BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang terus meningkat maka kebutuhan komunikasi pun ikut meningkat dan menjadi salah satu cabang aspek yang tidak dapat di pisahkan. Guna meninjau aspek tersbut maka kita mencoba untuk membuat sebuah karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan komunikasi. Dalam tulisan ilmiah ini kami akan membahas beberapa segi komunikasi, di mulai dari sejarah ilmu komunikasi, perkembangan ilmu komunikasi, hubungan ilmu komunikasi dengan bidang keilmuan lainnya, serta tokoh-tokoh yang berperan penting dalam ilmu komunikasi. Disamping itu kami menyusun makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu komunikasi, yang ditugaskan oleh ibu dosen. selain itu penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk lebih memahami bagaimana sejarah perkembangan ilmu komunikasi 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Komunikasi? 2. Bagaimana Hubungan Ilmu Komunikasi dengan Ilmu lainnya? 3. Siapa komunikasi? saja tokoh-tokoh yang berperan dalam Perkembangan Ilmu BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi Pengetahuan bukan merupakan ilmu. Terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi bagi suatu pengetahuan yang kredibel, atau memenuhi syarat-syarat ilmiah antara lain harus bersifat empiris, verivikatif, non-normatif, transmissible, general, dan explanotory. Di samping itu ilmu juga harus menekankan aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi. Ia harus bersifat ilmiah, sistematis, mempunyai metode, objek kajian, lokus, dan fokus tertentu Dalam kaitannya dengan pemahaman ilmu di atas, ilmu komunikasi sering mendapatkan keraguan dalam keberadaan dan keeksistensiannya sebagai ilmu di tengah kemajuan teknologi informasi saat ini. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi waktu yang terlalu jauh (berdasarkan pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi di daratan Amerika). Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan aktifitas retorika yang terjadi di zaman Yunani kuno, sehingga menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena tidak berkembang di zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg (1457). Sehingga masalah yang muncul adalah, rentang waktu antara perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika pada masa Yunani kuno, sampai pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kirakira 1400 tahun. Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yang dilakukan pada zaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya pada zaman pertengahan (masa persebaran agama). Sehingga menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu tidak pernah terputus, artinya tidak ada mata rantai sejarah yang hilang pada perkembangan komunikasi. Makalah ini ingin mengangkat zaman persebaran agama yang berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga zaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi dari zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, dan kontemporer. Pembahasan Telah disinggung di atas bahwa fenomena komunikasi berkembang dan tercatat kembali pada awal ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg (1457). Padahal, pada abad-abad sebelumnya, aktifitas komunikasi sudah berkembang cukup pesat yang berlangsung di zaman pertengahan (persebaran agama). Mungkin masa ketika diketemukannya mesin cetak itu sendiri terjadi di zaman renaissance, dimana pemikiran-pemikiran ilmuwan telah bebas dari dogma-dogma agama. Sehingga mereka tidak menyinggung masa persebaran agama sebagai bagian dari sejarah perkembangan komunikasi itu sendiri. Rentang waktu antara tahun 500 SM (masamasa pemikiran retorika di Yunani kuno) sampai pada penemuan mesin cetak (1457 M) merupakan abad-abad dimana terdapat proses perkembangan komunikasi yang dalam hal ini berbentuk ajaran dan keyakinan suatau agama (yang tentu pula tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aktifitas persebaran ajaran agama, retorika dan bentuk komunikasi lainnya cenderung berperan besar dalam mengubah keyakinan seseorang). Sehingga tidak menyalahi aturan kalau makalah ini mencoba mengangkat masa penyebaran agama dan ajaran-ajaran bijak yang berlangsung antara rentang waktu tersebut dijadikan sebagai bagian dari mata rantai sejarah yang hilang dari perkembangan ilmu komunikasi itu. Komunikasi di dunia Islam pun sebenarnya telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Sama seperti fenomena komunnikasi yang terjadi di zaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi pada sistem dakwah yang berusaha mengubah atau mempengaruhi alam pikiran seseorang untuk mengikuti syariat Islam. Peradaban umat Islam dalam kaitannya dengan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yang cukup menakjubkan. Pada masa bani Umayah misalnya, telah ditemukannya suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 M, 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus. Perhubungan antara Timur dan Barat selama perang Salib (1100-1300 M ) sangat penting untuk perkembangan komunikasi ilmu pengetahuan di Eropah. Karena pada waktu ekspansi, Arab telah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol, sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi dari pada kebudayaan Eropah (Brower, 1982;41). Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, dan Kairo menyimpan dan memberikan warisan ilmiah dari India, Persia, Yunani, dan Byzantium, sehingga Eropah menerima warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yang terlebih dahulu mempelajarinya. Karena bangsa Arab telah menterjemahkan karya-karya fisuf termasyur seperti Plato, Hipokrates dan Aristoteles. Sekitar abad ke-14 pada zaman dinasti Yuan (1260-1368), pengaruh Islam ditandai dengan peneliti di bidang astronomi pertama yang mendirikan observatorium, yaitu Jamal Al-Din. Perkembangan komunikasi dalam Islam yang lebih bersifat dakwah tadi tidak lepas dari kaitannya sebagai bagian dari bentuk komunikasi, karena dalam bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, atau ajakan. Menurut Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan oleh Al Ustadz Bahiyul Khuli dalam bukunya yang berjudul Tadzkiratud Du’at, dakwah ialah suatu komunikasi yang ditimbulkan dari interaksi antar individu maupun kelompok manusia yang bertujuan memindahkan umat dari suatu situasi yang negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yang positif. Pada zaman nabi Muhammad SAW (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung dalam waktu yang relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah pada tahun 610 M. Dalam tempo 25 tahun, Muhammad beserta pengikutnya (yang disebut sebagai Muslim), mengambil alih kekuasaan di kawasan Arab, dan Islam kemudian berkembang dengan sangat pesatnya. Pada sekitar tahun 650 M, Arab, seluruh daerah timur tengah, serta Mesir dikendalikan oleh orang-orang Islam, dan pada tahun 700 M, Islam mendominasi area besar mulai dari daratan China dan India di timur sampai Afrika Utara dan Spanyol di barat. Cepatnya perkembangan Islam bisa jadi merupakan dampak dari penggunaan dakwah-dakwah yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam, seperti; dakwah yang berisi tentang jihad fisabilillah, yaitu jaminan untuk masuk surga bagi mereka yang mati dalam usahanya untuk memperjuangkan Islam. Artinya terdapat bentuk komunikasi yang efektif sehingga dapat mempengaruhi keyakinan jutaan umat dalam waktu yang sangat singkat. komunikasi di awali dengan adanya perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad untuk memberikan peringatan (dalam hal ini berdakwah) kepada umnat manusia untuk percaya kepada Allah. Awalnya komunikasi itu dilakukan secara diam-diam lalu dilanjutkan secara terbuka seiring dari wahyu berikutnya yang memerintahkan Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95). Dalam media tulisan, sebenarnya telah dirintis oleh Rasulullah, yaitu ketika beliau mengirimkan surat yang isinya ajakan untuk memeluk Islam kepada para raja di Eropah. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan surat dakwah kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama Hirakles, raja Habsyi yang bernama Najsyi, dan lain-lain. Dalam setiap suratnya, selalu dibubuhi stempel yang terbuat dari perak yang berukirkan tulisan “Muhammadurrasulullah”. Dengan contoh ini, maka Rasulullah telah merintis sistem jurnalistik dalam melakukan komunikasi Islam sebagai bentuk dakwah. Dalam perkembangannya, komunikasi telah sedemikian maju, contoh lain dalam hal diskusi yang merupakan bagian dari bentuk komunikasi kelompok. Dalam berdakwah, Rasulullah selalu melakukan komunikasi sebagai dakwah dengan metode yang tepat dan apabila dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut: alasannya kuat (hujjah), tutr kata yang arif dan bijak (uslub), dan adab sopan santun yang baik. Kembali hubungannya de ngan pers sebagai bagian dari komunikasi, Islam telah merintis perkembangan komunikasi itu sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah mengungkapkan kepada kita bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran Islam telah menerobos cakrawala abad dan zaman sera melewati negara-negara dan benua. Ini berkat para jurnalis-jurnalis Islam seperti Syafi’i ’(yang mazhabnya mayoritas diadaptasi umat muslim Indonesia), Malik Ahmad Hambali, Hanafi, Abu Dawud, dan sebagainya yang tulisannya dalam bidang hukum fiqih. Bidang filsafat seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, dan lain-lain. Bidang kedokteran, Ibnu Sina telah menulis buku yang berisi aturan-aturan dalam ilmu kedokteran yang banyak diadaptasi oleh ilmuwan-ilmuwan dalam bidang kedokteran dewasa ini. Dari uraian ini, dapat dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (dalam kaitannya sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau mewariskan komunikasi dari ajaran-ajaran Yunani yang telah disinggung di atas, untuk kemudian baru diadaptasi oleh bangsa Eropa dan seterusnya Amerika (sebagai dampak dari intellectual migration dari daratan Eropah ke utara benua Amerika pada masa Hitler). 2.1.1 Perkembangan Ilmu Komunikasi di Beberapa Negara 1. Perkembangan di Eropa. Suratkabar sebagai studi ilmiah mulai menarik perhatian pada tahun 1884. studi tentang pers muncul dengan nama Zaitungskunde di Universitas Bazel (swiss, dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di Universitas Leipzig di Jerman. Kehadiran pengetahuan persuratkabaran ini semakin menarik perhatian ilmuwan. Pakar sosiologi, Max Weber, pada Konggres Sosiologi (1910) mengusulkan agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi organisasi. Weber pun telah meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagai studi akademik. Sepuluh tahuan kemudian pakar sosiologi lainnya, Ferdinant Tonnies, mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam hubungan antara pers dan pendapat umum itulah kemudian yang menaikkan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan nama Zaitungswissenschaft (ilmu suratkabar) pada tahun 1925. dengan demikian