Tuhan yang Satu dua dalam peradaban baru Oikumene. Posisi

advertisement
Tuhan yang Satu
dua dalam peradaban baru Oikumene. Posisi mereka sangat jelek di
Yunani, misalnya—sebuah fakta yang hams diingat oleh Barat bila
mereka mencela perilaku paternalistik orang Timur. Cita-cita demokratis tidak menjangkau kaum perempuan di Athena, yang hidup
dalam keterkucilan dan dihinakan sebagai makhluk inferior. Masyarakat Israel juga menjadi lebih bernada maskulin. Pada masa-masa
awal, kaum perempuan memiliki kekuatan dan dapat menempatkan
diri mereka sejajar dengan suami mereka. Beberapa di antaranya,
seperti Deborah, telah memimpin pasukan di medan perang. Orang
Israel selalu mengagungkan pahlawan-pahlawan perempuan mereka,
seperti Judith dan Ester, tetapi setelah Yahweh berhasil mengalahkan
dewa-dewi Kanaan dan Timur Tengah kemudian menjadi satu-satunya
Tuhan, agamanya dikelola hampir secara keseluruhan oleh kaum
pria. Kultus dewi-dewi menyurut, dan ini merupakan gejala perubahan
kultural yang mencirikan dunia peradaban baru.
Kita akan melihat bahwa kemenangan Yahweh diraih dengan
susah payah. Kemenangan itu melibatkan penderitaan, kekerasan,
dan konfrontasi, serta memperlihatkan bahwa agama bam dengan
Tuhan Yang Esa tidak datang dengan mudah kepada orang Israel
seperti Buddhisme atau Hinduisme datang kepada masyarakat Anak
Benua India. Yahweh tampaknya tidak mampu mentransendensikan
tuhan-tuhan yang lebih tua dalam cara yang damai dan alamiah. Dia
hams melawan habis semuanya. Karena itu, dalam Mazmur 82 kita
menyaksikan dia membuat ketentuan tentang kepemimpinan Majelis
Suci yang telah memainkan peran penting di dalam mitos orang
Babilonia maupun Kanaan:
Yahweh mengambil posisi dalam Majelis El
untuk membuat keputusan di kalangan para allah.29
"Berapa lama lagi kamu menghakimi dengan lalim dan memihak
kepada orang fasik?
Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim,
belalah hak orang yang sengsara dan orang yang kekurangan!
Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka
dari tangan orang fasik!"
Mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, dalam kegelapan
mereka berjalan; goyanglah segala dasar bumi.
Aku sendiri telah berfirman: "Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang
Mahatinggi [El Elyon] kamu sekalian. Namun, seperti manusia kalian
akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas."
85
Sejarah Tuhan
Ketika dia berdiri untuk menghadang Majelis yang telah dipimpin
oleh El sejak zaman yang tak lagi bisa diingat, Yahweh menuduh
tuhan-tuhan lain gagal memenuhi tantangan sosial pada masanya.
Dia menampilkan etos kasih sayang modern para nabi, tetapi kolegakolega sucinya tidak berbuat apa-apa untuk menegakkan keadilan
dan persamaan selama bertahun-tahun. Pada masa-masa kuno,
Yahweh telah dipersiapkan untuk menerima mereka sebagai Elohim,
anak-anak El Elyon ("Yang Mahatinggi"), 30 namun kini dewa-dewa
itu telah membuktikan bahwa mereka telah usang. Mereka akan
layu seperti manusia yang tidak abadi. Penulis Mazmur tidak saja
menggambarkan Yahweh mengutuk sesamanya, melainkan dalam
melakukan itu dia juga telah mengambil alih hak prerogratif tradisional
El, yang, tampaknya, masih memiliki karisma di Israel.
Meskipun ada penekanan yang begitu keras yang terdapat dalam
Alkitab, sebenarnya tak ada yang keliru dalam penyembahan berhala,
per se. ia baru menjadi sesuatu yang bisa ditolak atau dianggap naif
ketika citra tentang Tuhan yang dikonstruksikan secara amat hatihati, dibaurkan dengan realitas tak terucap yang kepadanya ia merujuk. Kita akan menyaksikan bahwa dalam sejarah Tuhan yang kemudian, sebagian orang Yahudi, Kristen, dan Muslim menggunakan
gambaran lama tentang realitas mutlak ini dan tiba pada sebuah
konsepsi yang lebih dekat dengan visi Hindu atau Buddha. Namun,
yang lainnya tidak pernah berhasil untuk menempuh langkah ini,
tetapi berasumsi bahwa konsepsi mereka tentang Tuhan identik
dengan misteri yang sangat luar biasa.
