursa ini adalah hasil-hasil industri alam yang mempunyai kualiti khusus dan antarbangsa seperti kopi, gula, susu, gandum, getah dan sebagainya. Bursa komoditi disebut juga dengan bursa barang atau bursa perdagangan. b. Bursa akad (sewa). Transaksi yang terjadi di bursa akad ini adalah sewa menyewa bilateral, jaminannya adalah komitmen atas contoh 15 Islam, h.293 Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan 46 barang-barang yang mana barang-barang tersebut belum ada secara aktual, namun boleh diproduksi dengan membayar perbedaan harga yang tetap pada penyelesaian transaksi. c. Bursa Mata Uang Asing. Transaksi yang terjadi di bursa ini adalah mata uang, transaksi ini boleh dilakukan dengan cara cepat ataupun lambat. d. Bursa Barang Tambang yang berharga. Transaksi yang terjadi di bursa ini adalah barang-barang tambang yang bernilai tinggi seperti emas, perak, platinium dan intan. e. Bursa Pelayanan. Bursa yang memberikan layanan kepada berbagai pihak yang boleh dilayan seperti perhotelan, bursa insuran, bursa pengangkutan, penyewaan kapal laut dan sebagainya. f. Bursa Pemikiran. Bursa yang menciptakan jenis-jenis bursa dan yang berhubungan dengan barang, menjual hak-hak seperti hak cipta, hak penemuan barang dagang dan sebagainya. g. Bursa Saham. Pasaran dengan sistem tertentu, disana diedarkan saham, obligasi dan saham pendiri. Harga ditentukan oleh kekuatan persediaan barang dan permintaan (supply and demand).16 Bursa saham dari segi aktiviti terbagi menjadi dua bentuk: a. Pasar Perdana (Primary Market). Adalah pasaran yang mengeluarkan saham-saham baru melalui beberapa cara: 16 Sya’ban Muhammad Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam,cet.I, (Kuala Lumpur : Jasmin Enterprise, 2007), h.32 47 1) Penawaran umum pertama sekali dari pihak perusahaan yang akan didirikan atau dari pihak perusahaan yang telah berdiri, dengan tujuan menambah modalnya. 2) Penawaran tertutup yang bertujuan untuk penambahan modal bagi perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri secara sempurna dari perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran tertutup.17 b. Pasar Sekunder. Pasar Sekunder adalah tempat diadakannya transaksitransaksi saham yang telah dikeluarkan sebelumnya. Oleh karena itu para pedagang di pasar ini sebagai pemegang saham. Pasar sekunder ini juga terbagi menjadi dua bentuk: 1) Pasar yang terorganisasi (organized market). mempunyai peraturan-peraturan sendiri Pasaran ini dan prosedur-prosedur resmi, hanya melayani transaksi di bursa yang telah terdaftar kepada mereka saja. 2) Pasar yang tidak terorganisasi (over the counter). Pasaran ini terdiri dari kumpulan agen-agen, mereka melakukan saling tukar menukar tentang saham-saham yang tidak terdaftar di dalam jadwal harga pasar resmi. 2. Jenis-jenis bursa dari segi wilayah transaksinya a. Bursa-bursa tempatan. Transaksi bursa ini tidak menjangkau ruang lingkup antarbangsa, pelaksanaannya sangat terbatas. b. Bursa Antarbangsa. Transaksi bursa ini menjangkau ruang lingkup antarbangsa dan mempunyai jaringan yang sangat kuat. 17 Sya’ban Muhammad Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, h.33 48 3. Jenis-jenis bursa dari segi pengakuan pemerintahan a. Bursa Resmi. Transaksi bursa ini di dalam bentuk-bentuk yang resmi dan pelaksanaannya di dalam peraturan-peraturan tertentu serta sistem yang diawali di bawah pengawasan pemerintah. b. Bursa yang Tidak Resmi. Transaksi bursa ini berjalan dalam bentuk yang tidak resmi, dia mempunyai aturan sendiri tidak di dalam pengawasan pemerintah dan tidak melakukan transaksi-transaksi di dalam bentuk yang resmi. Bursa ini terjamin dari risiko-risiko tertentu seperti bursa Pasaran Tempatan (Suq Al-Manakh) di Kuwait. 18 E. Sejarah Munculnya Bursa Barang (Bursa Komoditi) Perubahan yang terjadi dari sistem pertanian kepada sistem perindustrian dan perpindahan buruh ke kota, membawa kepada pertumbuhan penduduk di sana. Semua ini menjadikan bahan makanan di kota mengalami perubahan kepada sistem yang lebih teratur dan terbebas dari kesulitan. Terciptanya pasaran ini adalah karena perdagangan antarbangsa terhadap hasil-hasil pertanian. Kemudian muncul kelompok baru dari para pedagang, yang disebut dengan spekulan. Mereka mengawasi akan perubahan-perubahan harga yang terjadi. Muncullah sejumlah pedagang untuk mengawasi kekhawatiran tersebut. Banyak bank-bank yang melakukan kerjasama untuk membantu para pedagang ini. Maka muncullah bursa-bursa di berbagai tempat yang dinamakan dengan Bursa Barang (Bursa Komoditi). Bursa barang 18 Sya’ban M. Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, h.33-35 49 pertama kali muncul di Paris pada tahun1304 M, kemudian di Amsterdam tahun 1608 M, yang merupakan pusat perdagangan jangka panjang barangbarang.19 F. Sekilas Sejarah Perdagangan Berjangka Perdagangan berjangka dimulai dan digunakan oleh pedagang komoditas dari abad ke-20. Di Jepang, petani beras dan pedagang beras mulai berdagang kontrak berjangka beras sejak tahun 1910, yang kemudian melahirkan Japanese Candlestick. Prinsip perdagangan berjangka adalah perdagangan kontrak yang sudah dibakukan dan distandarisasikan oleh bursa. Komoditas yang masuk kontrak akan mempunyai jumlah, kualitas, dan tanggal penyerahan yang ditentukan oleh bursa sehingga jika seorang pedagang ingin membeli atau menjual kontrak berjangka, yang disepakati hanya harga. Contohnya, petani jagung. Pada bulan Juni, para petani menanam jagung dan akan panen pada bulan September. Pabrik pakan ternak membeli jagung untuk pakan hewan ternaknya. Petani ingin menjual dengan harga tinggi, pabrik ingin membeli dengan harga rendah. Disini, petani sebagai penjual dan pabrik sebagai pembeli. Bentuk fisiknya akan diserahterimakan pada bulan September. Untuk melindungi nilainya, kontrak berjangka jagung yang jatuh tempo pada bulan September, mulai diperdagangkan pada bulan Juni. Jadi, si petani akan membeli dan si pabrik akan menjual kontrak berjangkanya demi melindungi nilai pengeluaran dan pemasukan.20 19 Sya’ban M. Islam al-Barwary, Bursa Saham Menurut Pandangan Islam, h.27 Abe Layman, Scalping The Art of Science: Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan,cet.I, (Jakarta: Visimedia, 2010), h.1 20 50 Konsep lindung nilai ini mulai dilirik oleh bursa efek Amerika. Pada 1982, Kansas City Board of Trade mulai menawarkan Value Line Index, karena jika harga saham turun,bagaimana investor bisa melindungi nilai investasi mereka? Dengan adanya indeks saham, mereka bisa mengambil posisi jual beli di indeks sebelum harga saham mulai naik, mereka bisa melikuidasikan posisi jualnya dan mengambil keuntungan untuk menutup kerugian harga saham mereka yang telah menurun. Konsep seperti ini memang awalnya sangat kontroversial, sehingga beberapa anggota kongres berusaha