TEORI HIMPUNAN - Bahan Ajar - PS S1 Matematika

advertisement
TEORI HIMPUNAN
Bahan Ajar - PS S1 Matematika - FMIPA UGM
Sri Wahyuni
Laboratorium ALJABAR, Jurusan MATEMATIKA,
FMIPA UGM
Tahun 2014
Silabus ”Teori Himpunan”
Ekuipoteni Dua Himpunan, Himpunan Denumerabel dan Non
Denumerabel beserta sifat-sifatnya; Himpunan Infinite: Induktif
dan Non Induktif, Repleksif dan Non Refleksif, Kardinalitas, Aleph
Null, Aleph; Aritmatika Kardinalitas; Pembentukan Sistem
Bilangan. Teorema Bernstein, dan Teorema Cantor.
Prasayarat: Pengantar Logika Matematika dan Himpunan.
Materi dapat dibagi atas 2 Bagian: Bagian I dan Bagian II
Bagian I: Himpunan Berhingga dan Tak Berhingga
Relasi Ekuivalensi Antar 2 (dua) Himpunan
Ekuipotensi Dua Himpunan Berhingga
Himpunan Tak Berhingga (Definisi Ketakhinggaan Induktif /
Non Induktif, dan Definisi Ketakhinggaan Refleksif / Non
Refleksif)
Himpunan Denumerabel (Himpunan Denumerabel, Sifat-Sifat
Himpunan Denumerabel)
Himpunan Non Denumerabel (Metode Diagonal, Non
Denurabiltas Himpunan Bilangan Real dan Himpunan Kuasa
2N
Bagian II: Himpunan Berhingga dan Tak Berhingga
Pengertian Kardinalitas
Aleph Null dan Aleph
Urutan Kardinalitas
Similaritas
Aritmatika Bilangan Kardinal
Ketidaksamaan Bilangan Kardinal
Bagian I:
HIMPUNAN BERHINGGA
DAN
HIMPUNAN TAK BERHINGGA.
Relasi Ekuivalensi Antar 2 (dua) Himpunan
Definition
Dua Himpunan A dan B dikatakan ekuivalen jika terdapat
pemetaan bijektf dari A ke B.
Notasi: himpunan A yang ekuivalen dengan himpunan B
dinotasikan dengan A ∼ B.
Dengan menggunakan sifat-sifat fungsi yang telah dipelajari
dalam MK ”Pengantar Logika Matematika dan
Himpunann” dapat ditunjukkan bahwa relasi ∼ pada
keluarga semua himpunan merupakan relasi ekuivalensi yaitu
bersifat (1) refleksif, (2) simetris, dan (3) transitif.
Jika A dan B saling ekuivalen, sering dikatakan A ekuipoten
dengan B.
Relasi Ekuivalensi Antar 2 (dua) Himpunan
Karena relasi ∼ pada keluarga himpunan merupakan relasi
ekuivalen maka menurut teorema fundamental tentang relasi
ekuivalen maka keluarga himpunan tersebut terpartisi menjadi
kelas-kelas ekuivalen.
Dengan kenyataan tersebut disimpulkan bahwa keluarga
semua himpunan-himpunan akan terpartisi atas kelas-kelas
ekuivalensi.
Suatu kelas ekuivalensi yang diwakili oleh suatu himpunan A
adalah himpunan yang terdiri dari himpunan-himpunan yang
ekuivalen dengan himpunan A.
Contoh-Contoh Himpunan Yang Saling Ekuivalen
Himpunan A = {1, 2, 3, 4, 5} ekuivalen dengan himpunan
B = {a, i, u, e, o}, sebab dapat dibuat fungsi bijektif
f : A → B dengan definisi
f (1)
f (2)
f (3)
f (4)
f (5)
=
=
=
=
=
a
i
u
e
o
Himpunan bilangan asli N = {1, 2, 3, · · · } ekuivalen dengan
himpunan bilangan genap G = {2, 4, 6, · · · } sebab dapat
dibuat fungsi bijektif f : Z → G dengan definsini f (n) = 2n,
untuk setiap n ∈ N.
Himpunanan C = {1, 2, 3, 4} tidak ekuivalen dengan
himpunan D = {a, i}, sebab tidak mungkin dibuat fungsi
bijektif dari C ke D.
