Action Research untuk Memperbaiki Kemampuan Argumentasi

advertisement
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
Action Research untuk Memperbaiki Kemampuan Argumentasi Siswa
SMA Melalui Desain Pembelajaran Berbasis Inquiry Dipadu AfL
a
b
Siti Khotijah , Murni Ramli ,Riezky Maya P
c
a)
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret;
Email:[email protected]
b)
Pendidikan Biologi FKIPUniversitas Sebelas Maret,:Email: [email protected]
c)
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret, Email: riezky.staff.fkip.uns.ac.id
Abstrak
Argumentasi merupakan kemampuan dasar untuk meningkatkan literasi sains siswa.
Argumentasi dapat dibina melalui berbagai pendekatan. Penelitian ini bertujuan untuk
memperbaiki kemampuan argumentasi siswa SMA melalui tindakan perubahan desain
pembelajaran dan Assessment for Learning (AfL).Penelitian dilakukan dalam 3 Siklus, yang
mengikuti prosedur spiral PDSA Kemmis and McTaggart. Partisipan penelitian adalah 10 siswa
dan 23 siswi siswa satu kelas XI yang memilih peminatan IPA di salah satu SMA Surakarta.
Data berupa proses dan level argumentasi diperoleh melalui observasi dan tes AfL. Level
argumentasi dinilai berdasarkan McNeill dan Krajcik. Hasil yang diperoleh adalah pada Siklus I,
terdapat 6 klaim, reasoning 2, evidence 2 yang merupakan pada level 1, Siklus II 19 klaim,
reasoning 2, evidence 2 dan mencapai level 2. Pada Siklus III terdapat 19 klaim, reasoning 2,
evidence 2 dan mencapai level 2. Hasil tes uraian menunjukkan rata-rata nilai tes AfL pada
Siklus I, Siklus II, dan Siklus III secara berurutan adalah 65, 69 dan 74. Kemampuan
argumentasi siswa dibandingkan dengan hasil pra-Siklus secara signifikan dapat diperbaiki.
Kesimpulan dari penelitian adalah penerapan desain pembelajaran berbasis inquiry dipadu AfL
dapat memperbaiki kemampuan argumentasi siswa.
Kata kunci: desain pembelajaran, inquiry, assesment for learning, kemampuan argumentasi
PENDAHULUAN
Fenomena sains merupakan sebuah peristiwa yang kompleks yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Fenomena sains dapat dipahami melalui proses belajar
konstruktif dan pemberian pengalaman kepada siswa Ilmuan dalam mengembangkan
dan mempublikasikan ilmu pengetahuan baru tersebut melibatkan kritik dan argumen.
Oleh karena itu, argumentasi memegang peran penting pada praktik utama
sains. Tujuan pembelajaran sains seharusnya tidak lagi hanya untuk memahirkan
konsep sains namun juga belajar bagaimana melibatkan argumentasi dalam
pembelajaran sains (Kuhn, 2010). Dengan demikian, proses pembelajaran pada
hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat memiliki kemampuan
argumentasi yang baik.
Argumentasi adalah hasil dari proses penalaran untuk membuat pernyataan
yang melibatkan bukti pendukung. Siswa dalam memberikan argumentasi dituntut
untuk memberikan bukti-bukti (data) dan teori yang akurat untuk mendukung klaim
mereka terhadap suatu permasalahan. Kemampuan berargumentasi siswa sangat
diperlukan kemampuan berpikir dalam menganalisis bukti dan teori yang diberikan
sehingga argumen yang diajukan bisa diterima oleh orang lain (Tsai & Tsai, 2013).
McNeill dan Krajcik (2011) menjelaskan bahwa argumen atau penjelasan ilmiah
adalah tanggapan tertulis atau lisan dari pertanyaan yang menuntut siswa untuk
menganalisis data dan menafsirkan data yang berkenaan dengan pengetahuan
ilmiah. Kerangka dari penjelasan tersebut mencakup tiga komponen yaitu klaim, bukti,
dan penalaran dimana tiga komponen tersebut saling berkaitan.
Hasil observasi pembelajaran biologi SMA Negeri A Surakarta kelas XI IPA 1
dan XI IPA 2 menunjukkan bahwa kelas XI IPA 1 memiliki kemampuan argumentasi
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
57
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
yang perlu diperbaiki. Hal ini berdasarkan observasi dari aktivitas belajar yang
dilakukan secara berkelompok sesuai kelompok yang dibagi oleh guru. Siswa duduk
berkelompok tetapi tidak tampak kegiatan saling bertanya dan mengungkapkan
pendapat, memilih informasi yang paling relevan dan tepat, kegiatan penyelidikan dan
kegiatan evaluasi. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan
menyalin jawaban yang telah tertulis dalam materi LKS. Presentasi dilakukan dengan
membaca jawaban tugas. Selain itu, dalam menjawab pertanyaan baik secara lisan
maupun tertulis, siswa belum mampu menjawab dengan memaparkan alasan yang
jelas.
