pohon anti polusi

advertisement
1
POHON RAMAH LINGKUNGAN
DAN ANTI POLUSI
Tumbuhan menyerap CO2 dari atmosfir, behkan beberapa jenis
tumbuhan mempunyai kemampuan sangat ebsar untuk menyerap CO2 dari
udara. Misalnya Samanea Saman, dan Cassia sp. Mempunyai kemampuan
sangat ebsar menyerap CO2 udara, mencapai ribuan kg / tahun. Tumbuhan
melakukan fotosintesis membentuk senyawa organic yang menjadi sumber
makanan dan energy tumbuhan. Dapat proses fotosintesis itu, tumbuhan
menyerap CO2 dan air yang kemudian diubah menjadi glucose dan oxygen
dengan bantuan sinar matahari. Semua proses ini berlangsung dalam
khlorofil. Kemampuan tumbuhan sebagai penyerap CO2 akan beragam.
Banyak factor yang mempengaruhi penyerapan CO2 oleh tumbuhan,
di antaranya adalah kualitas khlorofilnya. Kualitas ini ditentukan oleh khlorofil
dan Mg sebagai inti dari khlorofil. Makin besar kandungan Mg, daun akan
berwarna hijau gelap. Penyerapan CO2 suatu pohon juga ditentukan oleh
luas total daunnya, umur daun dan fase pertumbuhan tanaman. Pohon yang
sedang berbunga dan bebruah mempunyai kemampuan daya fotosintesis
lebih besar, sehingga juga kemampuannya menyerap CO2. Faktor lain yang
menentukan penyerapan CO2 adalah suhu udara, dan radiasi matahari,
ketersediaan air.
Tumbuhan Trembesi ternyata mampu menyerap CO2 sangat banyak,
yaitu 28488.39 kg dalam setahun.
Berikut ini adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan besar
menyerap CO2 dari udara.
1. Trembesi, Samanea summons, 28488.39 kg / year
2. Cassia, Cassia sp, 5295.47 kg / year
3. Kenanga, Canangium odoratum, 756.59 kg / year
4. Pingku, Dyxoxylum excelsum, 720.49 kg / year
5. Banyan, Ficus benyamina, 535.90 kg / year
6. Krey umbrella, Fellicium decipiens, 404.83 kg / year
7. Matoa, Pometia pinnata, 329.76 kg / year
8. Mahoni, Swettiana mahagoni, 295.73 kg / year
9. Abrus, Adenanthera pavoniana, 221.18 kg / year
10. Lagerstroemia, Lagerstroemia speciosa, 160.14 kg / year
11. Jati, Tectona grandis, 135.27 kg / year
12. Nangka, Arthocarpus heterophyllus, 126.51 kg / year
13. Johar, Cassia grandis, 116.25 kg / year
14. Sirsat, Annona muricata, 75.29 kg / year
15. Puspa, Schima wallichii, 63.31 kg / year
16. Acacia, Acacia auriculiformis, 48.68 kg / year
17. Flamboyan, Delonix regia, 42.20 kg / year
18. Chrysophyllum Kecik, Maniilkara kauki, 36.19 kg / year
19. Cape, Mimusops elengi, 34.29 kg / year
20. Peacock flower, Caesalpinia pulcherrima, 30.95 kg / year
2
21. Perfect, Dilenia retusa, 24.24 kg / year
22. Khaya, Khaya anthotheca, 21.90 kg / year
23. Merbau beach, Intsia bijuga, 19.25 kg / year
24. Acacia, Acacia mangium, 15.19 kg / year
25. Angsana, Pterocarpus indicus, 11.12 kg / year
26. Kranji acid, Pithecelobium dulce, 8.48 kg / year
27. Handkerchiefs, Maniltoa grandiflora, 8.26 kg / year
28. Dadap red, Erythrina cristagalli, 4.55 kg / year
29. Rambutan, Nephelium lappaceum, 2.19 kg / year
30. Acid, Tamarindus indica, 1.49 kg / year
31. Kempas, Coompasia excelsa, 0.20 kg /tahun.
Pohon Dadap Merah Erythrina crista-galli L.
Nama umum Indonesia: Dadap merah
Inggris: cry-baby tree, coral tree
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus: Erythrina
Spesies: Erythrina crista-galli L.
3
Pohon ini sangat cocok kalau ditanam di halaman terbuka, karena bisa
mengundang datangnya para burung. Soalnya berbagai jenis burung suka
sekali menyantap buah pohon dadap merah ini.
Dadap merah (Erythrina crista galli) berfungsi sebagai tanaman peneduh.
Tumbuhan ini biasanya dapat menarik perhatian dan burung-burung untuk
hinggap. Sebabnya karena bunga Dadap Merah yang berwarna merah
nampak indah. Bagi kesehatan, Dadap Merah juga berfungsi sebagai obat.
Penemuan terbaru membuktikan bahwa daun Dadap Merah dapat menjadi
obat anti malaria.
Pohon dadap merah sebagai jalur hijau jalan raya, bersama tanaman hias lainnya
(Sumber: forums.gardenweb.com )
Erythrina crista-galli adalah pohon kecil, lingkaran batangnya sekitar
50 cm. Biasanya tumbuh sampai setinggi 5–8 m, meskipun secara individual
dapat tumbuh hingga 10 m .
Akarnya adalah akar tunggang (taproot) dneganb intil akarnya
mengandung bakteri fiksasi nitrogen. Bakteri ini hidup bersimbiosis dengan
pohon, membantu penyerapan nitrogen oleh pohon dan ia mendapatkan
bahan organic dari akar pohon. Pohonnya berkayu dengan percabangan
yang tidak teratur dan berduri.
Pohon ini berbunga pada musim panas, October hingga April di
America selatan dan April hingga October di belahan bumi utara. Biasanya
pohon ini mengalami blooming pada November hingga February.
4
Bunganya warna merah, tersusun dalam tandan bunga, pentamerik,
lengkap, dan bilateral symmetry. Kelopak bunganya gamosepalous, seperti
sarung jari merah kecil. Mahkota bunganya, seperti pohon legume lainnya,
berbentuk kupu-kupu; akan tetapi daun bunganya besar yang disebut
"standard", tersusun di bagian bawah bunga. Dua daun bunga yang disebut
"wings" juga kecil sehingga praktis tersembunyi dalam kelopak bunga. Dua
daun bunga lainnya bergabung bersama dan membentuk dasar bunga atau
"carina"; bagian ini melindungi organ reproduktifnya.
Bunganya kaya madu dan banyak dikunjungi serangga, yang
biasanya merayap-rayap di bawah “carina” sehingga dapat menyebabkan
terjadinya penyerbukan bunga .
(sumber: trees.stanford.edu )
5
Pembibitan pohon dadap merah (sumber: nl.axarquiaornamental.com ).
6
Pohon Kelengkeng (Dimocarpus longan)
Lengkeng (juga disebut kelengkeng, matakucing, atau longan,
Dimocarpus longan, suku lerak-lerakan atau Sapindaceae) adalah
tanaman buah-buahan yang berasal dari daratan Asia Tenggara.
Pohon, tinggi mencapai 40 m dengan garis tengah batang 1 m, kadangkadang berbanir; percabangan menggalah, kadang-kadang berlentisel,
berbulu agak rapat. Daun-daun berpasangan 2 - 6 pasang, bagian sumbu
biasanya berambut lebat, panjang tangkai daun sampai 20 cm; anak daun
jorong, panjang 3 - 45 cm dan lebar 1,5 - 20 cm, melontar sampai
menjangat, pada bagian atas sering kali berbulu pada bagian pangkal
tulang tengah. Perbungaan terminal, panjang 8 - 40 cm, berbulu padat;
braktea nyata. Bunga coklat kuning, mahkota bunga berbulu padat
sampai gundul, benang sari 6 - 10. Buah pelok, bergaris tengah 1 - 3 cm,
bulat; kulit buah halus sampai berbintilan, kadang-kadang berbutiran,
coklat kekuningan. Biji bulat dengan testa yang coklat kehitaman
mengkilat, ditutupi daging buah tipis yang berwarna putih bening.
7
Buah kelengkeng rasanya sangat enak. Pohon kelengkeng ini juga
mampu meredam polusi suara. Itu sebabnya pada pabrik-pabrik yang
menggunakan genset yang bising, ada baiknya menanam pohon ini di
dekat genset tersebut.
Pohon lengkeng dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter batangnya
hingga sekitar 1 m. Berdaun majemuk, dengan 2-4(-6) pasang anak daun,
sebagian besar berbulu rapat pada bagian aksialnya. Tangkai daun 1-20 cm,
tangkai anak daun 0,5-3,5 cm. Anak daun bulat memanjang, panjang lk. 1-5
kali lebarnya, bervariasi 3-45 × 1,5-20 cm, mengertas sampai menjangat,
dengan bulu-bulu kempa terutama di sebalah bawah di dekat pertulangan
daun. Pembungaan umumnya di ujung (flos terminalis), 4-80 cm panjangnya,
lebat dengan bulu-bulu kempa, bentuk payung menggarpu. Mahkota bunga
lima helai, panjang hingga 6 mm. Buah bulat, coklat kekuningan, hampir
gundul; licin, berbutir-butir, berbintil kasar atau beronak, bergantung pada
jenisnya. Daging buah (arilus)tipis berwarna putih dan agak bening.
Pembungkus biji berwarna coklat kehitaman, mengkilat. Terkadang berbau
agak keras.
Jenis dan penyebaran
Ada beberapa jenis lengkeng, Dimocarpus longan, di antaranya:
8
1. ssp. longan var. longan. Longan (Ingg.), lengkeng (Ind./Mal.),
2.
3.
4.
5.
lamyai pa (Thai). Berasal dari wilayah pegunungan di Myanmar
hingga ke Tiongkok selatan. Kini dibudidayakan secara meluas
hingga ke Taiwan, Thailand, Indonesia, Australia (Queensland)
dan Amerika Serikat (Florida).
ssp. longan var. longepetiolatus. Dari Vietnam bagian selatan.
ssp. longan var. obtusus. Lamyai khruer, lamyai tao (Thai). Dari
Indochina, dibudidayakan di Thailand.
ssp. malesianus var. malesianus. Matakucing (Malaysia), medaru,
medaro, bedaro (Sumatra), ihau (Kaltim), isau, sau, kakus
(Serawak). Menyebar di Indochina dan Malesia.
ssp. malesianus var. echinatus. Dari Kalimantan dan Filipina.
Selain lengkeng, jenis-jenis
diperdagangkan secara lokal.
yang
lain
umumnya
Pohon klengkeng di kebun monokultur (sumber: bijlmakers.com)
hanya
9
Memelihara kebun klengkeng (sumber:
Kegunaan
Buah-buah ini terutama dimakan dalam keadaan segar. Buah
lengkeng, terutama yang berdaging tebal dan besar, dikalengkan dalam sari
buahnya di Thailand, Taiwan dan Tiongkok, baik ditambah gula maupun tidak.
Lengkeng juga dikeringkan, untuk dijadikan bahan pembuat minuman
penyegar. Seperti halnya lerak, biji lengkeng yang mengandung saponin
kadang-kadang dimanfaatkan untuk mencuci rambut. Biji, buah, daun dan
bunga lengkeng juga digunakan sebagai bahan obat tradisional, terutama
dalam ramuan Tiongkok. Daunnya mengandung quercetin dan quercitrin.
Kayu lengkeng dan kayu bedaro (Dimocarpus malayensis) merupakan
kayu yang cukup baik untuk konstruksi ringan dalam rumah dan bahan
perkakas.
10
Pohon klengkeng dewasa, tajuknya mempunyai kemampuan besar meredam
kebisingan (sumber: wayn.com)
Pohon klengkeng di pinggir jalan. Ohon dapat tumbuh besar, buahnya
lezat. Dapat tumbuh pada berbagai kondisi habitat dan tahan kering, dan
beradaptasi terhadap kondisi udara dingin dataran tinggi. (Sumber:
plantbook.org )
Tumbuhan pohon subtropika ini telah beradaptasi dengan baik pada
kondisi tropis dengan musim basah dan kering yang jelas bedanya.
Tumbuhan ini asli dataran rendah dan dataran menengah di Asia
Tenggara dan masih dapat tumbuh baik hingga ketinggian 500 m dpl.
11
Klengkeng dapat berproduksi dengan baik di daerah dengan suhu
udara sejuk (15°C atau kurang) dan periode kering selama musim gugur dan
dingin (October-February). Suhu hantan (21-29°C) pada musim semi yang
diikuti dengan suhu tinggi musim panas (27-35°C) dan lengas tanah tersedia
penuh, merupakan kondisi ideal bagi produksi buahnya.
Musim hujan yang suhunya hangat cocok untuk pertumbuhan
vegetative dan mereduksi pembungaan dan produksi buah. Hujan yang
berlebihan selama pembungaan menyebabkan bunga rontok dan dapat
mereduksi polinasi dan fruitset. Daun-daun muda ternyata peka terhadap
angin kencang selama “vegetative flushing” yang mengakibatkan dehidrasi
daun, menguning dan deformasi daun.
Cekaman Kekeringan
Tanaman ini toleran terhadap kondisi tanah kering. Penghentian
pengairan pada akhir musim panas/ awal musim gugur hingga usim dingin
sangat dianjurkan untuk mengurangi pertumbuhan vegetative yang
berlebihan dan sekaligus untuk memacu pembungaan pada musim semi.
Pengairan yang teratur selama periode pembungaan hingga panen sangat
dianjurkan untuk mendapatkan produksi dan kualitas buah yang optimum.
Banjir dan genangan air
Tanaman ini tidak toleran terhadap kondisi basah yang berlebihan
atau kondisi tanah tergenang. Kalau suhu ambient tinggi, pohon muda dapat
menderita dan mati pada penggenangan kontinyu atau kondisi tanah basah
kontinyu 5 - 10 hari.
Suhu dingin
Longan is slightly less cold tolerant than lychee. Young trees are very
susceptible to freezing temperatures with severe damage at 29° to 31°F (-1 to
–0.5°C) and may be killed at 26° to 28°F (-2 to –3°C). Older trees are more
cold tolerant but branches are injured at 25° to 26°F (-3 to -4°C) with very
severe damage or death below 24°F (-4°C).
Angin
Longan trees are tolerant of windy conditions and young trees can
generally be established on windy sites. Mature trees pruned to limit their
hieght to 10 to 20 ft (3.1-6.1 m) are more likely to survive hurricane force
winds. The most common damage from hurricane winds is toppling over of
the trees and loss of most limbs. Windy, dry, cool weather during flowering
desiccates flowers and reduces fruit set.
Garam
Longan is not tolerant of saline soil and water conditions. Symptoms
of salt stress include marginal and tip necrosis of leaves, leaf browning and
drop, stem dieback, and tree death.
Perbanyakan Tanaman
12
Longan may be grown from seed, however, cultivars do not come true
from seed, may be slow to bear, and the fruit of inferior quality. Seedlings
may be used for selection of new cultivars or rootstocks. Air layering
(marcottage) is the most common propagation method used in Florida. April
through August is the best time for air layering and roots form within 10 to 12
weeks. Grafting onto seedling rootstock may be done by side veneer or cleft
grafting. Seedlings are usually grafted when pencil size (3/8th inch; 8 mm) or
larger stem diameter. Trees may be top-worked by grafting onto selected
vigorous shoots. Trees may also be propagated by cuttings with mist and
bottom heat.
Produksi Buah
Seedling trees may take up to 6 years to bear fruit, whereas air
layered trees may bear fruit 2 to 3 years after planting. In general, longan
trees bear erratically (i.e., not every year) and in some years little to no fruit is
produced. Yields from individual mature trees may range from 50 to over 500
lbs (23-227 kg).
Jarak Tanam
Longans grow fairly fast and at maturity, are large trees. Homeowners
should plant longan trees 22 to 25 ft (6.7-7.6 m) or more away from other
trees and structures. Trees planted too close to other trees or structures may
not grow normally or produce much fruit due to shading.
Kualitas Tanah
Longan trees thrive on various soil types provided they are well
drained. They do well on sandy loams, sand and calcareous, rocky soils of
south Florida.
Penanaman Klengkeng
Properly planting a longan tree is one of the most important steps in
successfully establishing and growing a strong, productive tree. The first step
is to choose a healthy nursery tree. Commonly, nursery longan trees are
grown in 3 gallon containers and trees stand 2 to 4 ft (0.6-0.9 m) from the soil
media. Large trees in smaller containers should be avoided as the root
system may be "root bound". This means all the available space in the
container has been filled with roots to the point that the root system becomes
compacted within the container. Root bound root systems may not grow
properly once planted in the ground.
Inspect the tree for insect pests and diseases and inspect the trunk of
the tree for wounds and constrictions. Select a healthy tree and water it
regularly in preparation for planting in the ground.
Planting may be done at any time in south Florida if there is access to
water. Otherwise, the best time to plant is in late spring or early summer
during the rainy season.
Pemilihan Lokasi
13
In general, longan trees should be planted in full sun for best growth
and fruit production. Select a part of the landscape away from other trees,
buildings and structures, and powerlines. Remember longan trees can
become very large if not pruned to contain their size. Select the warmest area
of the landscape that does not flood (or remain wet) after typical summer
rainfall events.
Penanaman Tanah Berpasir
Many areas in Florida have sandy soil. Remove a 3 to 10 ft (0.9-3.1
m) diameter ring of grass sod. Dig a hole 3 to 4 times the diameter and 3
times a deep as the container the longan tree has come in. Making a large
hole loosens the soil adjacent to the new tree making it easy for the roots to
expand into the adjacent soil. It is not necessary to apply fertilizer, topsoil, or
compost to the hole. In fact, placing topsoil or compost in the hole first and
then planting on top of it is not desirable. If you wish to add topsoil or compost
to the native soil, mix it with the soil excavated from making the hole in no
more than a 50-50 ratio.
Backfill the hole with some of the native soil removed to make the hole.
Remove the tree from the container and place it in the hole so that the top of
the soil media in the container is level with or slightly above the surrounding
soil level. Fill soil in around the tree roots and tamp slightly to remove air
pockets. Immediately water the soil around the tree and tree roots. Staking
the tree with a wooden or bamboo stake is optional. However, do not use wire
or nylon rope to tie the tree to the stake as they may eventually damage the
tree trunk as it grows. Use a cotton or natural fiber string that will degrade
slowly.
Penanaman tanah berbatu
Many areas in Miami-Dade County have a very shallow soil and
several inches below the soil surface is a hard calcareous bedrock. Remove a
3 to 10 ft (0.9-3.1 m) diameter ring of grass sod. Make a hole 3 to 4 times the
diameter and 3 times a deep as the container the longan tree has come in. To
dig a hole there are several options use a pick and digging bar to break up
the rock or contract with a company that has augering equipment or a
backhoe. Plant as described in the previous section.
Menanam bibit pada gundukan tanah
Di banyak lokasi ternyata muka air tanahnya sangat dangkal, dan
sering terjadi genangan air di permukaan tanah setelah hujan lebat. To
improve plant survival consider planting fruit trees on a 2 to 3 ft (0.6-0.9 m)
(1.2-3.1 m) high by 4 to 10 ft diameter mound of native soil.
After the mound is made, dig a hole 3 to 4 times the diameter and 3
times a deep as the container the longan tree has come in. In areas where
the bedrock nearly comes to the surface (rockland soil) follow the
recommendations for the previous section. In areas with sandy soil follow the
recommendations from the section on planting in sandy soil.
Pemeliharaan Pohon
14
Longan trees in the home landscape are susceptible to trunk injury
caused by lawn mowers and weed eaters. Maintain a grass-free area 2 to 5
or more away from the trunk of the tree. Never hit the tree trunk with lawn
mowing equipment and never use a weed eater near the tree trunk.
Mechanical damage to the trunk of the tree will result in weakening the tree
and if severe enough can cause the tree to dieback or die.
Roots of mature longan trees spread beyond the drip-line of the tree
canopy and heavy fertilization of the lawn adjacent to longan tree is not
recommended and may reduce fruiting and or fruit quality. The use of lawn
sprinkler systems on a timer may result in over watering and cause longan
tree to decline. This is because too much water, too often is being applied
which results in root rot.
Mulsa
Mulching longan trees in the home landscape helps retain soil
moisture, reduces weed problems adjacent to the tree trunk, and improves
the soil near the surface. Mulch with a 2 to 6 inch (5-15 cm) layer of bark,
wood chips, or similar mulch material. Keep mulch 8 to 12 inches (20-30 cm)
from the trunk.
Pemangkasan
Young longan trees are usually not trained in south Florida. However,
young longan trees typically produce 2 to 5 long branches; making a scraggly
tree structure with few terminals. However, several techniques will improve
tree structure and bearing surface area. At planting or soon afterward,
remove limbs with a narrow crotch angle. To force new shoot growth and
increase the number of new shoots either bend long upright limbs to a
horizontal position by tying or head back upright limbs. Shoot tip removal
(removing 1-2 inches of the end of new shoots), once or twice during spring
and summer will increase branching and make the tree more compact.
