optimasi biodegradabilitas dan uji toksisitas hasil

advertisement
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
OPTIMASI BIODEGRADABILITAS DAN UJI TOKSISITAS HASIL
DEGRADASI SURFAKTAN LINEAR ALKILBENZENA SULFONAT (LAS)
SEBAGAI BAHAN DETERJEN PEMBERSIH
Budiawan1*), Yuni Fatisa1, dan Neera Khairani2
1. Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
2. Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*)
E-mail: [email protected]
Abstrak
Linear alkilbenzena sulfonat (LAS) adalah surfaktan dalam deterjen yang bersifat toksik terhadap organisme aquatik.
Hasil penelitian memperlihatkan, pada konsentrasi LAS dalam medium yang digunakan (20 ppm), waktu adaptasi dan
pertumbuhan bakteri Acinetobacter sp telah menunjukkan kemampuan biodegradasi yang lebih baik dari ketiga jenis
bakteri lainnya (Pseudomonas putida, Pseudomonas fluorescence, Bacillaria spp), sehingga bakteri tersebut digunakan
untuk penelitian lebih lanjut terhadap biodegradasi LAS. Berdasarkan waktu paruh untuk biodegradasi LAS dalam
kultur Acinetobacter sp dan kultur campuran yaitu masing-masing ± 52,32% dan ± 46,82% tercapai pada hari ke-4,
maka LAS dapat dikategorikan sebagai senyawa yang mudah terdegradasi. Uji toksisitas dilakukan berdasarkan reduksi
tetrazolium dye dengan bakteri Rhizobium meliloti yang mengakibatkan peningkatan intensitas warna. LAS sebagai
senyawa induk bersifat lebih toksik dibandingkan produk intermediat hasil degradasinya dengan nilai IC50 = 34,35 ppm,
sedangkan IC50 produk intermediatnya yaitu bahan Ac dan bahan Cm masing-masing adalah 446,19 ppm dan 111,28
ppm. Identifikasi produk intermediat menggunakan analisis IR dan LC-MS menunjukkan bahwa dalam produk tersebut
masih terdapat gugus-gugus fungsi benzena, asam benzoat, hidroksil, dan karbon alifatik dengan berat molekul yang
masih besar. Proses biodegradasi LAS hingga tercapai waktu paruh (DT50) hanya terjadi reaksi pada rantai karbon
alifatik, belum sampai pada tahap pembukaan cincin aromatik.
Abstract
Optimization of Biodegradability and Toxicity Testing of Degradation Product from Linear Alkyl Benzene
Sulfonate (LAS) Surfactant as Cleaning Detergent Agent. Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) is a surfactant
used in laundry detergent as cleaning agent and toxic to aquatic organisms. Results shows, with the LAS concentration
used (20 ppm) in medium, adaptation time and Acinetobacter sp. growth has shown better biodegradation ability than
three other bacteria used Pseudomonas putida, Pseudomonas fluorescence, Bacillaria spp. Thus, Acinetobacter sp is
used further for biodegradation process of LAS. Based on its biodegradation half-life using Acinetobacter sp, and with
mixed culture (± 52.32% and ± 46.82% respectively) could be achieved in 4 (four) days, LAS could be categorized as a
biodegradable compound. The toxicity assay is based on tetrazolium dye reduction with Rhizobium meliloti as indicator
organism. LAS is more toxic than its intermediate product from biodegradation, with IC50 = 34.35 ppm, and the
intermediate product, Ac and Cm, has IC50 = 446.19 ppm and 111.28 ppm respectively. Identification of intermediate
products using IR and LC-MS analysis shows that the degradation product contains chemicals compounds with
functional group as follows: benzene, benzoic acid, hydroxyl, and aliphatic carbons with large molecule weight. Until
its half-time degradation time, LAS biodegradation process only occurs at the aliphatic carbon chain, and have not yet
reached the stage of aromatic ring opening.
Keywords: biodegradation, linear alkylbenzene sulfonate (LAS), Rhizobium meliloti, tetrazolium dye
bahan kimia dalam industri dan rumah tangga.
Sebagaimana berbagai laporan diketahui bahwa
pencemaran air, udara dan tanah dapat terjadi karena
buangan limbah yang tidak terkontrol dan sering
berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Salah
1. Pendahuluan
Jumlah dan jenis polutan dewasa ini semakin meningkat
seiring meningkatnya produksi dan penggunaan bahan-
125
126
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
satu penanggulangan terhadap bahaya penyebaran
limbah adalah dengan mengurangi, menghilangkan atau
merubah senyawa aktif berbahaya menjadi senyawa
yang tidak berbahaya, diantaranya adalah melalui proses
biodegradasi. Penggunaan mikroorganisme secara
langsung dalam proses perlakuan air limbah adalah
usaha yang sangat sederhana dan ekonomis dalam
pemanfaatan kemampuan mereka untuk beradaptasi
dengan spesifik dan mendegradasi senyawa berbahaya
[1]. Deterjen atau bahan pembersih sejenis lainnya
merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan
dalam rumah tangga maupun industri. Bahan-bahan ini
diketahui merupakan salah satu penyebab utama
pencemaran tanah ataupun sumber air bagi makhluk
hidup.