Observasi lanjutan dilakukan dengan pemberian tes uraian yang memuat
indikator kemampuan berargumentasi menurut McNeill & Krajcik (2011). Hasil tes
uraian menunjukkan bahwa skor kemampuan argumentasi siswa memiliki rata-rata
sebesar 41. Rincian hasil tes tersebut antara lain kemampuan dalam mengungkapkan
klaim (claiming) sebesar 48, kemampuan dalam mengungkapkan bukti (evidence)
sebesar 39, dan kemampuan dalam mengungkapkan alasan (reasoning) sebesar 35.
Hasil observasi tersebut menunjukkan kemampuan argumentasi siswa masih perlu
ditingkatkan.
Pelatihan kemampuan argumentasi dapat dilakukan oleh guru saat
pembelajaran berlangsung. Menurut Inch (2009) dalam Ida dan Widia (2014),
berargumentasi
merupakan
bagian
dari
proses
mengambil
keputusan,
mempertahankannya, dan mempengaruhi orang lain menurut data yang disertai
dengan rasionalisasi. Wodjak (2010) menambahkan bahwa keputusan dalam
berargumentasi tersebut dapat berupa suatu jawaban sebuah masalah atau suatu
keyakinan hasil penemuan. Oleh karena itu, kemampuan berargumentasi dapat
didorong dan dilatih melalui pembelajaran inkuiri (belajar bermakna melalui penemuan)
yang merupakan ciri khas pembelajaran sains (Bricker & Bell, 2008). Dengan kata lain,
desain pembelajaran berbasis inkuiri dapat digunakan guru untuk mengoptimalkan
kemampuan argumentasi siswa.
Worth, Duque & Satlel (2009) menyimpulkan bahwa inkuiri dapat diwakilkan
dalam empat tahap yaitu 1) Explore (eksplorasi): siswa menemukan
fenomena/permasalahan yang akan mereka kaji. Siswa akan belajar dengan
mengajukan pertanyaan dan hipotesis yang mendorong mereka pada tahap
penyelidikan. 2) Investigate (penyelidikan): siswa merancang dan menjalankan
penyelidikan. 3) Draw final conclusions (membuat kesimpulan akhir): siswa
mensintesis apa yang mereka telah pelajari dan membuat kesimpulan akhir. 4)
Communicate (berkomunikasi): siswa mengomunikasikan pemahaman baru mereka
kepada khalayak yang lebih luas.
Desain pembelajaran adalah proses sistematis untuk memecahkan persoalan
pembelajaran melalui proses perencanaan sumber-sumber, bahan dan evaluasi
beserta aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran (Sanjaya, 2013). Menurut
Regiluth (1983) dalam Prawiladilaga (2008), desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari
penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi poses belajar
seseorang. Dengan demikian, desain pembelajaran berbasis inkuiri adalah penerapan
model inkuiri dengan mendidik dan melatih siswa agar terampil dalam memperoleh
dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dan menemukan serta
mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan publikasi hasil temuan melalui proses
pembelajaran yang sistematis. Untuk mencapai hal tersebut, juga diperlukan sistem
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
58
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
penilaian yang terintegrasi dalam pembelajaran disebut dengan assessment for
learning (AfL).
AfL adalah suatu proses penilaian pembelajaran di dalam kelas dalam rangka
mengumpulkan informasi tentang kondisi siswa dalam pembelajaran. AfL bertujuan
untuk meningkatkan motivasi, kesadaran, perilaku positif, tanggungjawab,
pemahaman, dan prestasi siswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
menggunakan feedback berdasarkan informasi yang didapat. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara, guru memberikan penilaian dengan memberikan tes di
akhir materi pembelajaran dan hanya membagikan nilai (hasil tes) kepada siswa.
Penilaian yang hanya dipandang sebagai cara memberitahukan kepada siswa dengan
pemberian nilai atau pada akhir satuan pembelajaran mengakibatkan subjektivitas
yang bias dan tidak menguntungkan pada peningkatan kualitas pembelajaran
diantaranya (1) mendorong pembelajaran secara hafalan dan superfisial; (2) tujuan
utama penilaian lebih dipandang sebagai kompetisi, membandingkan antara siswa
satu dengan yang lain daripada perbaikan personal; (3) tidak memperhatikan kesulitan
belajar yang mungkin dialami siswa; (4) memisahkan penilaian dalam proses
pembelajaran (Purnomo, 2015). Dengan demikian, diperlukan AfL (Assessment for
Learning) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas
belajar siswa (Widihastuti, 2013).
