HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SYUKUR DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA SMA IT ABU BAKAR YOGYAKARTA Septi Anugrah Heni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jalan Kapas 9, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif. Subjek peneltian ini yaitu siswa SMAIT Abu Bakar Yogyakarta. Alat ukur yang digunakan adalah skala kontrol diri, syukur dan perilaku konsumtif. Analisis data dilakukan dengan tekhnik analisis regresi. Hasil analsis data diperoleh koefisien korelasi R = 0,440 dengan p < 0,009. Besarnya sumbangan efektif kontrol diri dengan perilaku kosntumtif r = -0,413 dengan p <0,002 dan kontribusi syukur dengan perilaku konsumtif r = -0,371 dengan p < 0,005. Kesimpulan yang dapat dibuat dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif. Kata Kunci : Kontrol diri, syukur dan perilaku konsumtif Abstract This research was conducted to understand the relationship between selfcontrol and giving thanks with consumptive behavior. This research involved 47 students of Senior High School Islam Terpadu of Yogyakarta as subject. The data, which obtained through self-control, giving thanks and consumptive behavior question, were analyzed statistical method with analyzed regression technique. Result of data analyzed obtained correlation coefficient R = 0,440 with p < 0,009. While level of effective controbution of self-control with consumptive behavior r = -0,413 with p < 0,002 and controbution of giving thanks with consumptive behavior r = -0,371 with p < 0,005. Conclusion which can be made of this reseacrh is there is a real negative relationship sicnificant between self-control and giving thanks with consumptive behavior. Keyword : Self-control, giving thanks and consumptive behavior PENDAHULUAN Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial (Desmita, 2007). Remaja adalah usia di mana individu menjadi terintegrasi dalam masyarakat dewasa, di mana pada usia ini anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua, tetapi mereka merasa bahwa dirinya sama dengan orang dewasa lain dan bahkan dapat saja mereka berfikir bahwa dirinya sejajar dengan orang dewasa (Monks, 2001). Rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahunn termasuk masa remaja awal, usia 15-18 tahun termasuk masa remaja pertangahan dan usia 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir (Desmita, 2007). Menurut Monks (2001) membedakan masa remaja atas empat bagian, yaitu masa pra-pubertas usia 10-12 tahun, masa remaja awal atau pubertas usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, 2001). Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah melewati tahapan masa anak-anak, tetapi belum juga dapat di terima secara penuh ke golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan dewasa. Meskipun masa remaja mulai menuju ke kematangan dan kemasakan, tetapi mereka belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, 2001). Masa remaja individu berada dalam proses pencarian jati diri, dimana mereka memasuki tahap persiapan atas tahap situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan belum mampu mandiri (Monks, 2001) Perkembangan zaman telah merubah paradigma dan tata nilai hidup manusia khususnya remaja, termasuk dalam hal konsumsi. Barang-barang yang dahulu dianggap kebutuhan sekunder, telah menjadi kebutuhan primer dan barang-barang mewah telah menjadi kebutuhan sekunder, bahkan sekarang menjadi kebutuhan primer. Barang-barang kebutuhan tersier, pada saat ini telah banyak yang menjadi kebutuhan utama yang biasanya berupa fasilitas-fasilitas yang membuat kesenangan semata. Karena remaja menganggap penampilan dan gaya hidup mewah memiliki status yang lebih tinggi dalam kelompok. Remaja dalam masa transisi sehingga emosinya labil sehingga mudah dipengaruhi oleh faktor yang ada di luar dirinya seperti lingkungan pergaulan (Chatijah dan Purwadi, 2007). Remaja seharusnya mampu menahan rangsangan yang bersifat emosional baik di dalam maupun di luar dirinya, sehingga segala sesuatu yang dianggap kurang baik dapat dikendalikan. Remaja sebaiknya sudah mulai mengerti mana yang baik dan buruk yang seharusnya dilakukan oleh remaja pada umumnya. Keberadaan perilaku konsumtif remaja sudah banyak terjadi. Penyebab meningkatnya perilaku konsumtif remaja kalangan pelajar diduga karena kemerosotan iman, karena apabila seseorang mengalami kemerosotan iman, maka cenderung melakukan hal-hal yang dilarang agama. Agama melarang bersikap berlebih-lebihan atau bersikap boros artinya dilarang