BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan fisika merupakan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimana sederhananya peradaban suat masyarakat, didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya adalah misi pendidikan. Yang menjadi tanggung jawab professional setiap guru (Lasulo, 2005). Menurut Gagne (Muliasa, 2005:15), teorinya berpendapat bahwa skalu seorang peserta didik di hadapkan pada suatu masalah, maka pada akhirnya mereka bukan hanya memecahkan masalah tapi juga belajar sesuatu yang baru. Implementasi dariteori Gagne ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran dengan model pengajaran berdasarkan masalah. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pengajaran di mana guru menyajikan suatu masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa dan dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuyri. Fisika adalah cabang sains yang diajarkan, ditingkatkan pendidikan dasar dan menengah, yang merupakan mata pelajaran yang kurang diminati siswa, serta memiliki tingkat kesukaran yanag cukup tinggi. Guru memepunyai tanggung jawab untuk dapat mengubah suasana kelas, sehingga siswa dapat lebih aktif dan antusias dalam mengiuti proses belajar megajar fisika di sekolah. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar di situlah diperlukan pembelajaran yang menyenangkan (humanis) dan berpesat pada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide yang dimiliknya agar proses pembelajaran efektif. Menurut Wenno (2008:84) siswa akan lebih termotivasi untuk belajar jika pengajaran tidak hanya sekedar mengutamakan pada kecerdasan pada inteligensinya, tetapi juga pada gaya mengajar guru yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Pendapat Bruner (Triyanto, 2009:57), bahwa berusaha sendiri untuk mencapai pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, Karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman kongkrit, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula pemecahan masalahmasalah serupa, karena pengalaman itu memberikan pengalaman tersendiri bagipeserta didik. Permasalahan yang muncul dalam proses belajar mengajar diantaranya adalah : (1) Tingkat penguasaan materi yang rendah, (2) Peserta didik lebih mengutamakan bermain daripada belajar fisika dan (3) Ketika Guru memberikan pertanyaan peserta didik kurang memahami denganapa yang telah disampaikan oleh guru. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar khususnya dalam proses pendidikan pada siswa di SMP Negeri 3 Salahutu. Fungsi guru sebagai (penyampai ilmu pengetahua ) masih cenderung untuk menonjol. Upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan pun di laksanakan. Namun meskipun demikian, peningkatan prestasi belajar siswa masih belum optimal. Faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa adalah munculnya masalah dalam proses belajar mengajar disekolah-sekolah pada semua jenjang pendidikan. Masalah ini pada umumnya berkaitan dengan penerapan strategi atau cara mengajar guru yang masih belum memberikan kontribusi yang memadai terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Tingginya kualitas pendidikan siswa yang dihasilkan dari setiap sekolah merupakan tanggung jawab berbagai pihak, termasuk didalamnya orang yang memegang peran sebagai tenaga edukasi. Sekolah SMP Negeri 3 Salahutu merupakan salah satu sekolah yang memiliki tenaga mengajar dan juga memiliki fasilitas belajar seperti laboratoriu smyang nantinya diharapkan dapat menghasilkan siswa-siswa yang berkualitas. Namun berdasarkan hasil observasi, ditemukan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar khususnya fisika sangatlah kurang. Pada proses belajar mengajar cenderung berpusat pada guru sehingga siswa menjadi lebih pasif. Dalam hal ini siswa tidak dibelajarkan dengan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berfikir dan memotivasi diri sendiri. Dengan demikian, timbul pula permasalahan dalam pencapaian hasil belajar siswa. Permasalahan yang dimaksud adalah masih ada siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang cukup rendah. Standar ketuntasan minimal yang ditentukan oleh pihak sekolah adalah 71. Namun kenyataannya, dari hasil observasi dan wawancara yang diperoleh hanya sekitar 9 siswa yang di kategorikan baik dan tidak ada siswa yang di kategori sangat baik. Sedangkan setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah rata-rata nilai dapat meningkat menjadi 86. B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: apakah dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar fisika konsep kalor pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salahutu? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan hasil belajar fisika konsep kalor pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salahutu. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti sebagi berikut: 1. Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam memilih model pembelajaran yang baik untuk proses pembelajaran. 2. Dengan dilaksanakan penelitian ini,diharapkan dapat memberi masukan bagi guru mata pelajaran fisika dalam menentukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti yang nantinya akan menjadi pengajar. Selain itu, juga sebagai latihan bagi penulis dalam usaha menyatakan serta menyusun sebuah pemikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah. E. Penjelasan Istilah 1. Model Penbelajaran Berbasis Masalah Model Pembelajar Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan yang objektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini memebantu siswa untuk memperoleh informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dua sosial dan sekitarnya, (Rustaman, Triyanto, 2009:7) 2. 3. Hasil Belajar Hasi belajar adalah perubahan perubahan yaang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Winkel, 1996:244) Kalor Kalor adalah energ panas yang dapat berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Kalor berhenti ketika suhu benda kedua sudah sama. BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskritif yaitu uraian atau gambaran, bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu gejala, fakta, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan hasi penelitian ini akan menggambarkan dengan jelas tentang hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salahutu denagn menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. B. Tempat dan Waktu penelitian 1. Tempat penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 3 Salahutu 2. Waktu penelitian Waktu penelitian adalah kurang lebih 2 minggu yaitu dari 7 Februari sampai dengan 14 Februari 2013 C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIISMP Negeri 3 Salahutu yang berjumlah 123 orang sesuai yang tersebar di 7 kelas. 2.Sampel Sampel adalah bagian kecil yang mewakili populasi. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak (Random Sampling). Unit analis dalam anilisis ini adalah unit alasisis kelas, di mana kelas yang terpilih dengan jumlah siswanya yang dianggap sebagai sampel. Jadi kelas yang diambil sebagai sampel yaitu VII3 dengan jumlah siswa 20 orang. D. Variabel penelitian Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu mencapai hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Soal tes akhir sebanyal 15 butir soal, di mana terdiri dari pilihan ganda yang berjumlah 10 butir soal dan essay yang berjumlah 5 butir soal. 2. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan untuk membantu penulis dalam mengevaluasi soal-soal yang berhubungan dengan penguasaan materi atau aspek kognitif. 3. Lembar observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan lembar observasi untuk menilai aspek afektif dan psikomotor. F. Teknik Pengumpulan Data Tes formatif :digunakan untuk memeperoleh daa akhir menggunakan lembar soal tes yang dilakukan setelah proses keiatan belajar mengajar (KBM) soal pada tes. Tes formatif bebentuk pilihan ganda dan essay. Siswa mengerjakan soal tersebut, hasil tes dikummpulkan, dikoreksi dan diberikan skor sesuai dengan yang telah ditentukan. 2. LKS digunakan untuk merekam kemempuan siswa atau aspek kognitif selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Lembar Observasi dilakukan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, untuk memperoleh data aspek afektif dan psikomotor. G.Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan pada setiap observasi dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Secara deskritif yang pada dasarnya untuk mengetahui hasil belajar siswa aspek kognitif, afektif dan psikomootor yang patuhkan pada pedomann penialain acuan (PPA). Untuk menentukan hasil yang diperoleh siswa untuk setiap tes dipaeroleh dengan menggunakan rumus: 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 Skor pencapaian = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 x 100 2. Untuk melihat tingkat penguasaan siswa terhadap standar kompetensi dari sejumlah aspek yang dinilai dalam proses pembelajaran maupun ada tes formatif dapat dikategorikan mengacu pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Kualifikasi dan tingkat penguasaan kognitif Sumber : Adaptasi dari KKM SMP