Menurut Black (2003) dalam Purnomo (2015), terdapat empat unsur utama
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan AfL sehingga menghasilkan tujuan
untuk menghantarkan siswa belajar mencapai pemahaman, yakni fokus pembelajaran,
pertanyaan efektif, umpan balik formatif, penilaian diri dan sejawat.
Fokus
pembelajaran dilakukan dengan menyatakan secara jelas tujuan pembelajaran dan
kriteria sukses dengan siswa pada awal pembelajaran sehingga antara guru dan
siswa dapat memusatkan kepada pencapaian tujuan sehingga pembelajaran lebih
efektif. Pertanyaan efektif berkontribusi terhadap pemecahan masalah, memicu proses
berpikir dan merangsang imajinasi. Pertanyaan efektif juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan argumentasi yang digunakan untuk menafsirkan
permasalahan secara lebih komprehensif sehingga siswa dapat mengkomunikasikan
dan menerapkan pengetahuan yang tepat untuk memecahkan masalah. Proses
umpan balik merupakan unsur dalam penilaian diri dan penilaian sejawat yang mana
keduanya saling bersinergi mencakup komentar atau argumen dari sejawat dan
menilai diri sendiri untuk membantu siswa untuk merefleksikan kemampuan,
pengetahuan, dan pekerjaan mereka sehingga membantu memecahkan masalah
dengan teliti.
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan Penelitian Tindakan (Action Research) yang bertujuan
untuk memperbaiki kemampuan argumentasi siswa partisipan melalui modifikasi
desain pembelajaran sistem reproduksi berbasis inquiry dipadu assesment for learning.
Partisipan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI yang memilih peminatan IPA di
salah satu SMA di Surakarta. Jumlah siswa yang terlibat dalam penelitian adalah 33
siswa, terdiri dari 10 putra dan 23 putri.
Prosedur dan langkah-langkah penelitian mengikuti model yang dikembangkan
oleh Kemmis dan Mc. Taggart (1997) dalam Mulyatiningsih (2013). Model yang
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
59
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
digunakan berupa model spiral, yaitu dalam satu Siklus terdiri dari tahap perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi.
Tindakan berupa modifikasi desain pembelajaran sistem reproduksi manusia
berbasis Inquiry dan dipadu AfL dilaksanakan dalam tiga Siklus yaitu Siklus I, Siklus II
dan Siklus III. Pada Siklus I dilaksanakan sesuai dengan hasil analisis observasi praSiklus, Siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil analisis refleksi Siklus I,dan Siklus III
dilaksanakan berdasarkan hasil analisis refleksi Siklus II. Penelitian berlangsung
selama bulan Februari hingga April 2016.
Tes AfL diberikan pada setiap akhir Siklus. Tes AfL berupa soal yang melatih
siswa untuk selalu menjawab pertanyaan dengan pertama mengemukakan claim, lalu
diikuti dengan alasan, dan diperkuat dengan evidence.
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
Hasil penelitian terhadap profil kemampuan argumentasi siswa kelas XI IPA 1
SMA A Surakarta berdasarkan hasil observasi dan tes AfL yang dianalisis
menggunakan kerangka analisis kemampuan argumentasi oleh McNeill dan Krajcik
(2011) pada Siklus I, Siklus II, Siklus III disajikan pada Gambar 1.
Kemampuan Argumentasi Antar Siklus
CLAIM
REASONING
EVIDENCE
21
19
6
0 0 0
PRASIKLUS
2 2
2 2
SIKLUS 1
SIKLUS II
2 2
SIKLUS III
Gambar 1. Diagram Perbandingan kemampuan argumentasi siswa berdasarkan hasil
observasi
Gambar 1 menunjukkan hasil observasi pernyataan langsung yang diajukan
siswa kepada guru maupun antarsiswa selama pembelajaran setelah tindakan Siklus
mengalami perbaikan. Pada kegiatan pra-Siklus belum adanya argumentasi karena
siswa masih bekerja secara individu, lalu pada Siklus I terdapat terdapat 6 klaim yang
ditemukan selama pembelajaran dengan rincian 4 klaim level 1 dan 2 klaim level 2.
