TINJAUAN PUSTAKA Induksi Sel Somatik Menjadi Sel Punca Pluripoten Indra Kusumaa, Nurhadi Ibrahimb a Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta b Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta ABSTRAK Sel punca embrional telah lama digunakan dalam penelitian. Sel embrional manusia dinilai lebih menguntungkan dibanding sel embrional hewan coba, tetapi penelitian pada manusia terkendala etika. Pemrograman inti sel untuk menghasilkan sel pluripoten membuahkan terobosan berupa sel iPS yang dihasilkan dari induksi sel somatik manusia yang telah terdiferensiasi. Hal ini memelopori berbagai penelitian dasar pada manusia. Transfeksi 4 gen faktor transkripsi, yaitu Oct3/4, c-Myc, Sox2, dan Klf4, menggunakan vektor virus atau metode lain tanpa integrasi virus, atau bahkan tidak berbasis gen tetapi menggunakan protein rekombinan dapat menginduksi sel somatik menjadi sel punca pluripoten. Namun, masih ada kendala terkait masalah efisiensi dan kecepatan transduksi, mutasi dan perkembangan tumor; masalah juga timbul pada seleksi jenis sel somatik yang paling mudah didapat dalam jumlah cukup dengan waktu singkat dan mampu diprogram ulang dengan cepat dan efisien. Selain itu, belum ada penanda spesifik untuk sel hasil de-diferensiasi. Keadaan tersebut mengindikasikan masih terbatasnya pengetahuan tentang mekanisme epigenetik selama proses de-diferensiasi. Penelitian lebih dalam perlu dilakukan, terutama untuk membandingkan genom sel hasil program ulang dengan genom sel asalnya. Kata Kunci: Sel iPS, Pluripoten, Faktor Yamanaka, Pemrograman Ulang Pendahuluan Penggunaan embrio manusia untuk menghasilkan sel punca embrional saat ini dianggap kontroversial dan tidak etis; namun, sejak tahun 1989, penelitian sel punca embrional telah menghasilkan ratusan galur sel punca pluripoten embrional manusia melalui fertilisasi in vitro. Pada tahun 2006, Shinya Yamanaka dkk. dari Universitas Kyoto berhasil memprogram ulang sel fibroblas mencit menjadi sel punca pluripoten melalui integrasi gengen terkait pluripotensi menggunakan vektor Retrovirus. Keberhasilan tersebut telah dikonfirmasi oleh para ilmuwan lain. Mereka berpendapat bahwa sel punca pluripoten tidak hanya dapat diinduksi dari sel mencit, tetapi juga dari sel manusia yang terbukti secara fungsional dan molekular mirip dengan sel punca embrional. Potensi aplikasi sel punca pluripoten hasil induksi (induced-Pluripotent Stem Cells, iPSCs) dari sel somatik di bidang biomedik sangat menjanjikan karena bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti penyelidikan mekanisme patologi penyakit, metode alternatif penapisan zat-zat embriotoksik dan teratogenik, penelitian efektivitas obat, serta terapi sel. Sel iPS yang dikembangkan dari sel pasien tidak akan menimbulkan reaksi penolakan jaringan bila ditransplantasikan kembali pada pasien tersebut karena kesamaan profil genetik. Sebagai sel punca dengan karakter pluripotensial, sel iPS dapat didiferensiasi menjadi sel yang berasal dari ketiga lapisan embrional: endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Sel somatik yang digunakan untuk menghasilkan sel iPS tidak saja bisa diambil dari pasien penyakit genetik, tetapi juga dari pasien usia lanjut. Pada tahun 2008, sel iPS berhasil dikembangkan dari sel fibroblas pasien berusia 82 tahun penderita familial Amyotrophic Lateral Screlosis (ALS) - suatu kelainan neurodegeneratif; sel iPS tersebut berhasil didiferensiasi menjadi motor neuron, yaitu tipe sel yang rusak pada penderita ALS.1 Agar dapat digunakan dalam terapi sel, sel pluripoten (seperti sel iPS dan sel punca embrional) harus juga dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel yang dibutuhkan untuk reparasi jaringan resipien. Dalam percobaan pada katak Xenopus laevis dan mencit, sel pluripoten mampu berdiferensiasi menjadi 7 kelas sel pada retina dan memiliki penanda fotoreseptor serta bisa mengorganisasikan mata yang berfungsi normal untuk melihat.2,3 Sel iPS yang ditransplantasikan pada otak fetus mencit dapat bermigrasi ke berbagai bagian otak dan berdiferensiasi menjadi sel glia dan neuron, termasuk subtipe glutamanergik, GABAergik, dan katekolaminergik, yang secara fungsional telah terintegrasi dengan jaringan otak resipien. Lebih jauh lagi, sel iPS yang didiferensiasikan menjadi sel dopaminergik pada otak mencit model penyakit Parkinson terbukti dapat memperbaiki gejala penyakit.4 Sel Punca Sel punca adalah sel yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel dengan tipe berbeda pada awal kehidupan dan pertumbuhan.5 Sel punca juga ada di jaringan dewasa, seperti saluran cerna dan sumsum tulang, tempat mereka secara teratur membelah dan menggantikan sel yang rusak. Saat ini, dikenal 3 jenis sel punca, yaitu sel punca embrional (embryonic stem cells), sel punca dewasa (non-embryonic/somatic/adult stem cells), dan sel punca pluripoten hasil induksi dari sel somatik (induced pluripotent stem cells).5 Sel iPS adalah sel dewasa yang mengalami de-diferensiasi atau pemrograman ulang inti sel menjadi sel yang keadaannya mirip sel punca embrional dengan cara mendorong ekspresi gen dan faktor penting yang memberikan ciri pluripotensial. Sel iPS yang dihasilkan memiliki karakteristik sel punca pluripoten, mengekspresikan penanda sel punca, dan dapat membentuk tumor yang mengandung jenis sel yang berasal dari ketiga lapisan embrional (teratoma). *Makalah telah disajikan pada seminar ilmiah di Program Magister Ilmu Biomedik