menyatakan perdagangan berjangka seperti ini sebagai ilegal. Namun, para investor merasa melindungi nilai investasi mereka, sehingga kongres gagal dengan gagasan itu. Legislator memang kurang arif dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Pada tahun 1986, kontrak Standard and Poors (S & P) merupakan kontrak yang mempunyai volume transaksi terbesar di Amerika. Disebabkan sifat lindung nilai tersebut, beberapa manajer investasi dan reksadana mulai membuatnya menjadi bagian dari portofolio mereka. Dari sana pula lahirlah suatu industri dan beberapa instansi yang dibentuk oleh pemerintah guna mengawasi dan mengatur perdagangan berjangka.21 G. Visi dan Misi Bursa Komoditi Visi Bursa global untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, menyusul pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil selama dekade 21 Abe Layman, Scalping The Art of Science: Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan, h.2 51 terakhir. Misi mewujudkan pembentukan harga yang menjadi acuan harga komoditi dunia maka permintaan atas komoditas akan terus meningkat yang mengakibatkan kenaikan harga komoditas tersebut. Harga komoditas akan terus meningkat sejalan dengan laju inflasi melalui Bursa Berjangka para pelaku pasar dapat melindungi harga komoditas terhadap inflasi. 22 Otoritas bursa harus berupaya menciptakan pasar yang sehat dan adil dengan menetapi beberapa ketentuan berikut: 1. Menerapkan larangan mempermainkan harga dengan merekayasa permintaan (bay’ najasy) dan rekayasa penawaran (ikhtikar). 2. Melarang perdagangan komoditi yang tidak pasti (taghrir atau gharar). 3. Melarang penjualan sesuatu yang tidak dimiliki. 4. Melarang semua bentuk riba. 5. Mengatur setiap transaksi sehingga terjadi transfer atau akad pemindahan kepemilikan aset. 6. Bentuk paling umum dalam transaksi jual beli adalah perdagangan di tempat pertukaran komoditi dan harga (bay’al-mu’ajjal) atau menangguhkan pemberian atau penyerahan komoditi (bay’al-salam atau bay’ al-isthisna’). 7. Suatu transaksi tidak dianggap sah secara hukum bila seseorang melakukan pembayaran terhadap yang lain tanpa mempertimbangkan imbalan jasa (iwadh) atau keuntungan. 22 PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta: PT.BKDI/ICDX, 2013), h.1 52 8. Transaksi dianggap tidak sah jika penjual membuat kesalahan statement secara materiil sehingga pembeli percaya dan membeli komoditi tersebut. Penjual seharusnya memberikan pilihan kepada pembeli untuk mencabut perjanjian atau kontrak. Sistem ekonomi Islam tidak membolehkan suatu periklanan atau informasi yang mengandung kesalahan. 9. Keuntungan yang disebabkan oleh kebutuhan pembeli tidak dibolehkan. Apabila si penjual menukar dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar, si penjual harus mengganti kerugian pembeli karena ia mengambil untung yang berlebihan. 10. Harga, objek jual beli, waktu, tempat penyerahan harus mengikuti aturan yang spesifik, yaitu adanya hak khiyar (meneruskan atau membatalkan) jual beli bagi pembeli atau penjual ketika terdapat sesuatu yang meragukan. 11. Uang bukanlah barang dagangan (komoditi) tetapi hanya alat tukar. Karena itu, Islam melarang transaksi ribawi yang mengaggap uang sebagai komoditi.23 H. Produk Bursa Komoditi Bursa komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) menawarkan aneka produk komoditi yang dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Soft Agri: Minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan olein, kopi dan coklat. 2. Logam: emas dan timah 23 Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah ,cet.I, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h-241-242 53 3. Energi: batubara, minyak mentah CPO dan OLEIN, Indonesia adalah penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Hampir 60: dari produksi CPO dunia berasal dari Indonesia. Dan olein merupakan produk olahan minyak sawit. Dengan meningkatnya kegiatan hilirisasi, sehingga peran bursa menjadi penting bagi peserta industri untuk mengelola risiko harga. Sebagai respon terhadap kebutuhan pasar minyak sawit. Gold, Emas adalah logam mulia kuning yang telah digunakan selama ribuan tahun sebagai penyimpan nilai, sebagai alat pertukaran dan perhiasan. Mayoritas konsumsi emas berasal dari sektor perhiasan. Emas juga diperdagangkan sebagai alat lindung nilai bagi produsen komersial dan pengguna emas. TIN adalah logam putih keperakan. Fungsi timah sangat penting sebagai lapisan pelindung pada logam agar lebih kuat seperti baja dan tembaga, sebagian besar sebagai tinplate. Indonesia sebagai eksportir terbesar di dunia, maka suadah seharusnya menjadi timah penentu harga dunia, maka sudah seharusnya menjadi timah penentu harga dunia. Mata Uang Asing Multilateral, guna memenuhi ketersediaan valuta asing di Indonesia BKDI menawarkan perdagangan mata uang asing. Hal ini untuk sekaligus memfasilitasi masyarakat internasional yang menjadikan Indonesia sebagai tempat bisnis utama. PALN adalah singkatan dari Penyaluran Amanat Luar Negeri. Secara umum berarti produk-produk yang diperdagangkan di bursa luar negeri juga 54 dapat ikut ditransaksikan di BKDI oleh investor/trader nasabah begitu juga sebaliknya produk-produk yang diperdagangkan di BKDI dapat ditransaksikan di bursa yang berada di luar negeri. Produk-produk PALN adalah sebagai berikut: 1. Cocoa Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Buah Coklat Berjangka( 2. Corn Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Jagung Berjangka) 3. Mini Crude Oil Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Minyak Sawit Mentah Mini Berjangka) 4. Mini Corn Futures Contract Specification (Spesifikasi Kontrak Jagung Mini Berjangka) 5. Gasoline Futures Contract Specification (Spesifikasi Kotrak Gasoline Berjangka) 24 24 PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi (Commodity Future), (Jakarta: PT.BKDI/ICDX, 2013), h. 2- 3 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BURSA KOMODITI BERJANGKA A. Risiko Pasar Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.1 Sedangkan dalam Kamus Manajemen, risiko adalah ketidakpastian yang mengandung kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomis.2 Risiko sering dikatakan sebagai uncertainly atau ketidakpastian. Ketidakpastian atau uncertainly sering diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda.3 Dari pengertian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwasanya risiko adalah peluang dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan (merugikan) baik bagi perusahaan/lembaga, maupun bagi orang per orang. Peristiwa yang menyebabkan terjadinya risiko (risk event) didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Peristiwa tersebut dapat berasal dari kejadian internal ataupun eksternal. Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur, dan lain-lain. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi. Sebaliknya, kejadian 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.959 2 BN.Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: CV. Muliasari, 2003), h.317 3 Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, (Jakarta: PPM, 2006), h.16 55 56 eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi perusahaan yang bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis eekonomi regional dan krisis ekonomi lokal hingga dampak sistemik yang ditimbulkan oleh masalah pada lembaga keuangan atau Bank lain. Risiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar.4 B. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Risiko dalam Bursa Komoditi Pengalaman krisis ekonomi yang berpengaruh pada ketidakpastian arah perekonomian dan tingkat inflasi yang tinggi membuat para investor beralih ke investasi emas yang dirasa lebih aman. Emas dipercaya oleh sebagian besar masyarakat sebagai investasi yang aman karena kecenderungannya untuk terus menerus naik dari periode ke periode. Namun pada prakteknya beberapa spekulan beranggapan naik turun atau volatilitas harga emas dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar dibandingkan komoditas-komoditas lainnya, sehingga emas dalam bursa komoditas menjadi salah satu pilihan yang banyak diminati.5 Perdagangan di dalam bursa komoditi dapat dilakukan dengan caracara berikut: 4 Imam Ghozali, Manajemen Risiko Perbankan, (Semarang: Pusat Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), h.17 5 Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari http://daudario.wordpress.com 57 1. Perdagangan Fisik (Lelang) yang bersifat efektif : Transaksi perdagangan yang segera diikuti dengan penyerahan barang secara tunai dari penjual kepada pembelinya. 2. Perdagangan future dan forward : Perdagangan atau transaksi yang telah dilakukan namun tidak segera diikuti dengan penyerahan barangnya. Penyerahan barang biasa dilakukan beberapa bulan kemudian, sesuai dengan perjanjian yang tertera dalam kontrak. Future Trading atau Future Komoditi adalah mirip dengan akad Bai’ Salam atau salaf, yaitu jual beli dengan pembayaran harga yang disepakati secara tunai, sedang penyerahan barangnya ditangguhkan kemudian pada waktu yang dijanjikan oleh penjual dan disetujui pembeli (jatuh tempo). Dalam akad salam harga sudah final/tetap, tidak dikenal padanya penambahan, kenaikan ataupun penurunan. Dalam Future Trading disamping ada orang yang motivasinya membeli barang, tetapi banyak juga yang motivasinya bukan membeli barang tetapi melihat fluktuasi harga. Saat harga barang tinggi maka ia melepas surat tanda kepemilikan barang, dan jika harga rendah maka ia tahan. Dan begitulah berpindah-pindah dari satu orang ke-orang lain menjual surat berharga tersebut tanpa mengetahui barangnya. Unsur penambahan/kenaikan harga atau penurunan/pengurangan harga setelah transaksi dan pembayaran dilunasi disebut capital gain. Unsur penambahan atau pengurangan ini mengandung karakter gambling (maysir/perjudian), baik perusahaan yang untung atau merugi, hukum maysir/qimar adalah haram. 6 6 Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari htp://daudario.wordpress.com 58 Jelasnya, dalam future trading target pembeli adalah bergambling (qimar/maysir) dengan naik turunnya harga barang yang ditentukan oleh pasar, dan bukan barang itu sendiri yang menjadi target pembeli. Kemudian, hal yang tidak diterima pula oleh syariat adalah pembeli menjual kembali barang yang belum ia terima kepada pembeli kedua atau orang lain. Adapun memberikan jasa konsultasi untuk keperluan Future Trading yang mengandung unsur praktek haram seperti diatas termasuk memberikan dukungan untuk suatu kema’siatan atau manivestasi ta’awun ‘alal itsmi. Maka, penghasilan yang diperoleh dari jasa konsultasi ini hukumnya adalah haram. Hal yang hampir mirip terjadi juga pada bursa saham dan money changer. Kedua model akad ini secara mendasar adalah halal. Tetapi hukum itu berubah jika sudah mengarah pada maisir (perjudian), yaitu motivasi jual beli saham untuk mencari selisih keuntungan, bukan penyertaan modal. Begitu juga pada jual beli mata uang, motivasinya untuk mencari keuntungan dari selisih harga tersebut bukan untuk kebutuhan, misalnya keluar negeri dll. Maka hukum kedua jenis transaksi tersebut berubah dari halal menjadi haram, karena sudah masuk pada judi yang diharamkan Allah.7 Commodity position risk (risiko perubahan nilai komoditi) adalah suatu situasi dan kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang komoditi di pasar yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini akan semakin parah pada saat barang komoditi tersebut telah 7 Pusat Konsultasi Syariah, Artikel diakses pada syariahonline.com 59 terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity contrack) serta informasi tersebut telah sampai ke pasar. Jual beli di bursa komoditi bersifat fluktuatif, naik dan turun terjadi dalam waktu yang cepat. Kondisi ini sering dijadikan keuntungan oleh pihak spekulan yaitu dengan cara membeli pada saat harga rendah dan menjual pada saat harga tinggi, dimana jarak ini dilihat sebagai capital gain yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual. Kasus di lapangan sering sekali para spekulan melakukan aksi ambil untung dengan harga informasi yang tidak lengkap. Kondisi informasi yang tidak lengkap menciptakan pasar yang tidak efisien. Pasar tidak efisien adalah dimana suatu kondisi berbagai informasi tidak dapat diperoleh dengan mudah dan cepat. Adapun pengertian dari pasar efisien adalah suatu kondisi dimana informasi tentang semua harga dapat diperoleh secara terbuka dan cepat tanpa ada hambatan yang khusus.8 Memang harus diakui mendapatkan berbagai informasi bukan sesuatu yang mudah. Dan lebih jauh salah satu masalah dalam informasi adalah menyangkut berbagai data dan informasi yang ada seperti: 1. Seluruh informasi yang diterima adalah informasi masa lalu termasuk informasi keuangan, karena catatan-catatan akuntansi merupakan catatan masa lalu. 2. Data-data masa lalu tersebut bersifat time series. 8 Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni 2012 dari http://resikopasar.blogspot. com/ 2012/06/resikopasar.html 60 3. Data-data tersebut kemudian dipakai untuk diprediksi guna mengetahui kondisi yang akan terjadi kedepannya, artinya data-data tersebut sebagai alat prediksi. 4. Perusahaan tidak pernah memiliki data masa depan karena belum tercatat dan belum terjadi. Kondisi pasar tidak efisien ini memiliki ruang besar untuk melakukan spekulasi. Dan spekulasi ini tidak selamanya kita memperoleh kondisi seperti yang kita perkirakan. Ada waktu dimana itu benar-benar di luar kendali dan rencana yang dibuat. Equity position risk (risiko perubahan kekayaan) adalah suatu kondisi dimana kekayaan perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanya sehingga perubahan tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian karyawan.9 Pemerintah Indonesia memiliki fungsi dan peran sunting. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya sebuah sarana lindung nilai (Bursa Berjangka) di Indonesia. Sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alam (Indonesia disebutkan sebagai Negara agraris) yang ditandai dengan perkembangan perkebunan/pertanian seperti kopi, kayu lapis, lada, cokelat, jagung, padi dan masih banyak sumber daya alam lainnya, merupakan tempat yang sangat strategis dan potensial untuk perdagangan kontrak berjangka atas sumber daya alam tersebut. Akan tetapi peran perdagangan berjangka yang diharapkan mampu untuk menunjang perekonomian secara umum berlaku 9 Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni 2012 dari Resikopasar.blogspot. com/ 2012/06/resiko-pasar.html 61 mulai pada tahun 1982 pemerintah mengeluarkan aturan tentang perdagangan berjangka yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1982 tentang Bursa Komoditi, yang diikuti dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1982 tentang Pendirian dan Pokok-pokok Organisasi Bursa Komoditi. Dan pada waktu itu pengawasan perdagangan komoditi dilakukan oleh Badan Pelaksana Bursa Komoditi (BAPEBTI) yang berada di bawah kewenangan Departemen Perdagangan pada waktu itu. Untuk sekarang ini Perdagangan Berjangka Komoditi diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 1997 dan perubahannya. Perdagangan Berjangka baru mulai dikenal sebagai tempat investasi secara luas oleh masyarakat pada awal tahun 2001 yaitu setelah mulai beroperasinya Bursa Berjangka pertama di Indonesia, dimana setelah itu terjadi perkembangan yang pesat Perdagangan Berjangka dengan munculnya anggota bursa yaitu sebagai Pedagang Berjangka dan Pialang Perdagangan Berjangka. Peran Bursa Berjangka dalam perekonomian suatu Negara yaitu Manajemen risiko dan lindung nilai, Instrumen derivatif dapat menjadi sarana pengelolaan risiko. Dalam dunia bisnis ada suatu risiko yang umum terjadi yaitu fluktuasi harga. Fluktuasi harga ini merupakan akibat ketidakpastian akan kondisi pasar dan iklim bisnis. Kondisi fluktuasi harga ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan para pelaku ekonomi baik domestik dan dunia internasional. Seperti misalnya produsen CPO yang terkadang sulit menentukan harga jual CPO untuk beberapa bulan mendatang. Jika harganya CPO turun 62 maka produsen CPO akan menderita kerugian. Sebaliknya jika harga CPO meningkat maka ia akan mendapatkan banyak keuntungan. Dari sini kita melihat bahwa ada unsur judi jika pelaku bisnis tidak melakukan pengelolaan risiko dan lindung nilai. Risiko juga semakin bertambah dengan adanya perubahan nilai kurs, gejolak politik, dan inflasi atau perubahan suku bunga. Instrumen derivatif dan Bursa Berjangka dapat memfasilitasi pengelolaan risiko tersebut karena harga instrumen derivatif mempunyai harga yang sangat berkaitan erat dengan harga underlying asset. Dalam investasi, investor atau pelaku pasar memiliki tingkat penerimaan risiko (risk tolerance) yang berbeda-beda. Ada pelaku pasar yang menginginkan kepastian (hedgers) seperti pada contoh sejarah perdagangan berjangka pada masa Aristoteles dimana pemilik pengolahan zaitun menginginkan kepastian dan ada yang menginginkan keuntungan dan berani mengambil risiko yang tinggi pula (speculators).10 C. Prinsip-Prinsip Islam dalam Perdagangan Apapun bentuk perdagangan yang dilakukan seseorang selama tidak lepas dari kendali nilai-nilai tersebut dibenarkan dalam Islam. Demikian pula Islam mendukung perdagangan yang membawa manfaat apapun untuk kesejahteraan manusia dengan tetap mendasarkan diri pada sejumlah prinsip tertentu. Dalam Islam prinsip-prinsip utama dalam perdagangan ini dikemukakan M.A.Mannan selain kejujuran dan kepercayaan serta ketulusan juga diperlukan beberapa prinsip lain, seperti: 10 Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, diakses dari http://id.m.wikipedia.org/ wiki/ Bursa_Komoditi_dan_Derivatif_Indonesia 63 1. Tidak melakukan sumpah palsu Sumpah palsu biasanya dilakukan pedagang dewasa ini dengan motif dan tujuan untuk meyakinkan pihak lain (konsumen) bahwa barang dan jasa yang diperdagangkannya tidak mengandung cacat meskipun dalam kenyataannya tidak demikian merefleksikan prinsip dan nilai –nilai moral dan spiritual dalam transaksi perdagangan. 2. Takaran yang benar dan baik. Prinsip ini mendapat sorotan tajam dalam Islam sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan secara eksplisit ditegaskan gambaran tentang kondisi dan keadaan yang dialami oleh pedagang yang (tidak melakukan takaran dengan baik dan benar). Landasan perdagangan yang mengedepankan nilai kejujuran dengan cara memenuhi takaran dengan baik dan sempurna sesungguhnya menunjukkan bahwa Islam menetapkan dan menempatkan pelaku perdagangan (manusia) dalam kerangka yang terhormat. Cara pandang yang demikian berlawanan dengan cara pandang sistem lain yang secara melulu memandang manusia sebagai homo economicus. Perdagangan dalam Kapitalisme, misalnya memandang manusia atas dasar dua asumsi. Pertama, manusia sebagai makhluk ekonomi yang memiliki kecenderungan alamiah untuk melakukan pertukaran (barang dan jasa). Kedua, manusia akan selalu bertindak demi mengejar kepentingan rasionalnya sendiri, atau setidaknya mengejar apa yang dprediksi akan menguntungkannya. 64 3. I’tikad yang baik I’tikad yang baik dalam perdagangan dianggap sebagai hakikat perdagangan. Menurut MA. Mannan hubungan buruk yang timbul dalam dunia bisnis dan perdagangan modern disebabkan karena tidak adanya i’tikad baik yang timbul dari dua belah pihak. I’tikad baik dalam perdagangan dipandang sentral dalam ekonomi Islam sehingga di dalam al-Qur’an terdapat perintah yang jelas untuk membina hubungan baik dalam usaha, semua perjanjian transaksi perdagangan harus dinyatakan secara tertulis. Dengan menguraikan syarat-syaratnya, yang demikian dalam al-Qur’an dipandang”lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dapat mencegah keragu-raguan. 11 D. Hukum Bursa Komoditi Berjangka dalam Pandangan Islam Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa ada yang bersifat tunai, pasti dan permanen, serta ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka. Sedangkan jika dilihat dari objeknya bisa berupa jual beli barang komoditi biasa ataupun saham dan obligasi. Oleh karena transaksi yang terdapat dalam bursa ini bermacam-macam, maka tidak bisa ditetapkan hukum syari’atnya sehingga bisa ditentukan hukumnya secara terpisah.12 Lembaga pengkajian Fikih yang menginduk kepada Rabithah alAlam al-Islami telah merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H , di 11 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat, cet.I, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2007), h.105-107 12 Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam., Penerjemah Abu Umar Basyir, cet.I, (Jakarta:Darul Haq,2004), h.296 65 Makkah al-Mukarramah. Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan berikut: Keputusan pertama menyatakan bahwa tujuan utama pasar modal (bursa) adalah menciptakan pasar tetap dan stimulan dimana mekanisme pasar (supply and demand) yang terjadi serta para pedagang dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini merupakan suatu hal baik dan bermanfaat karena dapat mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan terhadap orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka. Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa tersebut tertutupi oleh berbagai macam transaksi yang sangat berbahaya menurut syari’at seperti perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang lain, bahkan memakan uang orang dengan cara yang bathil. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu secara terpisah. Keputusan kedua menyatakan bahwa transaksi spot atau transaksi langsung terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila disyaratkan harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syari’at adalah transaksi dibolehkan. Tentunya selama objek transaksi tersebut bukan barang yang diharamkan syari’at. Namun, jika barang yang diperjualbelikan tidak dalam kepemilikan penjual, maka harus dipenuhi 66 syarat-syarat jual beli Salam. Setelah itu barulah pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum dilakukan serah terima barang. Keputusan ketiga menyatakan bahwa transaksi spot terhadap saham diperbolehkan jika saham tersebut memang telah berada dalam kepemilikan penjual. Tentunya hal tersebut diperbolehkan selama jenis usaha perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan tidak bertentangan dengan syari’at seperti bank ribawi, perusahaan minuman keras dan sejenisnya. Keputusan keempat menyebutkan bahwa transaksi spot maupun forward terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan. Keputusan kelima menyatakan bahwa transaksi forward atau transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa penjual tersebut baru akan membeli dan menyerahkan barang tersebut di kemudian hari pada saat transaksi dilakukan. Cara ini jelas dilarang oleh syari’at berdasarkan hadits shahih Rasulullah Saw yang berbunyi: 67 ( Artinya:” Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Saya menemui Rasulullah Saw, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan untuknya di pasar kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut. Rasulullah Saw.menjawab:”Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (H.R.Tirmidzi). Adapun keputusan keenam menyatakan bahwa transaksi forward dalam pasar bursa bukanlah jual beli Salam yang diperbolehkan dalam syari’at Islam, karena terdapat perbedaan antara keduanya. Perbedaan pertama yakni dalam bursa saham, harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi. Melainkan ditangguhkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli Salam harga barang harus dibayar terlebih dahulu. Perbedaan kedua yakni dalam pasar bursa, barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetap memegang barang tersebut atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan akan tetapi secara spekulatif dengan mempertimbangkan untung ruginya. Sehingga hal tersebut dapat diqiyaskan dengan perjudian. Padahal dalam jual beli Salam tidaklah diperbolehkan menjual barang tersebut diserahterimakan.14 Berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis transaksi yang tidak bisa dilepaskan dari bursa komoditi berjangka. 1. Menjual Sesuatu Untuk Masa Yang Akan Datang (future contract) 13 Imam Muhammad ibn Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar syarh muntaqa alAkhbar (Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372), h.164 14 Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah Abu Umar Basyir, cet.I, (Jakarta:Darul Haq,2004), h.296-298 68 Menjual sesuatu untuk masa yang akan datang jika dikaitkan dengan fikih Islam merupakan jual beli sesuatu yang ma’dum (tidak ada wujudnya). Adapun mayoritas ulama fikih melarang untuk melakukan jual beli yang tidak ada wujudnya (ma’dum) secara mutlak. Meskipun ada sebagian ulama fikih yang melarang jual beli sesuatu yang tidak ada wujudnya tersebut dengan alasan mengandung unsur gharar saja. Dalam pandangan fikih, jual beli dengan keberadaan komoditi yang belum jelas tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi darurat. Namun dalam hukum positif di berbagai negara Islam, hal tersebut tetap dibolehkan untuk melakukan jual beli sesuatu yang dimungkinkan komoditinya ada dalam bentuk apapun selama pihak penjual dan pembeli saling rido, dan tidak ada pengecualian dalam hal ini kecuali jual beli harta warisan untuk masa yang akan datang.15 Seluruh contoh transaksi seperti yang berkembang saat ini tersebut dilarang dalam fikih, bahkan dalam sebagian transaksi tersebut tidak ada lagi celah untuk melakukan ijtihad karena adanya nash yang secara spesifik melarangnya dan ditambah dengan adanya dalil syar’i yang bersifat umum tentang larangan jual beli sesuatu yang bersifat gharar. Hal demikian karena adanya hadis yang melarang untuk menjual buah yang belum layak panen, dan tidak ada perbedaan antara menjualnya dengan ta’liq (bersyarat) jika panen berhasil ataupun secara munjizan (sudah terlaksana) dan panennya ada, karena unsur gharar ada dalam dua 15 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al-Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, Penerjemah Saptono Budi Satryo dan Fauziah R, (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005), h.230-231 69 kondisi tersebut. Dalam kondisi ta’liq, gharar muncul dari dua sisi, yaitu sisi jahalah (ketidaktahuan) dalam wujud dari komoditi dan sisi jahalah (ketidaktahuan) dalam ukurannya jika ada. Misalnya seseorang menjual buah yang akan dihasilkan dari kebunnya, dengan harga tertentu, maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya jual beli dengan cara seperti ini sah menurut fikih, karena tidak ada unsur gharar di dalamnya. Hal tersebut karena seorang pembeli akan membayar komoditi seharga dengan buah yang dapat diambil. Dan seandainya kebun tersebut tidak menghasilkan apapun maka sesungguhnya pembeli tidak memiliki kewajiban untuk membayar apapun.16 Di bawah ini akan dijelaskan dalil yang dimungkinkan dapat digunakan untuk pelarangan transaksi jual beli buah sebelum layak panen (future contract). Yang pertama yakni bahwa jual beli dengan harga keseluruhan sekaligus, sekalipun tidak mengandung unsur gharar dan sisi ketidaktahuan