rahn (gadai) - Binus Repository

advertisement
RAHN (GADAI)
Posted by luqman H2O under Fiqh Muamalah
Kehadiran lembaga pegadaian di Indonsia bukanlah hal yang asing lagi.
Bahkan lembaga ini menjadi sangat populer dikalangan masyarakat (khususnya
Jakarta), ketika menjelang lebaran tiba. Sudah merupakan tradisi bagi pemudik di
ibukota untuk menggadaikan barang berharga mereka menjelang bulan syawal.
Dengan menitipkan emas, kendaraan bermotor atau barang berharga lainnya sebagai
jaminan atas uang yang dipinjam, keinginan untuk bertemu sanak saudara dikampung
dengan kerinduan yang sangat pun terobati. Bukan tanpa alasan karena disaat ongkos
dan harga kebutuhan untuk oleh-oleh yang semakin menggila yang tidak lagi dapat
diatasi oleh gaji maupun pendapatan selama di Jakarta, maka pegadaian merupakan
alternatif yang dapat menjawab tersebut. Sekilas lemabaga ini memang terlihat sangat
membantu. Dan tentu saja dengan menyuarakan motto “ mengatasi masalah tanpa
masalah”-nya, lembaga ini berhasil menafsir dan mencitrakan dirinya di mata
masyarakat sangat baik. Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata dalam prakteknya
lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan.Dengan berkaca mata pada syariat
islam, ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-unsur yang dilarang syariat.
Hal ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang menentukan adanya bunga
gadai, yang mana pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Dan tentu saja
pembayarannya haruslah tepat waktu karena jika terjadi keterlambatan pembayaran,
maka bunga gadai akan bertambah menjadi dua kali lipat dari kewajibannya.Bukan
hanya riba, ketidak jelasan (gharar), dan qimar juga ikut serta menghiasi aktifitas
lembaga ini. Yang secara jelas terdapat kencenderungan merugikan salah satu pihak.
Memang hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Tetapi, ketika mereka
terjebak dengan bunga yang membengkak serta ketidak sanggupan uintuk
membayar,maka di sinilah masalah letak permasalahan itu muncul.Oleh karena itu,
berangkat dari uraian yang telah dikemukakan di atas,maka kami selaku penulis
membuat makalah ini dengan maksud untuk menganalisa dan memberikan sebuah
solusi dengan pendekatan fiqh islam sebagai jawaban atas ketidak syari’an atas praktek
pegadaian saat ini. Pengertian GadaiKonvensional Mengutip pendapat Susilo
(1999), pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang
mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan
kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang
lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut
memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang
bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang
tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.Jadi dapat disimpulkan
bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu
benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan
barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi
utangnya pada saat jatuh tempo.Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian
adalah suatu ban usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk
melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalambentuk
penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.1
Syari’at Islam
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah rahn, yaitu suatu perjanjian untuk
menahan sesuatu barang sebagai jaminan tau tanggungan utang. Kata rahn secara
etimologi berarti “tetap”,”berlangsung”dan “menahan”. maka dari segi bahasa rahn
bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Dalam bukunya: Pegadaian
Syariah, Muhammad Sholikul Hadi (2003) mengutip pendapat Imam Abu Zakariya
al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab yang mendefenisikan rahn sebagai:
“menjadikan benda bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan
dari (harga) benda itu bilautang tidak dibayar.” Sedangkan menurut Ahmad Baraja, rahn
adalah jaminan bukan produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan
kepentingan bisnis, jual beli mitra.[1]Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu
Qudhamah dalam kitab Al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan
dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup
membayarnya dari yang berpiutang.[2]Dari ketiga defenisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil utang.[3]Landasan
Hukum
KonvensionalPada awalnya lembaga pegadaian pertamakali didirikan
pada tanggal 1 April 1901. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, pegadaian
beberapakali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan (1901), Perusahaan di
bawah IBW (1928),Perusahaan Negara (1960),dan kembali ke perusahan jawatan 1969.
baru sekitar tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990, sampai
dengan terbitnya PP103 tahun 2000, pegadaian berstatus sebagai Perusahaan Umum
dan masuk sebagai salah satu BUMN dalam lingkungan Dep. Keuangan RI. hingga
sekarang.Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 pasal 6, dijelaskan bahwa sifat
usaha pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan
sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Sedangkan isi pasal 7,dijabarkan:(1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama golonganmenengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum
gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.(2) Menghindarkan masyarakat dari gadai
gelap,praktek riba dan pinjaman tidak wajar.