Bilangan Kardinal
Banyaknya elemen di dalam himpunan A disebut kardinal dari
himpunan A. Dinotasikan dengan n(A) atau | A |.
Himpunan berhingga (finite) adalah himpunan yang banyak
anggotanya dapat di nyatakan dengan suatu bilangan cacah.
Bilangan kardinal dari himpunan ∅, {1}, {1, 2}, {1, 2, 3}, ..
berturut-turut dinyatakan oleh 0, 1, 2, 3, .., dan dinamakan
bilngan kardinal berhingga (finite cardinal).
Fenomena
1
Dua himpunan berhingga akan saling ekuivalen jika
mempunyai banyak elemen yang sama.
2
Himpunan berhingga tidak mungkin ekuivalen dengan
himpunan bagian sejati dirinya sendiri.
3
Himpunan tak berhingga dapat ekuivalen dengan himpunan
bagiannya.
4
Bagaimana membandingkan dua buah himpunan tak
berhingga?
5
Membandingkan dua himpunan tak berhingga, sangat
bergantung pada bagaimana dua himpunan tersebut ekuivalen
atau tidak.
Dua Definisi Himpunan Tak Berhingga
Definisi 1: Himpunan A disebut himpunan berhingga
(induktif) jika himpunan itu ekuivalen dengan himpunan
bagian sejati dari himpunan bilangan asli N. Jika tidak
demikian maka A disebut himpunan tak berhingga (non
induktif), yakni jika A tidak ekuivalen dengan dengan
himpunan bagian sejati manapun dari himpunan bilangan N.
Definisi 2: Suatu himpunan A disebut himpunan tak
berhingga (refleksif) jika A ekuivalen dengan himpunan
bagian sejadi dari dirinya sendiri. Jika tidak demikian maka A
disebut himpunan berhingga (non refleksif), yakni jika A
ekuivalen dengan suatu himpunan tak berhingga yaitu jika
himpunan itu ekivalen dengan himpunan bagian sejatinya.
Ekwalensi Definisi 1 dan Definisi 2
Dapat ditunjukkan Definisi 1 dan Definisi 2 ekuivalen
1
Berhingga (induktif) Definisi 1 ⇒ Berhingga (non refleksif)
Definisi 2
2
Tak Berhingga (non induktif) Definisi 1 ⇒ Tak Berhingga (
refleksif) Definisi 1
3
Berhingga (non refleksif) Definisi 2 ⇒ Berhingga (induktif)
Definisi 1
4
Tak Berhingga (Refleksif) Definisi 2 ⇒ Tak Berhingga (non
induktif) Definisi 1
Nampak bahwa: implikasi 4 merupakan kontraposisi dari implikasi
1, dan implikasi 3 merupakan kontraposisi dari implikasi 2. Jadi
untuk membuktikan ekuivalensi Definisi 1 dan Definisi 2 ini cukup
dibuktikan implikasi 1 dan implikasi 2.
Pembuktian Implikasi 1
Misalkan A berhingga induktif, maka A memuat n anggota
dengan n adalah suatu bilangan asli.
Yang harus dibuktikan adalah A tidak mungkin ekuipoten
dengan sebarang himpunan bagian sejati dari dirinya sendiri.
Pembuktian akan dilakukan dengan menggunakan induksi
pada n.
Untuk n = 1, himpunan A merupakan singleton. Misalnya
A = {a}, maka himpunan bagian sejatinya hanyalah ∅.
Karena ∅ tidak mempunyai anggota maka tidak mungkin
ekuipoten dengan A yang mempunyai anggota.
Pembuktian Implikasi 1
Akan dbuktikan jika sifat berlaku untuk A dengan k elemen,
maka sifat juga berlaku himpunann A0 dengan k + 1 elemen.
Pembuktian akan dilakukan dengan menggunakan metode
Reductio Ad Absurdum (dengan pengandaian).
Andaikan A0 ekuivalen dengan himpunan bagian sejatinya.
Misal himpunan bagian sejati yang ekuipoten dengan A0
adalah A01 .
Kemudian diusahakan diturunkan suatu kontradiksi. Sebagai
latihan.
