perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN KEMAMPUAN SEKSUAL ANTARA LANSIA PRIA YANG
BEROLAHRAGA DAN TIDAK BEROLAHRAGA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ATIKA ZULFA
G0008202
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang segera tertulis diacu dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 20 Desember 2011
Atika Zulfa
G0008202
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Atika Zulfa, G0008202, 2011. Perbedaan Kemampuan Seksual antara Lansia Pria
yang Berolahraga dan Tidak Berolahraga.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan
kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah lansia pria yang berolahraga
dan tidak berolahraga. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling. Data penelitian diperoleh dari dua macam kuesioner, yaitu kuesioner LMMPI dan ASEX-male. Analisis statistik menggunakan uji t
Hasil: total 60 jumlah sampel terdiri atas 30 lansia pria yang berolahraga dan 30
lansia pria yang tidak berolahraga. Pada lansia yang berolahraga didapatkan ratarata skor ASEX-male sebesar 20.77 dan SD sebesar 6.14. Pada lansia yang tidak
berolahraga didapatkan rata-rata skor ASEX-male sebesar 25.43 dan SD sebesar
5.24. Perbedaan kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan tidak
berolahraga menghasilkan nilai signifikansi (p = 0.004).
Simpulan: Terdapat perbedaan kemampuan seksual yang secara statistik
signifikan antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga (p = 0.004).
Kata kunci : kemampuan seksual, olahraga.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Atika Zulfa, G0008202, 2011. Sexual Ability Differences between The Elderly
who Exercise and Not Do Exercise.
Objectives: This study aims to find the difference between the elderly who
exercise and not do exercise.
Methods: This was an analytic observational research with cross sectional
approach. The subjects is the elderly who exercise and not do exercise. The
sampling technique using purposive sampling. The research data obtained by two
different questionaire, the L-MMPI questionnaire and Arizona Sexual
Experiences Scale (ASEX)-Male. Statitical analysis using t-test.
Results: Of the totals 60 number of samples consisted of 30 elderly who exercise
and 30 elderly who not do exercise. The elderly who exercise is obtained on
average sexual ability score of 20.77 and SD 6.14. The elderly who not do
exercise is obtained on average sexual ability score of 25.43 and SD 5.24. Sexual
ability differences between the elderly who exercise and not do exercise generate
significant value (p = 0.004).
Conclusion: Sexual ability differences between the elderly who exercise and not
do exercise generate significant value (p = 0.004).
Key words : Sexual ability, elderly.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi
dengan judul “Perbedaan Kemampuan Seksual antara Lansia Pria yang
Berolahraga dan Tidak Berolahraga” dapat terselesaikan.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini tidaklah dapat
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu:
1.
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2.
I.G.B. Indro N, dr., Sp.KJ selaku pembimbing utama atas segala
bimbingan, masukan, dan jalan keluar dari permasalahan yang timbul
dalam proses penyusunan skripsi ini.
3.
Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes selaku pembimbing
pendamping atas segala bimbingan dan masukan mulai dari awal
penyusunan hingga akhir penelitian skripsi ini.
4.
Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) selaku penguji utama atas
segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi
ini.
5.
Sinu Andhy Yusuf, dr, M.Kes selaku anggota penguji atas masukan
dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.
6.
Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf
Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
7.
Papa, Mama, Mbah, dan semua saudara yang telah memberikan doa
dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8.
Yusuf Allan, Ratri Satya, Dwi Wirastama, Rakryan, Maria Leony,
Dessy Hayu, Maulia, saudara, sahabat, rekan seperjuangan Pendidikan
Dokter 2008 atas segala kerjasama dan bantuannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
9.
Teman-teman angkatan 2010 yang bersedia meluangkan waktu untuk
mengisi kuesioner penelitian ini.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulisan sebutkan satu-persatu atas
bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa
datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, 2 Desember 2011
commit to user
vi
Atika Zulfa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA...................................................................................................
vi
DAFTAR ISI................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
BAB I.
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
3
D. Manfaat Penelitian .................................................................
3
BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................
4
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................
4
B. Kerangka Pemikiran ..............................................................
15
C. Hipotesis ................................................................................
16
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................
17
A. Jenis Penelitian ......................................................................
17
B. Lokasi Penelitian ...................................................................
17
C. Subjek Penelitian. ..................................................................
17
D. Teknik Sampling ...................................................................
18
E. Rancangan Penelitian ............................................................
19
F. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................
19
G. Definisi Operasional Variabel ...............................................
20
H. Instrumen Penelitian ..............................................................
21
I. Cara Kerja..............................................................................
22
J. Teknik Analisis Data .............................................................
22
BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................
23
A. Deskripsi Sampel .......................................................................
23
B. Analisis Statistika.......................................................................
commit to user
24
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. PEMBAHASAN .........................................................................
27
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................