Linear Alkilbenzena Sulfonat (LAS) (Gambar 1) adalah
surfaktan anionik yang digunakan secara luas untuk
menggantikan golongan Alkil Benzena Sulfonat (ABS)
sebagai bahan pembersih (detergen). Produksi dunia
tahunan untuk surfaktan tidak termasuk sabun, dalam
tahun 1990 diperkirakan mencapai 7 juta ton. Sedangkan
pada tahun 1997 produksi surfaktan meningkat
mencapai 18 juta ton. Sejak tahun 1990, LAS menjadi
perhatian peneliti karena terbukti residu LAS ditemukan
pada limbah lumpur yang digunakan untuk lahan
pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LAS
terdistribusi predominan dalam air (97,5%), tanah
(0,5%) dan sedimen (2%). LAS memasuki tanah
pertanian melalui beberapa jalur: (a) penggunaan limbah
padat sebagai pupuk tanah pertanian, (b) penggunaan air
limbah untuk irigasi, (c) infiltrasi tanah oleh air limbah
atau air sungai yang tercemar tanah, dan (d) penggunaan
formulasi pestisida mengandung LAS sebagai zat
pengemulsi atau pendispersi. Adanya LAS dalam tanah
memiliki dampak merugikan terhadap pertumbuhan
bakteri aerobik tertentu, yang dapat mengganggu fungsi
tanah pertanian [2].
LAS bersifat mudah dibiodegradasi hingga 95-99,9%
dalam sistim pengolahan limbah cair dengan lumpur
aktif yang berfungsi dengan baik [3-4]. LAS mampu
dibiodegradasi di bawah kondisi aerobik dalam media
mengandung air, dan sebagian besar dapat dihilangkan
dengan pengelolaan limbah cair, namun sejumlah fraksi
penting (sebanyak 20-25%) terimobilisasi dalam limbah
padat dan persisten dalam kondisi aerobik [5].
Degradasi aerobik melewati rute degradasi secara umum
yang dinamakan ώ-oksidasi pada kelompok rantai alkil
terminal asam karboksil dan selanjutnya β-oksidasi pada
siklus asam lemak menghasilkan CO2, H2O dan SO42Telah dilaporkan bahwa Pseudomonas spp. sanggup
untuk tumbuh pada beberapa aromatik sulfonat [6].
Pseudomonas spp. resisten terhadap kelaparan dan
dapat tetap hidup saat periode lama dalam ekosistem
yang mengandung populasi mikrobial alami. Bakteri
alami Comamonas testosteroni T-3, mempunyai
kemampuan mendegradasi P-toluen-sulfonat (pTS)
sebagai model senyawa aromatik [7-8]. Sedangkan dalam
biodegradasi, LAS membutuhkan keberadaan komunitas
beberapa spesies bakteri termasuk Flavobakterium sp.,
Pseudomonas spp., dan Acinetobacter sp. [9].
LAS sangat sedikit didegradasi di bawah kondisi
anaerobik. Hal ini dikarenakan rantai alifatik tidak dapat
direduksi lebih lanjut, dan bakteri anaerobik ditekan
pada konsentrasi sulfonat 15 g/kg dalam kondisi tes.
Dalam reaktor pada konsentrasi yang tinggi (>30 g/kg)
sodium sulfonat sulit dilarutkan sehingga mengurangi
bioaktivitas, dan ini berarti bahwa senyawa ini sangat
keras [10]. Dalam ekotoksikologi, sejumlah besar tes
mendapatkan bahwa LAS dapat menyebabkan toksisitas
akut dan kronik pada organisme akuatik. LAS dengan
konsentrasi 20-30% larutan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan pada tikus setelah kontak kulit lebih
dari 15 hari. Pada konsentrasi 25 mg/L LAS, ikan
bereaksi dengan pola meningkatnya aktivitas, inaktivasi
dan immobilisasi, dan jika tidak dihilangkan dari sistem
akan menyebabkan kematian. Efek minimal yang
berhubungan dengan perubahan biokimia dan
histopatologi dalam hati telah dilaporkan dalam uji
toksisitas subkronik terhadap tikus yang diberi
konsentrasi LAS 120 mg/kg berat badan perhari di
dalam makanan atau air minum.
Berdasarkan pengamatan mengenai amat vitalnya
kebutuhan air dan cukup tingginya pemakaian LAS oleh
masyarakat dan industri, sedangkan telah diketahui
bahwa LAS bersifat toksik dan waktu biodegaradasi
LAS 100% membutuhkan waktu beberapa hari, maka
penelitian ini difokuskan pada optimasi kemampuan
biodegradabilitas mikrobiologi air terhadap LAS serta
karakteristik dan toksisitas relatif produk intremediat
hasil degradasi LAS terhadap bakteri Rhizobium
meliloti. Hal ini dilakukan untuk memprediksi apakah
produk intermediat hasil degradasi tersebut aman bagi
lingkungan atau bahkan lebih toksik dibandingkan
senyawa asalnya. Penelitian ini difokuskan dengan
tujuan pada optimasi kemampuan biodegradabilitas
mikrobiologi air tehadap LAS serta identifikasi dan
toksisitas relatif produk intermediat hasil degradasi LAS
terhadap bakteri Rhizobium meliloti. Adapun produk
CH3-(CH2)m-CH-(CH2)n-CH3
SO3Na
Gambar 1.
Struktur LAS CnH2n-1O3S Na (n = 1620, untuk Produk Komersial)
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
intermediat yang dimaksud adalah produk yang
terbentuk setelah waktu paruh (Degradation Time) DT50
untuk memprediksi apakah produk intermediat hasil
degradasi aman bagi lingkungan atau bahkan lebih
toksik dibandingkan senyawa asalnya.
