Agresivisme dan Ketidakhadiran Negara

advertisement
PENDAPAT
SABTU, 12 FEBRUARI 2011
A8
Agresivisme dan Ketidakhadiran Negara
Novri Susan
SOSIOLOG KONFLIK UNIVERSITAS AIRLANGGA
MACHFOED GEMBONG (TEMPO)
asyarakat madani adalah citacita dalam sistem demokrasi
yang di dalamnya ada keteduhan dan kedamaian atas
kemajemukan identitas.
Sehingga masyarakat bisa bernapas dan
bekerja sama dalam relasi sosial yang konstruktif bagi kemajuan hidup berbangsa.
Meski demikian, demokrasi Indonesia
masih menghadapi tantangan yang tidak
ringan, yaitu kekerasan kolektif yang masih
kuat menjadi pilihan rasional sebagian
kelompok identitas, seperti pada tragedi di
Cikeusik, Banten, beberapa waktu lalu,
yang menewaskan tiga orang dan melukai
enam orang lainnya. Kekerasan kolektif
yang dilatarbelakangi sentimen keagamaan
antara minoritas Ahmadiyah dan mayoritas
muslim itu kembali memperlihatkan jalan
terjal mewujudkan masyarakat madani.
Kondisi ini merupakan tanggung jawab
kebangsaan untuk menemukan jalan keluar
yang relevan dalam kontur budaya dan
keadilan sosial masyarakat Indonesia.
M
Situasi konflik
Istilah situasi dalam ilmu sosiologi merujuk pada keadaan sosial khusus dari berbagai relasi sosial yang di dalamnya terkandung sikap, persepsi, dan praktek tertentu
secara timbal balik. Seperti relasi sosial persahabatan, pekerjaan, percintaan, sampai
relasi konfliktual. Suatu relasi sosial disebut
berada dalam situasi konflik ketika sikap,
persepsi, dan praktek tertentu antara individu atau komunitas diorientasikan untuk
melakukan persaingan dan mengalahkan
demi tujuan tertentu. Situasi konflik selalu
menjadi situasi khusus keseharian
masyarakat dengan tingkat dan dimensi
berbeda. Sosiologi konflik selalu
merekomendasikan adanya penanganan
aktif, baik oleh pihak berkonflik maupun
pihak ketiga yang netral pada situasi konflik. Kepentingan fundamental dari penanganan aktif ada dua, yaitu mendorong
terciptanya situasi konflik yang nonkekerasan dan kemungkinan pemecahan
masalah yang menguntungkan bagi semua
pihak yang berkonflik.
Setiap situasi konflik tertentu selalu
menawarkan kemungkinan lahirnya
ke-kerasan dari satu atau dua belah pihak
berkonflik. Seperti pada situasi konflik
antara komunitas Islam Sunni dan komunitas Ahmadiyah, yang secara empiris telah
mereproduksi relasi konflik kekerasan.
Korban lebih banyak terjadi pada komunitas Ahmadiyah, yang merupakan anggota
sosial minoritas dalam sistem sosial
Indonesia. Flannery (Violent Behavior and
Aggression, 2007) memastikan bahwa kekerasan yang sampai pada taraf penyiksaan
(torture) dan pembunuhan pihak lawan sering kali dilandasi oleh dimensi sosiologis,
seperti doktrin, dendam, dan kondisi terlepasnya kesadaran dari sistem normatif
masyarakat. Beberapa dimensi tersebut
pada situasi konflik merupakan akar dari
perilaku agresif pihak-pihak berkonflik
yang mampu mereproduksi kekerasan satu
arah maupun timbal balik.
Dalam kasus kekerasan di Cikeusik,
Banten, lebih dari seribu orang dari komunitas Islam Sunni mendatangi rumah
komunitas Ahmadiyah. Pecahnya kekerasan
dan korban dari kedua belah pihak adalah
bagian dari beroperasinya agresivisme yang
dominan dalam situasi konflik dua komunitas selama ini. Namun komunitas yang
secara kuantitas jauh lebih besar selalu
merupakan pihak yang paling menentukan
apakah agresivisme dioperasikan atau tidak
dalam situasi konflik. Sedangkan minoritas
selalu menjadi pihak yang bertahan dan
terkorbankan. Pada konteks kasus sosiologi
konflik tersebut, semestinya ada pihak yang
secara politik netral dan bertanggung jawab
melakukan penanganan aktif agar tidak
terjadi korban, yaitu negara.