Tree size control is done to facilitate spraying and picking and to
maintain high light levels from the bottom to the top of the tree. It also greatly
reduces the potential damage sustained due to hurricanes and strong winds.
As trees mature, most of the pruning is done to control tree size (height and
width), and to maintain production of the lower tree canopy and light on all
sides of the canopy.
Longan trees in the home landscape may be pruned by hand or with
gas/oil or electrical cutting tools by selectively thinning out a few moderate
and small sized limbs each year. Trees kept 10 to 15 ft high (3.1-4.6 m) and
15 to 30 ft (4.6-9.1 m) wide are easier to care for and pick. They are also less
likely to topple during strong winds. If the canopy of the tree becomes too
dense, selective removal of some branches will increase air circulation and
light penetration.
Fotosintesis daun Klengkeng
15
Kurva variasi tahunan fotosintesis daun lengkeng menunjukkan dua
puncak, yaitu pada bulan June dan Agustus. Laju fotosintesis neto (Pn) lebih
tinggi selama periode Mei hingga September. Kurva variasi harian Pn selama
musim semi (May) menunjukkan satu puncak yaitu pada tengah ahri. Variasi
Pn harian pada musim panas (July) menunjukkan dua puncak. Puncak
pertama terjadi pada pukul 10.00 a.m. , puncak ke dua dan lebih kecil terjadi
pada pukul 16:00 p.m. Pada kondisi cuaca yang baik, ada model kurva
dengan dua puncak yang disebut "midday slump". Akan tetapi pada kondisi
berawan, fenomena "midday slump” tidak terjadi. Pada kondisi sangat
berawan, hanya ada satu puncak dan nilai Pn relative rendah.
Umur daun pada saat terjadi perubahan Pn dari negative menjadi
positif adalah 7- 10 hari. Pada umur daun 30- 40 hari, ternyata daun lengkeng
paling efisien menyerap radiasi aktif fotosintetik (PAR), dan menunjukkan nilai
Pn tertinggi. Pn mulai menurun secara bertahap setelah umru daun mencapai
60 hari. Kurva respon Pn terhadap suhu daun (TL) berbentuk paradola,
dimana kisaran TL optimum untuk Pn sangat sempit. Nilai TL optimum
photosynthesis adalah 28 ± 2℃ dan 25±2℃ ketika suhu udara ambient (Ta)
adalah 27℃ dan 22℃. Titik kompensasi cahaya photosynthesis (LCP) dan
titiki jenuh cahaya ( LSP) untuk daun lengkeng adalah 20 – 30 μE·m-2·s-1
dan 600 – 800 μE·m2·s-1. Nilai optimum SRWC untuk Pn berkisar 62% 84%. Tingkat kritis SRWC, pada saat tanaman memerlukan irigasi adalah
38% - 42%.
Munculnya bunga lengkeng terjadi 37 hari setelah suhu rendah dan
suhu tinggi dengan perlakuan KClO3, sedangkan suhu rendah dengan KClO3
menangguhkan pembungaan, dan suhu tinggi menghambat pembungaan.
Efisiensi neto fotosintesis daun menurun pada kondisi suhu rendah dan
perlakuan KClO3, kalau dibandingkan dnegan perlakuann suhu tinggi. Laju
transpirasi dan konduktivitas stomata keduamnay menurun pada suhu rendah.
Setelah 28 hari mengalami suhu rendah, dan kemudian suhunya ditingkatkan,
ternyata laju asimilasi neto, laju transpirasi dan konduktivitas stomata
meningkat.
16
KEMBANG SEPATU
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman
semak suku Malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam
sebagai tanaman hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna
merah dan tidak berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa
bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota
berlapis) yang berwarna putih hingga kuning, oranye hingga merah tua atau
merah jambu.
Di Sumatera dan Malaysia, kembang sepatu disebut bunga raya.
Bunga ini ditetapkan sebagai bunga nasional Malaysia pada tanggal 28 Juli
1960. Orang Jawa menyebutnya kembang worawari. Bunga terdiri dari 5
helai daun kelopak yang dilindungi oleh kelopak tambahan (epicalyx)
sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga. Mahkota bunga terdiri dari
5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai putik berbentuk silinder
panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan serbuk sari.
Biji terdapat di dalam buah berbentuk kapsul berbilik lima.
Ciri-ciri
Habitus: Perdu, tahunan, tegak, tinggi ± 3 m.
Batang: Bulat, berkayu, keras, diameter ± 9 cm, masih muda ungu setelah
tua putih kotor.
Daun: Tunggal, tepi beringgit, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 10-16
cm, lebar 5-11 cm, hijau muda, hijau.
Bunga: Tunggal, bentuk terompet, di ketiak daun, kelopak bentuk lonceng,
berbagi lima, hijau kekuningan, mahkota terdiri dari lima belas sampai dua
puluh daun mahkota, merah muda, benang sari banyak, tangkai sari merah,
kepala sari kuning, putik bentuk tabung, merah.
Buah: Kecil, lonjong, diameter ± 4 mm, masih muda putih setelah tua coklat.
Biji: Pipih, putih.
Akar: Tunggang, coklat muda.
Sumber: tanamanobat.org/396/kembang-sepatu/
17
Kandungan Kimia. Daun, bunga dan akar kembang sepatu
mengandung flavonoida. Di samping itu daunnya juga mengandung saponin,
dan polifenol, bunga mengandung polifenol, akarnya juga mengandung tanin
dan saponin.
Khasiat. Daun kembang sepatu berkhasiat sebagai obat demam pada
anak-anak, obat batuk dan obat sariawan. Untuk obat demam pada anakanak dipakai ± 25 gram daun segar kembang sepatu, ditambah dengan air 2
sendok makan, ditumbuk sampai lumat, kemudian dibalurkan pada bagian
dada punggung dan leher.
Pada umumnya tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Daun
berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung
daun yang meruncing. Di daerah tropis atau di rumah kaca tanaman
berbunga sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai
dari musim panas hingga musim gugur. Bunga berbentuk terompet dengan
diameter bunga sekitar 5 cm. hingga 20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar
dari dasar bunga. Bunga bisa mekar menghadap ke atas, ke bawah, atau
menghadap ke samping. Pada umumnya, tanaman bersifat steril dan tidak
menghasilkan buah. Tanaman berkembang biak dengan cara stek,
pencangkokan, dan penempelan.
Kembang sepatu banyak dijadikan tanaman hias karena bunganya
yang cantik. Bunga digunakan untuk menyemir sepatu di India dan sebagai
bunga persembahan. Di Tiongkok, bunga yang berwarna merah digunakan
sebagai bahan pewarna makanan. Di Indonesia, daun dan bunga digunakan
dalam berbagai pengobatan tradisional. Kembang sepatu yang dikeringkan
juga diminum sebagai teh.
Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis 'Crown of Bohemia' (sumber: kurowski.pl)
18
Tanaman ini mampu menyerap nitrogen sehingga membuat
paru-paru kita jadi lega. Namun jangan sekali-sekali
menanam bunga kembang sepatu di dekat ruang Radiografi.
Tanaman ini berfungsi meneruskan radiasi sehingga
berbahaya bagi orang di sekitar tempat radiografi tersebut.
(sumber: flickriver.com)
19
POHON TREMBESI
Pohon ini mampu menyerap karbondioksida dalam jumlah yang besar,
sehingga sangat disarankan untuk ditanam sebagai pohon penghijauan.
Namun trambesi membutuhkan lahan yang cukup luas. Pohon ini bernama
Trembesi (Samanea Saman). Pohon trembesi dewasa dapat menghasilkan
1,2 kg oksigen per hari atau cukup dalam menyediakan kebutuhan oksigen
untuk dua orang per hari. Pohon ini juga mempunyai kemampuan terhadap
polutan dapat menyerap 28.488 kg CO2/pohon/tahun. Pohon ini baik untuk
kita tanami di daerah yang mempuanyai tingkat polutan yang cukup
meresahkan atau tinggi.
Samanea saman (trembesi) yang sering disebut dengan Trembesi
(Rain tree) merupakan tanaman pelindung yang mempunyai banyak manfaat.
Trembesi dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang
mempunyai curah hujan 40 mm/tahun (dry season) atau bahkan dapat hidup
lebih lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Trembesi
juga dapat hidup di daerah dengan temperatur 20-300oC, maksimum
temperatur 25-380oC, minimum 18-200oC, temperatur minimum yang dapat
ditoleransi 80oC. Tanaman peneduh hujan ini akan tumbuh 15-25 m (50-80 ft)
di tempat terbuka dengan diameter kanopi (payung) lebih besar dari
tingginya.
Trembesi berbentuk melebar seperti payung (canopy), pohon yang
masuk dalam sub famili Mimosaceae dan famili Fabaceae ini biasa ditanam
sebagai tumbuhan pembawa keteduhan. Uniknya, daun pohon saman bisa
mengerut di saat-saat tertentu, yaitu 1,5 jam sebelum matahari terbenam dan
akan kembali mekar saat esok paginya setelah matahari terbit. Jika hujan
datang, daun-daunnya kembali menguncup. Bentuk dahannya kecil kecil
seperti dahan putri malu. Daun ini tumbuh melebar seperti pohon beringin,
tetapi tidak simetris alias tidak seimbang. Bijinya mirip dengan biji kedelai,
hanya warna cokelatnya lebih gelap. Bunganya menyerupai bulu-bulu halus
yang ujungnya berwarna kuning, sementara pada dasar bunga berwarna
merah. Buahnya memanjang, berwarna hitam kala masak dan biasa gugur
20
ketika sehabis matang dalam keadaan terpecah. Setiap panjang tangkainya
berukuran 7-10 sentimeter.
Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik namun sekarang tersebar di
seluruh daerah tropika. Di Indonesia, orang menjuluki tanaman ini dengan
sebutan Ki Hujan atau trembesi, sementara dalam bahasa Inggris dinamai
rain tree (pohon hujan), monkeypod atau saman. Asal muasalnya dari Hawaii,
tetapi banyak tersebar di kepulauan Samoa, daratan Mikronesia, Guam, Fiji,
Papua Nugini dan Indonesia.
Manfaat Trembesi
(sumber: matoa.org)
Trembesi merupakan jenis pohon yang memiliki kemampuan
menyerap karbondioksida dari udara yang sangat besar. Pohon ini mampu
menyerap 28.488,39 kg CO2/pohon setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian
Hartwell (1967-1971) di Venezuela, akar trembesi dapat digunakan sebagai
obat tambahan saat mandi air hangat untuk mencegah kanker. Ekstrak daun
trembesi dapat menghambat pertumbuhan mikrobakterium Tuberculosis
(Perry, 1980) yang dapat menyebabkan sakit perut. Trembesi juga dapat
digunakan sebagai obat flu, sakit kepala dan penyakit usus.
Nama latin pohon trembesi ini adalah Samanea Saman (Rain Tree).
Pohon ini aslinya hidup di Amerika Selatan dan sekarang secara natural juga
hidup dalam cuaca tropis. Secara natural bisa mencapai pertumbuhan
sampai ketinggian 25 meter dan diameter 30 meter.
21
(sumber: didut.wordpress.com)
Trembesi disebut Pohon Hujan (Rain Tree) karena air yang sering
menetes dari tajuknya yang disebabkan kemampuannya menyerap air tanah
yang kuat. Daunnya juga sangat sensitif terhadap cahaya dan menutup
secara bersamaan dalam cuaca mendung (ataupun gelap) sehingga air hujan
dapat menyentuh tanah langsung melewati lebatnya kanopi pohon ini.
Rerumputan juga berwarna lebih hijau dibawah pohon hujan dibandingkan
dengan rumput disekelilingnya. Pohon ini memang diperuntukkan bagi ruang
publik yang sangat luas seperti taman atau taman, halaman sekolah ataupun
pekarangan rumah yang mempunyai area tanah yang sangat luas.
Ciri pohon trembesi ini sangat mudah dikenali dari karakteristik
dahan pohonnya yang akan membentuk seperti bentuk payung. Dan pohon
trembesi ini akan tumbuh melebar melebihi ketinggian pohonnya (gak
kebayang ademnya kalau ditanam di tengah lapangan Simpang Lima).
Dinegara asalnya pohon ini dipergunakan sebagai pohon penyejuk di
perkebunan maupun taman.
Pohon trembesi juga mampu menyerap CO2 puluhan kali dari pohon
biasa. Pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton karbondiokasida
setiap tahunnya. Bandingkan dengan pohon biasa yang rata-rata mampu
menyerap 1 ton CO2 dalam 20 tahun masa hidupnya. Mungkin karena
kemampuan menyerap CO2 inilah maka pemerintah meluncurkan program
Penanaman 1 Miliar Pohon tahun 2010 dengan trembesi sebagai pohon
utama untuk ditanam.
Tetap masih ada pro dan kontra terhadap penanaman pohon trembesi
ini. Kemampuan pohon trembesi menyerap air tanah yang sangat kuat
sehingga ditakutkan malah akan mengurangi ketersediaan air tanah. Yang
kedua karena tanaman yang hidup di bawah pohon trembesi tidak akan dapat
bertahan karena perindang yang cukup lebat sehingga tanaman dibawahnya
tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup.
22
Budidaya Trembesi
Perkembangbiakan trembesi dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu pembibitan (metode yang biasanya digunakan), pemotongan dahan,
ranting, batang dengan cara pencangkokan. Proses pembibitan untuk skala
besar dapat menggunakan biji trembesi dengan cara :
 Perkecambahan biji akan tumbuh dengan baik sekitar 36-50% tanpa
perlakuan. Perkecambahan biji yang tidak diperlakuan akan tumbuh di
tahun pertama penyimpanan biji
 Pembibitan biji dapat dilakukan dengan memberi perlakuan tertentu
pada biji trembesi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih
cepat, yaitu dengan memasukkan biji dalam air selama 1-2 menit
dengan suhu 800C (1760F) dengan voluem air 5x lebih banyak dari
volume biji, aduk biji kemudian keringkan. Rendam biji dalam air
hangat dengan suhu 30-400 C (86-1040F )selama 24 jam. Metode ini
akan membnatu perkecambahan biji 90-100%. (Craig and George,
tanpa tahun). Skarifikasi biji (pengelupasan biji) akan tampak 3-5 hari
setelah perlekuan dengan menyimpannya dalam tempat teduh
dengan pemberian air yang konstan untuk membantu pertumbuhan
biji.
Bibit trembesi 50-100 cm (sumber: semai-semai.blogspot.com)
Perkecambahan biji trembesi dalam polibag (sumber: mediaindonesia.com)
23
Biji trembesi dikecambahkan dulu, setelah itu bibit muda dapat
ditanam di lahan. Saat itu panjang bibit kecambah 20-30 m. Bibit yang
mempunyai diameter >10 mm dapat lebih bertahan dari air hujan. Perkiraan
ukuran bibit saat penanaman yaitu ketika mempunyai tinggi sekitar 15-30 cm
(6-12 inci) dengan panjang akar sekitar 10 cm (4 inci) dan panjnag batang
mencapai 20 cm (8 inci). Diameter batang dari bibit harus mencapai 5-30
mm. Penanaman ini dapat dilakukan di pasir (tempat pembibitan) atau di
tanam di polybag yang berukuran 10×20 cm dengan komposisi 3:1:1 (tanah :
pasir : kompos). Perawatan bibit diperlukan untuk menjaga bibit agar bisa
tumbuh besar terutama dari serangan hama dan terpaan angin. Perawatan ini
dilakukan sampai tanaman menjadi lebih tinggi dan siap untuk melindungi.
Pohon trembesi pada koridor jalan raya
Jalan raya di kawasan Novena, Singapura. Nampaknya tipikal penghijauan di
Singapura hampir sama. Pohonnya besar-besar, rimbun dan teduh.
Kebanyakan merupakan jenis pohon trembesi, ciri khasnya pohon ini berupa
ranting dan dahan pada bagian bawah, namun rimbun penuh daun pada
bagian atasnya (sumber: erwin4rch.wordpress.com).
POHON MAHONI
Mahoni adalah anggota suku Meliaceae yang mencakup 50 genera
dan 550 spesies tanaman kayu. Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi
pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus
berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman,
beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan
halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan
mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun,
mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada
mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat
24
telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat.
Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat lain
yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon
pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur
bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.
Buah mahoni untuk pengobatan
Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69%
sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah
tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di
sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang
membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan
akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi
cadangan air. Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins.
Flavonolds sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah
sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran
darah disarankan memakai buah ini sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga
bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah,
mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, serta bertindak sebagai
antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Sementara itu, saponins
memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa juga untuk
mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem kekebalan,
mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan
memperlambat proses pembekuan darah.
25
Mahoni (Swietenia mahagoni)West Indian Mahogany berasal dari Caribbean,
southern Florida, Tinggi tajuknya dapat mencapai 30meter denga batang yang
sangat keras dan daun yang tidak mudah rontok sehingga cocok digunakan sebagai
pohon pelindung. (Sumber: sabrinaflora.com)
Tajuk pohon mahoni berbentuk kubah, daun berwarna hijau gelap,
rapat dan menggugurkan daun. Setelah daun gugur akan segera muncul
tunas-tunas muda berwarna hijau muda. Kedudukan daun bersilangan pada
ranting dengan ukuran daun lebih besar dibanding Swietenia mahagony.
Mahoni berbuah pada umur 10-15 tahun, buah masak pada periode April Juli. Buahnya cukup keras dengan panjang 5-15 cm, diameter 3-6 cm,
umumnya memiliki 5 ruang berbentuk kapsul dan merekah pada saat masak.
Buah merekah mulai dari pangkal buah dan terdapat 5 kolom lancip
memanjang hingga ujungnya, dimana pada bagian ini sayap dan benih saling
menempel. Secara komersial jenis ini tidak berarti apabila dalam jumlah
yang kecil, dan akan berpotensi apabila ditanam dalam jumlah skala yang
besar, terutama di daerah kering yang akan menghasilkan kayu dengan
kualitas yang baik.
Jenis ini juga sering digunakan pada kegiatan agroforestry untuk
meningkatkan kualitas tanah dan sebagai tanaman turus jalan. Kayu mahoni
memiliki kelas kuat II dan kelas awet II-III. Kayu ini dapat digunakan untuk
kayu perkakas dan bahan bangunan. Selain kayu, bijinya dikenal dapat
digunakan sebagai obat penyembuh sakit gula. Tanaman mahoni banyak
ditemukan di pinggir-pinggir jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang
besar cocok untuk berteduh. Disamping itu karena sifatnya yang tahan
panas/hidup di tanah gersang sehingga tanaman ini tetap bertahan
menghiasi tepi jalan di beberapa daerah.
Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah
barang baru, karena sejak jaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya,
pohon asan, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh
terutama di sepanjang jalan Daendels (dari Merak sampai Banyuwangi).
26
Sejak 20 tahun terakhir, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena
kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya
keras dan sangat baik untuk meubeler, furniture, barang-barang ukiran dan
kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak
mudah berubah. Kualitas kayunya berada sedikit dibawah kayu jati sehingga
sering dijuluki sebagai primadona kedua. Untuk pohon yang tua kayunya
berwarna merah kecoklatan.
Ada beberapa jenis mahoni yaitu berdaun kecil (Swietenia mahagoni)
dan berdaun lebar (Swietenia macrophilea). Swietenia mahagoni kualitas
kayunya lebih bagus dibanding Swietenia macrophilea. Sedangkan kelebihan
Swietenia macrophilea adalah lebih cepat tumbuh menjadi besar dan
kayunya lempeng.
Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan
untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit pohon ini akan
menjadi kuning dan wantek (tidak luntur). Sedangkan getahnya yang disebut
juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem (perekat), dan
daunnya untuk pakan ternak.
Hutan Rakyat Mahoni
(sumber: achmadrivainoor.wordpress.com)
Mahoni = RTH Ramah lingkungan
Ramah lingkungan = hemat
Fakta akibat pemanasan global mendorong lahirnya berbagai inovasi produk
industri terus berkembang dalam dunia arsitektur dan bahan bangunan.
Konsep pembangunan arsitektur hijau menekankan peningkatan efisiensi
dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan, mulai dari desain,
pembangunan, hingga pemeliharaan bangunan itu ke depan. Desain rancang
bangunan memerhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi
27
udara dan cahaya alami. Sedikit mungkin menggunakan penerangan lampu
dan pengondisi udara pada siang hari. Desain bangunan hemat energi,
membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas
bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan. Atapatap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof)
yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang,
ruang hijau bertambah).
Mahoni ditanam di RTH perumahan (sumber: forum.tamanroyal.com).
Penggunaan material bahan bangunan yang tepat berperan besar
dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang ramah lingkungan.