Universitas Indonesia C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 327 TINJAUAN PUSTAKA Pemrograman Ulang Inti Sel Proses pemrograman ulang inti telah lama dilakukan menggunakan beberapa teknik:6-8 1) Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT), yaitu transplantasi inti sel somatik ke dalam sel telur yang telah dikeluarkan inti selnya, 2) Fusi sel, yaitu penggabungan 2 sel somatik dengan menambahkan inhibitor pembelahan sel sehingga kedua inti tetap terpisah dan membentuk suatu heterokarion, 3) Lineage switching, yakni konversi langsung sel somatik menjadi sel somatik jenis lain dengan overekspresi gen faktor transkripsi tertentu, 4) Induksi sifat pluripoten, melalui transfeksi gen faktor transkripsi yang mampu menginduksi sifat pluripoten dengan bantuan virus. Overekspresi dari kombinasi 4 faktor transkripsi, yaitu Oct3/4, Sox2, c-Myc, dan Klf4, menghasilkan koloni yang morfologinya, karakteristik molekulernya, dan kemampuan proliferasinya menyerupai sel punca embrional. Yamanaka8 Faktor-faktor Oct3/4 atau POU5F1 adalah faktor transkripsi dari keluarga POU yang terekspresi secara spesifik di sel punca embrional, embrio dan sel embrional. Adanya 1 salinan gen Oct3/4 menyebabkan sifat pluripotensial dipertahankan oleh sel punca embrional, tetapi overekspresi Oct3/4 dua kali lipat menyebabkan diferensiasi ke arah endoderm dan mesoderm primitif. Sox2 adalah faktor transkripsi dari keluarga Sox (SRY related HMG-box) yang terekspresi pada sel punca embrional, embrio, sel embrional, dan sel punca saraf. Embrio yang tidak mengekspresikan Sox2 akan mati karena tidak dapat membentuk ektoderm primitif (epiblast), sementara gangguan ekspresi Sox2 menyebabkan sel berdiferensiasi dengan cepat. c-Myc adalah faktor transkripsi helix-loophelix/leusine zipper, yang diregulasi oleh STAT3 serta berperan pada pemunculan sifat pluripoten sel punca embrional mencit. Faktor trankripsi ini berperan pada pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi sel, serta merupakan suatu proto-onkogen yang berperan pada patogenesis kanker karena menyebabkan akselerasi siklus sel dari fase G ke S1. Klf4 adalah faktor transkripsi mirip Kruppel (Kruppel-like Factor) yang pertama kali dikenal sebagai suatu supresor tumor pada kanker saluran cerna. Namun, belakangan faktor ini diketahui mengalami overekspresi 328 Gambar 1. Beberapa metode pemrograman ulang sel; EB Embryoid Body, iPS induced Pluripotent Stem Cell. (Sumber: Gurdon JB, Melton DA. Science 2008) pada sel kanker skuamosa dan kanker payudara sehingga Klf4 dihubungkan dengan sifat supresor tumor sekaligus sifat onkogenesis. Overekspresi ektopik Klf4 menghambat proliferasi sel sehingga berlawanan dengan efek c-Myc. Mekanisme Induksi Pluripoten Mekanisme semua metode di atas masih belum dapat dimengerti sepenuhnya; namun, diperkirakan terjadi melalui dekondensasi kromatin sehingga strukturnya mengambil bentuk terbuka. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perubahan epigenetik berupa hiperasetilasi histon H3/H4, demetilasi sekuens promotor spesifik, seperti Oct-4, aktivasi telomerase hingga telomer memanjang, dan hiper-di/tri-metilasi lisin-4 pada histon H3. Secara umum, terjadi penurunan metilasi gen pluripoten yang aktif sementara ekspresi gen somatik menurun.6,9 Pada sel punca pluripoten, hasil induksi dengan keempat faktor Yamanaka diperkirakan menyebabkan promosi replikasi DNA oleh c-Myc sehingga struktur kromatin mengendur dan Oct3/4 dapat mencapai gen targetnya, yang kemudian menyandi faktor-faktor transkipsi, membentuk jejaring faktor transkripsi pluripoten. Oct3/4, Sox2, dan Klf4 bersama-sama mengaktivasi proses epigenetik yang menimbulkan epigenom pluripoten. Teknik Transfeksi Gen Semenjak terobosan pada tahun 2006, berbagai jenis teknik induksi sel punca pluripoten telah ditemukan. Pada beberapa keadaan, induksi dengan 3 faktor tanpa c-Myc atau Sox-2 telah berhasil menciptakan sel iPS.10,11 Sejumlah virus, seperti Retrovirus1,10,12-14 Lentivirus3,10,15,16 dan Adenovirus17 telah digunakan untuk transfeksi gen atau teknik tanpa integrasi virus, seperti dengan plasmid18 dan protein rekombinan19. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan, tetapi sampai saat ini penggunaan Retrovirus dan Lentivirus masih merupakan metode yang paling efisien. Pemrograman ulang menggunakan Retrovirus sebagai vektor sering digunakan dan memiliki efisiensi transduksi yang baik - pada hepatosit dan epitel lambung mencapai 30 45%.12 Retrovirus yang digunakan adalah jenis yang tidak mampu melaksanakan replikasi di dalam sel target serta tidak menyebabkan lisis dan kematian sel. Kekurangannya adalah membutuhkan sel yang dapat aktif membelah agar terjadi transduksi. Sel saraf resisten terhadap infeksi dan transduksi menggunakan Retrovirus. DNA Retrovirus juga berintegrasi dengan genom sel target sehingga meningkatkan risiko mutasi insersional yang menyebabkan kanker. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA Induksi Sel Somatik Menjadi Sel Punca Pluripoten Indra Kusumaa, Nurhadi Ibrahimb a Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta b Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta ABSTRAK Sel punca embrional telah lama digunakan dalam penelitian. Sel embrional manusia dinilai lebih menguntungkan dibanding sel embrional hewan coba, tetapi penelitian pada manusia terkendala etika. Pemrograman inti sel untuk menghasilkan sel pluripoten membuahkan terobosan berupa sel iPS yang dihasilkan dari induksi sel somatik manusia yang telah terdiferensiasi. Hal ini memelopori berbagai penelitian dasar pada manusia. Transfeksi 4 gen faktor transkripsi, yaitu Oct3/4, c-Myc, Sox2, dan Klf4, menggunakan vektor virus atau metode lain tanpa integrasi virus, atau bahkan tidak berbasis gen tetapi menggunakan protein rekombinan dapat menginduksi sel somatik menjadi sel punca pluripoten. Namun, masih ada kendala terkait masalah efisiensi dan kecepatan transduksi, mutasi dan perkembangan tumor; masalah juga timbul pada seleksi jenis sel somatik yang paling mudah didapat dalam jumlah cukup dengan waktu singkat dan mampu diprogram ulang dengan cepat dan efisien. Selain itu, belum ada penanda spesifik untuk sel hasil de-diferensiasi. Keadaan tersebut mengindikasikan masih terbatasnya pengetahuan tentang mekanisme epigenetik selama proses de-diferensiasi. Penelitian lebih dalam perlu dilakukan, terutama untuk membandingkan genom sel hasil program ulang dengan genom sel asalnya. Kata Kunci: Sel iPS, Pluripoten, Faktor Yamanaka, Pemrograman Ulang Pendahuluan Penggunaan embrio manusia untuk menghasilkan sel punca embrional saat ini dianggap kontroversial dan tidak etis; namun, sejak tahun 1989, penelitian sel punca embrional telah menghasilkan ratusan galur sel punca pluripoten embrional manusia melalui fertilisasi in vitro. Pada tahun 2006, Shinya Yamanaka dkk. dari Universitas Kyoto berhasil memprogram ulang sel fibroblas mencit menjadi sel punca pluripoten melalui integrasi gengen terkait pluripotensi menggunakan vektor Retrovirus. Keberhasilan tersebut telah dikonfirmasi oleh para ilmuwan lain. Mereka berpendapat bahwa sel punca pluripoten tidak hanya dapat diinduksi dari sel mencit, tetapi juga dari sel manusia yang terbukti secara fungsional dan molekular mirip dengan sel punca embrional. Potensi aplikasi sel punca pluripoten hasil induksi (induced-Pluripotent Stem Cells, iPSCs) dari sel somatik di bidang biomedik sangat menjanjikan karena bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti penyelidikan mekanisme patologi penyakit, metode alternatif penapisan zat-zat embriotoksik dan teratogenik, penelitian efektivitas obat, serta terapi sel. Sel iPS yang dikembangkan dari sel pasien tidak akan menimbulkan reaksi penolakan jaringan bila ditransplantasikan kembali pada pasien tersebut karena kesamaan profil genetik. Sebagai sel punca dengan karakter pluripotensial, sel iPS dapat didiferensiasi menjadi sel yang berasal dari ketiga lapisan embrional: endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Sel somatik yang digunakan untuk menghasilkan sel iPS tidak saja bisa diambil dari pasien penyakit genetik, tetapi juga dari pasien usia lanjut. Pada tahun 2008, sel iPS berhasil dikembangkan dari sel fibroblas pasien berusia 82 tahun penderita familial Amyotrophic Lateral Screlosis (ALS) - suatu kelainan neurodegeneratif; sel iPS tersebut berhasil didiferensiasi menjadi motor neuron, yaitu tipe sel yang rusak pada penderita ALS.1 Agar dapat digunakan dalam terapi sel, sel pluripoten (seperti sel iPS dan sel punca embrional) harus juga dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel yang dibutuhkan untuk reparasi jaringan resipien. Dalam percobaan pada katak Xenopus laevis dan mencit, sel pluripoten mampu berdiferensiasi menjadi 7 kelas sel pada retina dan memiliki penanda fotoreseptor serta bisa mengorganisasikan mata yang berfungsi normal untuk melihat.2,3 Sel iPS yang ditransplantasikan pada otak fetus mencit dapat bermigrasi ke berbagai bagian otak dan berdiferensiasi menjadi sel glia dan neuron, termasuk subtipe glutamanergik, GABAergik, dan katekolaminergik, yang secara fungsional telah terintegrasi dengan jaringan otak resipien. Lebih jauh lagi, sel iPS yang didiferensiasikan menjadi sel dopaminergik pada otak mencit model penyakit Parkinson terbukti dapat memperbaiki gejala penyakit.4 Sel Punca Sel punca adalah sel yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel dengan tipe berbeda pada awal kehidupan dan pertumbuhan.5 Sel punca juga ada di jaringan dewasa, seperti saluran cerna dan sumsum tulang, tempat mereka secara teratur membelah dan menggantikan sel yang rusak. Saat ini, dikenal 3 jenis sel punca, yaitu sel punca embrional (embryonic stem cells), sel punca dewasa (non-embryonic/somatic/adult stem cells), dan sel punca pluripoten hasil induksi dari sel somatik (induced pluripotent stem cells).5 Sel iPS adalah sel dewasa yang mengalami de-diferensiasi atau pemrograman ulang inti sel menjadi sel yang keadaannya mirip sel punca embrional dengan cara mendorong ekspresi gen dan faktor penting yang memberikan ciri pluripotensial. Sel iPS yang dihasilkan memiliki karakteristik sel punca pluripoten, mengekspresikan penanda sel punca, dan dapat membentuk tumor yang mengandung jenis sel yang berasal dari ketiga lapisan embrional (teratoma). *Makalah telah disajikan pada seminar ilmiah di Program Magister Ilmu Biomedik Universitas Indonesia C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 327 TINJAUAN PUSTAKA Pemrograman Ulang Inti Sel Proses pemrograman ulang inti telah lama dilakukan menggunakan beberapa teknik:6-8 1) Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT), yaitu transplantasi inti sel somatik ke dalam sel telur yang telah dikeluarkan inti selnya, 2) Fusi sel, yaitu penggabungan 2 sel somatik dengan menambahkan inhibitor pembelahan sel sehingga kedua inti tetap terpisah dan membentuk suatu heterokarion, 