Cost Pust Inflation

advertisement
MANAJEMEN PENANGGULANGAN
INFLASI
SEBAGAI
TUGAS TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh:
NAMA : IRIGANDI
NPM : 162510059
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
2016
I.
PENDAHULUAN
Inflasi merupakan salah satu masalah (penyakit) ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian dari pakar ekonomi. Yang dimaksud dengan inflasi adalah
gajala ekonomi berupa naiknya harga-harga umum secara terus menerus selama
satu periode tertentu. Kenaikan harga yang terjadi hanya sekali saja meskipun
dengan persentase yang cukup besar bukanlah merupakan inflasi. Kenaikan harga
ini diukur dengan menggunakan indeks harga (price index). Beberapa indeks
harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : Indeks biaya
hidup (consumer price indeks), Indeks harga perdagangan besar (wholesale price
index), dan GNP deflator.
II.
TINJAUAN LITELATUR
Macam-Macam (Jenis-Jenis) Inflasi
1. Inflasi menurut parah tidaknya
2. Inflasi menurut sumber penyebabnya
3. Inflasi menurut asalnya
4. Inflasi menurut tingkat intensitasnya.
1. Inflasi menurut parah tidaknya
Dalam pengelompokan ini yang diperhatikan adalah berapa besar tingkat
inflasi dalam suatu periode.
a. Inflasi ringan, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya kurang dari 10% per
tahun.
b. Inflasi sedang, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya antara 10% sampai
30% per tahun.
c. Inflasi berat, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya antara 30% sampai
100% per tahun.
d. Hiper inflasi, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya diatas 100% per tahun.
Penggolongan inflasi ini berdasarkan pada parah tidaknya tingkat inflasi,
berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan.
Jika inflasi masih tergolong ringan, maka inflasi ini justru berdampak
positif terhadak keadaan ekonomi suatu negara. Inflasi yang tergolong ringan
ini dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat produsen menjadi bergairah
bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan
investasi.
Sebaliknya pada masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi
hiperinflasi, keadaan perekonomiannya menjadi kacau, orang tidak
bersemangat bekerja menabung maupun mengadakan investasi dan produksi.
Para pengusaha yang bergerak dalam produksi barang akan enggan
melakukan kegiatan berproduksi untuk menghasilkan output. Karena pada saat
proses produksi telah menghasilkan produk jadi yang siap untuk dijual, harga
bahan baku telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sehingga harga jual
produk jadi tersebut tidak dapat menutu harga bahan baku dan bahan penolong
yang diperlukan untuk proses produksi berikutnya.
2
Sehingga para pemilik modal lebih senang berspekulasi dengan membeli
barang dan kemudian menyimpannya, kemudian menjualnya pada saat
harganya sudah cukup tinggi. Akibatnya kegiatan investasi dan produksi
digantikan oleh kegiatan spekulasi. Bersamaan dengan itu, tabungan akan
menjadi semakin lenyap dan digantingkan dengan “hoarding” yaitu
menyimpan dalam bentuk barang.
Akibat keseluruhan dari adanya “hyperinflasi” adalah jumlah barang dan
jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian, sehingga harga makin
membumbung dan perekonomian semakin parah keadaanya.
2. Inflasi berdasarkan pada sumber penyebabnya
a. Demand – pull inflation (inflasi tarikan permintaan)
b. Cost-push inflastion (supply inflation)
c. Mixed inflation (inflasi campuran).
Demand – pull inflation (inflasi tarikan permintaan)
Yang dimaksud dengan demand-pull inflation adalah inflasi yang
disebabkan oleh adanya tarikan permintaan terhadap barang dan jasa,
sehingga mendorong harga-harga barang dan jasa semakin meningkat.
Tarikan permintaan ini biasanya disebabkan oleh adanya
pembelanjaan defisit atau anggaran belanja pemerintah defisit (defisit
financing). Anggaran belanja defisit adalah anggaran belanja pemerintah
yang lebih besar dari pendapatan/penerimaan pemerintah. Untuk menutup
defisit tersebut, biasanya pemerintah mengambil jalan yang termudah yaitu
dengan mencetak uang.