terhadap efek dari akad itu sendiri. Karena sesungguhnya transaksi dalam kondisi tersebut menjadi mu’allaq (bergantung) atas adanya buah, dan itu adalah perkara yang dapat dimungkinkan akan keberadaannya. Dan kita telah mengetahui bahwa para ulama fikih tidak membolehkan transaksi jual beli dengan adanya ta’alluq (penggantungan bersyarat) karena mengandung unsur gharar dan juga interpretasi lainnya. Dan dalam transaksi tersebut juga mengandung unsur gharar dari sisi ketidaktahuan dalam takaran komoditi ataupun harga, yaitu ketika 16 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.234 70 seseorang tidak mengetahui ukuran dari apa yang akan dihasilkan oleh kebun tersebut walaupun faktanya memang menghasilkan buah. Dalil yang kedua yakni bahwa jual beli semacam ini dapat dikategorikan sebagai transaksi al-kali bi al-kali (jual beli hutang dengan hutang), atau juga salam akan tetapi untuk buah tertentu dalam sebuah kebun, dan kedua transaksi tersebut dilarang dalam fikih. Hal demikian karena jika pembeli tidak membayarkan uangnya maka hal ini bisa disebut dengan transaksi al-kali bi al-kali, dan jika pembeli membayarkan uangnya maka ini adalah akad salam untuk komoditi tertentu. 17 Para pendukung akad kedua membela akan sahnya transaksi tersebut karena transaksi tersebut dianggap telah terlaksana. Dengan kondisi yang sama bahwa jual beli yang diperdebatkan keabsahannya adalah jual beli mu’allaq (menggantung/bersyarat) atas adanya buah. Dan telah diketahui, bahwa transaksi bersyarat tidak akan terlaksana kecuali dengan terlaksananya sesuatu yang disyaratkan. Dengan alasan ini, maka pendapat kedua dianggap batal. Sekarang tinggal landasan argumentasi yang dipakai oleh pendapat pertama yang mengatakan bahwa unsur ta’liq dalam jual beli tidak diperbolehkan. Dan pendapat yang dipilih adalah tidak bolehnya memasukkan unsur penggantungan (bersyarat) dalam jual beli, walaupun pendapat mayoritas telah menolak sebagian pendapat para ulama fikih dengan membolehkan adanya ta’liq. 17 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.235 71 Adapun ta’liq dalam kondisi seperti itu tidak diperbolehkan karena tidak adanya kebutuhan mendesak dan tidak adanya unsur maslahah yang terbangun, bahkan terkadang dapat menimbulkan kemudharatan, yaitu ketika hasil panen lebih banyak dari yang telah disepakati oleh pembeli, karena ia akan merasa tidak mampu untuk membayarnya. Terkadang juga harganya berubah dari hasil panen yang dihasilkan dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Maka kemudharatan dapat dipastikan akan menimpa salah satu pihak yang berakad dengan penuh penyesalan dan kerugian. Hal ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan transaksi jual beli atau tetap melanjutkan transaksi dengan tidak adanya saling ridho. Padahal saling ridho merupakan hal yang sangat ditekankan oleh syaria’t dalam transaksi jual beli. Oleh karenanya kemaslahatan dapat terbangun ketika larangan jual beli hasil panen yang belum layak panen untuk waktu yang akan datang itu tetap dilarang, sekalipun transaksi tersebut dapat diharapkan hasilnya dan dijual dengan harga keseluruhan sekaligus. 2. Jual Beli Sesuatu Yang Belum Dimiliki Secara Penuh Oleh Penjual Transaksi ini merupakan jual beli yang bertentangan dengan aturan fikih. Karena fikih tidak membolehkan seseorang menjual sesuatu yang belum dimilikinya pada waktu transaksi berlangsung terhadap objek transaksinya yang utama. Dalam hasyisyah (penjelasan) Ibnu Abidin yang dikutip oleh Hussein Shahatah dikatakan: 72 Termasuk salah satu syarat dari jual beli adalah objek transaksinya harus dimiliki secara penuh oleh penjual dari apa yang ia jual untuk dirinya sendiri. Maka tidak diperkenankan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, walaupun pada akhirnya objek tersebut akan menjadi miliknya setelah transaksi berlangsung, sebagai aplikasi dari sebuah shahih tentang larangan seseorang menjual sesuatu yang bukan miliknya.18 Adapun transaksi salam yang terjadi di pasar keuangan yang dikenal dengan future contract, maka sesungguhnya transaksi tersebut mengandung banyak hal merugikan (efek samping) secara syar’i. Diantaranya adalah tidak disyaratkan dalam transaksi tersebut kepemilikan bagi si penjual, akan tetapi cukup dengan adanya komitmen untuk menyerahkan komoditi pada waktu tertentu, jika si pembeli memintanya. Sebagaimana pula tidak disyaratkan adanya uang muka dalam transaksinya, yang ada hanyalah syarat untuk membayar nishbah yang tidak lebih dari 10%. Maka hal ini merupakan jual beli sesuatu yang bukan miliknya yang dilarang dalam agama dan tidak termasuk dalam transaksi salam yang telah mendapat rukhshah untuk menjalankannya. Transaksi-transaksi seperti tersebut di atas jelas dilarang dalam syari’ah, walaupun si penjual-memiliki suatu komoditi tertentu kemudian diserahkan kepada sang pembeli. Akan tetapi, kenyataan yang ada tidak demikian, karena transaksi ini hanya berakhir dengan pembayaran selisih 18 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.237 73 dari harga (agio), dan yang berakhir dengan serah terima komoditi tidak lebih dari tiga persennya, sebagaimana dibatasi oleh para broker yang ada dalam pasar tersebut. Dan inilah yang menjadikan transaksi ini lebih dekat kepada perjudian daripada suatu transaksi jual beli.19 Sebuah permasalahan yang terkait dengan jual beli sesuatu yang belum dimiliki secara penuh, sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis yang melarang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah larangan tersebut termasuk setiap apa yang tidak dimiliki oleh seorang penjual pada waktu transaksi berlangsung, baik itu bentuk komoditi tertentu atau komoditi yang dalam tanggungan yang tersifati kadar dan karakternya (mausuf fii dzimmah) seperti salam, atau juga apakah untuk komoditi yang bersifat mausuf fii dzimmah dan dapat diserahkan beberapa saat setelah transaksi berlangsung atau hanya khusus untuk kondisi-kondisi tertentu? Larangan hadis terhadap seseorang untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya itu jika yang dimaksud dalam transaksi yang penyerahan obyek transaksinya harus dilakukan pada waktu akad berlangsung maka hal demikian dibolehkan, karena illat dari larangan hadis adalah adanya unsur gharar yang timbul akibat ketidakmampuan dalam penyerahan komoditi, dan gharar tersebut akan hilang atau berkurang tatkala ada keyakinan dari pihak penjual untuk mendapatkan komoditi dan kemudian diserahkan kepada pembeli.20 19 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.238 20 Hussein Syahatah dan Siddiq Muhammad al- Amin adh-Dharir, Transaksi dan Etika Bisnis Dalam Islam, h.239-240 74 Dalam masalah ini Ibnu Qudamah berkata bahwa tidak adanya perbedaan pendapat ulama terkait hukum masalah ini. Adapun ‘illat (penyebab) larangan dari hal tersebut adalah adanya unsur yang timbul akibat adanya ketidakmampuan penyerahan komoditi. Dalam permasalahan ini transaksi salam dikatakan sebagai pengecualian dari larangan untuk menjual sesuatu yang dikatakan hadis yang terkait dengan salam merupakan mukhasis (pengkhususan) dari umumnya hadis tentang larangan untuk menjual yang bukan miliknya. Islam menolak bisnis yang melibatkan transaksi forward. Nabi Muhammad Saw. melarang penjualan barang yang belum dimiliki. Berdasarkan hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak dibenarkan untuk menjual bahan pangan sebelum barang tersebut ada di tangan penjual. Menurut Imam Syafi’i tidak dibenarkan untuk menjual apapun, bahan pangan, tanah atau kebun sebelum mengambil alih hak milik barang tersebut. Dalam masalah ini Imam Ahmad tidak menyebutkan barang tertentu misalnya barang-barang yang mudah membusuk, yang tidak ada di tangan penjual, oleh Nabi SAW dilarang karena mengandung unsur yang meragukan untuk sampai ke tangan pembeli. Terdapat semacam untung-untungan bahwa pengirimannya tidak akan diselesaikan oleh penjualnya oleh karena berbagai alasan yang tidak terduga. Kurang lebihnya ini sama halnya dengan judi, barang tersebut mungkin dikirim, mungkin juga tidak. Dengan jelas disitu terdapat unsur yang meragukan dan untung-untungan. Disamping itu, akan merugikan 75 pembeli apabila barang tersebut hilang atau rusak selama dalam pengiriman kepadanya.21 3. Bisnis Spekulatif Spekulatif dalam bahasa Indonesia ini berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu speculative, yang juga berasal dari suatu kata dalam Bahasa Latin, yaitu speculari, yang berarti melihat kedepan. Di Negara-Negara Barat itu sendiri, bisnis spekulatif dapat diartikan sebagai bisnis yang memperdagangkan barang/ komoditi yang tidak ada atau belum ada, dengan kata lain, pelaku bisnis berspekulasi mengenai harga komoditi tersebut di masa mendatang. Di Indonesia ini sendiri, arti bisnis spekulatif adalah lebih luas, yaitu semua bisnis yang memiliki hasil yang tidak pasti.22 Ciri-ciri bisnis spekulatif: a. Memiliki hasil yang tidak pasti dan susah ditebak b. Memperdagangkan sesuatu yang tidak ada atau belum ada c. Money game d. Menjanjikan keuntungan yang besar tanpa perlu berusaha e. Mewajibkan pelaku bisnis/investor untuk membayar di muka f. Keuntungan yang bersifat flat g. Perdagangan structured product23 21 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid IV, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996), h.144 22 Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/ 23 Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/ 76 Kelebihan bisnis spekulatif: a. Memungkinkan pebisnis untuk meraih keuntungan besar dengan sedikit usaha dan modal b. Melalui perdagangan spekulatif pada komoditi, harga pasaran dapat terkontrol pada level tertentu, ketika panen berlebih dan harga turun, spekulan akan mendorong komoditas tersebut, sehingga harga menjadi lebih tinggi dan menguntungkan petaninya, ketika harga komoditi tersebut menjadi sangat tinggi, spekulan akan menjual komoditas tersebut secara besar-besaran sehingga menurunkan harga pasaran ke level yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Kekurangan bisnis spekulatif: a. Susah ditebak, sehingga pebisnis yang kurang familiar dengan berspekulatif dapat rugi besar. Mungkin saja setelah spekulan membeli suatu komoditas dalam jumlah banyak, harga pasaran komoditas tersebut masih saja merosot. b. Sering merupakan selubung atas money game yang bertujuan untuk menyedot uang investornya. c. Spekulasi terhadap komoditas dapat menyebabkan menggembungnya ekonomi, dimana volume perdagangan terlihat besar walau pada kenyataannya tidak seperti itu. Para pengamat ekonomi mengatakan bahkan salah satu penyebab naiknya harga minyak dunia adalah karena penggembungan ini.24 24 Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/ 77 Spekulasi adalah suatu fenomena pembelian sesuatu pada harga murah dengan harapan dapat menjualnya di masa yang akan datang dengan harga mahal. Jika harga suatu objek di masa yang akan datang diharapkan lebih tinggi daripada harga saat ini, maka seorang pembeli spekulatif akan membelinya dengan sebuah harapan untuk menjualnya di masa yang akan datang. Begitu pula, jika harga di masa yang akan datang diharapkan lebih tinggi daripada harga saat ini, maka spekulan akan menjual barangnya sekarang dalam rangka menghindari penjualan pada harga murah di masa yang akan datang. Jenis bisnis ini ditolak oleh Islam. Khususnya menahan bahan makanan utama karena ingin menaikkan harga secara artifisial (yang disebut juga menimbun atu hoarding), amat dikutuk oleh Nabi Muhammad. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menganalisa beberapa hal yang menjadi fokus kajian penulis di atas, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Transaksi multilateral atau many to many yaitu semua harga dan likuiditas ditentukan oleh pembeli dan penjual dikarenakan Bursa hanyalah penyedia tempat, sarana dan sistem untuk penjual dan pembeli yang mana penjual dan pembeli tidak saling mengenal. Transaksi PALN, dimana client dan nasabah melakukan transaksi order jual beli secara langsung melalui perantara (pialang berjangka). Yang mana pialang berjangka akan meneruskan ke Bursa. Kemudian Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) dan ISI berkoordinasi guna keperluan kliring. Dari BKDI maka order jual beli client/ nasabah akan diteruskan / dilimpahkan ke pialang berjangka luar negeri yang merupakan anggota bursa luar negeri akan meneruskan order tersebut ke bursa luar negeri tersebut. Lembaga kliring akan bertanggungjawab melakukan proses penyelesaian transaksi di bursa menjamin hak dan kewajiban setiap pembeli dan penjual dalam perhitungan rugi/ laba dan dalam proses penyerahan fisik. 2. Kurangnya informasi tentang bursa komoditi berjangka, seorang spekulator dapat mengalami kerugian yang besar karena tidak memiliki keahlian komoditi yang menjadi subjek dari kontrak berjangka, tidak memiliki indeks saham atau produk lainnya. Dengan demikian kerugian 87 87 yang mereka alami sehubungan dengan perdagangan berjangkanya tidak dapat ditutupi atau dikompensasi oleh keuntungan dari pasar fisiknya. 