1 BAB I PENDAHULUAN Implementasi Free Trade Zone (FTZ) merupakan startegi pengembangan wilayah strategis untuk mengembangkan wilayah-wilayah yang berada di rute pelayaran internasional. Wilayah-wilayah strategis sangat potensial untuk dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan Bebas (Free Trade Zone) merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan Bebas memiliki keunggulan di banding wilayah Kawasan Ekonomi Khusus lainnya. Startegi pengembangan Batam menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) menjadi kebijakan katalis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mempersiapkan Indonesia dalam menghadap pasar bebas ASEAN (AFTA 2015). I.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia dalam dua abad belakangan ini. Proses pertumbuhan ekonomi tersebut dinamakan modern economic growth dengan transisi menjadi masyarakat industri. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan perekonomian dunia menimbulkan dua efek penting yang sangat menggalakan, yaitu: (1) kemakmuran atau taraf hidup masyarakat makin meningkat, dan (2) dapat menciptakan kesempatan kerja baru kepada penduduk yang semakin bertambah jumlahnya 1 Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan kebijakan yang mendukung dua efek penting diatas. Salah satu kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan pengembangan kawasan ekonomi strategis nasional seperti Free Trade Zone (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Untuk mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki Sadono Sukirno,” Pengantar Ekonomi Makro” , Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996, Hal.413 1 2 keunggulan geo-ekonomi dan geo-strategis yang disebut dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan. Salah satu instrument KEK adalah Free Trade Zone (FTZ). FTZ dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan FTZ bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah Pengembangan FTZ diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi banyak hal seperti menekan urbanisasi ke kota-kota besar, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi kawasan dan pada akhirnya berkurangnya tingkat kemiskinan. Keberadaan FTZ diharapkan mendorong kegiatan ekspor, meningkatkan investasi serta dapat mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya. Secara luas, FTZ sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Pengembangan FTZ merupakan upaya peningkatan daya saing Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Ada 3 wilayah yang diberi kewenangan menjadi kawasan FTZ, Salah satu kawasan yang ditunjuk sebagai FTZ adalah Batam. Dipilihnya Batam sebagai salah satu FTZ didasari oleh faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal meliputi: 1. Lokasi berada di jalur lalu lintas pelayaran internasional. 2. Infrastruktur jalan pada umumnya telah menjangkau ke seluruh kawasan. 3. Terdapat satu bandara internasional dan tiga pelabuhan bebas. 4. Terdapat rencana pengembangan KPBPB Batam dalam RTR BBK (Batam, Bintan, Karimun). 5. Adanya Dewan Kawasan BBK, Badan Otorita Batam dan Badan Pengusahaan Batam yang mengelola kawasan. Faktor-faktor internal diatas 3 Faktor eksternal: 1. Menjadi sebuah pintu gerbang bagi perdagangan dunia. 2. Semakin berkembangnya Sumatera dan terbukanya jenis usaha baru. 3. Meningkatnya investor dan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain. 4. Meningkatnya pendapatan nasional. Faktor internal dan eksternal tersebut yang mendorong penetapan Batam sebagai Free Trade Zone2. Dasar kebijakan pengembangan KPBPB adalah undang-undang No. 36 Tahun 2000. Dengan mendifinisikan KPBPB sebagai Suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. Penetapan Batam sebagai KPBPB melalui Undang-Undang No. 44 tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No 1 