BAB II

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN.
Typhus Abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi
akut yang biasaya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 1999).
Demam tifoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fogosit
mononuclear dan membutuhkan tatanama yang terpisah. (Horrison, 1999)
Demam enterik adalah sindrom klinis sitemik yang dihasilkan oleh
organisme salmonella tertentu (Nelson, 1999).
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari
kotoran ke mulut melaluiu makanan dan minuman dan air yang tercemar dan sering
timbul dalam wabah (Markum, 1991).
Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman salmonella typhi dan terdapat pada saluran pencernaan yang disertai dengan
demam lebih dari satu minggu, dan gangguan kesadaran.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1
Anatomi Tubuh
Gambar: http:www.medicastore.com
Sistem
pencernaan
berurusan
dengan
penerimaan
makanan
dan
mempersiapkanya untuk asimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagianbagian berikut:
1. Mulut
Adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi disisi-sisinya
oleh tulang maxilaris dan semua gigi dan disebelah belakang bersambung dengan
awal farinx.
Gambar 2
Anatomi
Mulut
Gambar: http:www.medicastore.com
a. Bagian luar yang sempit/vestibula yaitu ruang diantara gusi,gigi,bibir,dan pipi
:
1) Bibir
Disebelah luarmulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi
oleh selaput lendir (mukosa)Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator
anguli oris mengakat dan depressor anguli oris menekan ujung mulut.
2) Pipi,dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,otot yang
terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
3) Gigi
b. Bagian rongga mulut atau bagian dalam,yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang
bersambung dengan faring.
1) Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu: Palatum Durum (palatum keras) yang
tersususn atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih
kebelakang terdiri dari 2 tulang palatum. Palatum Mole (palatum lunak)
terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergaerak,terdiri atas jaringan Fibrosa dan selaput lendir.
2) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot
lidah ini dapat digerakkan kesegala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian:
a). Radiks Lingua = pangkal lidah
b). Dorsum lingua = punggung lidah
c). Apeks Lingua = ujung lidah
Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epligotis, Punggung lidah
(dorsum lingua),terdapat putting-putting pengecap/ ujung saraf pengecap,
Frenulum lingua,merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira ditengah-tengah, jika lidah digerakkan ke
atas nampak selaput lendir. Flika sub lingua, terdapat disebelah kiri dan
kanan frenulum lingua. Disini terdapat pula lipatan selaput lendir.
Pada pertengahan flika sub lingua ini terdapat saluran dari glandula
parotis, sub maksilaris dan glndula sub lingualis.
1) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus
wartoni dan duktus stnsoni. Kelenjar ludah ada2, yaitu:
a). Kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di
bawah tulang rahang atas pada bagian tengah.
b). Kelenjar ludah bawah ludah (kelenjar sublingualis) yang terdapat
disebelah depan dibawah lidah.
Dibawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah
bawah lidah. diantara lipatan bawah lidah bagian bawah dari lidah
disebut koronkula. sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar
luadah (saliva). Saliva dihasilkan didalam rongga mulut disekitar
rongga mulut. Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah
yaitu:
i. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara
prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,duktusnya duktus
stensoni.Duktus ini keluar dari glandula parotis menuju kerongga
mulut melalui pipi (muskulus buksinator)
ii. Kelenjar submaksilaris,terletak dibawah rongga mulut bagian
belakang,duktusnya bernama duktus wartoni,bermuara di rongga
mulut bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh
saraf-saraf tak sadar.
2) Otot lidah
Otot ekstrinsik lidah berasal darirahang bawah (M.mandibularis,oshitoid
dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk anyaman
bergabung dengan otot intrinsik yang terdapat pada lidah. M.Genioglossus
merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian
dalam yang menyebar sampai ke radiks lingua.
2. Farinx
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus),didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
Disini
terletak
persimpangan
antara
jalan
nafas
dengan
jalan
makanan,letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,didepan ruas
tulang belakang.
