mengkaji geometri hiperbolik

advertisement
GEOMETRI HIPERBOLIK
ABSTRAK
Tulisan ini akan menguraikan tentang geometri non-euclid. Khususnya geometri
hiperbolik. Geometri yang awalnya dikembangkan oleh matematikawan Janos
Bolyai dan Lobachevsky. Geometri ini mulanya mempersoalkan aksioma ke-5
dari lima aksioma geometri bidang euclid, yaitu aksioma kesejajaran. Para
matematikawan mencoba untuk membuktikan bahwa aksioma kelima Euclide
bukanlah aksioma , dengan menggunakan aksioma ke-1 hingga ke-4, namun
usaha mereka tidaklah berhasil. Berangkat dari percobaan untuk membuktikan
bahwa aksioma kesejajaran bukanlah sebagai suatu aksioma melainkan teorema,
munculah inspirasi pengetahuan baru mengenai geometri hiperbolik. Janos Bolyai
dan Nicholas Lobhacevsky adalah matematikawan yang layak untuk dihargai
karena berhasil menemukan sesuatu yang baru tersebut, ditempat yang berbeda
dan secara sendiri-sendiri.
Kata kunci : geometri, geometri euclid, geometri hiperbolik, aksioma, teorema,
aksioma kesejajaran.
A. Sejarah Perkembangan Geometri
Geometri adalah bagian yang mempelajari bentuk-bentuk. Abstraksi dalam
dunia nyata adalah tiga dimensi panjang , lebar, dan tinggi dan secara umum
meniadakan kualitas lain seperti warna atau kasar atau halusnya permukaan.
Geometri mampu membakukan bentuk-bentuk yang sama pada alam supaya dapat
dipahami oleh orang Indonesia, Afrika ataupun Amerika. Asal usul geometri
sendiri berasal dari bangsa Babylonia yang menciptakan metode untuk
menghitung luas bidang sederhana yang dibatasi oleh hanya garis-garis lurus dan
lingkaran. Hal ini direfleksikan dalam istilah geometri yang berasal dari kata
“geo” (bumi) dan “metria” (pengukuran), sehingga makna lengkapnya adalah
pengukuran tanah.
Plato tidak mengijinkan orang masuk ke sekolah filsafat yang didirikanya
tanpa memahami geometri. Tradisi ini di bawa oleh murid plato, Eudoxus, tanpa
dokumentasi ini kemudian dilengkapi oleh Archimedes. Teori proporsional
Eudoxus yang terangkum dalam “Element” yang artinya (mendasar atau
elementary) dari Euclid yang terdiri atas 13 buku. Postulat dan aksioma ditetapkan
oleh Euclid yang menekuni geometri bidang (plane geometry) selain polihedra
dan bidang dalam poligonal. Archimedes melengkapidengan geometri benda solid
(solid geometry) yang mempelajari secara seksama bentuk bola, silinder dan
kerucut, yang kemudian didalami oleh Apollonius.
Buku Almagest dari Ptolemy mulai menggunakan geometri untuk
diterapkan ke dalam bidang astronomi yang memberi dasar bagi geometri
deskriptif disusul oleh Desargues dan Poncelet mengembangklan geometri
projektif. Descartes dalam bukunya La geometri (1637) menunjukan bagaimana
bentuk-bentuk geometri dapat dianalisis secara aljabarik. Cara yang ditulis ini
adalah awal geometri analitik Lobachevsky dan Janos Bolyai yang secara terpisah
mencetuskan geometri non-Euclidian yang seringkali disebut pula dengan
Geometri Hiperbolik. Sebelum dilengkapi oleh Riehman yang memperkenalkan
Geometri Eliptik.
Geometri hiperbolik, pertama dikembangkan oleh keluarga Bolyai.
Seorang matematikawan Austria “Farkas Wolfgang Bolyai” (1775-1856) lah yang
mula-mula menaruh minat utamanya pada dasar-dasar geometri dari postulat
kelima Euclid, postulat kesejajaran. Selesai kuliah di Gottingen tahun 1799,
pulang ke Hongaria dan mengajar matematika, fisika dan kimia pada Reformed
College. Wolfgang mengajari pula anaknya sendiri Janos Bolyai. Putus asa
dengan Postulat kesejajaran yang diketahuinya mempunyai kejanggalan namun
tidak dapat dibuktikannya membuat dia menulis surat kepada anaknya :
Jangan berkutat dengan postulat kesejajaran, karena akan mengurangi
kenyamanan, kesehatan, dan ketenangan dan seluruh kebahagiaan dalam hidup
ini.