Beberapa jenis bahan bangunan ada yang memiliki tingkat kualitas yang
memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya sesuai dengan
anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan
sebelum konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga bangunan tetap
berkualitas. Survei dilakukan untuk mencari alternatif bahan bangunan yang
bersifat praktis, mampu memberi solusi tepat kebutuhan bangunan, dan
ramah lingkungan. Hal ini bisa dilihat mulai dari lama waktu proses
pengerjaan, tingkat kepraktisan, dan hasil yang diperoleh.
Bangunan menggunakan bahan bangunan yang tepat, efisien, dan
ramah lingkungan. Beberapa produsen telah membuat produk dengan
inovasi baru yang meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan,
mengurangi pemakaian sumber daya alam tak terbarukan dengan
optimalisasi bahan baku alternatif, dan menghemat penggunaan energi
secara keseluruhan. Bahan baku yang ramah lingkungan berperan penting
dalam menjaga kelestarian lingkungan bumi. Beragam inovasi teknologi
28
proses produksi terus dikembangkan agar industri bahan baku tetap mampu
bersahabat dengan alam. Industri bahan bangunan sangat berperan penting
untuk menghasilkan bahan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah
lingkungan.
Konstruksi yang berkelanjutan dilakukan dengan penggunaan bahanbahan alternatif dan bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi emisi
CO2 sehingga lebih rendah daripada kadar normal bahan baku yang
diproduksi sebelumnya. Bahan baku alternatif yang digunakan pun beragam.
Bahan bangunan juga memengaruhi konsumsi energi di setiap bangunan.
Pada saat bangunan didirikan konsumsi energi antara 5-13 persen dan 87-95
persen adalah energi yang dikonsumsi selama masa hidup bangunan.
Ruang Terbuka Hijau Mahoni
Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang
terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan
vegetasi (endemic, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak
langsung yang dihasilkan oileh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.
Berdasarkan bobot kealamian bentuk RTH dapat diklasifikasikan
menjadi bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan bentuk
RTH non alami atau RTH Binaan (Pertanain Kota, Pertamanan Kota dan
Lapangan Olahraga), serta Ruang Terbuka Hijau berdasarkan sifat dan
karakter ekologis dan Ruang terbuka Hijau berdasarkan penggunaan lahan
atau kawasan fungsionalnya.
Pada dasarnya fungsi dan manfaat utama RTH adalah Intrinsik yaitu
fungsi ekologis, fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Secara
ekologis RTH menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, satu
bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu
wilayah kota. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan
budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan
pendukung arsitektur kota.
Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat
dibangun dengan mengintegrasikan RTH berdasarkan bobot tertinggi pada
kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota
pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH
struktural.
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi
yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan
rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota,
kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki
permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada
rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan,
penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (arsitektural
29
dan hortikultural tanaman/vegetasi) penyusun RTH harus menjadi bahan
pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam.
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang
fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus
diperhatikan yaitu :
1. RTH yang berlokasi minimum.
Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah
perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen yaitu:
a. Kapasitas atau daya dukung alami wilayah.
b. Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk
pelayanan lainnya).
c. Arah dan tujuan pembangunan kota.
2. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
3. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk,
konfigurasi, dan distribusi)
4. Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan
kota.
(sumber: johnalexiss.blogspot.com).
Issue penting dalam pengembangan RTH adalah Lemahnya lembaga
pengelola RTH dalam pengoptimalan pengelolaan RTH, Lemahnya peran
stakeholder, dan Keterbatasan lahan kota untuk RTH, sehingga
pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah kota harus menjadi substansi
yang terakomodir secara hierarki dalam perundangan dan peraturan serta
pedoman tingkatan nasional dan daerah/kota.
Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota,
permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah. Dalam
pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut
30
sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka
terhadap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung
menurun.
(sumber: www.awkelleys.com/.../Mahogony_ls.jpg)
31
POHON BUNGUR
Pohon ini dikenal mampu menyerap polutan udara seperti timbal. Maka
kedua pohon ini sebaiknya ditanam untuk penghijauan di kota-kota besar,
dekat jalan protokol yang padat lalu lintasnya. Sebaliknya, pohon seperti
akasia sebaiknya jangan dijadikan pohon jalur hijau, karena akasia menjadi
salah satu pencetus asma. Begitu juga pohon palem yang indah bentuknya,
tak begitu besar manfaatnya.
Bungur (Lagerstroemia) adalah sejenis tumbuhan berwujud pohon
atau perdu yang dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan.
Bunganya berwarna merah jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak
indah.Perbanyakan anakannya dari biji yang keluar setelah proses
pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat berwarna coklat sebesar
kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan pencangkokan.
Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias
pekarangan: bungur biasa/besar/kebo (L. speciosa), pohon besar mencapai
8m, dan bungur jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya) yang
lebih kecil, berbentuk perdu. Bungur besar dulu juga banyak ditanam di
pekuburan. Kini selain ditanam sengaja di pinggir jalan raya dan halaman
rumah, juga banyak tumbuh liar di tepian sungai.
Beberapa jenisnya
Lagerstroemia anisoptera
Lagerstroemia balansae
Lagerstroemia calyculata
Lagerstroemia caudata
Lagerstroemia cristata
Lagerstroemia excelsa
Lagerstroemia fauriei (bungur
Jepang)
Lagerstroemia floribunda
Lagerstroemia fordii
Lagerstroemia glabra
Lagerstroemia guilinensis
Lagerstroemia indica (bungur
Jepang)
Lagerstroemia intermedia
Lagerstroemia langkawiensis
Lagerstroemia micrantha
Lagerstroemia minuticarpa
Lagerstroemia siamica
Lagerstroemia speciosa (bungur besar,
bungur pohon)
Lagerstroemia stenopetala
Lagerstroemia subcostata
Lagerstroemia subsessilifolia
Lagerstroemia tomentosa
Lagerstroemia venusta
Lagerstroemia villosa
32
Bungur besar Lagerstroemia indica
Nama Latin : Lagerstromeia speciosa Pers
Nama Daerah : Bhungor; Wungur; Ketangi; Laban; Wungu
Habitat : Tumbuh di tanah gersang dan subur pada hutan atau tanaman pelindung
tepi jalan pada dataran 1-900 m dpl.
Deskripsi : Pohon, tinggi dapat mencapai 45 m, umumnya antara 25-30 meter,
bercabang-cabang. Batang berwarna cokelat pucat sampai merah cokelat.
Perbungaan berupa malai, berwarna ungu.
Kandungan Bungur : Tanin; Alkaloid; Saponin; Terpena; Glukosa
Khasiat Bungur : Khasiat Bungur adalah sebagai Antidiare; Diuretik; Antidiabetik
Resep Tradisional Bungur: Kencing manis: Daun bungur segar 8 g; Biji kacang
hijau 9 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.
33
Bungur = Banaba (Lagerstroemia speciosa Linn.) also known as Queen’s Flower, has
significant health benefits. Studies have shown that banaba contains corosolic acid (a
triterpenoid glycoside), an “insulin-like principle” that helps in reducing blood sugar levels.
Therefore, banaba is beneficial for those suffering from diabetes. Banaba is helpful in
decreasing triglyceride and cholesterol levels. Banaba has also been shown to be good for the
kidneys, promote weight loss, help regulate blood pressure, prevent hyperuricemia and aid the
digestive system. (sumber: en.petitchef.com)
Pohon bungur di lapangan parkir (sumber: pharm1.pharmazie.uni-greifswald.de)
34
Pohon bungur di tepi lapangan (sumber: tropical-biology.org )
Persyaratan Habitat:
Altitude
Kurang dari 1500 m dpl.
Pencahayaan
Radiasi matahari penuh.
Temperatur
Rataan tahunan 15 - 30 o C.
Surah hujan
tahunan
1500 - 4500 mm. Tahan kekeringan.
Tanah
Dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah, tahan
kekeringan; tidak tahan tanah saline.
35
Pohon bungur di taman kopta (sumber: pyroenergen.com)
Pohon bungur sebagai jalur hijau jalan raya Lagerstroemia speciosa ( Queen's Flower)
(sumber: alltheplants.blogspot.com)
36
POHON TANJUNG
Tanjung (Mimusops elengi) adalah sejenis pohon yang berasal dari
India, Sri Lanka dan Burma. Telah masuk ke Nusantara semenjak berabadabad yang silam, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama seperti tanjong
(Bug., Mak.), tanju (Bim.), angkatan, wilaja (Bal.), keupula cangè (Aceh), dan
kahekis, karikis, kariskis, rekes (aneka bahasa di Sulut)[1]. Pohon tanjung
berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di tamantaman dan sisi jalan.
Pohon berukuran sedang, tumbuh hingga ketinggian 15 m. Daundaun tunggal, tersebar, bertangkai panjang; daun yang termuda berambut
coklat, yang segera gugur. Helaian daun bundar telur hingga melonjong,
panjang 9–16 cm, seperti jangat, bertepi rata namun menggelombang.
Bunga berkelamin dua, sendiri atau berdua menggantung di ketiak
daun, berbilangan-8, berbau enak semerbak. Kelopak dalam dua karangan,
bertaju empat-empat; mahkota dengan tabung lebar dan pendek, dalam dua
karangan, 8 dan 16, yang terakhir adalah alat tambahan serupa mahkota,
putih kekuning-kuningan. Benang sari 8, berseling dengan staminodia yang
ujungnya bergigi. Buah seperti buah buni, berbentuk gelendong, bulat telur
panjang seperti peluru, 2–3 cm, akhirnya merah jingga, dengan kelopak yang
tidak rontok.
Bunganya yang wangi mudah rontok dan dikumpulkan di pagi hari
untuk mengharumkan pakaian, ruangan atau untuk hiasan. Bunga ini, dan
aneka bagian tumbuhan lainnya, juga memiliki khasiat obat. Buahnya dapat
dimakan. Air rebusan pepagannya digunakan sebagai obat penguat dan obat
demam. Rebusan pepagan beserta bunganya digunakan untuk mengatasi
murus yang disertai demam. Daun segar yang digerus halus digunakan
sebagai tapal obat sakit kepala; daun yang dirajang sebagaimana tembakau,
dicampur sedikit serutan kayu secang dan dilinting dengan daun pisang,
digunakan sebagai rokok untuk mengobati seriawan mulut.
Kayunya padat, berat, dan keras. Kayu dari varietas parvifolia yang
biasa tumbuh dekat pantai dipilih sebagai bahan pasak dalam pembuatan
perahu, untuk tangkai tombak dan tangkai perkakas lain, almari dan mebel,
serta untuk tiang rumah. Varietas ini bisa tumbuh setinggi 25 m dan
segemang 40 cm. Kayu tanjung juga baik untuk dijadikan bahan ukiran,
patung, penutup lantai, jembatan, dan bantalan rel kereta api.
Sifat-sifat kayu
Kayu teras tanjung coklat tua, sedangkan kayu gubalnya berwarna
lebih muda dengan batas-batas yang jelas. Teksturnya halus dan merata,
dengan arah serat lurus, agak bergelombang atau sedikit berpadu. Berat
jenis kayu berkisar antara 0,92–1,12 (rata-rata 1,00), dan termasuk kelas kuat
I. Kayu tanjung tergolong mudah dikerjakan dengan hasil yang amat baik; ia
dapat diserut, dibor, dilubangi persegi, dan diamplas dengan hasil yang
sangat baik; serta dibentuk dan dibubut dengan hasil yang baik hingga
sangat baik.
Keawetan kayu tanjung termasuk dalam kelas I-II; daya tahannya
terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II, sementara terhadap rayap
37
kayu kering termasuk kelas IV (tidak awet). Dalam pada itu, keterawetannya
tergolong sedang. Sayangnya, kayu tanjung tidak mudah dikeringkan dengan
hasil baik. Kayu ini cenderung melengkung, pecah ujung dan retak-retak
permukaannya apabila dikeringkan. Meskipun relatif mudah dikupas, akan
tetapi venir (lembaran tipis bahan kayu lapis) yang dihasilkan cenderung
menggelombang. Pengeringan alami harus dilakukan dengan hati-hati dan
dalam waktu lama; pengeringan papan setebal 3 cm (dari kadar air 39%
hingga 15%) membutuhkan waktu sekitar 63 hari.
Keterangan: 1: habit pohon; 2 : ranting berbunga; 3: bunga; 4: benangsari
dan putik; 5: buah.
Ekologi Pohon Tanjung
Alam lingkungan alaminya di Asia, Mimusops elengi banyak
ditemukan di dataran rendah dekat laut, tetapi juga ditemukan di dataran
hingga ketinggian 600 m dpl. Ia dapat bertahan hidup pada kondisi iklim
perhumid atau curah hujan musiman, tetapi juga dapat dijumpai dalam habitat
kering musiman. Ia dapat tahan genangan hingga 2 bulan. Ia memerlukan
tanah yang relative subur.
38
Sumber: flickr.com
Perbanyakan tanaman dan Penanaman
Mimusops elengi dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang. Biji
dapat tahan disimpan selama 9 bulan, dan mmerlukan ‘after-ripening’ selama
bulan pertama penyimpanannya. Ada sekitar 2000 biji kering setiap kilogram.
Biji dapat berkecambah dalam waktu 17–82 hari dan laju perkecambahannya
70–90%. Biji dapat dikecambahkan dengan polibag. Bibit tanaman ini dapat
ditanam di lahan kalau tingginya sudah 20–30 cm. Keberhasilan bibit stek
untuk menumbuhkan akarnya sebesar 70-90%; ukuran stek ini panjangnya
10–15 cm dan diameternya 0.5–1 cm.
Perawatan
Mimusops elengi tahan naungan; ia mampu bertahan hidup dan
bereproduksi dengan baik pada kondisi naungan yang rapat. Perkebunan
Mimusops elengi telah berhasil dikembangkan di Sri Lanka.
Hama dan Penyakit
Penyakit daun yang dapat menyerang Mimusops elengi adalah
Colletotrichum gloeosporioides. Tingkat kematian bibit tanaman ini dapat
mencapai 20% disebabkan oleh penyakit busuk batang yang disebabkan oleh
Cylindrocladium spp.
Genetik
POHON TANJUNG BERANEKA RAGAM UKURANNYA, tergantung
dari asal-usulnya. Hal ini merupakan peluang bagi usaha seleksi dan
pemuliaannya. Di beberapa Negara Asia (seperti Philippines), Mimusops
elengi dikelompokkan menjadi pohon kayu industry yang bernilai ekonomi
sangat tinggi.
Prospeknya
39
Pohon tanjung mempunyai kayu yang kualitasnya sangat bagus,
sehingga berpeluang diusahakan secara industrial; di Africa banyak
digunakan sebagai pohon naungan dan pohon hias.
Pohon tanjung dalam jalur hijau jalan raya
Mimusops elengi trees in Quang Trung Soft Ward city (Sumber: flickr.com)
40
BAMBU
Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai
batang berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga
memberikan manfaat pada manusia. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur,
dan eru. Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan
pertumbuhan paling cepat . Karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik,
dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan lebih,
tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam.
Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis, antara lain, bila
dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan
peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif
cepat, yaitu 4-5 tahun. Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk
bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi
antara lain berupa sumpit (chop stick); barang kerajinan (furniture); bahan
lantai (flooring); bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk
memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman
bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena
sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta
dapat tumbuh pada lahan marginal.
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu
memegang peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat
memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat,
ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah
dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga
relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak
ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman
serbaguna bagi masyarakat pedesaan.
Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi
seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta
alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau
lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhirakhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan penghara industri supit, alat
ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat
musik, tirai dan lain-lain.
Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200
species dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja,
1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Pada Lampiran I
terdapat daftar jenis bambu yang diperkirakan tumbuh di Indonesia, tetapi
tidak semuanya merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman bambu
Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan
ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan ditempat-tempat
terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris
membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik
dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu
disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis
41
bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang
sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu
petung, bambu andong dan bambu hitam.
Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap
ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan
dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga
pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potonganpotongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang
menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang
sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang
membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan
ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu
tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah.
Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti
khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan
bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang
oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering.
Konservasi alam sangat idealis dan ngetrend diperbincangkan saat
orang berbicara seputar kualitas lingkungan dan polusi. Idealisme inipun
sangat gencar disuarakan pencinta alam dan lingkungan hidup. Namun tidak
semudah membalikkan telapak tangan karena membutuhkan pertimbangan
yang terkadang sangat birokratis dan dilematis.
Banyak konsep dan terobosan untuk mengatasi dan memelihara
lingkungan
telah
diketahui,
namun
kenapa
sulit ...??
apa
kesulitannya... ?? seolah berada dalam suatu lingkaran yang sulit
memperoleh ujung dan pangkalnya untuk keluar dari permasalahan yang
dihadapi. Kita sadari, konservasi alam dalam rangka pemulihan hutan dan
fungsi-fungsi hutan terhadap lahan-lahan kritis berbasis tanaman kayu
sangat mahal dan membutuhkan perawatan dan waktu panjang. Walaupun
kita sadari pemerintah telah berupaya membuat berbagai cara untuk
memulihkan kembali fungsi hutan pada lahan terbuka, lahan tidur dan lahan
kritis untuk kepentingan masyarakat melalui program hutan kemasyarakatan
yang berbasis swadaya masyarakat, namun masih memiliki banyak kendala
pengelolaannya.
Data CIFOR telah memperkirakan hutan Indonesia sekitar 3,8 juta ha
setiap tahun musnah akibat penebangan. Memperhatikan kondisi demikian,
berarti pemerintah perlu melakukan kebijakan jangka pendek untuk
menyelamatkan sumber daya alam hutan serta menjaga keseimbangan
ekosistim, ekologi hutan dan plasma nuftah serta mengatasi kekeringan dan
kerusakan habitat sumber daya alam yang ada. Langkah bijaksana yang
dapat diambil dalam jangka waktu pendek terutama untuk melindungi DAS
adalah
dengan
menggunakan
bamboo
sebagai
tanaman reboisasi. Pertimbangan menggunakan bamboo sebagai tanaman
untuk penghijauan karena memiliki pertumbuhan sangat cepat, investasi
kecil, tidak membutuhkan perawatan khusus, dalam usia 3 – 5 tahun telah
memperoleh pertumbuhan mantap dan dapat dipanen setiap tahun. Selain
itu dapat dilakukan penanaman campuran secara silang dengan tanaman
42
berkayu (pohon) untuk tujuan pemulihan fungsi hutan kembali dalam jangka
pendek.
Utthan centre dalam upaya konservasi pada lahan bekas
penambangan batu di India melakukan penanaman hutan bamboo seluas
106 ha, ternyata dalam waktu 4 tahun permukaan air bawah tanah meningkat
6,3 meter dan seluruh areal penanaman menghijau serta memberi pekerjaan
kepada sekitar 80% penduduk setempat dan menambah pendapatan
masyarakat melalui industri kerajinan bamboo. (Tewari, 1980 dalam Garland
2004)
Hasil studi Akademi Beijing dan Xu Xiaoging,
melakukan
inventarisasi dan perencanaan hutan dengan melakukan studi banding hutan
pinus dan bamboo pada DAS ternyata bamboo menambah 240% air bawah
tanah lebih besar dibandingkan hutan pinus. (Bareis, 1998, dalam Garland
2004))
Bamboo sebagai pilihan utama untuk reboisasi pada daerah aliran
sungai terutama lokasi sumber tangkapan air, karena memiliki kemampuan
mempengaruhi retensi air dalam lapisan topsoil yang mampu meningkatkan
aliran air bawah tanah sangat nyata.
China selain pertimbangan nilai konservasi menanam hutan bamboo
untuk kepentingan sumber air dan irigasi terdapat perhitungan ekonomis
yang memiliki nilai komersial tinggi, didukung nilai adat dan budaya telah
melakukan penanaman hutan bambu seluas 4,3 juta ha yang mampu
menghasilkan bambu sebanyak 14,2 juta ton/tahun. Kondisi hutan bamboo
di China telah mencapai 3 % dari total hutan dan telah berhasil memberi
kontribusi sekitar 25% dari total ekspor sebesar US $ 2,8 milyard (SFA,
1999, dalam Garland, 2004)..
Suksesnya penanaman bamboo di Negara Asia lainnya, telah
memberikan dorongan strategi Indonesia untuk melakukan gebrakan secara
nasional untuk menyelamatkan sumber daya alam hutan khususnya daerah
aliran sungai dan sumber tangkapan air dalam jangka pendek, sehingga
ancaman kekeringan yang diprediksi dengan efek pemanasan global ke
depan dapat diatasi dengan menggunakan bamboo sebagai tumbuhan yang
perlu mendapat perhatian untuk reboisasi. Bambu dan manfaatnya sudah
diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1995, namun pertimbangan
eksploitasi kayu lebih mendapat perhatian utama karena memiliki nilai
komersial diperhitungkan lebih tinggi dari bamboo.
JENIS BAMBU DI INDONESIA
No.
Nama botani
1
Arundinaria japonica Sieb &
Zuc ex Stend.
Bambusa arundinacea (Retz.)
Wild.
Bambusa atra Lindl.