2. Metode Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Linear alkilbenzena sulfonat
(LAS), Nitro Blue Tetrazolium dye C40H30Cl2N10O6
(2,2’-Di-p-nitrofenil-5,5’-difenil-3,3’-[3,3’-dimetoksi4,4’-difenil-en]-tetrazolium klorida), etanol teknis 70%,
agar batang, aquabidest, Na2HPO4, KH2PO4, NaCl,
NH4Cl, glukosa, MgSO4.7H2O,CaCl2, Mannitol, yeast,
agar dan sampel air dari waduk Setia Budi Jakarta Pusat
dan Bakteri Pseudomonas putida, Pseudomonas
fluorescence, Bacillaria spp, Acinetobacter sp (bakteri
diperoleh dalam bentuk terinokulasi dari LIPI
Mikrobiologi Bogor yang merupakan hasil isolasi dari
sampel air dari waduk Setia Budi Jakarta Pusat), dan
bakteri Rhizobium meliloti.
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
sentrifugasi, autoklaf, spektrometer UV-Vis, mikroskop,
jarum ose, pH meter, HPLC-MS (High Performance
Liquid Chromatography–Mass Spectrometer), Spektrofotometer Infra Merah (IR) dan peralatan gelas lainnya.
Uji Pendahuluan. Kultivasi Mikrooorganisme: Ke
dalam labu erlenmeyer yang telah berisi medium MSM
+ LAS (konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm) dan larutan
blanko,
masing-masing
ditambahkan
bakteri
Pseudomonas putida, Pseudomonas fluorescence,
Bacilus subtilis, dan Acinetobacter. Kemudian semua
larutan diinkubasi pada suhu kamar dengan laju
pengocokan 200 rpm. Pengamatan dilakukan terhadap
pertumbuhan bakteri dengan mengukur nilai optikal
densitasnya menggunakan spektroskopi sinar tampak
pada panjang gelombang 600 nm.
Pengujian Kemampuan Isolat Untuk Perlakuan
Biodegradasi
Pengujian kemampuan isolat untuk perlakuan
biodegradasi selanjutnya adalah terhadap larutan
artifisial yang mengandung konsentrasi LAS dengan
pertumbuhan bakteri yang paling optimum dari hasil uji
pendahuluan. Dari data yang diperoleh dari uji
pendahuluan tersebut didapat hasil optimal menggunakan bakteri Acinetobacter sp dan campuran mikroorganisme dengan konsentrasi LAS 20 ppm. Campuran
mikrooorganisme digunakan dalam uji ini untuk
membandingkan optimasi biodegradasinya dengan
optimasi biodegradasi bakteri tunggal.
Penentuan Biomassa Bakteri: Pertumbuhan bakteri
diamati dengan mengukur optikal densitas menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
127
gelombang, λ=600 nm. Selanjutnya biomassa dan
sampel dipisahkan dari supernatannya dengan cara
sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 16.000
rpm.
Analisis kadar LAS dan Produk Intermediat: Hasil
degradasi untuk mengetahui perubahan konsentrasi
substrat selama waktu inkubasi dan produk degradasi,
dilakukan secara analisis dengan HPLC.
Identifikasi Senyawa Intermediat Hasil Degradasi
LAS: Identifikasi produk intermediat hasil degradasi
LAS dilakukan dengan HPLC-MS dan Spektrometer IR.
Perlakuan Terhadap Sampel Air Tercemar
Isolasi Bakteri: Sampel air yang tercemar LAS diambil
dari Waduk Setia Budi, Jakarta yang merupakan tempat
pembuangan limbah domestik dan industri terutama
limbah deterjen. Bakteri diisolasi untuk mengetahui
bakteri pendegradasi LAS di alam. Isolasi bakteri dalam
penelitian ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Mikrobiologi-LIPI Bogor.
Pengukuran Konsentrasi LAS: Konsentrasi LAS
ditentukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) atau HPLC.
Uji Toksisitas Produk Intermediat Hasil Degradasi
LAS
Kultur Rhizobium meliloti dalam Medium Padat
Luria Berthany (LB): Sebanyak 1 lup kultur bakteri
Rhizobium meliloti inokulasikan pada media padat LB
(10 g tripton, 5 kg ekstrak yeast, 5 g NaCl, dan 15 gr
agar) secara aseptis dan diinkubasikan pada 37°C
selama 24 jam, dilakukan regenerasi berulang sebelum
siap digunakan.
Pertumbuhan Bakteri Rhizobium meliloti: Rhizobium
meliloti ditumbuhkan dalam medium YEMA (0,5 g
K2HPO4; 0,2 g MgSO4; 0,1 g NaCl, 3 g CaCO3, 10 g
Mannitol, 20 g Agar (untuk medium padat); 0,5 g yeast;
0,2 g KH2PO4; 0,2 g (CH4)2SO4, dan 0,1 g CuSO4).
Bakteri Rhizobium meliloti dari kultur media padat LB
diinokulasikan ke medium ini dan diinkubasikan selama
8 jam. Sel dipanen dari medium YEMA, lalu dikumpulkan
dengan sentrifugasi (1000 rpm) dan dicuci dua kali
dengan 0,2 M buffer fosfat, pH 7,5. Setelah sel dicuci
lalu diresuspensikan dalam buffer fosfat sampai
absorban 0,3 (550 nm).
Uji Toksisitas: Uji dibentuk dengan mencampurkan
buffer Tris HCl (0,1 M, pH 7,5), 1,2 ml sampel (variasi
konsentrasi atau volume senyawa toksik di mana uji
tetap diperlakukan dalam volume tabung yang konstan),
dan 1 ml sel dalam tabung 13 x 110 mm. Absorban ini
diukur pada waktu = 0 menit pada 550 nm. Selanjutnya
0,1 ml MTT (tetrazolium dye), 0,0012 M ditambahkan
ke dalam setiap tabung dan dikocok dengan vorteks dan
128
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
tabung diinkubasi pada 30°C dengan penangas air.
setelah 20 menit inkubasi absorban kembali diukur.
Selisih absorban antara T = 0 dan absorban akhir
merupakan “absorban” yang digunakan dalam perhitungan
toksisitas.
