BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Typhus Abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 1999). Demam tifoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fogosit mononuclear dan membutuhkan tatanama yang terpisah. (Horrison, 1999) Demam enterik adalah sindrom klinis sitemik yang dihasilkan oleh organisme salmonella tertentu (Nelson, 1999). Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melaluiu makanan dan minuman dan air yang tercemar dan sering timbul dalam wabah (Markum, 1991). Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi dan terdapat pada saluran pencernaan yang disertai dengan demam lebih dari satu minggu, dan gangguan kesadaran. B. ANATOMI DAN FISIOLOGI Gambar 1 Anatomi Tubuh Gambar: http:www.medicastore.com Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkanya untuk asimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagianbagian berikut: 1. Mulut Adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi disisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi dan disebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Gambar 2 Anatomi Mulut Gambar: http:www.medicastore.com a. Bagian luar yang sempit/vestibula yaitu ruang diantara gusi,gigi,bibir,dan pipi : 1) Bibir Disebelah luarmulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa)Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depressor anguli oris menekan ujung mulut. 2) Pipi,dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator. 3) Gigi b. Bagian rongga mulut atau bagian dalam,yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring. 1) Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu: Palatum Durum (palatum keras) yang tersususn atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari 2 tulang palatum. Palatum Mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergaerak,terdiri atas jaringan Fibrosa dan selaput lendir. 2) Lidah Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan kesegala arah. Lidah dibagi atas 3 bagian: a). Radiks Lingua = pangkal lidah b). Dorsum lingua = punggung lidah c). Apeks Lingua = ujung lidah Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epligotis, Punggung lidah (dorsum lingua),terdapat putting-putting pengecap/ ujung saraf pengecap, Frenulum lingua,merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sub lingua, terdapat disebelah kiri dan kanan frenulum lingua. Disini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sub lingua ini terdapat saluran dari glandula parotis, sub maksilaris dan glndula sub lingualis. 1) Kelenjar Ludah Merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus wartoni dan duktus stnsoni. Kelenjar ludah ada2, yaitu: a). Kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah. b). Kelenjar ludah bawah ludah (kelenjar sublingualis) yang terdapat disebelah depan dibawah lidah. Dibawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah. diantara lipatan bawah lidah bagian bawah dari lidah disebut koronkula. sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar luadah (saliva). Saliva dihasilkan didalam rongga mulut disekitar rongga mulut. Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu: i. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,duktusnya duktus stensoni.Duktus ini keluar dari glandula parotis menuju kerongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator) ii. Kelenjar submaksilaris,terletak dibawah rongga mulut bagian belakang,duktusnya bernama duktus wartoni,bermuara di rongga mulut bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh saraf-saraf tak sadar. 2) Otot lidah Otot ekstrinsik lidah berasal darirahang bawah (M.mandibularis,oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot intrinsik yang terdapat pada lidah. M.Genioglossus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai ke radiks lingua. 2. Farinx Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus),didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit. Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dengan jalan makanan,letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaran lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaran lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari: a. Bagian superior (nasofaring ),bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. b. Bagian media (orofaring),berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian superior disebut faring = faring yang menghubungkan tekak dengan tenggorokan (trakea). c. Bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan faring 3. Esofagus Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,panjangnya + 25 cm,mulai dari faring sampai masuk kardiac dibawah lambung. Lapisan dinding esofagus dari dalam ke luar terdiri dari : lapisan selaput lendir (mukosa),lapisan submukosa,lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. 4. Lambung (gaster) Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster lambung, terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilarik terletak dibawah diafragma didepan pangkreas dan limpa menempel disebelah kiri fundus uteri. Bagian lambung terdiri dari: a. fundus ventrikuli Bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri osteom kardium dan biasanya penuh berisi gas. b. korpus fentrikuli Korpus fentrikuli setinggi ostium kardium suatu lekukan pada bagian bawah kurfatura minor. c. antrum vilorus Antrum vilorus bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus. d. Kurvatura minor Kurvatura minor terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari osteom kardiak sampai ke pilorus. e. kurvatura mayor Kurvatura mayor lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteom kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lenalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa. f. Osteom kardiakum Osteom kardiakum merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen masuk ke lambung pada bagian ini terdapat orifisium pilorik. Gambar 3 Anatomi Lambung Gambar: http:www.medicastore.com 5. Usus halus (intesinum minor) Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 m merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dibagi dalam beberapa bagian. a. Duodenum Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm, berbentuk seperti sepatu kuda melengkung kekiri pada lengkungan ini terdapat pangkreas. b. Yeyenum dan illium Mempunyai panjang sekitar 6 m, dua perlima bagian atas adalah (yeyenum) dengan panjang 2-3 m dan ilium dengan panjang 4-5 m. Lekukan yeyenum dan ilium melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan. peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. (Syaifuddin, 1992) Gambar 4 Anataomi Usus Halus Gambar: http:www.medicastore.com 6. Usus besar panjangnya 1,5 m lebarnya 5-6 cm, bagian-bagian usus besar: a. Seikum Dibawah seikum terdapat apendik vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. b. Kolon asenden Panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ilium kebawah hati. c. Apendik Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. d. Kolon tranfersum Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat flektura hepatika dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis. e. Kolon desenden Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri, membujur dari atas ke bawah dari flksura lienalis sampai kedepan ilium kiri bersambung dengan kolon sigmoid. f. Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desenden terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. Gambar 5 Kolon Sigmoid Gambar: http:www.medicastore.com 7. Rektum Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis didepan os sakrum dan os koksigis 8. Anus Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar) terletak didasar pelvis didingnya diperkuat oleh 3 spinter: a. Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak. b. Spinter Levator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. c. Spinter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1992). Gambar 6 Anatomi Anus Gambar: http:www.medicastore.com Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus-menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi. Sistem pencernaan dimulai pada saat makanan masuk kedalam mulut dan di hancurkan oleh gigi. Penglihatan, penciuman dan pengecap makanan mencetuskan saliva oleh reflek saraf. Seliva melumaskan makanan dan memungkinkan makanan untuk diubah menjadi massa yang lunak atau bolus. Sebagian makanan dihancurkan kemudian dapat lebih menstimulasi reseptor-reseptor pengecap. Selain fungsi ini saliva juga mengandung enzim ptialin yang memulai pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana. Saliva di sekresi oleh 3 kelenjar utama: Kelenjar parotis yang menghasilkan saliva yang banyak mengandung air. Kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular yang menghasilkan saliva berair dan berlendir (Monica Ester, 1999). Menelan dimulai sebagai kerja volunter yang kemudian bergabung berlahan menjadi reflek ivolunter. Menelan terjadi dalam tiga tahapan : 1. Fase oral Makanana yang telah dikunyah oleh mulut-dinamakan bolus-didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunteer lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan untuk gerakan reflek menelan. 2. Fase faringeal Platum mole dan uvula bergerak secara reflek menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, laring teranfkat dan nmenutup glottis, mencegah makanan memasuki trakea. Kontraksi otot kontriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esophagus. Gerakan retroversi epiglotis diatas orifisum. Laringius adalah tindak lanjut untuk melindungi saluran pernapasan tetapi terutama untuk menuutup glottis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan secara serentak di hambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi. Sebenarnya hampir tidak mungkin secara Volunter menarik napas dan menelan secara bersamaan. 3. fase esophageal Mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus masuk esophagus. Setelah relaksasi yang singkat ini gelombang peristaltic primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan esophagus mendorong bolus menuju sfingter esophagus bagian distal. Adanya lolus sejenak merelaksasikan otot sfingter distal ini sehingga memungkinkan bolus masuk kelambung (prince, sylvia Anderson,2002). Absorbsi didalam lambung sangat terbatas tetapi glukosa dan alkohol diabsorbsi sangat baik. Di dalam lambung makanan diubah oleh berbagai bentuk sekresi dari kelenjar lambung menjadi cairan seperti susu yang disebut kimus, yang cocok untuk dapat melewati usus halus. Fundus dan korpus lambung mempunyai kelenjar berduktus pendek dan asini panjang. Kelenjar ini dilapisi oleh sel-sel peptic yang mensekresi pepsinogen suatu enzim yang diubah menjadi pepsin dan dengan demikian dimulailah proses pemecahan protein. Sel-sel oksintik yang mensekresi gas hidroklonik dan menghasilkan gas berkonsentrasi tinggi di dalam lambung. Keasaman yang tinggi dapat mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Mensterilkan makanan membuat kalsium dan zat besi cocok untuk diserap. Didalam antrum lambung kelenjar mempunyai duktus yang panjang dan asini pendek berpilin kelenjar ini menghasilkan mukus bersifat basa dan gastrin. Hormon yang sangat berguna yang mengontrol sekresi asam. Kimus memasuki duodenum melalui pilorus dicampur oleh sekresi dinding duodenum, empedu dan getah pankreas. Sekresi duodenum dari kelenjar mukosa dan dari kelenjar submukosa bruners yang mengandung bikarbonat dan bersifat basa, sehingga membantu menetralkan kimus yang asam. Empedu 1600 ml per hari disekresi oleh sel-sel hepar dan disimpan dan dipekatkan (sekitar 10 kalinya) didalam kandung empedu. Adanya makanan dalam