Sang anak Janos Bolyai, pada usia 21 tahun melanggar larangan ayahnya. Ia
melanjutkan kepenasaran sang ayah yang menemukan kejanggalan postulat
tersebut. Janos berhasil mengembangkan geometri yang beda dengan postulat
kelima Euclid dan mencetuskan geometri Non-Euclid dengan cara yang berbeda
dengan Nicolai Lobachevsky, yang kemudian dikenal dengan geometri hiperbolik.
(http://mate-mati-kaku.com/asal-asal/geometri)
Demikianlah balasan surat Janos Bolyai kepada ayahnya Wolfgang Bolyai
I have discovered such wonderful things that I was amazed ...
Out of nothing I have created a strange new universe.
~ Janos Bolyai (1802-1860), from a letter to his father, 1823. (Hvidsten, M, 2005,
h. 263)
B. Mengkaji Geometri Hiperbolik
Sebelum kita kaji geometri hiperbolik, sedikit kita singgung terlebih
dahulu 5 aksioma Euclid. Euclid mengembangkan geometri datar dengan 5
postulat atau aksioma, yaitu :
1. Diantara sembarang dua titik dapat dibentuk sebuah garis
2. Sejumlah Garis dapat diperluas tak tentu
3. Diberikan sebuah titik tertentu dengan jarak tertentu, sebuah lingkaran
dapat dibentuk dengan membangun titik-titik yang berjarak sama dengan
titik tertentu sebagai pusatnya.
4. Semua sudut siku-siku adalah kongruen.
5. Diberikan sembarang dua garis dalam bidang datar, jika garis ketiga l
memotong garis sedemikian hingga dua sudut dalam sepihak pada salah
satu sisinya pada l kurang dari dua buah sudut siku-siku, maka kedua
garis yang kontinu tak tentu akan bertemu pada sisi tersebut pada l di
mana sudut-sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku. (Hvidsten, M,
2005, h. 263)
Postulat ke lima dapat dilukiskan sebagai berikut :
l
A
k
1
2
m
B
Gambar 1
Para matematikawan, mencoba untuk mengurai kelemahan-kelemahan pada
geometri Euclid. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah :
Kelemahan 1.
Euclides berusaha untuk mendefinisikan semuanya dalam geometri, sampai titik
dan garis.
Kelemahan 2.
Postulat kelima dari Euclides yang terkenal dengan postulat kesejajaran terlalu
panjang , sehingga merisaukan para matematikawan. Beberapa matematikawan
menganggap, bahwa postulat kelima itu bukan postulat dan dapat dibuktikan
dengan postulat yang lain. Usaha untuk membuktikan postulat kelima ini
berlangsung sejak Euclid masih hidup sampai kira-kira sekitar tahun 1820.
Tokoh-tokoh yang berusaha membuktikan hal ini antara lain Proclus dari
Aleksandria (410-485), Girolamo Saccheri dari Italia (1607-1733), Karl
Friederich Gauss dari Jerman (1777-1855), Wolfgang Farkas Bolyai dari
Hongaria (1775-1856) dan anaknya Janos Bolyai (1802-1860) dan juga Nicolai
Lobachevsky (1793-1856).
Usaha-usaha ini tidak ada yang berhasil dan tampak keunggulan Euclides. Tetapi
usaha ini mengakibatkan ditemukannya geometri lain yang disebut dengan
Geometri Non-Euclide. Janos Bolyai dan Nicolai Lobachevsky lah yang secara
berbeda berhasil menemukan geometri hiperbolik.(Moeharti, 1996, h. 1.12-1.13)
Berikut aksioma-aksioma geometri hiperbolik dan perbedaanya dengan geometri
Euclid.
Aksioma Euclide
Untuk sembarang titik A dan suatu garis r yang tidak melalui A ada tidak lebih
dari satu garis melalui A dalam bidang A r , yang tidak memotong r.
Aksioma Hiperbolik.
Untuk sembarang titik A dan suatu garis r yang tidak melalui A ada lebih dari satu
garis melalui A dalam bidang A r , yang tidak memotong r.