3. Dalam pandangan syari’ah, pembahasan yang dilakukan oleh ulama mengenai kontrak berjangka dan instrumen turunan (derivative) lainnya umumnya terletak pada kandungan gharar yang berlebihan di dalamnya. Gharar mempunyai risiko berlebihan yang mana membuat perdagangan itu menyerupai atau bahkan menjadi perjudian. Gharar timbul karena adanya ketidakpastian atau ketidakcukupan informasi dalam persyaratan- persyaratan yang ada dalam suatu kontrak seperti harga, obyek transaksi, jumlah obyek, waktu penyerahan, tempat penyerahan, dan lainnya. Rasulullah Saw telah melarang jual beli yang mengandung gharar ini karena kontrak berjangka memiliki pengertian mirip dengan kontrak forward yaitu sebuah kontrak untuk membeli atau menjual suatu komoditas atau sekuritas di masa datang pada harga yang telah ditetapkan sekarang. Transaksi semacam kontrak berjangka jelas memperdagangkan sesuatu yang maya. Transaksi maya yang digelembungkan oleh segelintir orang atau segelintir komunitas khusus di beberapa kota bisnis terbesar di dunia telah mendatangkan malapetaka dalam perekonomian. Jumlah uang yang beredar di bisnis ril menjadi terbatas karena tersedot oleh transaksi maya. Padahal utamanya, perkembangan dari bisnis ril memberikan kontribusi langsung terhadap tingkat perekonomian negara dan tentunya kesejahteraan masyarakat. 78 B. Saran Perdagangan berjangka sering disebut perdagangan yang beresiko, kompleks dan sangat bergejolak, sehingga hanya cocok bagi orang yang memiliki ketrampilan bisnis yang tinggi. Karenanya sebelum melibatkan diri dalam kegiatan ini penulis menyarankan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: 1. Mengerti dan memahami Kontrak Berjangka serta kewajiban apa saja yang harus dipenuhi bila Anda melakukan perdagangan berjangka. 2. Mengerti dan memahami kemungkinan dihadapinya resiko dan berbagai aspek perdagangan lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko (Risk Disclosure Statement) yang disampaikan Pialang Berjangka kepada Anda. 3. Pedagang atau pelaku pasar adalah manusia, jadi yang menggerakkan harga pasar adalah manusia. Pedagang atau pelaku pasar menggunakan akal mereka untuk berpikir setelah mempelajari segala data dan analisis untuk mengambil posisi beli atau jual. Dengan mengenali secara piawai perangkat- perangkat yang digunakan oleh pelaku pasar, kita bisa berpikir seperti pelaku pasar. Untuk bisa menghasilkan keuntungan dalam perdagangan berjangka atau future trading kita harus bisa berpikir seperti pedagang atau pelaku pasar. Menganalisis secara teknikal bukan untuk membuktikan bahwa kita pintar, tetapi bisa menyelaraskan pemikiran kita, seperti pemikiran pedagang sehingga kita bisa mengantisipasi pergerakan harga sesuai dengan analisis. DAFTAR PUSTAKA Abu Bakar, Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi. Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman, 1995. Antonio, Muhammmad Syafi’i. Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2009. Daud, Ma’mur. Terjemah Shahih Muslim. Jilid III.cet.I. Jakarta: Widjaya, 1984. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Djohanoputro, Bramantyo. Manajemen Risiko Terintegrasi. Jakarta: PPM, 2006. Ghazaly, Abdul Rohman, Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana, 2010. Ghozali, Imam. Manajemen Risiko Perbankan. Semarang: Pusat Penerbit Universitas Diponegoro, 2007. Huda, Nurul dan Heykal, Muhammad. Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010. Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqh Para Mujtahid, cet.III, Jakarta: Pustaka Amani, 2007. Kasani, Abu Bakar Ibn Mas’ud. al-Bada’i was-Sana’i fi Tartib al-Shara’i. Beirut: Darul Kitab al-Arabi, edisi ke-2, review buku Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2009. Lathif, Ah. Azharuddin. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: UIN Press, 2005. Layman, Abe. Scalping (The Art of Science) Cara Dahsyat Mengeruk Keuntungan Dari Pasar Uang. Jakarta: Visimedia, 2010. Marbun, BN. Kamus Manajemen. Jakarta: PPM, 2006. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana, 2007. Muhammad. Aspek Hukum dalam Muamalat. cet.I. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. 81 82 Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursoh al-Auraq al-Maliyah min Mandhury Islamiy. Damaskus: Dar al-Fikr, 2002 Muhammad Islam al-Barwary, Sya’ban. Bursa Saham Menurut Pandangan Islam. cet.I. Kuala Lumpur: Jasmin Enterprise, 2007 Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cet.14. Jakarta: Pustaka Progresif, 1997. Mushlih, Abdullah dan Shalah, Al-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq, 2004. Nafik, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syari’ah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001. Nasarudin, M. Irsan dan Indra, Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004. PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia. Sekilas Mengenai ICDX: Peluang Investasi di Perdagangan Berjangka Komoditi/ Commodity Future. Jakarta: PT.BKDI/ ICDX, 2013. Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid IV. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996. Rais, Isnawati dan Hasanudin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syari’ah. cet.I. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Rasyid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Bandung, 1992. Rifa’i, Moh. Konsep Perbankan Syariah. Semarang : Wicaksana, 2002. Shan’ani, Muhammad bin Ismail, Subul al-Salam, Juz III, Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi,1960. Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. cet.I. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010 Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, cet.V. Jakarta: UIN Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010. Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990. Syahatah, Hussein dan Fayyad, Athiyyah. Bursa Efek: Tuntutan Islam Dalam Transaksi di Pasar Modal. Penerjemah A. Syakur, Surabaya: Pustaka Progressif, 2004. 83 Syahatah, Hussein dan adh- Dharir. Siddiq Muhammad al- Amin, Transaksi dan Etika Bisnis dalam Islam. Penerjemah: Saptono Budi Satryo dan Fauziah R, Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005. Syaukani, Imam Muhammad Ibn Ali. Nailu al-Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar. Tt. Mathba’ah al-Babi al-Halbi,1372. Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Jilid IV, Beirut: Dar-alFikr,1984 Yusuf, Soewardi, Commodity Trading Sebagai Alternatif Instrument Solusi Likuiditas Pada Perbankan Syari’ah, special edition, Jakarta: Karim Review, 2008. Internet “Bursa Komoditi” Artikel diakses pada 9 Desember 2010, dari http:id/wikipedia. org/wiki/komoditas Daudario, Perdagangan dan Investasi Dalam Bursa Komoditi, Artikel diakses dari http://daudario.wordpress.com Limyati, Bisnis Spekulatif, Artikel diakses pada 18 September 2012 dari http://limyati.wordpress.com/2012/09/18/bisnis-spekulatif/ Pusat Konsultasi Syariah,Artikel diakses pada syariahonline.com Rahma Setiana, Artikel diakses pada 12 Juni http://resikopasar.blogspot.com/2012/06/resikopasar.html 2012 dari Utomo, Ustadz Setiawan Budi, “Hukum Bursa Berjangka (Future Market) dan Bursa Commodity (Commodty Exchange)”, Artikel diakses pada April http://ustadzbu.blogspot.com/2009/04/hukum-bursa-2009 dari berjangka.future- market.html