berperilaku konsumtif. Remaja yang berperilaku konsumtif dapat diduga tidak memahami ajaran agama yang benar. Perubahan-perubahan sosial yang menekankan sukses materi, telah mengakibatkan terjadinya dehumanisasi yaitu menurunnya nilai-nilai kemanusiaan, moral dan etika (Handayani, 2003). Nilai-nilai agama dan etika dianggap kuno. Kesenjangan sosial menyebabkan remaja bersikap egois. Memotivasi manusia melakukan perbuatan menyimpang, irrasional dan kehilangan kontrol diri. Sedangkan secara psikologis perilaku konsumtif dapat menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman karena keinginan konsumen dalam membeli suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk memuaskan kesenangan yang didasari faktor emosi (Utami dan Sumaryono, 2008). Tambunan (2001) berpendapat bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Aneka virus yang menulari masyarakat tidak lagi mendorong ke arah prestasi yang lebih baik, melainkan ke arah konsumsi yang berlebihan, kesenangan,pembentukan tubuh dan diri yang berlebihan dan produksi yang berlebihan (Piliang, 2011). Keadaan tersebut mengajarkan remaja untuk mengikuti mode, gengsi, pamer, sebagai icon mode, kesenangan semata dan alasan-alasan yang kurang penting lainnya. Remaja yang berkembang dengan gaya hidup konsumtif sebaiknya diimbangi dengan kemampuan finansial yang memadai. Akan terjadi masalah jika gaya hidup komsumtif meningkat sedangkan kemampuan finansial tidak mendukung, dikhawatirkan akan terjadi masalah. Banyak tindak kriminal yang akan dilakukan oleh kalangan remaja demi mencapaian keinginannya sebagai consument holic. Banyak perusahaan-perusahaan yang mengandalkan produknya melalui usaha iklan. Baik iklan melalui media cetak, media audio maupun media audio visual. Tidak dipungkiri lagi bahwa iklan merupakan salah satu cara yang cukup ampuh untuk mempengaruhi konsumen mengubah persepsi terhadap suatu produk (Noviandra, 2006). Iklan melibatkan kedia massa yang dapat menyampaikan pesan kepada produsen, dalam hal ini remaja. Meraka dapat dengan mudah mengakses apapun, kapanpun, tanpa mengenal tempat dan waktu. Sehingga tidak jarang terdengar topik dalam pembicaraan remaja-remaja pada umumnya berkisar tentang barang-barang trend dan produk-produk keluaran terbaru. Dampak dari perilaku konsumtif memicu terjadinya rasa tidak ketidakpuasan sampai akhir, serta menciptakan terus menerus untuk mencari pemenuhan (Piliang, 2011) Perilaku seseorang individu sebagai seorang konsumen yang bertindak secara emosional tanpa didasarkan perencanaan dan kebutuhan melainkan hanya karena suatu pemuasan pemenuhan keinginan akan suatu produk yang dianggap menarik kemudian melakukan pembelian disebut perilaku konsumtif (Swasta dan Handoko, 2000). Piliang (2011) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif yaitu yang konsumsi yang ditopang oleh proses penciptaan differensi secara terus menerus lewat mekanisme tanda, citra, dan makna-makna simbolik. Perilaku konsumtif ditandai adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya. Hal ini juga didukung dengan budaya belanja yang proses perubahan dan perkembangbiakannya didorong oleh logika hasrat dan keinginan, ketimbang logika kebutuhan. Tanda-tanda sesorang yang mengalami perilaku konsumtif adalah Enggel, (1994) yaitu : 1. Impulsive, merupakan perilaku membeli konsumen semata-mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba dan dilakukan tanpa melalui pertimbangan dan perencanaan serta keputusan di tempat pembelian. Tanpa memanfaatkan informasi yang ada seperti mempertimbangkan implikasi dan tindakan yang dibuat sebelum memutuskan untuk membeli. 2. Non-Rational yaitu perilaku membeli yang tidak rasional. Suatu perilaku dalam mengkonsumsi dikatakan tidak rasional jika konsumen tersebut membeli barang tanpa dipikirkan kegunaannya terlebih dahulu, dan 3. Wasteful yaitu menggambarkan pemborosan sebagai salah satu perilaku membeli yang menghambur-hamburkan banyak uang tanpa didasari adanya kebutuhan yang jelas. Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terjadinya perilaku konsumtif diantaranya (Kotler dan Amstrong, 2001) 1. Faktor internal, yang mempengaruhi diantaranya adalah a. Kepribadian, gaya hidup dan demografi. Kepribadian adalah respon yang konsisten terhadap rangsangan perilaku. Gaya hidup adalah pola seseorang dalam menjalankan hidup. Demografi adalah pasar konsumen yang diidentifikasikan dari usia, pendapatan, dan pendidikan. Kepribadian, gaya hidup dan demografi berpengaruh terhadap perilaku konsumsi seseorang. Jenis, cara dan tingkat mengkonsumsi produk yang sebagai bagian dari kepribadian dan gaya hidupnya. Perilaku konsumtif tidak dibenarkan oleh ajaran agama, sehingga individu diwajibkan mengontrol diri dan mengontrol hawa nafsunya. b. Bakat, minat, nilai dan konsep diri. Individu mempunyai konsep diri yang positif tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan konsumerisme. Sebaliknya, maka muncul individu yang cepat terpengaruh dengan berbagai stimulus yang ada, akhirnya muncul perilaku konsumtif. c. Pengetahuan, yaitu faktor ini merupakan hasil dari bentuk-bentuk informasi yang diperoleh dari pengalaman individu berinteraksi dengan lingkungannya. Ketika seseorang akan memutuskan membeli atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa, terlebih dahulu melalui tahap evaluasi. Banyak sedikitnya pengetahuan yang dimiliki, memberikan konstribusi untuk menetapkan keputusan tersebut. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif meliputi a. Kelas Sosial, yaitu Adanya ragam perbedaan status ekonomi dan sosial yang menghasilkan perbedaan sikap dan menghasilkan perbedaan perilaku konsumen. Kelas sosial merupakan bentuk pengelompokan komunitas tertentu yang pada akhirnya menentukan tinggi rendahnya seseorang pada kelas sosial atas, menengah dan bawah. Kelas sosial akan berpengaruh terhadap suatu produk untuk dikonsumsi. b. Keluarga, merupakan merupakan lingkungan utama dan pertama bagi anak, dengan demikian menjadi unit yang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, termasuk yang berkaitan dengan sikap dan perilaku konsumsi. Kebiasaan dalam keluarga dalam menggunakan satu barang dan jasa akan menjadi model bagi anak. Dengan demikian keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan pola konsumsinya. c. Kebudayaa, merupakan hasil dari aktifitas kehidupan manusia, berpengaruh terhadap sistem nilai dan norma yang diberlakukan dalam hidupnya. Dengan demikian sikap dan perilaku termasuk konsumsinya akan dipengaruhi juga oleh sistem nilai, serta norma yang dianutnya. d. Pengaruh Kelompok Sebaya, adanya pengaruh kelompok sebaya (peer group) dan kelompok acuan (reference group). Individu yang banyak berinteraksi pada orang-orang yang memiliki gaya hidup konsumtif,maka individu tersebut cenderung memiliki perilaku konsumtif pula. d. Situas, merupakan faktor khusus pada waktu dan tempat spesifik serta tidak terkait dengan karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Dalam keadaan tertentu dapat pula seseorang tiba-tiba timbul sesuatu kebutuhan walaupun tanpa perencanaan. Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur perilaku, khusunya remaja. Mereka harus pandai-pandai menyikapi budaya konsumtif yang semakin berkembang. Hal ini berarti bahwa remaja dituntut untuk mampu mengerem agar hawa nafsu dan perilakunya tersebut dapat diatasi. Remaja diharapkan dapat memahami kearah mana perkembangan tekhnologi dan dapat digunakan untuk apa tekhnologi tersebut, sehingga perilaku konsumtif yang sudah menjamur dikalangan remaja sekarang dapat diminimalisir. Berdasarkan hal tersebut bahwa individu dalam melakukan suatu tindakan sebaiknya sudah memiliki rencana terlebih dahulu, sehingga individu tersebut mampu mengontrol dirinya. Dapat dikatakan bahwa remaja yang mampu mengontrol perilaku diharapkan akan mampu mengendalikan perilakunya dalam segala hal, melalui aktivitas atau kegiatan-kegiatan tertentu agar tidak mengarah pada perilaku yang sia-sia dan hanya membuang-buang waktu, dalam hal ini kecenderungan berperilaku konsumtif. Individu yang kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu akan cenderung mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasioanal, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka. Chaplin (2001) berpendapat bahwa kontrol diri yaitu kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan seseorang untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Kontrol diri melibatkan tiga hal. 1. Kontrol Perilaku, merupakan kesiapan seorang merespon suatu stimulus yang secara langsung memperoleh keadaan tidak menyenangkan dan langsung mengantisipasinya. 2. Kontrol Kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan, dengan menilai atau menghubungkan suatu kejadian dengan mengurangi tekanan, dan 3. Kontrol Keputusan yaitu kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakanberdasarkan pada suatu yang diyakini (Ghufron dan Rini,2001). Faktor psikologis lainnya kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Merurut Ghufron dan Rini (2010) secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari 1. faktor internal (Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu dari diri individu), dan 2. Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudia akan menjadi kontrol diri baginya. Selain harus mampu mengontrol diri dengan baik, remaja seharusnya bersyukur atas apa yang telah diberikan kepadanya. Sejauh ini perilaku konsumtif mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Untuk mengidentifikasi proses psikologis yang dapat digunakan untuk melawan hal ini adalah syukur (McCullough dan Polak, 2006). Hal ini dikarenakan bahwa syukur merupakan emosi positif. Syukur memiliki kekuatan untuk mengubah kognisi sosial, motivasi, dan hubungan sosial dengan tepat, salah satunya yaitu cara yang mungkin digunakan untuk mengurangi materialistis dan berefek merugikan kesejahteraan psikologis. Bersyukur mampu membuat seseorang menjadi lebih baik lagi, dapat menahan diri untuk tidak berfoya-foya membeli barang yang diinginkan tanpa memandang kegunaan dan manfaat yang dihasilkan. Syukur yang tinggi diharapkan mampu meminimalisir perilaku konsumtif remaja seperti penelitian Froh,dkk (2009) menunjukkan bahwa individu yang bersyukur cenderung menunjukkan keadaan dan perilaku positif dibandingkan dengan individu yang kurang bersyukur. Individu yang bersyukur menyebutkan bahwa mereka mengalami lebih banyak kepuasan hidup, sikap optimis, dan depresi serta rasa iri yang rendah. Secara umum individu dengan syukur yang tinggi akan meminimalisir perilaku konsumtifsesuai dengan keperluannya sehingga tidak terjadi pemborosan, sedangkan individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi diharapkan mampu mengerem perilaku konsumtifnya yang membeli suatu barang yang belum tentu ada gunanya. Dilihat dari pendidikan agama yang begitu banyak dibangku sekolah, diharapkan paling tidak remaja mampu meminimalisir perilaku konsumtifnya, karena perilaku konsumtif cenderung memiliki makna menghambur-hamburkan uang dengan tidak terkontrol sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Perilaku konsumtif juga cenderung bermakna pemborosan yang dampak negatifnya bagi kehidupan remaja. Menurut pandangan psikologi agama, ajaran agama membuat norma-norma yang dapat dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan berperilaku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pembentukan kepribadian dan keselarasan hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan kepada Dzat yang Supernatural. Penjabaran yang dapat dilakukan individu untuk memunculkan syukur diantaranya 1. Usia, bersyukur merupakan emosi yang komleks yang membutuhkan pemahaman yang diperoleh dari pengalaman yang panjang untuk memahami pemberian dan menfaat yang diberikan sehingga belum dapat dimengerti oleh anak-anak. Menurut Froh (2009) syukur dapat dipahami secara tepat saat anak remaja. Ketika anak-anak tersebut mengerti niat pemberian orang lain dan kontribusi orang lain dalam kehidupannya sehingga ia mampu memahami syukur seperti orang dewasa pada umumnya. 2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara individu lain yang disebabkan kebutuhan berinteraksi membuat pola sosial. Hubungan ini dapat dalam bentuk pemberian yang diberi atau penerima. Penelitian yang dilakukan Froh pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 90% dari sampel mengakui syukur datang dari sikap terhadap kehidupan dan pandangan terhadap kehidupannya secara keseluruhan atau pengalaman yang sudah dilalui. 3. Motivasi, seorang merasa bersyukur ketika mereka telah menerima manfaat dari orang lain yang dimaksudkan untuk menguntungkan mereka. Motivasi pemberi adalah yang paling penting dalam menentukan apakah seseorang merasa bersyukur setelah menerima manfaat. Penerima manfaat akan memilih untuk bersyukur jika yang memberi didasarkan rasa persaudaraan bukan karena tugas tertentu (Froh, 2009) dan 4. Religiusitas, Burroughs dan Rindfleisch (Polak dan McCullough, 2006) menyatakan bahwa saat ini masyarakat cukup penekanan pada nilai materialistis, tapi pada saat yang sama lebih menekankan dan memilih nilai-nilai seperti keluarga kohesi, hubungan masyarakat, dan pemenuhan agama (religiusitas). Berdasarkan uraian di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif remaja. Semakin tinggi kontrol diri dan syukur maka akan semakin rendah perilaku konsumtifnya dan sebaliknya. 2. Ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada remaja. Semakin tinggi kontrol diri maka akam semakin rendah perilaku konsumtif dan sebaliknya. 