MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN Magma dari mantel yang terdorong ke atas akan menemui dua kemungkinan, yang pertama langsung mencapai permukaan bumi atau terhenti di kerak untuk beberapa saat sebelum akhirnya tererupsi, dengan kata lain magma ‘tersimpan’ terlebih dahulu di kerak. Penyimpanan magma di kerak bumi ini dikenal juga dengan istilah magma storage.Magma storage dapat terjadi secara permanen, di mana magma berhenti di kerak bumi lalu mendingin membentuk tubuh intrusi tanpa sempat mencapai permukaan.Magma storage dapat juga terjadi secara temporer.Di bawah ini tiga hal yang dipengaruhi magma storage: 1. komposisi magma, 2. sifat fisik magma (misal viskositas), 3. ukuran dan frekuensi erupsi. 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI Manusia belum bisa secara langsung masuk ke dalam gunung api untuk membuktikan keberadaan magma storage. Tetapi terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pada umumnya magma tersimpan di dalam kerak sebelum terjadi erupsi.Berikut ini beberapa bukti tersebut. 2.1 Kaldera dan magma chamber Suatu letusan gunung berapi dapat menyebabkan terbentuknya morfologi berupa kaldera.Kaldera terbentuk karena lapisan permukaan runtuh ke reservoir magma setelah magma tererupsi.Umumnya, semakin besar letusan, semakin besar kaldera yang terbentuk. Tabel 1. Data erupsi gunung api berserta kaldera dan volum material yang dihasilkan. 2.2 Bukti Petrologi Kajian petrologi terhadap batuan hasil beku dapat memberikan informasi apakah batuan tersebut berasal magma yang tererupsi langsung dari mantel atau dari magma yang tersimpan di dalam kerak. Di mantel, magma terbentuk pada kedalaman, suhu, dan tekanan tertentu.Magma yang tererupsi langsung dari mantel memiliki komposisi, suhu, dan tekanan yang mencerminkan kedalaman di mana magma tersebut terbentuk.Jika sebelum erupsi tersimpan di kerak, magma akan mengalami pendinginan sehingga memungkinkan terjadinya kristalisasi yang menyebabkan turunnya suhu dan perubahan komposisi magma. 2.3 Bukti dari Observasi Geofisika a. Observasi dengan teknik seismik Observasi ini dapat dilakukan dengan tiga cara yang memanfaatkan gelombang seismik akibat pergerakan magma. - Seismic gap Ketika terdorong menuju atau di dalam magma chamber, dinding magma magma memberikann tekanan kepada dinding magma chamber sehingga timbul getaran yang tidak dapat dirasakan oleh manusia namun dapat direkam oleh alat khusus.Getaran ini hanya terjadi di dinding magma chamber, tidak di dalam magma itu sendiri. Oleh karena itu, jika sumber getaran diplot pada diagram akan terdapat seismic gap yang bersesuaian dengan tempat di mana magma tersimpan. Gambar 1. Seismic gap pada magma. - P wave delay time Kecepatan gelombang P akan menurun ketika melalui medium cair. Sehingga waktu tiba gelombang yang melalui magma akan lebih lambat dari pada gelombang yang melalui batuan. Perbedaan waktu tiba gelombang P ini dianalisis untuk menentukan letak magma chamber. - Volcanic tremor Volcanic tremor adalah gelombang seismik yang diakibatkan pergerakan magma di dalam saluran seperti pipa di dalam gunung api. Sehingga dengan memonitor volcanic tremor kita dapat mengetahuipergerakan magma.Selain itu, jika lokasi sumber gelombang dipetakan secara akurat, kita dapat mengetahui batas magma storage di mana dike mulai terbentuk.Volcanic tremor dapat terjadi secara terus menerus selama berjam-jam bahkan berhari-hari, berbeda dengan gempa bumi yang hanya terjadi sesaat.Perbandingan keduanya diperlihatkan gambar di bawah ini. Gambar 2. (A) Sinyal gempa bumi, (B) volcanic tremor. Penelitian yang dilakukan di Gunung Api Usu, Jepang, selama 25 hari pada April 2000 menunjukkan bahwa intensitas volcanic tremor bersesuaian dengan peninngkatan elevasi permukaan gunung api. Kesesuaian ini ditunjukkan pada diagram berikut. Studi seismik menggunakan sumber buatan di Axial Volcano, sebuah gunung api basal tipe shield di Juan