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang No.36 tahun 2000 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No 1 tahun 2000 menjadi Undang-Undang. Perbedaan KPBPB (FTZ) Kebijakan FTZ didasari juga dengan adanya ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 yang merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Dari proses formulasi kebijkan sampai dengan pelaksanaannya dilapangan inilah akan terlihat bagaimana komitmen dari semua pihak yang terkait baik itu Menko Perekonomian, Gubernur (Ketua Dewan Kawasan), Kepala BP Batam, Kepala Kantor Bea & Cukai Batam, SKPD dan juga publik (Stakeholders) dalam merumuskan kebijakan & implementasi Free Trade Zone di Kota Batam, apakah 2 Kementerian Pekerjaan Umum, “Executive Summary KEK”, Tahun 2009 4 dalam proses implementasi sudah sesuai dengan dasar perumusan kebijakan FTZ dan menganalisa permasalahan apa saja yang menjadi tantangan, masalah dan hambatan dalam pelaksanaan regulasi FTZ, maka oleh karena penelitian ini akan lebih meneliti lebih komprehensif bagaimana proses formulasi kebijkan & implementasi Free Trade Zone di Kota Batam. Oleh karena itu, diangkatlah penelitian ini dengan judul “Analisis Formulasi Kebijakan Sistem Free Trade Zone di Kota Batam”. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah diinventarisir dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana formula kebijakan ftz dibatam dalam menghadapi afta 2015? 2. Bagaimana implementasi sistem Free Trade Zone di Kota Batam ? I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana proses formulasi kebijakan Free Trade Zone Kota Batam 2. Untuk mengetahui bagaiman implementasi Free Trade Zone di Kota Batam, Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada kajian dalam bidang pengembangan wilayah strategis dan lebih khusus lagi KPBPB, 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi sebuah masukan dan juga rekomendasi bagi perkembangan implementasi Free Trade Zone di Provinsi Kepulauan Riau dan khususnya di Kota Batam. II.TINJAUAN TEORI II.1 Tinjauan Pustaka Ada beberapa penelitian yang terkait dengan Free Trade Zone, namun 5 tentunya dengan konsep, dimensi dan indikator yang berbeda-beda. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Nimah Hidayah (2005), dimana peneliti melihat Pembentukan Free Trade Zone (FTZ) di Indonesia khususnya FTZ Batam menghadapi kerancuan undang-undang free trade zone berkaitan dengan kejelasan peraturan FTZ antara Pemko Batam dan Badan Pengusahaan Batam. Sementara penelitian kedua yang dilakukan oleh Syarif Hidayat (2009), dimana peneliti melihat Implementasi FTZ di Kepulauan Riau:Aspek Kelembagaan & Pengaturan Relasi Kewenangan melalui dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan FTZ dengan spirit otonomi daerah. Persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentang FTZ di Kepri. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Adiwan F. Aritonang (2009), dimana peneliti melihat perbandingan FTZ Batam dengan daerah lain diluar Indonesia melalui faktor-faktor penentu yang berkontribusi secara signifikan pada performa ekonomi & spillover extend di Free Trade Zone. Membandingkan Batam, Subic & Shenzhen. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Firmansyah (2012), peneliti melihat Pembangunan FTZ di batam melalui kerjasama Indonesia dan Singapura dalam usaha penarikan investasi Singapura ke Batam. Penelitian kelima yang dilakukan oleh Muhammad Zaenuddin (2012), peneliti melihat Kesiapan Pemerintah Daerah (Pemko Batam & BP Batam) secara institusi pelaksana meliputi aspek legal, anggaran serta aspek SDM dalam melaksankan kebijakan FTZ di Batam. Penelitian keenam yang dilakukan oleh Khairul Anwar (2014), peneliti melihat dinamika Pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas & Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Batam melalui Permasalahan