Pembuktian Implikasi 2
Pembuktian implikasi 2 akan ditunda dulu setelah dibicarakan
sifat-sifat tentang himpunan denumerabel.
Himpunan Denumerabel, Terbilang, dan Non Denumerabel
.
1
Suatu himpunan yang ekuivalen dengan himpunan bilangan
asli N disebut himpunan yang denumerabel, dan selanjutnya
dikatakan sebagai himpunan yang mempunyai bilangan
kardinal aleph null
2
Suatu himpunan dinamakan terbilang (countable) jika
himpunan tersebut berhingga atau denumerabel.
3
Sebuah himpunan dinamakan non-denumerabel jika himpunan
tersebut tidak ekuivalen dengan himpunan bilangan asli N
yakni jika himpunan tersebut tidak terbilang.
Remark:
.
Dari definisi himpunan denumerabel dapat disimpulkan bahwa
jika A adalah himpunan denumerabel maka dapat dibuat
fungsi bijektif f : N → A.
Sehingga
Image(f ) = A = {f (1), f (2), f (3), · · · }
Sehingga diperoleh korespondensi
N={
1,
2,
3,
4,
··· , ··· , ··· , }
↓
↓
↓
↓
↓
↓
↓
A = { f (1), f (2), f (3), f (4), · · · , · · · , · · · , }
Nampak bahwa pada himpunan A dapat dibentuk urutan
(enumerasi)
A = {a1 = f (1), a2 = f (2), a3 = f (3), a4 = f (4), · · · }.
Terbentuknya urutan / enumerasi sebagai ciri himpunan
denumerabel
Dari point-point diatas dapat disimpulkan salah satu ciri dari
himpunan yang denumerabel adalah jika himpunan itu dapat
diurutkan secara tak hingga atas elemen-elemen yang
berbeda yakni dapat dibentuk enumerasi.
Denumerabilitas N × N
Himpunan bilangan asli N = {1, 2, 3, · · · } ekuivalen dengan
himpunan N × N = {(n1 , n2 ) | n1 , n2 ∈ N}. Untuk membuktikan
pernyataan diatas, perhatikan enumerasi
(1, 1) (1, 2) (1, 3) (1, 4) (1, 5) · · ·
..
↓
%
.
%
.
.
(2, 1) (2, 2) (2, 3) (2, 4) (2, 5) · · ·
..
.
%
.
%
.
..
.
···
..
.
(3, 1) (3, 2) (3, 3) (3, 4) (3, 5) · · ·
..
↓
%
.
%
.
.
···
..
.
(4, 1) (4, 2) (4, 3) (4, 4) (4, 5) · · ·
..
.
%
.
%
.
..
..
..
..
..
..
.
.
.
.
.
.
···
..
.
..
.
Denumerabilitas N × N
Cara lain menunjukkan N × N = {(n1 , n2 ) | n1 , n2 ∈ N}
denumerabel, dengan menunjukkan fungsi
f :N×N→N
dengan definisi
f (n1 , n2 ) = 2n1 −1 (2n2 − 1)
untuk setiap (n1 , n2 ) ∈ N × N merupakan merupakan fungsi
bijektif.
Contoh-Contoh
.
Himpunan bilangan asli N jelas merupakan himpunan
denumerabel sebab pemetaan identitas i : N → N merupakan
pemetaan bijektif.
Himpunan T = { n1 | n ∈ N} merupakan himpunan
denumerabel, sebab fungsi f : N → T dengan definisi
f (n) = n1 untuk setiap n ∈ N, merupakan fungsi bijektif
Himpunan bilangan bulat negatif Z− merupakan himpunan
denumerabel sebab fungsi f : N → Z− dengan definisi
f (n) = −n untuk setiap n ∈ N, merupakan fungsi bijektf.
Contoh-Contoh
.
Himpunan seluruh bilangan bulat Z merupakan himpunan
denumerabel sebab fungsi f : N → Z dengan definisi
n
, untuk n genap;
2
f (n) =
−(n−1)
, untuk n ganjil.
2
untuk setiap n ∈ N, meruapakan fungsi bijektf.
