1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai pengaruh sektor moneter dan keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan. Untuk mengukur kondisi sektor moneter dan keuangan menggunakan Indeks Kondisi Moneter (MCI) dan Indeks Kondisi Keuangan (FCI). Kedua index tersebut mempunyai hubungan yang erat terhadap pertumbuhan ekonomi. Setidaknya terdapat tiga kelompok pendapat mengenai hubungan kedua index tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendapat pertama menemukan bahwa terdapat hubungan antara Indeks Kondisi Moneter (MCI) maupun Indeks Kondisi Keuangan (FCI) terhadap pengambilan stance kebijakan moneter. Seperti yang diteliti oleh Freedman (1994) dan Gauthier, Graham bersama Liu (2004) di Kanada, Ericson dan kawan-kawan (1998) di Kanada dan Selandia Baru, Goodhart dan Hoffman (2001) di G7 Countries, Mayes dan Viren (2001) di Finlandia, Lack (2002) di Switzerland, End (2006) di Belanda, Qoyyum (2002) di Pakistan, Kanaan, Siddharta dan Bhoi (2006) di India, Osborne dan Sarah (2010) di kawasan euro, Inggris dan Amerika Serikat, Brave dan Butters (2011) di Amerika Serikat, Vokshi (2013) di Albania, Thompson, Eyden dan Gupta (2013) di kawasan Afrika Selatan dan Santoso bersama Iskandar (1999) dan Harahap (2003) di Indonesia. Sementara itu pendapat kedua menyatakan bahwa penggunaan Indeks Kondisi Moneter (MCI) maupun Indeks Kondisi Keuangan (FCI) 2 kurang relevan apabila digunakan dalam indikator utama pengambilan kebijakan moneter. Seperti halnya hasil penelitianan Aramonte (2013) di Amerika Serikat dan Majid (2012) di Malaysia. Namun selain dua pandangan, terdapat penelitian lebih lanjut mengenai hubungan Indeks Kondisi Moneter (MCI) maupun Indeks Kondisi Keuangan (FCI) terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh Switson (2008) dan Hatzius dan kawan-kawan (2010) di Amerika Serikat. Berdasarkan riset gap diatas, studi ini akan meneliti lebih lanjut tentang pengaruh Indeks Kondisi Moneter (MCI) maupun Indeks Kondisi Keuangan (FCI) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indeks Kondisi Moneter (MCI) pada awalnya digunakan oleh Freedman pada tahun 1994 untuk membentuk indikator utama yang menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan oleh Bank of Canada. Hal ini kemudian diikuti oleh beberapa negara lainnya seperti The Reserve Bank of New Zealand dan Bank of Finland sebagai indikator dalam penentuan kebijakan moneternya. Dalam pembentukan Indeks Kondisi Moneter bagi Freedman menemukan bahwa pembentukan indeks ini merupakan langkah yang sangat konseptual dan praktis dalam pelaksanaan kebijakan. Penelitian ini menggunakan dua variabel utama dalam pembentukan Indeks Kondisi Moneter, yaitu short-term interest rates dan effective exchange rate. Namun, dalam pengambilan kebijakan melalui pertimbangan Indeks Kondisi Moneter ini Freedman menyarankan untuk berhati-hati dan memperhatikan beberapa hal terkait perekonomian. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi kondisi 3 perekonomian selain variabel nilai tukar maupun tingkat suku bunga yang digunakan dalam variabel pembentuk indeks ini. Menurut Qoyyum (2002) pendekatan Indeks Kondisi Moneter (MCI) ini digunakan untuk melihat pengaruh dari dua variabel utama yaitu nilai tukar dan tingkat suku bunga terhadap transmisi kebijakan moneter yang diambil. Data yang digunakan dalam pembentukan Indeks Kondisi Moneter (MCI) ini adalah data bulanan dari Juni 1990 sampai Juni 2001. Sebelum menghitung Indeks tersebut, terlebih dahulu dilakukan pembobotan menggunakan metode Johansen maximum likelihood berdasarkan on vector autoregressive technology. Seperti yang dilakukan oleh Modigliani, Bernanke dan Gertler dalam (Gauthier, Graham dan Liu, 2004), mengungkapkan bahwa Indeks Kondisi Keuangan juga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan kebijakan moneter, yang menambahkan peran dari variabel harga properti, nilai saham dan juga saluran kredit, selain dari saluran tingkat suku bunga dan nilai tukar. Dalam tulisan Santoso bersama Iskandar (1999) melakukan pengujian empiris dengan menggunakan vector autoregression dan Granger causality test menunjukkan bahwa kebijakan moneter dengan inflation targeting dapat digunakan di Indonesia khususnya setelah era sistem nilai tukar fleksibel. Pengendalian moneter dalam kerangka inflation targeting dapat dilakukan dengan menggunakan suku bunga PUAB overnight sebagai kandidat utama sasaran operasional dan Indeks Kondisi Moneter (MCI) 4 sebagai sasaran antara, sementara underlying inflation sebagai sasaran akhir tunggal. Sementara penggunaan Indeks Kondisi Moneter (MCI) sebagai sasaran antara tidak dilakukan secara kaku (policy rules) tetapi dimungkinkan terjadinya discretionary policy sepanjang shock terhadap inflasi dan nilai tukar berasal dari supply shock dan bersifat sementara. Selain itu, masih kuatnya hubungan langsung antara monetary aggregates dengan inflasi maka pengalihan kebijakan moneter dari quantity targeting ke price targeting bukan merupakan substitusi penuh. Monetary aggregates masih tetap digunakan sebagai variabel indikator untuk mendeteksi tekanan terhadap inflasi. Menurut Harahap (2003), penggunaan Indeks Kondisi Moneter (MCI) di Indonesia sebagai sasaran antara pada mekanisme transmisi kebijakan moneter akan diketahui ketat atau tidaknya stance dari kebijakan moneter yang ditempuh. Penelitian ini mengevaluasi kembali apakah mekanisme transmisi yang selama ini dipergunakan masih relevan dijalankan dan mencari alternatif mekanisme lainnya yang lebih mengakomodasi terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang semakin terbuka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indeks Kondisi Moneter (MCI) dapat memberikan informasi tentang akan dilakukannya pengetatan atau pelonggaran moneter di Indonesia. Pergerakan indeks kondisi moneter ditentukan oleh gejolak dari komponen yang membentuk indeks kondisi moneter yaitu suku bunga dan nilai tukar. 