P
S
P2
P1
D2
D1
0
Q1
Q2
Q
Proses Terjadinya “demand-pull inflation”
Berdasarkan “teori oleh naik turunnya jumlah uang beredar dalam
perekonomian.
Jika jumlah uang beredar dalam perekonomian meningkat, maka saldo
kas yang dimiliki oleh rumah-rumah tangga akan meningkat pula. Akibatnya rasio
antara jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan menjadi terlalu tinggi.
Untuk kuantitas uang”, naik turunnya tingkat harga disebabkan
mengurangi kelebihan saldo kas tersebut “menurut teori kuantitas uang”. Rumah
tangga akan langsung menggunakannya untuk memperbesar pengeluaran
konsumsi mereka. Akibatnya permintaan agregatif akan meningkat pula. Dengan
asumsi perekonomian dalam keadaan “full-employment” (suplly tetap), maka
3
adanya peningkatan permintaan akan mengakibatkan adanya kenaikan harga
(inflasi).
Cost Pust Inflation
Cost-pus inflation adalah inflasi yang ditimbulkan oleh adanya desakan
biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat disebabkan oleh adanya
tuntutan kenaikan upah oleh organisasi buruh (wage push inflation), maupun
karena perusahaan menghendaki kenaikan keuntungan (profit push inflation).
P
S1
S2
P2
P1
D1
0
Q2
Q1
Q
Akibat kenaikan biaya produksi, kurva supply bergeser dari S1 ke S2 dan
harga naik dari P1 ke P2, dan jumlah barang yang diperjualbelikan turun dari Q1
menjadi Q2. Bilan kenaikan harga ini terjadi terus menerus maka akan terjadi
inflasi (cost-push inflation).
Menurut Nopirin proses terjadinya cost-push inflation :
Cost-push inflation ini biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam
penawaran total (aggregat supply), sebagai akibat adanya kenaikan biaya
produksi. Kenaikan biaya produksi ini dapat timbul karena beberapa faktor,
diantaranya :
1. Perjuangan serikat buruh yang berhasil dalam menuntut kenaikan
upah.
2. Suatu industri yang sifatnya monopolis, manager dapat menggunakan
kekuasaannya dipasar untuk menentukan harga yang lebih tinggi.
3. Kenaikan harga bahan baku industri, seperti kenaikan harga minyak
pada tahun 1972-1973.
Inflasi campuran (mixed inflation)
Inflasi yang unsur penyebabnya berupa campuran antara demand-pull
inflation dan coust-push inflation.
4
Inflasi Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation)
Kenaikan harga-harga umum yang terjadi karena adanya “shock” (kejutan)”
dari dalam negeri baik karena perilaku masyarakat non pemerintah maupun
pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga.
b. Inflasi dari luar negeri (imported inflation)
Kenaikan harga-harga barang diluar negeri, juga akan mempengaruhi hargaharga dalam negeri.
Inflasi berdasarkan tingkat intensitasnya
Pengelompokan inflasi berdasarkan tingkat intensitasnya, ditekankan
pada bagiamana kecepatan kenaikan tingkat inflasi yang terjadi pada satu
periode tertentu.
a. Inflasi merayap (creeping inflation)
Bila kenaikan harga-harga umum hanya terjadi secara perlahan-lahan.
b. Inflasi hiper (hyper inflation)
Bila kenaikan harga-harga umum terjadi dengan cepat.
III.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah untuk menjawab
pertanyaan berikut ini :
1. Apa Dampak/Efek dari Inflasi
2. Apa Kebijakan untuk Penanggulangan Inflasi
IV.
PEMBAHASAN
1. Dampak/Efek Inflasi
Inflasi dapat berdampak pada distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi
serta produk nasional.