persuartkabaran tidak tidak lagi dipandang sebagai keterampilan belaka (Zaitungskunde), melainkan telah tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu. Munculnya radio dan film pada awal abad ke-20 membuka pengkajian baru yang lebih luas daripada suratkabar. Demikian pula dengan berkembangnya kajian mengenai pendapat umum dan kajian retorika, semakin meluaskan disiplin ilmu ini, sehingga tidak dapat lagi ditampung dalam oleh Zaitungswissenschaft. Untuk itu pada tahun 1930 Walter Hagemann mengusulkan dan memperkenalkan nama Publizistik sebagai suatu disiplin ilmu yang mencakup bukan saja suratkabar, tetapi juga radio, film, retorika, dan pendapat umum. Menurut Hagemann, Publisistik adalah ilmu tentang isi kesadaran yang umum dan aktual. Dalam perkembangan selanjutnya Publisistik semakin mendapat pengakuan sebagai salah-satu disiplin ilmu dalam ilmu sosial. Obyek penelitiannya bukan lagi suratkabar melainkan offentiche aussage (pernyataan umum). Kemudian Emil Dofivat menyebut publisistik sebagai segala upaya menggerakkan dan membimbing tingkah laku khalayak secara rohaniah. Dengan demikian publisistik diakui sebagai suatu kekuatan yang dapat mengendalikan tingkah-laku manusia dan mewarnai perkembangan sejarahnya. 2. Perkembangan di Amerika. Ilmu komunikasi massa berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Sebagai sutau keterampilan mengenai suratkabar, jurnalistik, sudah mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun sebagai pengetahuan yang diajarkan di universitas, barulah mulai dirintis oleh Robert Leo di Washington College pada tahun 1870. pada waktu ini jurnalistik belum mendapat penghargaan ilmuwan, karena diajarkan hanyalah hal-hal yang bersifat teknis. Namun setelah Bleyer memasukkan Jurnalistik sebagai minor program Ilmu Sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930-an, mulailah jurnalistik berkembang sebagai suatu disiplin ilmu. Hal ini lebih berkembang lagi setelah Perang Dunia II, karena semakin pakar dari disiplin sosiologi, politik dan psikologi yang melakukan pengkajian berbagai aspek dari suratkabar, radio, film dan televisi. Pada masa ini para pakar tersebut semakin merasa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbagai pengkajian yang telah mereka lakukan, sehingga perlu memberi nama yang lebih sesuai yaitu ilmu Komunikasi Massa, sehingga obyek kajiannya tidak hanya mengenai suratkabar, melainkan mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu disebut media massa. Tokoh-tokoh utama dalam periode ini antara lain Harold D. Laswell, Carl I. Hovland, Paul Lazarsfeld dan Ithiel de Sola Pool. Dasar ilmiah ilmu ini semakin kokoh, dan metodoginya semakin disempurnakan. Perkembangan ke arah lahirnya ilmu komunikasi dimulai tahun 1950-an. Para ilmuwan sosiologi, politik, dan komunikasi massa mengembangkan studi mengenai pembangunan, terutama ditujukan pada negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II. Hal ini dimaksudkan untuk membantu negara-negara tersebut melakukan pembangunan dan perubahan berencana terutama di bidang ekonomi, sosial dan politik. Berkembangnya studi tentang pembangunan ini seperti sosiologi pembangunan, ekonomi pembangunan, pembangunan politik, dan komunikasi pembangunan, menimbulkan kesadaran bagi para ilmuwan tersebut bahwa ilmu komunikasi massa, dirasa semakin tidak mampu menampung kegiatan ini, sehingga perlu diperluas menjadi ilmu komunikasi saja (massanya dihilangkan). Dengan demikian kajiannya tidak hanya menyangkut media massa saja, tetapi sudah mencakup komunikasi sosial seperti penyuluhan, ceramah dan retorika. Hal ini lebih diperkuat lagi oleh berbagai studi yang menemukan bahwa yang lebih berperan dalan proses perubahan dalam masyarakat terutama dalam penyebaran gagasan baru dan teknologi baru , justru bukan media massa, melainkan komunikasi tatap muka (persona). Tokoh utama yang telah membawa ilmu komunikasi massa menjadi ilmu komunikasi adalah Wilbur Schramm. Ia adalah seorang sarjana bahasa Inggris yang tertarik kepada kajian komunikasi, karena memimpin sebuah University Press. Schramm yang kemudian memimpin Departemen Komunikasi Massa di Universitas Iowa, dan memimpin penelitian komunikasi di Stanford dan East West Center. Tokoh lainnya adalah Daniel Lerner, dan Everet M. Rogers. 3. Perkembangan di Indonesia. Kajian ilmu komunikasi di tanah air dimulai dengan nama Publisistik, dengan dibukanya jurusab Publisistik di Fakultas Sosial dan Politik di Universitas gajah mada pada tahun 1950. Juga di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia pada tahun 1959. Demikian juga pada tahun 1960 di Universitas Pajajaran Bandung dibuka Fakultas Jurnalistik dan Publisistik. Melalui proses yang panjang lahirlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres ini membawa penyeragaman nama disiplin ilmu ini menjadi ilmu komunikasi. Beberapa tokoh yang telah berjasa memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya di Universitas antara lain: Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh ini bertambah lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Susdanto dari Jerman Barat (1964); dan Dr. M. Alwi Dahlan (beliau secara langsung diajar oleh Wilbur Schramm) dari Amerika Serikat (1967). 