Bahaya religiusitas "keberhalaan" menjadi jelas sekitar tahun 622
SM selama masa pemerintahan Raja Yosia dari Yehuda. Dia ingin
mengubah kebijakan sinkretik pendahulunya, Raja Manasye (68742) dan Raja Amon (642-40) yang telah menganjurkan rakyatnya
untuk menyembah dewa-dewa Kanaan selain Yahweh. Manasye telah
menempatkan sebuah berhala untuk Asyera di Kuil, yang di dalamnya
telah banyak dijalankan kultus kesuburan. Karena banyak orang Israel
setia kepada Asyera dan sebagian ada yang menganggapnya sebagai
istri Yahweh, hanya penganut Yahwis yang sangat ketat yang memandang ini sebagai penyimpangan. Namun, karena bertekad untuk
meningkatkan pemujaan terhadap Yahweh, Yosia memutuskan untuk
mengadakan perbaikan besar-besaran di Kuil. Sementara para pekerja
sedang sibuk membongkar bagian-bagian bangunan Kuil, Imam Besar
Hilkia dikabarkan telah menemukan sebuah naskah kuno yang diduga
86
Tuhan yang Satu
merupakan tulisan tentang pidato perpisahan Musa kepada anakanak Israel. Dia memberikan naskah itu kepada sekretaris Yosia,
Safan, yang membacanya dengan suara keras di hadapan raja. Ketika
mendengar hal itu, raja muda tersebut menyobek bajunya karena
ketakutan: tak heran jika Yahweh telah begitu murka kepada para
pendahulunya! Mereka semua telah gagal total untuk mematuhi
perintah-perintah yang disampaikannya melalui Musa. 31
Hampir bisa dipastikan bahwa "Kitab Hukum" yang ditemukan
oleh Hilkia itu adalah inti dari naskah yang kini kita kenal sebagai
Kitab Ulangan. Ada berbagai teori tentang "penemuan"-nya yang
tepat waktu oleh kelompok pembaru. Beberapa di antaranya bahkan
menduga bahwa naskah itu ditulis secara rahasia oleh Hilkia dan
Safan sendiri dengan bantuan nabi perempuan Hulda, yang segera
dimintakan pendapatnya oleh Yosia. Kita tak pernah mengetahui
persisnya, tetapi naskah itu sungguh merefleksikan kekerasan pendirian yang sama sekali baru di Israel, yang juga merefleksikan perspektif abad ketujuh. Dalam pidato perpisahannya, Musa diperlihatkan
meletakkan sentralitas baru terhadap perjanjian dan gagasan tentang
keterpilihan Israel. Yahweh telah memilih umatnya di antara semua
bangsa lain, bukan karena kelebihan yang mereka miliki tetapi sematamata atas dasar cintanya yang besar. Sebagai balasannya, dia menuntut
kesetiaan penuh dan penolakan tegas terhadap semua tuhan lain.