Perhitungan Toksisitas: Untuk perhitungan toksisitas,
data diplotkan dalam bentuk grafik yang merupakan
variasi konsentrasi atau volume sampel pada sumbu-X
dan absorban pada sumbu –Y. Regresi linear diukur
dengan persamaan Y= mx + B, di mana Y adalah
absorban kontrol, yaitu sampel tanpa senyawa toksik; m
adalah slope garis regresi; B adalah intersep Y (nilai
untuk Y saat x = 0); Y/2 adalah nilai untuk absorban
dengan reduksi penghambatan pembentukan warna
50%; x adalah konsentrasi senyawa toksik yang
menyebabkan terjadi 50% penghambatan reduksi
pembentukan warna yang diukur dari absorban Ykontrol/2.
Nilai yang diperoleh ini mengacu sebagai IC50
(Konsentrasi Penghambatan 50%).
Persamaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1)
Jika R2 untuk koefisien regresi <0,80 data tidak dapat
digunakan. Untuk beberapa senyawa kimia, ketika
absorban diplot terhadap log konsentrasi/volume
senyawa toksik, perhitungan regresi lebih memuaskan.
Untuk itu, persamaan tersebut dimodifikasi sebagai
berikut:
(2)
Untuk penentuan konsentrasi/volume senyawa toksik
yang menyebabkan penghambatan pembentukan warna
50% (IC50), digunakan antilog dari log x pada
persamaan tersebut tersebut [11].
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan
kemampuan optimasi biodegradasi bakteri alam serta
untuk identifikasi produk intermediat hasil degradasi
LAS sebagai bahan utama deterjen, disamping sifat
toksisitasnya. Untuk itu dilakukan pengukuran biomassa
(turbiditas) dan perubahan konsentrasi LAS selama
proses degradasi. Pengukuran turbiditas didasari oleh
adanya konsumsi substrat oleh bakteri, sehingga bakteri
tumbuh dan berkembang biak dalam sampel yang diuji
selama masa inkubasi. Selain itu, untuk mengetahui
apakah produk hasil biodegradasi tersebut masih
bersifat toksik atau bahkan lebih toksik dari senyawa
asalnya, maka dilakukan identifikasi dan sifat toksisitas
produk intermediat hasil biodegradasi.
Pengambilan produk intermediat dibatasi pada waktu
tercapai Degradation Time (DT50), yaitu suatu ukuran
waktu di mana 50% senyawa induk hilang atau terurai
dalam tanah atau air. Selain itu LAS merupakan
senyawa kimia xenobiotik polutan di badan air, telah
dilaporkan dari studi sebelumnya bahwa biodegradasi
LAS 100% membutuhkan waktu beberapa hari,
sedangkan air merupakan kebutuhan yang sangat vital
bagi masyarakat. Dengan demikian adalah penting
untuk mengetahui bagaimana toksisitas senyawa kimia
yang terbentuk selama proses biodegradasi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka
penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama
adalah uji pendahuluan untuk mengetahui kemampuan
mikroorganisme bakteri yang mampu mendegradasi
LAS. Tahap kedua adalah pengujian ulang terhadap
kemampuan bakteri. Tahap ketiga adalah identifikasi
dan uji toksisitas produk intermediat hasil biodegradasi.
Penelitian ini adalah penelitian awal di mana uji
toksisitas dengan organisme bakteri diharapkan menjadi
uji penapisan pendahuluan yang dapat mengeliminasi
beberapa tahapan uji untuk penelitian lebih lanjut
terhadap bahan-bahan kimia yang bersifat toksik atau
identifikasi awal yang identik dengan sifat mutagen atau
karsinogen suatu bahan kimia.
Uji Pendahuluan Bakteri Pendegradasi LAS
Untuk mengamati kenaikan biomassa terhadap
pertumbuhan koloni-koloni pada media uji dengan
konsentrasi LAS 10, 20, dan 30 ppm, maka dilakukan
pengukuran absorbansi terhadap turbiditas bakteri pada
setiap waktu sampling. Analisis dilakukan pada panjang
gelombang maksimum, λ=600 nm. Adanya kenaikan
turbiditas mengindikasikan bahwa bakteri tersebut
mampu memanfaatkan substrat sebagai makanannya
untuk digunakan pada proses perkembangbiakannya.
Hasil pertumbuhan bakteri yang mampu mendegradasi
LAS pada media dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari sejumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan biodegradasi diantaranya adalah ukuran
populasi, daya adptasi dari mikroba dalam hal ini jenis
bakteri yang digunakan dan jumlah konsentrasi senyawa
kimia yang didegradasi.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan berjalan
lambat untuk semua jenis bakteri pada konsentrasi LAS
10 ppm, pertumbuhan bakteri pada konsentrasi LAS 20
ppm berjalan optimal dan pada konsentrasi LAS 30
ppm, pertumbuhan bakteri kembali lambat. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: pada konsentrasi LAS
10 ppm, pertumbuhan bakteri sangat lambat, disebabkan
LAS yang digunakan sebagai substrat untuk
pertumbuhan bakteri kurang mencukupi untuk jumlah
bakteri yang ada dalam media. Sedangkan dalam media
yang mengandung konsentrasi LAS 20 ppm, pertumbuhan
bakteri lebih tinggi atau lebih optimal dibandingkan
dalam media yang mengandung LAS 10 ppm, yang
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
berarti bahwa konsentrasi LAS 20 ppm dapat
dimanfaatkan oleh bakteri-bakteri yang ada dalam
media sebagai substrat atau mencukupi untuk
pertumbuhannya. Sedangkan pada konsentrasi LAS 30
ppm pertumbuhan bakteri mulai mengalami penurunan
kembali, karena LAS yang terdapat dalam medium
merupakan senyawa racun, sehingga dalam konsentrasi
tinggi akan semakin menghambat proses adaptasi atau
pertumbuhan bakteri.
