GEOMETRI HIPERBOLIK ABSTRAK Tulisan ini akan menguraikan tentang geometri non-euclid. Khususnya geometri hiperbolik. Geometri yang awalnya dikembangkan oleh matematikawan Janos Bolyai dan Lobachevsky. Geometri ini mulanya mempersoalkan aksioma ke-5 dari lima aksioma geometri bidang euclid, yaitu aksioma kesejajaran. Para matematikawan mencoba untuk membuktikan bahwa aksioma kelima Euclide bukanlah aksioma , dengan menggunakan aksioma ke-1 hingga ke-4, namun usaha mereka tidaklah berhasil. Berangkat dari percobaan untuk membuktikan bahwa aksioma kesejajaran bukanlah sebagai suatu aksioma melainkan teorema, munculah inspirasi pengetahuan baru mengenai geometri hiperbolik. Janos Bolyai dan Nicholas Lobhacevsky adalah matematikawan yang layak untuk dihargai karena berhasil menemukan sesuatu yang baru tersebut, ditempat yang berbeda dan secara sendiri-sendiri. Kata kunci : geometri, geometri euclid, geometri hiperbolik, aksioma, teorema, aksioma kesejajaran. A. Sejarah Perkembangan Geometri Geometri adalah bagian yang mempelajari bentuk-bentuk. Abstraksi dalam dunia nyata adalah tiga dimensi panjang , lebar, dan tinggi dan secara umum meniadakan kualitas lain seperti warna atau kasar atau halusnya permukaan. Geometri mampu membakukan bentuk-bentuk yang sama pada alam supaya dapat dipahami oleh orang Indonesia, Afrika ataupun Amerika. Asal usul geometri sendiri berasal dari bangsa Babylonia yang menciptakan metode untuk menghitung luas bidang sederhana yang dibatasi oleh hanya garis-garis lurus dan lingkaran. Hal ini direfleksikan dalam istilah geometri yang berasal dari kata “geo” (bumi) dan “metria” (pengukuran), sehingga makna lengkapnya adalah pengukuran tanah. Plato tidak mengijinkan orang masuk ke sekolah filsafat yang didirikanya tanpa memahami geometri. Tradisi ini di bawa oleh murid plato, Eudoxus, tanpa dokumentasi ini kemudian dilengkapi oleh Archimedes. Teori proporsional Eudoxus yang terangkum dalam “Element” yang artinya (mendasar atau elementary) dari Euclid yang terdiri atas 13 buku. Postulat dan aksioma ditetapkan oleh Euclid yang menekuni geometri bidang (plane geometry) selain polihedra dan bidang dalam poligonal. Archimedes melengkapidengan geometri benda solid (solid geometry) yang mempelajari secara seksama bentuk bola, silinder dan kerucut, yang kemudian didalami oleh Apollonius. Buku Almagest dari Ptolemy mulai menggunakan geometri untuk diterapkan ke dalam bidang astronomi yang memberi dasar bagi geometri deskriptif disusul oleh Desargues dan Poncelet mengembangklan geometri projektif. Descartes dalam bukunya La geometri (1637) menunjukan bagaimana bentuk-bentuk geometri dapat dianalisis secara aljabarik. Cara yang ditulis ini adalah awal geometri analitik Lobachevsky dan Janos Bolyai yang secara terpisah mencetuskan geometri non-Euclidian yang seringkali disebut pula dengan Geometri Hiperbolik. Sebelum dilengkapi oleh Riehman yang memperkenalkan Geometri Eliptik. Geometri hiperbolik, pertama dikembangkan oleh keluarga Bolyai. Seorang matematikawan Austria “Farkas Wolfgang Bolyai” (1775-1856) lah yang mula-mula menaruh minat utamanya pada dasar-dasar geometri dari postulat kelima Euclid, postulat kesejajaran. Selesai kuliah di Gottingen tahun 1799, pulang ke Hongaria dan mengajar matematika, fisika dan kimia pada Reformed College. Wolfgang mengajari pula anaknya sendiri Janos Bolyai. Putus asa dengan