Dapat kita lihat bahwa geometri Euclid dan geometri hiperbolik hanya berbeda
kata “tidak” dalam aksiomanya . Tetapi kita tidak perlu mempertanyakan
geometri yang mana yang benar. Praktis tidak mungkin ditentukan geometri yang
mana yang memberikan dasar yang baik dipakai untuk menguraikan ruang
astronomi.
Ditinjau dari geometri murnipun sukar untuk ditentukan apakah aksioma-aksioma
itu konsisten dengan aksioma-aksioma lainnya dari geometri absolut (netral).
Sebab menurut Godel, tidak ada bukti interen untuk konsistensi untuk sistemsistem yang menyangkut himpunan tidak berhingga. Kita sudah harus puas
dengan konsistensi relatif. Konsistensi relatif ini terdapat jika dalam masingmasing geometri didapatkan model untuk geometri lainnya.
Sudut Kesejajaran dalam geometri hiperbolik.
Kita dapatkan dua garis melalui titik A di luar garis r yang sejajar dengan r.
A
M
N
r
B
Gambar 2
Kedua garis yang melalui A dan sejajara r membentuk sudut NAM. Dari A
ditarik AB tegak lurus r. Refleksi terhadap AB menunjukan, bahwa BAM dan
NAM sama dan keduanya lancip. Menurut Lobachevsky masing-masing disebut
sudut kesejajaran yang berkorespondensi dengan jarak AB dan ditulis
BAM = π (AB)
Untuk lebih mengenal sudut kesejajaran ini kita perlukan beberapa dalil tentang
segitiga asimtotik.
Dalil 1
Dalam suatu segitiga simtotik EFM sudut luar di E (atau F) lebih besar dari pada
sudut dalam di F (atau E).
E
1
M
1
Dapat disimpulkan pula, bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga asimtotik
kurang dari  .
F
Dalil 2
Gambar 3
Jika dua segitiga asimtotik AEM dan A’E’M’ mempunyai A = A' dan E =
E ' , maka AE = A’E’
Bukti dalil 2 adalah,
Jika AE ≠ A’E’, maka yang satu tentu lebih besar dari yang lain, misalnya A’E’
≥ AE
A
A
’
M
M’
E
F
E
’
Gambar 4a
Gambar 4b
Pada E / A diambil F sedemikian hingga AE = A’E’ dan ditarik EM sejajar AM,
maka akan kita dapat  MEA >  MFA =  M’E’A’ =  MEA
 MEA >  MEA
Ini tidak mungkin, jadi AE = A’E’
Hasil ini memungkinkan kita untuk menetapkan adanya suatu garis sejajar
persekutuan dengan dua sinar yang diketahui yang membentuk suatu sudut.
Misalkan sinar-sinar itu ON dan OM yang membentuk sudut NOM. Akan
ditunjukan adanya suatu garis MN yang sejajar dengan OM pada ujung yang lain.
O
A’
A
C
a
E1
N
M
a’
l
F
Gambar 5
Pada sinar-sinar OM dan ON ditentukan segmen-segmen yang sama OA
dan OA’. Kemudian ditarik A’M sejajar OM dan AN sejajar ON. Dibuat garis
bagi sudut NA’M dan NAM yaitu a’ dan a.
Akan ditunjukan, bahwa a dan a’ ultraparalel suatu garis tegak lurus
persekutuannya adalah garis paralel perseketuan dari ON dan OM, yaitu MN.
Jika mungkin, andaikan a dan a’ berpotongan di L, maka tentu AL =
A’L. Dapat dibuat dua segitiga asimtotik ALM dan A’LM. Misalkan A’M
memotong AN di C dan memotong a di E. Karena seluruh bangun simetrik oleh
refleksi terhadap OC, maka kedua sudut di A dan A’ sama. Jadi segitiga asimtotik
ALM dan A’LM kongruen dan  ALM =  A’LM. Hal ini tidak mungkin, jadi a
dan a’ tidak mungkin berpotongan.
Jika mungkin, andaikan a dan a’ sejajar dengan titik akhir persekutuan L .
Maka segitiga asimtotik AEM dan A’EL mempunyai  A =  A’ dan E 1 =
E 2, Sehingga menurut suatu dalil kedua segitiga itu kongruen. Akan terdapat
AE = A’E, yang berarti E berimpit dengan C. Hal ini tidak mungkin, jadi a dan a’
tidak sejajar.
