Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Action Research untuk Memperbaiki Kemampuan Argumentasi Siswa SMA Melalui Desain Pembelajaran Berbasis Inquiry Dipadu AfL a b Siti Khotijah , Murni Ramli ,Riezky Maya P c a) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret; Email:[email protected] b) Pendidikan Biologi FKIPUniversitas Sebelas Maret,:Email: [email protected] c) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret, Email: riezky.staff.fkip.uns.ac.id Abstrak Argumentasi merupakan kemampuan dasar untuk meningkatkan literasi sains siswa. Argumentasi dapat dibina melalui berbagai pendekatan. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan argumentasi siswa SMA melalui tindakan perubahan desain pembelajaran dan Assessment for Learning (AfL).Penelitian dilakukan dalam 3 Siklus, yang mengikuti prosedur spiral PDSA Kemmis and McTaggart. Partisipan penelitian adalah 10 siswa dan 23 siswi siswa satu kelas XI yang memilih peminatan IPA di salah satu SMA Surakarta. Data berupa proses dan level argumentasi diperoleh melalui observasi dan tes AfL. Level argumentasi dinilai berdasarkan McNeill dan Krajcik. Hasil yang diperoleh adalah pada Siklus I, terdapat 6 klaim, reasoning 2, evidence 2 yang merupakan pada level 1, Siklus II 19 klaim, reasoning 2, evidence 2 dan mencapai level 2. Pada Siklus III terdapat 19 klaim, reasoning 2, evidence 2 dan mencapai level 2. Hasil tes uraian menunjukkan rata-rata nilai tes AfL pada Siklus I, Siklus II, dan Siklus III secara berurutan adalah 65, 69 dan 74. Kemampuan argumentasi siswa dibandingkan dengan hasil pra-Siklus secara signifikan dapat diperbaiki. Kesimpulan dari penelitian adalah penerapan desain pembelajaran berbasis inquiry dipadu AfL dapat memperbaiki kemampuan argumentasi siswa. Kata kunci: desain pembelajaran, inquiry, assesment for learning, kemampuan argumentasi PENDAHULUAN Fenomena sains merupakan sebuah peristiwa yang kompleks yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Fenomena sains dapat dipahami melalui proses belajar konstruktif dan pemberian pengalaman kepada siswa Ilmuan dalam mengembangkan dan mempublikasikan ilmu pengetahuan baru tersebut melibatkan kritik dan argumen. Oleh karena itu, argumentasi memegang peran penting pada praktik utama sains. Tujuan pembelajaran sains seharusnya tidak lagi hanya untuk memahirkan konsep sains namun juga belajar bagaimana melibatkan argumentasi dalam pembelajaran sains (Kuhn, 2010). Dengan demikian, proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat memiliki kemampuan argumentasi yang baik. Argumentasi adalah hasil dari proses penalaran untuk membuat pernyataan yang melibatkan bukti pendukung. Siswa dalam memberikan argumentasi dituntut untuk memberikan bukti-bukti (data) dan teori yang akurat untuk mendukung klaim mereka terhadap suatu permasalahan. Kemampuan berargumentasi siswa sangat diperlukan kemampuan berpikir dalam menganalisis bukti dan teori yang diberikan sehingga argumen yang diajukan bisa diterima oleh orang lain (Tsai & Tsai, 2013). McNeill dan Krajcik (2011) menjelaskan bahwa argumen atau penjelasan ilmiah adalah tanggapan tertulis atau lisan dari pertanyaan yang menuntut siswa untuk menganalisis data dan menafsirkan data yang berkenaan dengan pengetahuan ilmiah. Kerangka dari penjelasan tersebut mencakup tiga komponen yaitu klaim, bukti, dan penalaran dimana tiga komponen tersebut saling berkaitan. Hasil observasi pembelajaran biologi SMA Negeri A Surakarta kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 menunjukkan bahwa kelas XI IPA 1 memiliki kemampuan argumentasi “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 57 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 yang perlu diperbaiki. Hal ini berdasarkan observasi dari aktivitas belajar yang dilakukan secara berkelompok sesuai kelompok yang dibagi oleh guru. Siswa duduk berkelompok tetapi tidak tampak kegiatan saling bertanya dan mengungkapkan pendapat, memilih informasi yang paling relevan dan tepat, kegiatan penyelidikan dan kegiatan evaluasi. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan menyalin jawaban yang telah tertulis dalam materi LKS. Presentasi dilakukan dengan membaca jawaban tugas. Selain itu, dalam menjawab pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis, siswa belum mampu menjawab dengan memaparkan alasan yang jelas. Observasi lanjutan dilakukan dengan pemberian tes uraian yang memuat indikator kemampuan berargumentasi menurut McNeill & Krajcik (2011). Hasil tes uraian menunjukkan bahwa skor kemampuan argumentasi siswa memiliki rata-rata sebesar 41. Rincian hasil tes tersebut antara lain kemampuan dalam mengungkapkan klaim (claiming) sebesar 48, kemampuan dalam mengungkapkan bukti (evidence) sebesar 39, dan kemampuan dalam mengungkapkan alasan (reasoning) sebesar 35. Hasil observasi tersebut menunjukkan kemampuan argumentasi siswa masih perlu ditingkatkan. Pelatihan kemampuan argumentasi dapat dilakukan oleh guru saat pembelajaran berlangsung. Menurut Inch (2009) dalam Ida dan Widia (2014), berargumentasi merupakan bagian dari proses mengambil keputusan, mempertahankannya, dan mempengaruhi orang lain menurut data yang disertai dengan rasionalisasi. Wodjak (2010) menambahkan bahwa keputusan dalam berargumentasi tersebut dapat berupa suatu jawaban sebuah masalah atau suatu keyakinan hasil penemuan. Oleh karena itu, kemampuan berargumentasi dapat didorong dan dilatih melalui pembelajaran inkuiri (belajar bermakna melalui penemuan) yang merupakan ciri khas pembelajaran sains (Bricker & Bell, 2008). Dengan kata lain, desain pembelajaran berbasis inkuiri dapat digunakan guru untuk mengoptimalkan kemampuan argumentasi siswa. Worth, Duque & Satlel (2009) menyimpulkan bahwa inkuiri dapat diwakilkan dalam empat tahap yaitu 1) Explore (eksplorasi): siswa menemukan fenomena/permasalahan yang akan mereka kaji. Siswa akan belajar dengan mengajukan pertanyaan dan hipotesis yang mendorong mereka pada tahap penyelidikan. 2) Investigate (penyelidikan): siswa merancang dan menjalankan penyelidikan. 3) Draw final conclusions (membuat kesimpulan akhir): siswa mensintesis apa yang mereka telah pelajari dan membuat kesimpulan akhir. 4) Communicate (berkomunikasi): siswa mengomunikasikan pemahaman baru mereka kepada khalayak yang lebih luas. Desain pembelajaran adalah proses sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan sumber-sumber, bahan dan evaluasi beserta aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran (Sanjaya, 2013). Menurut Regiluth (1983) dalam Prawiladilaga (2008), desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi poses belajar seseorang. Dengan demikian, desain pembelajaran berbasis inkuiri adalah penerapan model inkuiri dengan mendidik dan melatih siswa agar terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dan menemukan serta mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan publikasi hasil temuan melalui proses pembelajaran yang sistematis. Untuk mencapai hal tersebut, juga diperlukan sistem “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 58 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 penilaian yang terintegrasi dalam pembelajaran disebut dengan assessment for learning (AfL). AfL adalah suatu proses penilaian pembelajaran di dalam kelas dalam rangka mengumpulkan informasi tentang kondisi siswa dalam pembelajaran. AfL bertujuan untuk meningkatkan motivasi, kesadaran, perilaku positif, tanggungjawab, pemahaman, dan prestasi siswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan feedback berdasarkan informasi yang didapat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, guru memberikan penilaian dengan memberikan tes di akhir materi pembelajaran dan hanya membagikan nilai (hasil tes) kepada siswa. Penilaian yang hanya dipandang sebagai cara memberitahukan kepada siswa dengan pemberian nilai atau pada akhir satuan pembelajaran mengakibatkan subjektivitas yang bias dan tidak menguntungkan pada peningkatan kualitas pembelajaran diantaranya (1) mendorong pembelajaran secara hafalan dan superfisial; (2) tujuan utama penilaian lebih dipandang sebagai kompetisi, membandingkan antara siswa satu dengan yang lain daripada perbaikan personal; (3) tidak memperhatikan kesulitan belajar yang mungkin dialami siswa; (4) memisahkan penilaian dalam proses pembelajaran (Purnomo, 2015). Dengan demikian, diperlukan AfL (Assessment for Learning) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas belajar siswa (Widihastuti, 2013). Menurut