Inti Kitab Ulangan mencakup deklarasi yang kemudian menjadi kesaksian iman orang-orang Yahudi:
Dengarkan [shema], hai orang Israel! TUHAN adalah Allah kita, TUHAN
itu esa [ebad]! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan. 32
Pilihan Tuhan telah menempatkan Israel berbeda dari goyim,
sehingga, sang pengarang membuat Musa bersabda, agar ketika tiba
di Tanah yang Dijanjikan mereka tidak berurusan dengan para penduduk asli. "Jangan mengadakan perjanjian dengan mereka dan
janganlah mengasihani mereka." 33 Tidak boleh ada perkawinan antarmereka dan interaksi sosial. Di atas segalanya, mereka harus menyapu
bersih agama Kanaan: "mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis,"
87
Sejarah Tuhan
perintah Musa kepada orang-orang Israel, "Sebab engkaulah umat
yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN,
Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat
kesayangan-Nya. "34
Ketika menyebut kembali Shema pada masa sekarang, orang
Yahudi memberinya interpretasi monoteistik: Yahweh Allah kami
yang Satu dan unik. Tradisi Deuteronomis belum lagi mencapai
perspektif ini. "Yahweh ehad" tidak berarti Allah itu Esa, melainkan
bahwa Yahweh adalah satu-satunya allah yang diizinkan untuk disembah. Tuhan-tuhan lain masih merupakan sebuah ancaman: pemujaan mereka sangat atraktif dan bisa memalingkan orang Israel dari
Yahweh, Tuhan yang pencemburu. Jika mereka mematuhi hukumhukum Yahweh, dia akan memberkati mereka dan menganugerahkan
kesejahteraan, tetapi jika mereka berkhianat, akibatnya akan sangat
merusak:
TUHAN akan menyerakkan engkau ke antara segala bangsa dari ujung
bumi ke ujung bumi; di sanalah engkau akan beribadah kepada allah
lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, yakni
kepada kayu dan batu .... Hidupmu akan terkatung-katung .... Pada
waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! Dan
pada waktu malam engkau akan berkata: Ah kalau pagi sekarang!
Karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu. 35
Ketika Raja Yosia dan rakyatnya mendengar ini di akhir abad
ketujuh, mereka sedang menghadapi sebuah ancaman politik baru.
Mereka telah berhasil menahan serangan tentara Asyur dan dengan
demikian telah terhindar dari nasib seperti sepuluh suku utara, yang
harus memikul hukuman yang digambarkan oleh Musa. Akan tetapi,
pada 606 SM, Raja Nabupolasar dari Babilonia akan menghancurkan
Asyur dan mulai membangun kerajaannya sendiri.
Dalam iklim yang sangat tidak aman ini, kebijakan Kitab Ulangan
memberi pengaruh besar. Bukannya mematuhi perintah-perintah
Yahweh, dua raja terakhir Israel secara sengaja justru mencumbui
bencana. Yosia segera memulai sebuah pembaruan, bertindak dengan
semangat yang patut diteladani. Semua gambaran, berhala, dan
simbol-simbol kesuburan dicampakkan keluar Kuil dan dibakar. Yosia
juga meruntuhkan patung besar Asyera dan menghancurkan kamarkamar pelacur Kuil, yang menenun pakaian untuk Asyera di sana.
Semua tempat suci kuno di negeri itu, yang telah menjadi pusat
88
Tuhan yang Satu
paganisme, dihancurkan. Sejak saat itu para rahib hanya diizinkan
melakukan upacara kurban untuk Yahweh di Kuil Yerusalem yang
telah disucikan. Para penulis tawarikh, yang merekam pembaruan
Yosia sekitar 300 tahun kemudian, memberikan deskripsi yang lugas:
Mezbah-mezbah para Baal dirobohkan di hadapannya [Yosia]; ia menghancurkan pedupaan-pedupaan yang ada di atasnya; ia meremukkan
dan menghancurluluhkan tiang-tiang suci berhala, patung-patung
pahatan dan patung-patung tuangan, dan menghamburkannya ke atas
kuburan orang-orang yang mempersembahkan kurban kepada berhalaberhala itu. Tulang-tulang para imam dibakarnya di atas mezbah-mezbah
mereka. Demikianlah ia mentahrirkan Yehuda dan Yerusalem. Juga di
kota-kota Manasye, Efraim dan Simeon, sampai di kota-kota Naftali,
yang di mana-mana telah menjadi reruntuhan, ia merobohkan segala
mezbah dan tiang berhala, meremukkan segala patung pahatan serta
menghancurkan semua pedupaan di seluruh tanah Israel.*
Ini jauh dari kekhidmatan penerimaan Buddha atas dewa-dewa
yang dia rasa tidak diinginkannya lagi. Penghancuran habis-habisan
ini tumbuh dari kebencian yang berakar dari rasa cemas dan takut
yang terpendam.