Pembuktian Z himpunan bilangan bulat denumerabel juga dengan
mudah dapat ditunjukkan dengan memperhatikan dapat
dibentuknya enumerasi:
0, 1, −1, 2, −2, 3, −3, 4, −4, 5, −5, · · ·
Contoh
Dengan menggunakan ciri-ciri terbentuknya enumerasi pada
himpunan bilangan prima, dapat ditunjukkan bahwa himpunan
semua bilangan prima P merupakan himpunan yang denumerabel.
Jelaskan sebagai latihan.
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Jika A merupakan himpunan bagian tak hingga dari himpunan
bilangan asli N, maka A denumerabel.
Berikut garis besar pembuktiannya: Definiskan fungsi f : N → A
dengan definisi: f (1) adalah bilangan terkecil di A. Untuk n ≥ 2
definisikan f (n + 1) = bilangan terkecil di A yang lebih besar dari
f (n). Selanjutnya ditunjukan bahwa f bijektif (buktikan sebagai
latihan).
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Jika T himpunan denumerabel dan terdapat fungsi bijektif
f : T → A, maka A juga denumerabel.
Bukti: Mengingat T denumerabel, maka terdapat fungsi bijektif
h : N → T . Selajutnya dibentuk fungsi komposisi f ◦ h : N → A
yang juga bijektif karena komposisi fungsi bijektif juga bijektif.
Dengan demikian A denumerabel.
Contoh-Contoh
Himpunan bilangan rasional positif Q+ merupakan himpunan
denumerabel. Langkah-langkah pembuktiannya adalah sbb.:
Perhatikan bahwa setiap bilangan rasional positif x dapat
dinyatakan secara tunggal sebagai pqxx dengan px , qx ∈ N tidak
mempunyai faktor sekutu.
Sehingga dapat dibentuk fungsi
f : Q+ → N × N
dengan definisi
f (x) = (px , qx )
yang merupakan fungsi injektif.
Maka T = image(f ) merupakan himpunan bagian tak
berhingga di N × N. Mengingat N × N denumerabel, maka T
juga denumerabel. Mengingat f bijektif dari Q+ ke T maka
terbukti Q+ denumerabel.
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Setiap himpunan bagian tak berhingga dari suatu himpunan
denumerabel merupakan himpunan deumerabel lagi.
Berikut point-point pembuktian:
Misalkan A himpunan denumerabel, dan B adalah sebarang
himpunan bagian tak hingga dalam A.
Misalkan f : N → A fungsi bijektif yang terbentuk karena
denumerabiltas dari A.
lanjutan bukti
Dibentuk
T = {n ∈ N | f (n) ∈ B}
maka T ⊂ N dan T tak hingga sebab B tak hingga. Dengan
menggunakan sifat sebelumnya diperoleh bahwa T denumerabel.
Mengingat fungsi
f|B : T → B
juga merupakan fungsi bijektif maka diperoleh, maka dengan
menggunakan sifat sebelumnya diperoleh B juga denumerabel.
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Tiap-tiap himpunan tak berhingga memuat suatu subset yang
denumerabel.
Dengan menggunakan sifat tersebut akan dapat ditunjukkan
implikasi 2, yakni suatu himpunan tak berhingga (Non induktif)
pastilah tak terhingga (refleksif), yaitu ekuivalen dengan himpunan
bagian sejati dari dirinya sendiri. Pembuktian dilakukan dengan
metode redutio ad absurdum.
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Jika dari suatu himpunan tak berhingga dikeluarkan seBanyaknya
anggota yang banyaknya berhingga atau tak berhingga
denumerabel maka jika sisanya masih tak berhingga, sisanya
ekuivalen dengan himpunan semula.
Dengan menggunakan sifat tersebut diperoleh akibat sebagai
berikut: Jika pada suatu himpunan tak berhingga A ditambahkan
pada anggota-anggota yang banyaknya berhingga ataupun tak
berhingga denumerabel, maka hasilnya adalah suatu himpunan
yang ekuivalen dengan A.
Sifat-Sifat Terkait Dengan Denumerabiltas
Theorem
Subset dari himpunan yang terbilang adalah himpunan yang
terbilang.