Jadi kesimpulanya a dan a’ ultraparalel dan mempunyai suatu garis tegak
lurus persekutuan FF’. Andaikan FF’ tidak sejajar OM, maka dapat dibuat segitiga
asimtotik AFM yang jumlah besar sudutnya π . Hal ini tidak mungkin, karena
bertentangan dengan suatu dalil.
Jadi FF’ sejajar dengan OM dan juga sejajar dengan ON, yaitu FF’ ialah
garis sejajar persekutuan sinar-sinar itu, yaitu sama dengan MN yang kita cari.
Garis sejajar persekutuan ini tunggal, karena andaikan ada 2 garis, maka
mereka akan sejajar pada kedua ujungnya yang bertentangan dengan keadaan
pada Geometri Hiperbolik. Maka terdapat dalil berikut.
Dalil 3
Sekarang dua garis ultraparalel mempunyai garis tegak lurus persekutuan yang
tunggal.
Jadi kita menyatakan adanya suatu garis melalui suatu titik sejajar dengan suatu
sinar yang diketahui, dan adanya suatu garis tegaklurus persekutuan pada 2 garis
ultraparalel. Kita dapat juga dalil berikut.
Dalil 4
Sekarang dua sinar yang tidak sejajar mempunyai garis paralel (sejajar)
persekutuan tunggal.
Hasil-hasil diatas membenarkan penggunaan titik-titik akhir sebagai titiktitik biasa. Setiap dua titik akhir M dan N menentukan garis tunggal MN. Suatu
garis melalui titik A sejajar BM menentukan sudut kesejajaran π (AB) (gb 1).
Sebaliknya kita dapat menentukan suatu jarak x yang sudut kesejajaran π (x)
yang
A1
A
N
M
B
C
Gambar 6
Sama dengan sebarang sudut lancip yang diketahui. Dengan kata lain, jika
diketahui suatu sudut lancip CAM, kita dapat menentukan garis BM yang tegak
lurus AC dan sejajar AM. Dengan merefleksikan AM terhadap AC didapat AN,
kemudian dapat ditarik garis sejajar persekutuan MN yang memotong AC di B.
Dalil 5
Untuk sebarang dua garis yang tidak tegaklurus sesamanya dapat ditemukan suatu
garis yang tegaklurus yang satu dan sejajar yang lain.
Jika A’ pada sinar A/B (gb 5) sedemikian, hingga A’B > AB, maka π
(A’B) < π(AB). Maka tampak, bahwa fungsi π (x) turun dari ½ π ke nol, apabila x
naik dari 0 ke .
Ketika sebut AMN suatu segitiga asimtotik dobel “doubly asymtotic”.
Tampak , bahwa segitiga semacam ini ditentukan oleh satu sedutnya positif.
Dengan kata lain seperti dalil berikut.
Dalil 6
Dua segitiga asimtotik dobel kongruen, jika segitiga-segitiga itu mempunyai
sudut-sudut yang sama.
Jika ada dua sinar pada dua garis sejajar LM dan LN maka dapat ditemukan garis
yang sejajar dengan kedua sinar itu (menurut dalil 4). Maka diperoleh suatu
segitiga asimtotik trebel (“trebely asymetric”) LMN
Dalil 7
Setiap dua segitiga asimtotik trebel adalah kongruen.
Bukti :
£
N
£1
N1
M
M1
Gambar 7a
gambar 7b
Diketahui dua segitiga asimtotik trebel LMN dan L’M’N.
Bagilah masing-masing menjadi dua segitiga asimtotik dobel siku-siku dengan
menarik suatu garis yang tegaklurus suatu sisi dan sejajar sisi yang lain (dalil 5).
Menurut dalil 6 keempat segitiga asimtotik dobel itu kongruen. Jadi segitigasegitiga asimtotik trebel LMN dan L’M’N kongruen.
Bahwa jumlah besar sudut-sudut segitiga kurang dari dua sudut siku-siku
tidak hanya berlaku untuk segitiga asimtotik, tetapi berlaku juga untuk segitiga
biasa.
Dalil 8
Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga kurang dari dua sudut siku-siku.
Bukti :
C
D
E
J
Gambar 8
F
I
Suatu segitiga tidak mungkin mempunyai dua sudut siku-siku atau dua
sudut tumpul. Misalnya ABC suatu segitiga dengan A dan B lancip. Titik tengah
AC dan BC disebut berturut-turut J dan I. Ditarik AD, BE dan CF tegaklurus garis
IJ. Terdapatlah  CFI.