Pada konsentrasi 20 ppm yang dipilih untuk uji
selanjutnya, dapat dilihat bahwa dari keempat jenis
bakteri yang ada (Pseudomonas putida, Pseudomonas
O p tikal D en sitas
2
1.5
pp
pf
1
bac
acineto
0.5
0
2
4
6
8
10
Hari
O p tika l D en sita s
2
1.5
pp
pf
bac
acineto
1
0.5
4
6
8
10
Hari
(b)
O ptikal Densitas
2
1.5
pp
pf
1
bac
acineto
0.5
0
2
4
6
fluoroscence, Bacillaria spp, Acinetobacter sp), bakteri
Acinetobacter menunjukan kemampuan degradasi yang
lebih baik dari yang lain (Gambar 2(b)). Oleh sebab itu,
dalam pengujian selanjutnya dipakai bakteri Acinetobacter
sebagai bakteri pendegradasi LAS. Sebagai pembanding
digunakan campuran dari ketiga jenis bakteri lainnya.
Hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi LAS dalam bentuk
tunggal dan simbiosisnya, memgingat dari penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa dalam biodegradasi,
LAS membutuhkan keberadaan komunitas beberapa
spesies bakteri Flavobakterium sp, Pseudomonas spp
dan Acinetobacter sp dengan hasil degradasi utama
mencapai 90% pada hari ketujuh [9].
Pengujian Ulang Kemampuan Bakteri
Bakteri yang diuji ulang adalah kultur bakteri tunggal
(Acinetobacter sp) dan campuran dari ketiga jenis yang
ada. Pengujian dilakuakan pada konsentrasi LAS 20
ppm dalam medium. Pengukuran kenaikan turbiditas
bakteri dilakukan dengan spektometer sinar tampak
pada λ=600 nm. Sedangkan pengukuran penurunan
konsentrasi LAS dan karakterisasi senyawa intermediat
hasil; degradasi dilakukan dengan HPLC-MS.
Pengukuran Pertumbuhan (Turbiditas) Bakteri
Pertumbuhan bakteri selama proses biodegradasi LAS
dapat dilihat dalam Gambar 2 di mana bakteri mengalami
penambahan jumlah sel. Hal ini menunjukkan bakteri
dapat tumbuh dalam medium yang ada.
(a)
2
129
8
10
Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya kenaikan
nilai absorbansi dari hari pertama sampai hari keenam.
Pengamatan dihentikan pada hari kesepuluh karena pada
hari kedelapan absorbansi sudah mulai menunjukkan
penurunan, yang mengindikasikan bahwa substrat
(LAS) dalam medium kemungkinan sudah berkurang,
dan bakteri sudah mulai memasuki fase kematian dalam
pertumbuhannya, kurva pertumbuhan bakteri yang
ditunjukkan oleh nilai absorbansi terlihat pada Gambar 3.
Kurva dalam Gambar 3 memperlihatkan bahwa kultur
Acinetobacter menunjukkan pertumbuhan yang lebih
baik dibandingkan kultur campuran dari keempat jenis
bakteri, dan dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktorfaktor yang saling berhubungan. Banyak peneliti
melaporkan parameter utama yang mempengaruhi
degradasi, yaitu: fenomena kompetisi, predator,
komposisi medium, parameter fisik seperti suhu dan
jumlah oksigen [12]. Jadi, kemampuan mikroorganisme
untuk hidup dan tumbuh bergantung pada fisiologi
mereka, toleransi terhadap kondisi lingkungan, dan
kapasitas untuk bersaing dengan organisme lain.
Hari
(c)
Gambar 2. Kurva Optikal Densitas Bakteri pada
Konsentrasi LAS (a) 10 ppm, (b) 20 ppm dan
(c) 30 ppm
Kenaikan nilai absorbansi pada tahap ini berbeda
dengan tahapan pada uji pendahuluan sebelumnya di
mana pada tahap ini kenaikan bakteri pada hari
130
O ptikal Densitas
2
1.5
acineto
1
Campuran
0.5
0
0
1
2
4
6
8
% Penurunan konsentrasi LAS
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
120
100
80
20
0
0
10
Kurva Optikal Densitas yang Sebanding
dengan Jumlah Bakteri
pertama khususnya untuk kultur bakteri Acinetobacter
sudah memperlihatkan kenaikan absorbansi yang cukup
tinggi dibandingkan kultur bakteri Acinetobacter dalam
uji pendahuluan (Gambar 2(b) dan Gambar 3).
Perbedaan ini dikarenakan dalam uji pendahuluan
bakteri harus melewati fase aklimatisasi, yaitu proses
adaptasi oleh suatu mikroorganisme jika mengalami
pergantian medium atau kondisi. Pada fase ini tidak ada
penurunan dari jumlah zat yang akan didegradasi.
setelah proses aklimasi, kekuatan mikroorganisme untuk
mendegradasi mungkin akan lebih cepat atau lambat.
Biasanya setelah mikroorganisme itu melalui proses
aklimasi, untuk penambahan zat kedua kalinya tidak
akan mengalami proses ini lagi [13].
Pengukuran Konsentrasi LAS
Selain parameter turbiditas bakteri, parameter lain yang
sangat penting untuk membuktikan terjadinya proses
degradasi adalah pengukuran konsentrasi LAS yang
tersisa selama waktu inkubasi. Penurunan konsentrasi
substrat menunjukkan bahwa telah terjadi metabolisme
substrat tersebut oleh inokulum bakteri yang digunakan
[13]. Uji ini menggunakan konsentrasi LAS 20 ppm.