infrastruktur dan permasalahaan pendanaan dalam pelaksanaan FTZ di Batam. Penelitian ketujuh yang dilakukan oleh Erliza Oktari (2014), peneliti melihat Dinamika perubahan Otorita Batam menjadi Badan Pengusahaan Batam dan pengaruhnhya dalam melaksanakan kebijakan FTZ. Dari beberapa penelitian yang telah dijelaskan di atas, dapat dirangkum 6 beberapa penelitian yang terkait dengan Free Trade Zone di Batam dengan waktu penelitian mulai dari tahun 2005 sampai tahun 2014. Susunan penelitian sebelumnya dapat dilihat didalam Tabel.II.1 berikut: Tabel. II.1 Tinjauan Penelitian yang Terkait No 1 2 Peneliti Judul Penelitian Temuan Nimah Pembentukan Free Kerancuan undang-undang free Hidayah Trade Zone (FTZ) di trade (2005) Indonesia: studi kasus kejelasan peraturan FTZ antara pembentukan FTZ Pemko Batam Pengusahaan Batam. Syarif Implementasi FTZ di Dinamika Hidayat Kepulauan otonomi daerah. Persepsi antara (2009) Riau:Aspek pemerintah pusat dan pemerintah Kelembagaan & daerah tentang FTZ di Kepri. zone berkaitan Batam FTZ dengan dan Badan dengan spirit Pengaturan Relasi Kewenagan 3 Adiwan F. A Comparative Study Memahami factor-faktor penentu Aritonang on Free Trade Zone : yang (2009) Development Through signifikan pada performa ekonomi Spatial Economic & spillover extend di Free Trade Concertration Zone. Membandingkan Batam, berkontribusi secara Subic & Shenzhen. 4 Firmansyah The Dynamism of Pembangunan FTZ di batam dan (2012) Indonesia-Singapore kerjasama Bilateral Investment Singapura dalam usaha penarikan Cooperation : The investasi Singapura ke Batam Case of Free Trade Zone in Batam 2005- Indonesia dan 7 2009 5 Muhammad Kajian Free Trade Kesiapan institusi pelaksana Zaenuddin Zone (FTZ) Batam- meliputi aspek legal, anggaran (2012) Bintan-Karimun serta aspek SDM (permasalahan, Implemetasi dan solusinya) 6 Khairul Dinamika Pelaksanaan Permasalahan infrastruktur dan Anwar (2014) Kawasan Perdagangan permasalahaan pendanaan dalam Bebas & Pelabuhan pelaksanaan FTZ Bebas (Free Trade Zone) Batam 7 Erliza Oktari Administrative Dinamika perubahan Otorita (2014) Reform of Batam Free Batam menjadi Badan Zone Authority Pengusahaan (BIFZA) in pengaruhnhya implementing free melaksanakan kebijakan FTZ Batam dan dalam trade zone (FTZ) in Batam city Indonesia Penelitian yang akan dilakukan ini tentunya berbeda dengan beberapa penelitian yang telah digambarkan di atas. Selain melakukan penelitian terhadap implementasi Free Trade Zone secara teknis. Metode penelitian yang akan digunakan adalah dengan metode campuran yaitu dengan metode kuantitatif & kualitatif untuk melihat bagaimana implementasi Free Trade Zone dan bagaimana proses Free Trade Zone mempengaruhi nilai investasi & ekonomi masyarakat di Kota Batam. II.2 Kerangka Teoritis II.2.1 Konsep Free Trade Zone Free Trade Zone merupakan pengembangan konsep Special Economic Zone 8 (SEZ), dimana SEZ (Kawasan Ekonomi Khusus /KEK) sebagai sebuah terminologi makro untuk kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari berbagai hambatan berusaha dalam rangka memacu peningkatan ekspor nasional. Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal tiga jenis umum Special Economic Zone (SEZ) meliputi : (a) SEZ for multiproduct, yaitu SEZ yang terdiri dari sejumlah perusahaan yang tergolong dalam lebih dari satu sektor, yang di dalamnya juga terdapat kegiatan perdagangan dan pergudangan; (b) SEZ for specific sector, yaitu SEZ bagi satu sektor tertentu saja (bisa lebih dari satu perusahaan) atau SEZ untuk berbagai pelayanan satu sektor, seperti dalam pelabuhan atau bandar udara; dan (c) SEZ for Free Trade and Warehouse yaitu SEZ yang secara khusus menyediakan pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan bebas dan pergudangan, fasilitasnya bisa untuk kegiatan yang multi sektor maupun untuk satu sektor tertentu saja. Di