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaran
lubang bernama koana.
Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaran lubang
yang disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari:
a. Bagian superior (nasofaring ),bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga.
b. Bagian media (orofaring),berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian
superior disebut faring = faring yang menghubungkan tekak dengan
tenggorokan (trakea).
c. Bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan faring
3. Esofagus
Merupakan
saluran
yang
menghubungkan
tekak
dengan
lambung,panjangnya + 25 cm,mulai dari faring sampai masuk kardiac dibawah
lambung.
Lapisan dinding esofagus dari dalam ke luar terdiri dari : lapisan selaput
lendir (mukosa),lapisan submukosa,lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan
otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan
tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam
abdomen menyambung dengan lambung.
4. Lambung (gaster)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster lambung, terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilarik terletak dibawah
diafragma didepan pangkreas dan limpa menempel disebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari:
a. fundus ventrikuli
Bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri osteom kardium
dan biasanya penuh berisi gas.
b. korpus fentrikuli
Korpus fentrikuli setinggi ostium kardium suatu lekukan pada bagian
bawah kurfatura minor.
c. antrum vilorus
Antrum vilorus bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura minor
Kurvatura minor terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari
osteom kardiak sampai ke pilorus.
e. kurvatura mayor
Kurvatura mayor lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari
sisi kiri osteom kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kekanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lenalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa.
f. Osteom kardiakum
Osteom kardiakum merupakan tempat dimana esofagus bagian
abdomen masuk ke lambung pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Gambar 3
Anatomi Lambung
Gambar: http:www.medicastore.com
5. Usus halus (intesinum minor)
Adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 m merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan.
Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dibagi
dalam beberapa bagian.
a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm, berbentuk
seperti sepatu kuda melengkung kekiri pada lengkungan ini terdapat pangkreas.
b. Yeyenum dan illium
Mempunyai panjang sekitar 6 m, dua perlima bagian atas adalah
(yeyenum) dengan panjang 2-3 m dan ilium dengan panjang 4-5 m. Lekukan
yeyenum dan ilium melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara
lipatan. peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
(Syaifuddin, 1992)
Gambar 4
Anataomi Usus Halus
Gambar: http:www.medicastore.com
6. Usus besar
panjangnya 1,5 m lebarnya 5-6 cm, bagian-bagian usus besar:
a. Seikum
Dibawah seikum terdapat apendik vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
b. Kolon asenden
Panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur
keatas dari ilium kebawah hati.
c. Apendik
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati
oleh beberapa isi usus.
d. Kolon tranfersum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai ke kolon
desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat flektura hepatika
dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis.
e. Kolon desenden
Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri, membujur
dari atas ke bawah dari flksura lienalis sampai kedepan ilium kiri bersambung
dengan kolon sigmoid.
f. Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desenden terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
Gambar 5
Kolon Sigmoid
Gambar: http:www.medicastore.com
7. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis didepan os sakrum dan os koksigis
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar (udara luar) terletak didasar pelvis didingnya diperkuat oleh 3 spinter:
a. Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b. Spinter Levator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Spinter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1992).
Gambar 6
Anatomi Anus
Gambar: http:www.medicastore.com
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus-menerus
pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi. Sistem pencernaan dimulai pada saat
makanan masuk kedalam mulut dan di hancurkan oleh gigi. Penglihatan,
penciuman dan pengecap makanan mencetuskan saliva oleh reflek saraf. Seliva
melumaskan makanan dan memungkinkan makanan untuk diubah menjadi massa
yang lunak atau bolus. Sebagian makanan dihancurkan kemudian dapat lebih
menstimulasi reseptor-reseptor pengecap. Selain fungsi ini saliva juga
mengandung enzim ptialin yang memulai pemecahan karbohidrat menjadi gula
sederhana. Saliva di sekresi oleh 3 kelenjar utama: Kelenjar parotis yang
menghasilkan saliva yang banyak mengandung air. Kelenjar sublingual dan
kelenjar submandibular yang menghasilkan saliva berair dan berlendir (Monica
Ester, 1999).
