Winangun - muhammadmamduh

advertisement
Pravastatin Menghambat Sel
Proliferasi dan Meningkatkan
Expresi MAT1A di dalam Sel
Hepatocarcinoma dan Model Vivo
Penyembuhan penyakit Hepatocellular
carcinoma (HCC) merupakan hal yang
menantang untuk diketahuai. Penyakit
ini dikategorikan sebagai lima penyakit
terganas yang paling umum di dunia.
Sedangkan pada kategori yang lain
menjelaskan bahwa, penyakit yang lebih
dikenal, Hepaticarcinoma ini merupakan
penyakit
terganas
ketiga
yang
menyebabkan kematian. Keganasan ini
dibuktikan
dengan
semakin
meningkatnya penderita penyakit ini
yang meninggal di timur Asia, Eropa,
dan Amerika Serikat.
Secara klinis HCC ditandai dengan
keinvasian, kemiskinan prognosis, dan
mulai terbatasnya kesempatan untuk
melakukan pengobatan secara terapi.
Kebanyakan pasien yang menderita
penyakit ini diobati secara diagnose
punggung. Selain itu, penelitian yang
dilakukan beberapa tahun terakhir ini
menunjukkan pravastin meningkatkan
kelangsungan hidup pasien penderita
penyakit ini.
Molekul patogen HCC merupakan
molekul yang cukup kompleks karena
melibatkan ekspansi klonal yang tidak
normal dari displastik hepatositnya.
Selain itu molekul patogen yang
terkandung pada HCC adalah sinyal
antiapoptosis dan angiogenesis untuk
proses pertumbuhan.
3-hidroksi-3-metilglutaril
koenzim
A
(hmg-CoA) reductase inhibitors yang
lebih dikenal statin merupakan kelas
obat yang mampu menghambat laju
pembentukkan kolesterol dengan cara
membatasi
langkah
dalam
jalur
biiosintesis
kolesterol.
Kolesterol
menjadi komponen struktural pentinng
dari membran sel. Hal ini berhubungan
dengan penurunan kemungkinan sel
kanker akan menyerang tubuh manusia.
Selain itu, statin juga berperan dalam
meencegah meningkatnya sel kanker.
Hal
ini
bisa
disebabkan
oleh
keresistansian zat tertentu, seperti obat,
yang menjadi masalah utama dalam
melakukan kemoterapi. Cara kerja statin
dalam hal ini sebagai modulasi dari
siklus sel. Hasil pengamatan juga
menjelaskan bahwa statin mmendukung
regulasi homeostasis hati karena
meningkatkan
adenosyltransferase
metionin (MAT-1) dan menurunkan
profilerasi sel dengan mengurangi
tingkat
antigen
nukleat
yang
berkembang biak. Selain itu, statin juga
menghambat
aktivitas
matriks
metalloproteinases (MMPs). Hal ini
berkaitan dengan invasi tumor dan
metastesis secara langsung.
Pada dasarnya percobaan ini dilakukan
dengan menggunakan tikus yang sesuai
dengan model HCC. Tikus tersebut
yakni Wistar tikus jantan (Charles River,
Spanyol) dengan bobot 225 gr sampai
250 gr Penggunaan dietilnitrosamin
(DEN) dilakukan agar tikus yang
digunakan sesuai dengan HCC. Selain
itu, tikus ini juga pelihara oleh kateter
orogastric dan dikelola tiga kali dalam
19 minggu. Tikus-tikus ini dibagi menjadi
lima kelompok dan diberikan zat yang
berbeda.