Ketidakhadiran negara
Kepada media massa, kepolisian menyebutkan sudah adanya upaya melakukan
pencegahan terjadinya konflik kekerasan
dengan menahan salah satu anggota komunitas Ahmadiyah. Namun kepolisian tidak
menduga bahwa ada sekitar 15 anggota
komunitas Ahmadiyah datang dan tinggal
di lokasi kasus kekerasan. Alasan ini tentu
Flannery (Violent Behavior and
Aggression, 2007) memastikan
bahwa kekerasan yang sampai
pada taraf penyiksaan (torture)
dan pembunuhan pihak lawan
sering kali dilandasi oleh dimensi
sosiologis, seperti doktrin,
dendam, dan kondisi terlepasnya
kesadaran dari sistem normatif
masyarakat.
saja terkesan dangkal dan mencoreng
kemampuan intelijen kepolisian. Apalagi
selama ini kepolisian mampu melacak jejaring terorisme yang sedemikian tersembunyi. Lantas, mengapa soal adanya gerakan 15 anggota komunitas Ahmadiyah,
kepolisian tidak mampu mendeteksinya?
Terlepas dari alasan ini, lembaga kepolisian
hanya salah satu dari lembaga negara yang
seharusnya memberi penanganan aktif
pada situasi konflik komunitas Islam Sunni
dan komunitas Ahmadiyah.
Situasi konflik tersebut tidak hanya mencakup kasus di Cikeusik, Banten, namun juga
secara nasional. Saat ini jelas bahwa komunitas Islam Sunni dan komunitas Ahmadiyah
berada dalam situasi konflik yang di dalamnya terkandung agresivisme. Berbagai kasus
kekerasan yang terulang antara dua komunitas seolah memperjelas ketidakhadiran
negara sebagai pihak yang memiliki kewajiban melakukan penanganan aktif.
Sedangkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Tiga Menteri tentang komunitas Ahmadiyah
merupakan jalan pintas kekuasaan yang
kedodoran. Sebab, SKB tersebut hanya memberi kewajiban bagi satu komunitas berkonflik (komunitas Ahmadiyah) daripada memberi mandat dilembagakannya penanganan
aktif pada situasi konflik antara muslim dan
komunitas Ahmadiyah.
Negara, melalui pemerintah eksekutif
dan para elitenya, bisa melakukan kerja
bakti dengan mengeluarkan kebijakan
penanganan aktif yang mereduksi dimensi
agresivisme dan menciptakan mekanisme
dialog untuk pemecahan masalah. Langkah
mereduksi agresivisme bisa dimulai dengan
mereduksi pernyataan-pernyataan pemerintah sendiri mengenai posisi komunitas
Ahmadiyah. Selama ini ada kesan bahwa
pemerintah pun menyalahkan organisasi
Ahmadiyah. Menurut Marshal Rosenbergh
(2003), tindakan menyalahkan ketika tidak
ada kesempatan satu pihak berbicara dan
menjelaskan adalah bentuk komunikasi
kekerasan. Sangat disesali tentunya jika
pemerintah telah menciptakan komunikasi
kekerasan pada warganya.
Masalah eksistensi organisasi dan paham
Ahmadiyah dalam konteks sistem sosial
masyarakat Indonesia, yang memang
mayoritas muslim, perlu diselesaikan
melalui dialog terbuka. Komunitas
Ahmadiyah dan organisasinya serta representasi muslim Sunni, seperti organisasi NU
dan Muhammadiyah, harus dipertemukan
dalam satu dialog guna menemukan pemecahan masalah. Keputusan dari dialog
tersebut mungkin belum tentu langsung
diterima pada level rakyat bawah, namun
merupakan kebijakan awal yang berpotensi
menciptakan perdamaian. Jika negara tidak
melakukan proses ini, negara dan para
elitenya bisa dituduh melakukan instrumentasi situasi konflik untuk kepentingan
politik tertentu. Misalnya, demi pengalihan
dari isu pemberantasan korupsi. Sebab,
proses penanganan aktif ini sebenarnya bisa
direalisasi jika visi kekuasaan adalah
benar-benar menciptakan masyarakat
madani yang teduh dan harmoni.