Negeri 3 Salahutu, tahun 2012 3. Hasil Observvasi Penilaian selama PBM dihitung dengan cara: Skor pencapaian = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 x 100 Tabel 3.2. Kualifikasi tingkat penguasaan psikomotor siswa Interval Klasifikasi 86 – 100 Sangat trampil 71 – 85 Trampil 60 – 70 Kurang terampil < 60 Tidak terampil Sumber : Arikunto, 1997 :57 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 Skor pencapaian = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 x 100 (Arikunto 1997: 264) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Penelitians Dalam pelaksanaan penelitian, penelitian terlebih dahulu melakukan observasi ke sekolah yang merupakan tempat penelitian. Peneliti melakukan konsultasi dengan pihak sekolah sebagai pimpinan lembaga dan guru bidang studi fisika. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jadwal pelajaran dan program sekolah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian serta memperoleh informasi tentang kemampuan hasil belajar siswa. Setelah proses observasi selanjutnya peneliti melakukan penentuan kelas sebagai sampel yang dilakukan secara acak, yang mana kelas VII5 SMP Negeri 3 Salahutu yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti mengambil konsep kalor sebagai materi penelitian, dalam kegiatan belajar mengajar peneliti menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pada akhir dari proses proses belajar mengajar pada konsep kalor, peneliti melakukan tes formatif. 4.2 Hasil Penelitian Deskripsi hasil sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan data hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terlihat secara klasikal rata-rata persentase tingkat penguasaan siswa terhadap materi, dengan nilai tertinggi 81, nilai terendah 50, dengan nilai rata-rata kelas 66,5. Berikut ini ditemukan data yang di ambil dari sekolah SMP Negeri 3 Salahutu kelas VII5, yang di ajarkan sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Table 4.1. Distribusi frekuensi dan persentase penilaian sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah No Tingkat Frekuen Persent Klasifikas Penguasa si ase (%) i an 1. 86 – 100 - - Sangat 2. 71 – 85 9 45 baik 3. 60 – 70 5 25 Baik 4. <60 6 30 Cukup Gagal 20 100 Jumlah Berdasarkan table 4.1. dapat diketahui bahwa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terdapat 9 siswa (45%) dengan klasifikasi baik, terdapat 5 siswa (25%) dengan klasifikasi cukup, dan terdapat 6 siswa (30%) dengan klasifikasi gagal, serta tidak ada siswa yang berada pada kategori yang diklasifikasikan sangat baik. Grafik rata-rata nilai sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Grafik 4.1 data dari guru 90 80 70 nilai 60 50 40 30 20 10 kriteria tuntas Y.Y.L Y.A.M T.P.U R.N Q.A.L N.T N.A.T M.T M.O L.D L.H.M I.T J.P nilai rata rata inisial siswa Z.A.F.U nilai awal I.S H.M A.R.B E.H.M A.T A.A.T 0 Berikut ini ditemukan hasil deskritif siswa kelas VII5 SMP Negeri 3 Salahutu yang di ajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk mencapai hasil belajar fisika pada materi kalor. Data yang dikumpulkan melalui hasil pengamatan kemampuan psikomotor dan afektif siswa dapat dianalisis sebagai berikut : 4.2.2. Deskripsi Hasil saat Proses Pembelajaran Siswa 1. Deskripsi Hasil Pengamatan Afektif Siswa Pada Materi Kalor Berikut hasil rata-rata pengamatan afektif pada materi kalor dengan memberikan model pembelajaran berbasis masalah ditunjukan pada tabel 4.2 Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase penilaian afektif siswa dengan memberikan model pembelajaran berbasis masalah pada materi kalor No Frekuensi 1. Tingkat penguasaan 86 -100 Klasifikasi 7 Presentase (%) 35 2. 71 – 85 8 40 Baik 3. 60 - 70 5 25 Cukup 4. <60 100 Gagal Jumlah - 20 Sangat baik Berdasarkan tabel pengamatan afektif pada saat proses pembelaajaran berlangsung, terdapat 7 siswa (35%) dengan interval diklasifikasikan sangat baik, terdapat 8 siswa (40%) dengan interval diklasifikasikan baik, terdapat 5 siswa (25%) dengan interval diklasifikasikan cukup, serta tidak ada siswa dengans interval diklasifikasikan gagal. Grafik sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materikalor 2. Desrkipsi Hasil Pengamatan Psikomotor Siswa Pada Materi Kalor Derkripsi hasil rata-rata pengamatan psikomotor pada materi kalor dengan memberikan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah ditunjukan pada tabel 4.3 Tabel 4.3. Distribusi frekuensi dan presentase penelitian psikomotor siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materi kalor Berdasarkan tabel pengamatan psikomotor saat proses