Black (2003) dalam Purnomo (2015), terdapat empat unsur utama yang harus diperhatikan dalam mengembangkan AfL sehingga menghasilkan tujuan untuk menghantarkan siswa belajar mencapai pemahaman, yakni fokus pembelajaran, pertanyaan efektif, umpan balik formatif, penilaian diri dan sejawat. Fokus pembelajaran dilakukan dengan menyatakan secara jelas tujuan pembelajaran dan kriteria sukses dengan siswa pada awal pembelajaran sehingga antara guru dan siswa dapat memusatkan kepada pencapaian tujuan sehingga pembelajaran lebih efektif. Pertanyaan efektif berkontribusi terhadap pemecahan masalah, memicu proses berpikir dan merangsang imajinasi. Pertanyaan efektif juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan argumentasi yang digunakan untuk menafsirkan permasalahan secara lebih komprehensif sehingga siswa dapat mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan yang tepat untuk memecahkan masalah. Proses umpan balik merupakan unsur dalam penilaian diri dan penilaian sejawat yang mana keduanya saling bersinergi mencakup komentar atau argumen dari sejawat dan menilai diri sendiri untuk membantu siswa untuk merefleksikan kemampuan, pengetahuan, dan pekerjaan mereka sehingga membantu memecahkan masalah dengan teliti. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan Penelitian Tindakan (Action Research) yang bertujuan untuk memperbaiki kemampuan argumentasi siswa partisipan melalui modifikasi desain pembelajaran sistem reproduksi berbasis inquiry dipadu assesment for learning. Partisipan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI yang memilih peminatan IPA di salah satu SMA di Surakarta. Jumlah siswa yang terlibat dalam penelitian adalah 33 siswa, terdiri dari 10 putra dan 23 putri. Prosedur dan langkah-langkah penelitian mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (1997) dalam Mulyatiningsih (2013). Model yang “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 59 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 digunakan berupa model spiral, yaitu dalam satu Siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Tindakan berupa modifikasi desain pembelajaran sistem reproduksi manusia berbasis Inquiry dan dipadu AfL dilaksanakan dalam tiga Siklus yaitu Siklus I, Siklus II dan Siklus III. Pada Siklus I dilaksanakan sesuai dengan hasil analisis observasi praSiklus, Siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil analisis refleksi Siklus I,dan Siklus III dilaksanakan berdasarkan hasil analisis refleksi Siklus II. Penelitian berlangsung selama bulan Februari hingga April 2016. Tes AfL diberikan pada setiap akhir Siklus. Tes AfL berupa soal yang melatih siswa untuk selalu menjawab pertanyaan dengan pertama mengemukakan claim, lalu diikuti dengan alasan, dan diperkuat dengan evidence. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap profil kemampuan argumentasi siswa kelas XI IPA 1 SMA A Surakarta berdasarkan hasil observasi dan tes AfL yang dianalisis menggunakan kerangka analisis kemampuan argumentasi oleh McNeill dan Krajcik (2011) pada Siklus I, Siklus II, Siklus III disajikan pada Gambar 1. Kemampuan Argumentasi Antar Siklus CLAIM REASONING EVIDENCE 21 19 6 0 0 0 PRASIKLUS 2 2 2 2 SIKLUS 1 SIKLUS II 2 2 SIKLUS III Gambar 1. Diagram Perbandingan kemampuan argumentasi siswa berdasarkan hasil observasi Gambar 1 menunjukkan hasil observasi pernyataan langsung yang diajukan siswa kepada guru maupun antarsiswa selama pembelajaran setelah tindakan Siklus mengalami perbaikan. Pada kegiatan pra-Siklus belum adanya argumentasi karena siswa masih bekerja secara individu, lalu pada Siklus I terdapat terdapat 6 klaim yang ditemukan selama pembelajaran dengan rincian 4 klaim level 1 dan 2 klaim level 2. Sedangkan untuk kemampuan argumentasi kategori reasoning dan evidence ditemukan masing-masing 2 pada level 1. Jumlah argumentasi yang diajukan siswa pada Siklus II meningkat, yaitu terdiri dari 19 klaim dengan rincian 18 klaim level 1 dan 1 klaim level 2, 2 alasan (reasoning) dengan rincian 1 alasan level 1 dan 1 alasan level 2, serta 2 bukti (evidence) level 2. Selanjutnya pada Siklus III kemampuan argumentasi “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 60 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 mengalami