AD=CF=BE
ABED suatu sisiempat Saccheri
 ACB =  JCF +  FCI =  JAD +  EBI
Jumlah sudut-sudut  ABC ialah
 BAC +  ACB +  CBA =  BAJ +  JAD +  EBI +  IBA =  BAD + 
ABE.
Pada sisiempat Saccheri ABED, maka  BAD dan  ABE keduanya lancip.
Jadi jumlah besar sudut-sudut  ABC kurang dari dua sudut siku-siku.
Berikut akan kita pelajari Teori luas dari Lobachevsky. Akan kita tinjau
pengukuran luas, khususnya luas suatu segitiga. Pengukuran luas suatu daerah
dalam Geometri Hiperbolik yidak dapat dilaksanakan dengan bujursangkar satuan
seperti dalam Geometri Euclides, karena dalam Geometri Hiperbolik tidak ada
bujursangkar. Cara yang akan digunakan ialah dengan memperhatikan sifat-sifat
utama dari ukuran luas suatu segitiga. Dengan tidak memandang bagaimana luas
itu didefinisikan tentu berlaku sifat-sifat sebagai berikut.
a. Positivitas
Pada setiap segitigas berkorespendesni suatu bilangan nyata positif tunggal
tertentu, yang disebut luasnya.
b. Lavariansi terhadap kongruensi
Segitigas-segitiga yang kongruen mempunyai luas yang sama.
c. Additivitas
Jika suatu segitiga T dibagi dalam dua segitia tiga T1 dan T2 oleh suatu
segmen yang menghubungkan suatu titik sudut dengan suatu titik di sisi
depannya, maka luas T sama dengan jumlah luas T1 dan T2.
Setiap proses pengukuran luas menentukan suatu fungsi berharga nyata
yang didefinisikan untuk semua segitiga dan memenuhi sifat-sifat a, b dan c.
Mengingat ini, maka kita mendefinisikan konsep ukuran luas atau fungsi luas
untuk segitiga dengan menggunakan sifat-sifat tersebut dan tidak tergantung dari
proses pengukuran khusus yang manapun. Jadi kita terima definisi berikut.
Definisi :
Pandang suatu fungsi yang memasangkan pada setiap segitiga suatu bilangan
nyata tertentu sedemikian, hingga sifat-sifat a, n dan c dipenuhi. Maka fungsi itu
disebut fungsi luas atau ukuran luas (untuk segitiga). Maka  (ABC)
menunjukkan harga yang memasangkan (mengawankan)  pada  ABC dan
disebut luas atau ukuran  ABC yang ditentukan oleh .
Definisi ini tidak hanya berlaku untuk geometri hiperbolik, tetapi berlaku
untuk geometri absolut, jadi berlaku juga untuk geometri Euclides. Dalam
geometri Euclides kita ingat rumus luas segitiga ialah ½ at yang merupakan fungsi
luas (a=alas, t=tinggi).
Sifat additivitas dapat diperluas untuk suku-suku yang berhingga
banyaknya.
Dalil 9.
Misalkan suatu segitiga  dibagi dalam sejumlah segitiga yang saling asing (tidak
tumpang tindih) 1, 2, ... n, maka untuk setiap fungsi luas  berlaku
() = (1) + (2)+..... (n).
Hasil ini penting sekali, tetapi tidak dapat kita buktikan sekarang, karena
terlalu sulit dan belum kita perlukan. Fungsi luas dalam geometri hiperbolik kita
perkenalkan secara abstrak saja.
Definisi
Defek (“defect”)  ABC ialah 180o – (A + B + C) yang dimaksud dengan 
A, B dan C disini adalah ukuran derajat dari sudut-sudut itu. Sehingga defek
suatu segitiga berupa bilangan nyata, bukan banyaknya derajat.
Derajat suatu segitiga berperan sebagai ukuran luas.
Dalil 10
Defek adalah fungsi luas untuk segitiga-segitiga.
Bukti
Sifat-sifat a dan b adalah akibat dari dalil-dalil yang lalu. Untuk
membuktikan sifat c misalkan diketahui  ABC dan D suatu titik pada
BC, sehingga AD membagi  ABC menjadi  ABD dan ADC.