de Fuca ridge (Samudera Pasifik) memberikan pengetahuan baru mengenai kondisi fisik di dalam magma chamber. Studi ini menunjukkan bahwa low velocity zone di bawah gunung api berukuran kurang lebih 8x12 km jika dilihat dari atas. Namun kaldera yang terbentuk akibat erupsi tahun 1998 hanya berdimensi 3x8 km. Volum magma chamber diperkirakan 250 km3.Jumlah ini jauh lebih kecil dari magma yang tererupsi yaitu ~5-21 km3.Hal ini membuktikan bahwa magma chamber tidak seluruhnya terisi oleh magma cair.Namun sebagian volumnya (di bagian dinding) berupa ‘mush’ atau magma yang telah mengalami kristalisasi karena lebih dulu mengalami pendinginan dari pada magma yang berada di tengah magma chamber.Kondisi di dalam magma chamber tersebut ditunjukkan dengan kontur di bawah ini. b. Observasi dengan teknik deformasi Teknik deformasi mencakup leveling, tilt measurement, GPS (Global Positioning System), dan EDM (Electronic Distance Measurement). Yang akan kita bahas lebih detil di bab ini adalah metode tilt measurement (pengukuran kemiringan). Observasi dilakukan dengan tiltmeter yang mengukur sudut kemiringan permukaan gunung api di suatu titik tertentu dalam suatu periode waktu. Erupsi dan intrusi pada umumnya disertai dengan inward tilting atau permukaan yang miring ke dalam atau deflation. Sedangkan periode di antara intrusi atau erupsi diasosiasikan dengan outward tilting atau permukaan gunung api yang miring ke luar atau inflation. Perubahan kemiringan ini bersesuaian dengan perubahan elevasi permukaan gunung apiseperti yang ditunjukkan oleh diagram di bawah ini pada observasi di gunung api Krafla selama 1976-1977. Gambar 3. Data tilt (a) bersesuaian dengan data elevasi (b). 2.4 Bukti Geologi Sill dan laccolith adalah bukti geologi paling sederhana yang menunjukkan adanya magma storage.Sill merupakan magma yang menerobos sejajar lapisan batuan. Supply magma yang terus-menerus menyebabkan sill membesar dan membentuk laccolith. Gambar 4. (a) Sill, (b) laccolith. Gambar di bawah ini merupakan sill di bawah Kastil Bamburgh, di Northumbria, dengan ketebalan 2-3m hingga >60 m. Garis putih merupakan dasar sill. 3. Formasi dan Pertumbuhan Magma Chamber Magma chamber adalah zona penyimpanan magma dalam kurun waktu tertentu. Dalam proses penyimpanan ini magma chamber mempengaruhi karakter sistem gunungapinya. Dari studi kasus batuan intrusi dan magma chamber yang aktif menunjukkan bahwa zona penyimpanan magma ini bervariasi baik bentuk maupun ukuran.Pertumbuhan magma chamber tidak dapat diketahui secara jelas namun berdasarkan studi dari intrusi dan magma chamber yang telah membeku dan tererosi menunjukkan bahwa kebanyakan magma chamber berkembang dari intrusi dengan bentuk sill. Masalah utama dalam pertumbuhan sebuah magma chamber adalah sebuah magma chamber harus selalu mendapatkan pasokan magma baru baik secara kontinu maupu berkala. Semua intrusi yang sampai ke kerak akan mengalami pembekuan, sebuah dike kecil yang mengintrusi hingga lapisan kerak yang dangkal dapat membeku dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam. Dike dengan ukuran yang lebih besar meskipun sulit, namun dapat tetap membeku alam jangka waktu tahun, dekade, bahkan abad, tergantung dari ketebalan intrusi dan nilai kontras suhu antara magma dan batuan sekitarnya.Sebuah intrusi dapat berkembang menjadi magma chamber bila tidak membeku.Pembekuan sebuah intrusi dapat dicegah bila terdapat pasokan panas yang terus menerus.Yang mana secara fisik pasokan panas yang dimaksud berupa magma baru. Sebagai contoh sebuah dike yang mendapatkan pasokan panas dari magma baru yang bergerak ke atas dari lapisan dibawahnya. Peristiwa ini sering terjadi namun saat dike mulai membeku. Gambar 2.1 Grafik Waktu Pembekuan Vs Ukuran Intrusi Grafik ini memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk bekurangnya panas (heat loss) sehingga menyebabkan pembekuan pada berbagai ukuran intrusi.Garis solid menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 1000°C. Sementara garis putus-putus menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 500°C, dan Garis yang berupa titik-titik menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 200°C. Injeksi magma terhadap sebuah intrusi akan memanaskan intrusi tersebut dan batuan disekelilingnya sehingga akan menurunkan nilai kontras suhu antara intrusi tersebut dan batuan disekelilingnya sehingga akan memperlambat laju pendinginannya, memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk intrusi itu membeku. Dengan itu peluang intrusi untuk menjadi sebuah magma chamber akan tetap terjaga. Bila pasokan magma segar yang kontinu ini terjadi pada kerak yang lebih dalam maka plumbing system dapat berubah seiring dengan waktu. Brush Mash mengenalkan sistem tentang Mush Coloumns atau Kolom Magma.Ia menggambarkan Plumbing system sebagai zona panas dimana magma selalu terus berjalan melewati daerah itu, sehingga magma tidak sempat membeku sepenuhnya konsep ini sering disebut Heat Pipes. Masih belum dapat diketahui apakah magma yang lewat pada zoa ini berjalan secara kontinu atau keluar secara berkala berupa kumpulan-kumpulan magma. Namun kedua hal ini dapat terjadi di gunungapi yang berbeda ataupun dalam satu gunungapi yang sama namun dalam periode yang berbeda. Gambar 2.2 Dike yang mengintrusi Dike yang lebih tua. Contoh dari sebuah dike yang mengintrusi di tengahtengah dike yang lebih tua. Singkapan ini dapat terlihat akibat adanya erosi pada bagian dalam dari gunungapi Ko’alu, Hawaii. Garis putus-putus yang lebih panjang (bagian luar) menunjukkan batas dike yang lebih tua. Sedangkan garis putus-putus yang lebih pendek (bagian dalam) menunjukkan batas dike yang lebih muda. Sebagai contoh di Gunungapi Kilauea selama 50 tahun menunjukkan pasokan magma ke magma chamber yang cenderung kontinu yaitu sekitar 0,05 km3 per tahun atau sekitar 1,6 m3s-1. Dibandingkan dengan data sebelum tahun 1950 dimana laju pasokan magmanya cederung lebih lambat yaitu hanya sekitar 0.009 km3 per tahun atau sekitar 0,03 m3s-1. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun disebut kontinu namun jumlah pasokan magmanya berubah sepanjang waktu.Hal ini diyakini bahwa pasokan magma dapat bersifat kontinu dalam sewaktu gunungapinya berada dalam peiode aktif, namun dapat berubah menjadi lebih lambat saat gunungapi tersebut tidak lagi aktif. Baik itu bersifat kontinu ataupun berkala, pasokan magma memang berpengaruh pada frekuensi dan tipe erupsi gunung api tersebut, namun pertumbuhannya dalam konteks yang menjadi penting ialah pasokan magma yang cukup untuk mencegah pembekuan dari magma tersebut. Gambar 2.3 Gambar pemetaan 3D Gunungapi Kilauea, Hawaii. Peta 3 Dimensi tersebut dibuat berdasarkan data seismik yang telah diolah. ini menunjukkan sistem magmatik dari Gunungapi Kilauea, Hawaii, Dapat terlihat bagian dari ‘Heat Pipes’ dan juga Magma Chamber dari Gunungapi Kilauea. Magma chamber sangat berpengaruh pada aktivitas sistem gunung api terlebih dalam efeknya terhadap skala dan frekuensi erupsi sebuah gunungapi. Magma chamber yang kecil akan menghasilkan erupsi yang kecil namun sering terjadi, sedangkan magma chamber yang besar akan menghasilkan erupsi dengan skala besar namun jarang terjadi Ketika plumbing system yang dalam terbentuk, maka magma chamber yang disuplai akan terus berubah baik dalam bentuk maupun ukurannya. Sebuah intrusi pada kerak bumi meskipun sangat rentan untuk membeku, dapat berkembang menjadi sebuah magma chamber bila mendapatkan pasokan magma baru yang cukup. Karena itu plumbing system yang dalam sangat berpengaruh karena dapat terus menyuplai magma yang segar. Di daerah Skaeergard, Greenland intrusi berupa sill berkembang menjadi menyerupai lacolith.Selain suplai magma, defomasi lapisan disekitarnya juga mempengaruhi perubahan bentuk dan ukuran magma chamber. Gambar 2.4 Skema Intrusi di daerah Skaeergard, Greenland