tinjauan pustaka

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Syarat Tumbuh
Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan
spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl
dengan temperatur 19 sampai 22 oC., sedangkan ketinggian 0 sampai 650 m dpl
dengan temperatur 22 samapi 27 oC. Padi pada menyukai tanah lumpur yang subur
dengan ketebalan 18 sampai 22 cm dan pH tanah 4 – 7. Pada umumnya tanaman padi
membutuhkan air dalam jumlah relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan
membutuhkan air dalam jumlah yang sama (Surowinoto 1983).
Budidaya Padi
Penyiapan benih padi dimulai dengan merendam benih padi selama 6 sampai 12
jam. Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21 hingga 40 hari, berdaun
5 sampai 7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang
hama dan penyakit.
Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis yang telah ada, kekurangan atau
kelebihan pupuk dapat menyebabkan tanaman padi menjadi sakit. Pemakaian pupuk
digunakan pada saat tanah diolah, 14 hari sesudah tanam dan 30 hari sesudah tanam.
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan atau
tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan
dan kondisi lahan (Siregar 1981).
Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan
anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan
pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase
pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji (Sumartono
et al. 1972).
5
Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas tanaman padi tidak meningkat
secara signifikan dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas padi antaralain faktor genetik, kondisi lingkungan tanam, teknik
budidaya serta penanganan panen dan pasca panen (Haryadi 2006).
Hama dan Penyakit Penting pada Padi
Hama dan Penyakit
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang
aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga menimbulkan kerugian
secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi hama adalah binatang yang
menyerang tanaman budidaya sehingga menimbulkan kerugian. Hama tanaman
sering disebut serangga hama (pest) (Rukmana 2002). Hama yang merusak tanaman
secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.
Penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan tanaman tidak
berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan secara terus menerus
oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan akan menghasilkan
perkembangan gejala (Agrios 2005). Penyakit dapat disebabkan oleh cendawan,
bakteri, virus, dan nematoda. Cendawan atau jamur adalah suatu kelompok jasad
hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki dinding sel,
berkembang biak dengan spora, tetapi tidak memiliki klorofil. Penyakit tanaman yang
merupakan suatu penyimpangan atau abnormalitas tanaman beragam bentuknya,
misalnya keriput daun, bercak cokelat, dan busuk. Tanaman yang sakit menunjukan
gejala atau tanda yang khas. Gejala adalah perubahan yang ditunjukan oleh tanaman
itu sendiri akibat adanya serangan penyakit. Contoh gejala antara lain adalah nekrotis,
yaitu gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel atau matinya sel.
Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Imago walang sangit meletakan telut pada bagian atas daun tanaman. Telur
walang sangit berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, telur diletakan
satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari
6
dengan total produksi telur per-induk mencampai 200 butir. Lama stadia telur hingga
7 hari dan terdapat lima instar pertumbuhan nimfa dengan total waktu mencapai 19
hari. Satu siklus hidup walang sangit mencapai 46 hari. Setelah nimfa menetas
bergerak ke malai mencari butir yang masih stadi masak susu. Nimfa dan imago pada
siang hari bersembunyi di bawah kanopi tanaman. Serangga imago pada pagi hari
aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi
pada sore atau malam hari.
Walang sangit menyerang pada fase generatif, menyerang buah padi yang
masak susu. Gejala yang ditimbulkan buah menjadi hampa atau berkualitas rendah
seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak. Daun padi terdapat bercak bekas
isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam. Pengendalian yang sering dilakukan
dengan bertanam serempak, dan sanitasi. Saat tidak ada pertanaman padi atau
tanaman padi masih stadia vegetatif, imago walang sangit bertahan hidup atau
berlindung pada berbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman
padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang
biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam
satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval
tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah
generasi perkembangan hama walang sangit (BBPADI 2009).
Hama putih (Nymphula depunctalis)
Telur hama putih berbentuk bulat berwarna kuning muda, telur diletakkan
berkelompok pada daun atau pelepah yang berdekatan dengan permukaan air, jumlah
telur 10-20 butir/kelompok. Satu ekor ngengat dapat menghasilkan 50 butir telur
dengan stadium telur 2-6 hari. Instar pertama berwarna krem dengan ukuran panjang
rata-rata 1.2 mm dan lebar 0.2 mm dan kepala berwarna kuning. Larva membuat
gulungan dari daun yang dipotong dan tinggal dalam gulungan (tabung) tersebut,
pada pertumbuhan maksimum panjang larva mencapai 14 mm dan lebar 1,6 mm.
Pupa hama putih berwarna krem, menjelang menjadi ngengat warna menjadi putih.
Pupa terbentuk dalam tabung dalam waktu mencapai 7 hari. Cara pengendalian
7
dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami,
menggugurkan tabung daun.
Hama putih menyerang tanaman yang berumur lebih dari 6 minggu. Ciri khas
yang bisa dilihat sebagai tanda hama putih adalah adanya tabung-tabung yang terbuat
dari daun tanaman padi yang tergerek (terpotong) yang berisi larva dan kepompong
yang digunakan untuk perlindungan diri dan penyebaran dalam mencari makan.