Filipina, kawasan-kawasan semacam ini dapat berbentuk Industrial Estates (IES), Export Processing Zones (EPZs), Free Trade Zone, dan Tourist/Recreational Centers. SEZ sebagai sebuah model untuk menyebutkan kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang didalamnya mencakup Free Trade Zone (FTZ), Export Processing Zone (EPZ), pelabuhan (Port), High Tech Industrial Estate dan lain sebagainya atau dikenal dengan sebutan zones within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk mengoperasikan SEZ secara penuh atas mandat dari pemerintah pusat. SEZ merupakan konsep pengembangan kawasan ekonomi ataupun kawasan strategis nasional yang pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan (Pusat Kajian Strategis PU, 2012) , pembangunan dan perekonomian wilayah agar terjadi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.”. Penggunaan konsep Free Trade Zone merupakan pengembangan dari SEZ (Kawasan Ekonomi Khusus /KEK) dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. adalah usaha pengembangan tata kelola pemerintahan dengan memanfaat 9 semua potensi yang ada. Pengembangan Free Trade Zone bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Free trade zone merupakan konsep yang lahir dari tujuan negara-negara untuk mengejar kesuksesan melalui penggunanan kawasan bebas yang bersifat tetap dan terus menerus. Hasil yang ingin diraih melalui konsep Free Trade Zone meliputi: 1. Membangun wilayah yang tidak merugikan 2. Membangkitkan pendapatan 3. Bursa tenaga kerja 4. Menarik investasi, terutama investasi asing (foreign direct investment/FDI) 5. Transfer tekonologi dan pengembangan SDM Tujuan Free Trade Zone pada umumnya untuk memberikan kemudahan di kawasan bebas dengan menyiapkan keuntungan-keuntungan dan pengelolaan perusahaan di dalam kawasan tersebut. (Torres A. Raul “ Free Zones and the World Trade Organization Agreement on Subsidies and Countervailing Measures”(2007.)3 Tabel.II.2 Peta Tahapan FTZ di Kota Batam Peran Pemerintan Perdagangan G2G G2C G2B Antar Instansi Pemerintah ke Pemerintah ke Pemerintah Warga Dunia Usaha Melakukan koordinasi Menciptakan dengan lapangan Dinas Perdagangan kerja No Import and tenaga Export duties and Taxes & Dirjen Pajak Produksi 3 Melakukan No VAT for all Koordinasi dengan processing industry Global Trade and Customs Journal , Vol. 2, Issue 5, 217 10 Departemen for export purposes Perindustrian Fasilitas Melakukan GSP Facility Koordinasi dengan (Generalized Dirjen Bea & Cukai System of Preferences) facility with 33 donor countries Perpajakan Tarif Melakukan Double Koordinasi dengan Avoidance Dirjen Agreement with 58 Pajak & Taxation Dirjen Bea & Cukai countries Melakukan Common Effective Koordinasi dengan Preferential Tariff Dirjen for ASEAN Pajak & Dirjen Bea & Cukai countries (The Investment Coordinating Board, Indonesia, 2008) Elektronik Online Melakukan koordinasi Bas data on-line dengan Kominfo Sumber: Batam Industrial Development Authority, 2008 Pada tabel di atas, BP Batam menerangkan bahwa Free Trade Zone (FTZ) adalah sebuah proses pengembagan kebijakan Free Port dalam ranah pengembangan G2B (Government to Business) yang digunakan sebagai alat penghubung antara pemerintah dengan dunia usaha. Secara umum Free Trade Zone menurut Dr. Jonathan Aremu (2005) merupakan “undang-undang kegiatan proses ekspor di wilayah tertentu, sebagai bagaian dari paket kebijakan umum untuk menarik investor asing”. Sementara menurut Torres A. Raul (2007) pengertian Free Trade Zone adalah “sistem Free Zones yang terintegrasi dan memiliki area khusus yang berbasis teknologi sebagai bagian dari pembangunan daerah yang tertinggal dengan cara menarik investasi 11 asing untuk mengembangkan daerah tersebut”. Free Trade Zone memang sedikit berbeda dengan Free Port konvensional sebagaimana yang digunakan oleh beberapa stakeholders bisnis