pembelajaran terdapat 11 siswa (55%) dengan interval diklasifikasikan sanfat baik, terdapat 9 siswa (45%) dengan interval diklasifikasikan baik dan tidak ada siswa yang berada dalam interval cukup ataupun gagal. Data yang ditunjukan pada tabel 4.2 dan tabel 4.3, dapat menghasilkan gambar grafik sebagai berikut : Freuensi Grafik 4.2. hasil Pengamatan Afektif dan sangat baik Psikomotor Rata-Rata baik 12 10 8 6 4 2 0 psikomotor cukup gagal 86-100 71 - 85 60 - 70 Tingkat Penguasaan < 60 afektif2 3. Deskripsi Hasil Kerja Individu Pada Lembar LKS Tabel 4.4s. Data hasil kerja lks individu saat proses pembelajaran yang diberikan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Dari tabel 4.4 data hasil kerja pada LKS maka didapatkan grafik 4.3. Nilai Grafik 4.3 Nilai Siswa 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 LKS Rata-rata Inisial Siswa Kriteria Tuntas Pada tabel 4.4 dan grafik 4.3 diatas menunjukan bahwa nilai LKS yang dikerjakan oleh siswa secara individu terdapat 7 siswa (35%) dengan klasifikasi sangat baik, terdapat 9 siswa (45%) dengan klasifikasi baik, dan terdapat 4 siswa (20%) dengan klasifikasi cukup, serta tidak ada siswa yang berada pada klasifikasi gagal. Dari data hasil LKS yang ditunjukan pada tabel 4.4 dan grafik 4.3 menunjukan bahwa skor yang paling tinggi adalah 95 sedangkan rendah adalah 65 sehingga didapatkan skor rata-rata dari keseluruhan siswa yang berjumlah 20 siswa adalah 8. 4.2.3. Deskripsi tingkat penguasaan siswa hasil test akhir (post test) Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh manakah siswa memahami pelajaran setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif dapat dilaksanakan ditengah-tengah perjalanan program pembelajaran yang dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok bahasan berakhir (Arikunto, 2010 : 53). Berikut ditunjukan hasil tes formatif siswa pada materi kalor. Tabel 4.5. Distribusi frekuensi dan presentase hasil tes kemampuan akhir siswa pada materi kalor setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan hasil belajar fisika No Tingkat penguasaan frekuensi Persentase ( % ) Klasifikasi 1. 86 – 100 7 35 Sangat baik 2. 71 – 80 13 65 Baik 3. 60 – 70 - - cukup 4. <60 - - gagal 20 100 Jumlah Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa terdapat 7 siswa (35%) dengan klasifikasi sangat baik, terdapat 13 siswa (65%) dengan klasifikasi baik, serta tidak ada siswa yang berada pada kategori yang diklasifikasikan cukup dan gagal. Pembahasan Hasil penelitian proses belejar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pebelajaran fisika di sekolah dapat memberikan kontribusi positif terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salahutu. Hal ini di dukung dengan pendapat Ratuman (Triyanto, 2009 : 47) bahwa pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memperoleh informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Grafik 4.4. Profil Hasil Tes Akhir Siswa 120 100 60 Tes Akhir 40 Rata-rata 20 Kriteria Tuntas 0 A.A.T A.T A.R.B E.S.H.M H.T I.S I.T J.P L.D L.H.M M.O M.T N.A.T N.T Q.A.L R.N T.P.U Y.A.M Y.Y.L Z.A.F.U Nilai 80 Inisial Siswa 4.3. Pembahasan 4.3.1. Hasil penelitian proses belejar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pebelajaran fisika di sekolah dapat memberikan kontribusi positif terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salahutu. Hal ini di dukung dengan pendapat Ratuman (Triyanto, 2009 : 47) bahwa pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memperoleh informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pada pertemuan pertama peneliti melakukan observasi dengan guru mata pelajaran fisika, data awal hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, yang diperoleh dari guru terlihat secara klasikal rata-rata presentase tingkat penguasaan pada materi dengan nilai tertinggi 81, dan nilai terendah 50, sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 66,5. Hal ini memberikan gambaran bahwa siswa belum mampu menguasai dan memahami materi yang diajarkan. Setelah itu melakukan penilaian dengan menggunakan lembar pengamatan yang dinilai adalah afektif dan psikomotor, dimana hasil rata-rata lembar pengamatan afektif terdapat 6 siswa dengan klasifikasi nilai sangat baik dengan presentase nilai (30%), 8 siswa dengan dengan klasifikasi nilai cukup dengan presentase nilai (20%), dan 2 siswa dengan klasifikasi nilai gagal dengan presentase (10%), sedangkan haisl rata-rata lembar pengamatan psikomotor terdapat 11 siswa dengan klasifikasi nilai sangan baik dengan presentase (55%), 9 siswa dengan klasifikasi nilai