Tabung-tabung banyak terapung di areal persawahan, berbeda dengan hama putih
palsu yang hanya menggulung tanaman tanpa memotongnya dan menggerek
klorofilnya. Menyerang daun pada saat masih bibit, kerusakan berupa titik-titik yang
memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi.
Wereng Batang Cokelat (Nilapavarta lugens)
Wereng coklat berkembang biak secara seksual, masa pra-peneluran 3-4 hari
untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera (bersayap panjang).
Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal pelepah daun, tetapi kalau
populasinya tinggi telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur
diletakkan berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Satu ekor betina
mampu meletakkan telur 100-500 butir.
Di daerah tropis telur menetas setelah 9 hari, sedangkan di daerah subtropika
waktu penetasan telur lebih lama lagi. Nimfa mengalami lima instar, dan rata-rata
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan periode nimfa mencapai 13 hari. Nimfa
dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil) yaitu
wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang tumbuh
tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimenter.
Sering disebut sebagai wereng batang cokelat, menyerang pada bagian batang
padi dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala
tanaman padi yang terserang wereng batang cokelat menjadi kuning dan mengering,
sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.
8
Pengendalian hama ini dapat dengan bertanam padi serempak, menggunakan varietas
tahan wereng seperti IR 36, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah.
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus merupakan hewan pengerat yang hidupnya sering menimbulkan kerugian
bagi manusia. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi dari golongan
mamalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda
dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap
dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Hama tikus
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala yang ditimbulkan yaitu
tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak
tidak ada tanaman. Pengendalian yang sering dilakukan dengan pergiliran tanaman,
tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular.
Tersedianya pakan padi yang cukup dengan kualitas baik, pada saat padi bsudah
berisi dan awal pengisian malai, merupakan faktor yang diduga kuat berpengaruh
terhadap jumlah embrio yang dihasilkan oleh induk betina. Selain itu, diketahui
bahwa tikus-tikus muda yang melahirkan pertama kali akan menghasilkan embrio
lebih banyak dibandingkan tikus betina yang berumur lebih tua (Sudarmaji 2004).
Penurunan jumlah embrio juga disebabkan oleh terbatasnya pakan yang berkualitas
khususnya pada periode bera, dan tikus betina cenderung merespon dengan
mengurangi jumlah anaknya menjadi lebih sedikit agar dapat bertahan hidup setelah
dilahirkan. Tikus betina bunting dapat mengabsorbsi sebagian embrio yang
dikandungnya apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Jumlah embrio
yang dihasilkan oleh induk tikus betina bervariasi pada setiap periode kebuntingan.
Terdapat kecenderungan menurunnya jumlah embrio setelah periode kebuntingan
pertama. Jumlah embrio tertinggi dihasilkan oleh induk betina yang bunting pada
periode stadium awal padi bunting sampai pengisian malai (bunting pertama).
9
Penyakit Hawar Daun (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
Penyebab penyakit hawar daun disebabkan bakteri Xanthomonas campestris pv
oryzae. Penyakit terjadi pada semua stadia tanaman, akan tetapi yang paling umum
terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.
Bakteri pada penyakit hawar daun berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.
Patogen mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuan untuk
menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Perkembangan
penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman. Bakteri menginfeksi
tanaman melalui hidatoda atau luka, setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri
memperbanyak diri dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh
pengangkutan, tersebar kejaringan lain dan menimbulkan gejala (BBPADI 2009).
Stadia bibit gejala penyakit disebut kresek, sedangkan pada stadia tanaman
lebih lanjut gejala disebut hawar. Gejala yang ditimbulkan terdapat garis-garis di
antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering
dan mati. Pengendalian penyakit ini dengan cara menanam varietas tahan penyakit
seperti IR 36, menghindari luka mekanis, dan sanitasi lingkungan.
Penyakit Bercak Daun Cokelat. (Helmintosporium oryzae)
Penyebab penyakit ini oleh cendawan jamur Helmintosporium oryzae. Penyakit
bercak daun cokelat menyerang pelepah, malai, dan buah yang baru tumbuh.
Pengendalian dengan cara merendam benih di air hangat, pemupukan berimbang, dan
varietas tanam padi tahan penyakit ini.
Gejala khas penyakit ini adalah adanya bercak cokelat pada daun berbentuk
oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau
putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun
coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna cokelat gelap atau keunguan
berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1
cm. Serangan berat, jamur daopat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna
hitam atau coklat gelap pada gabah.
10
Jamur H. oryzae menginfeksi daun, baik melalui stomata maupun menembus
langsung dinding sel epidermis setelah membentuk apresoria. Konidia lebih banyak
dihasilkan oleh bercak yang sudah berkembang, kemudian konidia dihembuskan oleh
angin dan menimbulkan infeksi sekender. Jamur dapat bertahan sampai 3 tahun pada
jaringan tanaman dan lamanya bertahan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Penyakit Blas (Pyricularia oryzae)
Daur penyakit blas meliputi tiga fase yaitu infeksi, kolonisasi, dan sporulasi.
Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia berseta tiga yang dilepaskan oleh
konidia. Konidia berpindah ke permukaan daun yang tidak terinfeksi melalui percikan
air atau bantuan angin. Konidia menempel pada daun karena adanya perekat atau
getah di ujungnya. Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara
membentuk buluh-buluh perkecambahan yang selanjutnya menjadi appresoria.
Appresoria akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin yang ada pada
dinding appresoria. Pertumbuhan hifa yang terus terjadi menyebabkan terbentuknya
bercak pada tanaman. Kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan
menghasilkan konidia selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan
merupakan inokulum untuk infeksi selanjutnya. Penyebaran spora terjadi selain oleh
angin juga oleh biji dan jerami. Cendawan P. oryzae mampu bertahan dalam sisa
jerami sakit dan gabah sakit. Dalam keadaan kering dan suhu kamar, spora masih
bertahan hidup sampai satu tahun, sedangkan miselia mampu bertahan sampai lebih
dari 3 tahun. Sumber inokulasi primer di lapang pada umumnya adalah jerami.
Sumber inokulasi benih biasanya memperlihatkan gejala awal pada pesemaian. Untuk
daerah tropis, sumber inokulasi selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di
udara dan tanaman inang lain selain padi (BBPADI 2009).
Gejala yang ditimbulkan daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Jamur ini menyerang daun, buku pada malai dan ujung
tangkai malai yang menyebabkan pemasakan makanan terhambat dan butiran padi
menjadi hampa. Pengendalian yang dilakukan dengan membakar sisa jerami,
11
menggenangi sawah, menanam varietas unggul, dan pemberian pupuk N di saat
pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir (Siregar 1981).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian OPT yang berwawasan ekologi dan ekonomi telah menjadi kebijakan
dasar perlindungan tanaman nasional. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup, merugikan
kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme bukan sasaran
menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini, menggugah para ahli
untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu pada tahun
1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk petani dikenal dengan Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang didahului dengan pelatihan
terhadap petugas pemandu dan memandu para petani SLPHT (Untung 2007), untuk
mengelola Program Nasional Pelatihan PHT dibentuk pengelola program pada
periode 1987-1993 berada di Bapennas (Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional) dan periode 1993-1998 berada di Departemen Pertanian.
Pelatihan,
penyuluhan,
dan
penerapan
PHT
melalui
SLPHT
dapat
meningkatkan pengetahuan baru di kalangan petani. Pengetahuan ini merupakan
tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada akhirnya
melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau wawasan baru
di kalangan petani, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani
terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman
lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006).
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program
perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah sejak Pelita III
sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia
adalah Inpres No. 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman (Untung 1993).
12
Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada tahun
1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar terhadap
produksi pertanian nasional. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai korelasi
terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan
penggunaan pestisida.
Penerapan PHT dibidang pertanian diharapkan dapat merubah pola bercocok
tanam yang kurang efisien sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan
petani itu sendiri. Pelaksanaan PHT tidak terlepas pula dari factor-faktor yang dapat
mempengaruhinya antara lain: lama pendidikan, luas usaha tani, tanggungan
keluarga, pengalaman bertani, dan umur petai (Mubyarto 1986).
Sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi
terhadap lingkungan. Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi
dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Sikap petani dalam
penerapan inovasi baru dalam pertania juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang
diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap tindakan
berikutnya (Suharyanto et al. 2006).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan tempat
dimana pendekatan khusus untuk memberdayakan petani menjadi petani yang aktif,
kreatif, dan produktif dalam menerapkan PHT di lahannya sendiri.
Di SLPHT petani diajak dan didorong belajar bersama-sama dan melakukan
pengambilan keputusan pengelolaan ekosistem (termasuk pengendalian OPT) secara
bersama-sama pula. Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan
dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga
dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas dan daya saing pasar
tinggi untuk peningkatkan kesejahteraan hidupnya.
13
Sejak tahun 1989 SLPHT telah membuktikan, petani yang mengikuti SLPHT
dengan segala keterbatasannya dapat meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi
penerap PHT. Ada kecendrungan konsep PHT digeser dengan konsep lain, yaitu PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT
(Untung 2007).
Soekartawi (1988) mengatakan bahwa tindakan penerapan inovasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor lingkungan.
Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap
terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi, dan
dogmatis (system kepercayaan tertutup). Faktor lingkungan meliputi jarak sumber
informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana serta
proses memperoleh sarana produksi.
Kebijakan Perlindungan Tanaman
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986
Instruksi Presiden No. 3 tahun 1986 tentang peningkatan pengendalian hama
wereng cokelat pada tanaman padi disingkat Inpres 3/86 dikeluarkan pada tanggal 5
November 1986. Inpres 3/86 merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di Indonesia
karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai memberikan dukungan politik dan
legal terhadap PHT.
Undang-undang No. 12/1992
Undang-undang No.12 tahun 1992 disahkan pada tanggal 30 April 1192 terdiri
atas 12 bab, 66 pasal dan penjelasan. Menurut Pasal 1 ayat1 UU tersebut yang
dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem pembangunan dan
pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia dengan modal
teknologi dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan
manusia secara lebih baik.
Download