Himpunan Non Denumerabiltas
Tidak semua himpunan tak berhingga merupakan himpunan
denumerabel. Ada banyak himpunan dengan banyak anggota tak
berhingga yang non denumerabel. Dengan menggunakan diagonal
Cantor, Georg Cantor membuktikan bahwa Interval terbuka (0,1)
merupakan himpunan yang non denumerabel.
Non Denumerabelitas Interval Terbuka (0,1)
Theorem
Himpunan bilangan real
(0, 1) = {x ∈ R | 0 < x < 1}
merupakan himpunan tak berhingga non denumerabel.
Secara analog dapat ditujukkan himpuan interval terbuka
1
(1, 2) = {x ∈ R | 1 < x < 2}
2
(2, 3) = {x ∈ R | 2 < x < 3}
3
(3, 4) = {x ∈ R | 3 < x < 4}
4
dst
masing-masing merupakan himpunan non denumerabel
Membentuk Himpunan Non Denumerabel Dari Himpunan
Non Denumerabel Yang Ada
Perhatikan bahwa bila pada himpunan tak berhingga non
denumerabel ditambahkan anggota yang lain maka hasilnya masih
tetap non denumerabel. Dengan demikian dengan mudah dapat
menunjukkan bahwa interval-interval sebagai berikut non
denumerabel
1
[0, 1) = {x ∈ R | 0 ≤ x < 1}
2
(0, 1] = {x ∈ R | 0 < x ≤ 1}
3
[0, 1] = {x ∈ R | 0 ≤ x ≤ 1}
masing-masing merupakan himpunan non denumerabel
Non Denumerabiltas Himpunan Kuasa 2N
Theorem
Himpunan Kuasa dari Himpunan Bilangan Asli merupakan
himpunan tak berhingga non denumerabel.
Dengan teorema Cantor diatas akan dapat ditunjukan bahwa untuk
sebarang bilangan kardinal akan dapat dibentuk bilngan kardinal
yang lebih besar.
Garis Besar Pembuktian Non Denumerabiltas Himpunan
Kuasa 2N
Andaikan 2N denumerabel
Misalkan
A1 , A2 , A3 , · · ·
adalah enumerasi yang terbentuk.
Maka diperoleh pernyataan
1
2
3
4
1 di A1 atau 1 tidak di A1
2 di A2 atau 2 tidak di A2
3 di A3 atau 3 tidak di A3
dst
Jadi untuk setiap bilangan asli i berlaku i di Ai atau i tidak di
Ai .
Lanjutan: Garis Besar Pembuktian Non Denumerabiltas
Himpunan Kuasa 2N
Himpun semua bilangan asli yang tidak termuat dalam kawan
dari himpunannya.
Yakni
K = {i ∈ N | i
tidak
berada
dalam
Ai }.
Jelas K ∈ 2N
Sehinga K termuat dalam enumerasi
A1 , A2 , A3 , · · ·
yakni K = Ak untk suatu k
Sehingga ada dua kemungkinan k berada dalam Hk atau k
tidak berada dalam Hk .
Dari dua kemungkinan diatas akan dapat diturunkan suatu
kontradiksi. Sehingga pengandaian salah.
Turunkan kontradiksi tersebut sebagai latihan.
Teorema Bernstein Schroder
Menurut definisi, dalam membuktikan bahwa suatu himpunan A
ekuivalen dengan himpunan B, dilakukan dengan menemukan
pemetaan bijektif f : A → B. Bila dapat ditemukan pemetaan
bijektif tersebut, maka kita katakan bahwa A dan B ekwipoten
afektif. Namun tidak selalu mudah untuk mendapatkan pemetaan
bijektif tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan
dengan menggunakan Teorema Bernstein Schroder.
Theorem
Jika A ekwipoten dengan subset B1 dari B, dan sebaliknya B
ekwpoten dengan subset A1 dari A, maka A ekuivalen dengan B.
Dimisalkan A ekwipoten dengan subset B1 dari B, dan sebaliknya
B ekwpoten dengan subset A1 dari A. Dapat dimisalkan bahwa
dengan B1 dan A1 merupakan subset sejati, sebab jika tidak
demikian maka tidak ada yang perlu dibuktikan. Pembuktian
selanjutnya sebagai latihan.