3. Ada hubungan yang negatif antara syukur dengan perilaku konsumtif. Semakin tinggi syukur maka akan semakin rendah perilaku konsumtif dan sebaliknya. METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah 47 siswa SMAIT Abu Bakar Yogyakarta. Data penelelitian diperoleh dengan menggunakan skala kontrol diri, syukur dan perilaku konsumtif. Skala perilaku konsumtif mengungkapkan seberapa tinggi perilaku konsumtif pada subjek penelitian yang mengacu pada teori yang dikemukakan Enggel (1994). Skala perilaku konsumtif disusun berdasarkan aspek-aspek sebagai berikut: Impulsive, non-rational dan wasteful. Aitem-aitem skala perilaku konsumtif berupa pilihan majemuk yang setiap aitemnya berisi pertanyaan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai bergerak dari 1 sampai 4, sangat sesuai bernilai 4, sesuai bernilai 3, tidak sesuai bernilai 2, dan sangat tidak sesuai bernilai 1. Jumlah aitem pada skala perilaku konsumtif adalah 48 aitem, dengan koefisien aitem total yang terkorelasi antara 0,380 – 0,680 dengan koefisien reliabilitas alpha 0,907. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem yang digunakan dapat mengukur perilaku konsumtif layak untuk mengukur variabel penelitian. Skala kontrol diri mengungkapkan seberapa tinggi kontrol diri pada subjek penelitian yang mengacu pada teori yang dikemukakan Averill (Ghufron dan Rini, 2001). Skala kontrol diri disusun berdasarkan aspek-aspek sebagai berikut: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan. Aitem-aitem skala kontrol diri berupa pilihan majemuk yang setiap aitemnya berisi pertanyaan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai bergerak dari 1 sampai 4, sangat sesuai bernilai 4, sesuai bernilai 3, tidak sesuai bernilai 2, dan sangat tidak sesuai bernilai 1. Jumlah aitem pada skala perilaku konsumtif adalah 48 aitem, dengan koefisien aitem total yang terkorelasi antara 0,3 – 0,695 dengan koefisien reliabilitas alpha 0,909. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem yang digunakan dapat mengukur kontrol diri layak untuk mengukur variabel penelitian. Skala syukur mengungkapkan seberapa tinggi syukur pada subjek penelitian yang mengacu pada teori yang dikemukakan (Ubaid (2012). Skala syukur disusun berdasarkan aspek-aspek sebagai berikut: syukur dengan lisan, syukur dengan hati dan syukur dengan perbuatan. Aitem-aitem skala syukur berupa pilihan majemuk yang setiap aitemnya berisi pertanyaan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai bergerak dari 1 sampai 4, sangat sesuai bernilai 4, sesuai bernilai 3, tidak sesuai bernilai 2, dan sangat tidak sesuai bernilai 1. Jumlah aitem pada skala perilaku konsumtif adalah 48 aitem, dengan koefisien aitem total yang terkorelasi antara 0,3343 – 0,673 dengan koefisien reliabilitas alpha 0,901. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem yang digunakan dapat mengukur kontrol diri layak untuk mengukur variabel penelitian. Analisa data dilakukan dengan menggunakan tekhnik korelasi analisis regresi. Sebelum melakukan analisis tersebut terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Keseluruhan komputasi data dilakukan dengan menggunakan SPSS Release 16. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Data Deskriptif Gambar umum tentang data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut : Variabel Empirik Hipotetik Min Max Mean SD Min Max Mean SD Perilaku Konsumtif 35 59 46,36 5,65 24 96 60 12 Kontrol Diri 59 90 71,51 6,84 24 96 60 12 Syukur 70 104 84,89 5,92 30 120 75 15 Hasil perhitungan rerata empirik menunjukkan bahwa untuk variabel perilaku konsumtif diperoleh rerata empirik = 46,36 yang lebih kecil dibandingkan rerata hipotetik = 60. Hal ini yang menunjukkan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian ini mengalami perilaku konsumtif yang rendah. Rerata empirik variabel kontrol diri = 71,51, sedangkan rerata hipotetiknya = 96. Hal ini menunjukkan bahwa siswa subjek penelitian ini mempunyai kontrol diri yang sedang. Rerata empirik variabel syukur = 81,89, sedangkan rerata hipotetiknya = 75. Hal ini menunjukkan bahwa siswa subjek penelitian ini mempunyai kontrol diri yang tinggi. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam penelitian ini sebenarnya normal atau tidak normal. Distribusi sebaran yang normal memiliki arti bahwa penelitian tergolong representatif atau dapat mewakili populasi yang ada, sebaliknya apabila sebaran tersebut tidak normal maka disimpulkan bahwa subjek penelitian itu tidak representatif atau tidak mewakili keadaan populasi yang sebenarnya, sehingga hasilnya tidak layak untuk digeneralisasikan pada populasi tersebut. Pengujian normalitas sebaran menggunakan teknik statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov test dari program SPSS 16,0 for windows. Gambar umum tentang uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut : Variabel Mean SD K-SZ Sig Keterangan Perilaku Konsumtif 46,36 5,65 0,54 0,93 Normal Kontrol Diri 71,51 6,85 0,94 0,34 Normal Syukur 84,89 5,92 0,48 0,97 Normal Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa skor ketiga variabel terdistribusi secara normal karena p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara skor sampel dan populasi. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk memastikan bahwa antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung dapat dihubungkan dengan garis lurus, jika dapat membentuk sebuah garis lurus maka variabel bebas dan variabel tergantung tersebut dapat dikorelasikan. Kaidah yang digunakan dalam uji linier jika pada F linearity harga p < 0,05 dan pada F deviation from linearity harga p > 0,05, maka variabel yang dikorelasikan dapat dikatakan linier. Gambar umum tentang uji linieritas dapat dilihat pada tabel berikut : Variabel Linearity Deviation from Linearity Keterangan F p F p Perilaku Konsumtif dan Kontrol Diri 9,294 0,005 1,009 0,481 Linier Perilaku Konsumtif dan Syukur 6,301 0,018 0,7 0,782 Linier Uji Hipotesis Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data yang terkumpul memenuhi syarat untuk melakukan analisis berikutnya yaitu uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan R = 0,440 dengan taraf signifikansi 0,009 (p < 0,01). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif. Hasil uji korelasi antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif menunjukkan koefisien korelasi r = −0,413 dengan taraf signifikansi 0,002 (p < 0,01) yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif, Selanjutnya, hasil analisis syukur dengan perilaku konsumtif menunjukkan koefisien korelasi r = −0,371 dengan taraf signifikansi antara 0,005 (p < 0,01) yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara syukur dengan perilaku konsumtif. Dalam penelitian ini diketahui bahwa kontrol diri dan syukur memberikan sumbangan sebesar 19,40% (R Squared 0,194 x 100%) terhadap perilaku konsumtif, maka dengan demikian diasumsikan bahwa ada faktor lain di luar variabel kontrol diri dan syukur sebesar 80,60% (100% - 19,40%) yang berpengaruh terhadap perilaku konsumtif. Sumbangan efektif untuk masing-masing prediktor terhadap kriterium secara sendiri-sendiri dihitung dengan menggunakan rumus: β1Σx1y SR1 = β1Σx1y+ β2Σx2y x 100% SR1XERG SE1 = 100% SE2 = EGR – SE1 Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka diketahui bahwa sumbangan efektif kontrol diri terhadap perilaku konsumtif sebesar 12,41%, sedangkan sumbangan efektif syukur terhadap perilaku konsumtif sebesar 6,99%. Pembahasan Hasil analisis korelasi ganda diperoleh koefisien korelasi sebesar R = 0,440 dengan taraf signifikansi 0,009 (p < 0,01) hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif pada remaja. Diterimanya hipotesis mayor menunjukkan bahwa kontrol diri dan syukur mempengaruhi perilaku konsumtif, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Chatijah dan Purwadi (2007) menyatakan bahwa konsumtif pada pelajar di usia remaja dapat diduga karena kemerosotan iman, maka cenderung melakukan hal-hal yang dilarang agama. Agama melarang bersikap berlebih-lebihan atau bersikap boros, artinya dilarang bersikap konsumtif. Selain itu, kehidupan yang timpang memang dapat memotivasi melakukan perbuatan menyimpang, irrasional, dan kehilangan kontrol diri. Hasil analisis korelasi product moment (zero order) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif dengan taraf signifikansi 0,002 (p < 0,01) dan koefisien korelasi sebesar r = −0,413. Artinya semakin tinggi kontrol diri maka semakin randah perilaku konsumtif dan sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku konsumtif. Diterimanya hipotesis minor pertama yang diajukan oleh peneliti menunjukkan bahwa ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif, sehingga kontrol diri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif pada remaja. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Utami dan Sumaryono (2008) perilaku konsumtif dapat ditekan dan bahkan dihindari apabila remaja memiliki sistem pengendalian internal pada dirinya yang disebut kontrol diri. Selain itu masalah kontrol diri merupakan masalah yang melibatkan proses belajar pengendalian diri untuk menurunkan perilaku eksesif yang memberi kepuasan segera Kazdin (Widiana, 2004). Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat memiliki kecenderungan materialistik, yang hasrat besar memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhan. Hasil analisis product moment (zero order) antara syukur dengan perilaku konsumtif menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara syukur dengan perilaku konsumtif, dengan koefisien korelasi sebesar r = −0,371 dengan taraf signifikansi 0,009 (p < 0,01). Artinya semakin tinggi syukur maka semakin rendah perilaku konsumtif, sebaliknya semakin rendah syukur maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa hipotesis minor kedua yang diajukan penulis diterima yaitu ada hubungan antara syukur dengan perilaku konsumtif, yang artinya syukur merupakan salah satu faktor yang penting dalam menurunkan perilaku konsumtif remaja. Individu yang memiliki syukur cenderung mengalami lebih banyak kepuasan hidup, optimisme, dan rasa iri yang berkurang. Individu yang bersyukur juga memiliki keterbukaan diri dan rendahnya tingkat neurotis (McCullough, 2004). Kategorisasi variabel perilaku konsumtif dari 47 subjek penelitian diperoleh tidak ada subjek (0%) berada pada kategori tinggi, 20 subjek (42,55%) berada pada kategori sedang dan ada 27 subjek (57,45%) yang berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki perilaku konsumtif yang rendah dikarenakan subjek memahami beberapa faktor yang dapat mengurangi perilaku konsumtif seperti memiliki skala prioritas, selektif dalam membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa, dan membatasi pengeluaran dalam mengkonsumsi sebuah barang dan jasa (Ermawan, 2011). Kategorisasi variabel kontrol diri dari 47 subjek penelitian diperoleh tidak terdapat 17 subjek (36,17%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 30 subjek (63,83%) berada pada kategori sedang dan ada 0 subjek (0%) yang berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki kontrol diri yang cukup dikarenakan subjek telah mendapatkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kontrol diri seperti memilih dengan tidak tergesa-gesa, memilih diantara dua perilaku yang bertentangan, dan memanipulasi stumulus dengan tujuan membuat sebuah perilaku menjadi tidak mungkin dan perilaku satunya lebih memungkinkan (Utami dan Sumaryono 2008) Kategorisasi variabel syukur dari 47 subjek penelitian diperoleh sebanyak 9 subjek (19,15%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 38 subjek (80,85%) berada pada kategori sedang dan tidak terdapat subjek (0%) berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek cukup menyadari betapa syukur dalam mengurangi perilaku konsumtif. Ada beberapa subjek yang berada pada kategori rendah dikarenakan masih kurangnya kesadaran tentang pentingnya syukur untuk meningkatkan kesejahteraan hidup (Froha, 2009). Hasil analisis data menunjukkan sumbangan efektif dari variabel kontrol diri sebesar 12,41%, yang berarti kontrol diri mempengaruhi perilaku konsumtif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Utami dan Sumaryono (2008) bahwa konsumen dapat lebih cerdas dengan menahan diri untuk tidak melakukan pembelian yang bersifat spontan, hanya melibatkan unsur kegembiraan dan kurang memikirkan konsekuensi yang diperolehnya pasca pembelian. Walaupun demikian, pengaruh kontrol diri terhadap perilaku konsumtif hanya sebesar 12,41%, berarti masih ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi perilaku konsumtif sebesar 87,49%. Hasil analisis data menunjukkan sumbangan efektif dari variabel syukur sebesar 6,99%, yang berarti syukur mempengaruhi perilaku konsumtif. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Froha (2009) bahwa individu yang bersyukur cenderung mengalami emosi positif yang lebih besar, seperti lebih sering merasakan kepuasan, kebahagiaan, dan harapan, serta emosi negatif yang lebih sedikit. Walaupun demikian, pengaruh syukur terhadap perilaku konsumtif hanya sebesar 6,99%, berarti masih ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi perilaku konsumtif sebesar 93,01%. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinan (R Square) sebesar 0,194, hal ini menunjukkan besarnya sumbangan variabel kontrol diri dan syukur terhadap perilaku konsumtif sebesar 19,4%, sedangkan sisanya sebesar 80,6% merupakan sumbangan dari variabel lain yang merupakan faktor di luar variabel kontrol diri dan syukur. Beberapa variabel lain yang berpengaruh terhadap perilaku konsumtif remaja seperti pendapat yang dikemukakan oleh Suyana dan Fransisca (Triyaningsih, 2011) yaitu hadirnya iklan yaitu pesan yang menawarkan sebuah produk yang ditujukan kepada khalayak lewat suatu media yang bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat untuk mencoba dan akhirnya membeli produk yang ditawarkan. Konformitas, umumnya terjadi pada remaja khususnya putri, gaya hidup dan kartu kredit. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dan syukur dengan perilaku konsumtif, artinya peningkatan terhadap kontrol diri dan syukur maka akan disertai dengan menurunnya perilaku konsumtif, sebaliknya meningkatnya kontrol diri dan syukur maka akan disertai pula dengan penurunan perilaku konsumtif. 2. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif, artinya peningkatan terhadap kontrol diri maka akan disertai dengan penurunan perilaku konsumtif, sebaliknya penurunan terhadap kontrol diri maka akan disertai meningkatnya perilaku konsumtif, dan 3. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara syukur dengan perilaku konsumtif, artinya peningkatan terhadap syukur sesorang maka akan disertai dengan menurunnya perilaku konsumtif, dan sebaliknya penurunan syukur sesorang maka akan disertai dengan meningkatnya perilaku konsumtif. 4. Kontrol diri subjek penelitian mayoritas berada pada kategori sedang berjumlah 30 subjek (63,83%). Syukur subjek penelitian mayoritas berada pada ketegori sedang berjumlah 38 subjek (80, 85%). Sedangkan perilaku konsumtif subjek penelitian mayoritas berada pada kategori rendah berjumlah 27 subjek (57,45%). Saran Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: 1.Bagi subjek penelitian, penelitian yang membahas tentang perilaku konsumtif ini diharapkan subjek dapat mempertahankan perilakunya yang tidak mudah terpengaruh terhadap perilaku konsumtif dengan cara meningkatkan kontrol diri dan syukurnya. 2. Bagi orang tua, sebaiknya lebih membimbing dan mendidik putra putrinya agar tidak mengarah ke perilaku konsumtif dengan menerapkan pola kontrol diri dan syukur. 3. Bagi peneliti selanjutnya. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hanya mengkaji variabel kontrol diri dan syukur, padahal masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya hendaknya mengeksplorasi lebih mendalam tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi variabel perilaku konsumtif. Daftar Pustaka Chaplin. JP. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Grafindo Persada Chatimah, S., Purwadi. 2007. Hubungan antara Religiusitas dengan Sikap Konsumtif Remaja. Jurnal Humanitas Indonesia. 4 : 110-123 Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung : Rosda Engel. J.F; Blackwell. R.D; Miniard. P.W. 1994. Perilaku Konsumen. Edisi Keenam. Jilid 2. Binarupa Aksara : Jakarta Froha. J. J., Dkk. 2009. Who Benefits The Most From A Gratitude Intervention In Children And Adolescents? Examining Positive Affect As A Moderator. The Journal of Positive Psychology. 4 : 408-422 Ghufron, M. N., dan Risnawati. R. 2011. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta : Ar Ruzz Media Handayani, Mediana. 2003. Aku Membeli, Maka Aku Ada: Kritik Terhadap Konsumerisme Menurut Pandangan Baudrillard dan Marcuse. Jurnal Etika Sosial Respons. 8 : 13-29 Kotler, Philip, dan Amstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi Kedelapan Jilid I. Jakarta : Erlangga McCullough, M., Emmons, R., Tsang, J. 2004. Gratitude in Intermediate Affective Terrain : Links of Grateful Moods to Individual Differences and Daily Emotional Experience. Journal of Personality and Social Psychology. 86 : 295-309 Monks, dkk. 2001. Psikologi Perkembangan. Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Piliang, Y. A. 2011. Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Bandung : Pustaka Matahari Polak, Emily., McCullough, M. 2006. Is Gratitude an Alternative to Materialism?. Journal of Happiness Studies. 7 : 343-360 Swasta., Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran : Analisa Perilaku Konsumen Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Ubaid, A, U. 2012. Sabar dan Syukur Gerbang Kebahagiaan di Dunia dan Akhirat. Jakarta : Amzah Utami, F. A., dan Sumaryono. 2008. “Pembelian Impulsif Ditinjau Dari Kontrol Diri dan Jenis Kelamin Pada Remaja”. Jurnal Psikologi Proyeksi. 3 : 46-57 Widiana., Retnowati., dan Hidayat. 2004. Kontrol Diri dan Kecenderungan Kecanduan Internet. Humanitas: Indonesian Psychologycal Journal. 1 : 616 Triyaningsih. 2011. Dampak Online Marketing Melalui Facebook Terhadap Perilaku Konsumtif Masyarakat. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan. 11 : 172-177