Sedangkan untuk kemampuan argumentasi kategori reasoning dan evidence
ditemukan masing-masing 2 pada level 1. Jumlah argumentasi yang diajukan siswa
pada Siklus II meningkat, yaitu terdiri dari 19 klaim dengan rincian 18 klaim level 1 dan
1 klaim level 2, 2 alasan (reasoning) dengan rincian 1 alasan level 1 dan 1 alasan level
2, serta 2 bukti (evidence) level 2. Selanjutnya pada Siklus III kemampuan argumentasi
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
60
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
mengalami peningkatan pada kategori klaim saja dibandingkan dengan Siklus II, yaitu
ditemukan 21 klaim dengan rincian 19 klaim level 1 dan 2 klaim level 2, sedangkan
kategori alasan (reasoning) dan bukti (evidence) masih sama dengan Siklus II yaitu 2
alasan (reasoning) dengan rincian 1 alasan level 1 dan 1 alasan level 2 , serta 2 bukti
(evidence) level 2.
Tabel 1. Perbandingan kemampuan argumentasi siswa berdasarkan skor AfL pada Pra
Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Aspek
Claim
Reasoning
Evidence
Pra Siklus
48
35
39
Siklus 1
55
87
53
Siklus 2
51
73
83
Siklus 3
67
72
67
Berdasarkan Tabel 1, kemampuan argumentasi siswa berdasarkan tes AfL
secara rata-rata mengalami peningkatan pada tiap Siklus. Tetapi apabila dilihat
berdasarkan komponen-komponen argumentasi yaitu claim, reasoning dan evidence,
tiap komponen mengalami fluktuasi pada tiap Siklus. Bedasarkan hasil diatas, siswa
mengalami peningkatan argumentasi yang bertahap pada observasi langsung selama
pembelajaran. Siswa mengalami peningkatan argumentasi terutama pada komponen
claim. Sedangkan untuk tes AfL kemampuan argumentasi siswa mengalami fluktuasi,
namun secara umum meningkat dibandingkan dengan pra-Siklus atau sebelum
menggunakan model Inquiry dipadu AfL.
Kemampuan argumentasi mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan
sebelum penerapan Inquiry dipadu AfL. Perbaikan kemampuan argumentasi siswa
secara jelas terlihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Perbaikan tersebut menunjukkan
bahwa penerapan model Inquiry dipadu AfL mampu meningkatkan kemampuan
argumentasi siswa. Kemampuan dalam mengutarakan klaim (claim) mengalami jumlah
tertinggi dan mengalami perkembangan secara bertahap dari Pra-Siklus, Siklus I,
Siklus II, Siklus III. Hal ini dikarenakan klaim tersebut bagian paling sederhana dari
penjelasan dan siswa sering menemukan sebagai bagian yang termudah ketika
mereka mengidentifikasi dan mengkritisi penjelasan orang lain (McNeill & Krajcik,
2011)
Penerapan Inquiry pada penyampaian materi di setiap topik pembelajaran
melalui guru memperlakukan siswa sebagai scientist, yaitu siswa diminta untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah dengan membuat desain
penyelidikan. Siswa membuat pertanyaan-pertanyaan kecil untuk diselidiki siswa.
Menurut Sanjaya (2006), pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Dengan bimbingan dari guru siswa diberikan
kesempatan untuk mencari sendiri konsepnya. Selama penyelidikan itulah siswa dapat
mengajukan argumentasinya.
Kemampuan argumentasi siswa meningkat sejalan dengan peningkatan
partisipasi siswa selama pembelajaran. Mustapha, Rahman, dan Yunus (2010)
menyatakan topik pembelajaran mempengaruhi partisipasi siswa untuk berkontribusi
dan berkomunikasi dalam kelas, karena topik belajar berdampak secara langsung
terhadap ketertarikan dan rasa ingin tahu siswa serta berpengaruh terhadap media
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
61
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
yang digunakan untuk pembelajaran dan berdampak pada suasana belajar. Topik
pembelajaran yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh terhadap
kesadaran pentingnya suatu materi untuk dipelajari (Nordina, 2009).
Peningkatan kemampuan argumentasi setiap Siklus juga dipengaruhi oleh tes
AfL dan feedback yang dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan. Feedback yang
dilakukan guru adalah dengan memberi komentar pada lembar tes AfL dan
memberikan penjelasan lanjut saat di kelas. Sehingga, siswa dapat mengetahui
kekurangan jawaban dan memperbaiki pemahaman mengenai materi yang diajarkan
pada tindakan selanjutnya. Menurut Widihastuti (2013), proses penilaian AfL ini
merupakan bagian yang penting dari praktik pembelajaran di kelas dan mencakup para
guru dan para siswa dalam refleksi, dialog, dan membuat keputusan. Dengan
pemberian feedback, siswa akan ambil bagian dalam menilai pelajaran mereka, dan
siswa akan dibantu untuk membuat kemajuan lebih lanjut. Rahmawati (2013)
menambahkan pemberian feedback atau umpan balik adalah pemberian informasi dari
guru kepada siswa tentang hasil kerjanya dalam mengerjakan suatu tes atau latihan.