Syari’at IslamYang menjadi
landasan bahwa diperbolehkannya gadai dalam syari’at islam adalah termaktum dalam
Al-qur’an surat al-Baqarah ayat 283. Selain itu implementasi yang dicontohkan oleh
Rasulullah ada pada hadist yang diriwayatkan oleh Al Bukhari:“Sungguh Muhammad
ingin membawa lari hartaku.” Rasulullah kemudian menjawab menjawab:” bohong !
Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat
kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya.”Kedua sumber
hukum syari’at islam di atas diperkuat lagi dengan ijma’ para ulama yang telah
bersepakat bahwa itu boleh, dan para ulama tidak pernah ada yang
mempertentangkan kebolehannya berikut landasan hukumnya.Dari sumber hukum
tersebut maka ditentukanlah rukun gadai yaitu:(1) Orang yang bergadai: rahin
(yang menggadaikan) dan murtahin (yang menerima gadai).(2) Barang yang
digadaikan (marhun)(3) Marhun bih atau utang(4) Ijab qabulSedangkan yang
menjadi syarat sahnya gadai tersebut adalah :(1) Shigot.Tidak diperbolehkan terikat
dengan syarat tertentu dan dengan masa yang akan datang.(2) Orang yang
berakatBaik rahin maupun marhun harus cakap dalam melakukan tindakan hukum,
dewasa ( baligh ), berakal sehat sehat, dan mampu untuk melakukan
akad.(3) Marhun biha) Merupakan hak yang wajib untuk dikembalikan kepada
murtahin.b) Barang tersebut dapat dimanfaatkan.c) Dapat dihitung
jumlahnya. (4) Marhuna) Harta atau barang tersebut dapat dijual dan nilainya
seimbang dengan marhun bihb) Mempunyai nialai dan dapat
dimanfaatkanc) Jelas dan spesifikd) Sah dimiliki oleh rahine) Harta tersebut
merupakan utuh dan tidak terpecah-pecah dalam beberapa
tempat.PEMBAHASANSolusi Mekanisme Operasional Pegadaian dengan
Penerapan berdasarkan Prinsip Syariah
Seperti yang telah dikemukakan
pada bab sebelumnya, sungguh merupakan suatu hal yang ironis, ketika terdapat
sebuah lembaga keuangan formal ( pemerintah) tidak bisa memperoleh pendapatan
yang dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Adapun lembaga
pegadaian, seandainya dalam aktivitasnya tidak menggunakan sistem bunga
( memungut bunga dari pinjman pokok ), maka tentunya lembaga tersebut akan
mengalami hal yang demikian. Akan tetapi, di sisi lain sistem tersebut sangat
memberatkan bagi nasabah, karena pemungutan bunganya yang ditetapkan setiap 15
hari sekali. Memang hal ini tidaklah terlihat berat jika pinjaman tersebut bersifat kecil,
namun jika uang yang dipinjamkan tersebut sangat besar jumlahnya, maka akan sangat
memberatkan bagi nasabah.Persoalan ini cukup kompleks. Jika salah satu
dimenangkan, maka hal ini akan terlihat tidak adil. Karena pihak penerima gadai
yang saat ini bestatus lembaga pegadaian, akan merasa dirugikan jika dalam
operasional usahanya tidak mendapay keuntungan yang akan menunjang kegiatan
usahanya. Sedangkan pihak yang menggadaikan diwajibkan membayar berupa bunga
setiap 15 harinya, maka hal ini juga akan merugikan pihak penggadai. Karena barang
atau hartanya telah ditahan oleh penerima gadai. Selain itu hal yang menjadi sangat
pokok dalam persoalan ini adalah penerapan bunga yang berbuntut riba yang
jelas-jelas dilarang oleh syara’.Berangkat dari persolan tersebut, maka berikut sebuah
solusi yang bisa dijalankan guna lembaga pegadaian yang merupakan lembaga
penolong dapat tetap eksis dalam menjalankan mottonya “ mengatasi masalah tanpa
masalah.” Kategori Barang GadaiMuhammad Shalikul hadi mengutip pendapat
Basyir (2003) bahwa jenis barang gadai yang dapat digadaikan sebagai jaminan adalah
semua jenis barang bergerak dab tak bergerak, sehingga barang yang dapat digadaikan
bisa semua barang asal memenuhi syarat:(1) Merupakan benda bernilai menurut
hukum syara’(2) Ada wujudnya ketika perjanjian terjadi(3) Mungkin diserahkan
seketika kepada murtahin Pemeliharaan Barang GadaiAda perbedaan pendapat
para ulama dalam halpemeliharaaan barang gadai. Ulama Syafi’iah dan Hanabilah