peningkatan pada kategori klaim saja dibandingkan dengan Siklus II, yaitu ditemukan 21 klaim dengan rincian 19 klaim level 1 dan 2 klaim level 2, sedangkan kategori alasan (reasoning) dan bukti (evidence) masih sama dengan Siklus II yaitu 2 alasan (reasoning) dengan rincian 1 alasan level 1 dan 1 alasan level 2 , serta 2 bukti (evidence) level 2. Tabel 1. Perbandingan kemampuan argumentasi siswa berdasarkan skor AfL pada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Aspek Claim Reasoning Evidence Pra Siklus 48 35 39 Siklus 1 55 87 53 Siklus 2 51 73 83 Siklus 3 67 72 67 Berdasarkan Tabel 1, kemampuan argumentasi siswa berdasarkan tes AfL secara rata-rata mengalami peningkatan pada tiap Siklus. Tetapi apabila dilihat berdasarkan komponen-komponen argumentasi yaitu claim, reasoning dan evidence, tiap komponen mengalami fluktuasi pada tiap Siklus. Bedasarkan hasil diatas, siswa mengalami peningkatan argumentasi yang bertahap pada observasi langsung selama pembelajaran. Siswa mengalami peningkatan argumentasi terutama pada komponen claim. Sedangkan untuk tes AfL kemampuan argumentasi siswa mengalami fluktuasi, namun secara umum meningkat dibandingkan dengan pra-Siklus atau sebelum menggunakan model Inquiry dipadu AfL. Kemampuan argumentasi mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan sebelum penerapan Inquiry dipadu AfL. Perbaikan kemampuan argumentasi siswa secara jelas terlihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Perbaikan tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Inquiry dipadu AfL mampu meningkatkan kemampuan argumentasi siswa. Kemampuan dalam mengutarakan klaim (claim) mengalami jumlah tertinggi dan mengalami perkembangan secara bertahap dari Pra-Siklus, Siklus I, Siklus II, Siklus III. Hal ini dikarenakan klaim tersebut bagian paling sederhana dari penjelasan dan siswa sering menemukan sebagai bagian yang termudah ketika mereka mengidentifikasi dan mengkritisi penjelasan orang lain (McNeill & Krajcik, 2011) Penerapan Inquiry pada penyampaian materi di setiap topik pembelajaran melalui guru memperlakukan siswa sebagai scientist, yaitu siswa diminta untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah dengan membuat desain penyelidikan. Siswa membuat pertanyaan-pertanyaan kecil untuk diselidiki siswa. Menurut Sanjaya (2006), pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Dengan bimbingan dari guru siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri konsepnya. Selama penyelidikan itulah siswa dapat mengajukan argumentasinya. Kemampuan argumentasi siswa meningkat sejalan dengan peningkatan partisipasi siswa selama pembelajaran. Mustapha, Rahman, dan Yunus (2010) menyatakan topik pembelajaran mempengaruhi partisipasi siswa untuk berkontribusi dan berkomunikasi dalam kelas, karena topik belajar berdampak secara langsung terhadap ketertarikan dan rasa ingin tahu siswa serta berpengaruh terhadap media “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 61 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 yang digunakan untuk pembelajaran dan berdampak pada suasana belajar. Topik pembelajaran yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh terhadap kesadaran pentingnya suatu materi untuk dipelajari (Nordina, 2009). Peningkatan kemampuan argumentasi setiap Siklus juga dipengaruhi oleh tes AfL dan feedback yang dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan. Feedback yang dilakukan guru adalah dengan memberi komentar pada lembar tes AfL dan memberikan penjelasan lanjut saat di kelas. Sehingga, siswa dapat mengetahui kekurangan jawaban dan memperbaiki pemahaman mengenai materi yang diajarkan pada tindakan selanjutnya. Menurut Widihastuti (2013), proses penilaian AfL ini merupakan bagian yang penting dari praktik pembelajaran di kelas dan mencakup para guru dan para siswa dalam refleksi, dialog, dan membuat keputusan. Dengan pemberian feedback, siswa akan ambil bagian dalam menilai pelajaran mereka, dan siswa akan dibantu untuk membuat kemajuan lebih lanjut. Rahmawati (2013) menambahkan pemberian feedback atau umpan balik adalah pemberian informasi dari guru kepada siswa tentang hasil kerjanya dalam mengerjakan suatu tes atau latihan. Pemberian feedback atau umpan balik digunakan untuk