Postulat kesejajaran yang diketahuinya mempunyai kejanggalan namun tidak dapat dibuktikannya membuat dia menulis surat kepada anaknya : Jangan berkutat dengan postulat kesejajaran, karena akan mengurangi kenyamanan, kesehatan, dan ketenangan dan seluruh kebahagiaan dalam hidup ini. Sang anak Janos Bolyai, pada usia 21 tahun melanggar larangan ayahnya. Ia melanjutkan kepenasaran sang ayah yang menemukan kejanggalan postulat tersebut. Janos berhasil mengembangkan geometri yang beda dengan postulat kelima Euclid dan mencetuskan geometri Non-Euclid dengan cara yang berbeda dengan Nicolai Lobachevsky, yang kemudian dikenal dengan geometri hiperbolik. (http://mate-mati-kaku.com/asal-asal/geometri) Demikianlah balasan surat Janos Bolyai kepada ayahnya Wolfgang Bolyai I have discovered such wonderful things that I was amazed ... Out of nothing I have created a strange new universe. ~ Janos Bolyai (1802-1860), from a letter to his father, 1823. (Hvidsten, M, 2005, h. 263) B. Mengkaji Geometri Hiperbolik Sebelum kita kaji geometri hiperbolik, sedikit kita singgung terlebih dahulu 5 aksioma Euclid. Euclid mengembangkan geometri datar dengan 5 postulat atau aksioma, yaitu : 1. Diantara sembarang dua titik dapat dibentuk sebuah garis 2. Sejumlah Garis dapat diperluas tak tentu 3. Diberikan sebuah titik tertentu dengan jarak tertentu, sebuah lingkaran dapat dibentuk dengan membangun titik-titik yang berjarak sama dengan titik tertentu sebagai pusatnya. 4. Semua sudut siku-siku adalah kongruen. 5. Diberikan sembarang dua garis dalam bidang datar, jika garis ketiga l memotong garis sedemikian hingga dua sudut dalam sepihak pada salah satu sisinya pada l kurang dari dua buah sudut siku-siku, maka kedua garis yang kontinu tak tentu akan bertemu pada sisi tersebut pada l di mana sudut-sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku. (Hvidsten, M, 2005, h. 263) Postulat ke lima dapat dilukiskan sebagai berikut : l A k 1 2 m B Gambar 1 Para matematikawan, mencoba untuk mengurai kelemahan-kelemahan pada geometri Euclid. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah : Kelemahan 1. Euclides berusaha untuk mendefinisikan semuanya dalam geometri, sampai titik dan garis. Kelemahan 2. Postulat kelima dari Euclides yang terkenal dengan postulat kesejajaran terlalu panjang , sehingga merisaukan para matematikawan. Beberapa matematikawan menganggap, bahwa postulat kelima itu bukan postulat dan dapat dibuktikan dengan postulat yang lain. Usaha untuk membuktikan postulat kelima ini berlangsung sejak Euclid masih hidup sampai kira-kira sekitar tahun 1820. Tokoh-tokoh yang berusaha membuktikan hal ini antara lain Proclus dari Aleksandria (410-485), Girolamo Saccheri dari Italia (1607-1733), Karl Friederich Gauss dari Jerman (1777-1855), Wolfgang Farkas Bolyai dari Hongaria (1775-1856) dan anaknya Janos Bolyai (1802-1860) dan juga Nicolai Lobachevsky (1793-1856). Usaha-usaha ini tidak ada yang berhasil dan tampak keunggulan Euclides. Tetapi usaha ini mengakibatkan ditemukannya geometri lain yang disebut dengan Geometri Non-Euclide. Janos Bolyai dan Nicolai Lobachevsky lah yang secara berbeda berhasil menemukan geometri hiperbolik.