sebelumnya. Produksi barang konvensional lebih menyita waktu dalam mengemas kertas kerja dibanding dengan melayani supplier mereka atau mengurus tariff, pajak dan regulasi yang panjang. Sementara Free Trade Zone lebih mengefisienkan waktu dan biaya operasional yang lebih tinggi jika dibandingkan cara Free Port konvensional. Menurut KPMG (2013) menjelaskan bahwa Free Trade Zone bertumpu pada lima hal yaitu “administration organisation,investment management, trade development and facilitation, finance innovation and risk prevention, dan overall management and service”. Sebagaimana dijelaskan pada Gambar.1 berikut: Economy Export Employment Free Trade Zone Investment Sumber: Gambar satu memposisikan 4 bidang yang berproses di Free Trade Zone yaitu: ekonomi, ekspor, tenaga kerja dan investasi. Keempat bidang tersebut saling mendukung dan saling tergantung satu sama lain, dimana ekonomi 12 dipengaruhi oleh iklim investasi, sementara investasi mempengaruhi tenaga kerja dan tenaga kerja mempengarahi ekspor" begitu juga sebaliknya. II.2.2. Formulasi Kebijakan Publik Tujuan kebijakan Publik didefinisikan sebagai oposisi dalam konsep, karena kebijakan apapun selama berada pada posisi ekstem dari dua kutub, antara yang setuju dan yang keberatan. Tujuan kebijakan publik yang pertama adalah mendistribusikan sumber daya nasional, yang mencangkup redistribusi dan absorptif sumber daya nasional. Pajak adalah kebijakan absorptif juga disebut sebagai kebijakan ekstratif (Kolb, 1978:226). Kebijakan absorptive bertujuan untuk untuk mendukung kebijakan distributive (dan redistributif), seperti subsidi sosial, penghapusan kemiskinan, perumahan dan perawatan kesehatan. Tujuan kebijakan publik kedua untuk meregulasi, meliberasi dan dan menderegulasi. Kebijakan regulatif meregulasi, memerintah, menciptakan kontrol, menstandarisasi, melegalisasi, dan menyelaraskan. Tujuan publik ketiga adalah dinamika dan stabilisasi sebagai usaha untuk menstabilkan dinamika politik. Tujuan publik ini disebut mendinamisasi bangsa. Tujuan publik keempat adalah memperkuat Negara dan memperkuat pasar. Kebijakan memperkuat pasar secara global diterima sebagai liberalisasi. Landasan tujuan kebijakan publik keempat ini sebagai kunci penggerak untuk pertumbuhan ekonomi4. Tujuan Kebijakan Publik menjadi latar belakang proses formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya. Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya. Dan yang tidak boleh dilupakan Riant Nugroho, “Kebijakan Publik di Negara Berkembang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2014, hal. 57-58 44 13 adalah penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu hidup tidaklah pernah steril dari unsur politik. Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik ini. Yang harus diingat pula adalah bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada dilapangan5. dalam proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah mengutip pendapat dari Yezhezkhel Dror yang membagi tahap-tahap proses-proses kebijakan publik dalam 18 langkah yang merupakan uraian dari tiga tahap besar dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu : 1. Tahap Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making stage): 2. Pemrosesan nilai; 3. Pemrosesan realitas; 4. Pemrosesan masalah; 5. Survei, pemrosesan dan pengembangan sumber daya; a. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik; b. Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya; c. Penentuan strategi pembuatan kebijakan. Putra Fadillah “Paradigma Kritis dalam studi Kebijakan Publik” Pustaka Pelajar. Surabaya, 2001 Hal 49-50 5 14 6. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making) a. Sub alokasi sumber daya; b. Penetapan tujuan operasional, dengan beberapa prioritas; 1) Penetapan nilai-bilai yang signifikan, dengan beberapa prioritas; 2) Penyiapan alternatif-alternatif kebijakan secara umum; a) Penyiapan prediksi yang realistis atas berbagai alternatif tersebut diatas, berikut keuntungan dan kerugiannya; b) Membandingkan masing-masing alternatif yang ada itu sekaligus menentukan alternatif mana yang terbaik; c) Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih tersebut diatas. 3) Tahap Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policymaking stage) 4) Memotivasi kebijakan yang akan diambil; 5) Mengambil dan memutuskan kebijakan publik; a) Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yang telah dilakukan; b) Komunikasi dan umpan balik atas seluruh fase yang telah dilakukan.6 Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap yang berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear. Aplikasi prosedur dapat Putra Fadillah “Paradigma Kritis dalam studi Kebijakan Publik” Pustaka Pelajar. Surabaya, 2001 Hal 75-76 6 15 membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan, dan aksi dalam satu tahap yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi kinerja tahap-tahap berikutnya. Aktivitas yang termasuk dalam aplikasi prosedur analisis kebijakan adalah tepat untuk tahap-tahap tertentu dari proses pembuatan kebijakan, seperti ditunjukan dalam segi empat (tahap-tahap pembuatan kebijakan) dan oval yang digelapkan (prosedur analisis kebijakan) dalam bagan II.3. terdapat sejumlah cara dimana penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya7 Tabel II.3. Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan FASE PENYUSUNAN AGENDA KARAKTERISTIK Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama. FORMULASI KEBIJAKAN Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif. ADOPSI KEBIJAKAN Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur lembaga atau keputusan William N. Dunn “ Pengantar Analisis Kebijakan Publik” , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2000 Hal 23 7 16 peradilan. IMPLEMENTASI Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan KEBIJAKAN oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. PENILAIAN KEBIJAKAN Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif. Legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan. Sumber : William N. Dunn, 2000:24. Pengaruh proses politik juga turut mempengaruhi implementasi Free Trade Zone dipengaruhi oleh beberapa lingkungan yaitu Internal Environment, Market Environment, Political Environment, Legal Environment, dan Social, Eonomic 17 Program Legislasi Nasional (FTZ) Inisiator (Menteri) Menko Perekonomian Tim Kementerian Presiden Parlemen Komisi IV DPR Rapat Paripurna Presiden Hukum UU No.44 tahun 2007 Gambar II.2. Model Fromulasi Kebijakan FTZ Batam 18 II.2.3. Konsep Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Perekonomian Terbuka Di dalam analisis makroekonomi dianggap bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi (dan kalau mungkin mencapai penggunaan tenaga kerja penuh) tanpa inflasi. Di dalam perekonomian terbuka tujuan itu berarti bahwa usaha untuk mencapai tingkat ekonomi yang tinggi tersebut harus diikuti oleh keadaan neraca pembayaran yang menguntungkan. Neraca pembayaran yang mengalami defisit mempengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal dan mengurangi investasi, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran dalam tingkat kegiatan ekonomi Negara. Dengan demikian, di sektor luar negeri kebijakan pemerintah haruslah ditenkan kepada menciptakan keseimbangan dalam neraca pembayaran yang pada waktu yang sama akan mewujudkan pula tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi. Salah satu kebijakan dalam perekonomian terbuka adalah Kebijakn Insentif untuk mengekspor, dengan membebaskan barang-barang impor masuk ke wilayah strategis dimana barang-barang impor tersebut bertujuan untuk diolah dan diekspor. Kebijakan pemberian insentif merupakan kebijakan yang harus dijalankan di era pasar bebas. 