2.1.2 Obyek Kajian Ilmu Komunikasi. Berangkat dari paparan di atas, obyek studi ilmu komunikasi dengan sendirinya bukan hanya surat kabar (ilmu pers/jurnalistik), bukan pula hanya media massa (ilmu komunikasi massa), atau pernyataan umum (publisistik) melainkan komunikasi atau pernyataan antar manusia. Harold D. Laswell (1948) dengan paradigmanya ”Who says what in which channel to whom with what effect” menyatakan bahwa obyek kajian komunikasi berupa: Analisis sumber (komunikator) Analisis isi (pesan) Analisis media (saluran) Analisis khalayak (komunikan) Analisis efek (dampak). Lebih mendalam, Garbner (1976) dalam Studies In Mass Comunication, The Anneberg School Of Communications, meyakini bahwa obyek kajian ilmu komunikasi meliputi: Seseorang (komunikator dan komunikan); Persepsi; Reaksi (efek dan efektivitas); Situasi (politik, ekonomi, dan lain-lain); Sarana (media, saluran dan fasilitas); Material (administrasi); Bentuk (struktur, gaya dan pola); Konteks; Isi (makna pesan); danKonsekuensi ((perubahan menyeluruh). 2.2 Hubungan Ilmu Komunikasi dengan Ilmu Lain Sebelum berdiri sendiri sebagai suatu disiplin dalam kelompok sosial, maka sesuai latar belakang sejarahnya, embrio ilmu komunikasi dipelajari sebagai bagian dari sosiologi di Jerman dan tercakup dalam departemen bahasa Inggris di Amerika. Sudah menjadi nasib bahwa ilmu ini dikembangkan dan diperjuangkan oleh pakar dari disiplin lain, bahkan dasar-dasarnya sebagai kajian ilmiah dan metodologinya berasal dari berbagai disiplin ilmu. Sejak awal hingga kini, memang banyak ilmuwan dari berbagai disiplin telah memberikan sumbangan kepada ilmu komunikasi. Antara lain Harold D. Lasswell (ilmu Politik), Max Weber, Daniel Lehner, Everet M. Rogers (Sosiologi), Carl I. Hovland, Paul Lazarsfeld (Psikologi), Wilburn Schramm (Bahasa), Shannon dan Weaver (Matematika dan Teknik). Keterlibatan berbagai disiplin ilmu dalam membesarkan ilmu komunikasi ini dimaknai oleh Fisher (1986) bahwa ilmu komunikasi mencakup semua dan bersifat sangat eklektif (menggabungkan berbagai bidan 2.2.1 HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN KOMUNIKASI Kalau kita perhatikan hubungan sosiologi dengan komunikasi sangat erat sekali keterkaitannya. Bayangkan saja jika dalam ilmu sosiologi tidak mengenal adanya ilmu komunikasi pasti akan mempersulit laju perkembangan suatu perubahan yang kita inginkan. Jadi secara tidak langsung hubungan komunikasi dengan sosiologi sangat besar keterkaitannya, jika dalam sosiologi tidak ada komunikasi maka akan memperlambat laju perubahan' dan jika dalam komunikasi tidak menggunakan kaidahkaidah sosiologi maka di dalam komunikasi bisa dapat terjadilah suatu konflik. Yang saya maksud di sini begini: dalam sosiologi sebelum terjadinya sebuah komunikasi terlebih dahulu harus ada atau terjadinya kontak sosial setelah terjadinya kontak sosial baru terciptalah komunikasi (di sinilah letak hubungannya). Nah setelah terjadi sebuah komunikasi secara otomatis terciptalah sebuah interaksi antar individu karena adanya interaksi antar individu maka munculah ide-ide baru atau gagasangagasan baru. Dengan munculnya ide-ide baru dan gagasan-hgagasan baru secara otomatis akan timbual perubahan di dalam masyarakat tersebut atas ide-ide dan gagasan baru tadi. Dan ide-ide atau gagasan tersebut bisa berupa perubahan pola kebudayaan, pola perekonomian, pola kemasyarakatan dan lain sebagainya. Jadi intinya Hubungan sosiologi dengan komunikasi itu sangat terkait erat dan saling menopang terutama bagi kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sosiologi di sini berperan sebagai alat atau cara penerapan tingkah laku sebelum terjadinya komunikasi antar individu, individu dan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat. Dan komunikasi di sini berperan sebagai Trik atau cara menaklukkan lawan (masyarakat) karena dengan adanya sebuah komunikasi maka sekeras apapun masyarakat tersebut dapat di taklukan dengan komunikasi. 2.2.2 ANTROPOLOGI SEBAGAI LANDASAN ILMU KOMUNIKASI Antropologi dikatakan sebagai salah satu akar atau landasan lahirnya ilmu komunikasi. Seiring dengan perkembangan antropolgi tersebutlah akhirnya para ahli budaya melihat jika dalam budaya juga sangat tergantung pada komunikasi. Hal inilah yang kemudian dikaji mengenai proses dari komunikasi tersebut sehingga lahirlah ilmu komunikasi dari antroplogi. Namun untuk lebih jelasnya mengenai keterkaitan tersebut sebaiknya kita terlebih dahulu melihat menganai antopologi dan komunikasi itu sendiri. Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme kelompok, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna dari dan disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi. (1994), kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan itu adalah keterampilan simbol-simbol itu dipelajari Menurut Levo-Henriksson kita setiap hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. Ross (1986,hlm 155) melihat kebudayaan sebagai sistem gaya hidup dan ia merupakan faktor utama (common domitor) bagi pembentukan gaya hidup (Alo Liliweri, 2003,8-9. Peradaban Romawi dan Yunani menjadi dasar bagi antropologi terutama yang berkaitan dengan maslah estetika, etika, metafisika, logam dan sejarah. Mempelajari antropologi dapat dilihat dari segi sejarah harus didasarkan pada orientasi humanistic, sejarah dan ilmu alam, karena perbedaan kondisi iklim dan keadaan permukaan tanah akan membawa peradaban keaadaan fisik, karakteristik dan konstitusi suatu masyarakat yang berbeda (Hipocrates 1962: 135). Memformulasikan tradisi filosofis dan tradisi keilmuan akan memberikan proposisi-proposisi sebagai berikut; 1. Segala sesuatu itu mempunyai sebuah bentuk yang menentukan maksud dari bentuk tersebut 2. Semua hal yang ada dalam suatu Negara akan mengalami perubahan secara terus menerus; perubahan tersebut akan berkisar antara integrasi dan disintegrasi 3. Setiap bentuk merupakan sebuah struktur yang setiap bagiannya tersusun secara berbeda-beda tergantung dari kepentingannya 4. Desain setiap bagian memberikan sumbangan pada keseluruhan sistem sosial melalui aktualisasi 5. Dalam setiap sistem terjadi penyaringan untuk membuat keseimbangan dalam setiap bagian sistem. 