3) Lineage switching, yakni konversi langsung sel somatik menjadi sel somatik jenis lain dengan overekspresi gen faktor transkripsi tertentu, 4) Induksi sifat pluripoten, melalui transfeksi gen faktor transkripsi yang mampu menginduksi sifat pluripoten dengan bantuan virus. Overekspresi dari kombinasi 4 faktor transkripsi, yaitu Oct3/4, Sox2, c-Myc, dan Klf4, menghasilkan koloni yang morfologinya, karakteristik molekulernya, dan kemampuan proliferasinya menyerupai sel punca embrional. Yamanaka8 Faktor-faktor Oct3/4 atau POU5F1 adalah faktor transkripsi dari keluarga POU yang terekspresi secara spesifik di sel punca embrional, embrio dan sel embrional. Adanya 1 salinan gen Oct3/4 menyebabkan sifat pluripotensial dipertahankan oleh sel punca embrional, tetapi overekspresi Oct3/4 dua kali lipat menyebabkan diferensiasi ke arah endoderm dan mesoderm primitif. Sox2 adalah faktor transkripsi dari keluarga Sox (SRY related HMG-box) yang terekspresi pada sel punca embrional, embrio, sel embrional, dan sel punca saraf. Embrio yang tidak mengekspresikan Sox2 akan mati karena tidak dapat membentuk ektoderm primitif (epiblast), sementara gangguan ekspresi Sox2 menyebabkan sel berdiferensiasi dengan cepat. c-Myc adalah faktor transkripsi helix-loophelix/leusine zipper, yang diregulasi oleh STAT3 serta berperan pada pemunculan sifat pluripoten sel punca embrional mencit. Faktor trankripsi ini berperan pada pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi sel, serta merupakan suatu proto-onkogen yang berperan pada patogenesis kanker karena menyebabkan akselerasi siklus sel dari fase G ke S1. Klf4 adalah faktor transkripsi mirip Kruppel (Kruppel-like Factor) yang pertama kali dikenal sebagai suatu supresor tumor pada kanker saluran cerna. Namun, belakangan faktor ini diketahui mengalami overekspresi 328 Gambar 1. Beberapa metode pemrograman ulang sel; EB Embryoid Body, iPS induced Pluripotent Stem Cell. (Sumber: Gurdon JB, Melton DA. Science 2008) pada sel kanker skuamosa dan kanker payudara sehingga Klf4 dihubungkan dengan sifat supresor tumor sekaligus sifat onkogenesis. Overekspresi ektopik Klf4 menghambat proliferasi sel sehingga berlawanan dengan efek c-Myc. Mekanisme Induksi Pluripoten Mekanisme semua metode di atas masih belum dapat dimengerti sepenuhnya; namun, diperkirakan terjadi melalui dekondensasi kromatin sehingga strukturnya mengambil bentuk terbuka. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perubahan epigenetik berupa hiperasetilasi histon H3/H4, demetilasi sekuens promotor spesifik, seperti Oct-4, aktivasi telomerase hingga telomer memanjang, dan hiper-di/tri-metilasi lisin-4 pada histon H3. Secara umum, terjadi penurunan metilasi gen pluripoten yang aktif sementara ekspresi gen somatik menurun.6,9 Pada sel punca pluripoten, hasil induksi dengan keempat faktor Yamanaka diperkirakan menyebabkan promosi replikasi DNA oleh c-Myc sehingga struktur kromatin mengendur dan Oct3/4 dapat mencapai gen targetnya, yang kemudian menyandi faktor-faktor transkipsi, membentuk jejaring faktor transkripsi pluripoten. Oct3/4, Sox2, dan Klf4 bersama-sama mengaktivasi proses epigenetik yang menimbulkan epigenom pluripoten. Teknik Transfeksi Gen Semenjak terobosan pada tahun 2006, berbagai jenis teknik induksi sel punca pluripoten telah ditemukan. Pada beberapa keadaan, induksi dengan 3 faktor tanpa c-Myc atau Sox-2 telah berhasil menciptakan sel iPS.10,11 Sejumlah virus, seperti Retrovirus1,10,12-14 Lentivirus3,10,15,16 dan Adenovirus17 telah digunakan untuk transfeksi gen atau teknik tanpa integrasi virus, seperti dengan plasmid18 dan protein rekombinan19. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan, tetapi sampai saat ini penggunaan Retrovirus dan Lentivirus masih merupakan metode yang paling efisien. Pemrograman ulang menggunakan Retrovirus sebagai vektor sering digunakan dan memiliki efisiensi transduksi yang baik - pada hepatosit dan epitel lambung mencapai 30 45%.12 Retrovirus yang digunakan adalah jenis yang tidak mampu melaksanakan replikasi di dalam sel target serta tidak menyebabkan lisis dan kematian sel. Kekurangannya adalah membutuhkan sel yang dapat aktif membelah agar terjadi transduksi. Sel saraf resisten terhadap infeksi dan transduksi menggunakan Retrovirus. DNA Retrovirus juga berintegrasi dengan genom sel target sehingga meningkatkan risiko mutasi insersional yang menyebabkan kanker. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA Lentivirus adalah subklas Retrovirus yang dapat menginfeksi sel yang sedang membelah ataupun yang tidak sedang membelah dan berintegrasi dengan genom target. RNA virus mengalami reverse-transcription menjadi DNA dan masuk ke genom sel target saat pembelahan sel. Sama seperti Retrovirus, integrasi gen Lentivirus dapat menyebabkan aktivasi onkogen dan menimbulkan tumor, tetapi predisposisinya lebih rendah dibanding Retrovirus. Vektor Lentivirus yang dapat dikontrol dengan doxycyclin memungkinkan kontrol atas ekspresi keempat faktor transkripsi. Dengan demikian, dapat dilakukan analisis kegiatan molekuler dan biokimiawi yang terjadi selama proses pemrograman epigenetik.15,16,20 Induksi Sel iPS tanpa Integrasi vektor Penggunaan plasmid memberikan peluang proses pemrograman ulang tanpa adanya integrasi dengan genom sel target, sehingga menghasilkan sel iPS yang bebas virus. Namun, efisiensi transfeksi menggunakan plasmid ini masih tetap lebih rendah dibanding menggunakan Retrovirus dan Lentivirus. Plasmid