8 II.2.4 Konsep Implementasi Sistem Free Trade Zone Tahap Implementasi teknis Free Trade Zone merupakan “tahapan proses penarikan investasi asing secara terpadu dengan regulasi administrasi dan peraturan-peraturan yang mendukung dan telah dioperasionalkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan di wilayah kerja masing-masing, sesuai mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan”. Ada beberapa aktor yang terlibat dalam proses implementasi Free Trade Zone sebagai berikut: 1. Investor adalah badan usaha/perusahaan yang berminat untuk menjadi penanam modal, Sadono Sukirno,” Pengantar Ekonomi Makro” , Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996, Hal.396-397 8 18 19 2. Badan Pengusahaan Kawasan adalah Badan yang bertugas melakukan pembenahan infrastruktur dan regulasi, 3. Pemerintah Daerah yaitu badan yang bertugas untuk melakukan promosi Free Trade Zone, memberikan jaminan keamanan baik kepada Investor maupun masyarakat. 4. Agency yaitu instansi yang ikut dalam pengelolaan Free Trade Zone , Dalam proses implementasi Free Trade Zone secara teknis di atas, dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang kemudian mampu kita ukur bagaimana proses implementasi Free Trade Zone itu berlangsung. Proses implementasi Free Trade Zone lebih kepada insentif investasi meliputi tidak dipungut bea masuk untuk impor dan kemudahan perijinan untuk penanaman modal. II.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Dari uraian latar belakang masalah hingga ditemukannya rumusan masalah penelitian sampai kepada kerangka teoritis, maka dapatlah disusun kerangka pemikiran penelitian dengan variabel dependent dan independent yang berhubungan dengan penelitian. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat di dalam gambar II.3: 19 20 Infrastruktur Policy Making & Management (Box1) Investasi AFTA 2015 Authorization & Appropriations (Box3) FTZ Regulation (Box2) FTZ Function in Operation (Box4) Tenaga Kerja Feedback (Box2) SISTEM SISTEM IMPLEMENTASI FTZ IMPLEMENTASI FTZ Variabel Independent (X) Variabel Dependent (Y) 20 21 Gambar.II.3 Kerangka Pemikiran Penelitian 21 22 III.1 Metedologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan metode metode kualitatif. Penelitian Kuantitatif menurut Nasehudin dan Gozali (2012) adalah, “cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau memecahkan masalah yang dihadapi dan dilakukan dengan cara hati-hati dan sistematis, dan data-data yang dikumpulkan berupa rangkaian atau kumpulan angka-angka”. Sementara Moleong (2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah” penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa”. Adapun pendekatan eksplanasi penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian deskriptif. Dimana hasil dari kuantifikasi hasi survey akan dieksplanasikan secara deskriptif. Menurut Prasetyo dan Jannah (2012) bahwa penelitian deskriptif ini adalah “sebuah penelitian untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena”. III.2 Lokasi & Jangkauan Penelitian Adapun lokasi penelitian ini akan dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau tepatnya di Kota Batam pada industri manufaktur dan jasa, dan termasuk juga pada Badan Pengusahaan Kawasan kota Batam. Alasan dilakukannya penelitian di lokasi ini adalah sebagai berikut; 1. Sekretariat Dewan Kawan Batam, Bintan & Karimun 2. BP Batam merupakan instansi yang berwenang mengimplementasikan Free Trade Zone di kota Batam, 3. Kantor Pelayanan Bea & Cukai Tipe B Batam 4. Perusahaan Pelayaran & industri manufacturing dan jasa, yang menjadi target regulasi Free Trade Zone. 5. Lembaga-lembaga ini saling terkaitan dan hubungan dalam proses implementasi Free Trade Zone di Kota Batam termasuk Badan Penanaman Modal Kota Batam Jangkauan penelitian ini mengambil tahun 2008-2013 mulai dari awal penerapannya sampai dengan akhir tahun 2013. 