Gambar 4 menunjukkan bahwa mulai hari kedua,
konsentrasi substrat dalam kultur bakteri Acinetobacter
sudah menurun hingga 28,93%, sedangkan kultur
campuran 20,43%. Penurunan konsentrasi LAS terus
berlangsung hingga hari ke-10, yaitu 92,42% untuk
kultur bakteri Acinetobacter dan 95,28% untuk kultur
campuran.
Untuk menentukan mudah tidaknya suatu senyawa
dapat terdegradasi, maka dilakuan penentuan waktu
paruh DT50, yaitu suatu ukuran di mana senyawa induk
hilang atau terurai dalam tanah atau air. Berdasarkan
klasifikasi ini (Gambar 3), yaitu tercapainya DT50 untuk
kedua kultur terjadi pada hari ke-4, di mana jika nilai
DT50 <20 hari, maka LAS dapat dikategorikan sebagai
senyawa yang mudah terdegradasi [14].
Berdasarkan klasifikasi ini juga dapat dilihat bahwa
waktu paruh DT50 untuk biodegradasi LAS tercapai
pada hari ke-4, dalam kultur Acinetobacter dan
kultur Campuran
40
2
4
6
10
Hari
Hari
Gambar 3.
kultur Acinetobacter
60
Gambar 4.
Grafik Persentase Penurunan Konsentrasi
LAS
campuran, yaitu masing-masing ±52,32% dan ±46,82%.
Persentase biodegradasi LAS yang dicapai dalam kedua
kultur mengindikasikan bahwa proses biodegradasi oleh
kultur Acinetobacter lebih baik dibandingkan kultur
campuran. Fenomena ini menunjukkan bahwa faktorfaktor seperti kompetisi antar mikrooorganisme dalam
medium mempengaruhi proses biodegradasi dalam
kultur campuran. Selain itu, perbedaan jumlah substrat
yang dapat terdegradasi juga dapat disebabkan adanya
perbedaan kemampuan bakteri yang digunakan sebagai
inokulum dalam mendegradasi senyawa LAS.
Hal ini menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada
laporan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
waktu paruh untuk biodegradasi aerobik LAS adalah 18 hari di dalam air sungai, 1-2 hari dalam sedimen, dan
5-10 hari dalam air laut [9].
Akan tetapi, jika dilihat dari kecepatan biodegradasi
yang menghasilkan penurunan konsentrasi LAS hingga
>90%, hingga mencapai t1/2, kemampuan kultur
Acinetobacter dalam mendegradasi LAS lebih cepat
daripada kultur campuran, setelah itu biodegradabilitas
sedikit menurun. Sedangkan pada kultur campuran, di
mana terdapat beberapa bakteri yang didalamnya juga
terdapat Acinetobacter, aktivitas degradasi setelah
pencapaian waktu paruh masih tetap berkompeten yang
dilaksanakan oleh bakteri-bakteri lain dalam medium.
Fenomena ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa dalam biodegradasi, LAS
membutuhkan keberadaan komunitas beberapa spesies
bakteri termasuk Flavobakterium sp., Pseudomonas spp.
dan Acinetobacter sp. dengan hasil degradasi mencapai
90% pada hari ketujuh [9].
Keberhasilan biodegradasi akhir LAS (sedikitnya 80%)
secara normal membutuhkan aktivitas beberapa spesies
bakteri. Beberapa mikrooorganisme seperti Acinetobacter
merupakan bakteri pendegradasi senyawa alifatik,
sedangkan untuk degradasi senyawa aromatik lebih
berpotensi dilakukan oleh bakteri lain seperti
Pseudomonas, Bacillus sp dan lain-lain [9].
Berdasarkan perbandingan pengukuran kenaikan
turbiditas bakteri dan penerunan konsentrasi LAS, dapat
131
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
disimpulkan bahwa bakteri yang digunakan mampu
mendegradasi LAS dengan memanfaatkan LAS sebagai
sumber karbonnya.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur
tingkat kerentanan bakteri Rhizobium meliloti yang
digunakan terhadap perusakan sel pada sistem transport
elektronnya oleh produk intermediat hasil degradasi
LAS, serta menyatakan toksisitas relatif terhadap
Rhizobium meliloti dengan IC50, yaitu konsentrasi zat
yang dapat menghambat 50% reduksi pembentukan
warna yang dihitung sebagai absorban. Parameter ini
sebanding dengan LD50 [11].
Uji ini didasari pada reduksi zat warna tetrazolium oleh
bakteri Rhizobium meliloti sebagai organisme indikator.
Bakteri mereduksi zat warna, menyebabkan warna
mengendap dan menyebabkan intensitas warna
bertambah atau peningkatan absorban optikal. Diduga,
warna direduksi oleh komponen dalam sistem transport
elektron dalam sek prokariot, Bakteri dicampur dengan
bahan uji. Jika bahan uji bersifat toksik maka akan
merusak membran sitoplasma, dan menghambat
transport elektron dan zat warna tidak akan tererduksi,
sehingga intensitas warna akan berkurang. Terlihat
bahwa terjadi penurunan jumlah absorban dengan
kenaikan jumlah volume zat (Gambar 4). Berdasarkan
kurva hubungan absorban terhadap volume bahan Ac
yang digunakan dalam uji toksisitas, diperoleh nilai IC50
bahan Ac = 1427,83 µl, atau 446,19 ppm.
