1 POHON RAMAH LINGKUNGAN DAN ANTI POLUSI Tumbuhan menyerap CO2 dari atmosfir, behkan beberapa jenis tumbuhan mempunyai kemampuan sangat ebsar untuk menyerap CO2 dari udara. Misalnya Samanea Saman, dan Cassia sp. Mempunyai kemampuan sangat ebsar menyerap CO2 udara, mencapai ribuan kg / tahun. Tumbuhan melakukan fotosintesis membentuk senyawa organic yang menjadi sumber makanan dan energy tumbuhan. Dapat proses fotosintesis itu, tumbuhan menyerap CO2 dan air yang kemudian diubah menjadi glucose dan oxygen dengan bantuan sinar matahari. Semua proses ini berlangsung dalam khlorofil. Kemampuan tumbuhan sebagai penyerap CO2 akan beragam. Banyak factor yang mempengaruhi penyerapan CO2 oleh tumbuhan, di antaranya adalah kualitas khlorofilnya. Kualitas ini ditentukan oleh khlorofil dan Mg sebagai inti dari khlorofil. Makin besar kandungan Mg, daun akan berwarna hijau gelap. Penyerapan CO2 suatu pohon juga ditentukan oleh luas total daunnya, umur daun dan fase pertumbuhan tanaman. Pohon yang sedang berbunga dan bebruah mempunyai kemampuan daya fotosintesis lebih besar, sehingga juga kemampuannya menyerap CO2. Faktor lain yang menentukan penyerapan CO2 adalah suhu udara, dan radiasi matahari, ketersediaan air. Tumbuhan Trembesi ternyata mampu menyerap CO2 sangat banyak, yaitu 28488.39 kg dalam setahun. Berikut ini adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan besar menyerap CO2 dari udara. 1. Trembesi, Samanea summons, 28488.39 kg / year 2. Cassia, Cassia sp, 5295.47 kg / year 3. Kenanga, Canangium odoratum, 756.59 kg / year 4. Pingku, Dyxoxylum excelsum, 720.49 kg / year 5. Banyan, Ficus benyamina, 535.90 kg / year 6. Krey umbrella, Fellicium decipiens, 404.83 kg / year 7. Matoa, Pometia pinnata, 329.76 kg / year 8. Mahoni, Swettiana mahagoni, 295.73 kg / year 9. Abrus, Adenanthera pavoniana, 221.18 kg / year 10. Lagerstroemia, Lagerstroemia speciosa, 160.14 kg / year 11. Jati, Tectona grandis, 135.27 kg / year 12. Nangka, Arthocarpus heterophyllus, 126.51 kg / year 13. Johar, Cassia grandis, 116.25 kg / year 14. Sirsat, Annona muricata, 75.29 kg / year 15. Puspa, Schima wallichii, 63.31 kg / year 16. Acacia, Acacia auriculiformis, 48.68 kg / year 17. Flamboyan, Delonix regia, 42.20 kg / year 18. Chrysophyllum Kecik, Maniilkara kauki, 36.19 kg / year 19. Cape, Mimusops elengi, 34.29 kg / year 20. Peacock flower, Caesalpinia pulcherrima, 30.95 kg / year 2 21. Perfect, Dilenia retusa, 24.24 kg / year 22. Khaya, Khaya anthotheca, 21.90 kg / year 23. Merbau beach, Intsia bijuga, 19.25 kg / year 24. Acacia, Acacia mangium, 15.19 kg / year 25. Angsana, Pterocarpus indicus, 11.12 kg / year 26. Kranji acid, Pithecelobium dulce, 8.48 kg / year 27. Handkerchiefs, Maniltoa grandiflora, 8.26 kg / year 28. Dadap red, Erythrina cristagalli, 4.55 kg / year 29. Rambutan, Nephelium lappaceum, 2.19 kg / year 30. Acid, Tamarindus indica, 1.49 kg / year 31. Kempas, Coompasia excelsa, 0.20 kg /tahun. Pohon Dadap Merah Erythrina crista-galli L. Nama umum Indonesia: Dadap merah Inggris: cry-baby tree, coral tree Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Rosidae Ordo: Fabales Famili: Fabaceae (suku polong-polongan) Genus: Erythrina Spesies: Erythrina crista-galli L. 3 Pohon ini sangat cocok kalau ditanam di halaman terbuka, karena bisa mengundang datangnya para burung. Soalnya berbagai jenis burung suka sekali menyantap buah pohon dadap merah ini. Dadap merah (Erythrina crista galli) berfungsi sebagai tanaman peneduh. Tumbuhan ini biasanya dapat menarik perhatian dan burung-burung untuk hinggap. Sebabnya karena bunga Dadap Merah yang berwarna merah nampak indah. Bagi kesehatan, Dadap Merah juga berfungsi sebagai obat. Penemuan terbaru membuktikan bahwa daun Dadap Merah dapat menjadi obat anti malaria. Pohon dadap merah sebagai jalur hijau jalan raya, bersama tanaman hias lainnya (Sumber: forums.gardenweb.com ) Erythrina crista-galli adalah pohon kecil, lingkaran batangnya sekitar 50 cm. Biasanya tumbuh sampai setinggi 5–8 m, meskipun secara individual dapat tumbuh hingga 10 m . Akarnya adalah akar tunggang (taproot) dneganb intil akarnya mengandung bakteri fiksasi nitrogen. Bakteri ini hidup bersimbiosis dengan pohon, membantu penyerapan nitrogen oleh pohon dan ia mendapatkan bahan organic dari akar pohon. Pohonnya berkayu dengan percabangan yang tidak teratur dan berduri. Pohon ini berbunga pada musim panas, October hingga April di America selatan dan April hingga October di belahan bumi utara. Biasanya pohon ini mengalami blooming pada November hingga February. 4 Bunganya warna merah, tersusun dalam tandan bunga, pentamerik, lengkap, dan bilateral symmetry. Kelopak bunganya gamosepalous, seperti sarung jari merah kecil. Mahkota bunganya, seperti pohon legume lainnya, berbentuk kupu-kupu; akan tetapi daun bunganya besar yang disebut "standard", tersusun di bagian bawah bunga. Dua daun bunga yang disebut "wings" juga kecil sehingga praktis tersembunyi dalam kelopak bunga. Dua daun bunga lainnya bergabung bersama dan membentuk dasar bunga atau "carina"; bagian ini melindungi organ reproduktifnya. Bunganya kaya madu dan banyak dikunjungi serangga, yang biasanya merayap-rayap di bawah “carina” sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyerbukan bunga . (sumber: trees.stanford.edu ) 5 Pembibitan pohon dadap merah (sumber: nl.axarquiaornamental.com ). 6 Pohon Kelengkeng (Dimocarpus longan) Lengkeng (juga disebut kelengkeng, matakucing, atau longan, Dimocarpus longan, suku lerak-lerakan atau Sapindaceae) adalah tanaman buah-buahan yang berasal dari daratan Asia Tenggara. Pohon, tinggi mencapai 40 m dengan garis tengah batang 1 m, kadangkadang berbanir; percabangan menggalah, kadang-kadang berlentisel, berbulu agak rapat. Daun-daun berpasangan 2 - 6 pasang, bagian sumbu biasanya berambut lebat, panjang tangkai daun sampai 20 cm; anak daun jorong, panjang 3 - 45 cm dan lebar 1,5 - 20 cm, melontar sampai menjangat, pada bagian atas sering kali berbulu pada bagian pangkal tulang tengah. Perbungaan terminal, panjang 8 - 40 cm, berbulu padat; braktea nyata. Bunga coklat kuning, mahkota bunga berbulu padat sampai gundul, benang sari 6 - 10. Buah pelok, bergaris tengah 1 - 3 cm, bulat; kulit buah halus sampai berbintilan, kadang-kadang berbutiran, coklat kekuningan. Biji bulat dengan testa yang coklat kehitaman mengkilat, ditutupi daging buah tipis yang berwarna putih bening. 7 Buah kelengkeng rasanya sangat enak. Pohon kelengkeng ini juga mampu meredam polusi suara. Itu sebabnya pada pabrik-pabrik yang menggunakan genset yang bising, ada baiknya menanam pohon ini di dekat genset tersebut. Pohon lengkeng dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter batangnya hingga sekitar 1 m. Berdaun majemuk, dengan 2-4(-6) pasang anak daun, sebagian besar berbulu rapat pada bagian aksialnya. Tangkai daun 1-20 cm, tangkai anak daun 0,5-3,5 cm. Anak daun bulat memanjang, panjang lk. 1-5 kali lebarnya, bervariasi 3-45 × 1,5-20 cm, mengertas sampai menjangat, dengan bulu-bulu kempa terutama di sebalah bawah di dekat pertulangan daun. Pembungaan umumnya di ujung (flos terminalis), 4-80 cm panjangnya, lebat dengan bulu-bulu kempa, bentuk payung menggarpu. Mahkota bunga lima helai, panjang hingga 6 mm. Buah bulat, coklat kekuningan, hampir gundul; licin, berbutir-butir, berbintil kasar atau beronak, bergantung pada jenisnya. Daging buah (arilus)tipis berwarna putih dan agak bening. Pembungkus biji berwarna coklat kehitaman, mengkilat. Terkadang berbau agak keras. Jenis dan penyebaran Ada beberapa jenis lengkeng, Dimocarpus longan, di antaranya: 8 1. ssp. longan var. longan. Longan (Ingg.), lengkeng (Ind./Mal.), 2. 3. 4. 5. lamyai pa (Thai). Berasal dari wilayah pegunungan di Myanmar hingga ke Tiongkok selatan. Kini dibudidayakan secara meluas hingga ke Taiwan, Thailand, Indonesia, Australia (Queensland) dan Amerika Serikat (Florida). ssp. longan var. longepetiolatus. Dari Vietnam bagian selatan. ssp. longan var. obtusus. Lamyai khruer, lamyai tao (Thai). Dari Indochina, dibudidayakan di Thailand. ssp. malesianus var. malesianus. Matakucing (Malaysia), medaru, medaro, bedaro (Sumatra), ihau (Kaltim), isau, sau, kakus (Serawak). Menyebar di Indochina dan Malesia. ssp. malesianus var. echinatus. Dari Kalimantan dan Filipina. Selain lengkeng, jenis-jenis diperdagangkan secara lokal. yang lain umumnya Pohon klengkeng di kebun monokultur (sumber: bijlmakers.com) hanya 9 Memelihara kebun klengkeng (sumber: Kegunaan Buah-buah ini terutama dimakan dalam keadaan segar. Buah lengkeng, terutama yang berdaging tebal dan besar, dikalengkan dalam sari buahnya di Thailand, Taiwan dan Tiongkok, baik ditambah gula maupun tidak. Lengkeng juga dikeringkan, untuk dijadikan bahan pembuat minuman penyegar. Seperti halnya lerak, biji lengkeng yang mengandung saponin kadang-kadang dimanfaatkan untuk mencuci rambut. Biji, buah, daun dan bunga lengkeng juga digunakan sebagai bahan obat tradisional, terutama dalam ramuan Tiongkok. Daunnya mengandung quercetin dan quercitrin. Kayu lengkeng dan kayu bedaro (Dimocarpus malayensis) merupakan kayu yang cukup baik untuk konstruksi ringan dalam rumah dan bahan perkakas. 10 Pohon klengkeng dewasa, tajuknya mempunyai kemampuan besar meredam kebisingan (sumber: wayn.com) Pohon klengkeng di pinggir jalan. Ohon dapat tumbuh besar, buahnya lezat. Dapat tumbuh pada berbagai kondisi habitat dan tahan kering, dan beradaptasi terhadap kondisi udara dingin dataran tinggi. (Sumber: plantbook.org ) Tumbuhan pohon subtropika ini telah beradaptasi dengan baik pada kondisi tropis dengan musim basah dan kering yang jelas bedanya. Tumbuhan ini asli dataran rendah dan dataran menengah di Asia Tenggara dan masih dapat tumbuh baik hingga ketinggian 500 m dpl. 11 Klengkeng dapat berproduksi dengan baik di daerah dengan suhu udara sejuk (15°C atau kurang) dan periode kering selama musim gugur dan dingin (October-February). Suhu hantan (21-29°C) pada musim semi yang diikuti dengan suhu tinggi musim panas (27-35°C) dan lengas tanah tersedia penuh, merupakan kondisi ideal bagi produksi buahnya. Musim hujan yang suhunya hangat cocok untuk pertumbuhan vegetative dan mereduksi pembungaan dan produksi buah. Hujan yang berlebihan selama pembungaan menyebabkan bunga rontok dan dapat mereduksi polinasi dan fruitset. Daun-daun muda ternyata peka terhadap angin kencang selama “vegetative flushing” yang mengakibatkan dehidrasi daun, menguning dan deformasi daun. Cekaman Kekeringan Tanaman ini toleran terhadap kondisi tanah kering. Penghentian pengairan pada akhir musim panas/ awal musim gugur hingga usim dingin sangat dianjurkan untuk mengurangi pertumbuhan vegetative yang berlebihan dan sekaligus untuk memacu pembungaan pada musim semi. Pengairan yang teratur selama periode pembungaan hingga panen sangat dianjurkan untuk mendapatkan produksi dan kualitas buah yang optimum. Banjir dan genangan air Tanaman ini tidak toleran terhadap kondisi basah yang berlebihan atau kondisi tanah tergenang. Kalau suhu ambient tinggi, pohon muda dapat menderita dan mati pada penggenangan kontinyu atau kondisi tanah basah kontinyu 5 - 10 hari. Suhu dingin Longan is slightly less cold tolerant than lychee. Young trees are very susceptible to freezing temperatures with severe damage at 29° to 31°F (-1 to –0.5°C) and may be killed at 26° to 28°F (-2 to –3°C). Older trees are more cold tolerant but branches are injured at 25° to 26°F (-3 to -4°C) with very severe damage or death below 24°F (-4°C). Angin Longan trees are tolerant of windy conditions and young trees can generally be established on windy sites. Mature trees pruned to limit their hieght to 10 to 20 ft (3.1-6.1 m) are more likely to survive hurricane force winds. The most common damage from hurricane winds is toppling over of the trees and loss of most limbs. Windy, dry, cool weather during flowering desiccates flowers and reduces fruit set. Garam Longan is not tolerant of saline soil and water conditions. Symptoms of salt stress include marginal and tip necrosis of leaves, leaf browning and drop, stem dieback, and tree death. Perbanyakan Tanaman 12 Longan may be grown from seed, however, cultivars do not come true from seed, may be slow to bear, and the fruit of inferior quality. Seedlings may be used for selection of new cultivars or rootstocks. Air layering (marcottage) is the most common propagation method used in Florida. April through August is the best time for air layering and roots form within 10 to 12 weeks. Grafting onto seedling rootstock may be done by side veneer or cleft grafting. Seedlings are usually grafted when pencil size (3/8th inch; 8 mm) or larger stem diameter. Trees may be top-worked by grafting onto selected vigorous shoots. Trees may also be propagated by cuttings with mist and bottom heat. Produksi Buah Seedling trees may take up to 6 years to bear fruit, whereas air layered trees may bear fruit 2 to 3 years after planting. In general, longan trees bear erratically (i.e., not every year) and in some years little to no fruit is produced. Yields from individual mature trees may range from 50 to over 500 lbs (23-227 kg). Jarak Tanam Longans grow fairly fast and at maturity, are large trees. Homeowners should plant longan trees 22 to 25 ft (6.7-7.6 m) or more away from other trees and structures. Trees planted too close to other trees or structures may not grow normally or produce much fruit due to shading. Kualitas Tanah Longan trees thrive on various soil types provided they are well drained. They do well on sandy loams, sand and calcareous, rocky soils of south Florida. Penanaman Klengkeng Properly planting a longan tree is one of the most important steps in successfully establishing and growing a strong, productive tree. The first step is to choose a healthy nursery tree. Commonly, nursery longan trees are grown in 3 gallon containers and trees stand 2 to 4 ft (0.6-0.9 m) from the soil media. Large trees in smaller containers should be avoided as the root system may be "root bound". This means all the available space in the container has been filled with roots to the point that the root system becomes compacted within the container. Root bound root systems may not grow properly once planted in the ground. Inspect the tree for insect pests and diseases and inspect the trunk of the tree for wounds and constrictions. Select a healthy tree and water it regularly in preparation for planting in the ground. Planting may be done at any time in south Florida if there is access to water. Otherwise, the best time to plant is in late spring or early summer during the rainy season. Pemilihan Lokasi 13 In general, longan trees should be planted in full sun for best growth and fruit production. Select a part of the landscape away from other trees, buildings and structures, and powerlines. Remember longan trees can become very large if not pruned to contain their size. Select the warmest area of the landscape that does not flood (or remain wet) after typical summer rainfall events. Penanaman Tanah Berpasir Many areas in Florida have sandy soil. Remove a 3 to 10 ft (0.9-3.1 m) diameter ring of grass sod. Dig a hole 3 to 4 times the diameter and 3 times a deep as the container the longan tree has come in. Making a large hole loosens the soil adjacent to the new tree making it easy for the roots to expand into the adjacent soil. It is not necessary to apply fertilizer, topsoil, or compost to the hole. In fact, placing topsoil or compost in the hole first and then planting on top of it is not desirable. If you wish to add topsoil or compost to the native soil, mix it with the soil excavated from making the hole in no more than a 50-50 ratio. Backfill the hole with some of the native soil removed to make the hole. Remove the tree from the container and place it in the hole so that the top of the soil media in the container is level with or slightly above the surrounding soil level. Fill soil in around the tree roots and tamp slightly to remove air pockets. Immediately water the soil around the tree and tree roots. Staking the tree with a wooden or bamboo stake is optional. However, do not use wire or nylon rope to tie the tree to the stake as they may eventually damage the tree trunk as it grows. Use a cotton or natural fiber string that will degrade slowly. Penanaman tanah berbatu Many areas in Miami-Dade County have a very shallow soil and several inches below the soil surface is a hard calcareous bedrock. Remove a 3 to 10 ft (0.9-3.1 m) diameter ring of grass sod. Make a hole 3 to 4 times the diameter and 3 times a deep as the container the longan tree has come in. To dig a hole there are several options use a pick and digging bar to break up the rock or contract with a company that has augering equipment or a backhoe. Plant as described in the previous section. Menanam bibit pada gundukan tanah Di banyak lokasi ternyata muka air tanahnya sangat dangkal, dan sering terjadi genangan air di permukaan tanah setelah hujan lebat. To improve plant survival consider planting fruit trees on a 2 to 3 ft (0.6-0.9 m) (1.2-3.1 m) high by 4 to 10 ft diameter mound of native soil. After the mound is made, dig a hole 3 to 4 times the diameter and 3 times a deep as the container the longan tree has come in. In areas where the bedrock nearly comes to the surface (rockland soil) follow the recommendations for the previous section. In areas with sandy soil follow the recommendations from the section on planting in sandy soil. Pemeliharaan Pohon 14 Longan trees in the home landscape are susceptible to trunk injury caused by lawn mowers and weed eaters. Maintain a grass-free area 2 to 5 or more away from the trunk of the tree. Never hit the tree trunk with lawn mowing equipment and never use a weed eater near the tree trunk. Mechanical damage to the trunk of the tree will result in weakening the tree and if severe enough can cause the tree to dieback or die. Roots of mature longan trees spread beyond the drip-line of the tree canopy and heavy fertilization of the lawn adjacent to longan tree is not recommended and may reduce fruiting and or fruit quality. The use of lawn sprinkler systems on a timer may result in over watering and cause longan tree to decline. This is because too much water, too often is being applied which results in root rot. Mulsa Mulching longan trees in the home landscape helps retain soil moisture, reduces weed