Bambusa balcooa Roxb.
2
3
4
-
Daerah
ditemukan
Jawa
Pring ori
Jawa, Sulawesi
Loleba
-
Maluku
Jawa
Nama lokal
43
Bambu duri
7
8
9
10
Bambusa blumeana Bl. ex
Schul. f.
Bambusa glaucescens (Wild)
Sieb ex Munro.
Bambusa horsfieldii Munro.
Bambusa polymorpha Munro.
Bambusa tulda Munro.
Bambusa vulgaris Schard.
11
Dendrocalamus asper
Bambu petung
12
Bambu
sembilang
Bambu batu
14
Dendrocalamus giganteus
Munro.
Dendrocalamus strictur (Roxb)
Ness.
Dinochloa scandens O.K.
15
16
Gigantochloa apus Kurz.
Gigantochloa atroviolacea
17
Gigantochloa atter
18
Gigantochloa achmadii
Widjaja.
Gigantochloa hasskarliana
5
6
13
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Gigantochloa levis (Blanco)
Merr.
Gigantochloa manggong
Widjaja.
Gigantochloa nigrocillata Kurz
Gigantochloa pruriens
Gigantochloa
psedoarundinaceae
Gigantochloa ridleyi Holtum.
Gigantochloa robusta Kurz.
Gigantochloa waryi Gamble
Melocanna bacifera (Roxb)
Kurz.
Nastus elegantissimus (Hassk)
Holt.
Phyllostachys aurea A&Ch.
Bambu pagar,
cendani
Bambu embong
Awi ampel, haur
Jawa, Sulawesi,
Nusa Tenggara
Jawa
Jawa
Jawa
Jawa
Jawa,
Sumatera,
Kalimantan,
Maluku
Jawa, Bali,
Sumatera,
Kalimantan,
Sulawesi
Jawa
Jawa
Bambu
cangkoreh,
Kadalan
Bambu apus, tali
Bambu hitam,
wulung
Bambu ater, jawa
benel, buluh
Buluh apus
Jawa
Bambu lengka
tali
Buluh suluk
Jawa, Bali,
Sumatera
Kalimantan
Bambu
manggong
Bambu lengka,
terung terasi
Buluh rengen
Bambu andong,
gambang surat
Tiyang kaas
Bambu mayan,
temen serit
Buluh dabo
-
Jawa
Bambu eul-eul
Jawa
bambu uncea
Jawa
Jawa
Jawa
Jawa
Sumatera
Jawa
Sumatera
Jawa
Bali
Jawa, Bali,
Sumatera
Sumatera
Jawa
44
31
Riviera
Schizotachyum blunei Ness.
Bambu wuluh,
tamiang
32
Schizotachyum brachycladum
Kuez.
Buluh nehe, awi
buluh, ute wanat,
tomula
33
Schizotachyum candatum
Backer ex Heyne
Schizotachyum lima (Blanco)
Merr.
Buluh bungkok
35
Schizotachyum longispiculata
Kurz.
Bambu jalur
36
Schizotachyum zollingeri
Stend.
Bambu jala,
cakeutreuk
34
Bambu toi
Jawa, Nusa
Tenggara Timur,
Sumatera,
Kalimantan,
Sulawesi,
Maluku
Jawa,
Sumatera,
Sulawesi,
Maluku
Sumatera
Sulawesi,
Maluku, Irian
Jaya
Jawa,
Sumatera,
Kalimantan
Jawa, Sumatera
Bambu : Aneka kultivar ekonomis.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bambu Sembilang (Dendrocalamus giganteus), berwarna hijau muda
hingga hijau tua, panjang ruas 50-60 cm, diameter batang hingga
ketinggian 4 meter mencapai 20-25 cm, ketebalan di bagian pangkal 3
cm, cocok untuk bahan baku kertas, pulp, chopstick, particle board,
pelapis dinding bangunan. Umur panen 1-1.5 tahun. Jenis bambu ini
disarankan untuk ditanam di dalam kawasan hutan.
Bambu Petung, cocok untuk ditanam di kawasan hutan dan lahan-lahan
milik yang curam
Bambu Apus, batangnya cocok untuk bahan anyaman
Bambu Jepang (Dracaena godseffiana), jenis bambu hias dalam ruangan,
pertumbuhannya tahan naungan, mudah diperbanyak dengan stek.
Bambu taman (Arundinaria suberecta), bambu kerdil, bambu hias untuk
taman-taman terbuka, daunnya kecil-kecil, tahan kering.
Bambu kuning (Bambusa vulgaris), batangnya kuning keemasan bergaris
hijau, panjangnya mencapai 500 - 700 cm , diameternya 8-10 cm, cocok
untuk bahan/ material bangunan
Bambu Jawa (Gigantochloa aspera), batangnya sangat cocok untuk
bahan bangunan, warnanya hijau, panjangnya mencapai 12-15 m,
diameternya 15-20 cm
Bambu Loreng (Ochlandra maculata), batangnya loreng coklat,
panjangnya mencapai 20 m, daunnya besar-panjang-lebar, digunakan
sebagai bahan meubeler (furniture)
45
Pola Penanaman: Bambu
(1). Tanaman Monokultur dalam kawasan hutan
Pada saat tanaman bambu masih muda dapat dilakukan sistem
tumpangsari, dan pada saat tanaman bambu sudah dewasa
dapat ditempuh sistem penanaman di bawah tegakan.
(2). Cara Pertanaman Lorong menurut Garis Tinggi
Saat penanaman sebaiknya tanah dibuat lorong (hedge-row) lebih
dahulu mengikuti garis tinggi. Jarak dalam baris pada tinggi yang
sama dapat ditentukan misalnya 10-15 m, tetapi jarak dari lorong
yang satu ke lorong lain disesuaikan dengan keadaan lapangan.
(3). Sistem Kebun Campuran / Pertanaman campuran
Pada lahan pekarangan dan lahan tegalan bambu ditanam dalam
sistem campuran dengan tanaman yang telah ada. Penanaman
bambu pada batas-batas pemilikan lahan, pada petak-petak lahan
yang solumnya sangat tipis, atau pada petak - petak lahan yang
curam (slope > 25%).
Pembibitan dan Penanaman bibit
Pembibitan bambu dapat dilakukan dengna metode GGPC, yang
terdiri atas dua tahapan, yaitu (1) Tahap pesemaian mata tunas (2-3 bulan),
dan (2) pembesaran bibit dalam polibag (3-4 bulan).
Perbanyakan Bambu
Ada beberapa teknik untuk memperbanyak bambu, yaitu perbanyakan
rimpang (rhizoma), potongan batang, atau menggunakan cabang dan biji
untuk beberapa jenis bambu besar. Teknik mana yang akan Anda pakai
tergantung pada jenis bambunya, dan untuk apa bambu itu akan digunakan.
Untuk daerah kering, awal musim hujan adalah waktu terbaik untuk
perbanyakan bambu. Namun, jika tersedia cukup air, perbanyakan ini bisa
dilakukan kapan saja.
46
Sumber: www.idepfoundation.org/
Perbanyakan dengan Rimpang (Rhizoma)
Perbanyakan dengan rimpang cocok untuk penanaman skala kecil
karena tingkat keberhasilannya tinggi. Namun, cara ini sedikit lebih sulit dan
memerlukan waktu yang lebih banyak. Perbanyakan dengan rimpang bisa
dilakukan pada hampir semua jenis bambu, namun rimpang dari spesies
bamboo yang besar biasanya terlalu sulit untuk digali. Oleh karenanya,
perbanyakan dengan rimpang paling cocok diterapkan pada spesies-spesies
bambu yang kecil dengan banyak rimpang dan rumpun.
1.
2.
3.
4.
5.
Langkah-langkah perbanyakan dengan rimpang:
Pilihlah rimpang dan rumpun bambu yang ingin Anda perbanyak, batang
berumur satu tahun dari rumpun bambu bagian luar adalah yang paling
gampang dan paling baik.
Potonglah batang itu tiga atau empat buku di atas permukaan tanah.
Potong lagi pada rimpang, di bagian rimpang itu menyatu dengan
rimpang berikutnya. Biasanya ini mengarah ke tengah rumpun.
Galilah akar dan tanahnya sekitar 10-15 cm dari pangkalnya sehingga
ketika Anda mencabut rimpangnya, masih ada akar dan tanah yang
melekat.
Jagalah agar rimpang dan akarnya tetap basah hingga penanaman, atau
sebaiknya langsung ditanam. Basahi juga daunnya dengan air. Jagalah
agar rimpang dan akarnya tidak terkena sinar matahari.
Tanamlah rimpang itu sedalam kira-kira 15 cm, dan sirami dengan air.
Berikan pupuk atau kompos dan lapisan mulsa di sekitarnya.
Daun dan cabang yang baru akan tumbuh dari ruas-ruas bambu dan
pada awal musim hujan akan tumbuh tunas baru dari rimpan tersebut.
Terkadang tunas baru akan langsung tumbuh.
47
Sumber: www.idepfoundation.org/
Perbanyakan dengan Potongan Batang
Perbanyakan dengan potongan batang baik untuk perkebunan besar
dan untuk penahan angin karena lebih mudah dan memerlukan waktu yang
lebih singkat. Namun, tingkat keberhasilan teknik perbanyakan ini lebih kecil.
Teknik ini paling cocok untuk jenis bambu besar, yang terlalu sulit untuk
diperbanyak dengan rimpang.
Langkah-langkah perbanyakan dengan batang:
1.
2.
3.
Pilihlah batang bambu yang berumur sekitar 2-3 tahun dan memiliki
banyak cabang.
Potonglah sedekat mungkin dengan tanah, dan kemudian potongpotonglah batangnya sepanjang 1,5 sampai 2 meter.
Bersihkan cabang-cabang dan daunnya setelah buku pertama pada tiap
potongan, tapi sisakan 2 atau 3 cabang pada satu sisinya.
48
4.
5.
Galilah parit dan kuburlah batang bambu itu sedalam kirakira 15 cm.
Setelah penanaman, potonglah cabang-cabang yang tersisa pada 2
buku di atas tanah. Ini akan membantu Anda mengetahui di mana
bambu itu ditanam.
Sirami setiap hari selama satu minggu pertama. Setelah itu, sirami dua
kali seminggu selama satu bulan. ketika batang bambu itu sudah mulai
bertunas, batang itu sudah siap untuk digali, dipotong, dan ditanam
kembali ke tempat yang Anda inginkan.
Sumber: www.idepfoundation.org/
Perbanyakan dengan Cabang
Pilihlah beberapa cabang bambu yang besar, mereka biasanya ada
diujung atas bambu dewasa. Potong cabang ini sedekat mungkin dengan
batang utama, sepanjang kira-kira 1m (minimum ada 3 mata tunas).
Perlakukan cabang ini seperti menanam stek pada tanah yang subur.
Sebaiknya ditanam sedikit miring.
Pembibitan Bambu
Perbanyakan dengan potongan batang dan cabang dapat juga
digunakan untuk menanam bambu di koker. Perbanyakan dengan rimpang
tidak cocok untuk ditanam di koker, sebaiknya harus ditanam langsung ke
lahan.
Menanam Bambu Berkualitas Tinggi
Tiap-tiap jenis bambu mempunyai kualitas dan karakter yang
berbeda-beda. Menanam berbagai jenis bambu di suatu daerah akan
49
memberi keuntungan kepada masyarakat karena dapat memanfaatkan
bambu sesuai dengan kebutuhan yang beraneka ragam. Tiap-tiap orang
dalam satu komunitas dapat memanam salah satu jenis bambu dan tukarmenukar bisa saling dilakukan. Untuk menanam bambu berkualitas tinggi,
dibutuhkan pasokan unsur hara yang cukup, mengingat tanaman bambu
adalah tanaman pemakan berat. Bambu memiliki sistem perakaran yang
tumbuh dekat dengan permukaan tanah. Oleh karenanya, sebaiknya bambu
diberi pupuk dalam jumlah sedikit tapi teratur, misalnya tiap 3-6 bulan,
daripada memberinya dalam jumlah banyak hanya sekali setahun.
Pupuk yang cocok digunakan adalah pupuk kandang dan kompos,
terutama saat menjelang musim hujan. Pupuk kandang yang paling baik
digunakan adalah kotoran babi karena kotoran babi mengandung unsur hara
yang lengkap untuk pertumbuhan bambu. Pemberian lapisan mulsa, setebal
kira-kira 30 cm, juga akan sangat membantu pertumbuhan bambu. Ketika
tanaman bambu berumur 2 tahun, taburkan tipis-tipis bubuk semen pada
sekitar pangkal atau rumpunnya (di bawah mulsa). Semen mangandung
silika, mineral yang akan membuat bambu menjadi keras dan membantu
meningkatkan kualitas batangnya.
Uji coba yang pernah dilakukan pada bambu menunjukkan bahwa
kayunya lebih kuat jika ditanam pada punggung bukit daripada dekat sungai.
Pengelolaan Rumpun
Pengelolaan rumpun bambu yang baik akan menghasilkan batang
bambu berkualitas tinggi, serta memudahkan pemanenan. Satu rumpun
bambu yang dikelola dengan baik akan memiliki batang umurnya bervariasi,
dari umur 3, 2, dan 1 tahun, serta tunas-tunas baru. Sebaiknya terdapat 6-8
batang yang seumur pada tiap rumpunnya, jadi ada sekitar 24-32 batang per
rumpun. Semuanya harus mendapatkan ruang yang cukup untuk bisa
tumbuh dengan baik dan mudah dipanen.
Membuka Rumpun Bambu
Rumpun bambu yang dikelola dengan baik akan terlihat terbuka dan
sehat sehingga memudahkan kita untuk memilih dan menata mana bambu
yang siap dipanen dan mana yang masih muda. Rumpun yang tidak dikelola
akan terlihat padat dan semrawut, sulit untuk memilih dan mencapai mana
batang yang siap dipanen, dan sering ada batang yang mati atau kering di
tengah rumpun. Situasi seperti ini akan menyulitkan kita ketika memanennya.
Langkah pertama dalam mengelola rumpun adalah dengan
memotong semua batang yang sudah tua atau mati. Ini memang sulit
dilakukan karena letaknya kadang di tengah-tengah rumpun. Salah satu cara
untuk melakukannya adalah dengan memotong satu sisi rumpun hingga ke
tengahnya, kemudian memotong batang yang tua atau mati. Potonglah
sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Ini akan menciptakan bentuk
yang memungkinkan kita untuk memanen batang yang tua dari tengah
rumpun tanpa merusak tunas baru yang biasanya berada di luar rumpun.
Penjarangan
50
Hilangkan batang-batang yang rusak, bengkok, atau terlalu
berdekatan satu sama lain. Jika rumpun itu pernah dipanen sebelumnya,
akan ada banyak bekas-bekas pangkal bambu, sisasisa ini sebaiknya
dibersihkan dengan memotongnya sedekat mungkin dengan permukaan
tanah. Ini akan memudahkan kita untuk mencapai bagian tengah rumpun.
Pemangkasan Cabang
Pangkaslah cabang-cabang yang lebih rendah untuk memudahkan
akses ke dalam rumpun. Pemotongan sebaiknya di buku kedua atau ketiga
pada cabang yang dipangkas sehingga dapat mencegah jamur untuk
mencapai batang.
Perkebunan Bambu
Bambu bisa ditanam di dekat rumah, di lahan, serta menjadi bagian
dari sistem yang dikelola. Perkebunan bambu merupakan cara yang paling
efisien untuk menghasilkan bambu berkualitas tinggi. Hasil dari perkebunan
bambu juga bias dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbagai
macam fungsi, misalnya tunasnya sebagai sayuran, daunnya untuk pakan
hewan dan arang bambu, dan rumpun-rumpun bambu tersebut bisa
difungsikan sebagai penahan angin, pagar hidup, dan pengendali erosi.
Perkebunan Intensif
Perkebunan bambu yang intensif adalah suatu perkebunan di mana
bambu merupakan tanaman utamanya. Tanamlah bambu dalam baris
dengan jarak rumpun 4-6 meter dan jarak antar baris 8-10 meter. Pada lahanlahan yang miring, tanamlah bambu sesuai kontur. Dengan memberi jarak 810 meter antar baris, akan menyediakan banyak ruang pada saat memanen
dan mengumpulkan batangnya. Anda juga bias menggembalakan ternak
antar baris-baris itu.
Perkebunan Campuran
Perkebunan campuran adalah perkebunan di mana bambu hanya
merupakan salah satu jenis tanaman dari sekian banyak tanaman yang ada,
misalnya perkebunan kopi dengan bamboo yang berfungsi sebagai pagar
dan penahan angin. Bambu dapat dicampur dengan tanaman yang sama
tinggi dengannya, misalnya mangga, kelapa, alpukat, nangka, pohon kayuan,
dan tanaman serat. Kombinasi pepohonan yang akan ditanam bersama
bambu adalah terserah Anda, tapi jangan lupa untuk menyediakan cukup
ruang bagi pemanenan bambu kelak. Hewan juga dapat dimasukkan dalam
sistem ini. Menanam bambu pada kontur bukit akan membantu mencegah
erosi dan menstabilkan pinggiran suatu terasering.
Usahatani bambu
Sistem Usahatani Kebun Bambu Monokultur
Tanaman bambu mulai dapat dipanen pada umur satu tahun sampai
dengan mencapai produksi maksimum mulai umur 5 hingga 15 tahun. Modal
51
investasi usahatani dibutuhkan sampai tanaman berumur satu tahun
(sebelum berproduksi). Analisis cash-flow usahatani kebun bambu
monokultur Jenis Petung (populasi 100 rumpun/ha) menunjukkan biaya
produksi per tahun per hektar sampai dengan umur lima tahun adalah sekitar
Rp.250.000 hingga Rp 450.000. Pada tingkat usahatani kebun bambu
monokultur umumnya dapat diperoleh keuntungan yang memadai, dengan
Net B/C (DF 18%) 2.75 - 4.50, NPV (DF 18%) Rp.2.500.000 - Rp 5.500.000,dan IRR umumnya lebih dari 30%. Sistem penanaman tumpangsari dan
PLBT (Penanaman Lahan di bawah Tegakan) akan menghasilkan profit
finansial yang lebih baik.
(1). Sifat Pengusahaan
Secara agroekologis wilayah Kabupaten Pacitan bagian selatan dan
sekitarnya cocok untuk budidaya kebun bambu monokultur dan juga
pemeliharaannya tidak terlalu sulit. Tanaman bambu umumnya ditanam
petani dalam sistem campuran pada lahan pekarangan dan tegalan, sistem
budidaya bambu dalam kebun monokultur belum dilakukan oleh petani
secara intensif.
(2). Intensitas Pengusahaan
Perawatan kebun bambu monokultur relatif sangat mudah, mulai dari
pembuatan pesemaian/pembibitan, pembuatan lubang tanam, penanaman
bibit, pemupukan organik dan pupuk buatan sebagai starter, penyiangan
gulma dan pembumbunan BAMBU muda seperlunya.
(3). Analisa Biaya dan Pendapatan.
Kebun bambu monokultur dapat dipelihara secara intensif oleh petani.
Oleh karena itu dikenal dua macam model, yaitu kebun bambu monokultur
pada lahan kawasan hutan dengan pemeliharaan secara intensif dan
pertanaman bambu campuran yang tidak melakukan usaha pemeliharaan
sama sekali. Untuk golongan pertama, biaya pemeliharaan tahun pertama
untuk satu rumpun sekitar Rp. 2.000 - 2.250.
Ekologi Bambu
Bambu adalah tumbuhan pelindung kerusakan tanah yang paling
cepat berkembang, melepaskan oksigen 35% lebih banyak daripada jenis
tumbuhan lain. Beberapa jenis bambu, setiap hektarnya bahkan menyerap
hingga 12 ton karbon dioksida dari udara. Bambu juga dapat menurunkan
intensitas cahaya matahari dan melindungi terhadap sinar ultra-violet.
Kepercayaan tradisional menyatakan bahwa dalam hutan belukarbambu
merupakan tempat favorit Budha, dan kita pun bisa merasakan kembali
ketenangan emosi dan merangsang kreativitas.
52
Akarnya di dalam tanah dapat membuat tanah tidak mengalami erosi.
Batangnya yang lentur dan kuat dapat menahan laju air atau lumpur jika
terjadi air bandang.
Bambu merupakan salah satu bahan bangunan yang kuat. Bambu
memiliki gaya tarik 28.000 pounds per inci bujursangkar, beda dengan baja
ringan yang hanya memiliki gaya tarik 23.000 pounds per inci bujursangkar.
Daerah tropis sangat mungkin untuk tanaman bambu dan dapat menciptakan
"rumah yang tumbuh sendiri". Maksudnya adalah, lahan kosong yang
diperuntukkan untuk perumahan, ditanam pohon bambu terlebih dahulu. Jika
telah besar, ditebang dan dijadikan bahan bangunan perumahan tersebut. Di
Kosta Rika, 1000 rumah dibangundari bambu setiap tahun hanya dengan
bahan yang berasal dari 60 hektar perkebunan bambu. Jika suatu rumah
membutuhkan kayu, maka bisa diganti dengan bambu sehingga kita dapat
menyelamatkan hutan tropis.