episomal dapat melakukan replikasi autonom secara ekstrakromosomal tanpa integrasi dengan genom sel, sehingga durasi ekspresi gen lebih lama. Penggunaan Adenovirus yang tidak dapat melakukan replikasi juga telah dilakukan. Adenovirus dapat menginfeksi semua sel, kecuali sel limfosit, tidak melakukan integrasi dengan genom sel target, dan mampu mengekspresikan gen lebih baik. Kekurangannya adalah Adenovirus menghilang dengan cepat pada sel yang membelah sehingga ekspresi gen tidak cukup lama, menghasilkan efisiensi yang rendah.17,18,20 Metode terakhir adalah teknik langsung menggunakan protein untuk pemrograman ulang, tidak mengandalkan proses transkripsi dari gen hasil transfeksi.20 Protein tersebut dikonjugasikan pada peptida pendek yang mampu membantu transdsuksi protein, seperti HIV tat dan poli-arginin. Suatu domain transduksi protein poli-arginin dikonjugasikan dengan ujung terminal C pada keempat faktor transkripsi. Faktor transkripsi rekombinan terdeteksi 6-72 jam pasca-induksi dalam sel fibroblas embrional mencit; protein ini tetap stabil dan mampu melakukan translokasi ke inti sampai dengan 48 jam pasca-induksi. C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Gambar 2. Skema Transfeksi Gen. (Sumber: Rolletschek A, Wobus AM. Biological Chemistry. 2009) Proses pemrograman ulang umumnya membutuhkan waktu 7-10 hari; induksi berulang sebanyak 4 kali setiap 36 jam menghasilkan sel iPS yang secara morfologis, molekular, dan fungsional mirip dengan sel punca embrional. Penggunaan protein rekombinan mampu menghasilkan sel iPS tanpa adanya modifikasi genom sel target.19 Teknik induksi sel punca pluripoten dari sel somatik telah banyak dikembangkan; sampai saat ini, teknik menggunakan Retrovirus dan Lentivirus masih yang paling efisien dan umum digunakan meski besarnya modifikasi genom yang terjadi pada sel target, adanya aktivasi onkogen, dan integrasi gen virus tetap menjadi kendala penggunaan teknik ini. Teknik lain yang memungkinkan tidak adanya integrasi virus, dan sedikitnya modifikasi genom sel target, seperti menggunakan Adenovirus, plasmid, transposon, dan protein rekombinan, masih harus disempurnakan karena terlalu singkatnya ekspresi gen ektopik sebelum mengalami inaktivasi serta kendala rendahnya efisiensi. Perlu dipertimbangkan pula penggunaan molekul, seperti asam valproat, suatu inhibitor deasetilasi histon dan molekul kecil lain, misalnya siRNA (small interfering RNA) dan miRNA (micro RNA), untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan proses transduksi. Gambar 3. Skema proses induksi sel donor menjadi sel iPS menggunakan transfeksi gen dan protein rekombinan, dengan bantuan molekul kecil. (Sumber: Lin et.al. Sci China Ser C-Life Sci 2009) 329 TINJAUAN PUSTAKA Sel Target Induksi Keberhasilan proses induksi sel somatik menjadi sel iPS juga dipengaruhi oleh jenis sel target dan tingkat diferensiasinya; secara umum, sel dengan tingkat diferensiasi lanjut lebih sulit diprogram ulang. Berbagai penelitian lebih sering menggunakan sel fibroblas kulit karena sel ini mudah diperoleh dan mudah dikultur meski efisiensinya cenderung di bawah 0.01% dan dibutuhkan sekitar 3-4 minggu sampai munculnya koloni sel iPS. Sel punca saraf fetus dapat diprogram ulang menggunakan Oct4 saja, meski sulit diperoleh pada manusia. Keratinosit 100 kali lebih efisien dan 3 kali lebih cepat untuk diprogram ulang dibanding sel fibroblas; sel CD34 dari darah perifer mudah didapat dalam jumlah besar dan efisiensinya pada kisaran 0,01 - 0,02%; melanosit memiliki ekspresi Sox2 yang tinggi sehingga dapat diinduksi dengan tiga faktor saja, efisiensinya sekitar 0,05%, dan koloni sel iPS terbentuk lebih cepat (dalam 10 hari). Sel punca jaringan lemak (Adipose-Derived Stem Cell, ADSC) berasal dari lipoaspirat yang mudah didapat. Tiga ratus mililiter lipoaspirat dapat menghasilkan 100 juta sel punca hanya dengan 2 hari kultur, jauh lebih cepat dari sel lain yang membutuhkan 4 minggu ekspansi untuk mencapai jumlah yang cukup agar dapat ditransduksi. Efisiensi ADSC 20 kali lebih baik dan 2 kali lebih cepat, juga tidak dibutuhkan dukungan sel feeder mencit sehingga risiko kontaminasi dari sel feeder dapat dieliminasi. Jenis sel ini cukup menjanjikan karena lebih mudah didapat dalam jumlah besar dalam waktu singkat, lebih efisien, dan waktu pemrograman ulang lebih singkat.21 Penanda Sel iPS Pada umumnya, identifikasi sel iPS dilakukan dengan cara membandingkannya dengan sel punca embrional. Secara morfologis, akan terlihat pembesaran inti sel dan peningkatan rasio inti sel terhadap sitoplasma. Sel ini juga dapat dikenali dengan cara melihat kapasitasnya dalam membentuk sel dari ketiga jenis lapisan embrional pada hewan coba, adanya reaktivasi gen pluripoten, inaktivasi kromosom X pada sel perempuan, serta pola transkripsi dan epigenetik yang mirip; selain itu, chimera yang berasal dari sel iPS dapat membentuk sel benih.22 Penanda khas sel yang berhasil diprogram ulang belum ditemukan; beberapa ilmuwan menggunakan inaktivasi dan aktivasi ekspresi TRA-1-60, DNMT3B, Rex1, fosfatase alkali, Nanog, dan SSE-4 sebagai penanda sel iPS.21 Aplikasi Klinis Potensi pemanfaatan sel iPS di klinik amat luas; pada kedokteran regeneratif, sel iPS potensial untuk digunakan pada terapi sel. Pasien dengan penyakit tertentu yang membutuhkan donor sel dapat menggunakan selnya sendiri yang akan diinduksi menjadi sel Gambar 4. Skema terapi menggunakan sel iPS pada kedokteran