6. Perubahan yang terjadi pada salah satu bagian system akan menganggu aktivitas dan akan mengakibatkan ketidak harmonisan dalam sistem tersebut. 7. Perubahan secara besar-besaran merupakan hasil modifikasi internal dari suatu bagian yang sedang diperluas dan kemudian dikontrol dengan membangun kembali harmosisasi dalam sistem. Budaya sebagai konsep sentral. Linton (1945:32) memberikan definisi budaya secara spesifik, yaitu, budaya merupakan konfigurasi dari prilaku manusia dari elemen-elemen yang ditransformasikan oleh anggota masyarakat. Budaya secara umum telah dianggap sebagai milik manusia, dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial di mana didalamnya terdapat proses peniruan. Selanjutnya konsep budaya telah menuntun para pakar etnologi Amerika dan Jerman kedalam suatu bentuk teoritik. Setelah RadcliffeBrown (1965:5) para ilmuan antropologi sosial Prancis dan Inggris cenderung untuk membedakan konsep budaya dan sosial dan cenderung membatasi kedua konsep tersebut pada cara belajar berfikir, merasa, dan bertindak, yang merupakan dari proses sosial. Setiap praktik komunikasi pada dasarnya adalah suatu representasi budaya, atau tepatnya suatu peta atas suatu relitas (budaya) yang sangat rumit. Komunikasi dan budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana dikatakan Edward T. Hall, “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Begitu kita mulai berbicara tentang komunikasi, tak terhindarkan, kita pun berbicara tentang budaya (Deddy Mulyana, 2004 :14). Gatewood menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusian itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya, maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi. Berdasarkan pendapat Gatewood itu kita akan berhadapan dengan pernyataan klasik tentang hubungan antara komunikasi dengan kebudayaa, apakah komunikasi dalam kebudayaan atau kebudayaan ada dalam komunikasi? ada satu jawaban netral yang disampaikan oleh Smith (1976) bahwa; “komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan”. Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan dan komunikasi, sekurangnya-kurangnya ada dua jawaban: pertama, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi, dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan dan kebuadayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi (Alo Leliweri, 2004, 21). 2.2.3 Psikologi dan Komunikasi Psikologi dan komunikasi sebenarnya merupakan dua kajian ilmu yang berbeda. Psikologi mempelajari tentang karakteristik dan kejiwaan manusia, sedangkan komunikasi mempelajari proses penyampaian informasi antar manusia. Baik mahasiswa psikologi maupun komunikasi pasti mendapatkan mata kuliah psikologi komunikasi, terutama pada semester-semester awal. Ada hubungan apa diantara psikologi dan komunikasi? Mengapa kedua ilmu tersebut selalu dikaitkan? Ikuti terus tulisan ini Percaya atau tidak, ilmu komunikasi sebenarnya dikembangkan oleh para ahli psikologi. Kurt Lewin, Paul Lazarsfeld, dan Carl I. Hovland merupakan para ahli psikologi yang kemudian mengembangkan ilmu komunikasi. Tak heran kan jika banyak definisi-definisi komunikasi yang terpengaruhi oleh unsur psikologi. Misalnya definisi Hovland, Janis, dan Kelly yang menyebutkan bahwa “Komunikasi ada sebuah proses dimana seseorang mengirimkan pesan (biasanya ucapan) untuk merubah kebiasaan orang lain (pendengar)”. Dengan kata lain, komunikasi dapat merubah karakteristik, kebiasaan, kejiwaan, bahkan perasaan orang lain lho Pernah dengar kalimat ini, psikologi mempengaruhi komunikasi dan komunikasi mempengaruhi psikologi? Kalimat tersebut pasti udah ga asing lagi di telinga para mahasiswa komunikasi dan psikologi. Well, kita baha satu-satu ya . Psikologi mempengaruhi komunikasi tentunya dapat kita pahami dengan mudah. Kondisi seseorang yang sedang senang, sedih, atau marah pastinya akan mempengaruhi tindakan komunikasinya. Gak mungkin kan orang yang sedang marah bisa tersenyum bahagia apalagi tertawa gembira, nanti malah disebut orang gila. Begitu juga dengan orang yang cenderung pendiam, pemarah, atau cerewet, kegiatan komunikasinya pasti berbeda-beda. Orang yang pendiam akan cenderung menutup diri dan jarang berbicara, orang pemarah akan terkesan ketus saat berbicara, dan orang yang cerewet akan senang berbicara tentang apapun, kapanpun, kepada siapapun, bahkan tentang hal yang gak penting sekalipun. Komunikasi mempengaruhi psikologi dapat kita lihat pada kasus Genie di California pada tahun 1970. Sejak kecil, Genie hampir tidak pernah berkomunikasi. Sepanjang hari ia diikat oleh ayahnya di sebuah kursi dan tidak pernah diajak berbicara. Tiap kali Genie menangis, maka si ayah akan memukulinya. Sepanjang hidup, Genie hampir tidak pernah berbicara dan mendengar orang lain bercakap-cakap. Jangankan untuk mengutarakan perasaan, untuk mengerti perkataan orang lainpun ia tidak mampu. Akibatnya Genie tumbuh menjadi seseorang yang autis dan mengalami gangguan kejiwaan. Dari kasus Genie dapat kita lihat, bahwa komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian manusia. Baik ataupun buruk komunikasi yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi sisi psikologisnya. Sekarang terlihat kan hubungan antara komunikasi dengan psikologi? Kedua bidang ilmu tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Karakter kita akan mempengaruhi kegiatan komunikasi yang kita lakukan, begitu juga sebaliknya. Jadi, yuk kita berkomunikasi! Katakan perasaanmu dan bentuk kepribadianmu 2.2.4 Ilmu Politik dan Komunikasi Istilah politik telah lama dikenal. Bahkan beberapa ahli yang menyatakan bahwa politik sama tuanya dengan peradaban manusia. Aristoteles juga pernah menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon atau makhluk yang berpolitik. Kata kunci penting dalam kajian politik adalah kekuasaan. Dapat dikatakan bahwa unsur utama dalam pembahasan politik adalah apa dan bagaimana manusia mengelola kekuasaan. Perspektif dasar dalam pembahasan tentang politik adalah usaha untuk mendapatkan, memanfaatkan, mendistribusikan, mengimplementasikan dan mempertahankan kekuasaan kepada manusia yang lain. Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana kekuasaan itu sendiri (mengutip Lasswell). Politik adalah proses dan aktivitas sosial manusia untuk mengatur tindakan manusia. Ilmu politik adalah kajian sistematik, metodis dan rasional yang ingin memahami dan menjelaskan proses-kegiatan serta tindakan individu atau kelompok dalam mendapatkan, memanfaatkan, mendistribusikan, mengimplementasikan dan mempertahankan kekuasaan yang ada. Ilmu ini mau menjelaskan prinsip-prinsip dasar dan bagaimana proses serta tindakan politik bisa dilakukan dalam kehidupan sosial. Proses politik sebagai pola interaksi yang berganda, setara, bekerja sama, dan bersaingan yang menghubungkan warga negara partisipan yang aktif dalam posisi utama pembuat keputusan. Ilmu politik sendiri mempunyai empat cabang utama, terutama yang sampai berkembang. Empat cabang tersebut adalah sebagai berikut: Pertama adalah filsafat politik. Cabang pertama ini merupakan kajian ilmu politik yang berfokus pada pertanyaan-pertanyaan normatif dalam tindakan politik. Perspektif dasarnya adalah hakikat mendasar dari sebuah proses dan kegiatan politik. Kedua adalah hubungan internasional. Cabang kedua ilmu politik ini adalah cabang yang mengkaji prinsip dasar dan eksplanasi kompleksitas tatanan dan relasi internasional. Perspektif dasar hubungan internasional adalah proses hubungan yang bersifat internasional. Sifat hubungan ini yang berakibat bahwa hubungan tersebut tidak lagi sederhana tapi penuh dengan kerumitan-kerumitan sendiri. Ketiga adalah ilmu perbandingan politik. Ilmu perbandingan politik adalah kajian yang mau mengambarkan, menjelaskan dan menganalisa ragam sistem dan proses politik dari sekian banyak negara yang ada di dunia ini. Keempat adalah ilmu politik dalam negeri atau lokal. Ilmu ini mengkaji keberadaan dan keunikan dari proses politik lokal yang ada dan berkembang sampai sekarang. Sementara ilmu politik terapan yang berkembang sekarang seperti: politik kemiliteran, politik gender, politik etnis dan sebagainya lebih mau memperlihatkan bahwa ilmu politik sendiri pada dasarnya ilmu yang terbuka untuk berdialog dengan disiplin ilmu yang lain. Perspektif politik terhadap komunikasi lebih mendasarkan pada asumsi bahwa politik adalah sebuah proses. Politik melibatkan komunikasi. Proses komunikasi dalam ruang lingkup politik menempati posisi yang penting. Setiap sistem politik, sosialisasi dan perekrutan politik, kelompok-kelompok kepentingan, penguasa, peraturan, dan sebagainya dianggap bermuatan komunikasi. Dengan kata lain, sejauh mana proses politik menentukan struktur dan pola komunikasi yang tumbuh dalam masyarakat. Perspektif ilmu komunikasi terhadap politik. Kerangka yang mengekspresikan atau menyatakan pesan politik tentunya melalui proses komunikasi. Dalam arti tertentu, politik berada dalam domain komunikasi. Proses komunikasi akan menentukan struktur, efektivitas, proses dan aktivitas politik yang ada. Atau dengan kata lain, sejauh mana komunikasi menentukan proses pencarian, mempertahankan dan mendistribusikan pola kekuasaan dalam masyarakat. Dalam proses politik, komunikasi menjadi alat atau media yang mampu mengalirkan pesan politik (tuntutan dan dukungan) ke kekuasaan untuk diproses. Dalam suatu sistem politik yang demokratis, terdapat subsistem suprastruktur politik (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif) dan subsistem infrastruktur politik (partai politik, organisasi kemasyarakatan, kelompok kepentingan) –nya. Proses politik berkenaan dengan proses input dan output sistem politik. Dalam model komunikasi politik, dijelaskan bahwa komunikasi politik model input merupakan proses opini berupa gagasan, tuntutan, kritikan, dukungan mengenai suatu isu-isu aktual yang datang dari infrastruktur ditujukan kepada suprastruktur politiknya untuk diproses menjadi suatu keputusan politik (berupa undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya). Sedangkan komunikasi politik model output adalah proses penyampaian atau sosialisasi keputusan-keputusan politik dari suprastruktur politik kepada infrastruktur politik dalam suatu sistem politik. Dapat dikatakan bahwa ilmu politik merupakan salah satu akar pertama pengembangan ilmu komunikasi. Lasswell sendiri merupakan pakar politik Dapat dikatakan bahwa yang berkembang sebelum disiplin ilmu komunikasi mulai bertumbuh justru komunikasi politik. 