Bambu merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui secara
cepat. Mungkin dikemudian hari kita tidak akan mengenal lagi istilah
"plywood" yaitu triplek yang terbuat dari kayu, tetapi kita akan diperkenalkan
dengan "ply boo" yaitu triplek yang terbuat dari bambu (semacam gedhek tapi
dengan proses pembuatan dan hasil yang lebih baik). Kini bambu telah
banyak digunakan untuk papan bingkai dinding dan lantai keramik; bubur
bambu untuk membuat kertas (bukan bubur kertas atau pulp);
briquettes/briket arang bambu untuk bahan bakar, bahan baku untuk
konstruksi perumahan. Terdapat lebih dari 1500 jenis bambu di bumi.
Keragamannya ini membuat bambu dapat sangat beradaptasi pada banyak
lingkungan. Dapat dipanen dalam 3-5 tahun bila dibandingkan dengan kayu
yang dapat dipanen pada 10-20 tahun. Bambu dapat hidup walaupun dengan
tingkat curah hujan yang tinggi antara 30-250 inci setiap tahunan.
Industri bambu telah memberikan pendapatan kepada lebih dari 2,2
miliar orang di seluruh dunia. Dengan tingkat pengembalian laba atas
investasi sekitar 3-5 tahun, sangatlah cepat daripada industri rotanyang
mempunyai tingkat pengembalian laba atas investasi sekitar 8-10 tahun.
Pemerintah India dan Cina, telah mengembangkan kebijakanyang
memfokuskan perhatian pada faktor pengembangan ekonomi dan
perlindungan alam yang dapat diraih melalui 15 juta hektar hutan bambu
cadangan. Di Limon, Kosta Rika, hanya rumah-rumah yang terbuat dari
bambu (hasil dari Proyek Bambu Nasional) yang masih bertahan akibat
gempa bumi pada tahun 1992. Fleksibel dan ringan, merupakan sifat bambu
yang memungkinkan struktur rumah bertahan dari gempa.
Bambu merupakan komponen yang sangat indah dalam desain
lansekap/tata letak. Bambu menjadikan lingkungan teduh, pemecah angin,
hambatan polusi suara, keindahan dan estetika. Hutan Bambu merupakan
suatu sistem ekologi yang dapat menjernihkan air dan mengurai limbah
melalui aerobik rhizosphere (organisme yang hidup di sistem perakarannya).
Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar
rimpang yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan
tanaman ini menjaga sistem hidronologis sebagai pengijat tanah dan air,
sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Rumpun bambu di
Tatar Sunda disebut dapuran awi juga akan menciptakan iklim mikro di
53
sekitarnya, sedangkan hutan bambu dalam skala luas pada usia yang cukup
dapat dikategorikan sebagai satu satuan ekosistem yang lengkap. Kondisi
hutan bambu memungkinkan mikro organisme dapat berkembang bersama
dalam jalinan rantai makanan yang saling bersimbiosis.
Ekosistem hutan bamboo yang ramah lingkungan (Sumber:
ourgreenatlanta.com).
Bambu mempunyai kecenderungan untuk menumbuhkan rumpun yang meluas
ke segala arah, tanaman ini penampilannya bagus dan banyak manfaatnya
54
untuk taman di pekarangan rumah. (sumber:
nashvilleveggiegarden.blogspot.com)
Urban Bamboo Biofilter
Pengembangan taman kota atau hutan kota dengan vegetasi
bamboo ternyata bermanfaat ganda, biayanya murah, infrastructure hijau,
menyehatkan lingkungan kota. Urban Bamboo Biofilters ini mengintegrasikan
fungsi-fungsi ekologis, ekonomi-industri, dan sosil-budaya; termasuk fungsifungsi membersihkan air dan udara kota, menciptakan ekonomi hijau di
perkotaan, produk yang renewable, dan bahan bangunan yang sustainable.
Bambu sebagai jalur hijau penyejuk jalan (sumber: travelpod.com)
Bambu dapat tumbuh pada berbagai kondisi habitat, mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan perubahan iklim dan menyediakan sumber
pendapatan bagi masyarakat. Bambu juga mempunyai kemampuan
menyerap dan menangkap karbon dari udara cukup besar, kemampuan ini
lebih besar dibandingkan dengan tanaman eucalyptus.
Bambu mempunyai laju pertumbuhan yang sangat cepat, dapat
mencapai 1.2 metre dalam sehari. Perakaran bamboo mampu mereduksi
erosi tanah hingga 75 %.
Hutan bamboo mempunyai karakteristik menyerupai tipe hutan
lainnya dalam kaitannya dengan siklus karbon di alam. Bambu menjadi
penangkap karbon atmosfir melalui fotosintesisnya, dan mengunci karbon
dalam batangnya dan dalam tanah (akar) selama pertumbuhannya.
55
Pada kondisi pengelolaan yang baik, bambu mampu menangkap
karbon atmosfir dalam jumlah yang sama atau lebih besar dibandingkan
dengan hutan cemara, dalam periode hidupnya 60 tahun.
Bambu di taman kota
Magel et al (2005) argue that growth of the new shoots in a bamboo
forest occurs as a result
of transfer of the energy accumulated in culms through photosynthesis
in the previous year.
As such, the growth of a bamboo culm is not driven by its own carbon
sequestration, but by
sequestration in previous seasons in other parts of the bamboo
system, and as such growth
of new shoots is not an indicator of sequestration rate. On the other
hand, Zhou (2009) argues
that as the bamboo system requires more inputs in the shooting
season of young culms (when
new shoots grow), high growth in bamboo shoots can be equated with
a high rate of carbon
sequestration.
It can be argued of course that as long as carbon sequestration is
determined by measuring
the difference in standing carbon between Year(t+1) and Year(t) (a
stock change approach), it
doesn’t matter whether and how the relocation of carbon between old
and new culms occurs.
56
Therefore in this study, we focus on carbon per unit area, rather
than carbon/ culm.
Bamboo culms of most species reach maturity after approximately 710 years, after which they
deteriorate rapidly, releasing carbon from the above-ground biomass
back into the atmosphere
(Liese, 2009). Therefore in a natural state, bamboo will reach a stable
level of above ground
carbon relatively quickly, where carbon accumulation through
sequestration is offset by carbon
release through deterioration of old culms. In order for the bamboo
system to continue to be
a net sink, carbon has to be stored in other forms, so that the total
accumulation of carbon in
a solid state exceeds the carbon released to the atmosphere.
Chapters 7 and 8 discuss these
questions, amongst other issues that can affect the length of
storage of carbon.
Carbon Credits for Bamboo
Since bamboo is botanically a grass and not a tree, many carbon
accounting documents fail
to include bamboo, or don’t consider bamboo within forestry. Bamboo
therefore does not
adequately fit under the terminology for a ‘forest’ in either the Kyoto
Protocol, Marrakech
Accords or IPCC. If bamboo were to be adequately recognized within
‘forestry,’ bamboo could
potentially occupy an important position in climate change mitigation,
adaptation, and
sustainable development (Lobovikov et al., 2009).
Forest definitions are myriad. However, common to most definitions
are threshold parameters
including minimum forest area, tree height and level of crown cover.
Under the Kyoto Protocol,
a “forest” is defined according to these three parameters as selected
by the host country. To
be eligible for voluntary credits and REDD, project forests must meet
internationally accepted
definitions of what constitutes a forest, e.g., based on UNFCCC hostcountry thresholds or FAO
definitions (UNFCCC, 2009).
Discussions are ongoing on the acceptance of tall and medium height
woody bamboos as
trees under UNFCCC and the Kyoto Protocol, and in the future, under
REDD and REDD+. The
Executive Board of the CDM, in its 39th meeting, decided that “Palm
(trees) and bamboos can
57
be considered equivalent to trees in the context of A/R”. However, the
final decision on what
constitutes a ‘forest’ lies with the country Designated National
Authorities (DNAs), therefore
potentially affecting whether CDM or other schemes include palms
and/or bamboos (Lobovikov
et al., 2009).
Since bamboo is often managed by rural households with little
financial capital for investment,
monitoring A/R projects or REDD+ would be impossible without
external project funding.
Moreover, due to bamboo being outside conventional forestry
projects, bamboo projects
would face considerable challenges regarding sampling designs,
carbon assessment methods
and default parameters devised for timber trees (Lobovikov et al.,
2009). Any mechanism which
generates payments for forest carbon, whether through a fund or a
market, will not function
effectively unless consistently and effectively regulated. Well-aligned
policies depend on
well-coordinated institutions and effective governance practices.
Coordination depends on
information flow and participation particularly at the grassroots level
(Saunders et al., 2008),
and such policies are currently not yet common for, and not yet
adapted to bamboo.
However, bamboo forests constitute an important livelihood source for
millions of rural people;
the current extent of bamboo forests and area of potential distribution
justifies amending the
IPCC guidelines and additional methodological tools to allow for the
inclusion of bamboo in
carbon schemes (Lobovikov et al., 2009). To make this happen, more
insights are needed in the
potential contribution of bamboo to mitigating climate change.
Carbon sequestration capacity in bamboo forest ecosystems
The study has shown that when compared to Chinese Fir and
Eucalyptus in managed plantation
sites, bamboo is at least equal to the other species in terms of its
carbon sequestration capacity.
However, results from studies focusing on bamboo carbon
sequestration capacity vary greatly
as they adopt different methodologies and management practices.
Recent research conducted
58
in China indicates that Moso bamboo plays a significant role in
regional and national carbon
budgets in China. The adoption of Geographical Information Systems
(GIS) and remote sensing
has expanded the scope to attempt to estimate biomass stocks (Lu,
2006).
The following section presents an analysis of Chinese research
focusing on the capacity of
bamboo forests to sequester carbon at the ecosystem level (including
bamboo, vegetation, and
forest soil carbon stocks). An attempt is made to compare the bamboo
forest ecosystems with
comparable forest ecosystems, whereby the carbon sequestration of
each respective forest
strata has been analysed to provide more comprehensive results.
Analysis of bamboo forests’ carbon sequestration
Table 4.1 shows that above-ground carbon sequestration storage
capacity of Moso bamboo
forests including shrubs and litter has been reported at levels varying
between 27-77 t C/ha.
The majority of carbon was found to be sequestered in the arbour
layer, accounting for 84-99%
of the total. The shrub layer and the herbaceous layer accounted for
very small contributions, especially in intensively managed forests.
Table 4-1 Carbon stock within Moso bamboo ecosystems (t C/ha)
Location
Stand
management
Vegetation Soil sampling depth and layer Ecosystem Ref.
Arbor
plant
Shrub Grass Litter Sum 0-20
cm
20-40
cm
40-60
cm
Sum Total
Lin’an
Intensive 32.991 0 0 0.602 33.593 34.017 21.56 12.385 67.962 101.56 Zhou,
2004,
2006a
Extensive 29.456 4.166 0.666 0.669 34.957 39.734 22.138 12.309 74.181 109.14
Medium 30.58 3.17 0.481 0.656 34.887 36.96 22.294 12.221 71.475 106.36
Huitong
High-yielding 31.97 0 0.64 0.74 33.35 56.91 55.71 26.97 139.59 172.94 Xiao,
2007,
2009
Medium
-yielding 25.59 0 0.63 0.53 26.75 49.66 36.04 25.26 110.96 137.71
59
Dagang
shan
31.2 3.8 0.2 0.16 35.36 48.66 48.23 17.02 113.91 149.27 Wang
2007
Yong’an
Intensive
management 74.15 0 0 2.59 76.74 45.34 52.2 53.1 150.64 227.38 Qi,
2009
Medium 61.3 0 0 3.01 64.31 83.55 56.71 57.11 197.36 261.67
Extensive
management 51.03 0 0 4.88 55.91 95.41 76 61.15 232.56 288.47
Table 4-1 also shows that the distribution of carbon storage varies
between different layers of soil. Within Moso bamboo forests, the carbon
storage down to a depth of 60cm is reported to
have a range between 68.0 -232.6 t C/ha, which includes rhizomes,
roots and soil carbon. The
carbon storage decreases with the soil depth. The soil layer between
0-20cm has the highest
carbon stock.
The reported total bamboo forest ecosystem carbon storage capacity
collected for this study
ranges between 101.6 t C/ha and 288.5 t C/ha, amongst which 1933% was stored within the
bamboo and vegetative layer, and 67-81% was stored within the soil
layer, which is about 2-4
times greater than the vegetative layer capacity. The shrub layer
accounted for 3.3-5.6% of the
carbon stock and the grass and the litter layer accounts for a very
limited contribution.
The data in Table 4-1 are for forests where bamboo is the main
species. However, many noncommercial
species are found as minor species in forests dominated by trees.
Very little data on
60
the contribution of such bamboos to the carbon stored in those forests
is available.
Bambu di taman kota San Diego (sumber: http://www.planetware.com)
61
POHON ASAM BELANDA (Pithecellobium dulce)
Pithecellobium dulce is a thorny tree which can become weedy. In
Hawaii it has a reputation as a pest in grass pastures, but normally only when
fields have been left nitrogen-starved. It is a tree with many uses; food (sweet
pods), firewood, honey, fodder, soap oil, tannin, hedges and shade--and it
can survive hostile climates. The generic name refers to the curly pod, that
mimics an ape's earring (pithekos ellobium), and the species name "dulce"
refers to the sweet pod.
Deskripsi
Kandungan Polongnya yang segar terdiri atas 25% kulit, 50% aril, dan
25% biji. Tiap 100 gram aril mengandung 75,8-77,8 g air, 2,3-3 g protein, 0,40,5 .g lemak, 18,2-19,6 g karbohidrat, 1,1-1,2 g serat, 0,6-0,7 g abu, 13 mg
kalsium, 42 mg fosfor, 0,5 mg besi, 19 mg natrium, 20,2 mg kalium, 25 I.U.
vit. A, 0,24 mg tiamin, 0,1 mg riboflavin, 0,6 mg niasin, dan 133 mg vitamin C.
Nilai energinya 330 kJ/100 g. Botani Berperawakan perdu atau pohon kecil,
tingginya sampai 10 m, dengan ranting membulat dan tidak berbulu,
dilengkapi dengan duri penumpu yang lurus dan berpasangan, panjangnya 410 cm. Daunnya majemuk bersirip ganda mendadak dengan hanya satu
pasang anak daun, rakisnya 1-2,5 cm panjangnya; tangkai anak daun beserta
rakis panjangnya mencapai 7,5 mm, diakhiri oleh duri penumpu yang kecil;
setiap pasang sirip memiliki dua anak daun yang berhadapan, tak bertangkai
dan berbentuk bundar telur tidak simetris, berukuran (1,5-3,5) cm x (1-2) cm,
tidak berbulu. Perbungaan bertipe malai terminal, berbulu halus, panjangnya
mencapai 10 cm; gagang perbungaan itu panjangnya 1-2 cm, menyangga
bongkol bulat yang berisi 1520 bunga yang berwarna keputih-putihan; daun
kelopak dan daun mahkota berbentuk tabung, panjangnya masing-masing
1,5 mm dan 3, 5 mm; tangkai sarinya berwarna putih. Buahnya (polong)
memipih, berbentuk lonjong-memita tetapi menggulung, lebarnya 1 cm,
berdaging menjangat, berwarna coklat kemerahan. Bijinya memipih,
berbentuk bulat telur sungsang tidak simetris, berukuran 9 mm x 7 mm x 2
mm, berwarna kehitam-hitaman, dengan aril yang tebal, seperti spon, agak
kering. Pohon yang ditumbuhkan dari benih memerlukan waktu 5-8 tahun
untuk mulai menghasilkan buah. Di Filipina, asam belanda berbunga dari
bulan Oktober sampai November dan banyak sekali buah yang matang
antara bulan Januari dan Februari; di Jawa Barat, jenis ini berbunga antara
bulan April dan Juni dan polong matang 2-3 bulan kemudian, dari bulan Juni
sampai Agustus.
62
Pohon asem londo (commons.wikimedia.org)
63
Sumber: http://www.iptek.net.id
Daun, bunga dan buah asem-londo (sumber: winrock.org)
64
Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth. (family Leguminosae, subfamily
Mimosoideae) is one of 100-200 species in this genus. Pithecellobium dulce
is the only species that has become widespread outside its origin.
The height of P. dulce is commonly 10-15 meters, but ranges from 5
to 18 m. They are broad-spreading with irregular branches. The bark is grey,
becoming rough, furrowed, and then peeling. Leaves are bipinnate, and
leaflets oblong to 4 cm in length. Thin spines are in pairs at the base of
leaves, and range from 2 to 15 mm in length. Leaves are deciduous.
However, new leaf growth coincides with the loss of old leaves, giving the tree
an evergreen appearance.
The flowers are in small white heads 1 cm in diameter. Each flower
has a hairy corolla and calyx surrounding about 50 thin stamens united in a
tube at the base. Flowering begins in 3-4 years and is seasonal (April in
Hawaii). The pods are pinkish, 1-1.5 cm wide, about 12 cm long, and become
spiral as they mature. Seeds are about 10 per pod (9,000 to 26,000/kg), black
and shiny, hanging on a reddish thread from the pod. The pod splits along
both margins.
Syarat Tumbuh
tidak menuntut kebutuhan iklim yang tepat, dan dapat tumbuh baik di
dataran rendah dan sedang di daerah-daerah basah dan kering dengan
cahaya matahari penuh. Meskipun tanah yang sistem pengaliran airnya baik
adalah paling cocok, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik juga pada tanah
berlempung berat.
Pithecellobium dulce thrives in dry warm climates where annual
rainfall is 400 to 1650 mm. It is typical of lowlands, but can be found at
elevations above 1,500 m in Mexico and East Africa. This species is found on
most soil types, including clay, limestone, and sands. Pithecellobium species
are noted for their tolerance of heat, salinity, and impoverished soils. They are
also tolerant of drought conditions.
Pedoman Budidaya
Biasanya tanaman ini dapat diperbanyak dengan benih, yang
memerlukan waktu sekitar 2 minggu untuk berkecambah. Akan tetapi, pohon
yang unggul sebaiknya diperbanyak secara vegetatif dengan pencangkokan,
penyambungan, atau penempelan.
Seed viability is Long under dry cool storage. No pretreatment is
necessary . For seeds to germinate, although nicking may improve And
hasten the process. Germination occurs quickly, Normally in 1-2
days. Application of Rhizobium inoculum To seeds is suggested prior to
sowing. Successful propagation by cuttings has also bbeen reported.
Pithecellobium dulce normally competes successfully with other
vegetation. It often establishes in grass ecosystems without the benefit of
weed and grass control. Few data are available on its relative growth rate, but
it appears to be intermediate in growth to the slower Prosopis spp. and the
faster Leucaena spp. Height growth can reach 10 meters in 5-6 years under
good environmental conditions.
65
Pemeliharaan
Setelah ditanam di lapangan, pohon tidak perlu memperoleh
perlakuan lain selain pemangkasan berkala.
Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit tampaknya tidak merupakan masalah yang serius.
Simbiosis: Pithecellobium dulce forms root nodules with Rhizobium
bacteria. Nodulation is common in all types of soil, but quantitative data on
fixation has not been reported.
Duri-duri halus dan tajam dapat tumbuh pada ranting-ranting muda,
sehingga membatasi pemanfaatannya. Tanaman ini pertumbuhannya cepat
dan mudah tumbuh kembali kalau dipangkas.
Pohon ini perakarannya tidak terlalu dalam, sehingga mudah roboh
kalau tertimpa angin, terutama kalau ditanam dari bibit hasil perbanyakan
vegetative. Superficial rooting is not common in drier soils, thus blow-down is
less of a problem under such conditions. The sap is said to cause irritating
skin welts and severe eye irritation (the latter is common to sap or juice from
many legume trees and their fruits). The heavy smoke created by burning
limits its usefulness as fuelwood. Pests include the thornbug and several
boring and defoliating insects.
Panen dan Pasca Panen
Polong biasanya dipetik dengan jalan memanjat pohonnya atau
menggunakan galah bambu yang panjang. Jika matang, buah akan pecah
pada kampuh sebelah bawah dan menampakkan arilnya. Untuk alasan inilah
mengapa buah tidak dapat disimpan lama dan harus dimakan dalam
beberapa hari saja.
Manfaat Tanaman
Arilnya dapat dimakan dalam keadaan segar; berasa kelat, tetapi
pada klon-klon terseleksi di Filipina arilnya manis dan agak kering serta
menepung. Minyak bijinya juga dapat dimakan, sedangkan tepung bijinya
digunakan sebagai pakan ternak. Daunnya jika digunakan sebagai plester
dapat menghilangkan rasa sakit pada lukaluka penyakit menular, dan dapat
menyembuhkan penyakit sawan, serta jika dicampur garam dapat
menyembuhkan gangguan pencernaan, tetapi dapat pula menyebabkan
keguguran. Kulit akarnya mungkin dapat digunakan untuk mengobati disentri.