30
A. Simpulan ................................................................................
30
B. Saran ......................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
31
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tipe Olahraga pada Lansia…………………………………….. 12
Tabel 4.1
Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Umur.. 24
Tabel 4.2
Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Tingkat
Pendidikan……………………………………………………… 24
Tabel 4.3
Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Kolmogorov-Smirnov.. 25
Tabel 4.4
Hasil Analisis Data dengan Mann-Whitney…………………….. 25
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Gambar Bloxpot Perbedaan Rata-rata Kemampuan Seksual…… 26
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3. Data Pribadi Responden dan Informed Consent
Lampiran 4. Kuesioner L-MMPI
Lampiran 5. Kuesioner Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX)-Male
Lampiran 6. Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 7. Uji Normalitas Data dan Uji Analisis Data
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses menjadi tua merupakan suatu kondisi yang wajar dan tidak dapat
dihindarkan sebagai suatu fase kehidupan manusia. Sebagai suatu proses sudah
barang tentu diperlukan persiapan sejak dini agar memiliki persiapan menghadapi
ketuaan itu. Rentang kehidupan orang usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik
dan psikologis tertentu (Dermatoto, 2006).
Menurut BPS (dalam Darmojo, 2010), pada tahun 2000 jumlah orang lanjut
usia diproyeksikan sebesar 7,28 % dan pada tahun 2020 sebesar 11,34 %. Menurut
Kinsella dan Tauber dari data USA-Bureau of the Census (dalam Darmojo, 2010),
bahkan indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar
seluruh dunia, antara tahun 1990 - 2025, yaitu sebesar 414 %.
Fakta yang tidak terbantahkan adalah pertambahan usia memang terus
menggerogoti kebugaran fisik. Bagi yang rajin memelihara kesehatan, meskipun
proses penuaan tetap tidak mungkin dihindarkan, tetapi efeknya bisa diminimalisir.
Tetapi, jika seseorang melakukan perawatan kesehatan secara buruk, pengaruh
proses penuaan terhadap kondisi fisik akan lebih cepat terjadi (Surbakti, 2008).
Pada hal ini, penting untuk mengukur kemampuan lansia dalam memilih jenis
olahraga dan kegiatan fisik yang sesuai. Biasanya sudah ada keterbatasan dalam
pergerakannya (Santoso, 2009).
commit
1 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Perubahan lain pada lansia yang mengalami kemunduran yaitu perubahan
seksual. Masa berhentinya reproduksi keturunan (klimakterik) pada pria datang
belakangan dibandingkan masa menopause pada wanita, dan memerlukan masa
yang lebih lama. Pada umumnya ada penurunan potensi seksual selama usia
enampuluhan, kemudian berlanjut sesuai dengan bertambahnya usia (Hurlock,
2003).
Diperkirakan 70 persen laki-laki yang berusia lebih dari 60 tahun aktif
secara seksual. Aktivitas seksual biasanya dibatasi oleh tidak adanya pasangan.
Walaupun potensi seksual telah berkurang, tetapi tidak berarti bahwa keinginan
seksualnya menurun, atau kemampuan untuk melakukan hubungan seksual
menurun. Bagi pria dengan semakin bertambahnya usia, minat seksualnya lebih
besar dibandingkan dengan aktivitas seksualnya (Hurlock, 2003).
Terdapat banyak bukti bahwa seks yang teratur dapat membantu hidup
yang lebih lama. Untuk menunjang kehidupan seksual pada lansia, diperlukan
kesehatan fisik dan emosional. Tubuh yang sehat didapatkan dari olahraga yang
teratur. Sedangkan keadaan emosionalnya dapat dipengaruhi oleh keadaan
fungsional dan fisik yang efektif (Kusuma, 2000).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
perbedaan kemampuan seksual pada lansia pria yang berolahraga dan tidak
berolahraga.
B. Perumusan Masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian: Adakah perbedaan kemampuan seksual pada lansia pria yang
berolahraga dan tidak berolahraga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kemampuan seksual pada lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang kemampuan seksual
pada lansia pria serta dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan
penelitian selanjutnya dengan hasil yang lebih baik.
2. Manfaat praktis
Untuk menambah pengetahuan lansia tentang pentingnya olahraga
dalam meningkatkan kualitas hidup, salah satunya yaitu kehidupan seksualitas
yang juga penting dalam membina rumah tangga yang harmonis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lansia
a. Pengertian Lansia
Banyak istilah yang diberikan kepada orang usia lanjut, seperti
”melanus” (manusia lanjut usia), ”manula” (manusia usia lanjut), ”jompo”,
dan lain sebagainya. Dari singkatan-singkatan tersebut, yang paling populer
sampai sekarang adalah ”manula” karena dianggap paling tepat menurut tata
bahasa Indonesia (Dermatoto, 2006).
Dalam Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia dengan tegas dinyatakan bahwa yang disebut lansia adalah lakilaki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam usia ini,
kemampuan fisik dan kognitif manusia sangat menurun. Hal itu nantinya
juga berakibat pada berkurangnya tingkat produktivitas manusia (Dermatoto,
2006).