berpendapat biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggung jawab pemberi gadai
karena barang tersebut merupakan miliknya dan akan kembali kepadanya. Sedangkan
para ulama Hanafiah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi
tanggungan penerima gadai yang mana dalam posisinya sebagai penerima amanat.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya
pemeliharaan barang gadai adalah hak rahin dalam kedudukannya sebagai pemilik yang
sah. Akan tetapi jika harta atau barang jaminan tersebut menjadi kekuasaan murtahin
dan di izinka oleh maka biaya pemeliharaan jatuh pada murtahin. Sedangkan untuk
mengganti biaya tersebut nantinya, apabila murtahin mendapat izin dari rahin maka
murtahin dapat memungut hasil marhun sesuai dan senilai dengan yang telah ia
keluarkan. Tetapi apabila rahin tidak mengizinkannya maka biaya pemeliharaan
menjadi utang rahin kepada murtahin. Pendapat ini dikutip oleh Muhammad Shalikul
Hadi dari Sabiq (2003). Resiko Atas Kerusakan Menurut para ulama Syafi’iah dan
Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak bertanggung jawab atas rusaknya barang
gadai jika tidak disengaja. Sedangkan ulama Hanafiah berpendapat bahwa hal tersebut
menjadi tanggungan murtahin sebesar harga barang minimum, dihitung mulai waktu
diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai barang tersebut rusak. Shalikul
Hadi mengutip Basyir (2003: 84)  Pembayaran Atau Pelunasan Hutang
GadaiApabila sudah samapai jatuh tempo dan rahin belum membayarkan kembali
utangnya maka murtahin boleh memaksa rahin untuk menjual barangnya. Kemudian
hasilnya digunakan untuk menebus utang tersebut sedangkan jika terdapat sisa atas
penjualan barang tersebut, maka akan dikembalikan kepada rahin. Prosedur
Pelelangan GadaiJika ada persyaratan akan menjual barang gadai pada saat jatuh
tempo, maka ini diperbolehkan dengan ketentuan:5(1) Murtahin harus mengetahui
terlebih dahulu keadaan rahin(2) Dapat memeperpanjang tenggang waktu
pemabayaran(3) Kalau keadaan mendesak murtahin boleh memindahkan barang
gadai kepada murtahin lain dengan izin rahin(4) Apabila ketentuan di atas tidak
terpenuhi, maka murtahin boleh menjual barang gadai dan kelebihan uangnya
dikembalikan kepada rahin. Pembentukan Laba Pegadaian
Pada bab
sebelumnya dijelaskan bahwa pegadaian memperoleh laba dari bunga gadai. Tetapi
dari segi kaca mata syariah hal ini dilarang. Tentunya jika bunga gadai dihapuskan
maka lembaga pegadaian tidak akan dapat melanjutkan operasionalnya lagi. Sebaliknya
jika hal ini diperbolehkan hukum haram atas riba mengikatnya dan tentu saja kerugian
salah satu pihak akan terjadi.untuk mengatasi hal tersebut dapat diterapkan sebagai
berikut:(1) Melakukan transaksi gadai dengan akad Rahn(2) Melakukan transaksi
gadai dengan akad Bai’ al Muqoyyadah(3) Melakukan Akad al
Mudharabah.(4) Melakukan dengan akad Qardhul Hasan
Itulah beberapa
alternatif yang bisa dijalankan guna mengeliminir praktek riba dalam pegadaian
konvensional. Danjuga sebagai solusi atas persoalan yang terdapat dalampegadaian
saat sekarang ini, sehingga diharapkan natinya lembaga ini benar-benar telah
menjalankan mottonya sebagai lembaga yang mengatasi masalah tanpa menimbulkan
masalah. Wallahua’lam bisshawaf. KESIMPULANAdapun kesimpulan sekaligus
penutup makalah ini adalah: bahwa pegadaian diperbolehkan oleh syariat. Dan
tentunya harus sesuai dengan yang digariskan dalamAl-Qur’an dan As-Sunnah.
Seterusnya, bukan tidak mungkin bahwa segala sesuatu yang bersifat konvensional
yang ternyata banyak menyimpan persoalan dapat dijawab dengan menerapkan
prinsip-prinsip syari’ah. Bunga bukanlah satu-satunya jalan yang tepat untuk
mendapatkan keuntungan. Tetapi dengan memberdayakan akad-akad syariah
pendapatan atau laba pun dapat diperoleh dan tentunya hasil yang didapatkan pun
bersih dan halal.
Download