Masyarakat Indonesia yang majemuk
oleh agama, etnis, identitas, dan golongan
adalah realitas tak terbantahkan. Realitas
kemajemukan ini menjadi kekayaan dalam
menciptakan masyarakat madani, jika
negara hadir dalam penanganan aktif pada
berbagai situasi konflik. Sehingga, konflik
bukanlah situasi yang karut-marut oleh
kekerasan, melainkan situasi yang produktif oleh praktek perdamaian. ●
PENERBIT: PT Tempo Inti Media Harian. PEMIMPIN REDAKSI: Gendur Sudarsono. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Daru Priyambodo. PJ. REDAKTUR EKSEKUTIF: M. Taufiqurohman. REDAKTUR SENIOR: Bambang Harymurti, Diah Purnomowati,
Fikri Jufri, Goenawan Mohamad, Leila S. Chudori, Putu Setia, S. Malela Mahargasarie, Toriq Hadad. REDAKTUR UTAMA: Metta Dharmasaputra, Seno Joko Suyono, Yos Rizal Suriaji, Yosep Suprayogi. SEKRETARIAT REDAKSI: Dyah Irawati
Hapsari. REDAKTUR: Andree Priyanto, Dody Hidayat, Dwi Arjanto, Dwi Wiyana, Firman Atmakusumah, Hari Prasetyo, Jajang Jamaludin, Mustafa Ismail, Nurdin Saleh, Nurdin Kalim, Sapto Yunus, Widiarsi Agustina, Y. Tomi Aryanto,
Yudono Yanuar, Yuyun Nurrachman. SIDANG REDAKSI: Abdul Manan, Ali Nur Yasin, Dimas Adityo, Dedy Sinaga, Efri Ritonga, Endri Kurniawati, Faisal Assegaf, Hadriani Pudjiarti, Kelik M. Nugroho, Maria Hasugian, Meiriyon M.,
Martha Warta Silaban, Raju Febrian, Sita Planasari Aquadini, Sunariyah, Tjandra Dewi Harjanti, Untung Widyanto, Utami Widowati, Zacharias Wuragil B. K. FOTOGRAFI: Rully Kesuma (Redaktur), Amston Probel, Arie Basuki, Ayu Ambong, Budi Yanto, Gunawan Wicaksono, Mahanizar Djohan, Yunizar Karim, Zulkarnaen.
DESAIN: Eko Punto Pambudi, Ehwan Kurniawan, Gatot Pandego. TATA LETAK: Achmad Budy, Ahmad Fatoni, Arief Mudi Handoko, Agung Nugraha, Agus Kurnianto, Djunaedi, Erwin Santoso, Fuad Hasyim, Imam Riyadi Untung, Kuswoyo, Mistono, Rudy Asrori, Talib Abdillah. ILUSTRATOR: Imam Yunni, Machfoed Gembong.
REDAKTUR BAHASA: Hasto Pratikto, Elan Maolana Setiajid, Habib Rifa’i, Heru Yulistiyan, Iyan Bastian, Michael Timur Kharisma.
TEMPO NEWS ROOM, TEMPO INTERAKTIF, PUSAT DATA dan ANALISA TEMPO – PEMIMPIN REDAKSI: Daru Priyambodo. PJ. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI (TI): Wicaksono. PJ. REDAKTUR EKSEKUTIF: Burhan Solihin. REDAKTUR UTAMA: Tulus Wijanarko. REDAKTUR: Elik Susanto, Fajar W. Hermawan,
Grace S. Gandhi, Jobpie Sugiharto. SIDANG REDAKSI: Ali Anwar, Arif Firmansyah, Dewi Rina, Eni Saeni, Istiqomatul Hayati, Lis Yuliawati, Poernomo Gontha Ridho, Purwanto, Sudrajat, Sukma N. Loppies, Suseno. BIRO JAKARTA: Aguslia Hidayah, Agus Supriyanto, Agoeng Wijaya, Agung Sedayu, Akbar Tri Kurniawan,
Amanda Mega Mustika, Angelus Tito, Anton Aprianto, Anton Septian, Aqida Swamurti, Amirullah, Bunga Manggiasih, Cheta Nilawaty, Cornila Desyana, Desy Pakpahan, Dian Yuliastuti, Dwi Riyanto Agustiar, Eko Ari Wibowo, Erwin Prima, Erwin Dariyanto, Eka Utami Aprilia, Ezther Lastania, Fanny Febiana, Famega Syafira,
Fery Firmansyah, Gabriel Wahyu Titiyoga, Harun Mahbub, Heru Triono, Ismi Wahid, Kartika Candra, Kurniasih Budi, M. Nur Rochmi, Mustafa Silalahi, Muhammad Iqbal Muhtarom, Munawwaroh, Ninin P. Damayanti, Nieke Indrieta, Oktamandjaya, Pramono, Reza Maulana, Retno Endah Dianing Sari, Rini Kustiani,
Rieka Rahardiana, Rr. Ariyani, Rudy Prasetyo, Rina Widyastuti, Riky Ferdianto, Sandy Indra Pratama, Sofian, Sorta Tobing, Sutarto, Suryani Ika Sari, Yuliawati, Vennie Melyani, Wahyudin Fahmi. SURABAYA: Jalil Hakim, Zed Abidin. YOGYAKARTA: Phillipus Parera, L.N. Idayani, R. Fadjri. BANDUNG: Juli Hantoro.