Usia tua juga diartikan sebagai periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang yang telah beranjak jauh
dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu
yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2003).
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
b. Klasifikasi Lansia
WHO (dalam Dermatoto, 2006)memberi patokan pembagian umur usia
lanjut sebagai berikut:
1) Usia pertengahan (middle age) berusia 45 - 55 tahun
2) Usia lanjut (erderly) berusia 60 - 74 tahun
3) Tua (old) berusia 75 - 90 tahun
4) Sangat tua (very old) berusia di atas 90 tahun
c. Karakteristik Lansia
Proses menjadi tua ini dinamakan senescence (dari kata yunani yang
artinya menjadi tua) dan proses ini ditandai khas oleh penurunan fungsi
seluruh sistem tubuh yang bertahan secara bertahap sistem kardiovaskuler,
pernafasan, kemih, endokrin, dan sistem imun.
Perubahan-perubahan menjadi tua, karena adanya reaksi alat-alat
tubuh yang berubah karena telah mengalami proses degenerasi. Ini tak lain
dari proses bahwa makin tinggi usia, makin banyak terjadi perubahanperubahan di dalam tubuh. Perubahan yang paling umum adalah kelelahan,
berkurangnya ketegapan dan kekuatan, kenaikan berat badan, berkurangnya
kelenturan pada persendian, penurunan kemauan dan kemampuan seks,
datangnya menopause (pada wanita), berkurangnya penglihatan dan
pendengaran, penurunan keterampilan, dan berkurangnya stamina pada
umumnya. Misalnya sel mengecil atau menciut, jaringan ikat baru
menggantikan sel-sel yang menghilang atau menciut dengan akibat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
timbulnya kemunduran fungsi organ tubuh.
Menurut Kaplan dan Saddock (2002), perubahan biologis yang
terjadi pada lansia antara lain:
1) Tingkat selular
Terjadi
perubahan
tempat
dan
sensitivitas
reseptor
dan
peningkatan kolagen dan elastin intraselular.
2) Sistem imun
Terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan neoplasia dan
peningkatan fungsi badan autoimun.
3) Muskuloskeletal
Terjadi penurunan tinggi badan karena pemendekan kolumna
spinalis, penurunan massa otot dan kekuatan otot, kehilangan matriks
tulang, serta degenerasi permukaan sendi.
4) Kulit
Terjadi perubahan warna rambut menjadi kelabu disebabkan
penurunan produksi melanin di folikel rambut, pengeriputan umum kulit,
penurunan aktivitas kelenjar keringat, dan pertumbuhan kuku melambat.
5) Genitourinarius dan reproduktif
Pada
genitourinarius
terjadi
penurunan
kecepatan
filtrasi
glomerulus dan aliran darah ginjal. Fungsi organ reproduktif juga
mengalami penurunan kekerasan ereksi, menghilangnya semburan
ejakulasi, dan
pembesaran prostat.
commit to user
Penurunan kekerasan ereksi dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
menghilangnya
semburan
ejakulasi
penebalan
lensa
dapat
berpengaruh
terhadap
seksualitas lansia.
6) Indera khusus
Terjadi
optik,
ketidakmampuan
untuk
berakomodasi, kehilangan pendengaran frekuensi tinggi, penurunan
ketajaman pengecapan, pembauan, dan perabaan.
7) Daya ingat
Terjadi
penurunan
ingatan
sederhana
dan
kemampuan
menyandikan menghilang (transfer daya ingat jangka pendek ke jangka
panjang dan sebaliknya).
8) Otak
Terjadi penurunan berat keseluruhan otak kira-kira 17 % pada
lansia, penurunan aliran darah serebral dan oksigenasi.
9) Kardiovaskular
Terjadi penurunan elastisitas katup jantung, peningkatan kolagen
di pembuluh darah, dan perubahan hemostasis tekanan darah.
10) Gastrointestinal
Terjadi penurunan aliran darah ke usus dan hati, perubahan
absorpsi dari saluran gastrointestinal, serta konstipasi.
11) Endokrin
Terjadi penurunan kadar estrogen pada wanita dan produksi
testosteron pada laki-laki, serta androgen adrenal menurun. Androgen,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
khususnya testosteron, diperlukan, meskipun tidak mutlak, untuk
timbulnya nafsu seks pada laki-laki. Jika terjadi penurunan produksi
testosteron, secara umum terjadi penurunan libido dan kadang-kadang
berkurangnya fungsi ereksi dan ejakulasi.
12) Respirasi
Terjadi penurunan kapasitas vital. Menghilangnya refleks batuk,
dan menurunnya kerja siliaris epitelium bronkial.