Skema ini menunjukkan perubahan formasi intrusi yang terjadi di Skaeergard, Greenland. Dapat terlihat dimulai dari intrusi berupa dike di bagian bawah, berkembang menjadi sill yang melebar secara lateral. Kemudian menggembung ke atas membentuk formasi lacolith yang kompleks. Saat magma chamber mengembang dan tekanan didalamnya bertambah, maka mulai terjadi retakan pada dinding-dinding magma chamber yang kemudian merekah keluar. Saat rekahan ini cukup besar dan merambat ke dinding dan langit-langit magma chamber, maka dinding-dinding magma chamber dapat runtuh dan akhirnya meleleh ke dalam magma, hal ini mempengaruhi 3 hal yaitu perubahan bentuk chamber, bertambahnya volume chamber, dan menurunnya suhu chamber. Bentuk magma chamber sangat bervariasi mulai dari bentuk sill, ataupun lacolith yag sederhana hingga bentuk-bentuk yang lebih kompleks. Perubahan bentuk magma chamber dipengaruhi oleh suplai magma, deformasi dan retakan lapisan sekellingnya, pembekuan dan lain sebagainya Jangka hidup magma chamber, penelitian tentang deformasi dan penelitian dengan menggunakan metode seismic telah menunjukkan fenomena unik di gunungapi Etna di Sisilia, Itali.Pada gunungapi Etna tidak ditemukan sistem penyimpanan magma yang memiliki ukuran singnifikan.Kemudian diketahui bahwa pada Gunungapi Etna telah terjadi fenomena struktur mayor, salah satunya ialah runtuhnya sisi timur gunungapi ini yang menghasikan tanah longsor dangan skala yang besar.Melalui runtuhan ini dapat diteliti aliran lava kuno, yang mana dapat terbentuk dari penyimpanan magma selama kurun waktu tertentu dalam kondisi tekanan yang rendah.Hal ini mengindikasikan bahwa di Gunungapi Etna pernah ada magma chamber yang dangkal. Karena itu distribusi tekanan pada suatu gunungapi sangat berpengaruh dalam jangka hidup sebuah magma chamber. Pada contoh kasus Gunungapi Etna, fenomena runtuhan yang berskala besar mengakibatkan perubahan tekanan dalam tubuh gunungapi, bila tekanan rendah ini mencapai jalur pasokan magma dalam kurun waktu yang cukup lama maka magma chamber tersebut dapat membeku, sebaliknya bila tekanan tinggi, maka magma dapat bergerak langsung keluar ke permukaan sehingga tidak sempat membentuk magma chamber yang baru. 4. Magma Chamber dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Vulkanik Dalam suatu sistem Vulkanik, Magma Chamber memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keseluruhan proses yang terjadi dalam suatu gunung api. Hal ini dimungkinkan karena magma chamber mewakili sebuah pos sementara untuk magma selama perjalanannya menuju permukaan. 4.1 Fraksinasi Dalam Magma Chamber Magma terbentuk di dalam mantel dalam komposisi yang basaltik. Tetapi justru yang menarik, saat magma berhasil keluar melalui serangkaian fenomena gunung api, tak jarang justru ditemukan magma yang komposisi telah jauh berbeda dari asalnya. Dari magma asam (Felsic) hingga ke magma Basa (Mafic). Walaupun banyak alasan mengapa perubahan komposisi ini dapat terjadi, namun ruang penyimpanan dan evolusi magma memiliki peranan penting. Magma chamber sebagai tempat penyimpanan magma akan mengalami pendinginan dan Kristalisasi Fraksional. Kristalisasi Fraksional adalah proses dimana magma yang mendingin mengkristal menjadi beberapa mineral dan secara progressif mengalami perubahan komposisi. Magma yang basaltik, membutuhkan waktu yang lama untuk mengalami Kristalisasi Fraksional. Karenanya, dua hal yang menjadi faktor pengontrol dari Kristalisasi Fraksional, yaitu yang pertama seberapa kontinyu suplai magma ke Magma Chamber, dan yang kedua, seberapa sering gunung api tersebut mengalami Erupsi. Jika magma chamber mendapat suplai secara kontinyu, maka jeda waktu untuk mendingin akan terminimalisir, sehingga tidak banyak waktu bagi magma untuk Kristalisasi Fraksional. Begitu juga dengan frekuensi erupsi, apabila erupsi makin sering terjadi, maka bisa dipastikan waktu yang didapat oleh magma untuk mendingin. Contoh kasus pengaruh adanya Kristalisasi Fraksional adalah perbandingan antara aktivitas vulkanik di Hawai dan Islandia. Di hawai, magma tersuplai secara kontinyu dalam waktu yang relatif singkat, sehingga gunung api di Hawai meletus umumnya secara epusif lava yang basa. Tetapi, di Islandia, dimana erupsi jarang terjadi, maka pada tahun 1875 di Askja terjadi eruspsi gunung api yang cukup besar berupa eksplosif yang melibatkan antara magma basaltik dan Rhyolitik. 