regeneratif (Sumber: Sun et.al. Cell Cycle 2010) 330 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA Lentivirus adalah subklas Retrovirus yang dapat menginfeksi sel yang sedang membelah ataupun yang tidak sedang membelah dan berintegrasi dengan genom target. RNA virus mengalami reverse-transcription menjadi DNA dan masuk ke genom sel target saat pembelahan sel. Sama seperti Retrovirus, integrasi gen Lentivirus dapat menyebabkan aktivasi onkogen dan menimbulkan tumor, tetapi predisposisinya lebih rendah dibanding Retrovirus. Vektor Lentivirus yang dapat dikontrol dengan doxycyclin memungkinkan kontrol atas ekspresi keempat faktor transkripsi. Dengan demikian, dapat dilakukan analisis kegiatan molekuler dan biokimiawi yang terjadi selama proses pemrograman epigenetik.15,16,20 Induksi Sel iPS tanpa Integrasi vektor Penggunaan plasmid memberikan peluang proses pemrograman ulang tanpa adanya integrasi dengan genom sel target, sehingga menghasilkan sel iPS yang bebas virus. Namun, efisiensi transfeksi menggunakan plasmid ini masih tetap lebih rendah dibanding menggunakan Retrovirus dan Lentivirus. Plasmid episomal dapat melakukan replikasi autonom secara ekstrakromosomal tanpa integrasi dengan genom sel, sehingga durasi ekspresi gen lebih lama. Penggunaan Adenovirus yang tidak dapat melakukan replikasi juga telah dilakukan. Adenovirus dapat menginfeksi semua sel, kecuali sel limfosit, tidak melakukan integrasi dengan genom sel target, dan mampu mengekspresikan gen lebih baik. Kekurangannya adalah Adenovirus menghilang dengan cepat pada sel yang membelah sehingga ekspresi gen tidak cukup lama, menghasilkan efisiensi yang rendah.17,18,20 Metode terakhir adalah teknik langsung menggunakan protein untuk pemrograman ulang, tidak mengandalkan proses transkripsi dari gen hasil transfeksi.20 Protein tersebut dikonjugasikan pada peptida pendek yang mampu membantu transdsuksi protein, seperti HIV tat dan poli-arginin. Suatu domain transduksi protein poli-arginin dikonjugasikan dengan ujung terminal C pada keempat faktor transkripsi. Faktor transkripsi rekombinan terdeteksi 6-72 jam pasca-induksi dalam sel fibroblas embrional mencit; protein ini tetap stabil dan mampu melakukan translokasi ke inti sampai dengan 48 jam pasca-induksi. C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Gambar 2. Skema Transfeksi Gen. (Sumber: Rolletschek A, Wobus AM. Biological Chemistry. 2009) Proses pemrograman ulang umumnya membutuhkan waktu 7-10 hari; induksi berulang sebanyak 4 kali setiap 36 jam menghasilkan sel iPS yang secara morfologis, molekular, dan fungsional mirip dengan sel punca embrional. Penggunaan protein rekombinan mampu menghasilkan sel iPS tanpa adanya modifikasi genom sel target.19 Teknik induksi sel punca pluripoten dari sel somatik telah banyak dikembangkan; sampai saat ini, teknik menggunakan Retrovirus dan Lentivirus masih yang paling efisien dan umum digunakan meski besarnya modifikasi genom yang terjadi pada sel target, adanya aktivasi onkogen, dan integrasi gen virus tetap menjadi kendala penggunaan teknik ini. Teknik lain yang memungkinkan tidak adanya integrasi virus, dan sedikitnya modifikasi genom sel target, seperti menggunakan Adenovirus, plasmid, transposon, dan protein rekombinan, masih harus disempurnakan karena terlalu singkatnya ekspresi gen ektopik sebelum mengalami inaktivasi serta kendala rendahnya efisiensi. Perlu dipertimbangkan pula penggunaan molekul, seperti asam valproat, suatu inhibitor deasetilasi histon dan molekul kecil lain, misalnya siRNA (small interfering RNA) dan miRNA (micro RNA), untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan proses transduksi. Gambar 3. Skema proses induksi sel donor menjadi sel iPS menggunakan transfeksi gen dan protein rekombinan, dengan bantuan molekul kecil. (Sumber: Lin et.al. Sci China Ser C-Life Sci 2009) 329 TINJAUAN PUSTAKA Sel Target Induksi Keberhasilan proses induksi sel somatik menjadi sel iPS juga dipengaruhi oleh jenis sel target dan tingkat diferensiasinya; secara umum, sel dengan tingkat diferensiasi lanjut lebih sulit diprogram ulang. Berbagai penelitian lebih sering menggunakan sel fibroblas kulit karena sel ini mudah diperoleh dan mudah dikultur meski efisiensinya cenderung di bawah 0.01% dan dibutuhkan sekitar 3-4 minggu sampai munculnya koloni sel iPS. Sel punca saraf fetus dapat diprogram ulang menggunakan Oct4 saja, meski sulit diperoleh pada manusia. Keratinosit 100 kali lebih efisien dan 3 kali lebih cepat untuk diprogram ulang dibanding sel fibroblas; sel CD34 dari darah perifer mudah didapat dalam jumlah besar dan efisiensinya pada kisaran 0,01 - 0,02%; melanosit memiliki ekspresi Sox2 yang tinggi sehingga dapat diinduksi dengan tiga faktor saja, efisiensinya sekitar 0,05%, dan koloni sel iPS terbentuk lebih cepat (dalam 10 hari). Sel punca jaringan lemak (Adipose-Derived Stem Cell, ADSC) berasal dari lipoaspirat yang mudah didapat. Tiga ratus mililiter lipoaspirat dapat menghasilkan 100 juta sel punca hanya dengan 2 hari kultur, jauh lebih cepat dari sel lain yang membutuhkan 4 minggu ekspansi untuk mencapai jumlah yang cukup agar dapat ditransduksi. Efisiensi ADSC 20 kali lebih baik dan 2 kali lebih cepat, juga tidak dibutuhkan dukungan sel feeder mencit sehingga risiko kontaminasi dari sel feeder dapat dieliminasi. Jenis sel ini cukup menjanjikan karena lebih mudah didapat dalam jumlah besar dalam waktu singkat, lebih efisien, dan waktu pemrograman ulang lebih