Selain perubahan biologis, juga terjadi perubahan psikologis pada
lansia. Perubahan psikologis pada lansia meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,
kecemasan, dan depresi (Maryam et al., 2008).
d. Perilaku Seksual pada Lansia
Diperkirakan 70 persen laki-laki dan 20 persen wanita yang berusia
lebih dari 60 tahun aktif secara seksual. Aktivitas seksual biasanya dibatasi
oleh tidak adanya pasangan. Dorongan seksual tidak menurun saat laki-laki
dan wanita menjadi tua. William Master dan Virginia Jhonson melaporkan
fungsi seksual pada lansia, yaitu perubahan fisiologis yang diperkirakan
terjadi pada laki-laki adalah bertambah panjangnya waktu yang diperlukan
untuk terjadinya ereksi, menurunnya ukuran penis, dan rembesan ejakulasi
(Kaplan & Saddock, 2002).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat dan perilaku seksual
pada orang usia lanjut. Faktor psikologis dan faktor fisiologis mempunyai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
pengaruh penting. Apabila seseorang dalam keadaan sehat, maka kegiatan
seksualnya akan mengalami penurunan secara bertahap. Seseorang yang
tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut, biasanya disebabkan
oleh penyakit yang diderita (Hurlock, 2003).
Menurut Hurlock (2003), faktor-faktor umum yang mempengaruhi
perilaku seksual pada masa usia lanjut, antara lain:
1) Pola perilaku seksual pada masa lalu
2) Kesesuaian dengan pasangan hidup
3) Sikap sosial
4) Status perkawinan
5) Masalah non-seksual yang telah membebani sebelumnya
6) Terlalu akrab
7) Impotensi
2. Kemampuan Seksual
Kemampuan seksual adalah suatu kesanggupan dalam melakukan
hubungan seksual. Terdapat dua komponen yang mempengaruhi kemampuan
seksual pada pria, yaitu:
a. Ereksi
Ereksi merupakan pengerasan penis yang dalam keadaan normal
lemas yang memungkinkannya masuk ke vagina. Ereksi tidak disebabkan
oleh kontraksi otot-otot rangka di dalam penis, tetapi akibat pembengkakan
penis oleh darah. Penis sebagian besar terdiri dari jaringan erektil yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
terdiri dari tiga kolom ruang-ruang vaskuler seperti spons yang berjalan di
sepanjang organ. Apabila tidak terjadi rangsangan seksual, jaringan erektil
hanya berisi sedikit darah karena arteriol dalam keadaan konstriksi.
Akibatnya penis
tetap kecil dan lemas. Selama perangsangan seksual,
arteriol-arteriol itu berdilatasi dan jaringan erektil terisi oleh darah, sehingga
penis membesar baik panjang maupun lebarnya serta menjadi lebih keras
(kaku). Penimbunan darah ini dan peningkatan ereksi terjadi karena
penurunan aliran darah vena. Vena-vena yang mendapat darah dari jaringan
erektil tertekan akibat pembengkakan yang ditimbulkan oleh peningkatan
aliran masuk darah arteri. Respons ini mengubah penis menjadi organ yang
mengeras dan memanjang serta mampu masuk menembus vagina.
b. Ejakulasi
Seperti ereksi, ejakulasi dilakukan oleh refleks spinal. Rangsangan
taktil dan psikis yang memicu ereksi akan menyebabkan ejakulasi jika
tingkat perangsangan menguat sampai ke puncak. Respon ejakulasi
berlangsung dalam dua fase, yaitu emisi dan ekspulsi. Volume dan isi sperma
pada ejakulat bergantung pada lama waktu sebelum ejakulasi. Volume ratarata semen adalah 3 ml, berkisar antara 2,5 sampai 6 ml. Ejakulasi manusia
rata-rata mengandung sekitar 300 sampai 400 juta sperma (120 juta/ml)
(Sherwood, 2002).
3. Olahraga pada Usia Lanjut
Pada usia lanjut, terjadi penurunan massa otot serta kekuatannya, laju
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
denyut jantung maksimal, keterbatasan gerak, gangguan keseimbangan, dan
terjadinya peningkatan lemak tubuh. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa
latihan dan olahraga pada lanjut usia dapat mencegah atau melambatkan
kehilangan fungsional tersebut (Darmojo & Matrono, 2010).
Berbagai komponen aktivitas dan kebugaran (Santoso, 2009)
a. Daya tahan (endurance)
Latihan daya tahan berfungsi antara lain untuk perbaikan fungsi
organ tubuh, misalnya jantung, pernapasan, otot, sendi, dan tulang.
b. Kekuatan
Kekuatan otot dan massa tulang pada lansia menurun sehingga
kekuatan makin berkurang. Peranan latihan beban sangat penting untuk
menguatkan tulang agar tidak mudah patah.
c. Kelenturan
Terjadi keterbatasan gerak karena kelenturan juga berkurang.