duodenum menyebabkan kandung empedu berkontraksi dan mengeluarkan empedu ke duktus sistikus dan duktus empedu melalui ampula pada duodenum dan jejenum, mukosa terbenam didalam lipatan-lipatan dan fili panjang dan sangat rapat. Mengarah lke ilium, lapisan mukosa lebih sedikit lipatanya dan dindingnya lebih tipis dan vilinya lebih pendek dan lebih panjang. Pada sel-sel yang melapisi vili terjadi hal-hal berikut: a. Proteas Memecahkan peptida menjadi asam amino yang diserap melalui kapiler-kapiler kedalam aliran darah. b. Lactase Laktase, sucrose, memecahkan disakarida menjadi monosakarida (terutama glukosa) yang diserap melalui kapiler-kapiler kedalam aliran darah. c. Lipase Bekerja pada pemecahan lemak untuk membentuk ; 1) Asam-asam lemak sederhana dan gliserol yang diserap melalui kapiler kapiler kedalam aliran darah 2) Asam-asam lemak rantai panjang dan gliseral yang bergabung kembali untuk membentuk lemak trigliserida dan melewati kedalam lacteal limfatik sebagai droplet yang sangat halus (kilomikron) bersamaan dengan vit A dan D yang larut dalam lemak. 3) Garam-garam empedu yang direabsorbsi dalam ilium bagian bawah. 4) Vitamin-vitamin larut dalam air diserap langsung kedalam aliran darah. 5) Zat besi diserap terutama dalam duodenum bagian atas. 6) Vitamin B12 (berikatan dengan factor-faktor intrinsik) diserap pada ilium bagian bawah. Semua pencernaan dan penyerapan yang penting terjadi didalam usus halus baik lambung maupun usus besar dapat diangkat seluruhnya tanpa menyebabkan dampak yang serius kira-kira sampai sepertiga usus halus dapat diangkat tanpa memberikan efek pada pencernaan dan daya tahan hidup masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1 meter usus halus kedalam keadaan utuh. Kimus bergerak dan ilium menuju sekum melalui katup ileo-sekal, lipatan mukosa dalam cekum yang cenderung mencegah aliran balik kimus 5 cm terakhir leum bekerja sebagi sfingter. Sfingter ini biasanya berkontraksi pengisian lambung membuat sfingter ini relaksasi dan isi ilium masuk kedalam sekum. Reflek gastrokolik ini sering berkaitan denagn gerakan masa. Gerakan masa adalah gerakan cepat tiba-tiba dari peristaltik dimulai dalam kolon tengah. Gerakan ini menggerakkan isi usus besar ke dalam kolon bawah atau bahkan ke rektum. Gerakan mencarmpur sekmental juga terjadi dalam usus besar. Rektum normalnya kosong dari faces tetapi ketika faces melewati rektum akibat distensi dari dinding rectum membangkitkan sensasi kesadaran. Keputusan volunter kemudian dibuat apakah untuk membiarkan reflek defekasi dengan merelaksasi sfingter Ani ekternal. Defekasi disertai dengan kontraksi peristaltik kuat dari kolon desenden dan kolon relvis dan rektum dan kontraksi volonter otot abdomen meningkatkan tekanan intra abdomen. C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari WC dan menyiapkan makanan. ( www.emedicine.com) Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar), terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar) terdapat pada flagella, antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen. `Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin (Ngastiyah,1997). Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas (Pwww.medscape.comP). D. PATOFISIOLOGI Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dengan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel system retikulo endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien (Rachmat juwono,1999). Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (www.medscape.com). E. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi klinik yang biasa ditemukan ialah : 1. Demam Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2. Gangguan pada saluran pencernan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kiemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejalagejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah, 1997). F. PENATALAKSAAN KLINIS Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu: 1. Perawatan Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadi komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakuakan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubahubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. 2. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung . Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga di berikan makanan lunak. Beberapa penelitian manunjukan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk- pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman . 3. Obat Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah: a. Kloramfenikol Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari. b. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari. c. ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol) Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari. d. Ampicillin dan Amoksisilin Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari. e. Sefalosforin generasi ketiga Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam typid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti. f. Fluorokinolon Fluorokinolon efektif untuk untuk demam typid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. Obat-obat Simtomatik: a. Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam tifoid, karena tidak dapat berguna. b. Kortikosteroid Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps (Ngastiyah, 1997). G. KOMPLIKASI Dapat terjadi: 1. Pada usus halus: a. Perdarahan usus Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. b. Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirangga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diagfragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. c. Peritonitis Biasanya menyaertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan. 2. Diluar usus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan laiun-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 1997 H. PENGKAJIAN FOKUS 1. Pola Pengkajian Fungsional a. Aktivitas/Istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare , merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. b. Sirkulasi Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri), kemerahan, area ekimosis,TD : Hipotensi, termasuk postural kulit/membrane mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi). c. Integritas Ego Gejala :Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal, perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan, factor stress akut/kronis,misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, Pengobatan yang mahal Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi d. Eliminasi Gejala : Tekstur feses berfariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair, episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering, tak dapat dikontrol (sebanyak 20-30 kali defekasi/hari). Perasan dorongan/kram (tenesmus), defekasi berdarah/ pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses,Perdarahan perektal, Dehidrasi Tanda : Menurunya bising usus, tidak ada peristaltic atau adanya peristaltic yang dapat dilihat, Hemoroid, oliguria, fisura anal (25%) fisura perianal. e. Makanan/Cairan Gejala : Anoreksia, mual/ muntah, Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diet/sensitive misisalnya Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak. Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot dan turgor kulit buruk, Membrane mukosa pucat, luka inflamasi di mulut. f. Higiene Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan prawatan diri, bau, badan. g. Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan dengan defekasi), titik nyeri berpindah, nyeri tekan. Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi. h. Keamanan Gejala : Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis,arthritis (memperburuk gejala dengan eksaserbasi penyakit usus), peningkatan suhu 39,6-400 C, penglihatan kabur, alergi terhadap makanan/ produk susu (mengeluarkan histamine ke dalam usus dan mempunyai efek inflamasi. Tanda : lesi kulit mungkin ada misalnya eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan, dan membengkak pada tangan, muka,paha, kaki, dan mata kaki Uveitis, konjungtivitis/iris). i. Seksualitas Gejala: Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas seksual. j. Interaksi sosial Gejala : Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi Ketidakmampuan aktif dalam social. k. Penyuluhan / pembelajaran Gejala pertimbangan: : Riwayat DRG keluarga menunjukan dengan lama penyakit dirawat: 7,1 inflamasi hari, usus, rencana pemulamgan: bantuan dengan program diet, program obat, dukungan psikologis. 2. Pemeriksaan Penunjang a. Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan penyakit). Terutama yang mengandung mukosa, darah, pus, dan organisme. b. Protoksigmoitoskopi: Memperlihatkan ulkus, edema, hyperemia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 85%bagian pada pasien ini. c. Sitologi dan biopsy rectal: Membedakan antara proses infeksi dan karsinoma (terjadi 10-20 kali lebih sering dari pada populasi umum ). Perubhan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrate inflamasi yang disebut abses lapisan bawah. d. Enema barium: Dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksaserbasi. e. Kolonoskopi: Mengidentifikasi adesi, perubahan lumen dinding (menyempit/tak teratur), menunjukan obstruksi usus. f. Darah lengkap: dapat menunjukan anemia hiperkronik (penyakit aktif umum terjadi sehubungan dengan kehilangan darah dan kekurangan besi), leukositosis dapat terjadi, khusnya pada kasus berat atau komplikasi dan pada pasien dengan terapi steroid. g. Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah. h. Masa protrombin : Memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K. i. Trombositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi. j. Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. k. Kadar bilirubin : Penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan fungsi hati. l. Alkali fosfatase : Meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia, menunjukan gangguan funsi hati (misalkan Serosis) m. Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe berat/setelah proses inflamasi panjang (Doenges,1999). I. PATHWAYS KEPERAWATAN Air dan makanan yang terpapar kuman salmonella typhii Mulut Saluran pencernaan Typhus Abdominalis Usus Peningkatan asam lambung Perasaan tidak enak pada Proses infeksi perut, mual, muntah Merangsang peningkatan (anorexia) peristaltic usus Limfoid plaque penyeri di ileum terminalis Perdarahan dan perforasi intestinal Diare Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kuman masuk aliran limfe mesentrial Gangguan Pemenuhan kebutuhan eleminasi BAB Menuju hati,&limfa Kuman berkembang biak Deficit volume cairan Hipertrofi (hepato splenomegali) Jaringan tubuh (limfa) Penekanan pada saraf di hati Peradangan Nyeri ulu hati Kurang intake cairan Pelepasan zat pyrogen Pusat termogulasi tubuh Gangguan rasa nyaman; nyeri Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) Demam (Rahmat Yuwono,1999). A. FOKUS INTERVENSI DAN RASIOANAL 1. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan : gangguan absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi, takut makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan lemak, subkutan/ massa otot, tonus otot buruk, bunyi usus hiperaktif, konjungtiva dan membrane mukosa pucat. a. Tujuan : serelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi. b. Rencana tindakan: 1) Timbang berat badan setiap hari Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi 2) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. 3) Anjurkan istirahat sebelum makan. Rasional :Menenangkan peristaltic,dan meningkatkan rasa makanan. 