Contoh Pemakaian Teorema Bernstein Schroder
Buktikan bahwa himpunan Interval (0, 1] = {x ∈ R | 0 < x ≤ 1}
ekuivalen dengan himpunan pasangan berurutan (0, 1] × (0, 1].
Nampak sangat sulit untuk membentuk pemetaan bijektif dari
(0, 1] ke (0, 1] × (0, 1].
Bukti: Pandang pemetaan f : (0, 1] × (0, 1] → (0, 1] dengan definsi
f (0, x1 x2 x3 · · · , 0, y1 y2 y3 · · · ) = 0, x1 y1 x2 y2 x3 y3 · · · ∈ (0, 1]
untuk setiap (0, x1 x2 x3 · · · , 0, y1 y2 y3 · · · ) ∈ (0, 1] × (0, 1]. Mudah
ditujukkan bahwa f merupakan pemetaan injektif. dari
(0, 1] × (0, 1] ke (0, 1]. Artinya (0, 1] × (0, 1] berkorespondensi
satu-satu dengan image(f ) yang merupakan himpunan bagian
dalam (0, 1].
Sebaliknya pandang fungsi g : (0, 1] → (0, 1] × (0, 1] dengan
definisi
g (0, x1 x2 x3 · · · ) = (0, x1 x2 x3 · · · , 0, 4999 · · · )
untuk setiap 0, x1 x2 x3 · · · ∈ (0, 1]. Mudah ditunjukkan bahwa g
merupakan pemetaan injektif dari (0, 1] ke (0, 1] × (0, 1], artinya
(0, 1] berkorespondensi dengan image(g ) yang merupakan
himpunan bagian dalam bagian dari (0, 1] × (0, 1].
Dengan menggunakan Teorema Bernstein disimpulkan bahwa
(0, 1] × (0, 1] ∼ (0, 1].
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan interval (0, 1]
Perhatian setiap bilangan real yang berada di (0, 1] dapat
dinyatakan secara tunggal sebagai bilangan desimal tak
berhingga. Misalnya 0,5 dapat dinyatakan sebagai 0,499999....
Sebaliknya setiap bilangan desimal tak hingga merupakan
elemen dalam (0, 1]
Dari sini nampak ada korespindensi satu-satu antara
himpunann pecahan desimal tak hingga dengan himpunan
(0, 1].
Sehingga untuk menujukkan (0, 1] non denumearabel cukup
jika dapat ditunjukkan himpunan semua pecahan desimal tak
hingga tadi non denumerabel.
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan interval (0, 1]
Andaikan himpunan semua pecahan desimal tak hingga
denumerabel, berarti ada fungsi bijektif f antar himpunan
bilaangan asli N dengan himpunan semua pecahan desimal
tak hingga.
1
2
3
···
→
→
→
···
0,
0,
0,
···
a11 a12 a13 a14 · · ·
a21 a22 a23 a24 · · ·
a31 a32 a33 a34 · · ·
Para aij adalah salah satu dari angka 0, 2, 3, 4,5,6,7,8.9,
Misalnya
0,
0,
0,
···
a11 a12 a13 a14 · · ·
a21 a22 a23 a24 · · ·
a31 a32 a33 a34 · · ·
= 0, 3 7 1 5 · · ·
= 0, 1 2 6 7 · · ·
= 0, 7 1 4 3 · · ·
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan interval (0, 1]
Selanjutnya bentuk bilangan decimal
0, a11 a22 a33 a44 · · ·
Selanjutnya kostruksikan bilangan
0
0
0
0
r = 0, a11
a22
a33
a44
···
dengan mengambil aii0 6= aii0 dengan menghindari r menjadi
pecahan decsimal yang berhingga. Sebagai contoh untuk
kasus diatas bisa diambil
0, a11 a22 a33 a44 · · ·
= 0, 3 2 4 · · ·
maka r dapat diambil
0
0
0
0
0, a11
a22
a33
a44
···
= 0, 4 5 1 · · ·
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan interval (0, 1]
Jelas r tidak ada dalam daftar bilangan desimal
0,
0,
0,
···
a11
a21
a31
···
a12 a13 a14 · · ·
a22 a23 a24 · · ·
a32 a33 a34 · · ·
···
0
karena a11 6= a11
Dilain pihak r adalah bilangan desimal tak hingga, maka
haruslah dia berada dalam daftar.