Menelan dimulai sebagai kerja volunter yang kemudian bergabung berlahan
menjadi reflek ivolunter. Menelan terjadi dalam tiga tahapan :
1. Fase oral
Makanana yang telah dikunyah oleh mulut-dinamakan bolus-didorong
ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunteer lidah.
Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan untuk gerakan reflek
menelan.
2. Fase faringeal
Platum mole dan uvula bergerak secara reflek menutup rongga hidung.
Pada saat yang sama, laring teranfkat dan nmenutup glottis, mencegah
makanan memasuki trakea. Kontraksi otot kontriktor faringeus mendorong
bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki
esophagus. Gerakan retroversi epiglotis diatas orifisum. Laringius adalah
tindak lanjut untuk melindungi saluran pernapasan tetapi terutama untuk
menuutup glottis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan
secara serentak di hambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi.
Sebenarnya hampir tidak mungkin secara Volunter menarik napas dan
menelan secara bersamaan.
3. fase esophageal
Mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan memungkinkan
bolus masuk esophagus. Setelah relaksasi yang singkat ini gelombang
peristaltic primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus,
menyebabkan esophagus mendorong bolus menuju sfingter esophagus bagian
distal. Adanya lolus sejenak merelaksasikan otot sfingter distal ini sehingga
memungkinkan bolus masuk kelambung (prince, sylvia Anderson,2002).
Absorbsi didalam lambung sangat terbatas tetapi glukosa dan alkohol
diabsorbsi sangat baik. Di dalam lambung makanan diubah oleh berbagai
bentuk sekresi dari kelenjar lambung menjadi cairan seperti susu yang disebut
kimus, yang cocok untuk dapat melewati usus halus. Fundus dan korpus
lambung mempunyai kelenjar berduktus pendek dan asini panjang. Kelenjar
ini dilapisi oleh sel-sel peptic yang mensekresi pepsinogen suatu enzim yang
diubah menjadi pepsin dan dengan demikian dimulailah proses pemecahan
protein.
Sel-sel oksintik yang mensekresi gas hidroklonik dan menghasilkan gas
berkonsentrasi tinggi di dalam lambung. Keasaman yang tinggi dapat
mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Mensterilkan makanan membuat
kalsium dan zat besi cocok untuk diserap. Didalam antrum lambung kelenjar
mempunyai duktus yang panjang dan asini pendek berpilin kelenjar ini
menghasilkan mukus bersifat basa dan gastrin. Hormon yang sangat berguna
yang mengontrol sekresi asam.
Kimus memasuki duodenum melalui pilorus dicampur oleh sekresi
dinding duodenum, empedu dan getah pankreas. Sekresi duodenum dari
kelenjar mukosa dan dari kelenjar submukosa bruners yang mengandung
bikarbonat dan bersifat basa, sehingga membantu menetralkan kimus yang
asam. Empedu 1600 ml per hari disekresi oleh sel-sel hepar dan disimpan dan
dipekatkan (sekitar 10 kalinya) didalam kandung empedu. Adanya makanan
dalam
duodenum
menyebabkan
kandung
empedu
berkontraksi
dan
mengeluarkan empedu ke duktus sistikus dan duktus empedu melalui ampula
pada duodenum dan jejenum, mukosa terbenam didalam lipatan-lipatan dan
fili panjang dan sangat rapat. Mengarah lke ilium, lapisan mukosa lebih
sedikit lipatanya dan dindingnya lebih tipis dan vilinya lebih pendek dan lebih
panjang.