(Moeharti, 1996, h. 1.12-1.13) Berikut aksioma-aksioma geometri hiperbolik dan perbedaanya dengan geometri Euclid. Aksioma Euclide Untuk sembarang titik A dan suatu garis r yang tidak melalui A ada tidak lebih dari satu garis melalui A dalam bidang A r , yang tidak memotong r. Aksioma Hiperbolik. Untuk sembarang titik A dan suatu garis r yang tidak melalui A ada lebih dari satu garis melalui A dalam bidang A r , yang tidak memotong r. Dapat kita lihat bahwa geometri Euclid dan geometri hiperbolik hanya berbeda kata “tidak” dalam aksiomanya . Tetapi kita tidak perlu mempertanyakan geometri yang mana yang benar. Praktis tidak mungkin ditentukan geometri yang mana yang memberikan dasar yang baik dipakai untuk menguraikan ruang astronomi. Ditinjau dari geometri murnipun sukar untuk ditentukan apakah aksioma-aksioma itu konsisten dengan aksioma-aksioma lainnya dari geometri absolut (netral). Sebab menurut Godel, tidak ada bukti interen untuk konsistensi untuk sistemsistem yang menyangkut himpunan tidak berhingga. Kita sudah harus puas dengan konsistensi relatif. Konsistensi relatif ini terdapat jika dalam masingmasing geometri didapatkan model untuk geometri lainnya. Sudut Kesejajaran dalam geometri hiperbolik. Kita dapatkan dua garis melalui titik A di luar garis r yang sejajar dengan r. A M N r B Gambar 2 Kedua garis yang melalui A dan sejajara r membentuk sudut NAM. Dari A ditarik AB tegak lurus r. Refleksi terhadap AB menunjukan, bahwa BAM dan NAM sama dan keduanya lancip. Menurut Lobachevsky masing-masing disebut sudut kesejajaran yang berkorespondensi dengan jarak AB dan ditulis BAM = π (AB) Untuk lebih mengenal sudut kesejajaran ini kita perlukan beberapa dalil tentang segitiga asimtotik. Dalil 1 Dalam suatu segitiga simtotik EFM sudut luar di E (atau F) lebih besar dari pada sudut dalam di F (atau E). E 1 M 1 Dapat disimpulkan pula, bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga asimtotik kurang dari . F Dalil 2 Gambar 3 Jika dua segitiga asimtotik AEM dan A’E’M’ mempunyai A = A' dan E = E ' , maka AE = A’E’ Bukti dalil 2 adalah, Jika AE ≠ A’E’, maka yang satu tentu lebih besar dari yang lain, misalnya A’E’ ≥ AE A A ’ M M’ E F E ’ Gambar 4a Gambar 4b Pada E / A diambil F sedemikian hingga AE = A’E’ dan ditarik EM sejajar AM, maka akan kita dapat MEA > MFA = M’E’A’ = MEA MEA > MEA Ini tidak mungkin, jadi AE = A’E’ Hasil ini memungkinkan kita untuk menetapkan adanya suatu garis sejajar persekutuan dengan dua sinar yang diketahui yang membentuk suatu sudut. Misalkan sinar-sinar itu ON dan OM yang membentuk sudut NOM. Akan ditunjukan adanya suatu garis MN yang sejajar dengan OM pada ujung yang lain. O A’ A C a E1 N M a’ l F Gambar 5 Pada sinar-sinar OM dan ON ditentukan segmen-segmen yang sama OA dan OA’. Kemudian ditarik A’M sejajar OM dan AN sejajar ON. Dibuat garis bagi sudut NA’M dan NAM yaitu a’ dan a. Akan ditunjukan, bahwa a dan a’ ultraparalel suatu garis tegak lurus persekutuannya adalah garis paralel perseketuan dari ON dan OM, yaitu MN. Jika mungkin, andaikan a dan a’ berpotongan di L, maka tentu AL = A’L. Dapat dibuat dua segitiga asimtotik ALM dan A’LM. Misalkan A’M memotong AN di C dan memotong a di E. Karena seluruh bangun simetrik oleh refleksi terhadap OC, maka kedua sudut di A dan A’ sama. Jadi segitiga asimtotik ALM dan A’LM kongruen dan ALM = A’LM. Hal ini tidak mungkin, jadi a dan a’ tidak mungkin berpotongan. Jika mungkin, andaikan a dan a’ sejajar dengan titik akhir persekutuan L . Maka segitiga asimtotik AEM dan A’EL mempunyai A = A’ dan E 1 = E 2, Sehingga menurut suatu dalil kedua segitiga itu kongruen. Akan