problems adjacent to the tree trunk, and improves the soil near the surface. Mulch with a 2 to 6 inch (5-15 cm) layer of bark, wood chips, or similar mulch material. Keep mulch 8 to 12 inches (20-30 cm) from the trunk. Pemangkasan Young longan trees are usually not trained in south Florida. However, young longan trees typically produce 2 to 5 long branches; making a scraggly tree structure with few terminals. However, several techniques will improve tree structure and bearing surface area. At planting or soon afterward, remove limbs with a narrow crotch angle. To force new shoot growth and increase the number of new shoots either bend long upright limbs to a horizontal position by tying or head back upright limbs. Shoot tip removal (removing 1-2 inches of the end of new shoots), once or twice during spring and summer will increase branching and make the tree more compact. Tree size control is done to facilitate spraying and picking and to maintain high light levels from the bottom to the top of the tree. It also greatly reduces the potential damage sustained due to hurricanes and strong winds. As trees mature, most of the pruning is done to control tree size (height and width), and to maintain production of the lower tree canopy and light on all sides of the canopy. Longan trees in the home landscape may be pruned by hand or with gas/oil or electrical cutting tools by selectively thinning out a few moderate and small sized limbs each year. Trees kept 10 to 15 ft high (3.1-4.6 m) and 15 to 30 ft (4.6-9.1 m) wide are easier to care for and pick. They are also less likely to topple during strong winds. If the canopy of the tree becomes too dense, selective removal of some branches will increase air circulation and light penetration. Fotosintesis daun Klengkeng 15 Kurva variasi tahunan fotosintesis daun lengkeng menunjukkan dua puncak, yaitu pada bulan June dan Agustus. Laju fotosintesis neto (Pn) lebih tinggi selama periode Mei hingga September. Kurva variasi harian Pn selama musim semi (May) menunjukkan satu puncak yaitu pada tengah ahri. Variasi Pn harian pada musim panas (July) menunjukkan dua puncak. Puncak pertama terjadi pada pukul 10.00 a.m. , puncak ke dua dan lebih kecil terjadi pada pukul 16:00 p.m. Pada kondisi cuaca yang baik, ada model kurva dengan dua puncak yang disebut "midday slump". Akan tetapi pada kondisi berawan, fenomena "midday slump” tidak terjadi. Pada kondisi sangat berawan, hanya ada satu puncak dan nilai Pn relative rendah. Umur daun pada saat terjadi perubahan Pn dari negative menjadi positif adalah 7- 10 hari. Pada umur daun 30- 40 hari, ternyata daun lengkeng paling efisien menyerap radiasi aktif fotosintetik (PAR), dan menunjukkan nilai Pn tertinggi. Pn mulai menurun secara bertahap setelah umru daun mencapai 60 hari. Kurva respon Pn terhadap suhu daun (TL) berbentuk paradola, dimana kisaran TL optimum untuk Pn sangat sempit. Nilai TL optimum photosynthesis adalah 28 ± 2℃ dan 25±2℃ ketika suhu udara ambient (Ta) adalah 27℃ dan 22℃. Titik kompensasi cahaya photosynthesis (LCP) dan titiki jenuh cahaya ( LSP) untuk daun lengkeng adalah 20 – 30 μE·m-2·s-1 dan 600 – 800 μE·m2·s-1. Nilai optimum SRWC untuk Pn berkisar 62% 84%. Tingkat kritis SRWC, pada saat tanaman memerlukan irigasi adalah 38% - 42%. Munculnya bunga lengkeng terjadi 37 hari setelah suhu rendah dan suhu tinggi dengan perlakuan KClO3, sedangkan suhu rendah dengan KClO3 menangguhkan pembungaan, dan suhu tinggi menghambat pembungaan. Efisiensi neto fotosintesis daun menurun pada kondisi suhu rendah dan perlakuan KClO3, kalau dibandingkan dnegan perlakuann suhu tinggi. Laju transpirasi dan konduktivitas stomata keduamnay menurun pada suhu rendah. Setelah 28 hari mengalami suhu rendah, dan kemudian suhunya ditingkatkan, ternyata laju asimilasi neto, laju transpirasi dan konduktivitas stomata meningkat. 16 KEMBANG SEPATU Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman semak suku Malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan tidak berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) yang berwarna putih hingga kuning, oranye hingga merah tua atau merah jambu. Di Sumatera dan Malaysia, kembang sepatu disebut bunga raya. Bunga ini ditetapkan sebagai bunga nasional Malaysia pada tanggal 28 Juli 1960. Orang Jawa menyebutnya kembang worawari. Bunga terdiri dari 5 helai daun kelopak yang dilindungi oleh kelopak tambahan (epicalyx) sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga. Mahkota bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai putik berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan serbuk sari. Biji terdapat di dalam buah berbentuk kapsul berbilik lima. Ciri-ciri Habitus: Perdu, tahunan, tegak, tinggi ± 3 m. Batang: Bulat, berkayu, keras, diameter ± 9 cm, masih muda ungu setelah tua putih kotor. Daun: Tunggal, tepi beringgit, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 10-16 cm, lebar 5-11 cm, hijau muda, hijau. Bunga: Tunggal, bentuk terompet, di ketiak daun, kelopak bentuk lonceng, berbagi lima, hijau kekuningan, mahkota terdiri dari lima belas sampai dua puluh daun mahkota, merah muda, benang sari banyak, tangkai sari merah, kepala sari kuning, putik bentuk tabung, merah. Buah: Kecil, lonjong, diameter ± 4 mm, masih muda putih setelah tua coklat. Biji: Pipih, putih. Akar: Tunggang, coklat muda. Sumber: tanamanobat.org/396/kembang-sepatu/ 17 Kandungan Kimia. Daun, bunga dan akar kembang sepatu mengandung flavonoida. Di samping itu daunnya juga mengandung saponin, dan polifenol, bunga mengandung polifenol, akarnya juga mengandung tanin dan saponin. Khasiat. Daun kembang sepatu berkhasiat sebagai obat demam pada anak-anak, obat batuk dan obat sariawan. Untuk obat demam pada anakanak dipakai ± 25 gram daun segar kembang sepatu, ditambah dengan air 2 sendok makan, ditumbuk sampai lumat, kemudian dibalurkan pada bagian dada punggung dan leher. Pada umumnya tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing. Di daerah tropis atau di rumah kaca tanaman berbunga sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai dari musim panas hingga musim gugur. Bunga berbentuk terompet dengan diameter bunga sekitar 5 cm. hingga 20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar dari dasar bunga. Bunga bisa mekar menghadap ke atas, ke bawah, atau menghadap ke samping. Pada umumnya, tanaman bersifat steril dan tidak menghasilkan buah. Tanaman berkembang biak dengan cara stek, pencangkokan, dan penempelan. Kembang sepatu banyak dijadikan tanaman hias karena bunganya yang cantik. Bunga digunakan untuk menyemir sepatu di India dan sebagai bunga persembahan. Di Tiongkok, bunga yang berwarna merah digunakan sebagai bahan pewarna makanan. Di Indonesia, daun dan bunga digunakan dalam berbagai pengobatan tradisional. Kembang sepatu yang dikeringkan juga diminum sebagai teh. Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis 'Crown of Bohemia' (sumber: kurowski.pl) 18 Tanaman ini mampu menyerap nitrogen sehingga membuat paru-paru kita jadi lega. Namun jangan sekali-sekali menanam bunga kembang sepatu di dekat ruang Radiografi. Tanaman ini berfungsi meneruskan radiasi sehingga berbahaya bagi orang di sekitar tempat radiografi tersebut. (sumber: flickriver.com) 19 POHON TREMBESI Pohon ini mampu menyerap karbondioksida dalam jumlah yang besar, sehingga sangat disarankan untuk ditanam sebagai pohon penghijauan. Namun trambesi membutuhkan lahan yang cukup luas. Pohon ini bernama Trembesi (Samanea Saman). Pohon trembesi dewasa dapat menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari atau cukup dalam menyediakan kebutuhan oksigen untuk dua orang per hari. Pohon ini juga mempunyai kemampuan terhadap polutan dapat menyerap 28.488 kg CO2/pohon/tahun. Pohon ini baik untuk kita tanami di daerah yang mempuanyai tingkat polutan yang cukup meresahkan atau tinggi. Samanea saman (trembesi) yang sering disebut dengan Trembesi (Rain tree) merupakan tanaman pelindung yang mempunyai banyak manfaat. Trembesi dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang mempunyai curah hujan 40 mm/tahun (dry season) atau bahkan dapat hidup lebih lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Trembesi juga dapat hidup di daerah dengan temperatur 20-300oC, maksimum temperatur 25-380oC, minimum 18-200oC, temperatur minimum yang dapat ditoleransi 80oC. Tanaman peneduh hujan ini akan tumbuh 15-25 m (50-80 ft) di tempat terbuka dengan diameter kanopi (payung) lebih besar dari tingginya. Trembesi berbentuk melebar seperti payung (canopy), pohon yang masuk dalam sub famili Mimosaceae dan famili Fabaceae ini biasa ditanam sebagai tumbuhan pembawa keteduhan. Uniknya, daun pohon saman bisa mengerut di saat-saat tertentu, yaitu 1,5 jam sebelum matahari terbenam dan akan kembali mekar saat esok paginya setelah matahari terbit. Jika hujan datang, daun-daunnya kembali menguncup. Bentuk dahannya kecil kecil seperti dahan putri malu. Daun ini tumbuh melebar seperti pohon beringin, tetapi tidak simetris alias tidak seimbang. Bijinya mirip dengan biji kedelai, hanya warna cokelatnya lebih gelap. Bunganya menyerupai bulu-bulu halus yang ujungnya berwarna kuning, sementara pada dasar bunga berwarna merah. Buahnya memanjang, berwarna hitam kala masak dan biasa gugur 20 ketika sehabis matang dalam keadaan terpecah. Setiap panjang tangkainya berukuran 7-10 sentimeter. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik namun sekarang tersebar di seluruh daerah tropika. Di Indonesia, orang menjuluki tanaman ini dengan sebutan Ki Hujan atau trembesi, sementara dalam bahasa Inggris dinamai rain tree (pohon hujan), monkeypod atau saman. Asal muasalnya dari Hawaii, tetapi banyak tersebar di kepulauan Samoa, daratan Mikronesia, Guam, Fiji, Papua Nugini dan Indonesia. Manfaat Trembesi (sumber: matoa.org) Trembesi merupakan jenis pohon yang memiliki kemampuan menyerap karbondioksida dari udara yang sangat besar. Pohon ini mampu menyerap 28.488,39 kg CO2/pohon setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian Hartwell (1967-1971) di Venezuela, akar trembesi dapat digunakan sebagai obat tambahan saat mandi air hangat untuk mencegah kanker. Ekstrak daun trembesi dapat menghambat pertumbuhan mikrobakterium Tuberculosis (Perry, 1980) yang dapat menyebabkan sakit perut. Trembesi juga dapat digunakan sebagai obat flu, sakit kepala dan penyakit usus. Nama latin pohon trembesi ini adalah Samanea Saman (Rain Tree). Pohon ini aslinya hidup di Amerika Selatan dan sekarang secara natural juga hidup dalam cuaca tropis. Secara natural bisa mencapai pertumbuhan sampai ketinggian 25 meter dan diameter 30 meter. 21 (sumber: didut.wordpress.com) Trembesi disebut Pohon Hujan (Rain Tree) karena air yang sering menetes dari tajuknya yang disebabkan kemampuannya menyerap air tanah yang kuat. Daunnya juga sangat sensitif terhadap cahaya dan menutup secara bersamaan dalam cuaca mendung (ataupun gelap) sehingga air hujan dapat menyentuh tanah langsung melewati lebatnya kanopi pohon ini. Rerumputan juga berwarna lebih hijau dibawah pohon hujan dibandingkan dengan rumput disekelilingnya. Pohon ini memang diperuntukkan bagi ruang publik yang sangat luas seperti taman atau taman, halaman sekolah ataupun pekarangan rumah yang mempunyai area tanah yang sangat luas. Ciri pohon trembesi ini sangat mudah dikenali dari karakteristik dahan pohonnya yang akan membentuk seperti bentuk payung. Dan pohon trembesi ini akan tumbuh melebar melebihi ketinggian pohonnya (gak kebayang ademnya kalau ditanam di tengah lapangan Simpang Lima). Dinegara asalnya pohon ini dipergunakan sebagai pohon penyejuk di perkebunan maupun taman. Pohon trembesi juga mampu menyerap CO2 puluhan kali dari pohon biasa. Pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton karbondiokasida setiap tahunnya. Bandingkan dengan pohon biasa yang rata-rata mampu menyerap 1 ton CO2 dalam 20 tahun masa hidupnya. Mungkin karena kemampuan menyerap CO2 inilah maka pemerintah meluncurkan program Penanaman 1 Miliar Pohon tahun 2010 dengan trembesi sebagai pohon utama untuk ditanam. Tetap masih ada pro dan kontra terhadap penanaman pohon trembesi ini. Kemampuan pohon trembesi menyerap air tanah yang sangat kuat sehingga ditakutkan malah akan mengurangi ketersediaan air tanah. Yang kedua karena tanaman yang hidup di bawah pohon trembesi tidak akan dapat bertahan karena perindang yang cukup lebat sehingga tanaman dibawahnya tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup. 22 Budidaya Trembesi Perkembangbiakan trembesi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pembibitan (metode yang biasanya digunakan), pemotongan dahan, ranting, batang dengan cara pencangkokan. Proses pembibitan untuk skala besar dapat menggunakan biji trembesi dengan cara : Perkecambahan biji akan tumbuh dengan baik sekitar 36-50% tanpa perlakuan. Perkecambahan biji yang tidak diperlakuan akan tumbuh di tahun pertama penyimpanan biji Pembibitan biji dapat dilakukan dengan memberi perlakuan tertentu pada biji trembesi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih cepat, yaitu dengan memasukkan biji dalam air selama 1-2 menit dengan suhu 800C (1760F) dengan voluem air 5x lebih banyak dari volume biji, aduk biji kemudian keringkan. Rendam biji dalam air hangat dengan suhu 30-400 C (86-1040F )selama 24 jam. Metode ini akan membnatu perkecambahan biji 90-100%. (Craig and George, tanpa tahun). Skarifikasi biji (pengelupasan biji) akan tampak 3-5 hari setelah perlekuan dengan menyimpannya dalam tempat teduh dengan pemberian air yang konstan untuk membantu pertumbuhan biji. Bibit trembesi 50-100 cm (sumber: semai-semai.blogspot.com) Perkecambahan biji trembesi dalam polibag (sumber: mediaindonesia.com) 23 Biji trembesi dikecambahkan dulu, setelah itu bibit muda dapat ditanam di lahan. Saat itu panjang bibit kecambah 20-30 m. Bibit yang mempunyai diameter >10 mm dapat lebih bertahan dari air hujan. Perkiraan ukuran bibit saat penanaman yaitu ketika mempunyai tinggi sekitar 15-30 cm (6-12 inci) dengan panjang akar sekitar 10 cm (4 inci) dan panjnag batang mencapai 20 cm (8 inci). Diameter batang dari bibit harus mencapai 5-30 mm. Penanaman ini dapat dilakukan di pasir (tempat pembibitan) atau di tanam di polybag yang berukuran 10×20 cm dengan komposisi 3:1:1 (tanah : pasir : kompos). Perawatan bibit diperlukan untuk menjaga bibit agar bisa tumbuh besar terutama dari serangan hama dan terpaan angin. Perawatan ini dilakukan sampai tanaman menjadi lebih tinggi dan siap untuk melindungi. Pohon trembesi pada koridor jalan raya Jalan raya di kawasan Novena, Singapura. Nampaknya tipikal penghijauan di Singapura hampir sama. Pohonnya besar-besar, rimbun dan teduh. Kebanyakan merupakan jenis pohon trembesi, ciri khasnya pohon ini berupa ranting dan dahan pada bagian bawah, namun rimbun penuh daun pada bagian atasnya (sumber: erwin4rch.wordpress.com). POHON MAHONI Mahoni adalah anggota suku Meliaceae yang mencakup 50 genera dan 550 spesies tanaman kayu. Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat 24 telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai. Buah mahoni untuk pengobatan Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air. Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins. Flavonolds sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Sementara itu, saponins memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa juga untuk mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah. 25 Mahoni (Swietenia mahagoni)West Indian Mahogany berasal dari Caribbean, southern Florida, Tinggi tajuknya dapat mencapai 30meter denga batang yang sangat keras dan daun yang tidak mudah rontok sehingga cocok digunakan sebagai pohon pelindung. (Sumber: sabrinaflora.com) Tajuk pohon mahoni berbentuk kubah, daun berwarna hijau gelap, rapat dan menggugurkan daun. Setelah daun gugur akan segera muncul tunas-tunas muda berwarna hijau muda. Kedudukan daun bersilangan pada ranting dengan ukuran daun lebih besar dibanding Swietenia mahagony. Mahoni berbuah pada umur 10-15 tahun, buah masak pada periode April Juli. Buahnya cukup keras dengan panjang 5-15 cm, diameter 3-6 cm, umumnya memiliki 5 ruang berbentuk kapsul dan merekah pada saat masak. Buah merekah mulai dari pangkal buah dan terdapat 5 kolom lancip memanjang hingga ujungnya, dimana pada bagian ini sayap dan benih saling menempel. Secara komersial jenis ini tidak berarti apabila dalam jumlah yang kecil, dan akan berpotensi apabila ditanam dalam jumlah skala yang besar, terutama di daerah kering yang akan menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik. Jenis ini juga sering digunakan pada kegiatan agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan sebagai tanaman turus jalan. Kayu mahoni memiliki kelas kuat II dan kelas awet II-III. Kayu ini dapat digunakan untuk kayu perkakas dan bahan bangunan. Selain kayu, bijinya dikenal dapat digunakan sebagai obat penyembuh sakit gula. Tanaman mahoni banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang besar cocok untuk berteduh. Disamping itu karena sifatnya yang tahan panas/hidup di tanah gersang sehingga tanaman ini tetap bertahan menghiasi tepi jalan di beberapa daerah. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah barang baru, karena sejak jaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, pohon asan, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan Daendels (dari Merak sampai Banyuwangi). 26 Sejak 20 tahun terakhir, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meubeler, furniture, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayunya berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua. Untuk pohon yang tua kayunya berwarna merah kecoklatan. Ada beberapa jenis mahoni yaitu berdaun kecil (Swietenia mahagoni) dan berdaun lebar (Swietenia macrophilea). Swietenia mahagoni kualitas kayunya lebih bagus dibanding Swietenia macrophilea. Sedangkan kelebihan Swietenia macrophilea adalah lebih cepat tumbuh menjadi besar dan kayunya lempeng. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit pohon ini akan menjadi kuning dan wantek (tidak luntur). Sedangkan getahnya yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem (perekat), dan daunnya untuk pakan ternak. Hutan Rakyat Mahoni (sumber: achmadrivainoor.wordpress.com) Mahoni = RTH Ramah lingkungan Ramah lingkungan = hemat Fakta akibat pemanasan global mendorong lahirnya berbagai inovasi produk industri terus berkembang dalam dunia arsitektur dan bahan bangunan. Konsep pembangunan arsitektur hijau menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan, mulai dari desain, pembangunan, hingga pemeliharaan bangunan itu ke depan. Desain rancang bangunan memerhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi 27 udara dan cahaya alami. Sedikit mungkin menggunakan penerangan lampu dan pengondisi udara pada siang hari. Desain bangunan hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atapatap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah). Mahoni ditanam di RTH perumahan (sumber: forum.tamanroyal.com). Penggunaan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa jenis bahan bangunan ada yang memiliki tingkat kualitas yang memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan sebelum konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga bangunan tetap berkualitas. Survei dilakukan untuk mencari alternatif bahan bangunan yang bersifat praktis, mampu memberi solusi tepat kebutuhan bangunan, dan ramah lingkungan. Hal ini bisa dilihat mulai dari lama waktu proses pengerjaan, tingkat kepraktisan, dan hasil yang diperoleh. Bangunan menggunakan bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan. Beberapa produsen telah membuat produk dengan inovasi baru yang meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan, mengurangi pemakaian sumber daya alam tak terbarukan dengan optimalisasi bahan baku alternatif, dan menghemat penggunaan energi secara keseluruhan. Bahan baku yang ramah lingkungan berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan bumi. Beragam inovasi teknologi 28 proses produksi terus dikembangkan agar industri bahan baku tetap mampu bersahabat dengan alam. Industri bahan bangunan sangat berperan penting untuk menghasilkan bahan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan. Konstruksi yang berkelanjutan dilakukan dengan penggunaan bahanbahan alternatif dan bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi emisi CO2 sehingga lebih rendah daripada kadar normal bahan baku yang diproduksi sebelumnya. Bahan baku alternatif yang digunakan pun beragam. Bahan bangunan juga memengaruhi konsumsi energi di setiap bangunan. Pada saat bangunan didirikan konsumsi energi antara 5-13 persen dan 87-95 persen adalah energi yang dikonsumsi selama masa hidup bangunan. Ruang Terbuka Hijau Mahoni Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemic, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oileh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Berdasarkan bobot kealamian bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan bentuk RTH non alami atau RTH Binaan (Pertanain Kota, Pertamanan Kota dan Lapangan Olahraga), serta Ruang Terbuka Hijau berdasarkan sifat dan karakter ekologis dan Ruang terbuka Hijau berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya. Pada dasarnya fungsi dan manfaat utama RTH adalah Intrinsik yaitu fungsi ekologis, fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Secara ekologis RTH menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan RTH berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural. RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (arsitektural 29 dan hortikultural tanaman/vegetasi) penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu : 1. RTH yang berlokasi minimum. Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen yaitu: a. Kapasitas atau daya dukung alami wilayah. b. Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya). c. Arah dan tujuan pembangunan kota. 2. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH 3. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi) 4. Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota. (sumber: johnalexiss.blogspot.com). Issue penting dalam pengembangan RTH adalah Lemahnya lembaga pengelola RTH dalam pengoptimalan pengelolaan RTH, Lemahnya peran stakeholder, dan Keterbatasan lahan kota untuk RTH, sehingga pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah kota harus menjadi substansi yang terakomodir secara hierarki dalam perundangan dan peraturan serta pedoman tingkatan nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah. Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut 30 sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka terhadap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung menurun. (sumber: www.awkelleys.com/.../Mahogony_ls.jpg) 31 POHON BUNGUR Pohon ini dikenal mampu menyerap polutan udara seperti timbal. Maka kedua pohon ini sebaiknya ditanam untuk penghijauan di kota-kota besar, dekat jalan protokol yang padat lalu lintasnya. Sebaliknya, pohon seperti akasia sebaiknya jangan dijadikan pohon jalur hijau, karena akasia menjadi salah satu pencetus asma. Begitu juga pohon palem yang indah bentuknya, tak begitu besar manfaatnya. Bungur (Lagerstroemia) adalah sejenis tumbuhan berwujud pohon atau perdu yang dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah.Perbanyakan anakannya dari biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat berwarna coklat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan pencangkokan. Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan: bungur biasa/besar/kebo (L. speciosa), pohon besar mencapai 8m, dan bungur jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya) yang lebih kecil, berbentuk perdu. Bungur besar dulu juga banyak ditanam di pekuburan. Kini selain ditanam sengaja di pinggir jalan raya dan halaman rumah, juga banyak tumbuh liar di tepian sungai. Beberapa jenisnya Lagerstroemia anisoptera Lagerstroemia balansae Lagerstroemia calyculata Lagerstroemia caudata Lagerstroemia cristata Lagerstroemia excelsa Lagerstroemia fauriei (bungur Jepang) Lagerstroemia floribunda Lagerstroemia fordii Lagerstroemia glabra Lagerstroemia guilinensis Lagerstroemia indica (bungur Jepang) Lagerstroemia intermedia Lagerstroemia langkawiensis Lagerstroemia micrantha Lagerstroemia minuticarpa Lagerstroemia siamica Lagerstroemia speciosa (bungur besar, bungur pohon) Lagerstroemia stenopetala Lagerstroemia subcostata Lagerstroemia subsessilifolia Lagerstroemia tomentosa Lagerstroemia venusta Lagerstroemia villosa 32 Bungur besar Lagerstroemia indica Nama Latin : Lagerstromeia speciosa Pers Nama Daerah : Bhungor; Wungur; Ketangi; Laban; Wungu Habitat : Tumbuh di tanah gersang dan subur pada hutan atau tanaman pelindung tepi jalan pada dataran 1-900 m dpl. Deskripsi : Pohon, tinggi dapat mencapai 45 m, umumnya antara 25-30 meter, bercabang-cabang. Batang berwarna cokelat pucat sampai merah cokelat. Perbungaan berupa malai, berwarna ungu. Kandungan Bungur : Tanin; Alkaloid; Saponin; Terpena; Glukosa Khasiat Bungur : Khasiat Bungur adalah sebagai Antidiare; Diuretik; Antidiabetik Resep Tradisional Bungur: Kencing manis: Daun bungur segar 8 g; Biji kacang hijau 9 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml. 33 Bungur = Banaba (Lagerstroemia speciosa Linn.) also known as Queen’s Flower, has significant health benefits. Studies have shown that banaba contains corosolic acid (a triterpenoid glycoside), an “insulin-like principle” that helps in reducing blood sugar levels. Therefore, banaba is beneficial for those suffering from diabetes. Banaba is helpful in decreasing triglyceride and cholesterol levels. Banaba has also been shown to be good for the kidneys, promote weight loss, help regulate blood pressure, prevent hyperuricemia and aid the digestive system. (sumber: en.petitchef.com) Pohon bungur di lapangan parkir (sumber: pharm1.pharmazie.uni-greifswald.de) 34 Pohon bungur di tepi lapangan (sumber: tropical-biology.org ) Persyaratan Habitat: Altitude Kurang dari 1500 m dpl. Pencahayaan Radiasi matahari penuh. Temperatur Rataan tahunan 15 - 30 o C. Surah hujan tahunan 1500 - 4500 mm. Tahan kekeringan. Tanah Dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah, tahan kekeringan; tidak tahan tanah saline. 35 Pohon bungur di taman kopta (sumber: pyroenergen.com) Pohon bungur sebagai jalur hijau jalan raya Lagerstroemia speciosa ( Queen's Flower) (sumber: alltheplants.blogspot.com) 36 POHON TANJUNG Tanjung (Mimusops elengi) adalah sejenis pohon yang berasal dari India, Sri Lanka dan Burma. Telah masuk ke Nusantara semenjak berabadabad yang silam, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama seperti tanjong (Bug., Mak.), tanju (Bim.), angkatan, wilaja (Bal.), keupula cangè (Aceh), dan kahekis, karikis, kariskis, rekes (aneka bahasa di Sulut)[1]. Pohon tanjung berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di tamantaman dan sisi jalan. Pohon berukuran sedang, tumbuh hingga ketinggian 15 m. Daundaun tunggal, tersebar, bertangkai panjang; daun yang termuda berambut coklat, yang segera gugur. Helaian daun bundar telur hingga melonjong, panjang 9–16 cm, seperti jangat, bertepi rata namun menggelombang. Bunga berkelamin dua, sendiri atau berdua menggantung di ketiak daun, berbilangan-8, berbau enak semerbak. Kelopak dalam dua karangan, bertaju empat-empat; mahkota dengan tabung lebar dan pendek, dalam dua karangan, 8 dan 16, yang terakhir adalah alat tambahan serupa mahkota, putih kekuning-kuningan. Benang sari 8, berseling dengan staminodia yang ujungnya bergigi. Buah seperti buah buni, berbentuk gelendong, bulat telur panjang seperti peluru, 2–3 cm, akhirnya merah jingga, dengan kelopak yang tidak rontok. Bunganya yang wangi mudah rontok dan dikumpulkan di pagi hari untuk mengharumkan pakaian, ruangan atau untuk hiasan. Bunga ini, dan aneka bagian tumbuhan lainnya, juga memiliki khasiat obat. Buahnya dapat dimakan. Air rebusan pepagannya digunakan sebagai obat penguat dan obat demam. Rebusan pepagan beserta bunganya digunakan untuk mengatasi murus yang disertai demam. Daun segar yang digerus halus digunakan sebagai tapal obat sakit kepala; daun yang dirajang sebagaimana tembakau, dicampur sedikit serutan kayu secang dan dilinting dengan daun pisang, digunakan sebagai rokok untuk mengobati seriawan mulut. Kayunya padat, berat, dan keras. Kayu dari varietas parvifolia yang biasa tumbuh dekat pantai dipilih sebagai bahan pasak dalam pembuatan perahu, untuk tangkai tombak dan tangkai perkakas lain, almari dan mebel, serta untuk tiang rumah. Varietas ini bisa tumbuh setinggi 25 m dan segemang 40 cm. Kayu tanjung juga baik untuk dijadikan bahan ukiran, patung, penutup lantai, jembatan, dan bantalan rel kereta api. Sifat-sifat kayu Kayu teras tanjung coklat tua, sedangkan kayu gubalnya berwarna lebih muda dengan batas-batas yang jelas. Teksturnya halus dan merata, dengan arah serat lurus, agak bergelombang atau sedikit berpadu. Berat jenis kayu berkisar antara 0,92–1,12 (rata-rata 1,00), dan termasuk kelas kuat I. Kayu tanjung tergolong mudah dikerjakan dengan hasil yang amat baik; ia dapat diserut, dibor, dilubangi persegi, dan diamplas dengan hasil yang sangat baik; serta dibentuk dan dibubut dengan hasil yang baik hingga sangat baik. Keawetan kayu tanjung termasuk dalam kelas I-II; daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II, sementara terhadap rayap 37 kayu kering termasuk kelas IV (tidak awet). Dalam pada itu, keterawetannya tergolong sedang. Sayangnya, kayu tanjung tidak mudah dikeringkan dengan hasil baik. Kayu ini cenderung melengkung, pecah ujung dan retak-retak permukaannya apabila dikeringkan. Meskipun relatif mudah dikupas, akan tetapi venir (lembaran tipis bahan kayu lapis) yang dihasilkan cenderung menggelombang. Pengeringan alami harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu lama; pengeringan papan setebal 3 cm (dari kadar air 39% hingga 15%) membutuhkan waktu sekitar 63 hari. Keterangan: 1: habit pohon; 2 : ranting berbunga; 3: bunga; 4: benangsari dan putik; 5: buah. Ekologi Pohon Tanjung Alam lingkungan alaminya di Asia, Mimusops elengi banyak ditemukan di dataran rendah dekat laut, tetapi juga ditemukan di dataran hingga ketinggian 600 m dpl. Ia dapat bertahan hidup pada kondisi iklim perhumid atau curah hujan musiman, tetapi juga dapat dijumpai dalam habitat kering musiman. Ia dapat tahan genangan hingga 2 bulan. Ia memerlukan tanah yang relative subur. 38 Sumber: flickr.com Perbanyakan tanaman dan Penanaman Mimusops elengi dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang. Biji dapat tahan disimpan selama 9 bulan, dan mmerlukan ‘after-ripening’ selama bulan pertama penyimpanannya. Ada sekitar 2000 biji kering setiap kilogram. Biji dapat berkecambah dalam waktu 17–82 hari dan laju perkecambahannya 70–90%. Biji dapat dikecambahkan dengan polibag. Bibit tanaman ini dapat ditanam di lahan kalau tingginya sudah 20–30 cm. Keberhasilan bibit stek untuk menumbuhkan akarnya sebesar 70-90%; ukuran stek ini panjangnya 10–15 cm dan diameternya 0.5–1 cm. Perawatan Mimusops elengi tahan naungan; ia mampu bertahan hidup dan bereproduksi dengan baik pada kondisi naungan yang rapat. Perkebunan Mimusops elengi telah berhasil dikembangkan di Sri Lanka. Hama dan Penyakit Penyakit daun yang dapat menyerang Mimusops elengi adalah Colletotrichum gloeosporioides. Tingkat kematian bibit tanaman ini dapat mencapai 20% disebabkan oleh penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Cylindrocladium spp. Genetik POHON TANJUNG BERANEKA RAGAM UKURANNYA, tergantung dari asal-usulnya. Hal ini merupakan peluang bagi usaha seleksi dan pemuliaannya. Di beberapa Negara Asia (seperti Philippines), Mimusops elengi dikelompokkan menjadi pohon kayu industry yang bernilai ekonomi sangat tinggi. Prospeknya 39 Pohon tanjung mempunyai kayu yang kualitasnya sangat bagus, sehingga berpeluang diusahakan secara industrial; di Africa banyak digunakan sebagai pohon naungan dan pohon hias. Pohon tanjung dalam jalur hijau jalan raya Mimusops elengi trees in Quang Trung Soft Ward city (Sumber: flickr.com) 40 BAMBU Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga memberikan manfaat pada manusia. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat . Karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam. Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis, antara lain, bila dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick); barang kerajinan (furniture); bahan lantai (flooring); bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal. Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhirakhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan penghara industri supit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain. Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Pada Lampiran I terdapat daftar jenis bambu yang diperkirakan tumbuh di Indonesia, tetapi tidak semuanya merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis 41 bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam. Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potonganpotongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering. Konservasi alam sangat idealis dan ngetrend diperbincangkan saat orang berbicara seputar kualitas lingkungan dan polusi. Idealisme inipun sangat gencar disuarakan pencinta alam dan lingkungan hidup. Namun tidak semudah membalikkan telapak tangan karena membutuhkan pertimbangan yang terkadang sangat birokratis dan dilematis. Banyak konsep dan terobosan untuk mengatasi dan memelihara lingkungan telah diketahui, namun kenapa sulit ...?? apa kesulitannya... ?? seolah berada dalam suatu lingkaran yang sulit memperoleh ujung dan pangkalnya untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Kita sadari, konservasi alam dalam rangka pemulihan hutan dan fungsi-fungsi hutan terhadap lahan-lahan kritis berbasis tanaman kayu sangat mahal dan membutuhkan perawatan dan waktu panjang. Walaupun kita sadari pemerintah telah berupaya membuat berbagai cara untuk memulihkan kembali fungsi hutan pada lahan terbuka, lahan tidur dan lahan kritis untuk kepentingan masyarakat melalui program hutan kemasyarakatan yang berbasis swadaya masyarakat, namun masih memiliki banyak kendala pengelolaannya. Data CIFOR telah memperkirakan hutan Indonesia sekitar 3,8 juta ha setiap tahun musnah akibat penebangan. Memperhatikan kondisi demikian, berarti pemerintah perlu melakukan kebijakan jangka pendek untuk menyelamatkan sumber daya alam hutan serta menjaga keseimbangan ekosistim, ekologi hutan dan plasma nuftah serta mengatasi kekeringan dan kerusakan habitat sumber daya alam yang ada. Langkah bijaksana yang dapat diambil dalam jangka waktu pendek terutama untuk melindungi DAS adalah dengan menggunakan bamboo sebagai tanaman reboisasi. Pertimbangan menggunakan bamboo sebagai tanaman untuk penghijauan karena memiliki pertumbuhan sangat cepat, investasi kecil, tidak membutuhkan perawatan khusus, dalam usia 3 – 5 tahun telah memperoleh pertumbuhan mantap dan dapat dipanen setiap tahun. Selain itu dapat dilakukan penanaman campuran secara silang dengan tanaman 42 berkayu (pohon) untuk tujuan pemulihan fungsi hutan kembali dalam jangka pendek. Utthan centre dalam upaya konservasi pada lahan bekas penambangan batu di India melakukan penanaman hutan bamboo seluas 106 ha, ternyata dalam waktu 4 tahun permukaan air bawah tanah meningkat 6,3 meter dan seluruh areal penanaman menghijau serta memberi pekerjaan kepada sekitar 80% penduduk setempat dan menambah pendapatan masyarakat melalui industri kerajinan bamboo. (Tewari, 1980 dalam Garland 2004) Hasil studi Akademi Beijing dan Xu Xiaoging, melakukan inventarisasi dan perencanaan hutan dengan melakukan studi banding hutan pinus dan bamboo pada DAS ternyata bamboo menambah 240% air bawah tanah lebih besar dibandingkan hutan pinus. (Bareis, 1998, dalam Garland 2004)) Bamboo sebagai pilihan utama untuk reboisasi pada daerah aliran sungai terutama lokasi sumber tangkapan air, karena memiliki kemampuan mempengaruhi retensi air dalam lapisan topsoil yang mampu meningkatkan aliran air bawah tanah sangat nyata. China selain pertimbangan nilai konservasi menanam hutan bamboo untuk kepentingan sumber air dan irigasi terdapat perhitungan ekonomis yang memiliki nilai komersial tinggi, didukung nilai adat dan budaya telah melakukan penanaman hutan bambu seluas 4,3 juta ha yang mampu menghasilkan bambu sebanyak 14,2 juta ton/tahun. Kondisi hutan bamboo di China telah mencapai 3 % dari total hutan dan telah berhasil memberi kontribusi sekitar 25% dari total ekspor sebesar US $ 2,8 milyard (SFA, 1999, dalam Garland, 2004).. Suksesnya penanaman bamboo di Negara Asia lainnya, telah memberikan dorongan strategi Indonesia untuk melakukan gebrakan secara nasional untuk menyelamatkan sumber daya alam hutan khususnya daerah aliran sungai dan sumber tangkapan air dalam jangka pendek, sehingga ancaman kekeringan yang diprediksi dengan efek pemanasan global ke depan dapat diatasi dengan menggunakan bamboo sebagai tumbuhan yang perlu mendapat perhatian untuk reboisasi. Bambu dan manfaatnya sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1995, namun pertimbangan eksploitasi kayu lebih mendapat perhatian utama karena memiliki nilai komersial diperhitungkan lebih tinggi dari bamboo. JENIS BAMBU DI INDONESIA No. Nama botani 1 Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend. Bambusa arundinacea (Retz.) Wild. Bambusa atra Lindl. Bambusa balcooa Roxb. 2 3 4 - Daerah ditemukan Jawa Pring ori Jawa, Sulawesi Loleba - Maluku Jawa Nama lokal 43 Bambu duri 7 8 9 10 Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f. Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro. Bambusa horsfieldii Munro. Bambusa polymorpha Munro. Bambusa tulda Munro. Bambusa vulgaris Schard. 11 Dendrocalamus asper Bambu petung 12 Bambu sembilang Bambu batu 14 Dendrocalamus giganteus Munro. Dendrocalamus strictur (Roxb) Ness. Dinochloa scandens O.K. 15 16 Gigantochloa apus Kurz. Gigantochloa atroviolacea 17 Gigantochloa atter 18 Gigantochloa achmadii Widjaja. Gigantochloa hasskarliana 5 6 13 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Gigantochloa levis (Blanco) Merr. Gigantochloa manggong Widjaja. Gigantochloa nigrocillata Kurz Gigantochloa pruriens Gigantochloa psedoarundinaceae Gigantochloa ridleyi Holtum. Gigantochloa robusta Kurz. Gigantochloa waryi Gamble Melocanna bacifera (Roxb) Kurz. Nastus elegantissimus (Hassk) Holt. Phyllostachys aurea A&Ch. Bambu pagar, cendani Bambu embong Awi ampel, haur Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa, Sumatera, Kalimantan, Maluku Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Jawa Jawa Bambu cangkoreh, Kadalan Bambu apus, tali Bambu hitam, wulung Bambu ater, jawa benel, buluh Buluh apus Jawa Bambu lengka tali Buluh suluk Jawa, Bali, Sumatera Kalimantan Bambu manggong Bambu lengka, terung terasi Buluh rengen Bambu andong, gambang surat Tiyang kaas Bambu mayan, temen serit Buluh dabo - Jawa Bambu eul-eul Jawa bambu uncea Jawa Jawa Jawa Jawa Sumatera Jawa Sumatera Jawa Bali Jawa, Bali, Sumatera Sumatera Jawa 44 31 Riviera Schizotachyum blunei Ness. Bambu wuluh, tamiang 32 Schizotachyum brachycladum Kuez. Buluh nehe, awi buluh, ute wanat, tomula 33 Schizotachyum candatum Backer ex Heyne Schizotachyum lima (Blanco) Merr. Buluh bungkok 35 Schizotachyum longispiculata Kurz. Bambu jalur 36 Schizotachyum zollingeri Stend. Bambu jala, cakeutreuk 34 Bambu toi Jawa, Nusa Tenggara Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku Sumatera Sulawesi, Maluku, Irian Jaya Jawa, Sumatera, Kalimantan Jawa, Sumatera Bambu : Aneka kultivar ekonomis. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bambu Sembilang (Dendrocalamus giganteus), berwarna hijau muda hingga hijau tua, panjang ruas 50-60 cm, diameter batang hingga ketinggian 4 meter mencapai 20-25 cm, ketebalan di bagian pangkal 3 cm, cocok untuk bahan baku kertas, pulp, chopstick, particle board, pelapis dinding bangunan. Umur panen 1-1.5 tahun. Jenis bambu ini disarankan untuk ditanam di dalam kawasan hutan. Bambu Petung, cocok untuk ditanam di kawasan hutan dan lahan-lahan milik yang curam Bambu Apus, batangnya cocok untuk bahan anyaman Bambu Jepang (Dracaena godseffiana), jenis bambu hias dalam ruangan, pertumbuhannya tahan naungan, mudah diperbanyak dengan stek. Bambu taman (Arundinaria suberecta), bambu kerdil, bambu hias untuk taman-taman terbuka, daunnya kecil-kecil, tahan kering. Bambu kuning (Bambusa vulgaris), batangnya kuning keemasan bergaris hijau, panjangnya mencapai 500 - 700 cm , diameternya 8-10 cm, cocok untuk bahan/ material bangunan Bambu Jawa (Gigantochloa aspera), batangnya sangat cocok untuk bahan bangunan, warnanya hijau, panjangnya mencapai 12-15 m, diameternya 15-20 cm Bambu Loreng (Ochlandra maculata), batangnya loreng coklat, panjangnya mencapai 20 m, daunnya besar-panjang-lebar, digunakan sebagai bahan meubeler (furniture) 45 Pola Penanaman: Bambu (1). Tanaman Monokultur dalam kawasan hutan Pada saat tanaman bambu masih muda dapat dilakukan sistem tumpangsari, dan pada saat tanaman bambu sudah dewasa dapat ditempuh sistem penanaman di bawah tegakan. (2). Cara Pertanaman Lorong menurut Garis Tinggi Saat penanaman sebaiknya tanah dibuat lorong (hedge-row) lebih dahulu mengikuti garis tinggi. Jarak dalam baris pada tinggi yang sama dapat ditentukan misalnya 10-15 m, tetapi jarak dari lorong yang satu ke lorong lain disesuaikan dengan keadaan lapangan. (3). Sistem Kebun Campuran / Pertanaman campuran Pada lahan pekarangan dan lahan tegalan bambu ditanam dalam sistem campuran dengan tanaman yang telah ada. Penanaman bambu pada batas-batas pemilikan lahan, pada petak-petak lahan yang solumnya sangat tipis, atau pada petak - petak lahan yang curam (slope > 25%). Pembibitan dan Penanaman bibit Pembibitan bambu dapat dilakukan dengna metode GGPC, yang terdiri atas dua tahapan, yaitu (1) Tahap pesemaian mata tunas (2-3 bulan), dan (2) pembesaran bibit dalam polibag (3-4 bulan). Perbanyakan Bambu Ada beberapa teknik untuk memperbanyak bambu, yaitu perbanyakan rimpang (rhizoma), potongan batang, atau menggunakan cabang dan biji untuk beberapa jenis bambu besar. Teknik mana yang akan Anda pakai tergantung pada jenis bambunya, dan untuk apa bambu itu akan digunakan. Untuk daerah kering, awal musim hujan adalah waktu terbaik untuk perbanyakan bambu. Namun, jika tersedia cukup air, perbanyakan ini bisa dilakukan kapan saja. 46 Sumber: www.idepfoundation.org/ Perbanyakan dengan Rimpang (Rhizoma) Perbanyakan dengan rimpang cocok untuk penanaman skala kecil karena tingkat keberhasilannya tinggi. Namun, cara ini sedikit lebih sulit dan memerlukan waktu yang lebih banyak. Perbanyakan dengan rimpang bisa dilakukan pada hampir semua jenis bambu, namun rimpang dari spesies bamboo yang besar biasanya terlalu sulit untuk digali. Oleh karenanya, perbanyakan dengan rimpang paling cocok diterapkan pada spesies-spesies bambu yang kecil dengan banyak rimpang dan rumpun. 1. 2. 3. 4. 5. Langkah-langkah perbanyakan dengan rimpang: Pilihlah rimpang dan rumpun bambu yang ingin Anda perbanyak, batang berumur satu tahun dari rumpun bambu bagian luar adalah yang paling gampang dan paling baik. Potonglah batang itu tiga atau empat buku di atas permukaan tanah. Potong lagi pada rimpang, di bagian rimpang itu menyatu dengan rimpang berikutnya. Biasanya ini mengarah ke tengah rumpun. Galilah akar dan tanahnya sekitar 10-15 cm dari pangkalnya sehingga ketika Anda mencabut rimpangnya, masih ada akar dan tanah yang melekat. Jagalah agar rimpang dan akarnya tetap basah hingga penanaman, atau sebaiknya langsung ditanam. Basahi juga daunnya dengan air. Jagalah agar rimpang dan akarnya tidak terkena sinar matahari. Tanamlah rimpang itu sedalam kira-kira 15 cm, dan sirami dengan air. Berikan pupuk atau kompos dan lapisan mulsa di sekitarnya. Daun dan cabang yang baru akan tumbuh dari ruas-ruas bambu dan pada awal musim hujan akan tumbuh tunas baru dari rimpan tersebut. Terkadang tunas baru akan langsung tumbuh. 47 Sumber: www.idepfoundation.org/ Perbanyakan dengan Potongan Batang Perbanyakan dengan potongan batang baik untuk perkebunan besar dan untuk penahan angin karena lebih mudah dan memerlukan waktu yang lebih singkat. Namun, tingkat keberhasilan teknik perbanyakan ini lebih kecil. Teknik ini paling cocok untuk jenis bambu besar, yang terlalu sulit untuk diperbanyak dengan rimpang. Langkah-langkah perbanyakan dengan batang: 1. 2. 3. Pilihlah batang bambu yang berumur sekitar 2-3 tahun dan memiliki banyak cabang. Potonglah sedekat mungkin dengan tanah, dan kemudian potongpotonglah batangnya sepanjang 1,5 sampai 2 meter. Bersihkan cabang-cabang dan daunnya setelah buku pertama pada tiap potongan, tapi sisakan 2 atau 3 cabang pada satu sisinya. 48 4. 5. Galilah parit dan kuburlah batang bambu itu sedalam kirakira 15 cm. Setelah penanaman, potonglah cabang-cabang yang tersisa pada 2 buku di atas tanah. Ini akan membantu Anda mengetahui di mana bambu itu ditanam. Sirami setiap hari selama satu minggu pertama. Setelah itu, sirami dua kali seminggu selama satu bulan. ketika batang bambu itu sudah mulai bertunas, batang itu sudah siap untuk digali, dipotong, dan ditanam kembali ke tempat yang Anda inginkan. Sumber: www.idepfoundation.org/ Perbanyakan dengan Cabang Pilihlah beberapa cabang bambu yang besar, mereka biasanya ada diujung atas bambu dewasa. Potong cabang ini sedekat mungkin dengan batang utama, sepanjang kira-kira 1m (minimum ada 3 mata tunas). Perlakukan cabang ini seperti menanam stek pada tanah yang subur. Sebaiknya ditanam sedikit miring. Pembibitan Bambu Perbanyakan dengan potongan batang dan cabang dapat juga digunakan untuk menanam bambu di koker. Perbanyakan dengan rimpang tidak cocok untuk ditanam di koker, sebaiknya harus ditanam langsung ke lahan. Menanam Bambu Berkualitas Tinggi Tiap-tiap jenis bambu mempunyai kualitas dan karakter yang berbeda-beda. Menanam berbagai jenis bambu di suatu daerah akan 49 memberi keuntungan kepada masyarakat karena dapat memanfaatkan bambu sesuai dengan kebutuhan yang beraneka ragam. Tiap-tiap orang dalam satu komunitas dapat memanam salah satu jenis bambu dan tukarmenukar bisa saling dilakukan. Untuk menanam bambu berkualitas tinggi, dibutuhkan pasokan unsur hara yang cukup, mengingat tanaman bambu adalah tanaman pemakan berat. Bambu memiliki sistem perakaran yang tumbuh dekat dengan permukaan tanah. Oleh karenanya, sebaiknya bambu diberi pupuk dalam jumlah sedikit tapi teratur, misalnya tiap 3-6 bulan, daripada memberinya dalam jumlah banyak hanya sekali setahun. Pupuk yang cocok digunakan adalah pupuk kandang dan kompos, terutama saat menjelang musim hujan. Pupuk kandang yang paling baik digunakan adalah kotoran babi karena kotoran babi mengandung unsur hara yang lengkap untuk pertumbuhan bambu. Pemberian lapisan mulsa, setebal kira-kira 30 cm, juga akan sangat membantu pertumbuhan bambu. Ketika tanaman bambu berumur 2 tahun, taburkan tipis-tipis bubuk semen pada sekitar pangkal atau rumpunnya (di bawah mulsa). Semen mangandung silika, mineral yang akan membuat bambu menjadi keras dan membantu meningkatkan kualitas batangnya. Uji coba yang pernah dilakukan pada bambu menunjukkan bahwa kayunya lebih kuat jika ditanam pada punggung bukit daripada dekat sungai. Pengelolaan Rumpun Pengelolaan rumpun bambu yang baik akan menghasilkan batang bambu berkualitas tinggi, serta memudahkan pemanenan. Satu rumpun bambu yang dikelola dengan baik akan memiliki batang umurnya bervariasi, dari umur 3, 2, dan 1 tahun, serta tunas-tunas baru. Sebaiknya terdapat 6-8 batang yang seumur pada tiap rumpunnya, jadi ada sekitar 24-32 batang per rumpun. Semuanya harus mendapatkan ruang yang cukup untuk bisa tumbuh dengan baik dan mudah dipanen. Membuka Rumpun Bambu Rumpun bambu yang dikelola dengan baik akan terlihat terbuka dan sehat sehingga memudahkan kita untuk memilih dan menata mana bambu yang siap dipanen dan mana yang masih muda. Rumpun yang tidak dikelola akan terlihat padat dan semrawut, sulit untuk memilih dan mencapai mana batang yang siap dipanen, dan sering ada batang yang mati atau kering di tengah rumpun. Situasi seperti ini akan menyulitkan kita ketika memanennya. Langkah pertama dalam mengelola rumpun adalah dengan memotong semua batang yang sudah tua atau mati. Ini memang sulit dilakukan karena letaknya kadang di tengah-tengah rumpun. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memotong satu sisi rumpun hingga ke tengahnya, kemudian memotong batang yang tua atau mati. Potonglah sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Ini akan menciptakan bentuk yang memungkinkan kita untuk memanen batang yang tua dari tengah rumpun tanpa merusak tunas baru yang biasanya berada di luar rumpun. Penjarangan 50 Hilangkan batang-batang yang rusak, bengkok, atau terlalu berdekatan satu sama lain. Jika rumpun itu pernah dipanen sebelumnya, akan ada banyak bekas-bekas pangkal bambu, sisasisa ini sebaiknya dibersihkan dengan memotongnya sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Ini akan memudahkan kita untuk mencapai bagian tengah rumpun. Pemangkasan Cabang Pangkaslah cabang-cabang yang lebih rendah untuk memudahkan akses ke dalam rumpun. Pemotongan sebaiknya di buku kedua atau ketiga pada cabang yang dipangkas sehingga dapat mencegah jamur untuk mencapai batang. Perkebunan Bambu Bambu bisa ditanam di dekat rumah, di lahan, serta menjadi bagian dari sistem yang dikelola. Perkebunan bambu merupakan cara yang paling efisien untuk menghasilkan bambu berkualitas tinggi. Hasil dari perkebunan bambu juga bias dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbagai macam fungsi, misalnya tunasnya sebagai sayuran, daunnya untuk pakan hewan dan arang bambu, dan rumpun-rumpun bambu tersebut bisa difungsikan sebagai penahan angin, pagar hidup, dan pengendali erosi. Perkebunan Intensif Perkebunan bambu yang intensif adalah suatu perkebunan di mana bambu merupakan tanaman utamanya. Tanamlah bambu dalam baris dengan jarak rumpun 4-6 meter dan jarak antar baris 8-10 meter. Pada lahanlahan yang miring, tanamlah bambu sesuai kontur. Dengan memberi jarak 810 meter antar baris, akan menyediakan banyak ruang pada saat memanen dan mengumpulkan batangnya. Anda juga bias menggembalakan ternak antar baris-baris itu. Perkebunan Campuran Perkebunan campuran adalah perkebunan di mana bambu hanya merupakan salah satu jenis tanaman dari sekian banyak tanaman yang ada, misalnya perkebunan kopi dengan bamboo yang berfungsi sebagai pagar dan penahan angin. Bambu dapat dicampur dengan tanaman yang sama tinggi dengannya, misalnya mangga, kelapa, alpukat, nangka, pohon kayuan, dan tanaman serat. Kombinasi pepohonan yang akan ditanam bersama bambu adalah terserah Anda, tapi jangan lupa untuk menyediakan cukup ruang bagi pemanenan bambu kelak. Hewan juga dapat dimasukkan dalam sistem ini. Menanam bambu pada kontur bukit akan membantu mencegah erosi dan menstabilkan pinggiran suatu terasering. Usahatani bambu Sistem Usahatani Kebun Bambu Monokultur Tanaman bambu mulai dapat dipanen pada umur satu tahun sampai dengan mencapai produksi maksimum mulai umur 5 hingga 15 tahun. Modal 51 investasi usahatani dibutuhkan sampai tanaman berumur satu tahun (sebelum berproduksi). Analisis cash-flow usahatani kebun bambu monokultur Jenis Petung (populasi 100 rumpun/ha) menunjukkan biaya produksi per tahun per hektar sampai dengan umur lima tahun adalah sekitar Rp.250.000 hingga Rp 450.000. Pada tingkat usahatani kebun bambu monokultur umumnya dapat diperoleh keuntungan yang memadai, dengan Net B/C (DF 18%) 2.75 - 4.50, NPV (DF 18%) Rp.2.500.000 - Rp 5.500.000,dan IRR umumnya lebih dari 30%. Sistem penanaman tumpangsari dan PLBT (Penanaman Lahan di bawah Tegakan) akan menghasilkan profit finansial yang lebih baik. (1). Sifat Pengusahaan Secara agroekologis wilayah Kabupaten Pacitan bagian selatan dan sekitarnya cocok untuk budidaya kebun bambu monokultur dan juga pemeliharaannya tidak terlalu sulit. Tanaman bambu umumnya ditanam petani dalam sistem campuran pada lahan pekarangan dan tegalan, sistem budidaya bambu dalam kebun monokultur belum dilakukan oleh petani secara intensif. (2). Intensitas Pengusahaan Perawatan kebun bambu monokultur relatif sangat mudah, mulai dari pembuatan pesemaian/pembibitan, pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pemupukan organik dan pupuk buatan sebagai starter, penyiangan gulma dan pembumbunan BAMBU muda seperlunya. (3). Analisa Biaya dan Pendapatan. Kebun bambu monokultur dapat dipelihara secara intensif oleh petani. Oleh karena itu dikenal dua macam model, yaitu kebun bambu monokultur pada lahan kawasan hutan dengan pemeliharaan secara intensif dan pertanaman bambu campuran yang tidak melakukan usaha pemeliharaan sama sekali. Untuk golongan pertama, biaya pemeliharaan tahun pertama untuk satu rumpun sekitar Rp. 2.000 - 2.250. Ekologi Bambu Bambu adalah tumbuhan pelindung kerusakan tanah yang paling cepat berkembang, melepaskan oksigen 35% lebih banyak daripada jenis tumbuhan lain. Beberapa jenis bambu, setiap hektarnya bahkan menyerap hingga 12 ton karbon dioksida dari udara. Bambu juga dapat menurunkan intensitas cahaya matahari dan melindungi terhadap sinar ultra-violet. Kepercayaan tradisional menyatakan bahwa dalam hutan belukarbambu merupakan tempat favorit Budha, dan kita pun bisa merasakan kembali ketenangan emosi dan merangsang kreativitas. 52 Akarnya di dalam tanah dapat membuat tanah tidak mengalami erosi. Batangnya yang lentur dan kuat dapat menahan laju air atau lumpur jika terjadi air bandang. Bambu merupakan salah satu bahan bangunan yang kuat. Bambu memiliki gaya tarik 28.000 pounds per inci bujursangkar, beda dengan baja ringan yang hanya memiliki gaya tarik 23.000 pounds per inci bujursangkar. Daerah tropis sangat mungkin untuk tanaman bambu dan dapat menciptakan "rumah yang tumbuh sendiri". Maksudnya adalah, lahan kosong yang diperuntukkan untuk perumahan, ditanam pohon bambu terlebih dahulu. Jika telah besar, ditebang dan dijadikan bahan bangunan perumahan tersebut. Di Kosta Rika, 1000 rumah dibangundari bambu setiap tahun hanya dengan bahan yang berasal dari 60 hektar perkebunan bambu. Jika suatu rumah membutuhkan kayu, maka bisa diganti dengan bambu sehingga kita dapat menyelamatkan hutan tropis. Bambu merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui secara cepat. Mungkin dikemudian hari kita tidak akan mengenal lagi istilah "plywood" yaitu triplek yang terbuat dari kayu, tetapi kita akan diperkenalkan dengan "ply boo" yaitu triplek yang terbuat dari bambu (semacam gedhek tapi dengan proses pembuatan dan hasil yang lebih baik). Kini bambu telah banyak digunakan untuk papan bingkai dinding dan lantai keramik; bubur bambu untuk membuat kertas (bukan bubur kertas atau pulp); briquettes/briket arang bambu untuk bahan bakar, bahan baku untuk konstruksi perumahan. Terdapat lebih dari 1500 jenis bambu di bumi. Keragamannya ini membuat bambu dapat sangat beradaptasi pada banyak lingkungan. Dapat dipanen dalam 3-5 tahun bila dibandingkan dengan kayu yang dapat dipanen pada 10-20 tahun. Bambu dapat hidup walaupun dengan tingkat curah hujan yang tinggi antara 30-250 inci setiap tahunan. Industri bambu telah memberikan pendapatan kepada lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia. Dengan tingkat pengembalian laba atas investasi sekitar 3-5 tahun, sangatlah cepat daripada industri rotanyang mempunyai tingkat pengembalian laba atas investasi sekitar 8-10 tahun. Pemerintah India dan Cina, telah mengembangkan kebijakanyang memfokuskan perhatian pada faktor pengembangan ekonomi dan perlindungan alam yang dapat diraih melalui 15 juta hektar hutan bambu cadangan. Di Limon, Kosta Rika, hanya rumah-rumah yang terbuat dari bambu (hasil dari Proyek Bambu Nasional) yang masih bertahan akibat gempa bumi pada tahun 1992. Fleksibel dan ringan, merupakan sifat bambu yang memungkinkan struktur rumah bertahan dari gempa. Bambu merupakan komponen yang sangat indah dalam desain lansekap/tata letak. Bambu menjadikan lingkungan teduh, pemecah angin, hambatan polusi suara, keindahan dan estetika. Hutan Bambu merupakan suatu sistem ekologi yang dapat menjernihkan air dan mengurai limbah melalui aerobik rhizosphere (organisme yang hidup di sistem perakarannya). Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga sistem hidronologis sebagai pengijat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Rumpun bambu di Tatar Sunda disebut dapuran awi juga akan menciptakan iklim mikro di 53 sekitarnya, sedangkan hutan bambu dalam skala luas pada usia yang cukup dapat dikategorikan sebagai satu satuan ekosistem yang lengkap. Kondisi hutan bambu memungkinkan mikro organisme dapat berkembang bersama dalam jalinan rantai makanan yang saling bersimbiosis. Ekosistem hutan bamboo yang ramah lingkungan (Sumber: ourgreenatlanta.com). Bambu mempunyai kecenderungan untuk menumbuhkan rumpun yang meluas ke segala arah, tanaman ini penampilannya bagus dan banyak manfaatnya 54 untuk taman di pekarangan rumah. (sumber: nashvilleveggiegarden.blogspot.com) Urban Bamboo Biofilter Pengembangan taman kota atau hutan kota dengan vegetasi bamboo ternyata bermanfaat ganda, biayanya murah, infrastructure hijau, menyehatkan lingkungan kota. Urban Bamboo Biofilters ini mengintegrasikan fungsi-fungsi ekologis, ekonomi-industri, dan sosil-budaya; termasuk fungsifungsi membersihkan air dan udara kota, menciptakan ekonomi hijau di perkotaan, produk yang renewable, dan bahan bangunan yang sustainable. Bambu sebagai jalur hijau penyejuk jalan (sumber: travelpod.com) Bambu dapat tumbuh pada berbagai kondisi habitat, mempunyai kemampuan untuk mengendalikan perubahan iklim dan menyediakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Bambu juga mempunyai kemampuan menyerap dan menangkap karbon dari udara cukup besar, kemampuan ini lebih besar dibandingkan dengan tanaman eucalyptus. Bambu mempunyai laju pertumbuhan yang sangat cepat, dapat mencapai 1.2 metre dalam sehari. Perakaran bamboo mampu mereduksi erosi tanah hingga 75 %. Hutan bamboo mempunyai karakteristik menyerupai tipe hutan lainnya dalam kaitannya dengan siklus karbon di alam. Bambu menjadi penangkap karbon atmosfir melalui fotosintesisnya, dan mengunci karbon dalam batangnya dan dalam tanah (akar) selama pertumbuhannya. 55 Pada kondisi pengelolaan yang baik, bambu mampu menangkap karbon atmosfir dalam jumlah yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan hutan cemara, dalam periode hidupnya 60 tahun. Bambu di taman kota Magel et al (2005) argue that growth of the new shoots in a bamboo forest occurs as a result of transfer of the energy accumulated in culms through photosynthesis in the previous year. As such, the growth of a bamboo culm is not driven by its own carbon sequestration, but by sequestration in previous seasons in other parts of the bamboo system, and as such growth of new shoots is not an indicator of sequestration rate. On the other hand, Zhou (2009) argues that as the bamboo system requires more inputs in the shooting season of young culms (when new shoots grow), high growth in bamboo shoots can be equated with a high rate of carbon sequestration. It can be argued of course that as long as carbon sequestration is determined by measuring the difference in standing carbon between Year(t+1) and Year(t) (a stock change approach), it doesn’t matter whether and how the relocation of carbon between old and new culms occurs. 56 Therefore in this study, we focus on carbon per unit area, rather than carbon/ culm. Bamboo culms of most species reach maturity after approximately 710 years, after which they deteriorate rapidly, releasing carbon from the above-ground biomass back into the atmosphere (Liese, 2009). Therefore in a natural state, bamboo will reach a stable level of above ground carbon relatively quickly, where carbon accumulation through sequestration is offset by carbon release through deterioration of old culms. In order for the bamboo system to continue to be a net sink, carbon has to be stored in other forms, so that the total accumulation of carbon in a solid state exceeds the carbon released to the atmosphere. Chapters 7 and 8 discuss these questions, amongst other issues that can affect the length of storage of carbon. Carbon Credits for Bamboo Since bamboo is botanically a grass and not a tree, many carbon accounting documents fail to include bamboo, or don’t consider bamboo within forestry. Bamboo therefore does not adequately fit under the terminology for a ‘forest’ in either the Kyoto Protocol, Marrakech Accords or IPCC. If bamboo were to be adequately recognized within ‘forestry,’ bamboo could potentially occupy an important position in climate change mitigation, adaptation, and sustainable development (Lobovikov et al., 2009). Forest definitions are myriad. However, common to most definitions are threshold parameters including minimum forest area, tree height and level of crown cover. Under the Kyoto Protocol, a “forest” is defined according to these three parameters as selected by the host country. To be eligible for voluntary credits and REDD, project forests must meet internationally accepted definitions of what constitutes a forest, e.g., based on UNFCCC hostcountry thresholds or FAO definitions (UNFCCC, 2009). Discussions are ongoing on the acceptance of tall and medium height woody bamboos as trees under UNFCCC and the Kyoto Protocol, and in the future, under REDD and REDD+. The Executive Board of the CDM, in its 39th meeting, decided that “Palm (trees) and bamboos can 57 be considered equivalent to trees in the context of A/R”. However, the final decision on what constitutes a ‘forest’ lies with the country Designated National Authorities (DNAs), therefore potentially affecting whether CDM or other schemes include palms and/or bamboos (Lobovikov et al., 2009). Since bamboo is often managed by rural households with little financial capital for investment, monitoring A/R projects or REDD+ would be impossible without external project funding. Moreover, due to bamboo being outside conventional forestry projects, bamboo projects would face considerable challenges regarding sampling designs, carbon assessment methods and default parameters devised for timber trees (Lobovikov et al., 2009). Any mechanism which generates payments for forest carbon, whether through a fund or a market, will not function effectively unless consistently and effectively regulated. Well-aligned policies depend on well-coordinated institutions and effective governance practices. Coordination depends on information flow and participation particularly at the grassroots level (Saunders et al., 2008), and such policies are currently not yet common for, and not yet adapted to bamboo. However, bamboo forests constitute an important livelihood source for millions of rural people; the current extent of bamboo forests and area of potential distribution justifies amending the IPCC guidelines and additional methodological tools to allow for the inclusion of bamboo in carbon schemes (Lobovikov et al., 2009). To make this happen, more insights are needed in the potential contribution of bamboo to mitigating climate change. Carbon sequestration capacity in bamboo forest ecosystems The study has shown that when compared to Chinese Fir and Eucalyptus in managed plantation sites, bamboo is at least equal to the other species in terms of its carbon sequestration capacity. However, results from studies focusing on bamboo carbon sequestration capacity vary greatly as they adopt different methodologies and management practices. Recent research conducted 58 in China indicates that Moso bamboo plays a significant role in regional and national carbon budgets in China. The adoption of Geographical Information Systems (GIS) and remote sensing has expanded the scope to attempt to estimate biomass stocks (Lu, 2006). The following section presents an analysis of Chinese research focusing on the capacity of bamboo forests to sequester carbon at the ecosystem level (including bamboo, vegetation, and forest soil carbon stocks). An attempt is made to compare the bamboo forest ecosystems with comparable forest ecosystems, whereby the carbon sequestration of each respective forest strata has been analysed to provide more comprehensive results. Analysis of bamboo forests’ carbon sequestration Table 4.1 shows that above-ground carbon sequestration storage capacity of Moso bamboo forests including shrubs and litter has been reported at levels varying between 27-77 t C/ha. The majority of carbon was found to be sequestered in the arbour layer, accounting for 84-99% of the total. The shrub layer and the herbaceous layer accounted for very small contributions, especially in intensively managed forests. Table 4-1 Carbon stock within Moso bamboo ecosystems (t C/ha) Location Stand management Vegetation Soil sampling depth and layer Ecosystem Ref. Arbor plant Shrub Grass Litter Sum 0-20 cm 20-40 cm 40-60 cm Sum Total Lin’an Intensive 32.991 0 0 0.602 33.593 34.017 21.56 12.385 67.962 101.56 Zhou, 2004, 2006a Extensive 29.456 4.166 0.666 0.669 34.957 39.734 22.138 12.309 74.181 109.14 Medium 30.58 3.17 0.481 0.656 34.887 36.96 22.294 12.221 71.475 106.36 Huitong High-yielding 31.97 0 0.64 0.74 33.35 56.91 55.71 26.97 139.59 172.94 Xiao, 2007, 2009 Medium -yielding 25.59 0 0.63 0.53 26.75 49.66 36.04 25.26 110.96 137.71 59 Dagang shan 31.2 3.8 0.2 0.16 35.36 48.66 48.23 17.02 113.91 149.27 Wang 2007 Yong’an Intensive management 74.15 0 0 2.59 76.74 45.34 52.2 53.1 150.64 227.38 Qi, 2009 Medium 61.3 0 0 3.01 64.31 83.55 56.71 57.11 197.36 261.67 Extensive management 51.03 0 0 4.88 55.91 95.41 76 61.15 232.56 288.47 Table 4-1 also shows that the distribution of carbon storage varies between different layers of soil. Within Moso bamboo forests, the carbon storage down to a depth of 60cm is reported to have a range between 68.0 -232.6 t C/ha, which includes rhizomes, roots and soil carbon. The carbon storage decreases with the soil depth. The soil layer between 0-20cm has the highest carbon stock. The reported total bamboo forest ecosystem carbon storage capacity collected for this study ranges between 101.6 t C/ha and 288.5 t C/ha, amongst which 1933% was stored within the bamboo and vegetative layer, and 67-81% was stored within the soil layer, which is about 2-4 times greater than the vegetative layer capacity. The shrub layer accounted for 3.3-5.6% of the carbon stock and the grass and the litter layer accounts for a very limited contribution. The data in Table 4-1 are for forests where bamboo is the main species. However, many noncommercial species are found as minor species in forests dominated by trees. Very little data on 60 the contribution of such bamboos to the carbon stored in those forests is available. Bambu di taman kota San Diego (sumber: http://www.planetware.com) 61 POHON ASAM BELANDA (Pithecellobium dulce) Pithecellobium dulce is a thorny tree which can become weedy. In Hawaii it has a reputation as a pest in grass pastures, but normally only when fields have been left nitrogen-starved. It is a tree with many uses; food (sweet pods), firewood, honey, fodder, soap oil, tannin, hedges and shade--and it can survive hostile climates. The generic name refers to the curly pod, that mimics an ape's earring (pithekos ellobium), and the species name "dulce" refers to the sweet pod. Deskripsi Kandungan Polongnya yang segar terdiri atas 25% kulit, 50% aril, dan 25% biji. Tiap 100 gram aril mengandung 75,8-77,8 g air, 2,3-3 g protein, 0,40,5 .g lemak, 18,2-19,6 g karbohidrat, 1,1-1,2 g serat, 0,6-0,7 g abu, 13 mg kalsium, 42 mg fosfor, 0,5 mg besi, 19 mg natrium, 20,2 mg kalium, 25 I.U. vit. A, 0,24 mg tiamin, 0,1 mg riboflavin, 0,6 mg niasin, dan 133 mg vitamin C. Nilai energinya 330 kJ/100 g. Botani Berperawakan perdu atau pohon kecil, tingginya sampai 10 m, dengan ranting membulat dan tidak berbulu, dilengkapi dengan duri penumpu yang lurus dan berpasangan, panjangnya 410 cm. Daunnya majemuk bersirip ganda mendadak dengan hanya satu pasang anak daun, rakisnya 1-2,5 cm panjangnya; tangkai anak daun beserta rakis panjangnya mencapai 7,5 mm, diakhiri oleh duri penumpu yang kecil; setiap pasang sirip memiliki dua anak daun yang berhadapan, tak bertangkai dan berbentuk bundar telur tidak simetris, berukuran (1,5-3,5) cm x (1-2) cm, tidak berbulu. Perbungaan bertipe malai terminal, berbulu halus, panjangnya mencapai 10 cm; gagang perbungaan itu panjangnya 1-2 cm, menyangga bongkol bulat yang berisi 1520 bunga yang berwarna keputih-putihan; daun kelopak dan daun mahkota berbentuk tabung, panjangnya masing-masing 1,5 mm dan 3, 5 mm; tangkai sarinya berwarna putih. Buahnya (polong) memipih, berbentuk lonjong-memita tetapi menggulung, lebarnya 1 cm, berdaging menjangat, berwarna coklat kemerahan. Bijinya memipih, berbentuk bulat telur sungsang tidak simetris, berukuran 9 mm x 7 mm x 2 mm, berwarna kehitam-hitaman, dengan aril yang tebal, seperti spon, agak kering. Pohon yang ditumbuhkan dari benih memerlukan waktu 5-8 tahun untuk mulai menghasilkan buah. Di Filipina, asam belanda berbunga dari bulan Oktober sampai November dan banyak sekali buah yang matang antara bulan Januari dan Februari; di Jawa Barat, jenis ini berbunga antara bulan April dan Juni dan polong matang 2-3 bulan kemudian, dari bulan Juni sampai Agustus. 62 Pohon asem londo (commons.wikimedia.org) 63 Sumber: http://www.iptek.net.id Daun, bunga dan buah asem-londo (sumber: winrock.org) 64 Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth. (family Leguminosae, subfamily Mimosoideae) is one of 100-200 species in this genus. Pithecellobium dulce is the only species that has become widespread outside its origin. The height of P. dulce is commonly 10-15 meters, but ranges from 5 to 18 m. They are broad-spreading with irregular branches. The bark is grey, becoming rough, furrowed, and then peeling. Leaves are bipinnate, and leaflets oblong to 4 cm in length. Thin spines are in pairs at the base of leaves, and range from 2 to 15 mm in length. Leaves are deciduous. However, new leaf growth coincides with the loss of old leaves, giving the tree an evergreen appearance. The flowers are in small white heads 1 cm in diameter. Each flower has a hairy corolla and calyx surrounding about 50 thin stamens united in a tube at the base. Flowering begins in 3-4 years and is seasonal (April in Hawaii). The pods are pinkish, 1-1.5 cm wide, about 12 cm long, and become spiral as they mature. Seeds are about 10 per pod (9,000 to 26,000/kg), black and shiny, hanging on a reddish thread from the pod. The pod splits along both margins. Syarat Tumbuh tidak menuntut kebutuhan iklim yang tepat, dan dapat tumbuh baik di dataran rendah dan sedang di daerah-daerah basah dan kering dengan cahaya matahari penuh. Meskipun tanah yang sistem pengaliran airnya baik adalah paling cocok, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik juga pada tanah berlempung berat. Pithecellobium dulce thrives in dry warm climates where annual rainfall is 400 to 1650 mm. It is typical of lowlands, but can be found at elevations above 1,500 m in Mexico and East Africa. This species is found on most soil types, including clay, limestone, and sands. Pithecellobium species are noted for their tolerance of heat, salinity, and impoverished soils. They are also tolerant of drought conditions. Pedoman Budidaya Biasanya tanaman ini dapat diperbanyak dengan benih, yang memerlukan waktu sekitar 2 minggu untuk berkecambah. Akan tetapi, pohon yang unggul sebaiknya diperbanyak secara vegetatif dengan pencangkokan, penyambungan, atau penempelan. Seed viability is Long under dry cool storage. No pretreatment is necessary . For seeds to germinate, although nicking may improve And hasten the process. Germination occurs quickly, Normally in 1-2 days. Application of Rhizobium inoculum To seeds is suggested prior to sowing. Successful propagation by cuttings has also bbeen reported. Pithecellobium dulce normally competes successfully with other vegetation. It often establishes in grass ecosystems without the benefit of weed and grass control. Few data are available on its relative growth rate, but it appears to be intermediate in growth to the slower Prosopis spp. and the faster Leucaena spp. Height growth can reach 10 meters in 5-6 years under good environmental conditions. 65 Pemeliharaan Setelah ditanam di lapangan, pohon tidak perlu memperoleh perlakuan lain selain pemangkasan berkala. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit tampaknya tidak merupakan masalah yang serius. Simbiosis: Pithecellobium dulce forms root nodules with Rhizobium bacteria. Nodulation is common in all types of soil, but quantitative data on fixation has not been reported. Duri-duri halus dan tajam dapat tumbuh pada ranting-ranting muda, sehingga membatasi pemanfaatannya. Tanaman ini pertumbuhannya cepat dan mudah tumbuh kembali kalau dipangkas. Pohon ini perakarannya tidak terlalu dalam, sehingga mudah roboh kalau tertimpa angin, terutama kalau ditanam dari bibit hasil perbanyakan vegetative. Superficial rooting is not common in drier soils, thus blow-down is less of a problem under such conditions. The sap is said to cause irritating skin welts and severe eye irritation (the latter is common to sap or juice from many legume trees and their fruits). The heavy smoke created by burning limits its usefulness as fuelwood. Pests include the thornbug and several boring and defoliating insects. Panen dan Pasca Panen Polong biasanya dipetik dengan jalan memanjat pohonnya atau menggunakan galah bambu yang panjang. Jika matang, buah akan pecah pada kampuh sebelah bawah dan menampakkan arilnya. Untuk alasan inilah mengapa buah tidak dapat disimpan lama dan harus dimakan dalam beberapa hari saja. Manfaat Tanaman Arilnya dapat dimakan dalam keadaan segar; berasa kelat, tetapi pada klon-klon terseleksi di Filipina arilnya manis dan agak kering serta menepung. Minyak bijinya juga dapat dimakan, sedangkan tepung bijinya digunakan sebagai pakan ternak. Daunnya jika digunakan sebagai plester dapat menghilangkan rasa sakit pada lukaluka penyakit menular, dan dapat menyembuhkan penyakit sawan, serta jika dicampur garam dapat menyembuhkan gangguan pencernaan, tetapi dapat pula menyebabkan keguguran. Kulit akarnya mungkin dapat digunakan untuk mengobati disentri. Tanin (yang biasa digunakan untuk melunakkan kulit) dapat diekstrak dari kulit batang, biji, dan daun; kulit batangnya juga digunakan untuk pewarna jala ikan. Jenis ini merupakan tanaman tepi jalan yang umum di Indonesia, terutama di kotakota, yang dipangkas menjadi tanaman hias yang indah di tepi jalan raya. 66 Pohon asam belanda ini baik juga sebagai pagar hidup, walaupun tidak sepenuhnya anti-kambing, sebab tunas-tunas mudanya dapat dijadikan pakan ternak. Seringnya pemangkasan tidak memungkinkan terjadinya pembungaan dan pembuahan pada tanaman tepi jalan dan tanaman pagar. Mutan yang daunnya berwarnawarni digunakan sebagai tanaman hias pot. Pohon asem-londo ditanam di lapangan parker sebagai pohon peneduh (sumber: myussop-alltheplants.blogspot.com) 67 Pohon asem-londo ditanam di taman-taman kota sebagai pohon peneduh (sumber: myussop-alltheplants.blogspot.com) 68 POHON KENANGA, Canangium odoratum Kenanga (Cananga odorata) adalah nama bunga dari pohon yang memiliki nama yang sama. Ada dua forma kenanga, yakni Cananga odorata forma macrophylla, yang dikenal sebagai kenanga biasa. Kemudian Cananga odorata forma genuina atau kenanga filipina, yang juga disebut ylang-ylang. Selain itu masih dikenal kenanga perdu (Cananga odorata varietas fruticosa), yang banyak ditanam sebagai hiasan di halaman rumah. Pohon kenanga Cananga odorata forma macrophylla tumbuh dengan cepat hingga lebih dari 5 meter per tahun dan mampu mencapai tinggi ratarata 12 meter. Batang pohon kenanga lurus, dengan kayu keras dan cocok untuk bahan peredam suara (akustik). Memerlukan sinar matahari penuh atau sebagian, dan lebih menyukai tanah yang memiliki kandungan asam di dalam habitat aslinya di dalam hutan tadah hujan. Daunnya panjang, halus dan berkilau. Bunganya hijau kekuningan (ada juga yang bersemu dadu, tetapi jarang), menggelung seperti bentuk bintang laut, dan mengandung minyak biang, cananga oil yang wangi. Pohon kenanga ylang-ylang juga berupa pohon, tetapi tidak setinggi pohon kenanga biasa. Kenanga perdu yang biasa ditanam di halaman rumah, hanya bisa tumbuh paling tinggi 3 meter. Bunga dari pohon kenanga, hijau kekuningan (sumber: toptropicals.com) Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) 69 Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Magnoliidae Ordo: Magnoliales Famili: Annonaceae Genus: Cananga Spesies: Cananga odorata (Lamk.) Hook. Buah dari pohon kenanga, hijau kekuningan (sumber: toptropicals.com) Kenanga (Canangium odoratum) adalah tumbuhan berbatang besar sampai diameter 0,1-0,7 meter dengan usia puluhan tahun. Tumbuhan kenangan mempunyai batang yang getas (mudah patah) pada waktu mudanya. Tinggi pohon ini dapat mencapai 5-20 meter. Bunga kenanga akan muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas pohon dengan susunan bunga yang spesifik. Sebuah bunga kenanga terdiri dari 6 lembar daun dengan mahkota berwarna kuning serta dilengkapi 3 lembar daun berwarna hijau. Susunan bunga tersebut majemuk dengan garpu-garpu. Bunga kenanga beraroma harum dan khas. Di pedesaan, kenanga sering dipelihara untuk dipetik bunganya. Tumbuhan liar yang kini mulai jarang ini mudah tumbuh di daerah dataran rendah mulai ketinggian 25-1000 meter di atas permukaan laut. Nama Lokal : Kenanga (Indonesia), Kenanga, Wangsa (Jawa); Kananga (Sunda), Sandat kananga, Sadat wangsa (Bali); Selanga (Aceh), 70 Sandat (Sasak), Ngana-ngana (Nias); Lalangiran, amok, wungurer, pum-pum, luit (Minahasa). Tanaman kenanga dapat ditanam diberbagai tempat, perkebunan, kehutanaan dan hutan kota, pertamanan, jalur hijau jalan raya dan ruang terbuka hijau. Karakteristik. Pohon berukuran medium, tingginya tanaman dapat mencapai 30-35 m dan diameter tajuknya 80 cm. Bunganya berwarna hijau kekuningan, dalam rumpun-rumpun kecil, dan aromanya sangat harum. Persyaratan habitatnya, tanaamn ini menyenangi tanah lempung, subur, drainagenya bagus, dan kaya bahan organic. Paling cocok dengan kondisi dataran rendah, ketinggian tempat kurang dari 900 m dpl; curah hujan tahunan yang sesuai 4830 mm. Tanaman dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang. Pohon kenanga ditanam pada jalur hijau jalan raya (Sumber: toptropicals.com) Penyakit Yang Dapat Diobati : Malaria, Asma, Sesak nafas, Bronkhitis, Jamu setelah melahirkan: 1. Malaria dan Asma. Bahan: 3 kuntum bunga kenanga yang sudah dikeringkan. Cara membuat: diseduh dengan 1 gelas air panas 71 dan ditutup rapat. Cara menggunakan: disaring dan diminum secara teratur. 2. Sesak Nafas. Bahan: ½ gemggam bunga kenanga dan 1 ½ sendok gula putih. Cara membuat: direbus dengan 1 gelas air panas sampai mendidih hingga tinggal ½ gelas. Cara menggunakan: disaring dan diminum; dilakukan secara rutin pagi-sore. 3. Bronkhitis. Bahan: 2 kuntum bunga kenanga. Cara membuat: direbus dengan 1 gelas air panas sampai mendidih hingga tinggal ½ gelas. Cara menggunakan: disaring dan diminum; dilakukan secara rutin pagi-sore. 4. Jamu Sehat Setelah Melahirkan. Bahan: bunga kenanga yang masih muda, kayu rapet, pegatsih, kunci pepet, kunyit, jongrahab, jalawe, dan jakeling. Cara membuat: semua bahan tersebut ditumbuk halus (dipipis), kemudian diseduh dengan air panas. Cara menggunakan: disaring dan diminum. Pohon kenanga ditanam sebagai penyejuk dan pengharum di halaman pekarangan rumah (sumber: mgonlinestore.com) Kenanga merupakan tanaman pertamanan yang sangat bagus, cirriciri keunggulannya adalah: 72 1) 2) 3) 4) Pertumbuhannya sangat cepat Bentuk tajuknya sangat bagus, tidak memerlukan pemangkasan Perakarannya tidak bersifat invasive noninvasive Praktis tidak ada gangguan hama dan penyakit tanaman yang serius 5). Pohonnya bersifat evergreen dan tidak menggugurkan daun terlalu banyak 6) Percabangannya fleksibel dan kuat menahan angin 7) Pohon berbunga sepanjang tahun dan akan menabar aroma harum di sekitarnya. Pohon kenanga ditanam di sekeliling lapangan untuk menebar aroma harum bagi pengunjung lapangan (sumber: bidorbuy.co.za). Walaupun kenanga dianggap sebagai tanaman tropis, tetapi dapat tumbuh pada kondisi subtropics. Pohon ini mampu bertahan terhadap goncangan angin yang kencang. Sebagai tanaman pertanaman, pohon kenanga ini selain aromanya yang harum dan tajuknya yang bagus, pertumbuhannya cepat dan ukuran tajuknya besar. Pohon dewasa dapat mencapai ukuran tajuk penuh pada umur 1-2 tahun, mulai berbunga, dan membentuk arsitektur tajuk yang bagus, dengan cabang dan ranting rimbun menggelantung ke bawah. Anya dalam 73 beberapa tahun saja, tajuknya dapat mencapai tinggi 60 feet dan lebarnya 15 feet. Pada saat yang sama perakarannya tidak in-vasif, sehingga tidak merusak bangunan jalan raya di sekitarnya. Cahaya. Pohon kenanga memerukan cahaya penuh untuk berbunga dengan baik. Air dan kelembaban udara. Air harus diberikan setiap hari selama 23 minggu setelah penanaman bibit. Pohon kenanga cocok untuk lingkungan dengan kelembaban tinggi. Pemupukan. Fertilize the plant with one-half dose of blooming-grade balanced fertilizer at least once a month during the growth period to encourage blooming; no fertilizing is required from the fall to the early spring. Gangguan Hama Tanaman. Tanaman ini relative bebas gangguan hama dan penyakit. Kadangkala tanaman kenanga ini dikerdilkan untuk ditanam dalam pot, namun ada juga tanaman kenanga tipe perdu. Tanaman kenanga yang dikerdilkan tersebut ternyata mampu berbunga sepanjang tahun. Prosedur pengkerdilan tanaman harus dimulai ketika kecambah bibit telah tumbuh sepanjang 8-10 inch, dengan jalan menjepit bagian pucuk-pertumbuhannya. Jangan sampai bibit terlalu tua dan batangnya berkayu. Ada juga tanaman kenanga yang tajuknya kerdil (seperti perdu) yaitu Fruticosa, yang merupakan pohon kecil atau perdu yang tingginya mencapai 6 feet dan mulai berbunga ketika tinggi tajuknya mencapai 1 - 1½ feet. Aroma bunga dari tanaman Fruticosa ini tidak terlalu kuat seperti pohon 74 kenanga yang besar. Akan tetapi tanaman kenanga tipe kerdil ini sangat popular di kalangan pertamanan karena sangat cocok untuk budidaya pot dan untuk tanaman hias indoor. Tanaman kenanga tipe perdu. Bunga Fruticosa mempunyai bentuk yang lebih anggun dan menarik dengan ujung kelopaknya agak memelinter ke arah dalam, seperti mulut cangkangnya moluska. 75 Bunga kenanga tipe Fruticosa FLAMBOYAN, Delonix regia Klasifikasi: Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Rosidae Ordo: Fabales Famili: Fabaceae (suku polong-polongan) Genus: Delonix Spesies: Delonix regia Flamboyan merupakan tanaman berbunga yang tumbuh di kawasan tropis dan subtropis. Tanaman ini cukup toleran di daerah kering dan kondisi air yang asin. Di daerah dengan kondisi kemarau panjang, daun flamboyan tumbuh hampir sepanjang musim. Namun, di daerah lain, flamboyan malah menggugurkan daun-daunnya seperti terjadi di Suriname dan sebagian Indonesia. Musim berbunganya berbeda antara satu tempat/negara dengan tempat/negara lain. Jika di Indonesia bunga flamboyan mekar pada Oktober-Desember, di India bunganya mekar pada periode April-Juni. Selain tampak indah sebagai tanaman hias, flamboyan juga memainkan fungsi lain yang tak kalah pentingnya, sebagai pohon peneduh. Bagi masyarakat yang menghuni kawasan tropis, kehadiran flamboyan dengan daun-daunnya yang rimbun menjadi anugerah tersendiri. Orang-orang yang berada di bawah rindangnya pohon flamboyan bukan saja terhindar dari sengatan sinar matahari yang terik, tapi juga bisa menikmati kesegaran udara (oksigen) yang dihasilkan oleh daunnya yang rimbun. Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku unik dan indah warna bunganya. Tingginya bervariasi dengan paling tinggi mencapai 12 meter. Tanaman ini menyukai tempat terbuka dan cukup sinar matahari. Batangnya licin, berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat keras, berat, dan tahan air atau serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. Dengan bentuk daun majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya. Daun-daunnya terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal musim kemarau. Ketika memasuki pertengahan musim kemarau, daun-daun flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering, 76 meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus dan gundul. Inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Apabila hujan mulai tercurahkan dari langit, flamboyan yang tampak kering dan meranggas itu segera tumbuh dengan cepatnya. Tanaman ini menebar “senyum” dengan kemunculan bunga-bunga berwarna jingga dan merah. Ketika musim hujan tiba, bunga flamboyan mekar serentak. Periode inilah yang banyak ditunggu pencinta bunga, yang selama hampir setahun menanti kemunculan kembali flamboyant menampakkan bunganya. Bunga flamboyan berukuran cukup besar, berbentuk seperti anggrek dan mekar dalam sebuah malai yang padat dan rapat. Warnanya antara merah jingga hingga merah tua (scarlet). Dalam satu kuntum bunga terdapat lima helai mahkota bunga yang menyebar, di mana salah satunya tampak berbeda dari empat mahkota lainnya. Inilah yang disebut dengan “standar” di mana ukurannya tampak lebih panjang dan ditandai oleh bintik-bintik putih atau kuning pada sisi bagian dalam. Rata-rata panjang setiap mahkota bunga 8 cm. Keindahan bunga flamboyan akan tampak jika bunga itu masih di pohon dalam bentuk “gerombolan malainya”. Jika dilihat satu per satu, bunganya tampak kurang menarik. Namun, untuk dapat menyaksikan kecerlangan bunga flamboyan memang harus pandai mencari waktu yang tepat. Bunga flamboyan biasanya terlihat paling cemerlang pada minggu pertama kemunculannya. Pada saat langit cerah dan matahari bersinar terang, warna merah jingga menyala memendarkan cahaya berkilauan. Birunya langit yang menghampar luas, seolah menjadi latar belakang yang menciptakan kontras dari sebuah lukisan alam dengan warna merah bunga flamboyan sebagai objeknya. Pada saat itulah, dapat disaksikan panorama alam yang luar biasa menakjubkan. Periode penuh keindahan bunga flamboyant hanya sebentar. Begitu memasuki minggu berikutnya, kecerlangan bunga flamboyan mulai luntur. Kita hanya akan menyaksikan warna pastel yang lebih lembut dan merah tua yang sudah redup. Penampakan bunganya mulai membosankan. Apalagi kemudian, satu per satu bunganya berguguran, berjatuhan, dan berserakan di atas rerumputan atau aspal jalan. Musim bunga flamboyan yang berlangsung antara bulan Oktober hingga Desember itu tetap menghadirkan suasana romantis. Bagi sebagian masyarakat, periode berbunganya flamboyan sering pula disebut musim kawin atau bercinta. 77 Pohon flamboyant sedang bebrunga di tengah kota (sumber: forum.tamanroyal.com). Seiring berjalannya musim hujan dan rontoknya bunga, flamboyan pun berganti warna penampilan, dari merah ke hijau. Inilah periode kemunculan daun-daunnya yang secara perlahan mengalami evolusi dari warna hijau muda menjadi hijau tua cerah. Daunnya tergolong daun majemuk, berbentuk seperti pakis, ringan, dan lembut. Daunnya terbagi dalam dua tangkai (pinnate), tangkai utama (pinnae) dan tankai skunder (pinnules). Panjang daun mencapai 30-50 cm. Dalam satu daun terdapat 2040 pasang pinnae dan 10-20 pasang pinnules. Setelah bunga rontok, putiknya berubah menjadi buah yang berbentuk seperti pedang (polong). Saat masih muda, warna buahnya hijau muda cerah, namun saat ke-ring dan tua, akan berubah menjadi cokelat dan hitam. Panjang buah bisa mencapai 60 cm dan lebar 5 cm. Meski buahnya berbentuk polong besar, bijinya tergolong kecil dengan berat tiap biji rata-rata 0,4 gram. Bijinya bisa ditanam untuk menghasilkan tanaman baru, namun biasanya budi daya flamboyan dilakukan dengan cara stek batang atau cangkok karena alasan kepraktisan. Di beberapa negara, flamboyan sudah menjadi komoditas penting sebagai tanaman hias yang diperdagangkan. Di Indonesia sebenarnya tanaman ini juga sudah cukup banyak dikenal dan dibudidayakan di berbagai tempat. Namun, umumnya masyarakat kita menanam flamboyan lebih karena alasan fungsinya sebagai peneduh yang cepat tumbuh. Di beberapa kompleks perumahan atau trotoar jalan, pohon flamboyan mudah dijumpai. Sedangkan menjadikan flamboyan sebagai tanaman hias demi terciptanya keindahan, masih sangat kurang. Penanaman pohon flamboyant biasanya dengan alasan fungsional sebagai peneduh, sehingga tanaman tidak mendapat perawatan atau 78 pemeliharaan sebagaimana layaknya tanaman hias. Oleh karena itu kadangkala flamboyant tumbuh menjulang tinggi dan tidak terawat. Padahal dengan perlakuan yang tepat melalui pemangkasan yang teratur, kita dapat menghasilkan tajuk tanaman yang bagus dan tidak terlalu tinggi. Pohon juga dapat ditanam dengan sistem penanaman yang berjejer teratur, sehingga saat musim bunga tiba, dapat disaksikan keindahannya. Sambil menikmati keindahan bunganya, juga sebagai pertanda datangnya musim hujan. Pohon flamboyant di tepi jalan sedang menebar pesona bunga merahnya (sumber: amblogfree.blogspot.com) Habitat tempat tumbuhnya. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah-tanah yang lembab, drainagenya bagus dan tahan kekeringan. Tanaman ini bersifat menggugurkan daunnya (deciduous). Flamboyan mempunyai tajuk yang kekar dan lebar serta halus kalau tumbuh pada kondisi radiasi penuh. Perakarannya yang dangkal dan menyebar luas akan memenuhi volume tanah tempat tumbuhnya. Tanaman ini rentan terhadap gangguan rayap, penggerek batang, dan busuk batang. Manfaat dan Penggunaannya. This is a beautiful tree in form, shade, and flower. The flowers are predominantly red, although yellow and orange forms are cultivated; they are relatively short-lived as cut flowers. Trees remain in flower for several weeks, however. They are often seen planted along roadsides as living fence posts or as shade trees on both sides of the road that arch over the entire road. The wood is yellow-brown, weak, brittle and soft, with a specific gravity of about 0.3. Although the species is not a good timber source, the wood is widely used as firewood. 79 Deretan pohon flamboyant di tepi jalan sebagai tempat berteduh (sumber: http://amblogfree.blogspot.com) Perkecambahan. Untuk mempercepat perkecambahannya, benih (biji) perlu digosok (diasah) kulit bijinya, direndam dalam air panas, asam sulfat encer atau abrasi. Perendaman ini diperkirakan selama 10 detik dengan air panas 90°C dan diikuti dengan 24 jam imbibitions (absorpsi). Pembibitan. Bibit flamboyant siap ditanam di lahan setelah umur 3 - 4 bulan dalam polibag selama musim hujan. Bibit anakan ditumbuhkan hingga 2 m, dbungkus dan dikemas dengan karung goni untuk ditanam di pot-besar untuk pertamanan. Pohon dewasa berbunga dan bebruah mulai umur 3-5 tahun. Kemampuan tanaman memfiksasi Karbon Akhir-akhir ini, dampak perubahan iklim global telah mulai dirasakan oleh berbagai daerah dan masyarakat, termasuk efek gas rumah kaca. Tumbuhan pohon mampu membersihkan udara, memperbaiki keindahan dan kenyamanaan lingkungan, dan mampu menyerap CO2 the atmosphere melalui fotosintesisnya, mengubah CO2 menjadi bahan organic yang disimpan dalam tubuh tanaman. Dengan demikian pohon mempunyai sumbangan besar untuk mereduksi efek rumahkaca. Pohon mempunyai kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan hidupnya dan mampu menyerap pollutant dari udara. Jenis pohon yang sesuai akan menyerap CO2 dan melangsungkan proses fotosintesisnya. Gas CO2 akan diubah menjadi karbon-organik dan disimpan dalam tubuh tanaman. Menurut catatan statistik, tanaman hidup untuk menambah 1 ton bobotnya, ia memerlukan sekitar 1.6 ton CO2, meskipun hal ini tergantung pada tipe tanaman dan jumlah karbon yang telah difiksasi. 