A
B
D
C
Gambar 9
Jumlah defek dari  ABD dan  ADC ialah
180 - (BAD +  B +  BDA) + 180 – (CAD +  C + ADC)
=
180 - (BAD + CAD + B + C) karena  BDA +  ADC = 180)
=
180 – ( BAC +  B + C)
=
180 – ( A +  B +  C)
Yang sama dengan defek  ABC
Dalil di atas menunjukkan adanya fungsi luas. Apakah ada fungsi luas lainnya ?
Dalil 11
Setiap kelipatan suatu fungsi luas oleh konstanta positif adalah juga suatu fungsi
luas.
Perkalian suatu fungsi luas dengan suatu konstanta positif mengubah
satuan ukuran, tetapi tidak mengubah perbandingan ukuran segitiga.
Definisi defek yang kita gunakan tergantung dari perjanjian dasar untuk
mengukur sudut dengan derajat. Jika kita gunakan satuan lain untuk ukuran sudut
dan mendefinisikan defek dengan cara biasa. Maka akan terdapat suatu kelipatan
konstan dari defek yang didefinisikan semula.
Dalil 12.
Sebarang dua fungsi adalah sebanding.
Secara umum dapat ditulis : Luas sebarang  ABC dengan sifat-sifat
berhingga adalah kelipatan konstan dari defeknya (“angular defect”)
 =  ( - (A + B + C).
Jika A, B dan C banyaknya satuan radial sudut-sudut itu dan tergantung dari
satuannya.
C. Beberapa perbandingan Geometri Hiperbolik dan Euclide
Untuk memfasilitasi perbandingan dari tiga perilaku yang menarik
khususnya dari titik dan garis dapat dilihat dari tabel berikut.
EUCLID
HIPERBOLIK
Dua garis yang Paling banyak satu Paling banyak satu
berbeda
saling
berpotongan pada
Garis
L
yang Satu dan hanya Setidaknya
dua
diketahui dan titik satu-satunya
garis
P tidak pada garis,
maka akan ada
Suatu garis
akan
akan
Garis sejajar
Dimana-mana
berjarak sama
Untuk sembarang ada tidak
titik A dan suatu dari satu
Dimana-mana
tidak
berjarak
sama
lebih ada lebih dari satu
garis garis melalui A
titik
Yang melaui P yang
sejajar dengan L
Terpisah menjadi dua
bagian oleh suatu titik
garis r yang tidak melalui A dalam
melalui A
bidang A r , yang
tidak memotong r
Hipotesis Saccheri Hipotesis
sudut
yang valid adalah
siku-siku
Jika suatu garis haruslah
berpotongan
dengan satu dari
dua garis sejajar,
maka
garis
tersebut
Dua garis yang Akan sejajar
berbeda akan tegak
lurus dengan garis
yang sama maka
dalam bidang A r ,
yang
tidak
memotong r
Hipotesis
sudut
lancip
Kemungkinan atau Akan memotong garis
tidak mungkin
tersebut
Jumlah sudut suatu Akan sama dengan
segitiga
Luas segitiga
Akan bebas
Akan kurang dari
Dua segitiga yang Sama besar
memiliki sudut yang
sehadap sama besar
akan
Akan sejajar
1800
Sebanding dengan Jumlah sudutnya
kekurangan
kongruen
D. Kesimpulan
Geometri hiperbolik adalah satu dari jenis geometri non-Euclid, yang lahir dari
usaha untuk membuktikan kejanggalan postulat ke-5 dari geometri Euclid. Walaupun
usaha itu tidak berhasil, namun dari upaya itu terinspirasilah dan terciptlah suatu jenis
geometri baru yaitu hiperbolik. Kita tidak perlu mempertanyakan geometri yang mana
yang benar. Praktis tidak mungkin ditentukan geometri yang mana yang memberikan
dasar yang baik dipakai untuk menguraikan ruang astronomi
DAFTAR PUSTAKA
Hvidsten,M. 2005. Geometry with geometry explorer. Singapore : McGraw-Hill
International Edition.
Moeharti. 1996. Sistem-sistem geometri. Jakarta : Universitas Terbuka
Rohana & Afgani, M.W. 2006. Teori Geometri Non-Euclid Rieman. Makalah didownload
dari http:google.co.id/search?g=geometri+hiperbolik&hl=id&sta, pada 10 juni 2009
pukul 19.00 WIB.
Asal-asal Geometri dan tokoh-tokohnya, didownload dari
kaku.com/asal-asal/geometri pada 10 juni 2009 pukul 19.00 WIB
http://mate-mati-
Download