terdapat AE = A’E, yang berarti E berimpit dengan C. Hal ini tidak mungkin, jadi a dan a’ tidak sejajar. Jadi kesimpulanya a dan a’ ultraparalel dan mempunyai suatu garis tegak lurus persekutuan FF’. Andaikan FF’ tidak sejajar OM, maka dapat dibuat segitiga asimtotik AFM yang jumlah besar sudutnya π . Hal ini tidak mungkin, karena bertentangan dengan suatu dalil. Jadi FF’ sejajar dengan OM dan juga sejajar dengan ON, yaitu FF’ ialah garis sejajar persekutuan sinar-sinar itu, yaitu sama dengan MN yang kita cari. Garis sejajar persekutuan ini tunggal, karena andaikan ada 2 garis, maka mereka akan sejajar pada kedua ujungnya yang bertentangan dengan keadaan pada Geometri Hiperbolik. Maka terdapat dalil berikut. Dalil 3 Sekarang dua garis ultraparalel mempunyai garis tegak lurus persekutuan yang tunggal. Jadi kita menyatakan adanya suatu garis melalui suatu titik sejajar dengan suatu sinar yang diketahui, dan adanya suatu garis tegaklurus persekutuan pada 2 garis ultraparalel. Kita dapat juga dalil berikut. Dalil 4 Sekarang dua sinar yang tidak sejajar mempunyai garis paralel (sejajar) persekutuan tunggal. Hasil-hasil diatas membenarkan penggunaan titik-titik akhir sebagai titiktitik biasa. Setiap dua titik akhir M dan N menentukan garis tunggal MN. Suatu garis melalui titik A sejajar BM menentukan sudut kesejajaran π (AB) (gb 1). Sebaliknya kita dapat menentukan suatu jarak x yang sudut kesejajaran π (x) yang A1 A N M B C Gambar 6 Sama dengan sebarang sudut lancip yang diketahui. Dengan kata lain, jika diketahui suatu sudut lancip CAM, kita dapat menentukan garis BM yang tegak lurus AC dan sejajar AM. Dengan merefleksikan AM terhadap AC didapat AN, kemudian dapat ditarik garis sejajar persekutuan MN yang memotong AC di B. Dalil 5 Untuk sebarang dua garis yang tidak tegaklurus sesamanya dapat ditemukan suatu garis yang tegaklurus yang satu dan sejajar yang lain. Jika A’ pada sinar A/B (gb 5) sedemikian, hingga A’B > AB, maka π (A’B) < π(AB). Maka tampak, bahwa fungsi π (x) turun dari ½ π ke nol, apabila x naik dari 0 ke . Ketika sebut AMN suatu segitiga asimtotik dobel “doubly asymtotic”. Tampak , bahwa segitiga semacam ini ditentukan oleh satu sedutnya positif. Dengan kata lain seperti dalil berikut. Dalil 6 Dua segitiga asimtotik dobel kongruen, jika segitiga-segitiga itu mempunyai sudut-sudut yang sama. Jika ada dua sinar pada dua garis sejajar LM dan LN maka dapat ditemukan garis yang sejajar dengan kedua sinar itu (menurut dalil 4). Maka diperoleh suatu segitiga asimtotik trebel (“trebely asymetric”) LMN Dalil 7 Setiap dua segitiga asimtotik trebel adalah kongruen. Bukti : £ N £1 N1 M M1 Gambar 7a gambar 7b Diketahui dua segitiga asimtotik trebel LMN dan L’M’N. Bagilah masing-masing menjadi dua segitiga asimtotik dobel siku-siku dengan menarik suatu garis yang tegaklurus suatu sisi dan sejajar sisi yang lain (dalil 5). Menurut dalil 6 keempat segitiga asimtotik dobel itu kongruen. Jadi segitigasegitiga asimtotik trebel LMN dan L’M’N kongruen. Bahwa jumlah besar sudut-sudut segitiga kurang dari dua sudut siku-siku tidak hanya berlaku untuk segitiga asimtotik, tetapi berlaku juga untuk segitiga biasa. Dalil 8 Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga kurang dari dua sudut siku-siku. Bukti : C D E J Gambar 8 F I Suatu segitiga tidak mungkin mempunyai dua sudut siku-siku atau dua sudut tumpul. Misalnya ABC