80 Para peneliti memperkirakan ada sekitar 0.26 ton karbon dapat diserap dalam 1 m3 kayu. Penghijauan atau penghutanan di daerah tropis diperkirakan dapat menyerap sekitar 30 - 110 juta karbon. Kemampuan tanaman menyerap CO2 beberapa jenis tanaman pohon: Species tanaman Cerbera manghas Decussocarpus nagi Delonix regia (Flamboyan) Diospyros maritime Diospyros morrisiana (Pohon eboni) Erythrina variegate (Dadap) Ficus septic Machilus zuihoensis Melia azedarach Messerschmidia argentea Potensial penyerapan CO2 (g·CO2/m2·d) 4.77 5.26 5.08 8.35 9.19 Ranking 5.43 6.07 7.65 5.6 2.54 6 4 3 5 10 9 7 8 2 1 Sumber: Environ Monit Assess. Maret 2010. Carbon fixation efficiency of plants influenced by sulfur dioxide. Chung-Yi Chung · Pei-Ling Chung · Shao-Wei Liao. Kendaraan bermotor melepaskan emisi CO, NO2, SO2, dan partikulat ke udara bebas sebagai bahan pencemar. Vegetasi dapat menyerap bahan polutan ini melalui proses pertukaran gas. Toleransi tanaman terhadap kondisi kualitas udara yang tercemar dapat dianalisis dengan melihat laju pertumbuhan relatifnya (RGR) dan respon fisiologisnya. Respon fisiologis suatu jenis tanaman dapat diestimasi dengan pendekatan Indeks Toleransi Polusi Udara (APTI). Parameter pertumbuhan tanaman pohon yang dapat diamati untuk analisis ini adalah tingi tanaman, luas daun, total ascorbate, total khlorofil, pH ekstrak daun, dan kadar air relatif. Berdasarkan total nilai RGR dan APTI ternyata tanaman Lagerstroemia speciosa (BUNGUR) (termasuk jenis yang toleran pencemaran udara; dan Pterocarpus indicus, Delonix regia (flamboyant), Swietenia macrophylla termasuk kelompok yang agak toleran (moderate). Gmelina arborea, Cinnamomum burmanii, dan Mimusops elengi termasuk kelompok jenis tanaman yang intermediate tolerant. Data fisiologi tanaman yang dinyatakan sebagai APTI (Air Pollution Tolerance Index), dihitung sbb: AsA: ascorbate (mg g-1), Chl: total khlorofil (mg g-1), pH: nilai pH ekstraks daun, RWC: kadar air relatif (%). 81 Kriteria skoring didasarkan pada metode modifikasi Dahlan (1995). Nilai-nilai RGR dan APTI pohon yang tumbuh di daerah yang udaranya tercemar dibandingkan dengan daerah yang tidak tercemar. Skore nol diberikan kalau tidak ada perbedaan signifikan antara daerah yang tercemar dan daerah yang tidak tersemar. Nilai positif satu (+ 1) diberikan kalau ada perbedaan signifikan di antara dua daerah tersebut; sedangkan kalau nilai dari daerah yang tercemar lebih tinggi daripada daerah yang tidak tercemar atau sebaliknya, maka diberi n ilai negative satu (-1). Selanjutnya total skor RGR dan APTI digunakan untuk mengklasifikasikan toleransi tanaman. Kriteria kelas Toleransi berdasarkan laju pertumbuhan relative (RGR) dan indeks toleransi pollusi udara (APTI) (modifikasi Dahlan (1995) : Total RGR dan Nilai APTI -2 -1 0 1 2 Kriteria Kelas Toleransi Sensitive (S) Intermediate tolerant (I) Moderately tolerant(M) Tolerant (T) 82 POHON ANGSANA Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Ordo: Fabales Famili: Fabaceae Upafamili: Faboideae Bangsa: Dalbergieae Genus: Pterocarpus Spesies: P. indicus Pterocarpus papuanus Mueller (1886) Pterocarpus wallichii Wight & Arn. (1834) Pterocarpus zollingeri Miq. (1855) Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae ( Leguminosae, polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood. Di berbagai daerah, angsana dikenal dengan nama-nama yang mirip: angsana, babaksana (Btw.); sana kembang (Jw., Md.). Pohon angsana sebagai peneduh di RTH perkotaan Pohon yang kadang-kadang menjadi raksasa rimba, tinggi hingga 40 m dan gemang mencapai 350 cm. Batang sering beralur atau berbonggol; 83 biasanya dengan akar papan (banir). Tajuk lebat serupa kubah, dengan cabang-cabang yang merunduk hingga dekat tanah. Pepagan (kulit kayu) abu-abu kecoklatan, memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan getah bening kemerahan apabila dilukai. Pohon angsana sebagai peneduh di lapangan parker (sumber: sendiridanrahasia.blogspot.com) Beberapa hari ini, ada pemandangan yang berbeda dari biasanya di sepanjang jalan yang melintasi komplek di dalam kampus UNS Solo. Pasalnya hari-hari ini adalah waktu di mana bunga-bunga pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang banyak terdapat di komplek kampus itu bermekaran. Kelopak bunga yang ringan dan rapuh ini dengan mudah akan berguguran setiap saat tanpa harus menunggu angin datang. Pemandangan jatuhnya kelopak angsana inilah yang sedikit banyak mencuri perhatian orang yang melintas di kawasan kampus tersebut. Bahkan sore kemaren, sewaktu joging, tak jarang saya menjumpai beberapa mahasiswi yang memanfaatkan moment ini untuk berfoto dengan teman sambil menikmati suasana yang mirip hanami di negeri Jepang ini. Daun majemuk menyirip gasal, panjang 12-30 cm. Anak daun 5-13, berseling pada poros daun, bundar telur hingga agak jorong, 6-10 × 4-5 cm, dengan pangkal bundar dan ujung meruncing, hijau terang, gundul, dan tipis. Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak, 9-15 cm panjangnya. Bunga berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak, berbilangan-5. Kelopak serupa lonceng, berdiameter 6 mm, dua taju teratas lebih besar dan kadang-kadang menyatu. Mahkota lepas-lepas, berkuku, bendera bundar telur terbalik atau seperti sudip. Benang sari 10 helai, yang teratas lepas atau bersatu. Buah polong bundar pipih, dikelilingi sayap tipis 84 seperti kertas, lk. 6cm diameternya, tidak memecah ketika masak. Biji 1-4 butir. Polong akan masak dalam waktu 4-6 bulan, berwarna kecoklatan ketika mengering. Bagian tengah polong gundul pada forma indicus dan berbulu sikat pada forma echinatus (Pers.) Rojo. Ada pula bentuk-bentuk antaranya. Ekologi dan persebaran Di Jawa, pada masa lalu banyak ditemukan tanaman ini tumbuh tersebar di hutan-hutan hingga ketinggian 500m dpl., terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan didapati tumbuh liar di rawa-rawa pantai, di sepanjang aliran sungai pasang surut. Buahnya yang tua dan mengering, disebarkan oleh angin, aliran air dan arus laut. Angsana biasa ditanam orang untuk berbagai keperluan. Pohon ini mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya. MENCIPTAKAN lingkungan yang hijau dan asri memang harus dapat dilakukan oleh masyarakat, sebab di Kota-kota besar akhir-akhir ini banyak dilakukan penebangan pohon hanya untuk kepentingan sesaat, sehingga bentang lahan yang tadinya menghijau sekarang malah menjadi lahan yang gundul. Untuk menghijaukan kawasan perkotaan, dapat dilakukan penanaman pohon angsana, yang merupakan pohon peneduh di sepanjang tepi jalan. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhnya pohon angsana, yakni mampu menyerap polusi udara lebih besar dibandingkan dengan pohon-pohon peneduh lainnya. Kandungan polusi udara di beberapa kota besar seperti partikel timah begitu tinggi. 85 Keberadaan pohon Angsana mampu menyedot 70 persen kandungan timah tersebut. Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh polusi udara yang mengandung timah tersebut paling mudah menghinggapi pada anakanak. Selain sebagai pelindung, pohon Angsana dapat digunakan sebagai obat. Daunnya yang muda berguna pula sebagai obat diare. Beberapa lembar daun yang masih muda dicuci dan diremas remas. Siram dengan air matang, saring dan minumlah. Kerindangan tajuk dan daunnya membuat kawasan di sekitar pohon mejadi sejuk dan nyaman, selain itu akar pohon Angsana tidak merusak bangunan dan tanaman di sekitarnya sehingga sangat layak kalau ditanam di tepi jalan dan di taman-taman perkotaan. Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon pelindung (jalur hijau) di sepanjang tepi jalan raya dan di sekeliling perkebunan. Perakarannya yang baik dan dapat mengikat nitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan. Akan tetapi pohonpohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohon-pohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak berangin. Salah satu masalah yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pencemaran udara ini disebabkan tidak-seimbangnya pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan panjang jalan, yang menyebabkan terjadinya kemacetan. Bergantung kadar dan lama pemaparannya, pencemaran udara dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan lingkungan hidup. Gangguan kesehatan pada manusia, kerusakan tumbuhan dan hewan, gangguan kenyamanan dan estetika, serta kerusakan benda-benda, adalah contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Tumbuhan adalah bioindikator yang baik, dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar. Khlorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi dalam kegiatan fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan mengalami penurunan kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara. Jaringan mesofil adalah jaringan pertama yang akan terpengaruh oleh pencemaran udara, di samping perubahan kadar klorofil. Pengaruh pencemaran udara pada daun dapat dilihat dari kerusakan secara makroskopik seperti klorosis, nekrosis; atau secara mikroskopik (anatomi) 86 seperti struktur sel; atau dari perubahan fisiologi dan biokimia, seperti perubahan klorofil, dan metabolism. Daun angsana dapat digunakan sebagai indikator polusi udara. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, dapat diperoleh informasi bahwa: kenaikan konsentrasi NO di udara, menyebabkan penurunan kadar klorofil; kenaikan konsentrasi SO2 udara menyebabkan penurunan kadar klorofil a; peningkatan kadar SO2 udara menyebabkan peningkatan kadar klorofil b. Kerusakan mikroskopik dan makroskopik jaringan daun angsana terjadi sebagai akibat dari peningkatan konsentrasi NO, dan SO2 di udara. Pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya perubahan pada daun tanaman angsana, baik secara makroskopik, mikroskopik, maupun kadar klorofil. Pada daun angsana, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif, dan klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif; pada daun mahoni, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dan b mahoni dengan SO2 berkorelasi positif; Tanaman angsana yang selama ini telah ditanam di lingkungan perkotaan, memang berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO, dan SO2. Daun tanaman angsana peneduh jalan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tahap pertama dalam pemantauan kualitas udara. Tanaman angsana peneduh jalan sangat diperlukan sebagai peneduh jalan, penyejuk dan penyaman, mengurangi pencemaran udara, laboratorium alam, dan estetika. Pemanfaatan Kayunya tanaman ini kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat. Dalam bentuk balok, kasau, papan dan panil kayu yang lain untuk rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain. Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian. Batang yang terserang penyakit sehingga berkenjal (monggol) menghasilkan kayu yang kuat dan bermotif bagus, yang terkenal sebagai “amboyna”. Istilah ini berasal dari nama tempat Ambon, yang pada masa silam banyak mengeluarkan kayu termaksud yang diperdagangkan sebagai linggua, kayu buku atau kayu akar. Namun sebenarnya kayu berpenyakit ini, yang serupa dengan kayu gembol pada pohon jati, terutama dihasilkan oleh wilayah timur Pulau Seram. 87 Getah yang keluar dari pepagan akan mengental dan berwarna merah gelap, yang disebut kino atau sangre de drago (darah naga), dan memiliki daya obat (astringensia). Secara tradisional, pepagan pohon ini biasa direbus dan airnya digunakan untuk menghentikan murus (diare) atau sebagai obat kumur untuk menyembuhkan seriawan. Air rendaman daun-daunnya digunakan untuk keramas agar rambut tumbuh lebih baik; sementara daun mudanya yang dilayukan digunakan untuk mempercepat masaknya bisul. Kino dan ekstrak daun angsana juga dilaporkan memiliki khasiat untuk mengendalikan tumor dan kanker. Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon pelindung di sepanjang tepi kebun wanatani. Perakarannya yang baik dan dapat mengikat nitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan. Akan tetapi pohonpohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohonpohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak berangin. “Selain sebagai pelindung, pohon angsana dapat digunakan sebagai obat. Apabila anda mengalami radang tenggorokan yg terasa gatal, sakit, dan panas, ambillah kulit batang pohon angsana yang tua. bersihkan kulit pohon ini dan rendam dalam air panas. Setelah dingin, gunakan untuk kumur-kumur beberapa kali. Daunnya yang muda berguna pula sebagai obat diare. Beberapa lembar daun yang masih muda dicuci dan diremasremas. Siram dengan air matang, saring dan diminum”. Sifat-sifat kayu Kayu narra (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga kerassedang, berat-sedang, liat dan lenting. Berat jenisnya sekitar 0.55-0.94 pada kadar air 15%. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki bahan pengawet.[2] Kayu teras narra berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga kemerah-merahan coklat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah. Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun bahan warna utama. Pada umumnya kayu narra mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk 88 diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun papan narra yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku. Memilih jenis pohon lindung atau pohon peneduh perkotaan memang tidak boleh sembarangan. Ada pohon yang mudah tumbuh, rimbun daunnya, misalnya pohon angsana (Pterocarpus indicus), yang dikatakan mampu menyerap bahan pencemar timbal sampai 70 persen, tetapi sangat mudah patah apalagi kalau ada hujan disertai angin. Banyak diberitakan di banyak kota-kota besar antara lain di Jakarta, bahwa pohon angsana ini mudah tumbang dan menelan korban jiwa saat hujan angin. Di beberapa kota, pohon angsana ini banyak yang diganti dengan jenis pohon lain yang lebih kuat. Beberapa peneliti mengatakan bahwa pohon angsana ini kurang menarik perhatian burung. Positif: mudah tumbuh, daun2 kecil menghijau rimbun, menyerap polutan udara terutama Pb (bisa sampai 70%) Kelemahan: dahan dan ranting mudah patah terutama bila hujan angin, daun rontok secara musiman (rontoknya tidak seragam antara satu angsana dengan angasana lainnya lainnya, bahkan pas musim kemarau dimana kita perlu berteduh, banyak angsana yang rontok), kurang disenangi burung Peluang: bila dipelihara dan dipangkas setiap saat (terutama pada dahan2 dan rantng yang berbahaya karena sangat rimbun), maka pohon angsana ini bisa berfungsi baik untuk pohon peneduh dan penyerap polutan. Ancaman: bila dibiarkan liar tumbuh, pohon tumbuh semaunya, maka bisa mengancam pejalan kaki atau mereka yang berteduh terutama bila musim hujan, karena mudah patah atau bahkan tumbang. Di banyak kota besar pohon angsana diganti dengan pohon yang lebih kuat misalnya: kiara payung (Filicium decipiens), tanjung (Mimusops elengii). 89 POHON KERAI PAYUNG Filicium decipiens Nama umum Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Rosidae Ordo: Sapindales Famili: Sapindaceae Genus: Filicium Spesies: Filicium decipiens Pohon kerai payung sebagai jalur hijau jalan raya di tengah kota (Sumber: alltheplants.blogspot.com) Kendaraan bermotor merupakan sumber terbesar pencemaran udara di kota-kota besar di dunia termasuk diantaranya kota Bandung. Kendaraan bermotor menghasilkan Pb (timbal), debu (partikel tersuspensi), SOx (oksida sulfur) NOx (oksida nitrogen), HC (hidro karbon), CO (karbon monoksida), dan O3 (ozon). Salah satu upaya untuk mengurangi zat pencemar tersebut adalah dengan menanam tumbuhan yang diketahui memiliki kemampuan menyerap zat pencemar di setiap sudut kota, pinggir jalan atau tempat lainnya. Salah satu tumbuhan tersebut adalah Ki sabun (Filicium decipiens Thw.). 90 Karakteristik daun yang dapat menajdi indicator kualitas udara adalah kandungan klorofil, kerapatan stomata, luas daun dan konsentrasi Pb di daun. Tampaknya ada perbedaan yang nyata antara luas daun, konsentrasi Pb di daun, jumlah kendaraan, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari di berbagai lokasi. Perbedaan kondisi lingkungan ini menyebabkan luas daun dan konsentrasi Pb di daun ki sabun berbeda secara nyata. Luas daun dan konsentrasi Pb dalam daun pohon Kerai Payung yang tumbuh di tepi jalan raya ada hubungannya dengan jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan, lembab nisbi udara dan radiasi matahari. Pohon kerai payung tumbuh di depan rumah, sebagai pohon peneduh dan penyejuk halaman. Tanaman ini cocok di tanam di halaman depan rumah ataupun diletakkan di dalam pot. Untuk tanaman dalam pot, media tanam sebaiknya di ganti setiap tahun. Daun kerai payung yang rapat dan rimbun membantu menyaring debu dan kotoran. Perbanyakan tanaman ini umumnya dilakukan melalui biji. Namanya yang unik berasal dari tajuk tanaman yang membulat menyerupai payung. Kerai payung atau dalam bahasa ilmiah Filicium 91 decipiens banyak dipakai sebagai pohon peneduh di halaman rumah atau di taman. Daun-daunnya yang berbentuk sirip memanjang, berjarak rapat sehingga membuat area di bawahnya ternaungi. Pada bulan tertentu antara Maret – Mei, kerai payung mengeluarkan bunga berwarna putih. Habitat asli kerai payung adalah di daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan cahaya matahari yang cukup sepanjang tahun. Kerai payung tumbuh subur di tanah dengan kadar pH 8,6 – 9. pohon dewasa mampu mencapai ketinggian antara 5 – 10 m. Tanaman bibit kerai paying dalam pot (Sumber: toptropicals.com) Keunikan pohon Kerai Paying ada dua macam, yaitu (1) bentuk tajuknya hampir simetris sempurna, (2) kerapatan daun-daunnya menyebabkan dia menjadi peneduh yang bagus. Sifat simetris dari tajuknya bersifat alamiah sehingga tidak memerlukan pemangkasan untuk membentuk tajuk. Pemangkasan diperlukan untuk membuang cbang-cabang bagian bawah saja. Tujuan pemangkasan ini adalah supaya tersedia cukup ruangan di bawah tajuknya untuk menempatkan kursi atau tempat duduk lainnya sebagai tempat santai menikmati kesejukan dan kenyamanan lingkungan. 92 Ruang di bawah tajuk Kerai payung nyaman untuk istirahat . Pohon filicium decipiens pohon peneduh ini termasuk jenis pohon yg dpt mengurangi polusi udara sampai 67%. (sumber: toptropicals.com) 93 BAHAN BACAAN Duarte O. 1974. Improving royal poinciana seed germination. Plant Propagator 20(1): 15B16. Francis JK. 1994. Personal communication. Rio Piedras, PR: USDA Forest Service, International Institute of Tropical Forestry. Francis JK, Liogier HA. 1991. Naturalized exotic tree species in Puerto Rico. Gen. Tech. Rep. SO-82. New Orleans: USDA Forest Service, Southern Forest Experiment Station. 