22 23 III.3 Jenis Data Guna memperoleh data-data dan informasi yang berhubungan dengan permasalahan pada penelitian ini, maka dalam pelaksanaannya data dan informasi yang diperoleh akan dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti yang tersebut dibawah ini : Data tentang: a. Bagaimana formulasi kebijakan Free Trade Zone di Kota Batam, b. Bagaimana kesiapan Batam dalam menghadapi AFTA 2015 c. Bagaimana proses implementasi sistem Free Trade Zone mempengaruhi investasi & ketenagakerjaan di Kota Batam. b. Data Sekunder Yaitu data pendukung yang melengkapi data primer, yang diperoleh melalui dokumen-dokumen atau laporan tertulis, seperti data tentang gambaran objek penelitian dan sebagainya yang meliputi : 1. Gambaran Umum Layanan BP Batam, 2. Layanan Free Trade Zone di Kota Batam, 3. Data jumlah perusahaan yang terlibat dalam implementasi Free Trade Zone di Kota Batam. III.4 Teknik Pengumpulan Data III.4.1. Metode Pengambilan Subjek Penelitian ini menggunakan Snowball sampling atau dilakukan secara berantai dengan dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. Dalam penelitian kualitatif, snowball sampling adalah metode yang paling umum digunakan.. mealui Penelitian Wawancara menurut Moleong 9adalah : “Percakapan dengan maksud 9 Nasehudin, Toto Syatori dan Gozali, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Pustaka Setia, 2012, hal 12-15 23 24 tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara terhadap sampel yang telah ditentukan dan selanjutnya terhadap stakeholder yang terkait lainnya untuk menguji keabsahan data. Alat yang digunakan dalam teknik ini adalah Daftar Pertanyaan. instrumen pengambilan datanya adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan. III.4.2 Teknik Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen – dokumen atau literatur yang berkaitan dengan implementasi Free Trade Zone di Kota Batam. Bahan dokumen secara ekplisit berbeda dengan literature, tetapi kemudian perbedaan antara keduanya hanya dibedakan secara gradual. Literatur adalah bahan-bahan yang diterbitkan, baik secara rutin maupun berkala.10 Dalam hal ini, maka dokumen yang akan digunakan dalam teknik dokumentasi ini adalah data yang sifatnya tertulis ataupun terekam yang memiliki keterkaitan dengan penelitian. Dokumen tersebut seperti, data atau arsip yang terkait dengan implementasi Free Trade Zone di Kota Batam selanjutnya data yang berbentuk foto, video, atau bahkan website. Alat yang akan digunakan untuk teknik ini adalah kamera, video, laptop, atau komputer. III.5 Unit Analisis Data Unit Dalam penelitian ini yang akan dijadikan unit analisis atau pengamatan dalam penelitian ini adalah tentang implementasi sistem Free Trade Zone pada Layanan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas & Pelabuhan Bebas Batam, dimana unit analisis data pada penelitian ini adalah populasi dari penelitian ini. menurut Moleong (2007) Populasi adalah “semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran baik kuantitatif maupun kuantitatif yang menggambarkan karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas”. Burhan Bungin “Penelitian Kualitatif” Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial, Jakarta, Kencana, 2009, hal 122 10 24 25 Adapun yang menjadi unit analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel. III.4 Unit Analisis Data No Nama Kelompok Unit Analisis Data 1 Dewan Kawasan Batam Bintan Karimun 2 Kepala Kantor Pelabuhan Laut Batam 3 Ketua Tim Uji Kelayakan Dan Kepatutan Pemilihan Kepala, Wakil Kepala Dan Anggota Badan Pengusahaan Batam 4 Direktorat Investasi & Marketing BP. Batam yang bertugas melakukan promosi investasi Batam 5 Perusahaan Pelayaran 7 BPMPTSP 6 Perusahaan manufaktur & jasa yang berada di Kota Batam 25