singkat.21 Penanda Sel iPS Pada umumnya, identifikasi sel iPS dilakukan dengan cara membandingkannya dengan sel punca embrional. Secara morfologis, akan terlihat pembesaran inti sel dan peningkatan rasio inti sel terhadap sitoplasma. Sel ini juga dapat dikenali dengan cara melihat kapasitasnya dalam membentuk sel dari ketiga jenis lapisan embrional pada hewan coba, adanya reaktivasi gen pluripoten, inaktivasi kromosom X pada sel perempuan, serta pola transkripsi dan epigenetik yang mirip; selain itu, chimera yang berasal dari sel iPS dapat membentuk sel benih.22 Penanda khas sel yang berhasil diprogram ulang belum ditemukan; beberapa ilmuwan menggunakan inaktivasi dan aktivasi ekspresi TRA-1-60, DNMT3B, Rex1, fosfatase alkali, Nanog, dan SSE-4 sebagai penanda sel iPS.21 Aplikasi Klinis Potensi pemanfaatan sel iPS di klinik amat luas; pada kedokteran regeneratif, sel iPS potensial untuk digunakan pada terapi sel. Pasien dengan penyakit tertentu yang membutuhkan donor sel dapat menggunakan selnya sendiri yang akan diinduksi menjadi sel Gambar 4. Skema terapi menggunakan sel iPS pada kedokteran regeneratif (Sumber: Sun et.al. Cell Cycle 2010) 330 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1 TINJAUAN PUSTAKA iPS dan ditransplantasikan kembali untuk berdiferensiasi sesuai kebutuhan jaringan resipien tanpa risiko reaksi penolakan jaringan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum proses translasi adalah23 1) menghilangkan genom virus yang terintegrasi 2) menghilangkan risiko terbentuknya tumor 3) protokol diferensiasi yang efisien, dan terakhir 4) melakukan sequencing DNA koloni sel iPS yang menjadi kandidat untuk digunakan dalam terapi. Genom sel hasil induksi lalu dibandingkan dengan genom sel resipien sehingga mutasi yang terjadi selama proses transduksi dapat diidentifikasi.24 Sel iPS menjanjikan masa depan yang menarik, baik di bidang penelitian dasar maupun aplikasi klinis. Tidak adanya problem etika seperti pada sel punca embrional menyebabkan penelitan sel iPS meningkat secara eksponensial hanya dalam 4 tahun sejak terobosan oleh Yamanaka pada tahun 2006. Kendala yang ada menunjukkan teknologi ini masih pada tahap awal dan membutuhkan lebih banyak perhatian dari komunitas ilmiah. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1. Dimos JT et al. Induced pluripotent stem cells generated from patients with ALS can be differentiated into motor neurons. Science 2008;321:1218-21. 2. Viczian AS SE, Lyou Y, Zuber ME. Generation of functional eyes from pluripotent cells. PLoS Biology 2009;7. 3. Lamba DA, McUsic A, Hirata RK, Wang P-R, Russell D, Reh TA. Generation, purification and transplantation of photoreceptors derived from human induced pluripotent stem cells. PLoS ONE 2010; 5. 4. Wernig M et al. Neurons derived from reprogrammed fibroblasts functionally integrate into the fetal brain and improve symptoms of rats with Parkinson's disease. Proc. Natl. Acad. Sci. 2008;105:5856-61. 5. Stem Cells Basics. National Institute of Health, 2009 6. Alberio R, Campbell KH, Johnson AD. Reprogramming somatic cells into stem cells. Reproduction 2006;132:709-20. 7. Gurdon JB, Melton DA. Nuclear reprogramming in cells. Science 2008;322:1811-5. 8. Yamanaka S. Pluripotency and nuclear reprogramming. Philosophical Trans. Royal Soc. B: Biol.Sci. 2008; 363:2079-87. 9. Suhr ST, Chang EA, Rodriguez RM, Wang K, Ross PJ, Beyhan Z, Murthy S, Cibelli JB. Telomere dynamics in human cells reprogrammed to pluripotency. PLoS ONE 2009; 4. 10. Eminli S, Utikal J, Arnold K, Jaenisch R, Hochedlinger K. Reprogramming of neural progenitor cells into induced pluripotent stem cells in the absence of exogenous Sox2 expression. Stem Cells 2008; 26: 2467-74. 11. Geoghegan EBL. Mouse induced pluripotent stem cells. Int.J.Dev.Biol. 2008; 52. 12. Aoi T et al. Generation of pluripotent stem cells from adult mouse liver and stomach cells. Science 2008; 321: 699-702. 13. Freund CD,Gkatzis RP, Ward-van Oostwaard K, D, Mummery CL. The first reported generation of human induced pluripotent stem cells (iPS cells) and iPS cell derived cardiomyocytes in the Netherlands. Netherlands Heart Journal 2010;18. 14. Tat PA, Sumer H, Jones KL, Upton K, Verma PJ. The efficient generation of induced pluripotent stem (iPS) cells from adult mouse adipose tissue-derived and neural stem cells. Cell Transplantation 2010. 15. Welstead GG, Brambrink T, Jaenisch R. Generating iPS cells from MEFS through forced expression of Sox-2, Oct-4, c-Myc, and Klf4. JoVe 2008; 14. 16. Hamilton B, Feng Q, Ye M, Welstead GG. Generation of induced pluripotent stem cells by reprogramming mouse embryonic fibroblasts with a four transcription factor, Doxycycline Inducible Lentiviral Transduction System. JoVe 2009; 33. 17. Stadtfeld M, Nagaya M, Utikal J, Weir G, Hochedlinger K. Induced pluripotent stem cells generated without viral integration. Science 2008; 322: 945-9. 18. Okita K, Nakagawa M, Hyenjong H, Ichisaka T, Yamanaka S. Generation of mouse induced pluripotent stem cells without viral vectors. Science 2008;322:949-53. 19. Zhou H et al. Generation of induced pluripotent stem cells using recombinant proteins. 2009; 4: 381-4. 20. Shao L, Wu W-S. Gene-delivery systems for iPS cell generation. Expert Opinion on Biological Therapy 10, 231-42. 21. Sun N, Longaker MT, Wu JC. Human iPS cell-based therapy considerations before clinical applications. Cell Cycle 2010;8. 22. Cohen JB, Krause DS. Understanding the mysteries of iPS cells. Yale J. Biol. Med. 2009;82. 