Pada sel-sel yang melapisi vili terjadi hal-hal berikut:
a. Proteas
Memecahkan peptida menjadi asam amino yang diserap melalui
kapiler-kapiler kedalam aliran darah.
b. Lactase
Laktase, sucrose, memecahkan disakarida menjadi monosakarida
(terutama glukosa) yang diserap melalui kapiler-kapiler kedalam aliran
darah.
c. Lipase
Bekerja pada pemecahan lemak untuk membentuk ;
1) Asam-asam lemak sederhana dan gliserol yang diserap melalui kapiler
kapiler kedalam aliran darah
2) Asam-asam lemak rantai panjang dan gliseral yang bergabung kembali
untuk membentuk lemak trigliserida dan melewati kedalam lacteal
limfatik sebagai droplet yang sangat halus (kilomikron) bersamaan
dengan vit A dan D yang larut dalam lemak.
3) Garam-garam empedu yang direabsorbsi dalam ilium bagian bawah.
4) Vitamin-vitamin larut dalam air diserap langsung kedalam aliran
darah.
5) Zat besi diserap terutama dalam duodenum bagian atas.
6) Vitamin B12 (berikatan dengan factor-faktor intrinsik) diserap pada
ilium bagian bawah.
Semua pencernaan dan penyerapan yang penting terjadi didalam
usus halus baik lambung maupun usus besar dapat diangkat seluruhnya
tanpa menyebabkan dampak yang serius kira-kira sampai sepertiga usus
halus dapat diangkat tanpa memberikan efek pada pencernaan dan daya
tahan hidup masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1 meter usus
halus kedalam keadaan utuh.
Kimus bergerak dan ilium menuju sekum melalui katup ileo-sekal,
lipatan mukosa dalam cekum yang cenderung mencegah aliran balik
kimus 5 cm terakhir leum bekerja sebagi sfingter. Sfingter ini biasanya
berkontraksi pengisian lambung membuat sfingter ini relaksasi dan isi
ilium masuk kedalam sekum. Reflek gastrokolik ini sering berkaitan
denagn gerakan masa. Gerakan masa adalah gerakan cepat tiba-tiba dari
peristaltik dimulai dalam kolon tengah. Gerakan ini menggerakkan isi
usus besar ke dalam kolon bawah atau bahkan ke rektum. Gerakan
mencarmpur sekmental juga terjadi dalam usus besar.
Rektum normalnya kosong dari faces tetapi ketika faces melewati
rektum akibat distensi dari dinding rectum membangkitkan sensasi
kesadaran. Keputusan volunter kemudian dibuat apakah untuk membiarkan
reflek defekasi dengan merelaksasi sfingter Ani ekternal.
Defekasi disertai dengan kontraksi peristaltik kuat dari kolon
desenden dan kolon relvis dan rektum dan kontraksi volonter otot abdomen
meningkatkan tekanan intra abdomen.
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang
ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila
klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan
makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, dari WC dan menyiapkan makanan. ( www.emedicine.com)
Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu
antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar), terdiri dari zat
kompleks lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar) terdapat pada flagella,
antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen.
`Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin (Ngastiyah,1997).
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang
terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada
masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal
type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada
karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala
dan keluhannya tidak jelas (Pwww.medscape.comP).
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dengan air yang tercemar. Selanjutnya
akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium
menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya
gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena
segera diserbu sel system retikulo endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya
melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah mengalami bakterimia
sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi
lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di
hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera
diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu)
sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan
nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan
dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul
komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien (Rachmat juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja).
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypii masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia
bukan
merupakan
penyebab
utama
demam
pada
typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang (www.medscape.com).
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi
melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Menyusul manifestasi klinik yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kiemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejalagejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadangkadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah,
1997).
F. PENATALAKSAAN KLINIS
Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu:
1. Perawatan
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadi komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi
pasien dilakuakan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubahubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran menurun diberikan
makanan cair melalui sonde lambung . Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat
juga di berikan makanan lunak. Beberapa penelitian manunjukan bahwa
pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk- pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman .
3. Obat
Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
a. Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih
cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500
mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan
kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama dengan
kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol
lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada
demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c. ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg
sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun
rata-rata setelah 5-6 hari.
d. Ampicillin dan Amoksisilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan
leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan
sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam. Dengan ampicillin dan
amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
e. Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain
sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam typid, tatapi dan
lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam typid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Obat-obat Simtomatik:
a. Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien
demam tifoid, karena tidak dapat berguna.
b. Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral
dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari.
Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan
suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh
diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan
relaps (Ngastiyah, 1997).
G. KOMPLIKASI
Dapat terjadi:
1. Pada usus halus:
a. Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirangga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diagfragma pada foto
Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyaertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
2. Diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan laiun-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 1997
H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pola Pengkajian Fungsional
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah Insomnia, tidak
tidur semalaman karena diare , merasa gelisah dan ansietas, pembatasan
aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit.
b. Sirkulasi
Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses
inflamasi, dan nyeri), kemerahan, area ekimosis,TD : Hipotensi, termasuk
postural kulit/membrane mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah
(dehidrasi/malnutrisi).
c.
Integritas Ego
Gejala :Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal, perasaan tidak berdaya
/ tidak ada harapan, factor stress akut/kronis,misalnya hubungan dengan
keluarga/pekerjaan, Pengobatan yang mahal
Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi
d.
Eliminasi
Gejala : Tekstur feses berfariasi dari bentuk lunak sampai bau atau
berair, episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering,
tak
dapat
dikontrol
(sebanyak
20-30
kali
defekasi/hari).
Perasan
dorongan/kram (tenesmus), defekasi berdarah/ pus/ mukosa dengan atau tanpa
keluar feses,Perdarahan perektal, Dehidrasi
Tanda : Menurunya bising usus, tidak ada peristaltic atau adanya
peristaltic yang dapat dilihat, Hemoroid, oliguria, fisura anal (25%) fisura
perianal.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah, Penurunan berat badan, tidak
toleran terhadap diet/sensitive misisalnya Buah segar/sayur, produk susu,
makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot dan turgor kulit buruk,
Membrane mukosa pucat, luka inflamasi di mulut.
f.
Higiene
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan prawatan diri, bau, badan.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang
dengan dengan defekasi), titik nyeri berpindah, nyeri tekan.
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.
h.
Keamanan
Gejala
:
Riwayat
lupus
eritematosus,
anemia
hemolitik,
vaskulitis,arthritis (memperburuk gejala dengan eksaserbasi penyakit usus),
peningkatan suhu 39,6-400 C, penglihatan kabur, alergi terhadap makanan/
produk susu (mengeluarkan histamine
ke dalam usus dan mempunyai efek
inflamasi.
Tanda : lesi kulit mungkin ada misalnya eritema nodusum (meningkat,
nyeri tekan, kemerahan, dan membengkak pada tangan, muka,paha, kaki, dan
mata kaki Uveitis, konjungtivitis/iris).
i.
Seksualitas
Gejala:
Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas seksual.
j. Interaksi sosial
Gejala : Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi
Ketidakmampuan aktif dalam social.
k. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
pertimbangan:
:
Riwayat
DRG
keluarga
menunjukan
dengan
lama
penyakit
dirawat:
7,1
inflamasi
hari,
usus,
rencana
pemulamgan: bantuan dengan program diet, program obat, dukungan
psikologis.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama
kemajuan penyakit). Terutama yang mengandung mukosa, darah, pus, dan
organisme.
b. Protoksigmoitoskopi:
Memperlihatkan
ulkus,
edema,
hyperemia,
dan
inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang
menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada
85%bagian pada pasien ini.
c. Sitologi dan biopsy rectal: Membedakan antara proses infeksi dan karsinoma
(terjadi 10-20 kali lebih sering dari pada populasi umum ). Perubhan
neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrate inflamasi yang disebut
abses lapisan bawah.