Para pembaru telah menulis ulang sejarah Israel. Kitab-kitab sejarah Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Raja-raja direvisi sesuai dengan
ideologi baru dan, kemudian, para editor Pentateukh menambahkan
bagian-bagian yang memberi tafsiran Deuteronomis atas mitos Pembebasan kepada narasi J dan E yang lebih tua. Yahweh kini adalah
perancang perang suci pemusnahan di Kanaan. Orang Israel diberi
tahu bahwa pribumi Kanaan tidak akan berdiam di negeri mereka, 37
sebuah kebijakan yang oleh Yosua diimplementasikan melalui cara
yang betul-betul tidak suci:
Pada waktu itu Yosua datang dan melenyapkan orang Enak dari
pegunungan, dari Hebron, Debir, dan Anab, dari seluruh pengunungan
Yehuda dan dari seluruh pegunungan Israel. Mereka dan kota-kota
mereka ditumpas oleh Yosua. Tidak ada lagi orang Enak ditinggalkan
hidup di negeri orang Israel; hanya di Gaza, di Gat, dan di Asdod
masih ada yang tertinggal.38
Sebenarnya kita tidak tahu apa-apa tentang penaklukan Kanaan
oleh Yosua dan Hakim-hakim, meski tak diragukan bahwa banyak
darah yang telah ditumpahkan. Akan tetapi, sekarang pertumpahan
89
Sejarah Tuhan
darah itu telah diberi alasan religius. Bahaya dari teologi keterpilihan
semacam itu, yang tidak dibenarkan dalam perspektif transenden
seorang Yesaya, diperlihatkan dengan jelas dalam peperangan suci
yang telah mencoreng sejarah monoteisme. Alih-alih menjadikan
Tuhan sebagai simbol untuk menantang prasangka kita dan memaksa
kita untuk berkontemplasi tentang kekurangan din sendiri, teologi
itu bisa digunakan untuk menguatkan kebencian egoistik kita dan
membuatnya menjadi absolut. Teologi ini menggambarkan Tuhan
berperilaku persis seperti kita, seakan-akan dia hanyalah seorang
manusia lain. Tuhan semacam itu tampaknya akan lebih menarik
dan populer daripada Tuhannya Amos dan Yesaya, yang menuntut
kritik diri yang keras.
Orang Yahudi acap dikritik atas kepercayaan bahwa mereka
adalah Umat Pilihan, namun para pengkritik melakukan kesalahan
yang sama melalui penyangkalan yang menghasut kebencian terhadap penyembahan berhala di masa biblikal. Ketiga agama monoteistik telah mengembangkan teologi keterpilihan yang mirip pada
periode-periode berbeda dalam sejarah mereka, kadang dengan
akibat yang lebih parah daripada yang dibayangkan dalam kitab
Yosua. Orang Kristen Barat khususnya agak terlalu yakin bahwa
mereka adalah umat pilihan Tuhan. Selama abad kesebelas dan kedua
belas, Pasukan Salib mencari alasan untuk membenarkan perang
suci mereka melawan Yahudi dan Muslim dengan menyebut diri
sebagai Umat Pilihan baru, yang mengambil alih tugas yang telah
gagal dijalankan oleh Yahudi. Teologi keterpilihan kaum Calvinis
telah banyak berperan dalam mendorong orang Amerika untuk mempercayai bahwa mereka sebangsa dengan Tuhan. Seperti dalam Kerajaan Yehudanya Yosia, kepercayaan semacam itu cenderung tumbuh
pada masa kerawanan politik ketika orang-orang dihantui ketakutan
akan kehancuran mereka sendiri. Mungkin karena alasan ini, kepercayaan itu tampak mendapatkan nyawa baru dalam berbagai bentuk
fundamentalisme yang lazim di kalangan Yahudi, Kristen, dan Muslim
pada saat tulisan ini dibuat. Tuhan yang personal seperti Yahweh
dapat dimanipulasi untuk menegaskan dirinya yang terkepung dengan
cara ini, sedangkan tuhan yang impersonal seperti Brahman tidak
dapat melakukan hal itu.
Kita mesti mencatat bahwa tidak semua orang Israel memegang
Deuteronomisme pada masa-masa yang menggiring ke penghancuran
Yerusalem oleh Nebukadnezar pada 587 SM dan pengusiran orang
90
Download