Pemberian feedback atau umpan balik digunakan untuk mengetahui kesalahan atau
kekurangan siswa dalam mengerjakan tes atau latihan serta memberikan komentar
agar siswa mudah dalam memperbaiki kesalahan atau kekurangannya.
Pemberian AfL secara continue pada setiap pertemuan menunjukkan hasil
bahwa rata-rata nilai AfL pada setiap Siklus mengalami peningkatan. Relevan dengan
teori Gagne dalam Sagala (2009) yang menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia akibat proses belajar secara terus
menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Berdasarkan teori
tersebut, pemberian AfL yang dilakukan secara terus menerus dapat memberikan
perubahan positif terhadap kemampuan berargumentasi siswa.
Berdasarkan uraian diatas, komponen yang mempengaruhi proses belajar
siswa seperti penyampaian materi ajar dengan topik yang menarik dan model
pembelajaran berupa Inquiry serta sistem penilaian AfL didesain secara sistematis
dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa penerapan desain pembelajaran sistem reproduksi berbasis inquiry
dipadu assesment for learning dapat meningkatkan kemampuan argumentasi siswa.
PENUTUP
Kesimpulan
Pelaksanaan
tindakan
menggunakan
model
pembelajaran
Inquiry
Learningdipadu AfL mampu memperbaiki kemampuan argumentasi siswa XI-IPA 1
SMA Negeri A Surakarta. Data kemampuan argumentasi siswa dalam pembelajaran
diperoleh melalui observasi dan hasil tes menggunakan AfL. Data kemampuan
argumentasi yang diperoleh dari observasi pernyataan langsung yang diajukan siswa
dan tes AfL dianalisis menggunakan kerangka analisis kemampuan argumentasi yang
dikemukakan oleh McNeill dan Krajcik (2011) menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan argumentasi siswa.
Profil kemampuan argumentasi siswa setelah dilakukan tindakan adalah terjadi
perubahan positif pada proses argumentasi siswa di kelas. Perubahan tersebut
terutama pada kategori Claim. Namun, secara umum semua aspek argumentasi, yaitu
CRE mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan sebelum dilakukan tindakan.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
62
Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran,
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016
DAFTAR RUJUKAN
Bricker, & Bell. 2008. Conceptual of argumentation from science studies and the
learning sciences and their implication for practices of science education.
Science Education 92(3), 473-498.
Ida, & Widia.(2014). Profil Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Koloid Yang
Dikembangkan Melalui Pembelajaran Inkuiri Argumentatif. EDUSAINS, VI, 3240.
Kuhn, D.(2010).Teaching and Learning Science. Science Education, 810-824.
McNeill, K. L., & Krajcik, J.(2011).Assessing Middle School Students' Content
Knowledge and Scientific Reasoning Through Written Explanation. American
Educational Research Association, 1-13.
Mulyatiningsih, E.(2013).Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Mustapha, Siti Maziha, dkk.(2010).Factors influencing classroom participation: A case
study of Malaysian undergraduate students.Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 9(6): 1079-1084.
Prawiradilaga, D. S.(2008).Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Purnomo, Y.W.(2015).Pengembangan Desain Pembelajaran Berbasis Penilaian.
Cakrawala Pendidikan, 182-189.
Rahmawati, E. (2013).Teacher's Written Corrective Feedback and Its Effect on The
Students' Rewriting Erros in Writing Products. Post Graduate, State University
of Surabaya, Surabaya
Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sanjaya, W.(2013). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (pertama ed.).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tsai, P. S., & Tsai, C. C. (2013). College students' experience of online argumentation:
Conceptions, approaches and the conditions of using question prompts.
Internet and Higher Education
Widihastuti.(2013).Strategi Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi Melalui
Penerapan Assessment For Learning Berbasis Higher Order Thinking Skills.
Jurnal pendidikan, 38-52.
Wojdak.(2010).An Attention-Grabbing Approach to Introducing Students to
Argumentation In Science. Bioscience education, 15.
Worth, M., Duque, M., & Satlel, E.(2009).Designing and Implementing Inquiry based
science for prymary education. Pollen , 5-23.
“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21”
63
Download