4) Berikan kebersihan oral Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan. 5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani. Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan. 6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus. Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala. 7) Catat masukan dan perubahan simtomatologi. Rasional : Memberikan rasa control pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/ dinikmati, dapat meningkatkan masukan. 8) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diet. Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala. 9) Pertahankan puasa sesuai indikasi. Rasional : Istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan malabsorsi/kehilangan nutrient. 10) Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi. Rasional : program inii mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutisi penuh. 2. Hipertermi berhubungan dengan : peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit kemerahan, hangat waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh dalam baras normal. b. Rencana tindakan 1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan menggigil. Rasional : suhu 38,9-41,1’C menunjukan proses penyakit infeksius akat. Poa demam dapat membantu dalam diagnosis, mis.kurva demam lanjut berakhirlebih dari 24 jam menunjukan pneumonia pnemokokal, demam scarlet atau tipoid. 2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambah linen temat tidur, sesuai indikasi. Rasional : Suhu lingkungan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3) Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alkohol Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. (penggunaan alcohol/air es mungkin menyebabkan, peningkatan suhu secara actual. Selain itu, alkohol dapat mengringkan kulit. 4) Kolaborasi pemberian antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam untuk aksi sentralnya pada hipotalamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi. 5) Berikan selimut dingin 6) Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 ‘C pada waktu terjadi kerusakan /gangguan pada otak. 3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan : hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula.ditandai dengan laporan nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah, perhatian diri sendiri. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyaman terpenuhi b. Rencana tindakan : 1) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta analgetik. 2) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri. Rasional : Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit crohn. Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan terus-menerus.perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi. 3) Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak, berhatihati engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk verbal dan non verbal. Rasional : Bahasa tubuh/ petunjuk non verbal dapat secara psikologis dan fisiologis dan dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah. 4) Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri. Rasional : Dapat menunjukan dengan tepat pencetus dan factor pemberat seperti stress,, tidak toleran terhadap makanan atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi. 5) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut fleksi Rasional : Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control. 6) Berikan tindakan nyaman (mis, pijatan punggung, ubah posisi) dan aktivitas senggang. Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping. Bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan memberikan perawatan kulit, misalnya salep, jel/jeli minyak. 4. Gangguan eliminasi: Diare B.D inflamsi, iritasi, atau malabsorbsi usus, adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen.ditandai dengan peningkatan bunyi usus/peristaltic, defeksi sering dan berair, perubahan warna feses, nyeri abdomen, tiba-tiba, kram.. a. Tujuan: Selama dalam keperawatan kebutuhan eliminasi pasien dapat terpenuhi b. Intervensi: 1) Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah Rasional: membantu mengukur cairan yang hilang dan cairan yang akan dibutuhkan. 2) Dorong diet tinggi serat/bulk dalam batasan diet, denngan masukan cairan sedang sesuai diet yang dibuat. Rasional: Meningkatkan konsistensi Fases. Meskipun cairan perlu untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan cairan mempengaruhi diare. 3) Batasi masukan lemak sesuai indikasi. Rasional: Diet rendah lemak menurunkan risiko faces cairan dan membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak. 4) Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai indikasi. Berikan rendam pada pusaran air. Rasional: Iritasi anal, ekskorisasi dan pruritus terjadi karena diare. Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk membersihkan dan dapat membuat malu untuk meminta bantuan. 5. Resiko kekurangan volume cairan B.D intake cairan yang tidak adekuat dan panas atau suhu tubuh yang meningkat. a. Tujuan: Gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi. b. Intervensi: 1) monitor tanda-tanda dehidrasi (mukosa mulut dan bibir kering). Rasional: untuk mengidentifikasi apakah tanda-tanda dehidrasi 2) monitor intake dan out put Rasional: mengukur cairan yang masuk dan keluar, sehingga pencegahan atau pengobatan dehidrasi dapat tercapai dengan tepat 3) monitor vital sign dan keadaan umum pasien Rasional: Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah (misalnya TD <90 mm Hg, dan nadi >110 diduga 25% penurunan volume dan kurang lebih !000 ml). Hipotensi postural menunjukan penurunan volume sirkulasi. 4) kolaborasi dokter untuk pemberian cairan parenteral dan obat anti emetic jika pasien muntah. Rasional: dengan memberikan obat anti emetik diharapkan out put cairan dapat berkurang ( Doenges, 2000).