Pravastatin Menghambat Sel Proliferasi dan Meningkatkan Expresi MAT1A di dalam Sel Hepatocarcinoma dan Model Vivo Penyembuhan penyakit Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan hal yang menantang untuk diketahuai. Penyakit ini dikategorikan sebagai lima penyakit terganas yang paling umum di dunia. Sedangkan pada kategori yang lain menjelaskan bahwa, penyakit yang lebih dikenal, Hepaticarcinoma ini merupakan penyakit terganas ketiga yang menyebabkan kematian. Keganasan ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya penderita penyakit ini yang meninggal di timur Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Secara klinis HCC ditandai dengan keinvasian, kemiskinan prognosis, dan mulai terbatasnya kesempatan untuk melakukan pengobatan secara terapi. Kebanyakan pasien yang menderita penyakit ini diobati secara diagnose punggung. Selain itu, penelitian yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan pravastin meningkatkan kelangsungan hidup pasien penderita penyakit ini. Molekul patogen HCC merupakan molekul yang cukup kompleks karena melibatkan ekspansi klonal yang tidak normal dari displastik hepatositnya. Selain itu molekul patogen yang terkandung pada HCC adalah sinyal antiapoptosis dan angiogenesis untuk proses pertumbuhan. 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A (hmg-CoA) reductase inhibitors yang lebih dikenal statin merupakan kelas obat yang mampu menghambat laju pembentukkan kolesterol dengan cara membatasi langkah dalam jalur biiosintesis kolesterol. Kolesterol menjadi komponen struktural pentinng dari membran sel. Hal ini berhubungan dengan penurunan kemungkinan sel kanker akan menyerang tubuh manusia. Selain itu, statin juga berperan dalam meencegah meningkatnya sel kanker. Hal ini bisa disebabkan oleh keresistansian zat tertentu, seperti obat, yang menjadi masalah utama dalam melakukan kemoterapi. Cara kerja statin dalam hal ini sebagai modulasi dari siklus sel. Hasil pengamatan juga menjelaskan bahwa statin mmendukung regulasi homeostasis hati karena meningkatkan adenosyltransferase metionin (MAT-1) dan menurunkan profilerasi sel dengan mengurangi tingkat antigen nukleat yang berkembang biak. Selain itu, statin juga menghambat aktivitas matriks metalloproteinases (MMPs). Hal ini berkaitan dengan invasi tumor dan metastesis secara langsung. Pada dasarnya percobaan ini dilakukan dengan menggunakan tikus yang sesuai dengan model HCC. Tikus tersebut yakni Wistar tikus jantan (Charles River, Spanyol) dengan bobot 225 gr sampai 250 gr Penggunaan dietilnitrosamin (DEN) dilakukan agar tikus yang digunakan sesuai dengan HCC. Selain itu, tikus ini juga pelihara oleh kateter orogastric dan dikelola tiga kali dalam 19 minggu. Tikus-tikus ini dibagi menjadi lima kelompok dan diberikan zat yang berbeda. Pada percobaan tikus pertama (kelompok C), diberikan makanan yang bebas tanpa mencampurnya dengan zat tertentu. Sedangkan percobaan pada tikus lainnya dikontrol (kelompok D) dan hanya diobati DEN yang dimasukkan ke dalam makanannya. Sedangkan tikus percobaan ketiga (kelompok P) dilakukan pengobatan menggunakan pravastin berdosis 0,6 mg/kg/d.pravastin. pada tikus keempat (kelompok S), ditambahkan sorafenib dengan dosis yang lebih tinggi yakni 11,4 mg/kg/d.sorafenib. pada tikus percobaan terakhir (kelompok P+S) dilakukan pengobatan menggunakan gabungan dari sorafenib dan pravastin berdosis 0,6 mg/kg/d pravastin dan 11,4 mg/kg/d sorafenib. Setelah itu, dilakukan penanaman pada paraffin dan pewarnaan dengan hermatoksilin. Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan PCNA (Cayman Kimia, Madrid) dan MAT1A (bioNova Cientifica, Madrid). Hal ini dilakukan dengan pengukuran pada jaringan hati menggunakan antibodi spesifik. Penentuan digunakan untuk menentukan analasis imunohistokimia yang diukur menggunakan HRP (DAB) secara kualitatif dan menggunakan Genetic Ariol SL-50. Setelah penentuan telah dilakukan, dilanjutkan dengan menganalisis statistik. Untuk menentukan perbedaan secara kualitatif digunakan Chi square sedangkan perbedaan secara kuantitatif dilakukan tes Kruskal-Wallis yang diterapkan tergantung pada distribusi variabel. Sedangkan untuk menentukan perbandingannya dilakukan dengan menggunakan Tukey dan tes schefe atau man. Hal ini dilakukan karena tingkat signifikansinya mencapai p<0,05. Hasil dari percobaan ini membuktikan bahwa pengobatan tikus yang sengaja dijangkiti HCC berdampak bermacammacam. Pada tikus yang hanya diobati oleh DEN menunjukan HCC yang masih kuat jika diamati secara langsung maupun menggunakan alat pembantu. Berbeda dengan tikus yang hanya diobati oleh pravastin, HCC yang ditunjukkan lebih sedikit dari pengobatan menggunakan DEN. Begitupula pengobatan menggunakan sorafenib terdapat pengurangan HCC baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari pengobatan sebelumnya. Pengobatan terakhir, yakni gabungan antara pravastin dan sorafenib, merupakan pengobatan yang paling sempurna.Sedangkan hasil analisis imunohistokimia menunjukkan (D 91,42%, P 80%, S 76,41%, P+S 72,72%). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat MAT1A yang paling rendah adalah pengobatan menggunakan DEN. Dari percobaan ini juga dapat mengamati kuantitas dan kualitas dari GOT, GPT, GGT, dan alkalin phosphatise (ALP). Akan tetapi hasil dari semua ini bahwa lebih signifikan pada pengobatan menggunakan pravastin. Dari hasil percobaan ini dapat dikatakan HCC merupakan penyakit dengan prognosis buruk. Selain itu penggunaan kemoterapi pada pasien yang menderita hati kronis (HCC) mempunyai kemungkinan besar juga untuk meningkat. Statin, sebagai obat, memiliki potensi sebagai agen chemoprepentive pada sel kanker. Selain itu penggunaan pengobatan kanker menggunakan pravastin meningkatkan kemungkinan hlidup pasien penderita HCC kategori parah. Pravastatin juga menurunkan barisan sel proliferasi karsinoma hepatoseluler. Sedangkan pengobatan dengan sorafenib saja akan kurang efektif jika tidak digabungkan dengan pravastin. (Disarikan dari: E. Hijona and J. Maria. 2012. Pravastatin inhibits cell proliferation and increased MAT1A expression in hepatocarcinoma cells and in vivo models: Cancer cell international: 12:5).