Waspada Keracunan Mikroba pada Air Minum Dalam Kemasan Air merupakan unsur yang amat vital bagi kehidupan manusia untuk berbagai keperluan, seperti memasak, mencuci, mandi, serta minum. Kebutuhan air bersih, khususnya air minum selama ini diperoleh dari berbagai sumber, yakni air tanah, air sungai, air hujan, dan air pegunungan. Berbagai upaya dilakukan guna mendapatkan sumber air minum layak konsumsi, salah satunya dengan memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK). Saat ini AMDK menjadi salah satu alternatif yang diminati masyarakat perkotaan khususnya guna memenuhi kebutuhan air minum secara praktis. Selain itu, masyarakat diberikan pilihan beragam seiring dengan meningkatnya depo pengisian air minum isi ulang dalam kemasan galon. Harga yang ditawarkan lebih ekonomis dibanding AMDK. Namun tak sedikit AMDK dan air minum kemasan isi ulang yang beredar di depo-depo pengisian air minum saat ini diragukan kualitasnya karena diduga terkontaminasi mikroba patogen jika pengolahannya kurang benar. Berdasarkan studi kasus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terdapat 20 depo air minum isi ulang di wilayah Jakarta pada tahun 2012 tidak memenuhi standar pengisian air minum, seperti tidak adanya proses sterilisasi pada galon air. Proses produksi yang tidak memenuhi standar diduga menjadi faktor penyebab produk tersebut tercemar. Selain itu, penanganan produk secara tidak tepat saat distribusi hingga sampai ke pedagang dan konsumen juga berpengaruh pada kualitas AMDK. Kemasan yang rusak atau bocor akibat guncangan karena penanganan yang kurang tepat, seperti dilempar saat proses distribusi, dapat memicu perkembangan mikroba di dalamnya. Penyimpanan yang tidak baik, seperti dalam keadaan tidak tertutup rapat atau di tempat yang kontak langsung dengan sinar matahari dapat memicu perkembangan mikroba tertentu yang mengandung klorofil dan merusak mutu dari kualitas air tersebut. Mengacu pada standar World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan kriteria kualitas air secara mikrobiologis, melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010, bahwa parameter mikrobiologi untuk Escherichia Coli dan Total Bakteri Koliform kadar maksimum yang diperbolehkan per 100 ml sampel adalah 0 (Tidak boleh mengandung E.Coli dan Coliform setiap 100 ml sampel). Sedangkan Badan Standarisasi Nasional menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-3553-2006 tentang AMDK mensyaratkan bahwa jumlah cemaran mikroba pada angka lempeng total awal maksimal 1,0x 102 koloni/ml saat di pabrik dan angka lempeng total akhir 1,0x 105 koloni/ml saat sudah di pasaran. Untuk bakteri berbentuk Coli batas maksimalnya adalah <2 APM/100ml dan tidak boleh mengandung bakteri patogen yaitu Salmonella dan Pseudomonas aeruginosa. Meminum air minum yang terkontaminasi mikroba patogen merupakan salah satu faktor utama berkembangnya penyakit, seperti diare. Diare dapat menyebabkan 1,4 juta bayi meninggal setiap tahun. Mikroba dan Gejala Keracunannya Mikroba merupakan organisme yang berukuran sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Beberapa mikroba tergolong mikroba patogen atau mikroba yang dapat menimbulkan penyakit. Adanya mikroba patogen di dalam air minum seringkali diakibatkan oleh pencemaran feses dari saluran pembuangan air dan kebocoran septic tank ke dalam sumber air. Berikut beberapa mikroba patogen yang dapat mencemari air minum. 1. Koliform Kualitas air minum dapat ditentukan secara mikrobiologis melalui keberadaan bakteri koliform. Bakteri koliform ditemukan di saluran cerna hewan dan manusia di lingkungan maupun pada feses manusia dan hewan berdarah panas. Kebanyakan bakteri koliform tidak menyebabkan penyakit, namun keberadaannya dapat mengindikasikan hadirnya organisme patogen lain dalam air. Gejala penyakit yang dapat timbul akibat patogen tersebut antara lain mual, muntah, demam, dan diare. Koliform dapat dibedakan menjadi koliform total, fekal koliform, dan E. coli. Koliform total kemungkinan bersumber dari lingkungan. Fekal koliform dan E. coli terindikasi kuat diakibatkan oleh pencemaran feses manusia dan hewan berdarah panas yang keduanya memiliki risiko lebih besar terhadap masuknya bakteri patogen lain di dalam air. Bakteri fekal koliform termasuk E. coli yang mencemari air memiliki risiko yang langsung dapat dirasakan oleh manusia yang mengonsumsinya, seperti mengalami diare. Escherichia coli merupakan bakteri yang umum ditemukan pada usus manusia dan hewan berdarah panas. Kebanyakan strain E. coli tidak berbahaya, karena berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Namun beberapa strain E. coli bisa menjadi patogen atau penyebab penyakit. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh E. coli, antara lain infeksi saluran kemih, diare, keracunan darah (sepsis), dan meningitis. E. coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering buang air kecil, disuria, hematuria, dan piuria. Biasanya pasien menderita nyeri pinggang akibat infeksi saluran kemih bagian atas. E. coli O157:H7 merupakan satu dari ratusan strain E. coli yang dapat menghasilkan toksin dan menyebabkan penyakit parah. Infeksi E. coli O157:H7 dapat menyebabkan kram perut, mual atau muntah, dan diare berdarah. Pada beberapa kasus, diare berdarah dapat timbul setiap 15-30 menit. Gejala ini biasanya dimulai 3-4 hari setelah masuknya bakteri ke dalam tubuh, dan dapat pula terjadi 1-9 hari setelahnya. Namun perlu diperhatikan juga bahwa gejala tersebut umum terjadi pada beberapa macam penyakit yang tidak hanya diakibatkan air minum yang tercemar. 2. Salmonella Salmonella merupakan bakteri penyebab penyakit pada saluran pencernaan. Gejala umum orang yang terjangkit Salmonella seperti diare, kram perut, dan demam yang timbul dalam kurun waktu 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan dan meminum air yang terkontaminasi Salmonella. Gejala lainnya adalah sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Secara umum Salmonella bisa menyebabkan beberapa penyakit : a. Salmonella typhi dapat menyebabkan penyakit demam tifus dengan masa inkubasi umumnya 10–14 hari. Gejala demam tifus meliputi demam, tidak nafsu makan, mual, dan muntah. Diare biasanya terjadi selama infeksi pada minggu kedua dan mungkin terdapat darah dalam tinja. b. Demam paratifoid adalah penyakit enterik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi. Ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar, infeksi ditandai dengan demam berkelanjutan, sakit kepala, nyeri perut, denyut jantung lambat, dan hepatosplenomegali (perbesaran hati atau limpa). c. Gastroenteritis yakni gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella. Biasanya dalam kurun waktu 4–48 jam setelah mengonsumsi cemaran Salmonella timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer/berair, kadang dengan lendir atau darah, sakit kepala, mual, muntah, demam dengan suhu 38–39°C. 3. Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri yang secara luas dapat ditemukan di alam, semisal di tanah, air, tanaman, dan hewan. P. aeruginosa adalah patogen oportunistik yang merupakan penyebab utama infeksi pneumonia nosokomial. Meskipun demikian, bakteri ini dapat berkolonisasi pada manusia normal tanpa menyebabkan penyakit. P. aeruginosa menyebabkan penyakit terlokalisasi dan sistemik. P. aeruginosa memproduksi sejumlah endotoksin dan produk ekstraseluler yang menunjang invasi lokal dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin, dan piosianin. Untuk penyakit sistemik, produk yang menunjang invasi mencakup kapsul antifagositas, endotoksin, eksotoksin A, dan eksotoksin S. Infeksi dapat terjadi di mata, telinga, kulit, saluran urin, saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan pada sistem saraf pusat. Infeksi lokal berpotensi berkembang menjadi infeksi yang menyebabkan mata meradang bengkak dan mata merah. Infeksi sistemik karena P. aeruginosa mencakup bakteremia, pneumonia sekunder, infeksi tulang dan otot, endokarditis, infeksi sistem saraf pusat, dan infeksi jaringan kulit. Pertolongan Pertama dan Penatalaksanaan Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Pada umumnya gejala keracunan AMDK dan air minum kemasan isi ulang yang tercemar mikroba/bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah konsumsi air minum yang tercemar tersebut. Namun, waktunya bisa lebih panjang setelah beberapa hari atau lebih pendek, tergantung pada jenis bakteri dan banyaknya cemaran dalam air minum kemasan. Gejala yang mungkin timbul umumnya antara lain mual dan muntah; kram perut; diare ringan hingga parah (dapat disertai darah); demam dan menggigil; rasa lemah dan lelah; serta sakit kepala. Pada umumnya korban akan pulih setelah beberapa hari. Korban keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya dapat dirawat di rumah saja. Hal penting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi dengan