Jadi muncullah kontradiksi, pengandaian harus diingkar.
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan Real R
Perhatikan bahwa apabila pada suatu himpunan tak hingga
yang non denumerabel ditambahkan unsur-unsur lain maka
dengan sendirinya dia tetap non denumerabel. Begitu juga
pada saat dikurangi dengan berhingga banyak
elemen-elemennya tetaplah non denumerabel.
Mengingat (0, 1] non denumerabel, maka bila ditambahkan
bilangan-bilngan real lain hasilnya tetap non denumerabel,
dan bila dikurangi seBanyaknya hingga bilangan-bilangan real
di dalamnya juga tetap non denumerabel. Dengan demikian
interval terbuka (0, 1) non denumerabel. Dengan
menggunakan kenyataan ini akan dibuktikan bahwa R juga
non denumerabel.
Dengan demikian diperoleh bahwa (0, 1] dengan (0, )] dan
[0, 1].
Non-Denumerabilitas Himpunan Bilangan Real R
Selanjutnya secara geometri dapat ditujukkan bahwa sebarang
interwal (a, b) dan (c, d) juga saling ekuivalen. Untuk
membuktikan hal tersebut dapat juga dengan
mempertimbangkan fungsi f : (a, b) → (c, d) yang
didefinisikan sbb.:
bc − ad
d −e
x+
f (x) =
b−a
b−a
untuk setiap x ∈ (a, d), merupakan fungsi bijektif.
Perhatian bahwa secara geometri juga dapat ditunjukkan
bahwa interval (− π2 ), π2 ) ekwipoten dengan R yakni dengan
memandang fungsi f : (0, 1) → R yang didefinisikan
π
f (x) = tan(πx − )
2
untuk setiap x ∈ (0, 1), merupakan fungsi bijektif.
Akibat:
Dengan terbuktinya bahwa (0, 1] × (0, 1] ∼ (0, 1], dan mengingat
himpunan semua bilangan real R ekuivalen dengan setiap interval
tertutup maupun terbuka, maka diperoleh
(0, 1] ∼ R
dengan demikian diperoleh (0, 1] × (0, 1] ∼ R × R
dan karena (0, 1] × (0, 1] ∼ (0, 1], maka diperoleh H ∼ R × R.
Selanjutnya karena (0, 1) ∼ (0, 1] dan [0, 1] ∼ (0, 1], maka
diperoleh (0, 1) ∼ [0, 1] ∼ (0, 1].
Mengingat (0, 1] ∼ (0, 1] × (0, 1] ∼ R × R. maka diperoleh
setiap interval terbuka maupun tertutup ekuivalen dengan
R×R
Interpretasi Geometris Akibat Di atas
Himpunan titik pada suatu ruas garis (segmen) garis
bagaimanapun kecilnya adalah ekuivalen denga semua titik
pada bidang datar.
SOAL-SOAL LATIHAN:
1
Tunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat kelipatan 3
merupakan himpunann denumerabel
2
Tunjukkan bahwa himpunan bilangan buat lebih besar atau
sama dengan 10 merupakan himpunan denumerabel
3
Tunjukkan bahwa himpunan N − {4, 5} deumenrabel
4
Tunjukkan himpunan semua bilangan rasional denumerabel
5
Buktikan bahwa himpunan triple bilangan asli N × N × N
merupakan himpunan denumerabel.
6
Buktikan bahwa himpunan bilangan rasional Q merupakan
himpunan denumerabel.
SOAL-SOAL LATIHAN:
1
Buktikan bahwa union dari dua himpunan denumerabel yang
saling asing juga denumerabel
2
Buktikan bahwa union dari sebarang dua himpunan
denumerabel (tidak harus yang saling asing) juga denumerabel
3
Buktikan jika ada funsi injektif dari A k N, maka A berhingga
atau denemerabel. Perhatikan bahwa syarat injektif tidak
dapat diabaikan. Berikan counter example untuk menyetakan
hal tersebut.
4
Buktikan jika ada fungsi surjektif dari N ke A maka A
berhingga atau denumerabel.
Bagian II:
BILANGAN KARDINAL
DAN
ARITMATIKA BILANGAN KARDINAL.