2.2.5 Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Ilmu Komunikasi Kedua ilmu tersebut memiliki hubungan yang sangat erat, ini dapat dipahami dari kontek dua ilmu tersebut. Dimana ilmu didefinisikan sebagai upaya mengajak manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah secara menyeluruh (kaffah), baik dengan lisan, tulisan maupun perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan Islam menjadi kenyataan kehidupan pribadi, Usrah (kelompok), jama’ah dan ummah. Sedangkan ilmu Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda komunikasi (Widjaja, A.W.. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta). Dari pengertian di atas, secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah adalah kegiatan untuk mengkomunikasikan kebenaran ilahiah (agama Islam) yang diyakininya kepada pihak lain. Komunikasi ajaran itu dilakukan sebagai upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah-laku Islami. Sementara itu, komunikasi adalah aktivitas pengiriman dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, dan berlangsung dalam sebuah konteks, dan mengharapkan adanya efek. Komunikasi juga merupakan suatu transaksi, proses simbolik yang memungkinkan setiap individu berhubungan satu sama lain dan saling mengatur lingkungannya. Ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan dengan komunikasi, seperti memantapkan hubungan kemanusiaan, memperteguh sikap dan perilaku orang lain, maupun mengubah sikap dan perilaku orang lain. Dengan demikian jelas bahwa ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi ada hubungan dan kaitan. Dimana jika dilihat dari segi proses, dakwah tiada lain adalah komunikasi ajaran Islam, di mana da’i menyampaikan pesan ajaran Islam melalui lambang-lambang kepada mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan kemudian meresponnya. Dalam prosesnya terjadi transmisi pesan oleh da’i dan interpretasi pesan oleh mad’u (objek dakwah). Proses transmisi dan interpretasi tersebut tentunya mengharapkan terjadinya effects berupa perubahan kepercayaan, sikap dan tingkahlaku mad’u ke arah yang lebih baik, lebih Islami. 2.3 TOKOH-TOKOH KOMUNIKASI Claude Shannon Shannon lahir tahun 1916 di kota kecil Petosky, Michigan. Sejak kecil Shannon telah dikenalkan ayahnya pada benda-benda elekotronika, seperti radio. Shannon amat maju dalam memahami ilmu pengetahuan dan matematika. Shannon mengambil dua bidang pendidikan pada tingkat sarjana di Universitas Michigan; Jurusan Teknik Elektronika dan Matematika. Pada usia 21 tahun tepatnya tahun 1936 Shannon mengambil Master di MIT dan telah menjadi asisten peneliti Vannevar Bush. Shannon menyelesaikan program doktornya pada jurusan Matematika di MIT tahun 1940. Teori Informasi Shannon pertama kali dipublikasikan tahun 1948 melalui Bell System Technical Journal. Sumbangsihnya terhadap komunikasi berupa teori informasi dengan model matematikanya. David K. Berlo Berlo lahir tahun 1929. Ia merupakan salah satu mahasiswa generasi pertama di Program Doktor Komunikasi di bawah kepemimpinan Wilbur Schramm di Illinois. Berlo dikenal juga sebagai penemu program komuniaksi di Universitas Michigan yang banyak melahirkan doktor komunikasi. Berlo merupakan penulis buku teks komunikasi yang terkenal, The Process of Communication (1960). Buku ini mengajarkan model komunikasi SMCR; Source-Message-Channel-Receiver. Berlo mendasarkan rumusannya pada model komuniaksi yang dirumuskan Shannon, yaitu teori informasi dengan model matematikanya. Berlo menjadi mahasiswa program doktor yang dipimpin Wilbur Schramm di Illinois tahun 1953. Sebelumnya Berlo adalah mahasiswa Jurusan Matematika di Universitas Missouri. Berlo kelak menjadi pimpinan di fakultas komunikasi yang dibuka di Universitas Michigan. Theodore Newcomb. Berbeda dengan model Shannon, Newcomb menekankan pada komunikasi sosial atau komunikasi antarpribadi. Pendekatan Newcomb memperhatikan arti penting peran komunikasi dalam kehidupan sosial, yakni peran komunikasi dalam membangun keseimbangan pada sistem sosial. Model Newcomb dikenal sebagai Model ABX. J. Habermas Juergen. Habermas merupakan filsuf dan ahli teori sosial dari Jerman. Habermas menawarkan pendekatan yang rasional dalam menentukan hal yang baik dan yang salah. Habermas merupakan tokoh kontemporer dari Frankurt School yang melahirkan Theory of Universal Pragmatics dan The Transformation of Society. Habermas juga terkenal dengan Technological Determinism-nya, yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa teknologi adalah salah satu faktor terpenting penyebab perubahan sosial. Carl Hovland Hovland lahir di Chicago, 12 Juni 1912. Memasuki Universitas Nothwestern sampai tingkat master. Ia melanjutkan ke program doktor pada Program Psikologi di Universitas Yale karena tertarik pada Clark Hull, seorang akademisi yang beraliran behaviorisme. Kepribadian Hovland sangat menarik. Dia seorang pendengar yang baik, pendiam, dan sedikit berbicara, tetapi dengan kemampuan luar biasa Hovland diakui sangat jenius dan produktif. Dia dapat melakukan pekerjaan yang kompleks sekaligus, seperti mengedit naskah, berbicara lewat telepon, dan memasang slide. Pendekatan Hovland seringkali cenderung elektik yakni memakai banyak pendekatan daripada satu perspektif. Ujung karier Hovland adalah ketika dia diketahui menderita kanker dan meninggal. Hovland sebagaimana Laswell merupakan staff pengajar di Yale University yang tergolong universitas elit di Amerika. Penelitian Hovland tentang persuasi secara tidak langsung banyak dipengaruhi oleh teori-teori yang dikembangkan Freud. Hovland dikenal dengan penelitian-penelitian tentang persuasi dengan metode eksperimen. Karya penelitian