4.2 Hubungan Antara Frekuensi Erupsi dan Magnitude Setiap gunung api, memiliki variasi tersendiri dalam hal frekuensi maupun magnitude dari erupsi yang dihasilkannya. Beberapa gunung api meletus dalam rentang waktu yang sangat singkat misalnya dari beberapa menit hingga beberapa jam dengan volume erupsi yang kecil. Namun, ada pula gunung api yang meletus dalam rentang waktu ratusan ribu tahun, tetapi justru mampu memuntahkan ribuan kilometer kubik material letusan. Dari grafik diatas, terlihat hubungan antara frekuensi erupsi dan volume letusan yang dihasilkan. Point pertama yang didapat adalah semakin sering frekuensi letusan, maka akan semakin kecil volumenya dan sebaliknya. Yang kedua, ukuran dari magma chamber pastilah juga turut termasuk mempengaruhi lamanya waktu erupsi dari sebuah gunung api Kehadiran magma chamber menjadi semakin terlihat karena peranannya dalam mempengaruhi suatu gunung api dalam aktivitas vulkaniknya. Sebuah pemodelan matematika sederhana, mengkorelasikan hubungan antara tekananan pada magma chamber dengan kemampuan maksimal magma chamber untuk terjadinya Chamber Failure. Chamber failure adalah suatu keadaan dimana magma chamber tidak mampu lagi menahan tekanan baik dari luar, maupun dari dalam (dari magma), sehingga kemudian magma chamber akan terbentuk retakan yang bisa membuat dike menyebar , dan apabila chamber failure tersebut dalam kondisi yang lebih besar rusaknya, maka dapat mengakibatkan terjadinya letusan yang sangat hebat karena adanya kehilangan tekanan dalam jumlah besar secara tiba tiba dari suatu gunung api. Secara matematis : Dimana : PL = tekanan disekitar country rock (batuan disekitar magma chamber) akibat adanya tekanan pembebanan P = Tekanan dari dalam magma 𝜎𝑇 = Kemampuan regang maksimal dari country rock. Apabila perbedaan tekanan tersebut melebihi dua kali batas kemampuan regangnya, maka magma chamber akan mengalami failure. Baik itu dari mulai retakan, hingga pecah. Kondisi failure ini tercapai karena tekanan yang mengenai dindind chamber meningkat seiring dengan tibanya magma yang baru dari level kedalaman yang lebih besar. Sedangkan voluma maksimal yang dapat ditambahkan ke magma chamber sebelum terjadinya failure, diberikan dalam suatu persamaan : Dimana : ∆V = volume yang ditambahkan ke dalam magma chamber Vc = volume awal Chamber β = Bulk Modulus dari magma s = pertambahan fraksional yang dapat diterima oleh chamber secara inelastis Dari semua hubungan matematis yang diberikan, bisa terlihat bahwa semakin besar ukuran magma chamber, maka akan semakin memberikan efek erupsi yang besar, namun lebih sedikit frekuensinya. 4.3 Volatile dan Chamber Failure. Selain akibat dari perbedaan tekanan yang tidak mampu lagi diterima oleh magma chamber, ada faktor lain lagi yang turut mempengaruhi terjadinya chamber failure, yaitu kehadiran volatile. Volatile adalah zat tambahan yang turut larut didalam magma seperti gas. Zat volatile seperti CO2 dan H2O, terlarut didalam magma sejak dari kedalaman mantel, secara berangsur angsur, naiknya magma ke atas akan menjadikan tekanan terhadap magma berkurang, dan otomatis membuat zat volatile seperti gas tersebut tersaturasikan dan membentuk gelembung gas. Kemudian, gelembung gas inilah yang terperangkap didalam magma chamber dan menaikkan tekanan didalam magma chamber itu sendiri. Hingga akhirnya, saat tekanan terus meningkat dan tak mampu dibendung oleh dinding magma chamber, maka chamber failurepun akan terjadi.