d. Enema
barium:
Dapat
dilakukan
setelah
pemeriksaan
visualisasi
dilakukan,meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena
dapat membuat kondisi eksaserbasi.
e. Kolonoskopi:
Mengidentifikasi
adesi,
perubahan
lumen
dinding
(menyempit/tak teratur), menunjukan obstruksi usus.
f. Darah lengkap: dapat menunjukan anemia hiperkronik (penyakit aktif umum
terjadi sehubungan dengan kehilangan darah dan kekurangan besi),
leukositosis dapat terjadi, khusnya pada kasus berat atau komplikasi dan pada
pasien dengan terapi steroid.
g. Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.
h. Masa protrombin : Memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII
dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.
i.
Trombositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
j.
Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
k. Kadar bilirubin : Penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan
fungsi hati.
l.
Alkali fosfatase : Meningkat, juga dengan kolesterol serum dan
hipoproteinemia, menunjukan gangguan funsi hati (misalkan Serosis)
m. Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe berat/setelah proses
inflamasi panjang (Doenges,1999).
I. PATHWAYS KEPERAWATAN
Air dan makanan yang terpapar
kuman salmonella typhii
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
Usus
Peningkatan asam lambung
Perasaan tidak enak pada
Proses infeksi
perut, mual, muntah
Merangsang peningkatan
(anorexia)
peristaltic usus
Limfoid plaque penyeri di
ileum terminalis
Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Gangguan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Kuman masuk aliran
limfe mesentrial
Gangguan Pemenuhan
kebutuhan eleminasi
BAB
Menuju hati,&limfa
Kuman berkembang biak
Deficit volume
cairan
Hipertrofi
(hepato splenomegali)
Jaringan tubuh
(limfa)
Penekanan pada saraf di hati
Peradangan
Nyeri ulu hati
Kurang intake cairan
Pelepasan zat pyrogen
Pusat termogulasi tubuh
Gangguan rasa
nyaman; nyeri
Peningkatan suhu tubuh
(hipertermia)
Demam
(Rahmat Yuwono,1999).
A. FOKUS INTERVENSI DAN RASIOANAL
1. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan : gangguan absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik
masukan dibatasi, takut makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan
penurunan berat badan, penurunan lemak, subkutan/ massa otot, tonus otot
buruk, bunyi usus hiperaktif, konjungtiva dan membrane mukosa pucat.
a. Tujuan : serelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
b. Rencana tindakan:
1)
Timbang berat badan setiap hari
Rasional
:
Memberikan
informasi
tentang
kebutuhan
diet/keefektifan terapi
2)
Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase
sakit akut
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan energi.
3)
Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional :Menenangkan peristaltic,dan meningkatkan rasa
makanan.
4)
Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa
makanan.
5)
Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani.
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress
dan lebih kondusif untuk makan.
6)
Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen,
flatus.
Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
7)
Catat masukan dan perubahan simtomatologi.
Rasional : Memberikan rasa control pada pasien dan
kesempatan
untuk
memilih
makanan
yang
diinginkan/
dinikmati, dapat meningkatkan masukan.
8)
Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai
makan diet.
Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan
oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
9)
Pertahankan puasa sesuai indikasi.
Rasional : Istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare
dimana menyebabkan malabsorsi/kehilangan nutrient.
10) Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : program inii mengistirahatkan saluran GI sementara
memberikan nutisi penuh.
2. Hipertermi berhubungan dengan : peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit
kemerahan, hangat waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh dalam
baras normal.
b. Rencana tindakan
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan menggigil.
Rasional : suhu 38,9-41,1’C menunjukan proses penyakit infeksius
akat. Poa demam dapat membantu dalam diagnosis, mis.kurva
demam lanjut berakhirlebih dari 24 jam menunjukan pneumonia
pnemokokal, demam scarlet atau tipoid.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambah linen temat tidur, sesuai
indikasi.