cara segera memberikan air minum pada korban untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena muntah dan diare. Pada korban yang masih mengalami mual dan muntah sebaiknya tidak diberikan makanan padat. Hindari minuman beralkohol, minuman berkafein, dan minuman yang mengandung gula. Setelah mual dan muntah berhenti, korban dapat diberikan sedikit asupan makanan seperti kentang, roti, gandum, dan sereal rendah gula. Konsumsi susu secara aman juga diperbolehkan, meskipun beberapa orang mungkin akan mengalami sakit perut karena intoleransi laktosa. Segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit apabila terjadi situasi berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mual, muntah, atau diare berlangsung lebih dari dua hari; Penderita adalah anak berumur kurang dari tiga tahun; Gejala perut berhubungan dengan demam ringan; Gejala terjadi setelah pasien berpergian ke luar negeri; Koban keracunan lebih dari satu orang; Pasien mengeluarkan cairan secara terus menerus, baik itu muntah maupun diare; Korban tidak kunjung membaik dalam dua hari meskipun minum dalam jumlah besar; 8. Pasien memiliki penyakit yang melemahkan sistem kekebalan tubuh misalnya, HIV/ AIDS, kanker dan menjalani kemoterapi, penyakit ginjal; 9. Muntah ketika minum obat yang telah diresepkan; 10. Penderita memiliki gejala sistem saraf seperti bicara cadel, kelemahan otot, penglihatan ganda, atau kesulitan menelan; 11. Kondisi korban sedang hamil. Langkah Pencegahan Keracunan Mikroba Ada beberapa langkah cerdas guna mencegah terjadinya keracunan mikroba pada AMDK maupun air minum kemasan isi ulang: 1. Periksa label kemasan, lihat tanggal kedaluwarsa dan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2. Pastikan kemasan masih tersegel, tidak rusak, dan tidak bocor. 3. Jika ingin menggunakan air minum kemasan isi ulang, lakukan pengisian ulang di depo-depo air minum yang terjaga kebersihannya. Perhatikan sistem pengolahan air pada depo-depo tersebut kesesuaian terhadap standar yang ditetapkan, seperti tersedia alat sterilisasi galon dan lampu ultra violet (UV). Pencucian kemasan yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dan disanitasi dalam mesin pencuci dengan menggunakan jenis deterjen yang aman (deterjen alkali dan deterjen asam) untuk pangan pada suhu 55-75°C. Sedangkan untuk sanitasi dapat digunakan air ozon atau desinfektan yang aman (senyawa klorin, iodium dan kompleks iodium, senyawa ammonium quartenair) untuk pangan. 4. Pengemasan AMDK harus dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama masa penyimpanan dan pengangkutan. Perhatikan kondisi air apakah layak diminum. Secara fisik air layak minum dapat dilihat, kendati kontaminasi bakteri yang ada hanya bisa diuji di laboratorium. Air layak minum tak boleh memiliki bau, rasa, dan warna (harus jernih), baik itu untuk AMDK maupun air minum kemasan isi ulang yang beredar di depo-depo pengisian. 5. Simpan AMDK yang memenuhi syarat agar tidak terkena sinar matahari langsung. 6. Selalu menjaga kebersihan dispenser. Penggunaan dispenser berulang–ulang tanpa memperhatikan kebersihannya dapat memungkinkan tumbuhnya mikroba. 7. Laporkan kepada pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan dan Badan POM/Balai POM setempat jika terjadi keracunan akibat air minum kemasan maupun menemukan air minum kemasan yang diduga berpotensi membahayakan kesehatan. Referensi Sukiman Said Umar, dkk, 2007, Keracunan Akibat Pangan, Jakarta: Sentra Informasi Keracunan Nasional, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. Kim, S. Food Poisoning: Bacterial, Fifth Edition. Olson, K.R. (Ed). Lange Medical Books/McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007. Maksum Radji, dkk, 2008, Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. V, Depok: Departemen Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia. Sri Agung Fitri Kusuma, 2010, Escherichia coli, Bandung: Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/ 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-3553-2006 Tentang Air Minum Dalam Kemasan http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/page4_em.htm#when_to_seek_medical _care http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/page6_em.htm#food_poisoning_selfcare_at_home http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/page7_em.htm#food_poisoning_medic al_treatment http://www.health.ny.gov/environmental/water/drinking/coliform_bacteria