1. Dampak inflasi thd distribusi pendapatan (Equity Effect).
Dampak inflasi terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
dan ada yang diuntungkan. Orang atau golongan masyarakat yang berpenghasilan
tetap, akan dirugikan oleh adanya inflasi tersebut. Begitu juga orang-orang yang
menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas, akan menderita kerugian dengan
adanya inflasi tersebut. Begitu jua orang-orang yang menabung, dengan suku
bunga yang lebih rendah dari tingkat inflasi, akan dirugikan oleh inflasi ini.
2. Dampak inflasi thd alokasi faktor produksi (efficency effect)
Dengan adanya inflasi dapat menyebabkan permintaan terhadap barang
tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari permintaan terhadap barang
lain, yang selanjutnya keadaan ini akan mendorong kenaikan produksi barang
tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan merubah produksi
barang ini pada gilirannya akan merubah “pola alokasi” faktor produksi yang
5
sudah ada. Kebanyak ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi
mengakibatkan “alokasi produksi” menjadi tidak efisien.
dapat
3. Dampak inflasi terhadap produk nasional (output effect)
Dalam analisis equity effect dan efficiency effects diasumsikan bahwa output
nasional jumlahnya tetap. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui efek/dampak
inflasi terhadap distribusi pendapatan dan alokasi : faktor produksi pada tingkat
output tertentu.
Dalam analisis output effect, ingin dilihat apakah inflasi mempunyai dampak atau
pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan output nasional.
 Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi
Alasannya dalam keadaan inflasi (terutama inflasi ringan), biasanya
kenaikan harga barang/output, mendahului kenaikan upah buruh sehingga
keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi.
 Inflasi dapat mengakibatkan penurunan output
Jika laju inflasi itu cukup tinggi (hyperinfeksi) makan akan berdampak
pada penurunan output dalam keadaan inflasi yang tinggi, daya beli (nilai
uang riil) rupiah akan turun secara drastis, masyarakat cenderung tidak
menyukai uang kas, pemilik modal enggan berproduksi dan selanjutnya
produksi barang (output) akan menurun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung
antara inflasi dengan ouput nasional. Inflasi bisa dibarengi dengan
kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.
2. Kebijakan Penanggulangan Inflasi
1.Tight Money Policy (Kebijakan uang ketat)
Baik kaum klasik maupun Keynes setuju, bahwa inflasi ada kaitannya
dengan jumlah uang beredar, maupun jumlah barang yang tersedia dalam
perekonomian. Oleh karena itu untuk menanggulangi inflasi yang utama harus
dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Tigh money policy, dilakukan dengan mengenakan suku bunga tinggi
 demand credit  demand kredit  jumlah uang beredar 
permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa  harga-harga turun.
2. Income Policy dan Tax Incentive Plan.
Kebijakan penghasilan untuk menanggulangi inflasi ini menghendaki
adanya penekanan tingkat upah secara cepat, baik dengan perundang-undangan
maupun dengan himbauan(persuasion). Kebijakan penghasilan adalah kebijakan
yang mencoba mengurangi kenaikan tingkat upah dan tingkat harga secara cepat..
Misalnya pemerintah, mengenakan pengawasan terhadap kenaikan upah dan
harga(wage and price control), atau pemerintah menghimbau kepada serikat
pekerja dan pimpinan perusahaan, untuk mengekan laju kenaikan upah yang
dikehendaki organisasi buruh tersebut. Biasanya pengawasan upah dan harga
diterapkan pada masa/k3eadaan perang.
6
Kebijakan pengawasan upah dan harga ini mengandung bahaya/risiko
apabila diterapkan terlalu lama, yaitu akan terjadi alokasi faktor produksi yang
salah. Perekonomian akan kekurangan tenaga kerja dan beberapa jenis produk
tertentu yang mungkin sangat dibutuhkan oleh perekonomian. Kebijakan
penanggulangan inflasi yang baik adalah kebijakan yang mampu menekan inflasi
tanpa mengganggu peranan harga dalam mengatur alokasi faktor produksi.