Tanin (yang biasa digunakan untuk melunakkan kulit) dapat diekstrak dari
kulit batang, biji, dan daun; kulit batangnya juga digunakan untuk pewarna
jala ikan. Jenis ini merupakan tanaman tepi jalan yang umum di Indonesia,
terutama di kotakota, yang dipangkas menjadi tanaman hias yang indah di
tepi jalan raya.
66
Pohon asam belanda ini baik juga sebagai pagar hidup, walaupun
tidak sepenuhnya anti-kambing, sebab tunas-tunas mudanya dapat dijadikan
pakan ternak. Seringnya pemangkasan tidak memungkinkan terjadinya
pembungaan dan pembuahan pada tanaman tepi jalan dan tanaman pagar.
Mutan yang daunnya berwarnawarni digunakan sebagai tanaman hias pot.
Pohon asem-londo ditanam di lapangan parker sebagai pohon peneduh
(sumber: myussop-alltheplants.blogspot.com)
67
Pohon asem-londo ditanam di taman-taman kota sebagai pohon peneduh
(sumber: myussop-alltheplants.blogspot.com)
68
POHON KENANGA, Canangium odoratum
Kenanga (Cananga odorata) adalah nama bunga dari pohon yang
memiliki nama yang sama. Ada dua forma kenanga, yakni Cananga odorata
forma macrophylla, yang dikenal sebagai kenanga biasa. Kemudian Cananga
odorata forma genuina atau kenanga filipina, yang juga disebut ylang-ylang.
Selain itu masih dikenal kenanga perdu (Cananga odorata varietas fruticosa),
yang banyak ditanam sebagai hiasan di halaman rumah.
Pohon kenanga Cananga odorata forma macrophylla tumbuh dengan
cepat hingga lebih dari 5 meter per tahun dan mampu mencapai tinggi ratarata 12 meter. Batang pohon kenanga lurus, dengan kayu keras dan cocok
untuk bahan peredam suara (akustik). Memerlukan sinar matahari penuh
atau sebagian, dan lebih menyukai tanah yang memiliki kandungan asam di
dalam habitat aslinya di dalam hutan tadah hujan. Daunnya panjang, halus
dan berkilau. Bunganya hijau kekuningan (ada juga yang bersemu dadu,
tetapi jarang), menggelung seperti bentuk bintang laut, dan mengandung
minyak biang, cananga oil yang wangi. Pohon kenanga ylang-ylang juga
berupa pohon, tetapi tidak setinggi pohon kenanga biasa. Kenanga perdu
yang biasa ditanam di halaman rumah, hanya bisa tumbuh paling tinggi 3
meter.
Bunga dari pohon kenanga, hijau kekuningan
(sumber: toptropicals.com)
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
69
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Magnoliidae
Ordo: Magnoliales
Famili: Annonaceae
Genus: Cananga
Spesies: Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Buah dari pohon kenanga, hijau kekuningan
(sumber: toptropicals.com)
Kenanga (Canangium odoratum) adalah tumbuhan berbatang besar
sampai diameter 0,1-0,7 meter dengan usia puluhan tahun. Tumbuhan
kenangan mempunyai batang yang getas (mudah patah) pada waktu
mudanya. Tinggi pohon ini dapat mencapai 5-20 meter. Bunga kenanga akan
muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas pohon dengan susunan
bunga yang spesifik. Sebuah bunga kenanga terdiri dari 6 lembar daun
dengan mahkota berwarna kuning serta dilengkapi 3 lembar daun berwarna
hijau. Susunan bunga tersebut majemuk dengan garpu-garpu. Bunga
kenanga beraroma harum dan khas. Di pedesaan, kenanga sering dipelihara
untuk dipetik bunganya. Tumbuhan liar yang kini mulai jarang ini mudah
tumbuh di daerah dataran rendah mulai ketinggian 25-1000 meter di atas
permukaan laut.
Nama Lokal : Kenanga (Indonesia), Kenanga, Wangsa (Jawa);
Kananga (Sunda), Sandat kananga, Sadat wangsa (Bali); Selanga (Aceh),
70
Sandat (Sasak), Ngana-ngana (Nias); Lalangiran, amok, wungurer, pum-pum,
luit (Minahasa).
Tanaman kenanga dapat ditanam diberbagai tempat, perkebunan,
kehutanaan dan hutan kota, pertamanan, jalur hijau jalan raya dan ruang
terbuka hijau.
Karakteristik. Pohon berukuran medium, tingginya tanaman dapat
mencapai 30-35 m dan diameter tajuknya 80 cm. Bunganya berwarna hijau
kekuningan, dalam rumpun-rumpun kecil, dan aromanya sangat harum.
Persyaratan habitatnya, tanaamn ini menyenangi tanah lempung,
subur, drainagenya bagus, dan kaya bahan organic. Paling cocok dengan
kondisi dataran rendah, ketinggian tempat kurang dari 900 m dpl; curah hujan
tahunan yang sesuai 4830 mm. Tanaman dapat diperbanyak dengan biji
atau stek batang.
Pohon kenanga ditanam pada jalur hijau jalan raya (Sumber: toptropicals.com)
Penyakit Yang Dapat Diobati : Malaria, Asma, Sesak nafas, Bronkhitis,
Jamu setelah melahirkan:
1. Malaria dan Asma. Bahan: 3 kuntum bunga kenanga yang sudah
dikeringkan. Cara membuat: diseduh dengan 1 gelas air panas
71
dan ditutup rapat. Cara menggunakan: disaring dan diminum
secara teratur.
2. Sesak Nafas. Bahan: ½ gemggam bunga kenanga dan 1 ½ sendok
gula putih. Cara membuat: direbus dengan 1 gelas air panas
sampai mendidih hingga tinggal ½ gelas. Cara menggunakan:
disaring dan diminum; dilakukan secara rutin pagi-sore.
3. Bronkhitis.
Bahan:
2
kuntum
bunga
kenanga.
Cara membuat: direbus dengan 1 gelas air panas sampai
mendidih
hingga tinggal ½ gelas. Cara menggunakan: disaring dan
diminum; dilakukan secara rutin pagi-sore.
4. Jamu Sehat Setelah Melahirkan. Bahan: bunga kenanga yang
masih muda, kayu rapet, pegatsih, kunci pepet, kunyit, jongrahab,
jalawe, dan jakeling. Cara membuat: semua bahan tersebut
ditumbuk halus (dipipis), kemudian diseduh dengan air panas.
Cara menggunakan: disaring dan diminum.
Pohon kenanga ditanam sebagai penyejuk dan pengharum di
halaman pekarangan rumah (sumber: mgonlinestore.com)
Kenanga merupakan tanaman pertamanan yang sangat bagus, cirriciri keunggulannya adalah:
72
1)
2)
3)
4)
Pertumbuhannya sangat cepat
Bentuk tajuknya sangat bagus, tidak memerlukan pemangkasan
Perakarannya tidak bersifat invasive noninvasive
Praktis tidak ada gangguan hama dan penyakit tanaman yang
serius
5). Pohonnya bersifat evergreen dan tidak menggugurkan daun
terlalu banyak
6) Percabangannya fleksibel dan kuat menahan angin
7) Pohon berbunga sepanjang tahun dan akan menabar aroma
harum di sekitarnya.
Pohon kenanga ditanam di sekeliling lapangan untuk menebar
aroma harum bagi pengunjung lapangan (sumber:
bidorbuy.co.za).
Walaupun kenanga dianggap sebagai tanaman tropis, tetapi dapat
tumbuh pada kondisi subtropics. Pohon ini mampu bertahan terhadap
goncangan angin yang kencang.
Sebagai tanaman pertanaman, pohon kenanga ini selain aromanya
yang harum dan tajuknya yang bagus, pertumbuhannya cepat dan ukuran
tajuknya besar. Pohon dewasa dapat mencapai ukuran tajuk penuh pada
umur 1-2 tahun, mulai berbunga, dan membentuk arsitektur tajuk yang bagus,
dengan cabang dan ranting rimbun menggelantung ke bawah. Anya dalam
73
beberapa tahun saja, tajuknya dapat mencapai tinggi 60 feet dan lebarnya 15
feet. Pada saat yang sama perakarannya tidak in-vasif, sehingga tidak
merusak bangunan jalan raya di sekitarnya.
Cahaya. Pohon kenanga memerukan cahaya penuh untuk berbunga
dengan baik.
Air dan kelembaban udara. Air harus diberikan setiap hari selama 23 minggu setelah penanaman bibit. Pohon kenanga cocok untuk lingkungan
dengan kelembaban tinggi.
Pemupukan. Fertilize the plant with one-half dose of blooming-grade
balanced fertilizer at least once a month during the growth period to
encourage blooming; no fertilizing is required from the fall to the early spring.
Gangguan Hama Tanaman. Tanaman ini relative bebas gangguan
hama dan penyakit.
Kadangkala tanaman kenanga ini dikerdilkan untuk ditanam dalam
pot, namun ada juga tanaman kenanga tipe perdu. Tanaman kenanga yang
dikerdilkan tersebut ternyata mampu berbunga sepanjang tahun. Prosedur
pengkerdilan tanaman harus dimulai ketika kecambah bibit telah tumbuh
sepanjang 8-10 inch, dengan jalan menjepit bagian pucuk-pertumbuhannya.
Jangan sampai bibit terlalu tua dan batangnya berkayu.
Ada juga tanaman kenanga yang tajuknya kerdil (seperti perdu) yaitu
Fruticosa, yang merupakan pohon kecil atau perdu yang tingginya mencapai
6 feet dan mulai berbunga ketika tinggi tajuknya mencapai 1 - 1½ feet.
Aroma bunga dari tanaman Fruticosa ini tidak terlalu kuat seperti pohon
74
kenanga yang besar. Akan tetapi tanaman kenanga tipe kerdil ini sangat
popular di kalangan pertamanan karena sangat cocok untuk budidaya pot
dan untuk tanaman hias indoor.
Tanaman kenanga tipe perdu.
Bunga Fruticosa mempunyai bentuk yang lebih anggun dan menarik
dengan ujung kelopaknya agak memelinter ke arah dalam, seperti mulut
cangkangnya moluska.
75
Bunga kenanga tipe Fruticosa
FLAMBOYAN, Delonix regia
Klasifikasi:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus: Delonix
Spesies: Delonix regia
Flamboyan merupakan tanaman berbunga yang tumbuh di kawasan tropis dan
subtropis. Tanaman ini cukup toleran di daerah kering dan kondisi air yang asin.
Di daerah dengan kondisi kemarau panjang, daun flamboyan tumbuh hampir
sepanjang musim. Namun, di daerah lain, flamboyan malah menggugurkan
daun-daunnya seperti terjadi di Suriname dan sebagian Indonesia. Musim
berbunganya berbeda antara satu tempat/negara dengan tempat/negara lain. Jika
di Indonesia bunga flamboyan mekar pada Oktober-Desember, di India bunganya
mekar pada periode April-Juni. Selain tampak indah sebagai tanaman hias,
flamboyan juga memainkan fungsi lain yang tak kalah pentingnya, sebagai
pohon peneduh. Bagi masyarakat yang menghuni kawasan tropis, kehadiran
flamboyan dengan daun-daunnya yang rimbun menjadi anugerah tersendiri.
Orang-orang yang berada di bawah rindangnya pohon flamboyan bukan saja
terhindar dari sengatan sinar matahari yang terik, tapi juga bisa menikmati
kesegaran udara (oksigen) yang dihasilkan oleh daunnya yang rimbun.
Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku
unik dan indah warna bunganya. Tingginya bervariasi dengan paling tinggi
mencapai 12 meter. Tanaman ini menyukai tempat terbuka dan cukup sinar
matahari. Batangnya licin, berwarna cokelat kelabu dengan teras sangat
keras, berat, dan tahan air atau serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika
ditanam di trotoar bisa mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk
pohonnya yang bercabang banyak dan melebar seolah membentuk payung
raksasa. Dengan bentuk daun majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan
yang khas dan memberikan kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun
yang berteduh di bawahnya.
Daun-daunnya terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal
musim kemarau. Ketika memasuki pertengahan musim kemarau, daun-daun
flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya mengering,
76
meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus
dan gundul. Inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan perubahan
lingkungannya.
Apabila hujan mulai tercurahkan dari langit, flamboyan yang tampak
kering dan meranggas itu segera tumbuh dengan cepatnya. Tanaman ini
menebar “senyum” dengan kemunculan bunga-bunga berwarna jingga dan
merah. Ketika musim hujan tiba, bunga flamboyan mekar serentak. Periode
inilah yang banyak ditunggu pencinta bunga, yang selama hampir setahun
menanti kemunculan kembali flamboyant menampakkan bunganya.
Bunga flamboyan berukuran cukup besar, berbentuk seperti anggrek
dan mekar dalam sebuah malai yang padat dan rapat. Warnanya antara
merah jingga hingga merah tua (scarlet). Dalam satu kuntum bunga terdapat
lima helai mahkota bunga yang menyebar, di mana salah satunya tampak
berbeda dari empat mahkota lainnya. Inilah yang disebut dengan “standar” di
mana ukurannya tampak lebih panjang dan ditandai oleh bintik-bintik putih
atau kuning pada sisi bagian dalam. Rata-rata panjang setiap mahkota bunga
8 cm.
Keindahan bunga flamboyan akan tampak jika bunga itu masih di
pohon dalam bentuk “gerombolan malainya”. Jika dilihat satu per satu,
bunganya tampak kurang menarik. Namun, untuk dapat menyaksikan
kecerlangan bunga flamboyan memang harus pandai mencari waktu yang
tepat. Bunga flamboyan biasanya terlihat paling cemerlang pada minggu
pertama kemunculannya. Pada saat langit cerah dan matahari bersinar
terang, warna merah jingga menyala memendarkan cahaya berkilauan.
Birunya langit yang menghampar luas, seolah menjadi latar belakang yang
menciptakan kontras dari sebuah lukisan alam dengan warna merah bunga
flamboyan sebagai objeknya. Pada saat itulah, dapat disaksikan panorama
alam yang luar biasa menakjubkan.
Periode penuh keindahan bunga flamboyant hanya sebentar. Begitu
memasuki minggu berikutnya, kecerlangan bunga flamboyan mulai luntur.
Kita hanya akan menyaksikan warna pastel yang lebih lembut dan merah tua
yang sudah redup. Penampakan bunganya mulai membosankan. Apalagi
kemudian, satu per satu bunganya berguguran, berjatuhan, dan berserakan
di atas rerumputan atau aspal jalan. Musim bunga flamboyan yang
berlangsung antara bulan Oktober hingga Desember itu tetap menghadirkan
suasana romantis. Bagi sebagian masyarakat, periode berbunganya
flamboyan sering pula disebut musim kawin atau bercinta.
77
Pohon flamboyant sedang bebrunga di tengah kota (sumber:
forum.tamanroyal.com).
Seiring berjalannya musim hujan dan rontoknya bunga, flamboyan
pun berganti warna penampilan, dari merah ke hijau. Inilah periode
kemunculan daun-daunnya yang secara perlahan mengalami evolusi dari
warna hijau muda menjadi hijau tua cerah. Daunnya tergolong daun
majemuk, berbentuk seperti pakis, ringan, dan lembut. Daunnya terbagi
dalam dua tangkai (pinnate), tangkai utama (pinnae) dan tankai skunder
(pinnules). Panjang daun mencapai 30-50 cm. Dalam satu daun terdapat 2040 pasang pinnae dan 10-20 pasang pinnules.
Setelah bunga rontok, putiknya berubah menjadi buah yang berbentuk
seperti pedang (polong). Saat masih muda, warna buahnya hijau muda
cerah, namun saat ke-ring dan tua, akan berubah menjadi cokelat dan hitam.
Panjang buah bisa mencapai 60 cm dan lebar 5 cm. Meski buahnya
berbentuk polong besar, bijinya tergolong kecil dengan berat tiap biji rata-rata
0,4 gram. Bijinya bisa ditanam untuk menghasilkan tanaman baru, namun
biasanya budi daya flamboyan dilakukan dengan cara stek batang atau
cangkok karena alasan kepraktisan.
Di beberapa negara, flamboyan sudah menjadi komoditas penting
sebagai tanaman hias yang diperdagangkan. Di Indonesia sebenarnya
tanaman ini juga sudah cukup banyak dikenal dan dibudidayakan di berbagai
tempat. Namun, umumnya masyarakat kita menanam flamboyan lebih karena
alasan fungsinya sebagai peneduh yang cepat tumbuh. Di beberapa
kompleks perumahan atau trotoar jalan, pohon flamboyan mudah dijumpai.
Sedangkan menjadikan flamboyan sebagai tanaman hias demi terciptanya
keindahan, masih sangat kurang.
Penanaman pohon flamboyant biasanya dengan alasan fungsional
sebagai peneduh, sehingga tanaman tidak mendapat perawatan atau
78
pemeliharaan sebagaimana layaknya tanaman hias. Oleh karena itu
kadangkala flamboyant tumbuh menjulang tinggi dan tidak terawat. Padahal
dengan perlakuan yang tepat melalui pemangkasan yang teratur, kita dapat
menghasilkan tajuk tanaman yang bagus dan tidak terlalu tinggi. Pohon juga
dapat ditanam dengan sistem penanaman yang berjejer teratur, sehingga
saat musim bunga tiba, dapat disaksikan keindahannya. Sambil menikmati
keindahan bunganya, juga sebagai pertanda datangnya musim hujan.
Pohon flamboyant di tepi jalan sedang menebar pesona bunga
merahnya (sumber: amblogfree.blogspot.com)
Habitat tempat tumbuhnya.
Tanaman ini tumbuh baik pada tanah-tanah yang lembab,
drainagenya bagus dan tahan kekeringan. Tanaman ini bersifat
menggugurkan daunnya (deciduous). Flamboyan mempunyai tajuk yang
kekar dan lebar serta halus kalau tumbuh pada kondisi radiasi penuh.
Perakarannya yang dangkal dan menyebar luas akan memenuhi volume
tanah tempat tumbuhnya. Tanaman ini rentan terhadap gangguan rayap,
penggerek batang, dan busuk batang.
Manfaat dan Penggunaannya. This is a beautiful tree in form, shade, and flower.
The flowers are predominantly red, although yellow and orange forms are
cultivated; they are relatively short-lived as cut flowers. Trees remain in flower
for several weeks, however. They are often seen planted along roadsides as living
fence posts or as shade trees on both sides of the road that arch over the entire
road. The wood is yellow-brown, weak, brittle and soft, with a specific gravity of
about 0.3. Although the species is not a good timber source, the wood is widely
used as firewood.
79
Deretan pohon flamboyant di tepi jalan sebagai tempat berteduh
(sumber: http://amblogfree.blogspot.com)
Perkecambahan. Untuk mempercepat perkecambahannya, benih
(biji) perlu digosok (diasah) kulit bijinya, direndam dalam air panas, asam
sulfat encer atau abrasi. Perendaman ini diperkirakan selama 10 detik
dengan air panas 90°C dan diikuti dengan 24 jam imbibitions (absorpsi).
Pembibitan. Bibit flamboyant siap ditanam di lahan setelah umur 3 - 4
bulan dalam polibag selama musim hujan. Bibit anakan ditumbuhkan hingga
2 m, dbungkus dan dikemas dengan karung goni untuk ditanam di pot-besar
untuk pertamanan. Pohon dewasa berbunga dan bebruah mulai umur 3-5
tahun.
Kemampuan tanaman memfiksasi Karbon
Akhir-akhir ini, dampak perubahan iklim global telah mulai dirasakan
oleh berbagai daerah dan masyarakat, termasuk efek gas rumah kaca.
Tumbuhan pohon mampu membersihkan udara, memperbaiki keindahan dan
kenyamanaan lingkungan, dan mampu menyerap CO2 the atmosphere
melalui fotosintesisnya, mengubah CO2 menjadi bahan organic yang
disimpan dalam tubuh tanaman. Dengan demikian pohon mempunyai
sumbangan besar untuk mereduksi efek rumahkaca.
Pohon mempunyai kemampuan beradaptasi dengan kondisi
lingkungan hidupnya dan mampu menyerap pollutant dari udara. Jenis pohon
yang sesuai akan menyerap CO2 dan melangsungkan proses
fotosintesisnya. Gas CO2 akan diubah menjadi karbon-organik dan disimpan
dalam tubuh tanaman. Menurut catatan statistik, tanaman hidup untuk
menambah 1 ton bobotnya, ia memerlukan sekitar 1.6 ton CO2, meskipun hal
ini tergantung pada tipe tanaman dan jumlah karbon yang telah difiksasi.
80
Para peneliti memperkirakan ada sekitar 0.26 ton karbon dapat diserap dalam
1 m3 kayu. Penghijauan atau penghutanan di daerah tropis diperkirakan
dapat menyerap sekitar 30 - 110 juta karbon.