Pada bahan Cm, terjadi penurunan absorban lebih
banyak dengan kenaikan volume bahan uji yang
ditambahkan, dibandingkan dengan bahan Ac. Nilai
IC50 bahan Cm = 356,89 µl atau 111,28 ppm. Data ini
menunjukkan bahwa produk degradasi LAS dengan
kultur campuran bersifat lebih toksik daripada produk
degradasi LAS menggunakan kultur Acinetobacter.
Sebagai pembanding kedua bahan di atas, maka dalam
penelitian ini, juga dilakukan uji toksistas terhadap LAS
sebagai senyawa induk (Gambar 6).
Nilai IC50 dari LAS adalah 34,35 ppm. Data ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
LAS dengan konsentrasi yang tinggi (>20-30 ppm)
dapat menghambat proses degradasi mikrobial [9].
Bagaimanapun telah banyak dilakukan penelitian
terhadap nilai toksisitas dari LAS. Nilai toksisitas LAS
0.4
Absorban
0.35
0.3
0.25
Bahan Ac
0.2
Bahan Cm
0.15
0.1
0.05
0
0
100
200
300
400
Volume
Gambar 5. Kurva Uji Toksisitas Bahan Ac dan Bahan Cm
0.3
Abs orban
Uji Toksisitas. Untuk mengetahui apakah produk hasil
degradasi tersebut aman bagi lingkungan atau bahkan
lebih toksik dari senyawa asalnya, maka dilakukan uji
toksisitas terhadap produk intermediat hasil degradasi
LAS dari kultur Acinetobacter (bahan Ac) dan kultur
campuran (bahan Cm). Pada penelitian ini, uji toksisitas
dilakukan dengan menggunakan organisme indikator
yaitu bakteri Rhizobium meliloti. Hasil uji toksisitas
ditunjukkan dalam Gambar 5.
0.45
0.2
LAS
0.1
0
0
10
20
Konsentrasi(ppm)
30
Gambar 6. Kurva Uji Toksisitas LAS
terhadap organisme yang berbeda juga bervariasi. LD50
untuk garam sodium pada tikus secara oral adalah
1259–2300 mg/kg berat badan (bb), sedangkan pada
mencit adalah 3000 mg/kg bb dan pada kulit marmut
adalah 60 mg/kg bb. Efek reproduktif, termasuk
penurunan rata-rata kehamilan dilaporkan dalam hewan
yang diberi dosis >300 mg/kg [15].
Berdasarkan perbandingan IC50 dari ketiga senyawa
yang digunakan, maka LAS sebagai senyawa induk
bersifat lebih toksik dibandingkan produk intermediatenya dengan Nilai IC50 dari LAS adalah 34.35 ppm,
sedangkan bahan Ac nilai IC50 = 1427,83 µl atau 446,19
ppm, dan bahan Cm nilai IC50 = 356,89 µl atau 111,28
ppm. Bahan Ac kurang toksik dibandingkan LAS dan
bahan Cm.
Identifikasi Produk Intermediat Hasil Degradasi LAS
Analisis Spektrum Infra Merah (IR): Analisis produk
intermediat hasil degradasi LAS dengan spektrum infra
merah (IR) memberikan pita-pita serapan pada daerah
bilangan gelombang, ν, (dalam cm-1), yaitu:
Bahan Ac: 2965,17–3331 cm-1 merupakan pita serapan
vibrasi ulur sangat lebar dari gugus asam karboksilat
(COOH). 2840,48 cm-1 merupakan pita serapan dari
gugus alifatik CH3,CH2, dan CH. 1452,34 dan 1654,41
cm-1 merupakan pita serapan vibrasi dari gugus C-C aril.
1020,75 merupakan pita serapan vibrasi ulur dari SO3.
702,57 merupakan pita serapan dari benzena tersubsitusi
Bahan Cm: 2950,80–3157,84 merupakan pita serapan
vibrasi ulur sangat lebar dari gugus asam karboksilat
132
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
(COOH). 3566,46 merupakan pita serapan vibrasi ulur
dari gugus hidroksil (OH). 2838,42 merupakan pita
serapan dari gugus alifatik CH3,CH2, dan CH. 1452,27
dan 1653,96 merupakan pita serapan vibrasi dari gugus
C-C aril. 1021,86 merupakan pita serapan vibrasi ulur
dari SO3. 687,36 merupakan pita serapan dari benzena
tersubsitusi
Analisis Kromatografi Cair-Spektrometer Massa
(LC-MS)
Senyawa LAS: Analisis LC untuk LAS menghasilkan
waktu retensi (Rt) pada 3,8 menit. Sedangkan untuk
MS, fragmen ion [M+H2]+ dengan m/z = 350,9995,
selanjutnya terbentuk pola fragmen ion [M+( CH2)n +
H2]+ dengan m/z = 432,9805; 514,9411; dan fragmen
ion [M-(CH2)n + H2]+ dengan m/z = 269,0211; 187,0407.
Bahan Ac: Spektrum LC-MS dengan waktu retensi
yang berbeda dan berat molekul yang berbeda
memperlihatkan bahwa bahan Ac terdiri dari berbagai
senyawa. Fragmen ion [M+H]+ dengan m/z = 372,8306
adalah turunan asam benzoat (C16H23O5SNa), [M+H]+
dengan m/z = 207,0078 adalah C8H9O3SNa, [M+H]+
dengan m/z = 187 adalah turunan benzil alkohol
(C7H6O4S), [M+H]+ dengan m/z = 155 adalah
protokatekuat (C7H6O4).
Bahan Cm: Dari spektrum LC-MS yang menunjukkan
bahwa di dalam bahan Cm terdapat beberapa senyawa,
tetapi lebih sedikit dibandingkan bahan Ac, yaitu:
Fragmen ion [M+H]+ dengan m/z = 372,8106 adalah
turunan asam benzoat (C16H23O5SNa), [M+H]+ dengan
m/z = 206,8335 adalah C8H9O3SNa.
