Pemasaran Sayuran Melalui Angkutan Udara Sebuah Pemikiran

advertisement
PemasaranSayuranMelaluiAngkutanUdara
SebuahPemikiranPemasaranSayuranuntukWamena
Oleh: Demas Wamaer
Kawasan Lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya merupakan wilayah yang cukup
potensial bagi pengembangan sayur-sayuran dataran tinggi meliputi: kubis, bunga kubis,
kentang, wortel, vetsai granat, daun bawang dan lain-lain.
Selain memiliki wilayah yang potensial, orang Dani sebagai suku asli di sana
memiliki juga sedikit jiwa enterpreneurship sebagai dasar jiwa dagang yang diawali dari
jaman dulu dengan perdagangan barter, menggunakan babi dan ubi sebagai alat tukar
barang-barang asesories ritual adat berupa manik-manik, kampak batu, tas noken yang
kemudian setelah mengenal budaya baru dari luar melakukan pertukaran terhadap
barang-barang produksi dari besi terutama kampak, parang, dan sekop.
Dibeli Freeport
Pada tahun 1990-an Freeport pernah membeli sayur-sayuran hasil-hasil petani di
Wamena. Ini merupakan suatu upaya yang dapat mendorong makin meningkatnya
produksi hasil-hasil pertanian masyarakat, yang telah memberi dampak bagi dibukanya
beberapa lahan pertanian sayuran di dekat kota Wamena, yaitu di Kampung Holima.
Namun pemasokan sayur dari Wamena oleh Freeport ini tidak berlanjut dengan alasan
yang hingga kini belum dipahami petani sayur di Wamena.
Upaya pembelian sayur oleh Freeport perlu dijajaki kembali, karena salah satu
faktor kunci dari pemasaran adalah perlu mencari pasar dengan melakukan penawaran.
Tentu dengan mengikuti aturan main yang ditetapkan Freeport sebagai pembeli atau
konsumen yang tentunya tidak merugikan petani sayur. Dengan perspektif konsumen
adalah raja, maka sayuran dari Wamena dapat dikemas sedemikian rupa agar sesuai
dengan permintaan Freeport maupun konsumen lainnya. Dan hal ini dapat difasilitasi
oleh Pemda Jayawijaya, sekaligus pemda juga bisa melakukan penawaran dengan
menunjukkan keunggulan sayuran dari Jayawijaya yang bersifat organik ini. Sayuran
Wamena disebut sayuran organik karena diusahakan tanpa pupuk dan pestisida buatan
pabrik (anorganik).
Untuk meningkatkan produksi sayur-sayuran rasanya bukan merupakan masalah
bagi petani sayur di Wamena. Apalagi mereka telah difasilitasi oleh pemerintah daerah
dengan disediakannya traktor untuk mengolah lahan. Selain itu dukungan dari Dinas
Pertanian juga mendukung dengan teknologi produksi, menyediakan bahan tanaman, dan
memberikan penyuluhan. Namun persoalan yang dihadapi petani sayur ini hanya terletak
pada pemasaran hasil yang belum menguntungkan sehingga belum pula memberikan
dorongan kepada petani untuk mengerjakan lahan usahataninya secara berkelanjutan.
Memanfaatkan Angkutan Udara
Melihat perkembangan global, di mana arus keluar masuk dari dan ke Wamena
semakin lancar, maka terasa sekali perlunya banyak alternatif pemikiran bagi
pemberdayaan petani sayur di Wamena.
Sekalipun produk pertanian tidak setahan produk industri yang setiap hari dipasok
ke Wamena, tetapi hal yang sama harus terjadi juga pada produk pertanian termasuk
sayur-sayuran. Artinya pesawat yang digunakan untuk mengangkut produk industri dari
luar ke Wamena, pesawat yang sama juga digunakan untuk mengangkut hasil bumi dari
Wamena ke luar yaitu ke berbagai daerah pemasarannya. Hal ini perlu dicoba Pemda
Jayawijaya sebagai terobosan bagi pemberdayaan petani sayur di sana.
Mungkin pemerintah perlu memberi kemudahan bagi petani sayur dengan
menetapkan ongkos kargo yang lebih rendah (Rp. 3.000/kg) dari Wamena ke luar
dibanding dari luar ke Wamena (Rp. 4.500/kg dari Jayapura) untuk barang yang
ditimbang dengan memberikan subsidi. Akan tetapi dari hasil pengamatan di lapangan
ternyata harga sayur yang dibawa keluar dari Wamena belum menguntungkan petani,
karena harga sayur Wamena belum cukup kompetitif di luar Wamena.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka di sini dapat dikemukakan beberapa
terobosan pasar yang mungkin bisa ditempuh dalam era otonomi khusus Papua yaitu:
Memanfaatkan fasilitas pemerintah berupa penerbangan pemerintah non reguler
(Hercules TNI-AU) yang sering sekali digunakan untuk memasok barang kebutuhan
pokok ke Wamena yang kadang-kadang pulang kosong keluar dari Wamena. Pemerintah
daerah perlu membuat kesepakatan dengan TNI-AU, dan kalau hal ini tercapai
merupakan peluang besar bagi usaha memasarkan hasil-hasil pertanian petani dari
Wamena ke Merauke, Jayapura, dan Biak. Untuk mendukung kesepakatan ini perlu
mengatur penampungan hasil-hasil pertanian masyarakat. Setelah memiliki pangsa pasar
yang jelas dan tetap, maka selanjutnya kegiatan ekonomi petani sayur ini dapat
diserahkan pada mekanisme pasar.
Memanfaatkan fasilitas penerbangan reguler yang sudah mendapat subsidi dari
pemerintah terutama Manunggal Air dan Trigana Air. Perlu perhitungan kembali ongkos
transpor kargo dari Wamena ke Jayapura yang kira-kira memungkinkan hasil-hasil petani
dapat terjual keluar dari Wamena dengan harga yang layak bagi petani, tentu disertai
dengan aturan main yang jelas, agar tidak dimanfaatkan pedagang sayur yang sudah
eksis. Dan satu hal yang masih menjadi “tanda tanya” di hati masyarakat Wamena yang
hasil buminya dijual ke Jayapura saja tidak bisa, pada hal pesawat kargo setiap hari ke
Wamena, dan selalu kembali ke Jayapura, dalam keadaan kosong. Apakah mereka tidak
bisa diberi akses ke situ untuk mengangkut hasil-hasil mereka ke Jayapura dengan biaya
yang sedikit rendah? Selain itu secara ekonomis itu lebih menguntungkan dari pada
pesawat pulang dalam keadaan kosong. Dan dapat dilihat dari kehadiran penerbangan itu
sendiri telah memberi multiplier effect terhadap perekonomian di Wamena, sehingga
menguntungkan
para
pedagang
barang
produksi
industri,
tetapi
juga
harus
menguntungkan petani sebagai produsen dari hasil-hasil pertanian.
Demas Wamaer
Penulis adalah Peneliti Sosek Pertanian di BPTP Papua
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 9 – 15 Maret 2005
Download