mengetahui kesalahan atau kekurangan siswa dalam mengerjakan tes atau latihan serta memberikan komentar agar siswa mudah dalam memperbaiki kesalahan atau kekurangannya. Pemberian AfL secara continue pada setiap pertemuan menunjukkan hasil bahwa rata-rata nilai AfL pada setiap Siklus mengalami peningkatan. Relevan dengan teori Gagne dalam Sagala (2009) yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia akibat proses belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Berdasarkan teori tersebut, pemberian AfL yang dilakukan secara terus menerus dapat memberikan perubahan positif terhadap kemampuan berargumentasi siswa. Berdasarkan uraian diatas, komponen yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti penyampaian materi ajar dengan topik yang menarik dan model pembelajaran berupa Inquiry serta sistem penilaian AfL didesain secara sistematis dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penerapan desain pembelajaran sistem reproduksi berbasis inquiry dipadu assesment for learning dapat meningkatkan kemampuan argumentasi siswa. PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan tindakan menggunakan model pembelajaran Inquiry Learningdipadu AfL mampu memperbaiki kemampuan argumentasi siswa XI-IPA 1 SMA Negeri A Surakarta. Data kemampuan argumentasi siswa dalam pembelajaran diperoleh melalui observasi dan hasil tes menggunakan AfL. Data kemampuan argumentasi yang diperoleh dari observasi pernyataan langsung yang diajukan siswa dan tes AfL dianalisis menggunakan kerangka analisis kemampuan argumentasi yang dikemukakan oleh McNeill dan Krajcik (2011) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan argumentasi siswa. Profil kemampuan argumentasi siswa setelah dilakukan tindakan adalah terjadi perubahan positif pada proses argumentasi siswa di kelas. Perubahan tersebut terutama pada kategori Claim. Namun, secara umum semua aspek argumentasi, yaitu CRE mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan sebelum dilakukan tindakan. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 62 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 DAFTAR RUJUKAN Bricker, & Bell. 2008. Conceptual of argumentation from science studies and the learning sciences and their implication for practices of science education. Science Education 92(3), 473-498. Ida, & Widia.(2014). Profil Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Koloid Yang Dikembangkan Melalui Pembelajaran Inkuiri Argumentatif. EDUSAINS, VI, 3240. Kuhn, D.(2010).Teaching and Learning Science. Science Education, 810-824. McNeill, K. L., & Krajcik, J.(2011).Assessing Middle School Students' Content Knowledge and Scientific Reasoning Through Written Explanation. American Educational Research Association, 1-13. Mulyatiningsih, E.(2013).Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Mustapha, Siti Maziha, dkk.(2010).Factors influencing classroom participation: A case study of Malaysian undergraduate students.Procedia - Social and Behavioral Sciences, 9(6): 1079-1084. Prawiradilaga, D. S.(2008).Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Purnomo, Y.W.(2015).Pengembangan Desain Pembelajaran Berbasis Penilaian. Cakrawala Pendidikan, 182-189. Rahmawati, E. (2013).Teacher's Written Corrective Feedback and Its Effect on The Students' Rewriting Erros in Writing Products. Post Graduate, State University of Surabaya, Surabaya Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Sanjaya, W.(2013). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (pertama ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tsai, P. S., & Tsai, C. C. (2013). College students' experience of online argumentation: Conceptions, approaches and the conditions of using question prompts. Internet and Higher Education Widihastuti.(2013).Strategi Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi Melalui Penerapan Assessment For Learning Berbasis Higher Order Thinking Skills. Jurnal pendidikan, 38-52. Wojdak.(2010).An Attention-Grabbing Approach to Introducing Students to Argumentation In Science. Bioscience education, 15. Worth, M., Duque, M., & Satlel, E.(2009).Designing and Implementing Inquiry based science for prymary education. Pollen , 5-23. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 63