Rasional : Suhu lingkungan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. (penggunaan
alcohol/air es mungkin menyebabkan, peningkatan suhu secara
actual. Selain itu, alkohol dapat mengringkan kulit.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam untuk aksi
sentralnya pada hipotalamus. Meskipun demam mungkin dapat
berguna
dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme,
dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
5) Berikan selimut dingin
6) Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih
besar dari 39,5-40 ‘C pada waktu terjadi kerusakan /gangguan pada
otak.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan : hiperperistaltik, diare
lama, iritasi kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula.ditandai
dengan laporan nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku
berhati-hati, gelisah, nyeri wajah, perhatian diri sendiri.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyaman terpenuhi
b. Rencana tindakan :
1) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta
analgetik.
2) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,intensitas
(skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
Rasional : Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit crohn. Nyeri
sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana
dapat berat dan terus-menerus.perubahan pada karakteristik nyeri
dapat menunjukan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.
3) Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak, berhatihati engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki perbedaan
petunjuk verbal dan non verbal.
Rasional : Bahasa tubuh/ petunjuk non verbal dapat secara psikologis
dan fisiologis dan dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal
untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
4) Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan
nyeri.
Rasional : Dapat menunjukan dengan tepat pencetus dan factor
pemberat seperti stress,, tidak toleran terhadap makanan atau
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
5) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut fleksi
Rasional : Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa
control.
6) Berikan tindakan nyaman (mis, pijatan punggung, ubah posisi) dan
aktivitas senggang.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian
dan meningkatkan kemampuan koping.
Bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi
dan memberikan perawatan kulit, misalnya salep, jel/jeli minyak.
4. Gangguan eliminasi: Diare B.D inflamsi, iritasi, atau malabsorbsi usus,
adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen.ditandai dengan
peningkatan bunyi usus/peristaltic, defeksi sering dan berair, perubahan
warna feses, nyeri abdomen, tiba-tiba, kram..
a. Tujuan: Selama dalam keperawatan kebutuhan eliminasi pasien dapat
terpenuhi
b. Intervensi:
1) Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah
Rasional: membantu mengukur cairan yang hilang dan cairan yang
akan dibutuhkan.
2) Dorong diet tinggi serat/bulk dalam batasan diet, denngan masukan
cairan sedang sesuai diet yang dibuat.
Rasional: Meningkatkan konsistensi Fases. Meskipun cairan perlu
untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan cairan mempengaruhi diare.
3) Batasi masukan lemak sesuai indikasi.
Rasional: Diet rendah lemak menurunkan risiko faces cairan dan
membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.
4) Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai indikasi.
Berikan rendam pada pusaran air.
Rasional: Iritasi anal, ekskorisasi dan pruritus terjadi karena diare.
Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk membersihkan
dan dapat membuat malu untuk meminta bantuan.
5. Resiko kekurangan volume cairan B.D intake cairan yang tidak adekuat dan
panas atau suhu tubuh yang meningkat.
a. Tujuan: Gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi.
b. Intervensi:
1) monitor tanda-tanda dehidrasi (mukosa mulut dan bibir kering).
Rasional: untuk mengidentifikasi apakah tanda-tanda dehidrasi
2) monitor intake dan out put
Rasional: mengukur cairan yang masuk dan keluar, sehingga
pencegahan atau pengobatan dehidrasi dapat tercapai dengan tepat
3) monitor vital sign dan keadaan umum pasien
Rasional: Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kasar kehilangan darah (misalnya TD <90 mm Hg, dan nadi >110
diduga 25% penurunan volume dan kurang lebih !000 ml). Hipotensi
postural menunjukan penurunan volume sirkulasi.
4) kolaborasi dokter untuk pemberian cairan parenteral dan obat anti
emetic jika pasien muntah.
Rasional: dengan memberikan obat anti emetik diharapkan out put
cairan dapat berkurang ( Doenges, 2000).
Download