Pada
percobaan
tikus
pertama
(kelompok C), diberikan makanan yang
bebas tanpa mencampurnya dengan zat
tertentu. Sedangkan percobaan pada
tikus lainnya dikontrol (kelompok D) dan
hanya diobati DEN yang dimasukkan ke
dalam makanannya. Sedangkan tikus
percobaan
ketiga
(kelompok
P)
dilakukan pengobatan menggunakan
pravastin
berdosis
0,6
mg/kg/d.pravastin. pada tikus keempat
(kelompok S), ditambahkan sorafenib
dengan dosis yang lebih tinggi yakni
11,4 mg/kg/d.sorafenib. pada tikus
percobaan terakhir (kelompok P+S)
dilakukan pengobatan menggunakan
gabungan dari sorafenib dan pravastin
berdosis 0,6 mg/kg/d pravastin dan 11,4
mg/kg/d sorafenib. Setelah itu, dilakukan
penanaman
pada
paraffin
dan
pewarnaan dengan hermatoksilin.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan
penentuan PCNA (Cayman Kimia,
Madrid) dan MAT1A (bioNova Cientifica,
Madrid). Hal ini dilakukan dengan
pengukuran
pada
jaringan
hati
menggunakan
antibodi
spesifik.
Penentuan
digunakan
untuk
menentukan analasis imunohistokimia
yang diukur menggunakan HRP (DAB)
secara kualitatif dan menggunakan
Genetic Ariol SL-50. Setelah penentuan
telah dilakukan, dilanjutkan dengan
menganalisis
statistik.
Untuk
menentukan perbedaan secara kualitatif
digunakan Chi square sedangkan
perbedaan secara kuantitatif dilakukan
tes Kruskal-Wallis yang diterapkan
tergantung pada distribusi variabel.
Sedangkan
untuk
menentukan
perbandingannya dilakukan dengan
menggunakan Tukey dan tes schefe
atau man. Hal ini dilakukan karena
tingkat signifikansinya mencapai p<0,05.
Hasil dari percobaan ini membuktikan
bahwa pengobatan tikus yang sengaja
dijangkiti HCC berdampak bermacammacam. Pada tikus yang hanya diobati
oleh DEN menunjukan HCC yang masih
kuat jika diamati secara langsung
maupun menggunakan alat pembantu.
Berbeda dengan tikus yang hanya
diobati oleh pravastin, HCC yang
ditunjukkan
lebih
sedikit
dari
pengobatan
menggunakan
DEN.
Begitupula pengobatan menggunakan
sorafenib terdapat pengurangan HCC
baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dari
pengobatan
sebelumnya.
Pengobatan terakhir, yakni gabungan
antara
pravastin
dan
sorafenib,
merupakan pengobatan yang paling
sempurna.Sedangkan hasil analisis
imunohistokimia
menunjukkan
(D
91,42%, P 80%, S 76,41%, P+S
72,72%). Hasil ini menunjukkan bahwa
tingkat MAT1A yang paling rendah
adalah pengobatan menggunakan DEN.
Dari
percobaan
ini
juga
dapat
mengamati kuantitas dan kualitas dari
GOT,
GPT,
GGT,
dan
alkalin
phosphatise (ALP). Akan tetapi hasil
dari semua ini bahwa lebih signifikan
pada
pengobatan
menggunakan
pravastin.
Dari hasil percobaan ini dapat dikatakan
HCC merupakan penyakit dengan
prognosis buruk. Selain itu penggunaan
kemoterapi pada pasien yang menderita
hati
kronis
(HCC)
mempunyai
kemungkinan
besar
juga
untuk
meningkat.
Statin,
sebagai
obat,
memiliki
potensi
sebagai
agen
chemoprepentive pada sel kanker.
Selain itu penggunaan pengobatan
kanker
menggunakan
pravastin
meningkatkan
kemungkinan
hlidup
pasien penderita HCC kategori parah.
Pravastatin juga menurunkan barisan
sel proliferasi karsinoma hepatoseluler.
Sedangkan
pengobatan
dengan
sorafenib saja akan kurang efektif jika
tidak digabungkan dengan pravastin.
(Disarikan dari: E. Hijona and J. Maria.
2012. Pravastatin inhibits cell
proliferation and increased MAT1A
expression in hepatocarcinoma cells
and in vivo models: Cancer cell
international: 12:5).
Download