23. Rolletschek A, Wobus AM. Induced human pluripotent stem cells: promises and open questions. Biological Chemistry 2009;390: 845-9. 24. Nakayama M. Cell therapy using induced pluripotent stem (iPS) cells meets next-next generation DNA sequencing technology. Current Genomics 2009;10. Peranan RNA interference pada Embryonic Stem Cell Dwi Agustina, Caroline T. Sardjono, Boenjamin Setiawan, Ferry Sandra Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta 13210, Indonesia ABSTRAK Mekanisme diferensiasi embryonic stem cell (ESC) masih terus dipelajari. ESC memungkinkan produksi berbagai jenis sel secara in vitro untuk pengobatan penyakit degeneratif. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi tersebut adalah dengan pengontrolan pengarahan diferensiasi ESC untuk menghasilkan populasi jenis sel yang spesifik. Berbagai penelitian menunjukkan berbagai metode untuk memurnikan jenis sel yang akan diarahkan dari ESC, dengan tujuan meningkatkan spesifisitas sel. Tidak menutup kemungkinan dipakainya metode penekanan terhadap ekspresi gen tertentu sehingga hanya ekspresi gen yang diinginkanlah yang akan terekspresi. RNA interference (RNAi) merupakan salah satu cara ekspresi gen tertentu dihambat secara in vitro. RNAi menguraikan double-stranded RNA (dsRNA), paling umum dikenal sebagai short-interfering RNA (siRNA), menyebabkan penurunan target mRNA yang homolog. Akan dijelaskan peranan RNAi dalam ESC; para peneliti berfokus pada proses diferensiasi ESC yang melibatkan penurunan ekspresi gen Oct4, yang berperan menjaga tahap undifferentiated dari ESC. Kata Kunci: Embryonic stem cell, perkembangan, RNA interference, gen Oct4, diferensiasi. Pendahuluan Embryonic stem cell (ESC), yang memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya secara terus-menerus dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel secara in vitro, sangat menjanjikan dalam bidang pengobatan penyakit degeneratif. Kunci untuk membuka potensi ini adalah dengan mengembangkan metode untuk mengendalikan ekspresi gen dan, sebagai hasilnya, diferensiasi sel. Sel ini juga menyediakan suatu sistem untuk mempelajari dasar mekanisme molekular yang mengendalikan awal perkembangan. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana mengembangkan metode pengarahan diferensiasi ESC dengan pengontrolan untuk menghasilkan populasi individu dari jenis sel yang spesifik. Pemahaman jalur molekular yang menerangkan pluripotensi ESC, self-renewal, dan diferensiasi sangat penting untuk memecahkan tantangan tersebut.4,5,9 Beberapa tahun terakhir, RNA interference (RNAi) merupakan teknik yang sangat berpotensi untuk menghambat ekspresi gen secara in vitro. Sampai saat ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa RNAi bekerja di dalam Planaria, Trypanosoma, lalat, mencit, dan tumbuhan. Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan yang mendasari digunakannya RNAi untuk inaktivasi gen pada manusia.6 C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 331 332 Pemahaman tentang RNAi dapat menjelaskan proses ketika double-stranded RNA (dsRNA), paling umum dikenal sebagai short-interfering atau small-interfering RNA (siRNA), menyebabkan penurunan target mRNA yang homolog. Dalam lintasan tersebut, siRNA untai ganda (double stranded) dipercaya bertemu dengan suatu rangkaian protein, dikenal sebagai RNAinduced silencing complex (RISC), yang mengatur hibridisasi urutan antisense siRNA ke urutan target komplementernya dan memulai pembelahan mRNA target. Walaupun RNAi sangat menjanjikan sebagai alat untuk mempelajari dasar biologi stem cell atau untuk mengarahkan diferensiasi dengan cara spesifik, penghambat efisiensi gen peredam dapat membatasi kegunaan RNAi. Efisiensi transfeksi yang tinggi memerlukan identifikasi urutan siRNA yang aktif dan spesifik, yang hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi peneliti stem cell yang menggunakan teknik RNAi.4 RNAi dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi pemberian lintasan sinyal spesifik dalam waktu tertentu; hal tersebut akan mempengaruhi pemilihan lintasan spesifik diferensiasi stem cell yang pluripoten. Untuk menyelidiki kemungkinan tersebut, RNAi telah digunakan untuk menentukan apakah faktor transkripsi Oct4 diperlukan untuk menjaga tahap tidak berdiferensiasi ESC dan apakah penekanan ekspresi Oct4 dapat menyebabkan diferensiasi ke arah trophectoderm. ESC mencit menunjukkan adanya ketergantungan akan tingkat ekspresi Oct4 untuk menjaga agar stem cell tidak berdiferensiasi, termasuk tidak terjadinya diferensiasi ke arah trophectoderm.5 RNA interference Asam ribonukleat (ribonucleic acid, RNA) adalah bahan genetik yang memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok genetika molekular, RNA merupakan perantara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.8 RNA hadir di alam dalam berbagai wujud atau tipe. Sebagai bahan genetik, RNA berwujud sepasang pita (dsRNA). Dalam genetika molekular klasik, telah dikenal tiga tipe RNA yang terlibat dalam proses sintesis protein:14 1. RNA-kurir (messenger-RNA, mRNA), yang berfungsi menyandi urutan asam amino pada polipeptida; 2. RNA-ribosom (ribosomal-RNA, rRNA), yang -- bersama protein ribosomal -- berfungsi membentuk ribosom sebagai tempat sintesis protein; 3. RNA-transfer (transfer-RNA, tRNA), yang berfungsi membawa asam amino ke ribosom pada saat translasi. C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1