Latihan kelenturan ini sangat penting untuk melakukan kegiatan seharihari.
d. Koordinasi dan keseimbangan
Gangguan koordinasi dan keseimbangan merupakan penyebab
utama lansia mudah jatuh. Diperlukan latihan untuk menguatkan otot-otot
penyangga keseimbangan tubuh.
e. Kecepatan
Hal ini tidak diperlukan lagi kecepatan gerakan fisik pada lansia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Tabel 2.1. Tipe Olahraga pada Lansia
Tipe olahraga
Aerobik/daya tahan
Kekebalan/kekuatan
Rekomendasi
aktivitas untuk
lansia
Jalan kaki
Bersepeda
Berenang
Senam aerobik
Senam
pernapasan
Latihan beban
Keseimbangan dan Peregangan
fleksibilitas
Yoga
Tai-chi
Naik-turun
tangga
Manfaat potensial
Frekuensi
Kardio-pulmonal
Kontrol gula darah
terkontrol
Berat
badan
turun/normal
Tidur nyaman
Mood
dan
kesadaran baik
Kekuatan otot
Massa tulang
Fungsi fisik
Mobilitas
4-7
kali/minggu
30
menit/hari
Keseimbangan
Mencegah jatuh
Mobilitas
4-7
kali/minggu
30
menit/
hari
2-3
kali/minggu
20-30
menit/hari
(Kilpatrick, 2004; Gledhill, 2002)
Olahraga yang baik bagi seorang lansia atau penyandang penyakit
degeneratif/metabolik adalah olahraga aerobik yang dapat meningkatkan
ketahanan tubuh dan daya pernapasan (Hartono, 2006).
4. Hubungan Olahraga dan Kemampuan Seksual
Menurut Penhollow dan Young (2004), olahraga selain untuk kesehatan,
juga dapat meningkatkan kehidupan seksual sehingga lebih menyenangkan.
Jenis olahraga yang mempengaruhi kehidupan seksual antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
a. Daya tahan jantung
Jantung yang sehat dan memiliki daya tahan baik dapat
meningkatkan antusias seksual. Membangun ketahanan jantung dapat
membuat jantung kuat dan membuat tubuh semakin sehat.
b. Daya tahan otot
Latihan ketahanan otot dilakukan untuk mempertahankan posisi
dalam aktivitas seksual, sehingga tubuh dapat menjadi kelebihan dalam
aktivitas seksual yang lebih lama. Latihan ini berupa latihan kekuatan dasar
yang targetnya adalah otot-otot tubuh antara lain pinggul, bokong, paha,
punggung, bahu, dan lengan.
c. Kekuatan
Kekuatan
merupakan
hal
lain
yang
dibutuhkan
dalam
mempertahankan posisi dalam aktivitas seksual.
d. Fleksibilitas
Latihan kelenturan dapat meningkatkan kehidupan seksual seseorang
dengan memudahkan melakukan posisi yang disukai dalam aktivitas seksual
dengan jumlah minimum terjadinya cedera.
Olahraga juga meningkatkan hormon yang dapat meningkatkan aktivitas
seksual, antara lain epinefrin, testosteron, endorfin, dan dopamin (HGH, 2011).
Olahraga rutin dapat mempengaruhi sistem neurotransmitter dan sistem
hormonal. Pada sistem neurotransmitter terdapat dopamin yang menyebabkan
peningkatan motivasi/hasrat seksual dan meningkatkan refleks genital pada pria
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
berupa ejakulasi dan ereksi (Hull et al., 2004). Sedangkan pada sistem
hormonal akan meningkatkan epinefrin, endorphin, dan testosteron. Sistem
hormonal akan merangsang hipotalamus untuk mensekresi CorticotropinReleasing Hormone (CRH) dan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH).
CRH
akan
merangsang
hipofisis
anterior
untuk
menghasilkan
Adenocortocitropic Hormone (ACTH). Setelah itu, medulla adrenal akan
mensekresi epinefrin yang efek vasodilatasi, peningkatan kekuatan miokardial,
bronkodilatasi yang membuat jantung dan pernafasan berfungsi dengan baik
dan fisik menjadi lebih kuat (Guyton and Hall, 2002; Cardoso, 1997).