baik dengan presentase (45%), dan dilihat dari hasil kerja (LKS) yang dikerjakan oleh siswa, berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.3 dapat kita ketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menumbuhkan skeberanian siswa untuk mengeluarkan pendapat sehingga siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Karena dengan adanya masalahmasalah yang sering terjadi dalam proses belajar mengajar, sehingga perhatian siswa terhadap proses pembelajaran fisika semakin meningkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa menjadi lebih memahami materi pelajaran yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukan berdasarkan nilai yang baik yang diperoleh siswa pada lembar pengamatan afektif dan psikomotor. Sebelum LKS dikerjakan terlebih dahulu siswa disuruh untuk membaca informasi tentang konsep kalor. Dari hasil pada rata-rata lembar kerja siswa, nilai tertinggi diperoleh 7 siswa dengan presentase nilai sebesar (35%) dengan klasifikasi sangat baik, 9 siswa dengan presentase nilai sebesar (45%) dengan klasifikasi baik, dan 4 siswa dengan presentase nilai sebesar (20%) dengan klasifikasi cukup, dan tidak ada siswa yang berada pada klasifikasi gagal. 4.3.2. Hasil Belajar Siswa Pada Tes Formatif (post tes) Setelah proses belajar mengajar (PBM) berlangsung selanjutnya dilakukan tes akhir (post tes) sebagai tes formatif. Data hasil tes akhir didapatkan dengan menggunakan analisis data pos tes. Hal ini dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa setelah proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Dari hasil tes akhir pada tabel 4.5 di tunjukan bahwa terdapat 7 siswa (35%) dengan interval diklasifikasikan sangat baik, terdapat 13 siswa (65%) dengan interval diklasifikasikan baik. Berdasarkan data hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terlihat ssecara klasikal rata-rata presentase tingkat penguasaan pada materi dengan nilai tertinggi yaitu 81, dan nilai terendah 50, sedangkan rata-rata nilai kelas VII5 adalah 66,5. Hal ini memberikan gambaran bahwa siswa belum mampu menguasai dan memahami materi yang diajarkan. a. Penilaian selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pebelajaran berbasis masalah 1. Asfek Kognitif Skor pencapaian pada aspek kognitif (lampiran) yang diperoleh dari soal yang diberikan berdasarkan banyaknya 20 siswa (100%) dinyatakan berhasil walaupun dengan kategori yang berbeda-beda. Keberhasilan siswa menggambarkan proses pengembangan pemahaman siswa akan memahami materi kalor. Secara individual siswa memahami materi melalui telaah fakta-fakta sosial yang dimilikinya maupun teman-temannya dalam proses pembelajaran . sehingga menyebabkan pengalaman dan pengetahuan tentang materi kalor yang masi rendah atau sebaliknya. 2. Aspek Afektif Hasil penelitian pada aspek afektif dapa digambarkan bahwa siswa dalam hal ini yang berhubungan dengan penilain sikap siswa selama proses belajar dengan penerapan pendekatan kontekstual. Pada table terlihat bahwa sebanyak 20 siswa (100%) mampuh menggambarkan sikapnya selama proses pembelajaran walaupun pada awalnya masi ada beberapa siswa yang belum merespon aspek-aspek yang dinilai dengan sangat baik dikarenakan pribadi siswa yang terkesan malu-malu dan tidak berani dan tidak berani mengungkapkan argument-argumen yang diketahuinya. 3. Aspek Psikomoto Pada aspek psikomotor terlihat juga kegiatan siswa dimana pada saat proses belajar mengajar siswa merasa lebih mudah mengembangkan dugaan atau prediksinya kepada guru maupun temannya. Mengembangkan ketrampilan dalam berbicara, mengembangkan kemampuan tanpa rasa takut dan tertekan, sehingga dalam pembelajaran ini siswa merasa benar berpartisipasi dalam suatu jawaban atau suatu kesimpulan. Pada aspek psikomoto siswa selama proses belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah terlihat bahwa 20 siswa (100%) mampu mengembangkan ketrampilan selama proses belajar, walaupun dengan kategori yang berbeda-beda dapat dilihat pada (lampiran 18). Hal ini dapat dikatakan bahwa secara individu siswa sudah mampu menguasai indicator-indikator pembelajaran. 