Kemampuan tanaman menyerap CO2 beberapa jenis tanaman
pohon:
Species tanaman
Cerbera manghas
Decussocarpus nagi
Delonix regia (Flamboyan)
Diospyros maritime
Diospyros morrisiana (Pohon
eboni)
Erythrina variegate (Dadap)
Ficus septic
Machilus zuihoensis
Melia azedarach
Messerschmidia argentea
Potensial penyerapan
CO2 (g·CO2/m2·d)
4.77
5.26
5.08
8.35
9.19
Ranking
5.43
6.07
7.65
5.6
2.54
6
4
3
5
10
9
7
8
2
1
Sumber: Environ Monit Assess. Maret 2010. Carbon fixation efficiency of plants
influenced by sulfur dioxide. Chung-Yi Chung · Pei-Ling Chung · Shao-Wei Liao.
Kendaraan bermotor melepaskan emisi CO, NO2, SO2, dan partikulat
ke udara bebas sebagai bahan pencemar. Vegetasi dapat menyerap bahan
polutan ini melalui proses pertukaran gas. Toleransi tanaman terhadap
kondisi kualitas udara yang tercemar dapat dianalisis dengan melihat laju
pertumbuhan relatifnya (RGR) dan respon fisiologisnya. Respon fisiologis
suatu jenis tanaman dapat diestimasi dengan pendekatan Indeks Toleransi
Polusi Udara (APTI). Parameter pertumbuhan tanaman pohon yang dapat
diamati untuk analisis ini adalah tingi tanaman, luas daun, total ascorbate,
total khlorofil, pH ekstrak daun, dan kadar air relatif. Berdasarkan total nilai
RGR dan APTI ternyata tanaman Lagerstroemia speciosa (BUNGUR)
(termasuk jenis yang toleran pencemaran udara; dan Pterocarpus indicus,
Delonix regia (flamboyant), Swietenia macrophylla termasuk kelompok yang
agak toleran (moderate). Gmelina arborea, Cinnamomum burmanii, dan
Mimusops elengi termasuk kelompok jenis tanaman yang intermediate
tolerant.
Data fisiologi tanaman yang dinyatakan sebagai APTI (Air Pollution
Tolerance Index), dihitung sbb:
AsA: ascorbate (mg g-1), Chl: total khlorofil (mg g-1), pH: nilai pH ekstraks
daun, RWC: kadar air relatif (%).
81
Kriteria skoring didasarkan pada metode modifikasi Dahlan (1995). Nilai-nilai
RGR dan APTI pohon yang tumbuh di daerah yang udaranya tercemar
dibandingkan dengan daerah yang tidak tercemar. Skore nol diberikan kalau
tidak ada perbedaan signifikan antara daerah yang tercemar dan daerah
yang tidak tersemar. Nilai positif satu (+ 1) diberikan kalau ada perbedaan
signifikan di antara dua daerah tersebut; sedangkan kalau nilai dari daerah
yang tercemar lebih tinggi daripada daerah yang tidak tercemar atau
sebaliknya, maka diberi n ilai negative satu (-1). Selanjutnya total skor RGR
dan APTI digunakan untuk mengklasifikasikan toleransi tanaman.
Kriteria kelas Toleransi berdasarkan laju pertumbuhan relative (RGR) dan
indeks toleransi pollusi udara (APTI) (modifikasi Dahlan (1995) :
Total RGR dan Nilai APTI
-2
-1
0
1 2
Kriteria Kelas Toleransi
Sensitive (S)
Intermediate tolerant (I)
Moderately tolerant(M)
Tolerant (T)
82
POHON ANGSANA
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Faboideae
Bangsa: Dalbergieae
Genus: Pterocarpus
Spesies: P. indicus
Pterocarpus papuanus Mueller (1886)
Pterocarpus wallichii Wight & Arn. (1834)
Pterocarpus zollingeri Miq. (1855)
Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis
pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae ( Leguminosae,
polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang
dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood. Di
berbagai daerah, angsana dikenal dengan nama-nama yang mirip: angsana,
babaksana (Btw.); sana kembang (Jw., Md.).

Pohon angsana sebagai peneduh di RTH perkotaan
Pohon yang kadang-kadang menjadi raksasa rimba, tinggi hingga 40
m dan gemang mencapai 350 cm. Batang sering beralur atau berbonggol;
83
biasanya dengan akar papan (banir). Tajuk lebat serupa kubah, dengan
cabang-cabang yang merunduk hingga dekat tanah. Pepagan (kulit kayu)
abu-abu kecoklatan, memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan getah
bening kemerahan apabila dilukai.
Pohon angsana sebagai peneduh di lapangan parker (sumber:
sendiridanrahasia.blogspot.com)
Beberapa hari ini, ada pemandangan yang berbeda dari biasanya di
sepanjang jalan yang melintasi komplek di dalam kampus UNS Solo.
Pasalnya hari-hari ini adalah waktu di mana bunga-bunga pohon
angsana (Pterocarpus indicus) yang banyak terdapat di komplek
kampus itu bermekaran. Kelopak bunga yang ringan dan rapuh ini
dengan mudah akan berguguran setiap saat tanpa harus menunggu
angin datang. Pemandangan jatuhnya kelopak angsana inilah yang
sedikit banyak mencuri perhatian orang yang melintas di kawasan
kampus tersebut. Bahkan sore kemaren, sewaktu joging, tak jarang
saya menjumpai beberapa mahasiswi yang memanfaatkan moment ini
untuk berfoto dengan teman sambil menikmati suasana yang mirip
hanami di negeri Jepang ini.
Daun majemuk menyirip gasal, panjang 12-30 cm. Anak daun 5-13,
berseling pada poros daun, bundar telur hingga agak jorong, 6-10 × 4-5 cm,
dengan pangkal bundar dan ujung meruncing, hijau terang, gundul, dan tipis.
Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak, 9-15 cm panjangnya. Bunga
berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak,
berbilangan-5. Kelopak serupa lonceng, berdiameter 6 mm, dua taju teratas
lebih besar dan kadang-kadang menyatu. Mahkota lepas-lepas, berkuku,
bendera bundar telur terbalik atau seperti sudip. Benang sari 10 helai, yang
teratas lepas atau bersatu. Buah polong bundar pipih, dikelilingi sayap tipis
84
seperti kertas, lk. 6cm diameternya, tidak memecah ketika masak. Biji 1-4
butir. Polong akan masak dalam waktu 4-6 bulan, berwarna kecoklatan ketika
mengering. Bagian tengah polong gundul pada forma indicus dan berbulu
sikat pada forma echinatus (Pers.) Rojo. Ada pula bentuk-bentuk antaranya.
Ekologi dan persebaran
Di Jawa, pada masa lalu banyak ditemukan tanaman ini tumbuh
tersebar di hutan-hutan hingga ketinggian 500m dpl., terutama di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan didapati tumbuh liar di rawa-rawa
pantai, di sepanjang aliran sungai pasang surut. Buahnya yang tua dan
mengering, disebarkan oleh angin, aliran air dan arus laut.
Angsana biasa ditanam orang untuk berbagai keperluan. Pohon ini
mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya.
MENCIPTAKAN lingkungan yang hijau dan asri memang harus dapat
dilakukan oleh masyarakat, sebab di Kota-kota besar akhir-akhir ini
banyak dilakukan penebangan pohon hanya untuk kepentingan sesaat,
sehingga bentang lahan yang tadinya menghijau sekarang malah
menjadi lahan yang gundul.
Untuk menghijaukan kawasan perkotaan, dapat dilakukan penanaman
pohon angsana, yang merupakan pohon peneduh di sepanjang tepi
jalan. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhnya
pohon angsana, yakni mampu menyerap polusi udara lebih besar
dibandingkan dengan pohon-pohon peneduh lainnya. Kandungan
polusi udara di beberapa kota besar seperti partikel timah begitu tinggi.
85
Keberadaan pohon Angsana mampu menyedot 70 persen kandungan
timah tersebut.
Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh polusi udara yang
mengandung timah tersebut paling mudah menghinggapi pada anakanak. Selain sebagai pelindung, pohon Angsana dapat digunakan
sebagai obat. Daunnya yang muda berguna pula sebagai obat diare.
Beberapa lembar daun yang masih muda dicuci dan diremas remas.
Siram dengan air matang, saring dan minumlah.
Kerindangan tajuk dan daunnya membuat kawasan di sekitar pohon
mejadi sejuk dan nyaman, selain itu akar pohon Angsana tidak merusak
bangunan dan tanaman di sekitarnya sehingga sangat layak kalau
ditanam di tepi jalan dan di taman-taman perkotaan.
Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon
pelindung (jalur hijau) di sepanjang tepi jalan raya dan di sekeliling
perkebunan. Perakarannya yang baik dan dapat mengikat nitrogen,
mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Karena tajuknya
yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai tanaman
peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan. Akan tetapi pohonpohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari
stek batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula,
pohon-pohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan
menumbuhkan cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah
patah; dengan demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah
yang banyak berangin.
Salah satu masalah yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia
adalah pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pencemaran
udara ini disebabkan tidak-seimbangnya pertambahan jumlah kendaraan
dengan pertambahan panjang jalan, yang menyebabkan terjadinya
kemacetan. Bergantung kadar dan lama pemaparannya, pencemaran udara
dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan lingkungan hidup.
Gangguan kesehatan pada manusia, kerusakan tumbuhan dan hewan,
gangguan kenyamanan dan estetika, serta kerusakan benda-benda, adalah
contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara
Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan
menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Tumbuhan adalah bioindikator
yang baik, dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar.
Khlorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi dalam kegiatan
fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan mengalami
penurunan kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara.
Jaringan mesofil adalah jaringan pertama yang akan terpengaruh oleh
pencemaran udara, di samping perubahan kadar klorofil. Pengaruh
pencemaran udara pada daun dapat dilihat dari kerusakan secara
makroskopik seperti klorosis, nekrosis; atau secara mikroskopik (anatomi)
86
seperti struktur sel; atau dari perubahan fisiologi dan biokimia, seperti
perubahan klorofil, dan metabolism.
Daun angsana dapat digunakan sebagai indikator polusi udara.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, dapat diperoleh informasi bahwa:
kenaikan konsentrasi NO di udara, menyebabkan penurunan kadar klorofil;
kenaikan konsentrasi SO2 udara menyebabkan penurunan kadar klorofil a;
peningkatan kadar SO2 udara menyebabkan peningkatan kadar klorofil b.
Kerusakan mikroskopik dan makroskopik jaringan daun angsana terjadi
sebagai akibat dari peningkatan konsentrasi NO, dan SO2 di udara.
Pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya
perubahan pada daun tanaman angsana, baik secara makroskopik,
mikroskopik, maupun kadar klorofil. Pada daun angsana, hubungan antara
kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar
klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif, dan klorofil b dengan SO2
berkorelasi positif; pada daun mahoni, hubungan antara kadar klorofil a dan b
dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dan b
mahoni dengan SO2 berkorelasi positif;
Tanaman angsana yang selama ini telah ditanam di lingkungan
perkotaan, memang berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan
dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO, dan SO2. Daun
tanaman angsana peneduh jalan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator
tahap pertama dalam pemantauan kualitas udara. Tanaman angsana
peneduh jalan sangat diperlukan sebagai peneduh jalan, penyejuk dan
penyaman, mengurangi pencemaran udara, laboratorium alam, dan estetika.
Pemanfaatan
Kayunya tanaman ini kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu
sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun
berat. Dalam bentuk balok, kasau, papan dan panil kayu yang lain untuk
rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta
api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain.
Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan
kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet
berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang
peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu
lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah
kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang
membutuhkan ketelitian.
Batang yang terserang penyakit sehingga berkenjal (monggol)
menghasilkan kayu yang kuat dan bermotif bagus, yang terkenal sebagai
“amboyna”. Istilah ini berasal dari nama tempat Ambon, yang pada masa
silam banyak mengeluarkan kayu termaksud yang diperdagangkan sebagai
linggua, kayu buku atau kayu akar. Namun sebenarnya kayu berpenyakit ini,
yang serupa dengan kayu gembol pada pohon jati, terutama dihasilkan oleh
wilayah timur Pulau Seram.
87
Getah yang keluar dari pepagan akan mengental dan berwarna merah
gelap, yang disebut kino atau sangre de drago (darah naga), dan memiliki
daya obat (astringensia). Secara tradisional, pepagan pohon ini biasa direbus
dan airnya digunakan untuk menghentikan murus (diare) atau sebagai obat
kumur untuk menyembuhkan seriawan. Air rendaman daun-daunnya
digunakan untuk keramas agar rambut tumbuh lebih baik; sementara daun
mudanya yang dilayukan digunakan untuk mempercepat masaknya bisul.
Kino dan ekstrak daun angsana juga dilaporkan memiliki khasiat untuk
mengendalikan tumor dan kanker.
Angsana juga sering ditanam sebagai pagar hidup dan pohon
pelindung di sepanjang tepi kebun wanatani. Perakarannya yang baik dan
dapat mengikat nitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah.
Karena tajuknya yang rindang, angsana kemudian juga populer sebagai
tanaman peneduh dan penghias tepi jalan di perkotaan. Akan tetapi pohonpohon angsana yang ditanam di tepi jalan, kebanyakan berasal dari stek
batang yang berakar dangkal, sehingga mudah tumbang. Lagipula, pohonpohon peneduh yang sering mengalami pemangkasan akan menumbuhkan
cabang-cabang baru (trubusan) yang rapuh dan mudah patah; dengan
demikian perlu berhati-hati bila menanamnya di daerah yang banyak
berangin.
“Selain sebagai pelindung, pohon angsana dapat digunakan
sebagai obat. Apabila anda mengalami radang tenggorokan yg
terasa gatal, sakit, dan panas, ambillah kulit batang pohon
angsana yang tua. bersihkan kulit pohon ini dan rendam dalam
air panas. Setelah dingin, gunakan untuk kumur-kumur beberapa
kali. Daunnya yang muda berguna pula sebagai obat diare.
Beberapa lembar daun yang masih muda dicuci dan diremasremas. Siram dengan air matang, saring dan diminum”.
Sifat-sifat kayu
Kayu narra (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga kerassedang, berat-sedang, liat dan lenting. Berat jenisnya sekitar 0.55-0.94 pada
kadar air 15%. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan yang
berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun
sukar dimasuki bahan pengawet.[2]
Kayu teras narra berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga
kemerah-merahan coklat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu
gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah.
Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat
kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan
mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun
bahan warna utama.
Pada umumnya kayu narra mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi
gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk
88
diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup,
namun papan narra yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku.
Memilih jenis pohon lindung atau pohon peneduh perkotaan memang
tidak boleh sembarangan. Ada pohon yang mudah tumbuh, rimbun daunnya,
misalnya pohon angsana (Pterocarpus indicus), yang dikatakan mampu
menyerap bahan pencemar timbal sampai 70 persen, tetapi sangat mudah
patah apalagi kalau ada hujan disertai angin. Banyak diberitakan di banyak
kota-kota besar antara lain di Jakarta, bahwa pohon angsana ini mudah
tumbang dan menelan korban jiwa saat hujan angin. Di beberapa kota, pohon
angsana ini banyak yang diganti dengan jenis pohon lain yang lebih kuat.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa pohon angsana ini kurang menarik
perhatian burung.
Positif: mudah tumbuh, daun2 kecil menghijau rimbun, menyerap
polutan udara terutama Pb (bisa sampai 70%)
Kelemahan: dahan dan ranting mudah patah terutama bila hujan angin, daun
rontok secara musiman (rontoknya tidak seragam antara satu angsana
dengan angasana lainnya lainnya, bahkan pas musim kemarau dimana kita
perlu berteduh, banyak angsana yang rontok), kurang disenangi burung
Peluang: bila dipelihara dan dipangkas setiap saat (terutama pada dahan2
dan rantng yang berbahaya karena sangat rimbun), maka pohon angsana ini
bisa berfungsi baik untuk pohon peneduh dan penyerap polutan.
Ancaman: bila dibiarkan liar tumbuh, pohon tumbuh semaunya, maka bisa
mengancam pejalan kaki atau mereka yang berteduh terutama bila musim
hujan, karena mudah patah atau bahkan tumbang. Di banyak kota besar
pohon angsana diganti dengan pohon yang lebih kuat misalnya: kiara payung
(Filicium decipiens), tanjung (Mimusops elengii).
89
POHON KERAI PAYUNG
Filicium decipiens Nama umum
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Filicium
Spesies: Filicium decipiens
Pohon kerai payung sebagai jalur hijau jalan raya di tengah kota (Sumber:
alltheplants.blogspot.com)
Kendaraan bermotor merupakan sumber terbesar pencemaran
udara di kota-kota besar di dunia termasuk diantaranya kota
Bandung. Kendaraan bermotor menghasilkan Pb (timbal), debu
(partikel tersuspensi), SOx (oksida sulfur) NOx (oksida nitrogen),
HC (hidro karbon), CO (karbon monoksida), dan O3 (ozon). Salah
satu upaya untuk mengurangi zat pencemar tersebut adalah dengan
menanam tumbuhan yang diketahui memiliki kemampuan
menyerap zat pencemar di setiap sudut kota, pinggir jalan atau
tempat lainnya. Salah satu tumbuhan tersebut adalah Ki sabun
(Filicium decipiens Thw.).
90
Karakteristik daun yang dapat menajdi indicator kualitas udara
adalah kandungan klorofil, kerapatan stomata, luas daun dan
konsentrasi Pb di daun. Tampaknya ada perbedaan yang nyata
antara luas daun, konsentrasi Pb di daun, jumlah kendaraan,
kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari di berbagai
lokasi. Perbedaan kondisi lingkungan ini menyebabkan luas daun
dan konsentrasi Pb di daun ki sabun berbeda secara nyata.
Luas daun dan konsentrasi Pb dalam daun pohon Kerai Payung
yang tumbuh di tepi jalan raya ada hubungannya dengan jumlah
kendaraan bermotor yang melintas di jalan, lembab nisbi udara dan
radiasi matahari.
Pohon kerai payung tumbuh di depan rumah, sebagai pohon
peneduh dan penyejuk halaman.
Tanaman ini cocok di tanam di halaman depan rumah ataupun
diletakkan di dalam pot. Untuk tanaman dalam pot, media tanam sebaiknya di
ganti
setiap
tahun.
Daun
kerai
payung
yang
rapat
dan
rimbun membantu menyaring debu dan kotoran. Perbanyakan tanaman ini
umumnya dilakukan melalui biji.
Namanya yang unik berasal dari tajuk tanaman yang membulat
menyerupai payung. Kerai payung atau dalam bahasa ilmiah Filicium
91
decipiens banyak dipakai sebagai pohon peneduh di halaman rumah atau di
taman. Daun-daunnya yang berbentuk sirip memanjang, berjarak rapat
sehingga membuat area di bawahnya ternaungi. Pada bulan tertentu antara
Maret – Mei, kerai payung mengeluarkan bunga berwarna putih.
Habitat asli kerai payung adalah di daerah beriklim tropis dan sub tropis
dengan cahaya matahari yang cukup sepanjang tahun. Kerai payung tumbuh
subur di tanah dengan kadar pH 8,6 – 9. pohon dewasa mampu mencapai
ketinggian antara 5 – 10 m.
Tanaman bibit kerai paying dalam pot (Sumber: toptropicals.com)
Keunikan pohon Kerai Paying ada dua macam, yaitu (1) bentuk
tajuknya hampir simetris sempurna, (2) kerapatan daun-daunnya
menyebabkan dia menjadi peneduh yang bagus. Sifat simetris dari tajuknya
bersifat alamiah sehingga tidak memerlukan pemangkasan untuk membentuk
tajuk. Pemangkasan diperlukan untuk membuang cbang-cabang bagian
bawah saja. Tujuan pemangkasan ini adalah supaya tersedia cukup ruangan
di bawah tajuknya untuk menempatkan kursi atau tempat duduk lainnya
sebagai tempat santai menikmati kesejukan dan kenyamanan lingkungan.
92
Ruang di bawah tajuk Kerai payung nyaman untuk istirahat . Pohon
filicium decipiens pohon peneduh ini termasuk jenis pohon yg dpt
mengurangi polusi udara sampai 67%. (sumber: toptropicals.com)
93
BAHAN BACAAN
Duarte O. 1974. Improving royal poinciana seed germination. Plant
Propagator 20(1): 15B16.
Francis JK. 1994. Personal communication. Rio Piedras, PR: USDA Forest
Service, International Institute of Tropical Forestry.
Francis JK, Liogier HA. 1991. Naturalized exotic tree species in Puerto Rico.
Gen. Tech. Rep. SO-82. New Orleans: USDA Forest Service,
Southern Forest Experiment Station. 12 p.
Little EL Jr, Wadsworth FH. 1964. Common trees of Puerto Rico and the
Virgin Islands. Agric. Handbk. 249. Washington, DC: USDA Forest
Service: 176B177.