Sedangkan korteks adrenal akan mensekresi endorphin yang menyebabkan
perasaan euphoria dan kecemasan yang berkurang (HGH, 2011). Peningkatan
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) akan meningkatkan Luteinizing
Hormone (LH) dan Follicle-Stimulating Hormone (FSH). Pada pria, FSH
berfungsi untuk mengatur spermatogenesis dalam testis. LH berfungsi untuk
merangsang produksi testosteron oleh testis. Hormon testosteron yang disekresi
menyebabkan timbulnya libido atau hasrat seksual (Guyton and Hall, 2002;
Cardoso, 1997).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
B. Kerangka Pemikiran
Faktor psikologis
Faktor sosial
Lansia
Faktor organik
Faktor spiritual
Olahraga
Sistem neurotransmitter
Dopamin
hasrat seksual
dan
refleks genital
Sistem hormonal
Hipotalamus:
Sekresi GnRH
Hipotalamus:
sekresi CRH
Sekresi LH
Hipofisis anterior:
Sekresi ACTH
Sel leydig:
Sekresi
testosterone
Libido/hasrat
seksual
Keterangan :
Kemampuan
seksual baik
Korteks adrenal:
Sekresi
endorphin
Kebahagiaan
kecemasan
Medulla adrenal:
Sekresi
epinefrin
1. Memperkuat
kekuatan
kontraksi
jantung
2. Membuka
saluran udara di
paru-paru
(relaksasi otot-
Fisik lebih kuat
: menyebabkan
: mempengaruhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka
diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada perbedaan kemampuan seksual pada
lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif epidemiologi observasi
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan
antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel terikat (efek) yang diobservasi
hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2003).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Stadion Manahan Surakarta untuk lansia pria
yang berolahraga dan Posyandu Lansia di Surakarta untuk lansia pria yang tidak
berolahraga pada bulan Juli - Oktober 2011.
C. Subyek Penelitian
1. Kriteria inklusi
a. Pria lanjut usia 60 - 70 tahun.
b. Mempunyai pasangan hidup.
c. Bersedia menjadi responden penelitian.
d. Berolahraga rutin selama 6 bulan terakhir.
2. Kriteria eksklusi
a. Kondisi lansia dengan keterbatasan mobilitas.
b. Tidak kooperatif.
c. Mempunyai kelainan pada alat reproduksi.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan diambil dengan purposive
sampling, yaitu subjek diambil dalam satu daerah yang sudah ditentukan namun
hanya subjek yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya dapat dijadikan sampel. (Arief, 2003).
Jumlah sampel penelitian menggunakan analisis bivariat yang melibatkan
sebuah variabel dependen dan variabel independen. setiap penelitian yang
menggunakan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek
penelitian. Ukuran sampel tersebut merupakan ukuran sampel minimal setelah
peneliti melakukan restriksi terhadap populasi sumber sampel. Pada penelitian ini
dibutuhkan sampel sebanyak 60 subjek yang terdiri atas 30 lansia pria yang
berolahraga dan 30 lansia pria yang tidak berolahraga (Murti, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
E. Rancangan Penelitian
Populasi Target
Kriteria eksklusi
Kriteria inklusi
Informed consent
Purposive Sampling
Sampel
(60 lansia)
Olahraga
Tidak olahraga
Kuesioner biodata
Skala L-MMPI
ASEX-Male
ASEX-Male
Hasil
Hasil
Analisis data:
Uji independen t-test
Gambar 2. Skema Penelitian
F. Variabel Penelitian
1. Variabel tergantung : Aktivitas olahraga.
2. Variabel bebas
: Kemampuan seksual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
3. Variabel luar
:
a. Variabel terkendali meliputi usia dan status perkawinan.
b. Variabel tidak terkendali meliputi status gizi, faktor psikologis, riwayat
pemakaian obat-obatan dalam jangka waktu lama, riwayat penyakit
gangguan metabolik kronis dan degeneratif.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: Aktivitas olahraga
Aktivitas olahraga pada penelitian ini yaitu lansia yang melakukan
olahraga berupa jogging yang dilakukan 4 - 7 kali setiap minggu selama
minimal 6 bulan dan berdurasi 30 menit.
Skala pengukuran: nominal, yaitu berolahraga dan tidak berolahraga.
2. Variabel tergantung
: Kemampuan seksual
Kemampuan seksual adalah suatu kesanggupan dalam melakukan
hubungan seksual. Kemampuan seksual pada penelitian ini akan menggunakan
Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX)-Male. Nilai total dari ASEX antara
5 - 30, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan adanya gangguan perilaku
seksual. Jika skor ≥19, satu nomor bernilai >5, atau tiga nomor bernilai >4,
maka responden mempunyai gangguan perilaku seksual.
Skala pengukuran : numerik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
H. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan media kuesioner baku yang telah diuji validitas
dan reliabilitasnya. Kuesioner yang digunakan yaitu:
1.
Kuesioner biodata
2.
Lie Minnesota Multyphasic Personality Inventory (L-MMPI) digunakan untuk
menguji kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang ada pada
angket penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab
responden dengan “ya” bila butir dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan
responden dan “tidak” bila tidak sesuai perasaan dan keadaan responden.
Responden dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya bila jawaban “tidak”
≤10 (Graham, 1990 dalam Butcher, 2005).
3.
Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX)-Male merupakan kuesioner untuk
mengetahui kemampuan seksual seseorang. Terdapat lima aspek yang dinilai
yaitu, dorongan seksual, gairah seksual, ereksi penis, kemampuan untuk
mencapai orgasme, dan kepuasan orgasme. Nilai total dari ASEX antara 5 30, dengan skor lebih tinggi mengindikasikan adanya gangguan kemampuan
seksual. Jika skor ≥19, satu nomor bernilai >5, atau tiga nomor bernilai >4,
maka responden mempunyai gangguan kemampuan seksual (McGauhey et al.,
2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
I. Cara Kerja
1. Responden mengisi data identitas diri.
2. Mengisi angket Lie Minnesota Multyphasic Personality Inventory (L-MMPI).
3. Mengisi Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX)-Male.
4. Setelah diperoleh skor dari skala setiap variabel yang berupa skala nominal,
dilakukan uji independent-t test.
J. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
karena jumlah sampel > 50 orang (Budiarto, 2004).
2. Uji independent-t test untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan
seksual antara lansia yang berolahraga dan tidak berolahraga. Bila syarat
independent-t test tidak terpenuhi maka digunakan uji non-parametrik MannWhitney (Murti, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2011 di stadion Manahan
Surakarta dan Posyandu Lansia di Dusun Suruh Grogol Karanganyar, Surakarta.
Subjek penelitian adalah lansia pria berusia 60 - 70 tahun, mempunyai pasangan
hidup, dan bersedia menjadi responden penelitian . Pada penelitian ini didapat total
sampel sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 lansia pria yang berolahraga dan 30
lansia pria yang tidak berolahraga.
Tabel 4.1. Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Umur
Usia
60-65 tahun
Gangguan kemampuan
seksual
n
%
18
30.00
Tidak gangguan
kemampuan seksual
n
%
18
30.00
66-70 tahun
23
38.33
1
1.67
Jumlah
41
68.33
19
31.67
Sumber : Data primer 2011
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah sampel yang mengalami
gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 66 - 70 tahun yaitu
sebanyak 23 sampel (38.33 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami
gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 60 - 65 tahun yaitu
sebanyak 18 sampel (30 %).
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Tabel 4.2. Distribusi Gangguan Kemampuan Seksual Berdasarkan Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
SD
Gangguan
kemampuan seksual
n
%
12
20.00
Tidak gangguan
kemampuan seksual
n
%
0
0.00
SMP
10
16.67
0
0.00
SMA
10
16.67
3
5.00
S1
9
15.00
16
26.67
Jumlah
41
68.34
19
31.67
Sumber : Data primer 2011
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah sampel dengan gangguan
kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD yaitu
sebanyak 12 sampel (20 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami
gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada tingkat pendidikan S1
yaitu sebanyak 19 sampel (31.67 %).
B. Analisis Statistika
Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji t yang
merupakan uji parametrik dengan program SPSS 17.00. Uji ini digunakan bila
skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat uji t adalah
data berskala numerik, terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok
dapat sama atau berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data
terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data
dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0.05 pada masingmasing kelompok tersebut. Uji normalitas yang dilakukan pada masing-masing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
sebaran data dilakukan dengan analitik dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji
Kolmogorov-Smirnov dilakukan jika sampel lebih dari 50 sampel (Dahlan, 2005).
Tabel 4.2.Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Kolmogorov Smirnov
Data
Nilai p
Keterangan
Berolahraga
0.001
Distribusi tidak normal
Tidak berolahraga
0.000
Distribusi tidak normal
Sumber : Data primer 2011
Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa sebaran data yang berolahraga dan tidak
berolahraga tidak normal. Hal tersebut berarti penelitian ini tidak dapat
menggunakan uji parametrik dengan uji t melainkan menggunakan alternatifnya
yaitu uji non-parametrik Mann-Whitney.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Data dengan Mann-Whitney
Kegiatan
N
Mean
Median
SD
Berolahraga
30
20.77
20.00
6.140
Tidak berolahraga
30
25.43
27.50
5.244
Olahraga
Mannwhitney
262.50
P
0.004
Sumber : Data primer 2011
Pada Tabel 4.3, hasil data dianalisis dengan uji statistik uji non-parametrik
Mann-Whitney dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows untuk
mengetahui perbedaan kemampuan seksual. Dari uji statistik didapatkan nilai p
sebesar 0.004. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
seksual yang secara statistik signifikan pada lansia pria yang berolahraga dan tidak
berolahraga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Gambar 4.1. Gambar Boxplot Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Seksual
Gambar 4.1 menunjukkan dengan lebih jelas perbedaan kemampuan
seksual berdasarkan kegiatan olahraganya. Gambar tersebut memberikan informasi
bahwa tingkat kemampuan seksual lansia pria yang berolahraga lebih baik
daripada lansia pria yang tidak berolahraga. dengan rata-rata skor kemampuan
seksual pada lansia yang berolahraga 20.77 dan lansia pria yang tidak berolahraga
25.43.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
BAB V
PEMBAHASAN
Pada tabel 4.1 diketahui bahwa sampel yang mengalami gangguan
kemampuan seksual lebih banyak adalah pada interval usia 66 - 70 tahun yaitu
sebanyak 23 sampel (38.33 %). Sedangkan jumlah sampel yang tidak mengalami
gangguan kemampuan seksual lebih banyak terdapat pada usia 60 - 65 tahun yaitu
sebanyak 18 sampel (30 %). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia,
potensi seksualnya kan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2003)
bahwa terdapat penurunan potensi seksual selama usia enampuluhan, kemudian
berlanjut sesuai dengan bertambahnya usia.