MAKASSAR: Elik Susanto, Purwanto. RISET: Ngarto Februana (Pj. Kepala Bagian), Indra Mutiara, Viva B. Kusnandar.
IKLAN: Gabriel Sugrahetty (wakil direktur). BUSINESS DEVELOPMENT: Meiky Sofyansyah (kepala), Tito Prabowo, Nurulita Pasaribu, Tanti Jumiati, Adelisnasari, Adeliska Virwani, Haderis Alkaf, Sulis Prasetyo, Jafar Irham, Melly Rasyid, Imam Hadi. TIM INFO TEMPO: Prasidono Listiaji (kepala). PENULIS: S. Dian Andryanto,
Danis Purwono, Dewi Retno Lestari, Hotma Siregar, Mira Larasati, Nugroho Adhi, Rifwan Hendri, Susandijani, V Nara Patrianila. FOTOGRAFI & RISET: Lourentius EP. DESAIN IKLAN: Kemas M. Ridwan, Andi Faisal, Arcaya Manikotama, Andi Suprianto, Jemmi Ismoko, Juned Aryo. TRAFFIC: Abdul Djalal, Marah Andhika.
SIRKULASI, DISTRIBUSI DAN KOMUNIKASI PEMASARAN: Windalaksana (Kepala Divisi), Erina (Sekretariat). SIRKULASI: Shanty Nurpatria (Kepala Unit), Yefri, Indra Setiawan, Ivan B. Putra, Shalfi Andri, Alex Anindito, M. Oemar Sidiq. PERWAKILAN DAERAH: Didiet Setiaji (Bandung), Solex Kurniawan (Surabaya).
DISTRIBUSI: Ismet Tamara (Kepala Unit), PROMOSI: Rachadian Nashidik, RISET PEMASARAN: Ai Mulyani K., LAYANAN PELANGGAN: Berkah Demiat.
KEPALA PEMBERITAAN KORPORAT: Toriq Hadad. KEPALA DESAIN KORPORAT: S. Malela Mahargasarie. KEPALA BIRO EKSEKUTIF & PENDIDIKAN: M. Taufiqurohman.
DIREKTUR UTAMA: Bambang Harymurti. DIREKTUR: Herry Hernawan, Toriq Hadad. SEKRETARIS KORPORAT: Rustam F. Mandayun. ALAMAT REDAKSI & IKLAN: Kebayoran Centre Blok A11-A15 Jalan Kebayoran Baru-Mayestik, Jakarta 12240. Telp. 021-7255625 Faks. 725-5645/50. E-mail: [email protected].
ALAMAT PERUSAHAAN: Jalan Palmerah Barat No. 8, Jakarta 12210, Telp. 021-5360409 Faks. 021-5349569.
HARGA ECERAN RP 3.000, LANGGANAN RP 69.000. UNTUK WILAYAH JABOTABEK, BANDUNG, SERANG, DAN LAMPUNG. LUAR WILAYAH TERSEBUT: DITAMBAH ONGKOS KIRIM. CUSTOMER SERVICE TELP. 021-5360409/70749261 EXT. 307/310/481/334 FAKS. 021-5349569
Download