Marrero J. 1949. Tree seed data from Puerto Rico. Caribbean Forester 10:
11B30.
Menninger EA. 1962. Flowering trees of the world. New York: Hearthside
Press. 336 p.
Millat-E-Mustafa M. 1989. Effect of hot water treatment on the germination of
seed of Albizzia lebbeck and Delonix regia. Bano-Biggyan-Patrika
18(1/2): 63B64.
Navarette EJ. [no date]. Informacion basica y tratamientos pregerminativos
en semillas forestales. City, Colombia: Ministerio de Agricultura,
Estacion Forestal la Florida. 28 p.
Sandiford M. 1988. Burnt offerings: an evaluation of the hot-wire seed
scarifier. Commonwealth Forestry Review 67(3): 285B292.
Webb DB, Wood PJ, Smith JP, Henman GS. 1984. A guide to species
selection for tropical and sub-tropical plantations. Trop. For. Pap. 15,
2nd ed. Oxford: University of Oxford, Commonwealth Forestry
Institute: 256 p.
Anonymous, 1998. Pedoman Agroforestry dalam Perhutanan Sosial. Perum
Perhutani. (dalam: Handbook of Indonesian Forestry). Dept.
Kehutanan RI. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan RI.
Bell, A.D. 1991. Plant Form: An Illustrated Guide to Flowering Plant
Morphology. Oxford Univ. Press. New York. 341 pp.
Bonan, G. B. (2008). Forests and climate change: Forcings, feedbacks, and
the climate benefits of forests. Science, 320, 1444-1449.
Brahic, Catherine (2007-08-02), "'Sunshade' for global warming could cause
drought"
New
Scientist.
http://www.atmos-chem-physdiscuss.net/9/2559/2009/acpd-9-2559-2009.pdf
Burkill, H.M., 2000. The useful plants of West Tropical Africa. 2nd Edition.
Volume 5, Families S–Z, Addenda. Royal Botanic Gardens, Kew,
Richmond, United Kingdom. 686 pp.
Canadell, J. G., Raupach, M. R. (2008). Managing Forests for Climate
Change. Science, 320, 1456-1457.
Corner, E.J.H. 1966. The Natural History of Palms . Univ. Cal. Press.
Berkeley. 393 pp.
94
Crutzen, P. 2006. Albedo enhancement by stratospheric sulfur injections: a
contribution to resolve a policy dilemma?" (PDF). Climatic Change 77
(3-4): pp. 211–220.
Crutzen, Paul J. 2006. Albedo enhancement by stratospheric sulfur injections:
A contribution to resolve a policy dilemma?" (PDF). Climatic Change
77:
211–219.
doi:10.1007/s10584-006-9101-y.
http://www.springerlink.com/content/t1vn75m458373h63/fulltext.pdf.
Daehler, C., 2005. Lagerstroemia speciosa Risk Assessment Results. Pacific
Island
Ecosystems
at
Risk
(PIER).
Available
from
http://www.hear.org/Pier/wra/pacific/lagerstroemia_speciosa_htmlwra.
htm (Accessed August 2006).
Dave Deppner; John Leary, Karin Vermilye, Steve McCrea. 2005. The Global
Cooling Answer Book (Second Edition ed.). Trees for the Future. ISBN
1-879857-20-0.
Fahn, A. 1991. Plant Anatomy. Fourth edition. Pergamon Press. Oxford. 588
pp.
FAO. 2005. World bamboo resources. A thematic study prepared in the
framework of the Global Forest Resources Assessment 2005.
Florence, E.J.M. & Sankaran, K.V., 1991. Cylindrocladium collar rot of
Mimusops seedlings. Indian Journal of Forestry 14(2): 150–151.
Friedmann, F., 1981. Sapotacées. In: Bosser, J., Cadet, T., Guého, J. &
Marais, W. (Editors). Flore des Mascareignes. Familles 111–120. The
Sugar Industry Research Institute, Mauritius, l’Office de la Recherche
Scientifique Outre-Mer, Paris, France & Royal Botanic Gardens, Kew,
Richmond, United Kingdom. 27 pp.
Fu, M., Banik, R.L., 1995, Bamboo productions systems and their
management, In Bamboo, People and the Environment, Proceedings
of the Vth International Bamboo Workshop, Ubud, Bali.
Galik, C.S., Jackson, R.B,. 2009. Risks to forest carbon offset projects in a
changing climate. Forest Ecology and Management, 257, 2209–2216.
Garland, L. 2004. Bamboo and Watersheds (a practical, economic solution to
conservation and development). EBF
GCC. 2006. "Global Cooling Centers". Trees for the Future. 2006.
http://treesftf.org/about/cooling.htm. Retrieved on 2007.
Gilman, E.F. and Watson, D.G., 1993. Lagerstroemia speciosa. USDA Forest
Service. Available from http://hort.ufl.edu/trees/ .
Guo, Q. R.,Yang, G. Y., Du,T. Z., et al., 2005. Carbon character of Chinese
bamboo forest, World Bamboo and Rattan.3: 25-28. (In Chinese with
English summary).
Hairiah K dan Sunaryo, 1999. Interaksi Pepohonan-Tanah –tanaman
Semusim. Lecture note Wanatani, Pusdiklat Kehutanan.
Hairiah K, S R Utami, D Suprayogo, Widianto, SM Sitompul, Sunaryo, B.
Lusiana, R Mulia, M van Noordwijk dan G Cadisch, 2000. Agroforestri
pada tanah masam di daerah tropika basah: Pengelolaan interaksi
antara pohon-tanah-tanaman semusim. ISBN 979-95537-5-X. 41 p.
Hairiah K, Widianto, S R Utami, D Suprayogo, Sunaryo, SM Sitompul, B.
Lusiana, R Mulia, M van Noordwijk dan G Cadisch, 2000. Pengelolaan
95
Tanah Masam Secara Biologi: Refleksi Pengalaman dari Lampung
Utara. ICRAF SE Asia, Bogor, 182 p.
Harltey, C.W.S. 1977. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Second edition.
Longman. London. 806 pp.
Harris, R.W. 1992. Integrated Management of Landscape Trees, Shrubs, and
Vines. 2nd edition. Prentice-Hall. New Jersey. 674 pp.
Harshvardhan (June 1978). Albedo enhancement and perturbation of
radiation balance due to stratospheric aerosols. 1978aepr.rept.....H.
http://adsabs.harvard.edu/abs/1978aepr.rept.....H.
Hashimoto, S., 2008. Different accounting approaches to harvested wood
products in national greenhouse gas inventories: their incentives to
achievement of major policy goals, Environmental Science & Policy.
11(8): 756-771.
He, B., Wu, Q. B., Huang, X. Y. 2009. Dynamic change of carbon
accumulation in the second rotation Chinese Fir plantation. Journal of
northeast forestry university. 37(7): 36-38.
He, D., Hong, W., Wu, C. H. et al., 2003. Study of biomass and energy
distribution of natural Phyllostachys Heterocycla cv. Pubesens in Wuyi
Mountains and its comparison with high-yield forest. Acta Bot. Boreal.Occident. Sin. 23(2): 291-296.
He, Y.P., Fei, S.M., Jiang, J.M. et al., 2007. The Spatial Distribution of
Organic Carbon in Phyllostachys pubescens and Pleioblastus amarus
in Changning County. Journal of Sichuan forestry science and
technology. 5:13-17
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1588-1590 Terj.
Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
HRNP. 2007. Gymnosperm Database Sequoia sempervirens. Retrieved on
2007-06-10. “Hyperion, Redwood National Park, CA, 115.55 m”
Huang Q.M.,1987. Studies on the biomass of bamboo (Phyllostachys
pubescens), Journal of Subtropical Forestry Science and
Technology.15(2) :90-98
Huang, Q.M., Yang, D.D., Shen, Y.G. 1993. Studies on the primary
productivity of bamboo (Phyllostachys pubescens) grove. Forest
research. 6(5) :536-540
Huxley P H, 1999. Tropical Agroforestry.Blackwel Science Ltd, UK. ISBN 0632-04047-5. 371p.
Ilic, J., 1990. The CSIRO macro key for hardwood identification. CSIRO,
Highett, Australia. 125 pp.
Ilic, J., 1991. CSIRO atlas of hardwoods. Crawford House Press, Bathurst &
CSIRO, Melbourne, Australia and Springer-Verlag, Berlin, Germany.
525 pp.
INBAR Strategy 2006. International Network for Bamboo and Rattan Strategy
to the Year 2015, INBAR, Beijing
INBAR, 2004. Bamboo – a brief introduction: a unique resource for livelihood
development. INBAR Development Pages: http://www.inbar.int/
livelihood/doc/ Bamboo%20Introduction%20 Devpage.pdf.
Jha, Alok. 2006. "Planting trees to save planet is pointless, say ecologists".
The
Guardian.
http://guardian.co.uk/uk_news/
story/
96
0,,1972648,00.html. "To plant forests to mitigate climate change
outside of the tropics is a waste of time"
Johri, J.K., Balasubrahmanyam, V.R., Misra, G. & Nigam, S.K., 1994.
Botanicals for management of betelvine diseases. National Academy
Science Letters 17: 7–8.
Killion, Thomas W. 1992. “Gardens of Prehistory: The Archaeology of
Settlement Agriculture in Greater Mesoamerica”, University of
Alabama Press.
Kingston, R.S.T. & Risdon, C.J.E., 1961. Shrinkage and density of Australian
and other South West Pacific woods. Technological Paper No 13.
Division of Forest Products, CSIRO, Melbourne, Australia. 65 pp.
Kittisiri, Areerat. 1996. "Impacts of Monoculture: The Case of Eucalyptus
Plantations in Thailand". Monocultures: Environmental and Social
Effects and Sustainable Alternatives Conference. Southern Alternative
Agriculture
Network.
http://geocities.com/
RainForest/7813/euca_1.htm. Retrieved on 2007.
Kozlowski, T.T. 1971. Growth and Development of Trees. Vol. I. Academic
Press. New York. 443 pp.
Kozlowski, T.T., P.J. Kramer and S.G. Pallardy. 1991. The Physiological
Ecology of Woody Plants. Academic Press. New York. 657 pp.
Kramer, P.J., and T.T. Kozlowski. 1979. Physiology of woody plants.
Academic Press, New York. 811 pp.
Laetsch, W.M. 1979. Plants - Basic Concepts in Botany. Little, Brown and
Company. Boston. 510 pp.
Latham, J. 1990). "Control of global warming" (PDF). Nature 347: 339–340.
doi:10.1038/347339b0. http://www.mmm.ucar.edu/ people/latham/files
/ Latham_Nature_1990.pdf.
Latham, J.; Salter, S. 2008. Preventing global warming by increasing cloud
albedo,
http://www.mmm.ucar.edu/people/
latham/files/
cloud_albedo_onepage_handout.pdf, retrieved on 20 April 2008 (A
brief handout, with artist's renderings.)
Mandal, B. & Maity, C.R., 1991. Studies of the oil of Mimusops elengi seed.
Acta Alimentaria Budapest 20(2): 103–107.
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. & Prawira, S.A., 1992. Indonesian
wood atlas. Volume 2. Forest Products Research and Development
Centre, Bogor, Indonesia. 168 pp.
Mitchell, A. 1978. Trees of Britain & Northern Europe. Harper Collins. London.
ISBN 0-00-219213-6
Moll, G. 1992. Trees in the red. Urban Forests. American Forests.
Washington, D.C. Feb./Mar. 10.
Morisco, 2005. Rangkuman penelitian Bambu di Pusat Studi Ilmu Teknik
UGM (1994 – 2004). Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia.
Jogya.
Mosbrugger, V. 1990. The Tree Habit in Land Plants. In: S. Bhattacharji, G.M.
Friedman, H.J. Neugebauer, and A. Seilacher (eds.). Lecture Notes in
Earth Sciences , Vol. 28. Springer-Verlag. Berlin. 161 pp.
Noorma Wati Haron, 1998. Mimusops L. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. &
Prawirohatmodjo, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No
97
5(3). Timber trees: Lesser-known timbers. Backhuys Publishers,
Leiden, Netherlands. pp. 382–385.
Noorma Wati Haron, 1998. Mimusops L. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. &
Prawirohatmodjo, S. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No
5(3). Timber trees: Lesser-known timbers. Backhuys Publishers,
Leiden, Netherlands. pp. 382–385.
Ong C K and Huxley P, 1996. Tree-crop interactions – A physiological
approach. CAB International, Wallingford, UK. 386 p.
Pennington, T.D., 1991. The genera of Sapotaceae. Royal Botanic Gardens,
Kew, Richmond, United Kingdom and the New York Botanical Garden,
New York, United States. 295 pp.
Ridgwell et al., Tackling Regional Climate Change By Leaf Albedo Biogeoengineering,
Current
Biology
(2009),
doi:10.1016/
j.cub.2008.12.025
Roger Angel and S. Pete Worden. 2006. Making Sun-Shades from Moon
Dust. National Space Society, Ad Astra, vol. 18, no. 1, Summer 2006.
Available online at: http://www.nss.org/adastra/ volume18/angel.html
Rowe E, Hairiah K, Giller K E, Van Noordwijk M and Cadisch G, 1999.
Testing the "safety-net" role of hedgerow tree roots by 15N placement
at different soil depths. Agroforestry Systems. Agroforestry Systems
43(1-3):81-93. Kluwer Academic Publisher and ICRAF.
Sands, R., and G.D. Bowen. 1978. Compaction of sandy soils in radiata pine
forests . II. Effects of compaction on root configuration and growth of
radiata pine seedlings. Aust. For. Res. 8:163-170.
Shah, P.J., Gandhi, M.S., Shah, M.B., Goswami, S.S. & Santani, D., 2003.
Study of Mimusops elengi bark in experimental gastric ulcers. Journal
of Ethnopharmacology 89: 305–311.
SHI. 2007. "Providing farmers and communities in the tropics with long-term
assistance
implementing
environmentally
and
economically
sustainable technologies". Sustainable Harvest International.
http://sustainableharvest.org/international_programs.cfm. Retrieved on
2007.
STEENIS, CGGJ VAN. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya
Paramita, Jakarta. Hal. 338-339
Streck, C., Scholz, S. M. (2006). The role of forests in global climate change:
whence we come and where we go. International Affairs, 82, 861-879.
Sumantera, I. W. dan I. N. Peneng, 2005. Pemberdayaan Hutan bamboo
sebagai penunjang sosial ekonomi masyarakat Desa Pakraman
Angseri, tabanan, Bali. Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia.
Jogya
Suprayogo D, Hairiah K, Van Noordwijk M, Giller K and Cadisch G, 1999. The
effectiveness of hedgerow cropping system in reducing mineral Nleaching in Ultisol. In: C Ginting, A Gafur, FX Susilo, AK Salam, A
Karyanto, S D Utomo, M Kamal, J Lumbanraja and Z Abidin (eds.).
Proc. Int. Seminar Toward Sustainable Agriculture in the Humid
Tropics Facing 21st Century UNILA, Lampung. p. 96 - 106.
Teller, E.; Hyde, T.; Wood, L. (2002) (PDF), Active Climate Stabilization:
Practical Physics-Based Approaches to Prevention of Climate Change,
98
Lawrence
Livermore
National
Laboratory,
https://e-reportsext.llnl.gov/pdf/244671.pdf, retrieved on 21 April 2008
Torquebiau E, 1994. Ecological interactions in agroforestry. ICRAF-DSO
course, Nairobi, Kenya.
Uhl, N.W. and J. Dransfield. 1987. Genera Palmarum. A Classification of
Palms Based on the Work of Harold E. Moore, Jr. Allen Press,
Lawrence, Kansas. 610 pp.
UNSD. 2005. "CO2 Emissions". Environmental Indicators. United Nations
Statistics
Division.
June
2005.
http://unstats.un.org/unsd/
environment/air_co2_emissions.htm. Retrieved on 2007.
Utkarsh Ghate. 2007. "Field Guide to Indian Trees", Text of the Introductory
chapter: "Introduction to Common Indian Trees" (RTF). Retrieved on
2007-07-25.
Van Noordwijk M and Hairiah K, 1999. Tree-soil-crop interactions.
Agroforestry lecture notes. ICRAF SE. Asia, Bogor.
Van Noordwijk M and Lusiana B, 1999. WANULCAS 1.2. Backgrounds of a
model of water, nutrient and light capture in agroforestry systems.
ICRAF SE. Asia, Bogor.
Van Noordwijk M, Hairiah K, Lusiana B and Cadisch G, 1998. Tree-soil-crop
interactions in sequential and simultaneous agroforestry systems. In:
Bergstrom L and Kirchmann H (eds.). Carbon and nutrient dynamics
in natural and agricultural tropical ecosystems. CAB International,
Wallingford, UK. pp 173-191.
Van Noordwijk,M dan B. Lusiana, 2000. WaNuLCAS version 2.0. Background
on a model of water nutrient and light capture systems. International
Centre for Reserach in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Vandermeer J H (1989). The ecology of intercropping. Cambridge Univ.
Press. Cambridge, UK.
White, J. 1990. Estimating the Age of Large and Veteran Trees in Britain.
Forestry Commission. Edinburgh.
Widjaja, E. A. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda
Kecil. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.
Widjaja, E. A., N. W. Utami dan Saefudin. 2004. Panduan Membudidayakan
Bambu . Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.
Williams, J. T., Ramanatha Rao, V. eds. 1994. Priority species of bamboo
and rattan. Technical Report N° 1. New Delhi, INBAR.
Wilson, B.F. The Growing Tree. 1984. Univ. Mass. Press. Amherst. 138 pp.
Woodwell, G. M., Janzen, D. H., Wilcox, H. A., North, W. J., Swartz, J., Hoyer
H. (1988). CO2 Reduction and reforestation. Science, 242, 1493-1494.
Xu, Q. F., Xu, J. M., Jiang, P. K., 2003. Study on organic carbon poll of soil
under intensive management bamboo forest. Journal of Soil and
Water Conservation. 17(4): 15-21.
Zhou, G. M. Research on bamboo forest ecosystem carbon storage,
distribution and fixation. Zhejiang University. Ph. D Dissertation,
2006a.
Zhou, G. M., Jiang, P. K., Mo, L. F., 2009. Bamboo: a possible approach to
the control of global warming. International Journal of Nonlinear
99
Sciences & Numerical Simulation, 10(5): 547-550. Freund Publishing
House Ltd.
Allen, O.N. and E.K. Allen. 1981. The leguminosae: a source book of
characteristics, uses and modulation. Wisconsin Press, Wisconsin.
812 p.
Ambasta, Shri S.P. (ed). 1986. The useful plants of India. Publ. and Info.
Directorate, CSIR, New Delhi, India.
National Academy of Sciences. 1980. Firewood crops; shrub and tree species
for energy production. NAS/NRC, Washington D.C. pp. 144-145.
Little, E.L. 1985. Common fuelwood crops. Communi-Tech Assoc.,
Morgantown. W. Va. pp. 219-222.
Little, E.L. Jr. and F.H. Wadsworth. 1964. Common trees of Puerto Rico and
the Virgin Islands. Ag. Hand. No. 249. USDA Forest Service,
Washington D.C.
Castro KL. 2000. Estudios de germinación en Jaúly Cenízaro. BoletínMejoramiento Genético y Semillas Forestales. 24: 1B5. [Seed
Abstracts 24:3606, 2001].
Gunn CR. 1984. Fruits and seeds of genera in the subfamily Mimosoideae
(Fabaceae). Tech. Bull. 1681. Washington, DC: USDA Agricultural
Research Service. 194 p.
Khatra LM, Nasir MKA, Saleem R, Valhari MU. 1994. The fatty acid
composition of Pithecellobium dulce seed oil. Pakistan Journal of
Scientific and Industrial Research 37: 216. (Seed Abstracts 18(11):
3554. 1995).
Little EL Jr, Skolmen RG. 1989. Common forest trees of Hawaii (native and
introduced). Agric. Handbk. 679. Washington, DC: USDA Forest
Service. 321 p.
Little EL Jr, Wadsworth FH. 1964. Common trees and shrubs of Puerto Rico
and the Virgin Islands. Agric. Handbk. 249. Washington, DC: USDA
Forest Service. 548 p.
Morton JF. 1976. Pestiferous spread of many ornamental and fruit species in
South Florida. Proceedings, Florida State Horticultural Society 89:
348B353 [Weed Abstracts 28(5): 1618; 1979].
Parrotta JA. 1991. Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth, Guamúchil, Madras
thorn. SO-ITF-SM-40. New Orleans: USDA Forest Service, Southern
Forest Experiment Station. 5 p.
Walters GA, Bonner FT, Petteys EQP. 1974. Pithecellobium Mart.,
Blackbead. In: Schopmeyer CS, tech. coord. Seeds of woody plants in
the United States. Agric. Handbk. 450. Washington, DC: USDA Forest
Service: 639B640.
Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia.
Jakarta. ISBN 979-511-672-2.
Download