12 p. Little EL Jr, Wadsworth FH. 1964. Common trees of Puerto Rico and the Virgin Islands. Agric. Handbk. 249. Washington, DC: USDA Forest Service: 176B177. Marrero J. 1949. Tree seed data from Puerto Rico. Caribbean Forester 10: 11B30. Menninger EA. 1962. Flowering trees of the world. New York: Hearthside Press. 336 p. Millat-E-Mustafa M. 1989. Effect of hot water treatment on the germination of seed of Albizzia lebbeck and Delonix regia. Bano-Biggyan-Patrika 18(1/2): 63B64. Navarette EJ. [no date]. Informacion basica y tratamientos pregerminativos en semillas forestales. City, Colombia: Ministerio de Agricultura, Estacion Forestal la Florida. 28 p. Sandiford M. 1988. Burnt offerings: an evaluation of the hot-wire seed scarifier. Commonwealth Forestry Review 67(3): 285B292. Webb DB, Wood PJ, Smith JP, Henman GS. 1984. A guide to species selection for tropical and sub-tropical plantations. Trop. For. Pap. 15, 2nd ed. Oxford: University of Oxford, Commonwealth Forestry Institute: 256 p. Anonymous, 1998. Pedoman Agroforestry dalam Perhutanan Sosial. Perum Perhutani. (dalam: Handbook of Indonesian Forestry). Dept. Kehutanan RI. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan RI. Bell, A.D. 1991. Plant Form: An Illustrated Guide to Flowering Plant Morphology. Oxford Univ. Press. New York. 341 pp. Bonan, G. B. (2008). Forests and climate change: Forcings, feedbacks, and the climate benefits of forests. Science, 320, 1444-1449. Brahic, Catherine (2007-08-02), "'Sunshade' for global warming could cause drought" New Scientist. http://www.atmos-chem-physdiscuss.net/9/2559/2009/acpd-9-2559-2009.pdf Burkill, H.M., 2000. The useful plants of West Tropical Africa. 2nd Edition. Volume 5, Families S–Z, Addenda. Royal Botanic Gardens, Kew, Richmond, United Kingdom. 686 pp. Canadell, J. G., Raupach, M. R. (2008). Managing Forests for Climate Change. Science, 320, 1456-1457. Corner, E.J.H. 1966. The Natural History of Palms . Univ. Cal. Press. Berkeley. 393 pp. 94 Crutzen, P. 2006. Albedo enhancement by stratospheric sulfur injections: a contribution to resolve a policy dilemma?" (PDF). Climatic Change 77 (3-4): pp. 211–220. Crutzen, Paul J. 2006. Albedo enhancement by stratospheric sulfur injections: A contribution to resolve a policy dilemma?" (PDF). Climatic Change 77: 211–219. doi:10.1007/s10584-006-9101-y. http://www.springerlink.com/content/t1vn75m458373h63/fulltext.pdf. Daehler, C., 2005. Lagerstroemia speciosa Risk Assessment Results. Pacific Island Ecosystems at Risk (PIER). Available from http://www.hear.org/Pier/wra/pacific/lagerstroemia_speciosa_htmlwra. htm (Accessed August 2006). Dave Deppner; John Leary, Karin Vermilye, Steve McCrea. 2005. The Global Cooling Answer Book (Second Edition ed.). Trees for the Future. ISBN 1-879857-20-0. Fahn, A. 1991. Plant Anatomy. Fourth edition. Pergamon Press. Oxford. 588 pp. FAO. 2005. World bamboo resources. A thematic study prepared in the framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Florence, E.J.M. & Sankaran, K.V., 1991. Cylindrocladium collar rot of Mimusops seedlings. Indian Journal of Forestry 14(2): 150–151. Friedmann, F., 1981. Sapotacées. In: Bosser, J., Cadet, T., Guého, J. & Marais, W. (Editors). Flore des Mascareignes. Familles 111–120. The Sugar Industry Research Institute, Mauritius, l’Office de la Recherche Scientifique Outre-Mer, Paris, France & Royal Botanic Gardens, Kew, Richmond, United Kingdom. 27 pp. Fu, M., Banik, R.L., 1995, Bamboo productions systems and their management, In Bamboo, People and the Environment, Proceedings of the Vth International Bamboo Workshop, Ubud, Bali. Galik, C.S., Jackson, R.B,. 2009. Risks to forest carbon offset projects in a changing climate. Forest Ecology and Management, 257, 2209–2216. Garland, L. 2004. Bamboo and Watersheds (a practical, economic solution to conservation and development). EBF GCC. 2006. "Global Cooling Centers". Trees for the Future. 2006. http://treesftf.org/about/cooling.htm. Retrieved on 2007. Gilman, E.F. and Watson, D.G., 1993. Lagerstroemia speciosa. USDA Forest Service. Available from http://hort.ufl.edu/trees/ . Guo, Q. R.,Yang, G. Y., Du,T. Z., et al., 2005. Carbon character of Chinese bamboo forest, World Bamboo and Rattan.3: 25-28. (In Chinese with English summary). Hairiah K dan Sunaryo, 1999. Interaksi Pepohonan-Tanah –tanaman Semusim. Lecture note Wanatani, Pusdiklat Kehutanan. Hairiah K, S R Utami, D Suprayogo, Widianto, SM Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R Mulia, M van Noordwijk dan G Cadisch, 2000. Agroforestri pada tanah masam di daerah tropika basah: Pengelolaan interaksi antara pohon-tanah-tanaman semusim. ISBN 979-95537-5-X. 41 p. Hairiah K, Widianto, S R Utami, D Suprayogo, Sunaryo, SM Sitompul, B. Lusiana, R Mulia, M van Noordwijk dan G Cadisch, 2000. Pengelolaan 95 Tanah Masam Secara Biologi: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ICRAF SE Asia, Bogor, 182 p. Harltey, C.W.S. 1977. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Second edition. Longman. London. 806 pp. Harris, R.W. 1992. Integrated Management of Landscape Trees, Shrubs, and Vines. 2nd edition. Prentice-Hall. New Jersey. 674 pp. Harshvardhan (June 1978). Albedo enhancement and perturbation of radiation balance due to stratospheric aerosols. 1978aepr.rept.....H. http://adsabs.harvard.edu/abs/1978aepr.rept.....H. Hashimoto, S., 2008. Different accounting approaches to harvested wood products in national greenhouse gas inventories: their incentives to achievement of major policy goals, Environmental Science & Policy. 11(8): 756-771. He, B., Wu, Q. B., Huang, X. Y. 2009. Dynamic change of carbon accumulation in the second rotation Chinese Fir plantation. Journal of northeast forestry university. 37(7): 36-38. He, D., Hong, W., Wu, C. H. et al., 2003. Study of biomass and energy distribution of natural Phyllostachys Heterocycla cv. Pubesens in Wuyi Mountains and its comparison with high-yield forest. Acta Bot. Boreal.Occident. Sin. 23(2): 291-296. He, Y.P., Fei, S.M., Jiang, J.M. et al., 2007. The Spatial Distribution of Organic Carbon in Phyllostachys pubescens and Pleioblastus amarus in Changning County. Journal of Sichuan forestry science and technology. 5:13-17 HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1588-1590 Terj. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta HRNP. 2007. Gymnosperm Database Sequoia sempervirens. Retrieved on 2007-06-10. “Hyperion, Redwood National Park, CA, 115.55 m” Huang Q.M.,1987. Studies on the biomass of bamboo (Phyllostachys pubescens), Journal of Subtropical Forestry Science and Technology.15(2) :90-98 Huang, Q.M., Yang, D.D., Shen, Y.G. 1993. Studies on the primary productivity of bamboo (Phyllostachys pubescens) grove. Forest research. 6(5) :536-540 Huxley P H, 1999. Tropical Agroforestry.Blackwel Science Ltd, UK. ISBN 0632-04047-5. 371p. Ilic, J., 1990. The CSIRO macro key for hardwood identification. CSIRO, Highett, Australia. 125 pp. Ilic, J., 1991. CSIRO atlas of hardwoods. Crawford House Press, Bathurst & CSIRO, Melbourne, Australia and Springer-Verlag, Berlin, Germany. 525 pp. INBAR Strategy 2006. International Network for Bamboo and Rattan Strategy to the Year 2015, INBAR, Beijing INBAR, 2004. Bamboo – a brief introduction: a unique resource for livelihood development. INBAR Development Pages: http://www.inbar.int/ livelihood/doc/ Bamboo%20Introduction%20 Devpage.pdf. Jha, Alok. 2006. "Planting trees to save planet is pointless, say ecologists". The Guardian. http://guardian.co.uk/uk_news/ story/ 96 0,,1972648,00.html. "To plant forests to mitigate climate change outside of the tropics is a waste of time" Johri, J.K., Balasubrahmanyam, V.R., Misra, G. & Nigam, S.K., 1994. Botanicals for management of betelvine diseases. National Academy Science Letters 17: 7–8. Killion, Thomas W. 1992. “Gardens of Prehistory: The Archaeology of Settlement Agriculture in Greater Mesoamerica”, University of Alabama Press. Kingston, R.S.T. & Risdon, C.J.E., 1961. Shrinkage and density of Australian and other South West Pacific woods. Technological Paper No 13. Division of Forest Products, CSIRO, Melbourne, Australia. 65 pp. Kittisiri, Areerat. 1996. "Impacts of Monoculture: The Case of Eucalyptus Plantations in Thailand". Monocultures: Environmental and Social Effects and Sustainable Alternatives Conference. Southern Alternative Agriculture Network. http://geocities.com/ RainForest/7813/euca_1.htm. Retrieved on 2007. Kozlowski, T.T. 1971. Growth and Development of Trees. Vol. I. Academic Press. New York. 443 pp. Kozlowski, T.T., P.J. Kramer and S.G. Pallardy. 1991. The Physiological Ecology of Woody Plants. Academic Press. New York. 657 pp. Kramer, P.J., and T.T. Kozlowski. 1979. Physiology of woody plants. Academic Press, New York. 811 pp. Laetsch, W.M. 1979. Plants - Basic Concepts in Botany. Little, Brown and Company. Boston. 510 pp. Latham, J. 1990). "Control of global warming" (PDF). Nature 347: 339–340. doi:10.1038/347339b0. http://www.mmm.ucar.edu/ people/latham/files / Latham_Nature_1990.pdf. Latham, J.; Salter, S. 2008. Preventing global warming by increasing cloud albedo, http://www.mmm.ucar.edu/people/ latham/files/ cloud_albedo_onepage_handout.pdf, retrieved on 20 April 2008 (A brief handout, with artist's renderings.) Mandal, B. & Maity, C.R., 1991. Studies of the oil of Mimusops elengi seed. Acta Alimentaria Budapest 20(2): 103–107. Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. & Prawira, S.A., 1992. Indonesian wood atlas. Volume 2. Forest Products Research and Development Centre, Bogor, Indonesia. 168 pp. Mitchell, A. 1978. Trees of Britain & Northern Europe. Harper Collins. London. ISBN 0-00-219213-6 Moll, G. 1992. Trees in the red. Urban Forests. American Forests. Washington, D.C. Feb./Mar. 10. Morisco, 2005. Rangkuman penelitian Bambu di Pusat Studi Ilmu Teknik UGM (1994 – 2004). Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia. Jogya. Mosbrugger, V. 1990. The Tree Habit in Land Plants. In: S. Bhattacharji, G.M. Friedman, H.J. Neugebauer, and A. Seilacher (eds.). Lecture Notes in Earth Sciences , Vol. 28. Springer-Verlag. Berlin. 161 pp. Noorma Wati Haron, 1998. Mimusops L. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. & Prawirohatmodjo, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 97 5(3). Timber trees: Lesser-known timbers. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 382–385. Noorma Wati Haron, 1998. Mimusops L. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. & Prawirohatmodjo, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No 5(3). Timber trees: Lesser-known timbers. Backhuys Publishers, Leiden, Netherlands. pp. 382–385. Ong C K and Huxley P, 1996. Tree-crop interactions – A physiological approach. CAB International, Wallingford, UK. 386 p. Pennington, T.D., 1991. The genera of Sapotaceae. Royal Botanic Gardens, Kew, Richmond, United Kingdom and the New York Botanical Garden, New York, United States. 295 pp. Ridgwell et al., Tackling Regional Climate Change By Leaf Albedo Biogeoengineering, Current Biology (2009), doi:10.1016/ j.cub.2008.12.025 Roger Angel and S. Pete Worden. 2006. Making Sun-Shades from Moon Dust. National Space Society, Ad Astra, vol. 18, no. 1, Summer 2006. Available online at: http://www.nss.org/adastra/ volume18/angel.html Rowe E, Hairiah K, Giller K E, Van Noordwijk M and Cadisch G, 1999. Testing the "safety-net" role of hedgerow tree roots by 15N placement at different soil depths. Agroforestry Systems. Agroforestry Systems 43(1-3):81-93. Kluwer Academic Publisher and ICRAF. Sands, R., and G.D. Bowen. 1978. Compaction of sandy soils in radiata pine forests . II. Effects of compaction on root configuration and growth of radiata pine seedlings. Aust. For. Res. 8:163-170. Shah, P.J., Gandhi, M.S., Shah, M.B., Goswami, S.S. & Santani, D., 2003. Study of Mimusops elengi bark in experimental gastric ulcers. Journal of Ethnopharmacology 89: 305–311. SHI. 2007. "Providing farmers and communities in the tropics with long-term assistance implementing environmentally and economically sustainable technologies". Sustainable Harvest International. http://sustainableharvest.org/international_programs.cfm. Retrieved on 2007. STEENIS, CGGJ VAN. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 338-339 Streck, C., Scholz, S. M. (2006). The role of forests in global climate change: whence we come and where we go. International Affairs, 82, 861-879. Sumantera, I. W. dan I. N. Peneng, 2005. Pemberdayaan Hutan bamboo sebagai penunjang sosial ekonomi masyarakat Desa Pakraman Angseri, tabanan, Bali. Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia. Jogya Suprayogo D, Hairiah K, Van Noordwijk M, Giller K and Cadisch G, 1999. The effectiveness of hedgerow cropping system in reducing mineral Nleaching in Ultisol. In: C Ginting, A Gafur, FX Susilo, AK Salam, A Karyanto, S D Utomo, M Kamal, J Lumbanraja and Z Abidin (eds.). Proc. Int. Seminar Toward Sustainable Agriculture in the Humid Tropics Facing 21st Century UNILA, Lampung. p. 96 - 106. Teller, E.; Hyde, T.; Wood, L. (2002) (PDF), Active Climate Stabilization: Practical Physics-Based Approaches to Prevention of Climate Change, 98 Lawrence Livermore National Laboratory, https://e-reportsext.llnl.gov/pdf/244671.pdf, retrieved on 21 April 2008 Torquebiau E, 1994. Ecological interactions in agroforestry. ICRAF-DSO course, Nairobi, Kenya. Uhl, N.W. and J. Dransfield. 1987. Genera Palmarum. A Classification of Palms Based on the Work of Harold E. Moore, Jr. Allen Press, Lawrence, Kansas. 610 pp. UNSD. 2005. "CO2 Emissions". Environmental Indicators. United Nations Statistics Division. June 2005. http://unstats.un.org/unsd/ environment/air_co2_emissions.htm. Retrieved on 2007. Utkarsh Ghate. 2007. "Field Guide to Indian Trees", Text of the Introductory chapter: "Introduction to Common Indian Trees" (RTF). Retrieved on 2007-07-25. Van Noordwijk M and Hairiah K, 1999. Tree-soil-crop interactions. Agroforestry lecture notes. ICRAF SE. Asia, Bogor. Van Noordwijk M and Lusiana B, 1999. WANULCAS 1.2. Backgrounds of a model of water, nutrient and light capture in agroforestry systems. ICRAF SE. Asia, Bogor. Van Noordwijk M, Hairiah K, Lusiana B and Cadisch G, 1998. Tree-soil-crop interactions in sequential and simultaneous agroforestry systems. In: Bergstrom L and Kirchmann H (eds.). Carbon and nutrient dynamics in natural and agricultural tropical ecosystems. CAB International, Wallingford, UK. pp 173-191. Van Noordwijk,M dan B. Lusiana, 2000. WaNuLCAS version 2.0. Background on a model of water nutrient and light capture systems. International Centre for Reserach in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia. Vandermeer J H (1989). The ecology of intercropping. Cambridge Univ. Press. Cambridge, UK. White, J. 1990. Estimating the Age of Large and Veteran Trees in Britain. Forestry Commission. Edinburgh. Widjaja, E. A. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Widjaja, E. A., N. W. Utami dan Saefudin. 2004. Panduan Membudidayakan Bambu . Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Williams, J. T., Ramanatha Rao, V. eds. 1994. Priority species of bamboo and rattan. Technical Report N° 1. New Delhi, INBAR. Wilson, B.F. The Growing Tree. 1984. Univ. Mass. Press. Amherst. 138 pp. Woodwell, G. M., Janzen, D. H., Wilcox, H. A., North, W. J., Swartz, J., Hoyer H. (1988). CO2 Reduction and reforestation. Science, 242, 1493-1494. Xu, Q. F., Xu, J. M., Jiang, P. K., 2003. Study on organic carbon poll of soil under intensive management bamboo forest. Journal of Soil and Water Conservation. 17(4): 15-21. Zhou, G. M. Research on bamboo forest ecosystem carbon storage, distribution and fixation. Zhejiang University. Ph. D Dissertation, 2006a. Zhou, G. M., Jiang, P. K., Mo, L. F., 2009. Bamboo: a possible approach to the control of global warming. International Journal of Nonlinear 99 Sciences & Numerical Simulation, 10(5): 547-550. Freund Publishing House Ltd. Allen, O.N. and E.K. Allen. 1981. The leguminosae: a source book of characteristics, uses and modulation. Wisconsin Press, Wisconsin. 812 p. Ambasta, Shri S.P. (ed). 1986. The useful plants of India. Publ. and Info. Directorate, CSIR, New Delhi, India. National Academy of Sciences. 1980. Firewood crops; shrub and tree species for energy production. NAS/NRC, Washington D.C. pp. 144-145. Little, E.L. 1985. Common fuelwood crops. Communi-Tech Assoc., Morgantown. W. Va. pp. 219-222. Little, E.L. Jr. and F.H. Wadsworth. 1964. Common trees of Puerto Rico and the Virgin Islands. Ag. Hand. No. 249. USDA Forest Service, Washington D.C. Castro KL. 2000. Estudios de germinación en Jaúly Cenízaro. BoletínMejoramiento Genético y Semillas Forestales. 24: 1B5. [Seed Abstracts 24:3606, 2001]. Gunn CR. 1984. Fruits and seeds of genera in the subfamily Mimosoideae (Fabaceae). Tech. Bull. 1681. Washington, DC: USDA Agricultural Research Service. 194 p. Khatra LM, Nasir MKA, Saleem R, Valhari MU. 1994. The fatty acid composition of Pithecellobium dulce seed oil. Pakistan Journal of Scientific and Industrial Research 37: 216. (Seed Abstracts 18(11): 3554. 1995). Little EL Jr, Skolmen RG. 1989. Common forest trees of Hawaii (native and introduced). Agric. Handbk. 679. Washington, DC: USDA Forest Service. 321 p. Little EL Jr, Wadsworth FH. 1964. Common trees and shrubs of Puerto Rico and the Virgin Islands. Agric. Handbk. 249. Washington, DC: USDA Forest Service. 548 p. Morton JF. 1976. Pestiferous spread of many ornamental and fruit species in South Florida. Proceedings, Florida State Horticultural Society 89: 348B353 [Weed Abstracts 28(5): 1618; 1979]. Parrotta JA. 1991. Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth, Guamúchil, Madras thorn. SO-ITF-SM-40. New Orleans: USDA Forest Service, Southern Forest Experiment Station. 5 p. Walters GA, Bonner FT, Petteys EQP. 1974. Pithecellobium Mart., Blackbead. In: Schopmeyer CS, tech. coord. Seeds of woody plants in the United States. Agric. Handbk. 450. Washington, DC: USDA Forest Service: 639B640. Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2.