Pengantar:
Sudah kita ketahui bahwa relasi ekuipoten antar dua
himpunan merupakan relasi ekuivalensi. Sebagai akibatnya
terbentuklah partisi pada keluarga semua himpunan.
Kelas ekuivalensi yang terbentuk merupakan keluarga
himpunan yang saling ekuivalen
Misalnya himpunan A berhingga, maka elemen-elemennya
dapat dikawankan dengan dengan bilangan-bilangan
1, 2, 3, · · · , dst karena A berhingga maka tentu berhenti pada
suatu n, sehingga A ekuipoten dengan H = {1, 2, 3, · · · , n}.
Selanjutnya setiap himpunan yang ekuipoten dengan dengan
A akan ekuipoten dengan H dan sebaliknya.
Dengan demikian bilangan n juga merupakan tanda yang
dikaitkan pada A dan pada semua himpunan yang ekuipoten
dengan A.
Kardinalitas Himpunan Berhingga
Definition
Dua himpunan dikatakan mempunyai kardinalitas yang sama jika
dan hanya jika kedua himpunan tersebut ekuipoten.
Kardinalitas himpunan A ditulis dengan lambang | A |. Dengan
definisi tersebut, untuk himpunan berhingga
Kardinalitas ∅ sama dengan 0
Kardinalitas {1}, {i}, {a} sama dengan 1
Kardinalitas {1, 2}, {∅, {∅}}, {a, 5} sama dengan 2
dst
Kardinalitas Himpunan Tak Berhingga
Definition
Kardinalitas dari himpunan bilangan asli N dan semua
himpunan denumerabel disebut Aleph Null dan dinotasikan
dengan lambang ℵ0 .
Kardinalitas dari himpunan bilangan real R dan semua
himpunan ekuipoten dengan R disebut Aleph dan dinotasikan
dengan lambang ℵ, yang juga sering disebut sebagai
Continum.
Contoh-Contoh
Kardinalitas dari himpunan bilangan rasional, himpunan
bilangan genap, dan himpunan bilangan ganjil, dan himpunan
bilangan prima adalah ℵ0 , sebab mereka merupakan himpunan
denumerabel.
Kardinalitas dari sebarang interval tertutup, setengah terbuka,
terutup pada garis real adalah ℵ.
Kardinalitas dari himpunan bilangan kompleks C dan
himpunan R × R adalah ℵ karena mereka adalah himpunan
tak hingga yang non denumerabel.
Sifat-Sifat Kardinalitas dari 2N
Theorem
Bilangan kardinal dari himpunan kuasa 2A dari A pasti lebih besar
dari bilangan kardinal dari A yaitu | 2A |>| A |.
Bukti sebagai latihan.
Theorem
Bilangan kardinal dari himpunan kuasa 2N sama dengan ℵ.
Bukti sebagai latihan.
Aritmatika Bilangan Kardinal
Definition
Jika A dan B saling asing, maka dapat didefinsikan jumlahan
bilangan kardinal dari A dan B sebagai | A | + | B |=| A ∪ B |.
Definition
Untuk sebarang himpunan A dan B, perkalian anatar bilangan
kardinal A dan B didefinsikan sebagai | A | . | B |=| A × B |.
Ketaksamaan Bilangan Kardinal
Definition
Misalkan A ekuivalen dengan subset dari himpunan B, yakni ada
sebuah fungsi injektif f : A → B, maka kita dapat menuliskan
bahwa
| A |≤| B | .
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk sebarang
himpunan A berlaku
| A |≤| 2A | .
Referensi:
1
Devlin, K. (2004), Sets, Functions and Logic: An Introduction
to Abstract Mathematics, 3th. Ed., Chapman and Hall,
London.
2
Lipschutz, S. (1964), Set Theory and Related Topics, Schaum
Series, McGraw-Hill, Inc.
3
Soehakso, RMJT, (19193), Pengantar Matematika Modern,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Tinggi.
4
Stoll, R. R., (1963), Set Theory and Logic, Eurasia Publishing
House (PUT) LTD, New Delhi.
5
Suppes, P., (1960), Axiomatic Set Theory, D. Van Nostrand
Compny, Inc, Princeton.
Download