Hovland diantaranya adalah tentang dampak film bagi pembangunan moral prajurit dalam manghadapi Perang Dunia II. Robert K. Merton Merton lahir sebagai anak imigran dari sebuah daerah kumuh di Philadelphia Utara. Merton memperoleh gelar BA dari Universitas Temple pada Program Sosiologi. Selama 3 tahun Merton mengajar kemudian menjadi associate professor, selanjutnya menjadi profesor serta pimpinan pada Departemen Sosiologi di Tulane University hingga dipanggil Universitas Colombia pada tahun 1941 . Melalui tulisannya di tahun 1938 yang berjudul Social Structure and Anomie, mengantarkan Merton menjadi ahli teori sosial muda. Menurut Merton, baik kesesuaian (conformity) maupun penyimpangan (deviation) sama-sama produk dari struktur sosial. Merton dikenal sebagai intelektual perkotaan yang sangat dihargai karena pilihan katakatanya, baik dalam tulisan maupun pembicaraan. Lazarsfeld sangat menghargainya dan menyebutnya sebagai “tuan sosiologi negeri ini (Amerika)”. Merton juga seorang sarjana komunikasi massa. Meron mengkaji bersama-sama dengan Fiske dan Curtis tentang jarinagn radio CBS. Merton merupakan pengajar di Universitas Columbia dalam kurun waktu 35 tahun bersama dengan Lazarsfeld. Merton dikenal sebagai ahli ilmu sosial, sedangkan Lazarsfeld sebagai ahli metode penelitian kuantitatif yang mempelajari dampak komunikasi. Keberadaan dua figur ini di tahun 1941 ikut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi merosotnya pamor Chicago School. Pada tahun 1943 Merton menjadi Direktur Pembantu di Bureau of Applied Social Research yang dipimpin Lazarsfeld di Columbia University. Salah satu jasa penting Merton adalah kecenderungan Merton membawa middle range theory dalam kajian komunikasi. Karya Merton yang terkenal adalah Social Theory and Social Structure (1949). Paul F. Lazarsfeld Lazarsfeld lahir dan menghabiskan tiga puluh tahun pertama hidupnya di Wina. Lazarsfeld melihat ayahnya sebagai pengacara yang sangat miskin dan tidak sukses. Kehidupan Lazarsfeld merupakan perpaduan antara dunia akademik dan bisnis. Ibunya tidak memiliki pendidikan formal, tetapi dikenal sebagai penulis buku How the woman Experiences the Male yang terbit di Eropa tahun 1931. Lazarsfeld mmperoleh bekal pendidikan yang memadai sebagaimana tipikal naka-anak kalangan menengah di Wina. Pada tahun 1925, dalam usia 24 tahun, Lazarsfeld memperoleh gelar doktor dalam matematika terapan dari Universitas Wina. Lazarsfeld merupakan salah seorang pemikir dan ahli ilmu sosial eropa yang muncul pada awal PD II. Dia menyebut dirinya sebagai positivis eropa. Lazarsfeld dikenal dengan lembaganya The Bureau of Applied Social Research yang banyak melakukan penelitian tentang radio dan surat kabar. BAB 3 PENUTUPAN 3.1 Simpulan Penjelasan sejarah di atas sudah cukup membuktikan bahwa sebenarnya sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya tidak pernah terputus. Karena pada dasarnya hubungan antara komunikasi sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini dikarenakan aktifitas retorika sudah ada di zaman pertengahan, tetapi memang belum berbentuk ilmu. Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran agama) ini baru berupa gejala-gejala sosial, dan pada masa itu belum ada suatu ilmu yang mengkhususkan fokus dan lokus kajiannya tentang komunikasi. Tetapi setidaknya hal di atas cukup memberikan argumen bahwa komunikasi merupakan fenomena yang sudah sangat lama terjadi dan baru dikaji secara utuh sebagai suatu ilmu pada abad ke-19 di daratan Amerika. 3.2 Daftar pustaka Anwar Arifin, 2002, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Raja Gafindo Persada. Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGraw Hill Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya. Aubrey Fisher, 1986, Teori-teori Komunikasi (penyunting: Jalaludin Rakmat), Bandung: Remaja Karya. Effendi, Onong Uchjana. (1993). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.Citra Aditya bakri. Hal. 2-7. Fathurrohman, D dan Wawan Sobri. (2002). Pengantar Ilmu Politik. Malang: UMM Press. Hal. 2-6 K.MA, Hajarudin. (1994). Isa Almasih A.S Wafat di India. Bogor: CV.Bintang Tsurayya. Hal 15-54. Kuswata, Agus Toho dan Kuswara Surya Kusumah. (1990). Komunikasi Islam dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Arikha Media Cipta. Prajarto, Nunung. (2002). Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Komunikasi, Akar Sejarah dan Buah Tradisi Keilmuan. Yogyakarta: ……..? Rogers, Everett M. (1994). A History of Communication Study: A Biographical Approach. New York: The Press. Hal 34-37. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (1990). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Hal 42-50. Wahid, Abdurrahman. (1995). Konfusianisme di Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri. Yogyakarta: INTERFIDEI. Anwar Arifin, 2002, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Raja Gafindo Persada. Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGraw Hill Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya. Aubrey Fisher, 1986, Teori-teori Komunikasi (penyunting: Jalaludin Rakmat), Bandung: Remaja Karya. Robert E. Goodin, Hans-Dieter Klingemann (Hrsg.), 1996: A New Handbook of Political Science. Oxford / New York u.a.: Oxford University Press Michael Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros, and Walter S. Jones, 2007, Political Science: An Introduction (New York: Prentice Hall) McNair B. 2003. An Introduction to Political Communication, London: Routledge http://www.askoxford.com/