4. Tes Formatif Penilaian hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah siswa memahami pelajaran setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Pada tabel 4.5 memuat tentang tes formatif yang berhubungan dengan tingkat penguasaan siswa pada materi kalor yaitu terlihat bahwa 20 siswa (100%) berhasil atau dikatakan tuntas walaupun dengan kategori yang berbeda-beda. Jadi setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kalor, dimana nilai tertinggi 100 nilai terendah 75 dan nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 86s (lampiran 9). Dilihat dari hasil analisis data post test dapat disimpulkan bahwa perolehan data setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah dapat dikatakan baik dan indikator pembelajaran dapat dikatakan tuntas. Karena hasil belajar fisika bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan kerja keras guru dalam pengelolaan kelas, apalagi dengan kemampuan siswa yang masih terbatas, baik dalam pengetahuan fisika maupun dalam hal perkembangan cara berfikir siswa. Namun, membelajarkan siswa untuk berani mengungkapkan ide, pemikiran, dan kreatifitas belajar siswa khususnya mata pelajaran fisika adalah hal yang paling penting. b. keterkaitan antara afektif, psikomotor dan kognitif pada aspek afektif terdapat 7 siswa dengan kategri sangat baik, 8 siswa dengan kategori baik, 5 siswa kategori cukup, pada aspek psikomotor terdapat 11 siswa kategori sangat baik, 9 siswa kategori baik, sedangkan pada aspek kognitif terdapat 7 orang siswa kategori sangat baik, 9 siswa kategori baik dan 4 siswa cukup. dari data-data tersebut terlihat jelas bahwa dari aspek afektif ke aspek psikomtor, dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi kalor, sedangkan pada asfek kognitif atau pada LKS pemahaman siswa terhadap materi kalor belum dikatakan tuntas, karena masi ada siswa yang belum memahami materi kalor. Penggunaan model pebelajaran berbasis masalah dalam pelajaran fisika tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa tetapi juga mengembangkan ketrampilan sosial siswas selama proses pembelajaran. Hal ini di dukung oleh pendapat Bruner (Trianto, 2009 : 50), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi yang logis, karena dengan berusaha mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman kongret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada materi kalor. Hal ini dilihat pada (1). Terjadinya peningkatan hasil belajar fisika siswa yang dibuktikan dengan yaitu dari data awal nilai rata-rata 66,5 meningkat menjadi 86 diperoleh dari data hasil akhir (tes formatik). (2). Terjadinya perubahan tingkah laku siswa kearah yang positif pada saat proses belajar mengajar dibuktikan dengan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. 5.2. Saran Sesuai dengan hasil-hasil yangs diperoleh dalam penelitian, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Saat melakukan pengerjaan LKS dilakukan secara individu untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi kalor 2. Setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, yaitu berkurangnya aktifitas siswa yang tidak berhubungan dengan pembelajaran fisika dan meningkatnya keaktifan siswa dalam mengerjakan dan menyiapkan tugas. 3. Sebaiknya guru menerapkan modesl pembelajaran berbasis masalah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah agar siswa lebih mudah mengerti dan menganggap bahwa pelajaran fisika bukan pelajaran yang membosankan serta untuk meningkatkan hasil belar siswa 4. Guru dan peneliti selanjutnya yang mengunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat lebih mengembangkan model pembelajaran ini dengan menggunakan sebagai metode dan media yang relevan serta lebih mengorientasikan siswa pada masalah yang dekat dengan kehisdupan sehari hari siswa DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A. dan Rohani, A. 1991.Pengelolaanpengajaran. Rineka cipta.: Jakarta. Anonim, 2004.Materi pelatihan terintegrasi,Depdiknas Arikunto, S. 1992. Pengelolaan kelas dan siswa Rajawali. Jakarta Denver RMC Roseach Copaporation. Fkipunla. Net Generated:5 Oktober, 2009, 03:33. Ibrahim.M, dan Mohammad, N. 2000.Pengajaran berdasarkan masalah. Kretf,N. 2000.Kriteria authentik project-basedlearning. Kanginan, Marten. 2006. IPA Fisika untuk SMP kelas VII. Erlangga, Jakarta Mulyasa, M. 2004. Kurikulum berbasis kompetensi. Remaja Rosda Karya Bandung. Sadirman, 2003.Interaksi belajarmengajar.Jakarta :CV Raja Wali, Sagala, 2006.Konsepdanmaknapembelajaran, Bandung,AlfaBetta. Surachmad, W. 1987.Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung:Tarsito. Suprijono. A. 2009. Cooperatif Learning, Teori dan Apikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Belajar Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Profesif: Konsep Landasan Dan Inplementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Kencana. UNISA, University pressPusat sains danmatematika sekolah, program pascasarjana Surabaya Wenno, I.H. 2008.Strategi Belajar Mengajar Sains Berbasis Kontekstual. Jogjakarta. Inti Media.