Identifikasi produk intermediat menggunakan analisis
IR dan LC-MS menunjukkan bahwa produk tersebut
masih mengandung senyawa-senyawa benzena, asam
benzoat, hidroksil, dan karbon alifatik dengan berat
molekul yang masih besar. Dengan demikian, proses
biodegradasi LAS hingga tercapai waktu paruh hanya
terjadi pada rantai karbon alifatik belum sampai pada
tahap pembukaan cincin aromatik. Degradasi LAS
dimulai pada rantai panjang akhir linear oleh omega dan
β-oksidasi menghasilkan asam sulfofenilmonokarboksilat. Senyawa intermediat ini selanjutnya
mengalami oksidasi pada cincin aromatik dan terjadi
pembukaan gugus sulfonat [9].
4. Simpulan
Berdasarkan persentase penurunan jumlah LAS pada
DT50 dalam uji kemampuan ulang biodegradasi, maka
kultur Acinetobacter, menunjukkan persentase penurunan
yang lebih besar dibandingkan kultur campuran dalam
medium. Berdasarkan tercapainya DT50, di mana waktu
paruh untuk kedua kultur tercapai pada hari ke-4, maka
LAS dapat dikategorikan sebagai senyawa yang mudah
terdegradasi. Dilihat dari kecepatan biodegradasi yang
menghasilkan penurunan konsentrasi LAS hingga >90%
dalam waktu 10 hari, biodegradasi kultur campuran
lebih cepat dibandingkan kultur tunggal Acinetobacter.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh kemampuan optimasi
aktivitas biodegradsi mikroorganisme. Berdasarkan
perbandingan pengukuran kenaikan turbiditas bakteri
dan waktu paruh yang dicapai terhadap penurunan
konsentrasi LAS dapat disimpulkan bahwa bakteri yang
digunakan mampu mendegradasi LAS dengan memanfaatkan LAS sebagai sumber karbonnya. LAS sebagai
senyawa induk bersifat toksik dengan nilai IC50 dari
LAS adalah 34,35 ppm. Sedangkan pada pengujian
toksisitas produk degradasi LAS, masing-masing nilai
IC50 bahan Ac = 1427,83 µl atau 446,19 ppm dan IC50
bahan Cm = 356,89 µl atau 111,28 ppm menunjukkan
bahwa produk degradasi LAS dengan menggunakan
kultur Acinetobacter (bahan Ac) kurang toksik
dibandingkan LAS serta produk degradasi LAS
menggunakan kultur campuran (bahan Cm). Identifikasi
produk intermediat menggunakan analisis IR dan LCMS menunjukkan bahwa di dalam bahan tersebut masih
terdapat gugus-gugus fungsi benzena, asam benzoat,
hidroksil, karbon alifatik, dengan berat molekul yang
masih besar. Dengan demikian proses biodegradasi LAS
hingga tercapai waktu paruh hanya terjadi pada rantai
karbon alifatik, belum sampai pada tahap pembukaan
cincin aromatik.
Daftar Acuan
[1] M. Fujita, M. Ike, S. Hashimoto, Wat. Res. 25
(1991) 979-984.
[2] M. Sanchez-Peinado, J.G. Lopez, B. Rodelas, V.
Galera, C. Pozo, M.V. Martinez-Toledo,
Ecotoxicology 17 (2008) 549–557
[3] HERA, Human and Environmental Risk
Assessment of Ingredients of Household Cleaning
Products:
Report
for
LAS,
2004.
http://www.heraproject.com.
[4] D. Prats, C. Lopez, D. Vallejo, P. Varo, V.M.
Leon, J. Surfact. Det. 9 (2006) 69–75.
[5] M. Sanchez-Peinado, J.G. Lopez, M.V. MartinezToledo, C. Pozo, B. Rodelas, Environ. Sci. Pollut.
Res. (2009) May 30.
[6] D.D. Focht, F.D. Williams, Canadian J. Microbiol.
16 (1970) 309-316.
[7] H.H. Locher, T. Leisinger, A.M. Cook, J. Gen.
Microbiol, 135 (1989) 1969-1978.
[8] H.H. Locher, C. Malli, S. Hooper, T. Vorherr, T.
Leisinger, A.M. Cook, J. Gen. Microbiol. 137
(1991) 2201-2208.
[9] WHO (World Health Organization), Linear
Alkylbenzene Sulfonates and Related Compounds,
Environmental Health Criteria 169, International
Programme on Chemical Safety (IPCS), Geneva,
1996.
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 125-133
[10] AISE & CESIO, Anaerobic Biodegradation of
Surfactant, Review of Scientific Information,
CEFIC, Brussels, Belgium, 1999.
[11] J.L. Botsford, World Journal of Microbiology and
Biotechnology, Vol. 14 (1989) 369-376.
[12] R.M. Goldstein, L.M. Mallory, M. Alexander,
Appl. Environ. Microbiol. 50 (1985) 977-983.
[13] A. Widodo, Skripsi Sarjana, Jurusan Kimia
FMIPA, Universitas Indonesia, Indonesia, 2001.
[14] Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD), OECD Guidelines for the
133
Testing of Chemicals / Section 3: Degradation and
Accumulation Test No. 308: Aerobic and
Anaerobic Transformation in Aquatic Sediment
Systems, 2002.
[15] J. Folke, L. Landner, Risk Assessment of LAS in
Sewage and Soil, Based on Current Literature,
Report to Kemisk-Tekniska Leverantörförbundet
(KTF), ÅF-MiljöforskarGruppen, Stockholm,
Sweden, 2000.
Download