suatu segitiga dengan A dan B lancip. Titik tengah AC dan BC disebut berturut-turut J dan I. Ditarik AD, BE dan CF tegaklurus garis IJ. Terdapatlah CFI. AD=CF=BE ABED suatu sisiempat Saccheri ACB = JCF + FCI = JAD + EBI Jumlah sudut-sudut ABC ialah BAC + ACB + CBA = BAJ + JAD + EBI + IBA = BAD + ABE. Pada sisiempat Saccheri ABED, maka BAD dan ABE keduanya lancip. Jadi jumlah besar sudut-sudut ABC kurang dari dua sudut siku-siku. Berikut akan kita pelajari Teori luas dari Lobachevsky. Akan kita tinjau pengukuran luas, khususnya luas suatu segitiga. Pengukuran luas suatu daerah dalam Geometri Hiperbolik yidak dapat dilaksanakan dengan bujursangkar satuan seperti dalam Geometri Euclides, karena dalam Geometri Hiperbolik tidak ada bujursangkar. Cara yang akan digunakan ialah dengan memperhatikan sifat-sifat utama dari ukuran luas suatu segitiga. Dengan tidak memandang bagaimana luas itu didefinisikan tentu berlaku sifat-sifat sebagai berikut. a. Positivitas Pada setiap segitigas berkorespendesni suatu bilangan nyata positif tunggal tertentu, yang disebut luasnya. b. Lavariansi terhadap kongruensi Segitigas-segitiga yang kongruen mempunyai luas yang sama. c. Additivitas Jika suatu segitiga T dibagi dalam dua segitia tiga T1 dan T2 oleh suatu segmen yang menghubungkan suatu titik sudut dengan suatu titik di sisi depannya, maka luas T sama dengan jumlah luas T1 dan T2. Setiap proses pengukuran luas menentukan suatu fungsi berharga nyata yang didefinisikan untuk semua segitiga dan memenuhi sifat-sifat a, b dan c. Mengingat ini, maka kita mendefinisikan konsep ukuran luas atau fungsi luas untuk segitiga dengan menggunakan sifat-sifat tersebut dan tidak tergantung dari proses pengukuran khusus yang manapun. Jadi kita terima definisi berikut. Definisi : Pandang suatu fungsi yang memasangkan pada setiap segitiga suatu bilangan nyata tertentu sedemikian, hingga sifat-sifat a, n dan c dipenuhi. Maka fungsi itu disebut fungsi luas atau ukuran luas (untuk segitiga). Maka (ABC) menunjukkan harga yang memasangkan (mengawankan) pada ABC dan disebut luas atau ukuran ABC yang ditentukan oleh . Definisi ini tidak hanya berlaku untuk geometri hiperbolik, tetapi berlaku untuk geometri absolut, jadi berlaku juga untuk geometri Euclides. Dalam geometri Euclides kita ingat rumus luas segitiga ialah ½ at yang merupakan fungsi luas (a=alas, t=tinggi). Sifat additivitas dapat diperluas untuk suku-suku yang berhingga banyaknya. Dalil 9. Misalkan suatu segitiga dibagi dalam sejumlah segitiga yang saling asing (tidak tumpang tindih) 1, 2, ... n, maka untuk setiap fungsi luas berlaku () = (1) + (2)+..... (n). Hasil ini penting sekali, tetapi tidak dapat kita buktikan sekarang, karena terlalu sulit dan belum kita perlukan. Fungsi luas dalam geometri hiperbolik kita perkenalkan secara abstrak saja. Definisi Defek (“defect”) ABC ialah 180o – (A + B + C) yang dimaksud dengan A, B dan C disini adalah ukuran derajat dari sudut-sudut itu. Sehingga defek suatu segitiga berupa bilangan nyata, bukan banyaknya derajat. Derajat suatu segitiga berperan sebagai ukuran luas. Dalil 10 Defek adalah fungsi luas untuk segitiga-segitiga. Bukti Sifat-sifat a dan b adalah akibat dari dalil-dalil yang lalu. Untuk membuktikan sifat c misalkan diketahui ABC dan D suatu titik pada BC, sehingga AD membagi ABC menjadi ABD dan ADC. A B D C Gambar 9 Jumlah defek dari ABD dan ADC ialah 180 - (BAD + B + BDA) + 180 – (CAD + C + ADC) = 180 - (BAD + CAD + B + C) karena BDA + ADC = 180) = 180 – ( BAC + B + C) = 180 – ( A + B + C) Yang sama dengan defek ABC Dalil di atas menunjukkan adanya fungsi luas. Apakah ada fungsi luas lainnya ? Dalil 11 Setiap kelipatan suatu fungsi luas oleh konstanta positif adalah juga suatu fungsi luas. Perkalian suatu fungsi luas dengan suatu konstanta positif mengubah satuan ukuran, tetapi tidak mengubah perbandingan ukuran segitiga. Definisi defek yang kita gunakan tergantung dari perjanjian dasar untuk mengukur sudut dengan derajat. Jika kita gunakan satuan lain untuk ukuran sudut dan mendefinisikan defek dengan cara biasa. Maka akan terdapat suatu kelipatan konstan dari defek yang didefinisikan semula. Dalil 12. Sebarang dua fungsi adalah sebanding. Secara umum dapat ditulis : Luas sebarang ABC dengan sifat-sifat berhingga adalah kelipatan konstan dari defeknya (“angular defect”) = ( - (A + B + C). Jika A, B dan C banyaknya satuan radial sudut-sudut itu dan tergantung dari satuannya. C. Beberapa perbandingan Geometri Hiperbolik dan Euclide Untuk memfasilitasi perbandingan dari tiga perilaku yang menarik khususnya dari titik dan garis dapat dilihat dari tabel berikut. EUCLID HIPERBOLIK Dua garis yang Paling banyak satu Paling banyak satu berbeda saling berpotongan pada Garis L yang Satu dan hanya Setidaknya dua diketahui dan titik satu-satunya garis P tidak pada garis, maka akan ada Suatu garis akan akan Garis sejajar Dimana-mana berjarak sama Untuk sembarang ada tidak titik A dan suatu dari satu Dimana-mana tidak berjarak sama lebih ada lebih dari satu garis garis melalui A titik Yang melaui P yang sejajar dengan L Terpisah menjadi dua bagian oleh suatu titik garis r yang tidak melalui A dalam melalui A bidang A r , yang tidak memotong r Hipotesis Saccheri Hipotesis sudut yang valid adalah siku-siku Jika suatu garis haruslah berpotongan dengan satu dari dua garis sejajar, maka garis tersebut Dua garis yang Akan sejajar berbeda akan tegak lurus dengan garis yang sama maka dalam bidang A r , yang tidak memotong r Hipotesis sudut lancip Kemungkinan atau Akan memotong garis tidak mungkin tersebut Jumlah sudut suatu Akan sama dengan segitiga Luas segitiga Akan bebas Akan kurang dari Dua segitiga yang Sama besar memiliki sudut yang sehadap sama besar akan Akan sejajar 1800 Sebanding dengan Jumlah sudutnya kekurangan kongruen D. Kesimpulan Geometri hiperbolik adalah satu dari jenis geometri non-Euclid, yang lahir dari usaha untuk membuktikan kejanggalan postulat ke-5 dari geometri Euclid. Walaupun usaha itu tidak berhasil, namun dari upaya itu terinspirasilah dan terciptlah suatu jenis geometri baru yaitu hiperbolik. Kita tidak perlu mempertanyakan geometri yang mana yang benar. Praktis tidak mungkin ditentukan geometri yang mana yang memberikan dasar yang baik dipakai untuk menguraikan ruang astronomi DAFTAR PUSTAKA Hvidsten,M. 2005. Geometry with geometry explorer. Singapore : McGraw-Hill International Edition. Moeharti. 1996. Sistem-sistem geometri. Jakarta : Universitas Terbuka Rohana & Afgani, M.W. 2006. Teori Geometri Non-Euclid Rieman. Makalah didownload dari http:google.co.id/search?g=geometri+hiperbolik&hl=id&sta, pada 10 juni 2009 pukul 19.00 WIB. Asal-asal Geometri dan tokoh-tokohnya, didownload dari kaku.com/asal-asal/geometri pada 10 juni 2009 pukul 19.00 WIB http://mate-mati-