5 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hatzius dan kawankawan (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan antara Indeks Kondisi Keuangan (FCI) dengan pertumbuhan ekonomi. Indeks ini dibentuk dari tiga indikator kunci, yaitu tingkat suku bunga, harga saham dan juga nilai kredit. Penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode penelitian, indeks ini memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kemudian menunjukkan adanya respon pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan yang terjadi dalam indeks kondisi keuangan. Dalam memperkirakan kondisi perekonomian yang akan datang penelitian ini menggunakan AR model. Penetapan kebijakan moneter memegang peranan penting dalam menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian keseimbangan makro yang ditandai dengan tingkat inflasi yang rendah dan terkendali serta perkembangan neraca pembayaran yang seimbang (Endri, 2008). Perekonomian yang stabil menggambarkan kondisi ekonomi dalam negeri menjadi lebih aman dan tidak rentan terhadap guncangan yang diakibatkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Secara umum, kebijakan moneter memiliki beberapa tujuan, yaitu meningkatkan kesempatan kerja, 6 meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas harga, menjaga stabilitas suku bunga, menjaga stabilitas pasar keuangan, dan menjaga stabilitas pasar valuta asing. Idealnya, otoritas moneter ingin mencapai semua tujuan tersebut, tapi pencapaian berbagai tujuan tersebut secara bersamaan adalah sangat sulit, terlebih jika dalam penerapannya instrumen kebijakan tersebut memiliki jalur transmisi yang seringkali bersifat kontradiktif. Kestabilan pertumbuhan perekonomian merupakan tujuan yang ingin diraih oleh semua negara. Kestabilan perekonomian suatu negara menjadi tolok ukur bagi perkembangan perekonomian secara berkelanjutan. Namun, permasalahan kestabilan perekonomian bukanlah hal yang mudah untuk dicapai dan kerap kali menjadi masalah terutama bagi negara berkembang. Baik di setiap negara maju maupun negara yang sedang berkembang menghadapi masalah kestabilan serta masalah pertumbuhan ekonomi. Menurut Siregar, et al (2006) bahwa stabilitas ekonomi dapat dilihat dari dampak guncangan suatu variabel makroekonomi terhadap variabel makroekonomi yang lainnya. Apabila dampak suatu guncangan menyebabkan fluktuasi yang besar pada variabel ekonomi dan diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, maka dapat dikatakan bahwa stabilitas makroekonomi rentan terhadap perubahan. Jika sebaliknya, dampak guncangan menunjukkan fluktuasi yang kecil dan waktu untuk mencapai keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama maka dapat dikatakan bahwa kondisi makroekonomi masih stabil. 7 Dalam hal ini Indeks Kondisi Moneter maupun Indeks Kondisi Keuangan merupakan indikator yang dapat menggambarkan kondisi makroekonomi. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam indikator tersebut akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “ Hubungan Antara Kondisi Moneter dan Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia : Analisis VECM ( Periode Tahun 2006-2015)” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas yang menunjukkan pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi, maka rumusan masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia pada tahun 2006-2015? 2. Bagaimana respon pertumbuhan ekonomi terhadap goncangan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan di Indonesia pada tahun 2006-2015? 3. Bagaimana peran Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan dalam menjelaskan pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun 2006-2015? 8 C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin diperoleh yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 2. Untuk mengetahui respon yang ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi terhadap goncangan variabel Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan 3. Untuk mengetahui peran Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini untuk berbagai pihak yaitu sebagai berikut: 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan penerapan teori yang telah diperoleh selama masa perkuliahan serta dapat menjadi sarana untuk mengasah pengetahuan penulis terkait dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini. 2. Bagi pembaca, penelitian ini memberikan informasi kepada pembaca mengenai pengaruh Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam upaya mengantisipasi goncangan ekonomi yang terjadi. 9 4. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi hasi-hasil penelitian dengan menjadikan penelitian pembelajaran bagi penelitian selanjutnya. ini referensi dan