Kebijakan yqang lain adalah rencana insentif pajak(tax incentive plan).
Disini pemerintah mengenakan pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan
yang menaikan tingkat upah, dan justru mengurangi pajak terhadap perusahaan
yang tidak menaikan tingkat upah. Kebijakan ini tampaknya dapat diterima di
negara-negara yang sudah berada pada tingkat kemakmuran yang tinggi, sehingga
tingkat upahpun sudah cukup tinggi.
Untuk bwerhasilnya income policy dan tax incentive plan, sebaiknya juga
harus ditempuh kebijakan yang menekan permintaan agregat(aggregat demand).
Sebagai contoh pada tahun 1968 telah ditempuh program penghematan(austerity
programme)melalui anggaran belanja pemerintah.. Hanya pengeluaran yang perlu
saja yang boleh dilaksanakan. Dengan cara ini kebutuhan uang tunai untuk
transaksi berkurang dan akan membantu menekan kenaikan harga pada umumnya.
Sebelumnya telah dibicarakan tentang penerimaan pemerintah yang berupa
“lump-sum tax”, yaitu pajak yang besarnya tidak tergantung pada pendapatan
nasional.
“Memisalkan bahwa besarnya pajak pendapatan tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan nasional adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
perekonomian (tidak realistis)”.
Pada umumnya (yang umum berlaku) adalah makin tinggi pendapatan
nasional, makin besar jumlah pajak yang dipungut (dikumpulkan) oleh
pemerintah. Besarnya pajak yang dipungut adalah sebanding dengan pendapatan
nasional.
Pajak pendapatan yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya
pendapatan yang diperoleh wajib pajak mempunyai sifat yang flexible, yaitu
flexible mengikuti perubahan pendapatan. Apabila jumlah pendapatan besar,
maka jumlah pajak yang dipungut juga besar, begitu juga sebaliknya.
Besarnya pajak merupakan fungsi dari pendapatan :
T = tY
T = besarny pajak
t = marginal rate of taxation, yang merupakan nilai perbandingan
antara perubahan jumlah pajak dengan perubahan jumlah pendapatan.
Y = menunjukan besarnya pendapatan nasional.
Karena pendapatan nasional naik-turun mengikuti gelombang konjungtur, maka
penerimaan pajak juga naik turun mengikut gelombang konjungtur.
7
Pada waktu ada gelombang konjungtur naik (perkembangan ekonomi meningkat),
permintaan akan barang-barang dan jasa-jasa meningkat dan ekonomi menuju
kearah inflasi, maka penerimaan pajak juga turut meningkat.
 “Karena pajak adalah kebocoran pada arus perputaran pendapatan nasional,
maka meningkatnya penerimaan pemerintah dari pajak berarti membesarnya
kebocoran, jadi secara otomatis ikut mengerm gerak gelombang konjungtur
naik tersebut”.
 Pada waktu gelombag konjungtur turun (terjadi penurunan kegiatan ekonomi)
permintaan agregat akan turun dan diikuti oleh menurunnya pendapatan
nasional.
 Penurunan pendapatan nasional adalah sistem perpajakan yang “builtinflexible” tidak akan sehebat penurunan pendapatan nasional, apabila sistem
perpajakan yang digunakan adalah “lump-sum taxation”.
 Proses tersebut terus berlangsung hingga tercapainya tingkat pendapatan
nasional ekuilibrium yang baru.
Tingkat pendapatan nasional ekuilibrium yang tercapai dalam ini adalah “lebih
tinggi” bila dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium
yang tercapai pada sistem perpajakan “lump-sum taxation”.
V.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa inflasi pada tinggkat
tertentu justru menguntungan namun harus tetap dijaga agar tidak sampai pada
tingkat yang merugikan. Untuk mengendalikan inflasi kita harus mengetahui
penyebab dan dampaknya agar ditemukan cara penanggulangannya.
8
Download