Pada tabel 4.4 dapat dilihat dengan uji Mann-Whitney secara statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara aktivitas olahraga dengan kemampuan
seksual. Hal ini dibuktikan dengan nilai p < 0,05. Hasil tersebut sesuai dengan teori
bahwa olahraga yang teratur dapat mempengaruhi kemampuan seksual pada lansia.
Olahraga yang teratur dapat memperbaiki daya tahan jantung, daya tahan otot,
kekuatan dan fleksibilitas sehingga dapat menunjang kehidupan seksual pada lansia.
Olahraga juga dapat menghasilkan hormon yang dapat memperkuat tubuh,
meningkatkan kebahagiaan, dan meningkatkan hasrat seksual. hormon tersebut antara
lain epinefrin, testosteron, endorfin, dan dopamin (Kusuma, 2000; Guyton and Hall,
2002; Cardoso, 1997; Penhollow and Young, 2004).
Meskipun secara statistik hasil penelitian bermakna, namun didapatkan 16
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
orang yang berolahraga mengalami gangguan kemampuan seksual. Hal ini mungkin
disebabkan karena sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap hubungan seksual
antara orang berusia lanjut dan keraguan terhadap kemampuan seksual mereka. Sikap
sosial ini cenderung dapat menghilangkan motivasi untuk mengerjakan apa yang
sebenarnya mampu untuk dikerjakan. Hal tersebut juga dapat disebabkan karena
penyakit
yang
diderita
oleh
lansia
tersebut
atau
pasangannya,
sehingga
mempengaruhi hubungan seksual dalam kehidupan rumah tangganya.
Berdasarkan Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX)-Male, terdapat lima
aspek yang dinilai yaitu dorongan seksual, gairah seksual, ereksi penis, kemampuan
untuk mencapai orgasme, dan kepuasan orgasme. Dari kelima aspek tersebut, yang
paling menggambarkan ada tidaknya gangguan kemampuan seksual pada penelitian
ini yaitu keadaan ereksi penis. Seseorang dikatakan mengalami gangguan ereksi jika
orang tersebut tidak mampu mempertahankan ereksi yang cukup dalam hubungan
seksual. Gangguan ereksi ini bisa disebabkan oleh faktor fisik maupun psikis. Yang
termasuk dalam faktor fisik adalah semua gangguan atau penyakit yang berkaitan
dengan gangguan hormon, pembuluh darah, dan saraf. Sedangkan, faktor psikis yang
mempengaruhi antara lain stres, kecemasan, kejenuhan, kejengkelan, perasaan
bersalah, dan kekecewaan (Windhu, 2009).
Hasil penelitian yang telah dilakukan ini juga didukung oleh penelitian
sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Penhollow dan Young (2004)
meneliti tentang hubungan olahraga dengan daya tarik seksual Dari penelitian
tersebut didapatkan bahwa olahraga dapat meningkatkan potensi seksual sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
kehidupan seksual menjadi lebih menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa
seseorang yang berolahraga kemampuan seksualnya lebih baik daripada yang tidak
berolahraga.
Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis, yaitu terdapat perbedaan kemampuan seksual yang secara statistik signifikan
antara lansia pria yang berolahraga dan tidak berolahraga.
Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal lokasi cakupan yang terlalu
sempit dan masih banyak faktor-faktor lain yang dapat merancukan hasil penelitian
seperti lingkungan dan konflik perkawinan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan seksual antara lansia pria yang berolahraga dan
tidak berolahraga (p = 0.004). Tingkat kemampuan seksual pada lansia pria yang
berolahraga lebih baik daripada lansia pria yang tidak berolahraga.
B. Saran
1. Para lansia sebaiknya melakukan olahraga secara rutin untuk memelihara atau
meningkatkan kemandirian dalam kehidupan bio-psiko-sosialnya, yaitu secara
biologis menjadi lebih mampu menjalani kehidupannya secara mandiri, secara
psikologik dapat menyadari posisinya sebagai lansia serta terbebas dari stress
dan beban psikologis lain, dan secara sosiologis lebih mampu bersosialisasi
dengan masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut dapat meningkatkan
kualitas hidup secara keseluruhan, salah satunya adalah kehidupan seksualnya.
2. Dalam berolahraga, sebaiknya dilakukan secara bertahap, teratur, dan
memenuhi takaran yang diperlukan agar didapatkan hasil yang optimal.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang
dapat merancukan hasil penelitian seperti lingkungan dan konflik perkawinan.
commit to user
30
Download